artikel tinjauan
DESCRIPTION
hglTRANSCRIPT
Tinjauan Artikel
Pertimbangan Perawatan Gigi pada Pasien Penyakit Jantung
Marta Cruz-Pamplona1, Yolanda Jimenez-Soriano2, Maria Gracia Sarrion-Perez1
1 Sarjana Kedokteran Gigi, Magister Kesehatan dan Bedah Mulut, Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi, Universitas Valencia, Spanyol2 Asisten Professor, Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi, Universitas Valencia, Spanyol
Korespondensi:Av/Gaspar Aguilar 81-1346017 Valencia, SpanyolE-mail: [email protected]
Abstrak
Ringkasan: Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyebab utama
kematian di negara maju dan penyebab teratas kematian di Spanyol. Terkait
dengan morbiditas yang ditimbulkannya, penyakit ini penting untuk diperhatikan
karena banyaknya individu yang terkena dan pasien yang menjalani terapi akibat
penyakit tersebut.
Tujuan: Memberikan tinjauan terbaru tentang manifestasi oral yang dijumpai pada
pasien dengan hipertensi arterial, penyakit jantung iskemik, aritmia, dan gagal
jantung serta manajemen perawatan gigi pada pasien ini.
Materi dan metode: pencarian literatur 10 tahun terakhir dilakukan melalui
Medline-Pubmed dengan menggunakan kata kunci “cardiopathy” (kardiopati),
“dental management” (perawatan gigi), “endocarditis” (endokarditis),
“hypertension” (hipertensi), dan “arrhythmia” (aritmia). Total 31 artikel di-review
yang terdiri atas 22 tinjuan artikel, 3 panduan ahli, 4 uji klinis, dan 2 serial kasus.
Hasil: Terapi obat-obatan yang digunakan oleh pasien ini dapat meningkatkan,
baik risiko manifestasi oral berupa xerostomia, reaksi likenoid, sensasi mulut
terbakar, hilangnya sensasi rasa, perdarahan dan hiperplasia gingiva maupun
manifestasi ekstraoral, seperti sialadenosis. Pasien kardiologi yang tidak
terkontrol dengan baik mempertinggi risiko kasus pada praktik kedokteran gigi.
Oleh karena itu, dokter gigi mempertimbangkan beberapa aspek sebelum
menangani pasien tersebut untuk mencegah komplikasi.
Pendahuluan
Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyebab utama kematian di
negara maju.1 Dua penyakit kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian
terbanyak adalah penyakit jantung iskemik dan penyakit serebrovaskuler,
sedangkan gagal jantung menempati urutan ketiga.
Terkait dengan morbiditas yang ditimbulkannya, penyakit ini penting untuk
diperhatikan karena banyaknya individu yang terkena dan pasien yang menjalani
terapi akibat penyakit tersebut. Pasien dengan penyakit kardiovaskuler
mempertinggi risiko kasus pada praktik kedokteran gigi, terutama pasien yang
tidak memiliki kontrol medik yang adekuat. Oleh karena itu, seorang dokter gigi
penting untuk mengetahui masalah medik masing-masing individu, terapi yang
telah didapatkan, dan kemungkinan manajemen perawatan gigi.2 Selain itu, dokter
gigi harus dapat mengidentifikasi kegawatdaruratan medik dan mengambil
tindakan yang tepat untuk mencegah atau menangani kegawatdaruratan medik
tersebut secara cepat dan efektif.
Penelitian ini memberikan tinjauan penyakit jantung yang sering dijumpai pada
praktik kedokteran gigi, seperti hipertensi arterial, penyakit jantung iskemik,
aritmia, dan gagal jantung.
Hipertensi Arterial
Hipertensi arterial (HTA) merupakan masalah kesehatan penting karena tingginya
insidens dan prevalensinya pada populasi umum dan terkait peningkatan risiko
penyakit kardiovaskuler, seperti nyeri dada (angina), infark miokard, dan penyakit
serebrovaskuler (seperti stroke).3 Hipertensi arterial terjadi pada 6-8% populasi
umum dan merupakan faktor risiko tersering penyakit kardiovaskuler di Spanyol,
dengan prevalensi lebih dari 40% pada pasien lebih dari 35 tahun.
Nilai tekanan darah dikatakan normal sesuai dengan konsensus di mana tekanan
diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan sistolik kurang dari 140 mmHg.4
Revisi terbaru dari panduan evaluasi dan manajemen hipetensi arterial dari
National Committee on the Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC 7) memperkenalkan istilah pre-hipertensi yang
mengacu pada orang yang memiliki tekanan darah sistolik antara 120-139 mmHg
atau tekanan darah diastolic antara 80-89 mmHg (tabel 1).5
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Individu Lebih Dari 18 Tahun (National
Committee on the Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure)
Klasifikasi Tekanan Darah pada Individu Dewasa
Klasifikasi
Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik
(mmHg)
Tekanan Darah Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
HTAStage 1 140-159 90-99
Stage 2 ≥ 160 ≥ 100
Penyakit Jantung Iskemik
Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian di negara maju.
Pada laki-laki dan perempuan, penyakit ini merupakan penyebab terbanyak
kematian pada masing-masing umur lebih dari 40 dan 65 tahun.6 Kematian
terbanyak dijumpai pada 1 jam pertama setelah faktor pemicu, dan sekitar 50%
dari seluruh pasien meninggal sebelum masuk rumah sakit.
