asas hukum pidana
TRANSCRIPT
![Page 1: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/1.jpg)
Asas-Asas Hukum Acara PidanaPosted: 20 December 2012 in materi
0
1. Asas Inquisitoir. Asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan yang
dilakukan harus dengan cara rahasia dan tertutup. Asas ini menempatkan tersangka sebagai
obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali. seperti bantuan hukum dan ketemu
dengan keluarganya. Asas ini diatur dalam Pasal 164 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
2. Asas Accusatoir. Asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka/tersangka yang
diperiksa bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. Asas ini memperlihatkan pemeriksaan
dilakukan secara terbuka untuk umum. Dimana setiap orang dapat menghadirinya.
3. Asas Opportunitas. Asas oportunitas adalah memberi wewenang pada penuntut umum untuk
menuntut atau tidak menuntut seorang pelaku dengan alasan kepentingan umum. Asas inilah
yang dianut Indonesia contohnya, seseorang yang memiliki keahlian khusus dan hanya dia satu-
satunya di negara itu maka dengan alasan ini JPU boleh memilih untuk tidak menuntut. Asas ini
diatur dalam Pasal 32 C UU Nomer 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan.
4. Asas Jaksa Sebagai Penuntut Umum dan Polisi Sebagai Penyidik. Menurut Pasal 1 Angka 6 Huruf a
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) : Jaksa adalah pejabat yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 1 Angka 6
Huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) : Penuntut umum adalah jaksa yang
diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim. Penyelidik menurut Pasal 1 Angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) – Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh UU ini untuk melakukan penyelidikan.
5. Asas Personalitas Aktif. Asas Personalitas merupakan asas personalitas bertumpu pada
kewarganegaraan pelaku tindak pidana. Artinya, hukum pidana suatu negara mengikuti ke
![Page 2: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/2.jpg)
manapun warga negaranya. Dengan demikian, hukum pidana Indonesia akan selalu mengikuti
warga Negara Indonesia ke mana pun ia berada, asas ini diatur dalam Pasal 5-7 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP).
6. Asas Persamaan. Asas Equality Before The Law, artinya setiap orang harus diperlakukan sama
didepan hukum tanpa membedakan suku, agama, pangkat , jabatan dan sebagainya. Asas ini
diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 5
Ayat (1) UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 5 Ayat (1) UU Nomer 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman) : Pengadilan mengadili menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang.
7. Asas Perintah Tertulis dari yang Berwenang. Artinya bahwa setiap penangkapan, penggeledahan,
penahanan dan penyitaan harus dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi
wewenang oleh UU dan hanya dalam hal dan cara yang diatur oleh UU.
8. Asas Praduga Tak Bersalah. Presumption of innocense artinya seseorang harus dianggap tidak
bersalah sebelum dinyatakan bersalah oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap. Asas ini diatur dalam Pasal 8 UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman (Pasal 8 UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman) : Setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak
bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
9. Cepat, Singkat, Biaya Ringan, Jujur, Bebas, Tidak Memihak. Asas contente justitie serta fairtrial.
Asas ini menghendaki proses pemeriksaan tidak berbelit-belit dan untuk melindungi hak
tersangka guna mendapat pemeriksaan dengan cepat agar segera didapat kepastian hukum.
Asas ini diatur dalam Pasal 24 dan 50 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
10. Sidang Terbuka Untuk Umum. Sidang pemeriksaan perkara pidana harus terbuka untuk umum,
kecuali diatur oleh UU dalam perkara tertentu seperti perkara kesusilaan, sidang tertutup untuk
umum tetapi pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Asas ini diatur dalam Pasal 64 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 64
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) : Terdakwa berhak untuk diadili di sidang
pengadilan yang terbuka untuk umum.
![Page 3: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/3.jpg)
11. Asas Adanya Bantuan Hukum. Seseorang yang tersangkut perkara pidana wajib diberi
kesempatan untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma untuk kepentingan
pembelaan dirinya. Asas ini diatur dalam Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dan Pasal 37 UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 54 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) : Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau
terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama
dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam
undang-undang ini (Pasal 37 UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman) : Setiap
orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
12. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi. Hak bagi tersangka/terdakwa/terpidana untuk mendapatkan
ganti rugi/rehabilitasi atas tindakan terhadap dirinya sejak dalam proses penyidikan. Asas ini
diatur dalam Pasal 95 dan 97 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
13. Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan. Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan
oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Asas ini diatur
dalam Pasal 153 ayat (2) huruf a Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 155
ayat (1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 153 ayat (2) huruf a Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) : hakim ketua siding memimpin pemeriksaan di sidang
pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa indonesia yang dimengerti terdakwa dan
saksi. Pasal 155 ayat (1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) : pada permulaan sidang
hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir,umur
atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaanya serta
mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di
sidang.