Penyakit jantung iskemik disebabkan oleh penurunan (parsial atau total) aliran
darah koroner. Pada 90% dari keseluruhan kasus7, penurunan aliran darah koroner
ini disebabkan oleh pembentukan thrombus akibat plak ateroma yang menyumbat
lumen arteri, walaupun faktor lain, seperti cuaca dingin, latihan atau stress fisik
dapat berperan sebagai faktor ko-adjuvan atau pemicu penurunan aliran darah
koroner (namun lebih jarang). Nyeri dada (angina) terjadi ketika oklusi pembuluh
darah koroner parsial dan tidak dijumpai adanya nekrosis miokardium, sedangkan
infark miokard akut dijumpai ketika oklusi pembuluh darah koroner total dan
dijumpai adanya nekrosis miokardium. Selanjutnya, kematian tiba-tiba dapat
terjadi, yang secara umum disebabkan oleh aritmia jantung.6,7
Infark Miokard Akut (IMA)
Infark miokard akut ditandai oelh nyeri hebat akut mendadak yang menyesakkan
dada, dialami pada daerah retrosternal atau perokordial dan dapat menjalar ke
lengan, leher, punggung, rahang, palatum atau lidah. Lama serangan lebih dari ½
jam, dan nyeri tidak menghilang saat istirahat. Kondisi ini disertai dengan
keringat berlebihan, mual, muntah, sesak napas, dan perasaan kematian mendekat
(imminent death sensation). Walaupun demikian, IMA juga dapat bermanifestasi
menjadi penurunan kesadaran dan kekacauan mental. Stimulus pemicunya adalah
stress emosional, latihan fisik berat atau adanya penyakit penyerta dan
pembedahan. Infark yang tidak diketahui (silent infark) ditandai dengan tidak
adanya nyeri dan lebih umum terjadi pada individu yang lebih tua, perempuan,
dan pasien diabetes.6,7
Obat yang digunakan untuk mengobati infark miokard akut dan diberikan sebagai
pencegahan sekunder terdiri atas beta-bloker (beta-blockers), antagonis Ca
(calcium antagonist), dan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (angiotensin-
converting enzyme inhibitors/ACEI).7
Nyeri dada (angina, angor pectoris)
Angina stabil (stable angina) dipicu oleh aktivitas fisik dan stress emosional
dirasakan sebagai nyeri yang memiliki lokasi dan intensitas yang sama dengan
infark miokard, namun durasi lebih pendek (1-3 menit). Nyeri dapat menghilang
atau berkurang dengan istirahat dan/atau penggunaan nitrogliserin sublingual.
Sementara itu, angina tidak stabil (unstable or resting angina) yang
bermanifestasi saat kondisi istirahat, ditandai dengan nyeri yang lebih hebat,
durasi yang tidak lebih dari 20-30 menit, dan respons yang buruk terhadap nitrat.
Gejala ini dapat segera berkembang menjadi infark miokard. Pasien dengan
riwayat nyeri dada mendapatkan terapi berupa obat antiplatelet, nitrat, dan
antagonis kalsium (Ca antagonist).6,7 Selain itu, klasifikasi lain berupa angina
Prinzmetal (varian angina) yang timbul saat istirahat dan berkaitan dengan spasme
arteri koroner.
Aritmia
Aritmia merupakan variasi denyut jantung normal akibat gangguan ritme,
frekuensi, atau kontraksi jantung. Fibrilasi atrium merupakan tipe aritmia jantung
yang paling sering dijumpai, dengan prevalensi pada populasi umum sekitar 0,4%,
namun persentase ini dapat meningkat hingga 3,8% pada umur 60 tahun dan
mencapai (% pada individu lebih dari 80 tahun. Frekuensi hantaran impuls
elektrik dari nodus sinus berkisar antara 60-80 kali permenit dalam keadaaan
istirahat dan dapat meningkat hingga 200 kali permenit saat aktivitas fisik.
Aritmia timbul ketika terjadi kegagalan hantaran impuls elektrik.
Gagal Jantung
Gagal jantung didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk berfungsi
normal sehingga tidak dapat cukup memompakan darah menuju jaringan dan
menyebabkan akumulasi cairan ke dalam paru-paru, hati, dan jaringan perifer. Di
Spanyol, gagal jantung menyebabkan sekitar 19.000 kematian setiap tahunnya.
Daya tahan hidup pasien terbatas karena umumnya muncul faktor pemicu dan
patologi penyerta.7 Gagal jantung juga merupakan stadium akhir dari penyakit
lainnya, seperti penyakit jantung iskemik atau hipertensi arterial.
Gagal jantung akut dipicu oleh obat-obatan yang bersifat kardiotoksik atau
episode penyumbatan arteri koroner. Penyebab terbanyak adalah hipertensi
arterial berat jangka panjang, penyakit katup jantung, penyakit jantung iskemik,
dan penyakit perikardial berat. Gagal jantung akut secara khas ditandai dengan
edema paru akut.7 Gagal jantung kronik berhubungan dengan riwayat hipertensi
arterial dan penyakit jantung iskemik. Penyebab lain dari gagal jantung kronik
adalah kardiomiopati dilatasi, penyakit katup jantung, penyakit jantung yang
disebabkan oleh alkohol, cor pulmonale, serta kardiomiopati hipertrofik dan
restriktif. Diabetes mellitus meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kronik
sekitar 2,5-5 kali lipat.
Penanganan pada pasien meliputi identifikasi dan koreksi faktor penyebab
(misalnya, hipertensi arterial atau penyakit katup jantung), dan perubahan gaya
hidup (menghentikan kebiasaan buruk atau modifikasi diet). Terapi obat-obatan
berupa golongan ACEI (captopril, enaprik, dan quinapril), diuretik (furosemid),
dan vasodilator (isosorbid dinitrat dan hidralazin).
Endokarditis
Endokarditis infektif (EI) merupakan kondisi yang jarang terjadi, menyebabkan
perubahan morfologis jantung dan bakteremia dari tempat asal yang berbeda.12
Diperkirakan 14-20% dari kasus EI berasal dari bukodental. Bakteremia transien
diamati tidak hanya pada manajemen perawatan gigi, seperti ekstraksi gigi (51-
85%)13 atau bedah periodontal (36-88%), tetapi juga selama menggosok gigi
(25%) atau ketika mengunyah permen karet (17-51%). Tingkat kematian akibat IE
berkisar antara 5-11%. Sekitar 50% kasus endokarditis infektif disebabkan oleh
Streptococcus viridians13-15. Endokarditis infektif jarang dijumpai pada individu
muda, kecuali pada pengguna narkoba suntik yang merupakan kelompok risiko
tinggi. Pada kelompok ini, endokarditis infektif merupakan masalah yang serius di
mana diperkirakan insidens IE 1,5-3,3/1.000 pengguna narkoba suntik16 dengan
tingkat kematian sekitar 5-10%. Walaupun demikian, angka ini semakin menurun
karena perubahan kebiasaan untuk mencegah infeksi pada pasien HIV.17
Endokarditis infektif rekuren juga sering dijumpai pada individu tersebut.16
Karena tingginya angka kecacatan dan kematian yang ditimbulkan, profilaksis
antibiotik dibutuhkan saat melakukan prosedur perawatan gigi pada kelompok
yang berisiko.12Walaupun demikian, menurut Farbod, dkk15, aktivitas sehari-hari,
seperti menyikat gigi 2 kali sehari selama 1 tahun lebih banyak menimbulkan
bakteremua dibandingkan dengan tindakan ekstraksi gigi, Persentase pasien
dengan endokarditis yang mendapatkan perawatan gigi sangat bervariasi (3-40%),
tergantung pada sumber literatur.9
Tidak ada penelitian yang membuktikan profilaksis antibiotik bermanfaat14 dan
tidak ada bukti bahwa profilaksis dengan penisilin efektif.18 Menanggapi konteks
ini, walaupun belum ada bukti ilmiah yang kuat, tingginya kecacatan dan
kematian terkait endokarditis infektif dan pertimbangan medikolegal
membenarkan rekomendasi umum penggunaan profilaksis antibiotik. Dari sudut
pandang medikolegal, peneliti, seperti Carmona, dkk19 dan Poveda, dkk13 setuju
dengan penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien dengan riwayat endokaditis
infektif atau yang memiliki katup jantung prostetik.
Tujuan
Penelitian ini merupakan tinjauan artikel yang menuat tentang manifestasi oral
yang dapat dijumpai pada pasien dengan hipertensi arterial, penyakit jantung
iskemik, aritmia, dan gagal jantung serta manajemen perawatan gigi pada pasien
tersebut.
Material dan Metode
Pencarian literatur 10 tahun terakhir dilakukan melalui Medline-Pubmed dengan
menggunakan kata kunci “cardiopathy” (kardiopati), “dental management”
(perawatan gigi), “endocarditis” (endokarditis), “hypertension” (hipertensi), dan
“arrhythmia” (aritmia). Pencarian terbatas pada artikel dalam bahasa Inggris dan
Spanyol yang dipublikasi dalam 10 tahun terakhir. Total 31 artikel di-review yang
terdiri atas 22 tinjuan artikel, 3 panduan ahli, 4 uji klinis, dan 2 serial kasus.
Hasil
Hipertensi Arterial
1. Manifestasi Oral
Obat-obatan antihipertensi dapat menyebabkan sejumlah efek samping pada
rongga mulut, yang dapat dilihat pada tabel 2.3 Pada kondisi ini, pasien dapat
mengalami manifestasi oral, seperti xerostomia, reaksi likenoid, sensasi mulut
terbakar, hilangnya sensasi rasa atau hiperplasia gingiva dan manifestasi
ekstraoral, seperti sialadenosis.
Tabel 2. Efek Samping Oral Terapi Antihipertensi
Obat-obatan Antihipertensi Nama Generik Nama Dagang Efek Samping
Diuretik
Tiazid, furosemid, asam etakrinat, spironolakton
Esidrex®, Hidrosluretil®, Seguril®, Salidur®, Aldactone® Xerostomia, nausea
Agen Bloking Adrenergik
Klonidin, metildopa, propanolol, rauwolfia, alkaloid
Catapresan®, Aldomet®
Xerostomia, depresi, sedasi, sialadenosis
Metildopa, propanolol Aldomet®, Sumial® Reaksi likenoid
Inhibitor Enzim Pengkonversi
Angiotensin (ACEI) Captopril, EnaprilCapoten®, Tensoprel®, Renitec®
Reaksi likenoid, sensasi mulut terbakar, hilangnya sensasi rasa
Antagonis Kalsium
Nifedipin, amlodipin, verapamil, diltiazem
Adalat®, Cordilan®, Astudal®, Amlor®, Veratensin®
Hiperplasia gingiva, xerostomia
Vasodilator lainnya
Hidralazin, nitroprusid, minoksidil
Hydrapres®, Loniten® Sefalgia, nausea
2. Perawatan Gigi
Pasien hipertensi yang terkontrol dengan baik tidak mengalami risiko pada
praktis klinis. Konsultasi dengan dokter supervisor dianjurkan untuk
mengetahui derajat kontrol hipertensi dan obat-obat yang diresepkan saat itu,
Pasen diinstruksikan untuk mengonsumsi obat-obatan seperti biasa saat hari
perawatan gigi. Sebelumnya menjalani perawatan, tekanan darah pasien harus
diukur dan jika tekanan darah pasien tinggi, kunjungan harus ditunda hingga
kontrol tekanan darah adekuat.4 Dianjurkan kunjungan singkat pada waktu
pagi hari. Peresepan obat ansiolitik sebelum perawatan gigi terbukti
dibutuhkan, terutama pada pasien yang cemas (5-10 mg diazepam sebelum
tidur dan 1-2 jam sebelum jadwal kunjungan). Selain itu, sedasi alternatif
dengan nitrit oksida dapat dipertimbangkan. Teknik anestesi lokal harus
dikerjakan dengan baik, menghindari injeksi intravaskuler dan menggunakan
dosis maksimum 2 ampul obat anestesi dengan vasokonstriktor. Jika
dibutuhkan lebih banyak anestesi, obat anestesi diberikan tanpa
vasokonstriktor. Benang jahit yang dapat diserap dihindari penggunaannya
bersama adrenalin.3 Selama perawatan, perubahan posisi tubuh secara
mendadak harus dihindari karena sama seperti halnya efek samping obat
penurun tekanan darah dapat menyebabkan hipotensi ortostatik.