14. Hadirnya Tersangka Dalam Pengadilan. Pangadilan dalam memeriksa perkara pidana harus
dengan hadirnya terdakwa.
15. Pemberitahuan Apa yang Didakwakan. Bahwa setiap pemeriksaan di Hapid para pihak (tersangka
dan pengacara) wajib diberitahukan dasar hukumnya, serta wajib diberitahukan hak-haknya.
16. Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap. Ini berarti bahwa pengambilan
keputusan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap.
Untuk jabatan ini diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala Negara. Asas ini diatur dalam
![Page 4: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/4.jpg)
pasal 31 UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 1 Angka 8 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 1 Angka 8 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) : hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh
Undang-Undang untuk mengadili (Pasal 31 UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman) : Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam
undang-undang.
17. Asas Legalitas. Dalam hukum pidana yang mengatakan bahwa tiada suatu perbuatan dapat
dipidana, kecuali berdasarkan ketentuaan perundang-undangan pidana yang telah ada (Nullum
Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege Poenali). Asas ini tercantum dalam Pasal 1 Ayat 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 1 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) : Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah ada 2. Bilamana ada perubahan dalam perundang-
undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang
paling menguntungkannya.
1. ASAS LEGALITAS DAN ASAS OPORTUNITAS (ASAS PENUNTUTAN)
Asas Legalitas ( Pasal 137 KUHAP)
Penuntut umum wajib menuntut setiap orang yang melakukan tindak pidana tanpa
kecuali.
Asas Oportunitas (Pasal 14 huruf h KUHAP)
Penuntut umum berwenang menutup perkara demi Kepentingan umum bukan
hukum.
Menurut asas ini penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan
tindak pidana , jika menurut pertimbangan akan merugikan kepentingan umum.
Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan Tindak Pidana tidak akan
dituntut ke muka pengadilan. Dengan kata lain Penuntut Umum (PU) dapat
MempetiEs kan suatu perkara.
Menurut Pasal 14 KUHAP, merupakan wewenang Jaksa Agung dengan pertimbangan
dari Pemerintah dan DPR untuk menyampaikan perkara demi kepentingan umum.
![Page 5: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/5.jpg)
2. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)
Seseorang wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang
menyatakan kesalahannya, dan putusan itu sudah In Kracht (telah berkekuatan
hukum tetap).
Jadi seseorang hanya dapat dikatakan bersalah, sepanjang hal tersebut telah
dinyatakan dalam putusan hakim dan telah memiliki kekuatan hukum tetap.
3. Asas Peradilan Bebas
Hakim dalam memberikan putusan, bebas dari adanya campur tangan dan pengaruh
dari pihak atau kekuasaan manapun.
Contoh pada masa Orde Baru, Hakim berbaju ataupun bermuka dua dimana disatu
pihak secara administrasi (karir, gaji, mutasi, dan sebagainya) di bawah Departemen
Kehakiman (Lembaga Eksekutif), di lain pihak secara operasional (perkara) di bawah
Mahkamah Agung-MA (Lembaga Yudikatif). Saat ini dalam Undang-Undang No. 5
Tahun 1999, Hakim baik secara administrasi maupun operasional di bawah
Mahkamah Agung.
4. Asas Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan
tidak mengadakan pembedaan perlakuan (equality before the Law)
Setiap orang(tersangka maupun terdakwa) baik miskin maupun kaya, pejabat
maupun orang biasa di dalam pemeriksaan baik di hadapan penyidik, penuntutan
dan pemeriksaan di pengadilan harus diperlakukan sama.
5. Asas Terbuka untuk Umum
Asas terbuka untuk Umum pada pemeriksaan pengadilan maupun pembacaan
putusan. Untuk tindak pidana tertentu, (misalnya tindak pidana pemerkosaan)
pemeriksaan acara pembuktian dilakukan tertutup untuk umum, begitu pula dalam
pengadilan anak.