Ketika pasien tidak memiliki kontrol tekanan darah yang baik, hal terbaik
yang perlu dilakukan adalah merujuk pasien ke dokter untuk menjamin
tercapainya kontrol tekanan darah yang adekuat sebelum perawatan gigi. Pada
kasus kunjungan darurat perawatan gigi, tatalaksana hanya bersifat
konservatif, dengan penggunaan analgesik dan antibiotik. Pembedahan harus
dihindari hinggan kontrol tekanan darah yang adekuat dicapai.
Obat-obatan antiinflamasi non-steroid (NSAID), seperti ibuprofen,
indometasin, atau naproksen dapat berinteraksi dengan obat-obatan
antihipertensi (beta-bloker, diuretik, ACEI) yang akan menurunkan potensi
aksi obat antihipertensi. Normalnya, terapi dengan kedua obat ini dalam durasi
lebih dari 5 hari dapat menimbulkan interaksi obat tersebut. Oleh karena itu,
obat-obatan NSAIS tidak diresepkan lebih dari 5 hari.
M̵ Anestesi lokal dengan vasokonstriktor
Kontroversi penggunaan berlebihan anestesi lokal dengan vasokonstriktor
sebelumnya dijelaskan karena kemungkinan adanya efek samping substansi
ini terhadap tekanan darah dan/atau denyut jantung.22 Walaupun demikian,
penelitian lain menunjukkan tidak ada peningkatan tekanan arterial yang
diinduksi oleh penggunaan anestesi dengan vasokonstriktor selama perawatan
gigi. Silvestre, dkk23 menemukan tidak ada perbedaan signifikan tekanan
darah sistolik sebelum, selama, atau sesudah ekstraksi gigi-tekanan darah
terendah tercatat pada akhir prosedur, sedangkan tekanan darah tertinggi
tercatat pada saat ekstraksi berlangsung. Dalam publikasi terbaru, Laragnoit,
dkk24, melaporkan hal yang serupa dengan penelitian lainnya, yaitu
penggunaan 2% lidokain dengan epinefrin (1:100.000) tidak menginduksi
perubahan parameter hemodinamik yang signifikan selama perawatan gigi.
Hal ini menunjukkan penggunaannya aman pada bedah minor gigi,
memfasilitasi penerapan teknik anestesi yang baik, dan dipertahankannya
obat-obat yang diresepkan oleh kardiologis.25 Pasien dengan penyakit
kardiovaskuler memiliki risiko tinggi pelepasan sekunder adrenalin endogen
secara masif akibat kekurangan anestesi lokal dibandingkan dengan
penggunaan anestesi lokal dengan penambahan sedikit vasokonstriktor.9
Namun, nyeri menyebabkan pelepasan katekolamin endogen yang dapat
meningkatkan parameter hemodinamik. Oleh karena, kontrol nyeri dan
penggunaan epinefrin dalam anestesi lokal untuk mengontrol perdarahan
penting dilakukan.24 Walaupun demikian, penggunaan vasokonstriktor harus
dibatasi, tidak melebihi 0,04 mg adrenalin (2 ampul mengandung 1,8 ml
anestesi dengan adrenalin 1:100.000).7
Hipertensi Emergensi
Pada kasus hipertensi emergensi (>210/120 mmHg), penanganan
kegawatdaruratan harus dilakukan dengan menelpon 112 dan pemberian
furosemid (dengan dosis 40 mg peroral). Jika upaya ini tidak dapat
mengembalikan kontrol tekanan darah, captopril harus diberikan (dengan
dosis 25 mg peroral atau sublingual). Jika tekanan darah tetap tidak turun
dalam 30 menit, pasien harus dirujuk ke Unit Gawat Darurat (UGD) rumah
sakit terdekat.
Penyakit Jantung Iskemik
1. Manifestasi Oral
Jika pasien mendapatkan pengobatan antikoagulan atau antiplatelet,
perdarahan dapat terjadi, bermanifestasi sebagai hematoma, petekie atau
perdarahan gusi.