6. Pemeriksaan dalam perkara pidana dilakukan secara lagsung dan lisan
Berbeda dengan perkara perdata-dapat dikuasakan dan hanya perang surat
menyurat.
Sedangkan perkara pidana-(langsung)Terdakwa tidak dapat dikuasakan hanya dapat
didampingi, pemeriksaan secara lisan (oral menggunakan bahasa Indonesia).
7. Peradilan dilakukan secara cepat, sederhana dan biaya ringan.
Prakteknya sulit dilakukan apalagi terdakwa tidak ditahan.
8.Asas Perlindungan Hak Asasi Manusia
Dalam pemeriksaan, baik tahap penyidikan, penuntutan maupun di pengadilan,
Tersangka maupun Terdakwa harus mendapat perlakuan sesuai dengan harkat dan
![Page 6: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/6.jpg)
martabatnya sebagai manusia (diberi hak untuk membela diri)(aquesator) tidak
dianggap sebagai barang atau objek yang diperiksa wujudnya (Inquesator).
9. Asas tiada Hukuman Tanpa Kesalahan
Pengadilan hanya dapat menghukum Tersangka ata Terdakwa yang nyata-nyata
memiliki kesalahan atas perbuatannya, ada peraturan yang dilanggarnya sebelum
perbuatan it dilakukan.
Semua Asas tersebut diatur dalam Undang-Undang Kekuasan Kehakiman
(UU No. 14 Tahun 1970 jo. UU No. 35 Tahun 1999 jo. UU No. 4 Tahun 2004)ASAS-ASAS dalam Hukum Acara Pidana (HAPID)
1. Asas Equality Before The Law
Asas ini merupakan asas yang fundamental. Dalam pelaksanaan KUHAP tidak boleh membedakan
perbedaan status, dan sebagainya. Dalam setiap beracara pidana di Indonesia kita harus
mempunyai kedudukan yang sama. (Hak-haknya harus diperlakukan sama, misal jika polisi duduk
di bangku, maka tersangka juga punya hak yang sama untuk duduk di bangku).
2. Asas Premsumption of Innocent (Asas Praduga tak bersalah)
Bahwa setiap orang yang ditangkap, dituntut, ditahan dan atau dihadapkan di muka siding wajib
dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan bersalah dan memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Adanya penahanan semata-mata untuk mempermudah proses pemeriksaan bukan untuk
penghukuman (penahanan tidak sama dengan penghukuman.
3. Asas legalitas
Bahwa penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dapat dilakuakan
bersarkan perintah tertulis oleh pejabata yang berwenang oleh Undang-undang dan hanya untuk
hal yang diatur dalam Undang-undang.
4. Asas ganti kerugian dan rehabilitasi
Asas yang fundamental ini, juga ada dalam asas dalam deklarasi HAM. Dalam setiap pelaksanaan
Hapid sejak dari tingkat sampai dengan pemeiksaan di persidangan apabila terjadi kesalahan wajib
diberikan ganti rugi dan rehabilitasi. Hal ini menunjukkan bahwa, tidak boleh terjadi kesewenang-
wenangan dalam pemeriksaan aparat penegak hukum.
5. Asas Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Bahwa setiap pemeriksaan harus dilaksanakkkan dalam waktu yang singkat. Adanya asas cepat ini
karena pemeriksaan dalam Hapid sangat berhubungan pasa nasib tersangka. Pada tahun 77
terdapat kasus “Sekon dan Karta” yang selama 12 tahun di pemeriksaan sebelum akhirnya
dinyatakan tidak terbukti bersalah.
6. Asas Memperoleh Bantuan Hukum
Bahwa sejak dari mulai menjadi tersangka sampai dengan pengadilan, pelaku tindak pidana wajib
memperoleh bantuan hukum. Konsekuensinya aparat hukum pertama kali harus menawarkan
perlu atau tidak memperoleh bantuan hukum. Dan jika tidak mampu negara harus menyediakan.
Jika tidak ditawarkan maka seluruh pemeriksaan batal demi hukum. Fungsi dari pengacara atau
bantuan hukum ini adalah untuk menjaga hak-hak tersangka di dalam setiap pemeriksaan.
7. Asas Informasi
Bahwa setiap pemeriksaan di Hapid para pihak (tersangka dan pengacara) wajib diberitahukan
dasar hukumnya, serta wajib diberitahukan hak-haknya.
8. Asas bahwa pengadilan terbuka untuk umum (kecuali diatur dalam UU), serta dihadiri oleh
terdakwa.
![Page 7: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/7.jpg)
Hal ini supaya pengadilan transparan, bahwa pengadilan itu benar, dan tidak hanya menindas
terrdakwa. Terdakwa harus hadir di pengadilan karena yang memberikan jawaban atas tindak
pidana yang didakwakan padanya adalah terdakwa, sehingga terdakwa harus hadir.
S
Posted on November 20, 2012 by michibeby
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA
Sistem Inquisitoir dan Accusatoir
Dalam membuktikan adanya tindak pidana Negara dengan perantara alat-
alat perlengkapannya melakukan pemeriksaan terhadap tersangka yang
diduga terlibat/ikut dalam tindak pidana tersebut. Pemeriksaan dalam
tindak pidana ada dua sistem yaitu:
Sistem Inquisitoir
Mengenai system inquisitoir Mr. wirjono Prodjodikoro mengemukakan
sebagai berikut:
Sistem inquisitoir (arti kata= pemeriksaan) mengaanggap si tersangka
suatu barang, suatu objek, yang harus diperiksa berhubung dengan suatu
pendakwaan. Pemeriksaan seperti ini berupa pendengaran si tersangka
tentang dirinya pribadi. Sedang S. Tarif, SH mengenai Iquisitoir
mengemukakan sebagai berikut:
Tersangka dianggap sebagai objek yang harus diperiksa. Pemeriksaan ini
berupa pendengaran, keterangan-keterangan tersangka tentang dirinya,
dan biasanya pemeriksa sudah a-priori berkeyakinan bahwa kesalahannya
tersangka, sehingga sering terjadi paksaan terhadap tersangka untuk
mengaku kesalahannya sehingga kadang-kadang dilakukanya
penganiyaan.
Menurut Abdurrahman SH sistem inquisitoir adalah Suatu system
pemeriksaan yang memandang seseorang tertuduh sebagai objek dalam
pemeriksaan yang berhadapan dengan para pemeriksa dengan
kedudukan yang lebih tinggi dalam suatu pemeriksaan yang dilakukan
![Page 8: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/8.jpg)
secara tertutup.Dengan melihat beberapa pendapat, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Kedudukan tersangka sangat lemah dan tidak menguntungkan karena
dalam system inquisitoir tersangka masih dianggap sebagai barang atau
objek yang harus diperiksa. Para petugas pemeriksa atau pendakwa
biasanya mendorong atau memaksa tersangka untuk mengakui
kesalahanya dengan cara pemaksaan bahakan seringkali dengan
penganiayaan. Bersifat rahasia atau tertutup, ini berarti bahwa
pemeriksaan pidana dengan menggunakan system inquisitoir khusus
pada pemeriksaan pendahuluan masih bersifat rahasia sehingga keluarga
dan penasihat hukumnya belum berkenan mengetahui atau mendampingi
si tersangka.Tersangka belum boleh menghubungi penasihat
hukumnya.Penguasa bersifat aktif sedangkan tersangka pasif.
Sistem Accusatoir
Prof Mr. Dr. L.J Van Apeldoorn mengemukakan sebagai berikut:
Sifat accusatoir dari acara pidana yang dimaksud adalah prinsip dalam
acara pidana, pendakwa (penuntut umum) dan terdakwa berhadapan
sebagai pihak yang sama haknya, yang melakukan pertarungan hukum
(rectsstrijd) di muka hakim yang hendak memihak; kebalikannya ialah
asas “inquisitoir” dalam mana hakim sendiri mengambil tindakan untuk
mengusut, hakim sendiri bertindak sebagai orang yang mendakwa, jadi
dalam mana tugas orang yang menuntut, orang yang mendakwa dan
hakim disatukan dalam satu orang. Dalam Hukum Acara Pidana, akan
dapat ditentukan azas tersurat (tertulis) dan azas tersirat (tidak tertulis)
dari kedua system di atas, yaitu Inquisitoir dan Accusatoir.
TERSURAT
Praduga Tak Bersalah
Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) adalah suatu asas
yang menghendaki agar setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana
harus dianggap belum bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya itu. Dalam pemeriksaan perkara pada semua
tingkatan pemeriksaan semua pihak harus menganggap bagaimanapun
juga tersangka/ terdakwa maupun dalam menggunakan istilah sewaktu
berdialog terdakwa.