2. Perawatan Gigi
Pasien yang pernah mengalami infark miokard akut berisiko tinggi
mengalami episode infark ulang atau aritmia berat. Dilaporkan lebih dari
70% rekurensi terjadi dalam 1 bulan pertama setelah serangan awal.26
Dalam praktik kesehatan gigi, periode keamanan minimum 6 bulan harus
dilewati sebelum dilakukannya prosedur bedah mulut. Walaupun
demikian, penelitian dalam beberapa tahun terakhir menekanakan perlunya
merevisi kriteria ini. Saat ini, evalusi uji latihan pada 6 hari pertama
setelah infark penting dipertimbangkan untuk penilaian risiko dan
prognosis. Jika tes ini ditoleransi dengan baik oleh pasien, risiko yanga
kan diterima rendah. Tidak ada waktu minimum ideal yang ditentukan,
namun kebanyakan peneliti sepakat 4-6 minggu setelah infark merupakan
periode waspada.6 Dalam kurun waktu ini, perawatan gigi harus dibatasi
hanya pada tindakan kegawatdaruratan yang bertujuan untuk
menghilangkan nyeri, ekstraksi, drainase abses dan pulpektomi, yang
dianjurkan dikerjakan di rumah sakit. Setelah periode ini, keputusan terapi
dibuat berdasarkan situasi dasar dan kondisi medik individual masing-
masing pasien.7,9
Konsultasi dengan dokter supervisor dianjurkan untuk mengetahui jenis
penyakit jantung (angina atau infark), derajat keparahan, waktu terjadinya
gangguan kardiologis, komplikasi klinik, dan pengobatan yang diterima
oleh pasien. Selain itu, pasien harus melanjutkan pengobatan seperti
biasanya sesuai yang diresepkan. Jika nitrat digunakan, pasien harus
membawa obat ini setiap kali kunjungan ke klinik gigi8, untuk penanganan
saat nyeri dada muncul. Peneliti, seperti Silvestre, dkk6 menyebitkan
kemungkinan penggunaan nitrat sebagai metode pencegahan sebelum
pemberian anestesi lokal.27 Untuk pasien yang sangat cemas, premedikasi
dapat diberikan untuk mengurangi kecemasan dan stress (berupa 5-10 mg
diazepam sebelum tidur dan 1-2 jam setelah terapi). Beberapa peneliti
menggunakan sedasi inhalasi berupa nitrit oksida/oksigen.8 Kunjungan
harus singkat (kurang dari 30 menit) dan harus sudah direncanakan
sebelumnya untuk mencegah penjadwalan pada jam-jam pagi awal
(sehabis subuh), di mana serangan jantung sering kali terjadi sama halnua
dengan jam-jam sore akhir (menjelang magrib), saat kecapekan, dan saat
tingkat stress tinggi.6 Seperti yang telah dituliskan sebelumnya, teknik
anestesi yang baik diperlukan, hati-hati agar tidak menyuntikkan solusi ke
dalam pembuluh darah, dan menggunakan dosisi maksimum dua ampul
anestesi lokal dengan vasokonstriktor. Selain itu, bila diperlukan
penambahan anestesi lokal, anestesi lokal digunakan tanpa
vasokonstriktor.28 Pasien harus ditempatkan dalam posisi yang paling
nyaman baginya (semi-supine) dan harus bangun dengan hati-hati untuk
mencegah terjadinya hipertensi ortostatik. Tergantung pada pasien,
monitoring tekanan darah dan pulsioksimetri diperlukan sebelum dan
selama perawatan gigi. Jika pasien mendapatkan pengobatan antikoagulan,
rasio normalisasi internasional (INR) saat hari pengobatan harus diperiksa
dan perawatan gigi dapat dilakukan bila INR berada dalam batas yang
direkomendasikan (<3,5) dengan hemostasis lokal jika direncanakan
pembedahan. 26,28 Jika pasien mendapatkan pengobatan antiplatelet,
pendarahan lokal harus dikontrol agar tidak berlebihan. Metode hemostatic
lokal yang dapat digunakan terdiri dari bone wax, benang jahit, gelatin
hewani (Gelfoam®), selulosa regenerasi teroksidasi (Surgicel®), kolagen,
plasma kaya platelet, thrombin (Thrombostat®), fibrin sealant
(Tissucol®), skapel laser atau elektrik, agen antifibrinolitik, seperti asam
traneksamat (Amchafibrin®) atau asam aminokaproat epsilon
(Caproamin®).3 Tabel 3 merangkum managemen pasien penyakit jantung
iskemik.
Tabel 3. Rangkuman Manjemen Perawatan Gigi pada Pasien dengan Penyakit
Jantung Iskemik
Manajemen Perawatan Gigi pada Pasien dengan Penyakit Jantung Iskemik
M̵ Konsultasi jenis penyakit jantung, derajat keparahan, waktu
terjadinya gangguan kardiovaskular, komplikasi klinis, pengobatan yang
didapatkan
Mengonsumsi obat-obat yang diresepkan seperti biasanya
Jika nitrat digunakan, pasien harus membawanya sebagai
o Metode pencegahan gangguan jantung sebelum penggunaan lokal
anestesi
o Pengobatan nyeri dada
Jika pembedahan dibutuhkan{
M̵ Sebelum 4-6 minggu setelah infark hanya prosedur kegawatdaruratan
M̵ Pasien yang sangat cemas premedikasi (5-10 mg diazepam sebelum
tidur dan 1-2 jam setelah terapi)
M̵ Kunjungan singkat (kurang dari 30 menit) menghindari kunjungan
jam-jam pagi awal dan sore akhir
M̵ Anestesia tidak disuntikan ke dalam pembuluh darah
dosis maksimum 2 ampul dengan vasokonstriktor
Jika penambahan anestesi diperlukan, anestesi yang
digunakan tanpa vasokonstriktor
M̵ Pasien dalam posisi semi-supine
M̵ Pasien harus bangun lebih hati-hati mencegah hipotensi ortostatik
M̵ Monitoring yang diperlukan: tekanan darah dan pulsioksimetri
Jika pasien mengalami nyeri dada selama perawatan gigi, prosedur harus
langsung dihentikan dan tablet nitrat sublingual harus diberikan (0,4-0,8
mg), bersamaan dengan oksigen pernasal (3 liter/menit). Jika nyeri dada
Pasien dengan pengobatan antikoagulan perlu ditentukan nilai INR saat hari perawatan gigi
Pasien dengan pengobatan antiplatelet perlu dilakukan metode hemostatik lokal
menghilang, terapi dapat dipertimbangkan untuk dilanjutkan atau
perjanjian alternatif dapat dibuat dalam beberapa hari mendatang. Jika
nyeri tidak menghilang setelah 5 menit, tablet nitrat sublingual kedua
harus diberikan. Jika nyeri tidak menghilang dalam 15 menit setelah onset,
harus dicurigai terjadinya infark miokard akut dan pasien harus dibawa ke
rumah sakit7,9, ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Manajemen Pasien Penyakit Jantung Iskemik dengan Nyeri
selama Prosedur Kedokteran Gigi
Aritmia
1. Manifestasi Oral
Banyak obat-obatan antiaritmia yang memiliki efek samping, seperti
hiperplasia gingiva atau xerostomia.