![Page 9: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/9.jpg)
Prinsip ini dipatuhi sebab merupakan prinsip selain mendapat pengakuan
di dalam sidang pengadilan, juga mendapat pengakuan di dalam rumusan
perundang-perundangan yaitu terdapat dalam Pasal 8 Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan :
“setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau
dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum
ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Prinsip ini berjalan dalam persidangan. Baik di dalam maupun di luar
persidangan. Di dalam sidang tampak adanya nuansa yang masih
menghargai terdakwa dengan tidak memborgol terdakwa, demikian juga
terdakwa tidak boleh ditanya pertanyaan yang sifatnya menjeratkan.
Asas Ganti rugi dan Rehabilitasi
Yaitu adanya ganti rugi dan rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan karena
kesalahan dalam proses hukum. Prinsip ini untuk melindungi kepentingan
masyarakat jika ternyata terdapat kesalahan dalam proses hukum acara
pidana. Prinsip ini sudah dikenal dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 95, 96, dan 97.
Asas Persamaan
Suatu asas dimana setiap orang atau individu itu memiliki kedudukan
yang sejajar antara satu dengan yang lainnya didepan hukum, dan
pengadilan didalam mengadili seseorang tidak boleh membeda-bedakan
orang satu dengan yang lainnya.
Dasar hukumnya terdapat pada Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman
pasal 5 ayat (1), dan KUHAPdalam penjelasan umum butir 3a.
Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan
Yaitu pelaksanaan peradilan secara tidak berbelit-belit dan dengan biaya
yang seminim mungkin guna menjaga kestabilan terdakwa.Asas ini
menghendaki agar peradilan dilakukan dengan cepat. artinya, dalam
melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselesaikan dengan sesegera
mungkin dan dalam waktu yang singkat. Sederhana mengandung arti
bahwa dalam menyelenggarakan peradilan dilakukan dengan simpel,
![Page 10: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/10.jpg)
singkat dan tidak berbelit-belit. Biaya murah berarti penyelenggaraan
peradilan dilakukan dengan menekan sedemikian rupa agar terjangkau
oleh pencari keadilan, menghindari pemborosan, dan tindakan bermewah-
mewahan yang hanya dapat dinikmati oleh yang berduit saja (seperti
pameo dalam realisme hukum, why the have come out a head/ Mark
Galanter).
Dalam Pasal 3 e Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman menegaskan masalah asas ini ‘peradilan yang harus dilakukan
dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak
memihak harus ditetapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat
peradilan. Yahya Harahap (2002a: 53) mengomentari asas ini dengan
mengaitkan dengan ketentuan yang relevan dengan KUHAP terlihat
dengan term “dengan segera’ Seperti segera mendapatkan pemeriksaan
dari penyidik (Pasal 50 ayat 1). Beberapa rumusan Pasal-Pasal KUHAP
diantaranya, Pasal 24 ayat 4, Pasal 25 ayat 4, Pasal 26 ayat 4, Pasal 27
ayat 4, Pasal 28 ayat 4, Pasal 50, Pasal 102 ayat 1, Pasal 107 ayat 3, Pasal
110 dan Pasal 140.
Selain peraturan di atas, azas ini juga diatur dalam pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
yang berbunyi:
“Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan”.
Asas legalitas
Merupakan asas yang digunakan untuk menentukan suatu perbuatan
termasuk dalam kategori perbuatan pidana yang merupakan terjemahan
dari principle of legality.
Oleh karena itu, asas legalitas merupakan asas yang esensiel di dalam
penerapan hukum pidana. Pasal 1 ayat (1) KUHP mencantumkan asas
legalitas ini sebagai berikut :
![Page 11: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/11.jpg)
“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas ketentuan-ketentuan
pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan
dilakukan”.
Dari rumusan tersebut, dapat diartikan bahwa suatuperbuatan baru dapat
dipidana jika :
Ada ketentuan pidana tentang perbuatan tersebut yang dirumuskan
dalam Undang-Undang atau tertulis sebagaimana disebutkan dalam
kalimat “atas ketentuan-ketentuan pidana dalam perundang-undangan”.
Dilakukan setelah ada rumusannya didalam peraturan perundang-
undangan sebagaimana tercantum dalam kalimat “ketentuan perundang-
undangan sudah ada sebelum perbuatan dilakukan”. Dengan perkataan
lain ketentuan pidana tidak berlaku surut (retro aktif).Perkecualian
terhadap larangan retro aktif atau berlaku surut ini dimungkinkan oleh
pasal 1 ayat (2) KUHP yang berbunyi :
“Apabila ada perubahan perundang-undangan sesudah perbuatan terjadi,
maka haruslah dipakai ketentuan teringan bagi terdakwa”.
Dari ketentuan pasal 1 ayat (2) tersebut, Ruba`i (2001) mengartikan
bahwa larangan berlaku surut dapat disimpangi bila :
Sesudah terdakwa melakukan tindak pidana ada perubahan dalam
perundang-undangan.
Peraturan yang baru lebih meringankan terdakwa.
Peradilan tebuka Untuk Umum
Yaitu hak dari publik untuk menyaksikan jalannya peradilan (kecuali
dalam hal-hal tertentu), artinya pemerikasaan pendahuluan, penyidikan,
dan praperadilan tidak terbuka untuk umum. Hal ini dapat diperhatikan
pula Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai
berikut:
![Page 12: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/12.jpg)
“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan
menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai
kasusilaan dan terdakwanya anak-anak” ayat (3).
Menurut pasal 19 Undang-Undang kekuasaan Kehakiman, kalau hakim
menyatakan siding tertutup untuk umum demi menjaga rahasia hal itu
tidak diperbolehkan. Karena pasal 19 tidak menyebut secara limitatife
pengecualian seperti KUHAP tersebut. Dengan KUHAP ini, siding tertutup
untuk umum demi menjaga rahasia menjadi putusan yang batal demi
hukum. Berarti, azas peradilan terbukan untuk umum merupakan kategori
azas yang tersurat. Karena ketentuannya terdapat di dalam KUHAP.
Kekuasaan Hakim yang Tetap
Yaitu peradilan harus dipimpim oleh seorang/sekelompk hakim yang
memiliki kewenangan yang sah dari pemerintah. Hal in I berarti
pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh oleh
hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini diangkat
hakim-hakim yang tetap oleh kepala negara. Ini disebut dalam Pasal 31
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sehingga dengan adanya ketentuan yang jelas tentang kekuasaan
kehakiman yang tetap dalam Undang-Undang Kekuasan Kehakiman,
maka azas ini merupakan azas tersurat.
Asas Keseimbangan
Yaitu proses hukum yang ada haruslah menegakkan hak asasi manusia
dan melindungi ketertiban umum. Sejalan dengan azas keseimbangan ini,
KUHAP memperhatikan keseimbangan antara:
Perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan
Perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat
Dalam KUHAP, dijelaskan azas keseimbangan terhadap anak pada Pasal
153 ayat (5) yang berbunyi:“hakim ketua sidang dapat menentukan
bahwa anak yang belum mencapai umur 17 tahun tidak diperkenankan
menghadiri sidang”. Dalam penjelasannya pasal ini dimaksudkan untuk
menjaga supaya jiwa anak yang masih di bawah umur tidak terpengaruh
oleh perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, lebih-lebih dalam perkara
![Page 13: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/13.jpg)
kejahatan berat, maka hakim dapat menentukan bahwa anak di bawah
umur 17 tahun, kecuali yang telah atau pernah kawin, tidak boleh
mengikuti sidang.
Bantuan hukum bagi terdakwa
Yaitu adanya bantuan hukum yang diberikan bagi terdakwa. Dalam Pasal
69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP diatur tentang bantuan hukum
tersebut dimana tersangka/terdakwa mendapat kebebasan yang sangat
luas. Kebebasan itu antara lain sebagai berikut. Bantuan hukum dapat
diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan. Bantuan hukum
dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan. Penasihat hukum dapat
menghubungi tersangka atau terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan
pada setiap waktu.Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka
tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang
menyangkut keamanan negara.
Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum
guna kepentingan pembelaan. Penasihat hukum berhak mengirim dan
menerima surat dari tersangka atau terdakwa. Pembatasan hanya
dikenakan jika penasehat hukum menyalahgunakan hak-hak
tersebut.Tidak hanya di dalam KUHAP, prinsip ini merupakan prinsip
umum yang diatur dalam konvensi internasional tentang hak sipil dan
politik. Prinsip umum tentang bantuan hukum adalah:
Dapat didampingi di semua tingkat pemeriksaan (Pasal 54);
Dapat memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55);
Wajib diberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma untuk terdakwa
dengan ancaman pidana mati/ pidana penjara 15 tahun/ bagi yang tidak
mampu dengan ancaman pidana penjara 5 tahun lebih. Dengan adanya
ketentuan pasal 69 hingga pasal 74 KUHAP ini, maka azas penentuan
hukum bagi terdakwa jelas merupakan azas tersurat.