2. Perawatan Gigi
Konsultasi dengan dokter supervisor dianjurkan untuk mengetahui
kondisi pasien terkini dan tipe aritmia yang diderita, dan obat-obat
yang diresepkan.10 Perlu diperiksa apakah pasien mengkonsumsi obat-
obatan dengan tepat. Obat-obatan ansiolitik dapat digunakan untuk
mengurangi stress dan kecemasan.10,11 Kunjungan singkat di pagi hari
direkomendasikan. Monitoring pasien dengan perekaman denyut
jantung diindikasikan sebelum terapi dimulai. Hal lain yang penting
adalah membatasi penggunaan vasokonstriktor dalam anestesi lokal
dengan pemberian tidak lebih dari 2 ampul. Terapi harus direncanakan
tidak terlalu lama atau rumit. Menurut Becker29, walaupun pacu
jantung modern lebih resisten terhadap pengaruh elektomagnetik, perlu
diperhatikan penggunaannya ketika digunakan pula alat elektrik
(seperti skapel ultrasound dan elektrik) yang mungkin mempengaruhi
pacu jantung, terutama model terdahulu karena kebanyakan alat yang
dibuat dalam 30 tahun yang lalu bipolar dan umumnya tidak
dipengaruhi oleh medan elektromagnetik kecil yang dihasilkan oleh
peralatan gigi. Oleh karena, penting untuk mengetahui tipe pacu
jantung, tingkat perlindungan elektromagnetik generator, dan
penyebab aritmia. Pacu jantung dan defibrillator otomatis memberikan
risiko kecil endokarditis infektif sehingga tidak membutuhkan
pemberian antibiorik sebelum perawatan gigi.
Jika aritmia bermakna timbul saat perawatan gigi, tindakan harus
dihentikan, oksigen harus diberikan, dan tanda vital harus dinilai: suhu
tubuh (nilai normal: 35,5-370C), denyut nadi (nilai normal: 60-100 kali
per menit), frekuensi pernapasan (nilai normal pada individu dewasa:
14-20 kali per menit), tekanan darah (nilai normal: tekanan darah
sistolik kurang dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari
90 mmHg). Nitrat sublingual diberikan pada kasus nyeri dada. Pasien
harus ditempatkan dalam posisi Tredelenburg, dengan manuver vagal
bila dibutuhkan (manuver Valsava, masase pada region pulsasi karotis,
dan lainnya). Tim dokter gigi harus dipersiapkan agar mampu
melakukan resusitasi dasar jantung paru (kardiopulmoner) dan
prosedur evaluasi awal kegawatdaruratan ke rumah sakit jika
dibutuhkan.
Gagal Jantung
1. Manifestasi Oral
Akibat terapi obat-obatan yang digunakan oleh pasien dengan gagal
jantung, beberapa manifestasi oral dapat dijumpai. Pada konteks ini,
ACEI (captopril, enapril) dapat menimbulkan reaksi likenoid, sensasi
mulut terbakar, dan hilangnya sensasi rasa, sedangkan diuretik
(furosemid) dapat menyebabkan xerostomia.
2. Perawatan Gigi
Konsultasi dengan dokter supervisor dianjurkan untuk mengetahui
kondisi pasien terkini dan obat-obat yang diresepkan. Pasien harus
mendapatkan perawatan medis dan gagal jantung harus terkompensasi.
Perawatan gigi harus terbatas hanya pada pasien yang berada dalam
kondisi stabil karena individu dengan gagal jantung berisiko
mengalami aritmia yang membahayakan, bahkan kematian mendadak
akibat henti jantung dan paru. Pada pasien dengan gagal jantung,
termasuk yang mengalami palpitasi, asthenia atau dispnea, prosedur
kedokteran gigi hanya dilakukan pada kasus kegawatdaruratan dan
dikerjakan di rumah sakit. Kecemasan dan stress harus dihindari
selama kunjungan sehingga kunjungan harus singkat (kurang dari 30
menit) dan dirancang pada pagi hari. Pasien harus ditempatkan dalam
posisi semi-supine di bangku, dengan kontrol pergerakan tubuh
(gerakan tubuh harus lambat) untuk mencegah hipertensi ortostatik.
Pada pasien yang mengkonsumsi agen digitalis (digoksin,
metildigoksin), dosis vasokonstriktor harus dibatasi hanya 2 ampul
anestesi karena kombinasi kedua obat ini dapat mencetuskan aritmia.
Aspirin (asam asetilsalisilat) dapat menyebabkan retensi air dan garam
sehingga tidak seharusnya diresepkan pada pasien dengan gagal jatung.
Pada keadaan gawat darurat (seperti edema paru), setelah
menghubungi pelayanan kegawatdaruratan, pasien harus ditempatkan
dengan posisi kaki yang lebih rendah dan diberikan oksigen per nasal
antara 4-6 liter/menit. Tablet nitrogliserin sublingual diberikan pada
dosis 0,4-0,8 mg dan dosis dapat diberikan ulang setiap 5-10 menit jika
tekanan darah terkontrol.7 Edema paru akut ditandai dengan sesak
napas progresif atau tiba-tiba, batuk berdahak, sianosis, kulit dingin,
keringat berlebihan dan sensasi sakit kritis. Pasien umumnya
mengalami sulit bernapas dan iritasi laring dan kondisi yang
menyerupai serangan asma.
Pencegahan Endokarditis
Prokol pencegahan endokarditis yang digunakan secara luas di seluruh
dunia adalah prokotol American Heart Association (AHA) dan British
Society of Antimicrobial Chemotherapy (BSAC). Perbedaan utama
antara kedua protokol tersebut adalah dosis amoksisilin yang diberikan
(masing-masing 2 dan 3 mg menurut AHA dan BSAC).12 Penelitian
saat ini terfokus pada prokotol AHA (tabel 4), yang dimodifikasi pada
tahun 2007 dengan tujuan pembagian lebih lanjut kapan profilaksis
untuk endokarditis infektif direkomendasikan atau tidak dan
menawarkan rekomendasi global yang lebih seragam dan logis.