Asas Accusatoir
Yaitu penempatan tersangka sebagai subjek yang memiliki hak yang
sama di depan hukum. Asas accusatoir menunjukan bahwa seorang
terdakwa yang diperiksa dalam sidang pengadilan bukan lagi sebagai
![Page 14: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/14.jpg)
objek pemeriksaan. Melainkan sebagai subjek. Asas accusatoir telah
memperlihatkan suatu pemeriksaan terbuka, dimana setiap orang dapat
menghadiri dan menyaksikan jalannya pemeriksaan. Terdakwa
mempunyai hak yang sama nilainya dengan penuntut umum, sedangkan
hakim berada di atas kedua belah pihak untuk menyelesaikan perkara
pidana menurut hukum pidana yang berlaku.Sebagai realisasi prinsip
accusatoir di pengadilan terlihat. Terdakwa bebas berkata-kata. Bersikap
sepanjang untuk membela diri dan sepanjang tidak bertentangan dengan
hukum, seringnya terdakwa diam tanpa menjawab pertanyaan yang
diajukan kepadanya. Adanya penasihat hukum yang mendampingi
terdakwa untuk membela hak-haknya. Selain itu, terdakwa bebas
mencabut pengakuan-pengakuan yang pernah ia kemukakan di luar
sidang dan ini dapat dikabulkan sepanjang hal itu logis dan beralasan.
Asas ini tersurat dalam KUHAP yaitu pada Pasal 52, Pasal 55, Pasal 65
karena kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum
menunjukkan bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator
(accusatoir).
TERSIRAT
Asas Personal aktif
Yaitu, asas dimana Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi warga Negara yang di luar Indonesia
melakukan : salah satu kejahatan yang terdapat didalam KUHP, serta
salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan
menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan itu dilakukan
diancam dengan pidana. Asas ini diatur didalam pasal 5 KUHP.
Asas Oportunitas
Yaitu hak seorang Jaksa untuk menuntut atau tidak demi kepentingan
umum. A.Z. Abidin Farid memberi perumusan tentang azas opputunitas
sebagai berikut:“azas hukum yang memberikan wewenang kepada
penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa
syarat seseorang atu korporasi yang telah mewujudkan delik demi
kepentingan umum”.
![Page 15: Asas Hukum Pidana](https://reader030.vdocuments.pub/reader030/viewer/2022013118/55cf999a550346d0339e39a1/html5/thumbnails/15.jpg)
Pasal 35c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, dengan tegas meyatakan azas opportunitas itu dianut
di Indonesia. Dalam hal ini Lemearie mengatakan bahwa azas
opportunitas biasanya dianggap sebagai suatu azas yang berlaku di
Indonesia, sekalipun sebagai hukum tidak tertulis yang tidak berlaku.
Asas Diferensiasi Fungsional ( Jaksa sebagai Penuntut Umum
dan Polisi sebagai Penyidik).
Yaitu penegasan batas-batas kewenangan dari aparat penegak hukum
secara instansional. Azas diferensiasi fungsional ini diatur dalam Pasal 5,
Pasal 7, Pasal 5 KUHAP tentang kewenangan penyelidik. Penyelidik
sebagaimana yang dijelaskan Pasal 4 KUHAP adalah setiap pejabat polisi
negara Republik Indonesia. Pasal 7 KUHAP tentang wewenang penyidik,
dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Pemeriksaan Hakim Yang langsung dan lisan
Yaitu peradilan dilakukan oleh hakim secara langsung dan lisan (tidak
menggunakan tulisan seperti dalam hukum acara perdata artinya
langsung kepada terdakwa dan para saksi. Pemeriksaan hakim juga
dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa.
Ketentuan mengenai hal di atas dapat diambil dari penjabaran pasal-pasal
154, 155 KUHAP, dan seterusnya. Hal ini menunjukkan bahwa azas
pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan tersirat dalam KUHAP.
Prinsip Penggabungan Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi
Yaitu dipakainya gugatan ganti rugi secara perdata untuk menyelesaikan
kasus pida