Tabel 4. Protokol Profilaksis Antibiotik untuk Endokarditis Infektif, yang
direkomendasikan oleh American Heart Association (AHA)
Situasi AgenDosis tunggal 30-60 menit sebelum
tindakanDewasa Anak-anak
Profilaksis umum standar (oral) Amoksisilin 2 gr
50 mg/kg (maksimum 2 gr)
Tidak dapat mengkonsumsi obat-obatan oral
Ampisilin 2 gr im atau iv 50 mg/kg im atau ivSefazolin atau
sefriakson 1 gr im atau iv 50 mg/kg im atau iv
Alergi penisilin
Oral
Sefaleksin* 2 gr 50 mg/kgKlindamisin 600 mg 20 mg/kg
Azitromisin atau Klaritromisin 500 mg 15 mg/kg
Tidak dapat mengkonsumsi obat-obatan oral
Sefazolin atau sefriakson 1 gr im atau iv 50 mg/kg im atau iv
Klindamisin600 mg im
atau iv 20 mg/kgim: intramuskuler; iv: intravena
* Sefalosporin generasi pertama atau kedua yang dapat diberikan peroral, pada dosis ekuivalen.
Sefalosporin tidak dianjurkan pada pasien dengan riwayat anafilaksis, angioedema atau urtikaria
akibat penisilin atau ampisilin
Endokarditis infektif bukan kondisi kegawatdaruratan di klinik gigi,
namun kematian terkait penyakit ini tinggi. Penyakit ini perlu
dipikirkan bila pasien mengalami demam yang tidak diketahui
sebabnya lebih dari 1 minggu disertai dengan murmur jantung. Gejala
lainnya berupa demam, menggigil, keringat malam, kondisi umum
yang memburuk, berkurangnya nafsu makan, mudah lelah (fatigue),
lemah, dan ketidaknyamanan, dan cenderung muncul 10-15 hari
setelah faktor penyebab atau pemicu atau intervensi. Gejala gagal
jantung juga dapat dijumpai. Tanda klinis khas adalah penampakan
petekie dengan bagian tengah yang putih di kulit bagian fleksor
ekstremitas, region supraklavikula, mukosa konjungtiva kelopak mata
bawah, dan palatum durum.
Menurut AHA30, profilaksis antibiotik untuk tindakan kedokteran gigi
hanya diindikasikan pada pasien dengan gangguan jantung yang
berisiko tinggi mengalami endokarditis:
Pasien dengan katup jantung prostetik
Pasien dengan riwayat endokarditis infektif
Pasien dengan penyakit jantung kongenital, hanya dalam
kondisi berikut.
o Penyakit jantung sianotik yang tidak ditangani,
termasuk shunt dan duktus.
o Defek jantung kongenital yang diperbaiki dengan
penempatan materi atau prostese melalui pembedahan
atau kateterisasi selama 6 bulan pertama setelah operasi.
o Penyakit jantung kongenital yang diterapi, namun
dijumpai defek sisa akibat materi prostese.
Pasien transplantasi jantung yang mengalami penyakit katup
jantung
Profilaksis direkomendasikan pada seluruh prosedur kedokteran gigi yang
melibatkan manipulasi jaringan gingiva, regio periapikal gigi, atau
perforasi mukosa oral, seperti ekstraksi, perawatan endodontik melewati
batas periapikal, dan perbaikan benang jahit retraksi, biopsy, pengangkatan
benang jahit, penempatan bracket, atau operasi pembersihan bukal, dan
tindakan lainnya.
Profilaksis tidak direkomendasikan pada injeksi rutin solusi anestesi pada
jaringan yang tidak terinfeksi, rontgen gigi, penempatan gigi palsu atau
alat ortodontik, lepasnya gigi temporal, atau perdarahan akibat trauma
mukosa oral atau bibir.30
Rekomendasi
Walaupun tidak berdasarkan bukti ilmiah. American College of
Cardiology merekomendasikan pasien yang berisiko mengalami
endokarditis infektif untuk menjaga higienitas terbaik gigi sedapat
mungkin. Peneliti lain menganjurkan pemeliharaan kebersihan oral yang
baik lebih penting dibandingkan dengan pencegahan endokarditis dengan
pemberian antibiotik profilaksis sebelum bedah mulut tertentu.31
Dapat pula dijumpai bakteremia terjadi setelah pembentukan ulserasi
traumatik akibat gigi palsu. Kontrol secara berkala dianjurkan untuk
mencegah timbulnya bacteremia.12
Beberapa peneliti, seperti Blanco (2004) menganjurkan berkumur dengan
klorheksidin 0,12% selama sedikitnya 30 detik sebelum tindakan
kedokteran gigi karena prosedur ini penting untuk mengurangi bacteremia
yang berasal dari rongga mulut.12,15
Jika pasien tidak tepat mengikuti langkah terapi profilaksis, antibiotik
harus diberikan sesegera mungkin karena langkah ini terbukti efektif
ketika dilakukan dalam waktu 2 jam setelah terjadinya bakteremia.12
DAFTAR PUSTAKA
1. Jiménez-Beato G, Machuca-Portillo G. Heart and periodontal diseases:
Does evidence exist of association? Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2005;
10:215-20.
2. Steinhauer T, Bsoul SA, Terezhalmy GT. Risk stratification and dental
management of the patient with cardiovascular diseases. Part I: Etiology,
epidemiology and principles of medical management. Quintessence Int.
2005; 36: 119-37.
3. Herman WW, Konzelman JL Jr, Prisant LM; Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
New national guidelines on hypertension: A summary for dentistry. J Am
Dent Assoc. 2004; 135: 576-84.
4. Mask AG Jr. Medical management of the patient with cardiovascular
disease. Periodontol 2000. 2000; 23:136-41.
5. Aram V. Chobanian AV, Bakris GL , Black HR, Cushman WC, Green
LA, et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
The JNC 7 Report. JAMA. 2003;289:2560-72.
6. Silvestre FJ, Miralles-Jorda L, Tamarit C, Gascon R. Dental management
of the patient with ischemic heart disease: an update. Med Oral. 2002; 7:
222-30.
7. Margaix-Muñoz M, Jiménez-Soriano Y, Poveda-Roda R, Sarrión G.
Cardiovascular diseases in dental practice. Practical considerations. Med
Oral Patol Oral Cir Bucal. 2008; 13: 296-302.
8. Lifshey FM. Evaluation of and Treatment Considerations for the Dental
Patient with Cardiac Disease. NYSDJ. 2004
9. Rose LF, Mealey B, Minsk L, Cohen DW. Oral care for patients with
cardiovascular disease and stroke. J Am Dent Assoc. 2002; 133: 37-44.
10. Muzyka BC. Atrial Fibrilation and its relationship to dental care. J Am
Dent Assoc. 1999; 130:1080-5.
11. Friedlander AH, Yoshikawa TT, Chang DS, Feliciano Z, Scully C. Atrial
fibrillation: pathogenesis, medical-surgical management and dental
implications. J Am Dent Assoc. 2009; 140: 167-77.
12. Blanco-Carrión A. Bacterial endocarditis prophylaxis. Med Oral Patol
Oral Cir Bucal. 2004; 9: 37-43.
13. Poveda-Roda R, Jiménez Y, Carbonell E, Gavaldá C, Margaix-Muñoz M,
Sarrión Pérez G. Bacteriemia originating in the oral cavity. A review. Med
Oral Patol Oral Cir Bucal. 2008; 13: 355-62.
14. Johns J. Prevention of Endocarditis. The New Guidelines. Heart, Luna and
Circulation. 2008; 17: 37-40.
15. Farbod F, Kanaan H, Farbod J. Infective endocarditis and antibiotic
prophylaxis prior to dental/oral procedures: latest revision to the
guidelines by the American Heart Association published April 2007. Int J
Oral Maxillofac Surg. 2009; 38: 626-31.
16. Chao PJ, Hsu CH, Liu YC, Sy CL, Chen YS, Wann SR, et al. Clinical and
molecular epidemiology of infective endocarditis in intravenous drug
users. ChaoJ Chin Med Assoc. 2009; 72: 629-33.
17. Miró JM, del Río A, Mestres CA. Infective endocarditis and cardiac
surgery in intravenous drug abusers and HIV-1 infected patients. Cardiol
Clin. 2003; 21: 167-84.
18. Carmona IT, Diz Dios P, Scully C. Efficacy of Antibiotic Prophylactic
Regimens for the Prevention of Bacterial Endocarditis of Oral Origin. J
Dent Res. 2007; 86.
19. Carmona IT, Diz Dios P, Scully C. An update on the controversias in
bacterial endocarditis of oral origin. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod. 2002; 93: 660-70.
20. Gómez-Moreno G, Guardia J, Cutando A, Calvo-Guirado JL.
Pharmacological interactions of anti-inflammatory-analgesics in
odontology. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2009; 14: 81-9.
21. Salort-Llorca C, Mínguez-Serra MP, Silvestre-Donat FJ. Interactions
between ibuprofen and antihypertensive drugs: Incidence and clinical
relevance in dental practice. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2008; 13:717-
21.
22. Cáceres MT, Ludovice AC, Brito FS, Darrieux FC, Neves RS, Scanavacca
MI, et al. Effect of local anesthetics with and without vasoconstrictor
agent in patients with ventricular arrhythmias. Arq Bras Cardiol. 2008; 91:
128-33.
23. Silvestre FJ, Verdú MJ, Sanchos JM, Peñarrocha M. Effects of
vasoconstrictors in dentistry upon systolic and diastolic arterial pressure.
Med Oral. 2001; 6: 57-63.
24. Laragnoit AB, Neves RS, Neves IL, Vieira JE. Locoregional anesthesia for
dental treatment in cardiac patients: a comparative study of 2% plain
lidocaine and 2% lidocaine with epinephrine (1:100,000). Clinics (Sao
Paulo). 2009; 64: 177-82.
25. Conrado VC, de Andrade J, de Angelis GA, de Andrade AC, Timerman L,
Andrade MM, et al. Cardiovascular effects of local anesthesia with
vasoconstrictor during dental extraction in coronary patients. Arq Bras
Cardiol. 2007; 88: 507-13.
26. Elad S, Zadik Y, Kaufman E, Leker R, Finfter O, Findler M. A new
management approach for dental treatment after a cerebrovascular event: a
comparative retrospective study. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod. 2010; 110: 145-50.
27. Greenwood M. Medical emergencies in the dental practice. Periodontol
2000. 2008; 46: 27-41.
28. Silvestre-Donat FJ. Dental management of ischaemic heart disease.
Medicina Oral. 2003; 8: 230
29. Becker DE. Preoperative Medical Evaluation: Part 1: General Principles
and Cardiovascular Considerations. Anesth Prog. 2009; 56: 92-103.
30. 30- Wilson W, Taubert KA, Gewitz M, Lockhart PB, Baddour LM,
Levison M, et al. Prevention of infective endocarditis: guidelines from te
American Heart Association: a guideline from the American Heart
Association Rheumatic Fever, Endocardtitis, and Kawasaki Disease
Committee, Council on Cardiovascular Disease in the Young, and the
Council on Clinical Cardiology, Council on Cardiovascular Surgery and
Anesthesia, and the Quality of Care and Outcomes Research
Interdisciplinary Working Group. Circulation. 2007; 116: 1736-54.
31. Gutiérrez JL, Bagán JV, Bascones A, Llamas R, Llena J, Morales A, et al.
Consensus document on the use of antibiotic prophylaxis in dental surgery
and procedures. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2006; 11: 188-205.