askep atresia ani

29
ASKEP ATRESIA ANI TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Atresia Ani Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal anus imperorate meliputi anus! re"tum atau keduanya Ed & tahun '((') Atresia ini atau anus imperorate adalah tidak ter*a perorasi membran yang memisahkan bagianentoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak semp Anus tampak rata atau sedikit "ekung ke dalam atau ka berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan re"tum. #sumber Pur+anto. '((1 R,- ) Atresia Ani merupakan kelainan ba+aan #kongenital)! adanya lubang atau saluran anus #/onna 0. ong! 2'( 3 Atresia berasal dari bahasa 4unani! a artinya tidak a artinya nutrisi atau makanan. /alam istilah kedoktera itusendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular se"ara kongenital disebut *uga "lausura. /engan kata lain tidak adanya

Upload: septia-lesmana

Post on 06-Oct-2015

55 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

ASKEP ATRESIA ANI

ASKEP ATRESIA ANITINJAUAN TEORI1. Pengertian Atresia Ani

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus2. Membran anus yang menetap3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-

macam jarak dari peritoneum4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung

2. Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

3. PatofisiologiAtresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan4) Berkaitan dengan sindrom down

5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

Terdapat tiga macam letak

Tinggi (supralevator) rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital Intermediate rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya Rendah rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineumPada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

4. Manifestasi Klinis

1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.6) Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membran anal.

7) Perut kembung.

(Betz. Ed 7. 2002)

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

a. Asidosis hiperkioremia.

b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

d. Komplikasi jangka panjang.

- Eversi mukosa anal

- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

g. Prolaps mukosa anorektal.

h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

(Ngustiyah, 1997 : 248)

6. Klasifikasi

Klasifikasi atresia ani :

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.

2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.

4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

(Wong, Whaley. 1985).

7. Penatalaksanaan Medis

a. Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel

b. Pengobatan

1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)

2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)

(Staf Pengajar FKUI. 205)

8. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.

b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.

c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.

d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan

a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.

b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI1. Pengkajian1) Biodata klien

2) Riwayat keperawatan

a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang

b. Riwayat kesehatan masa lalu

3) Riwayat psikologis

Koping keluarga dalam menghadapi masalah

4) Riwayat tumbuh kembang

a. BB lahir abnormal

b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit

c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal

d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium

5) Riwayat sosial

Hubungan sosial

6) Pemeriksaan fisik

2. Diagnosa KeperawatanDx Pre Operasi1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.

Dx Post Operasi1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

3. Rencana Keperawatana. Diagnosa Pre OperasiDx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion

Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.

Kriteria Hasil :

Penurunan distensi abdomen.

Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi :1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai orderR/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.

2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jamR/ Meyakinkan berfungsinya usus

3. Ukur lingkar abdomen

R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi

Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah

Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil :

Output urin 1-2 ml/kg/jam

Capillary refill 3-5 detik

Turgor kulit baik

Membrane mukosa lembab

Intervensi :1. Monitor intake output cairan

R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien

2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IVR/ Mencegah dehidrasi

3. Pantau TTV

R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.

Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang

Kriteria Hasil :

Klien tidak lemas

Intervensi :1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar

R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua

R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan

3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi

R/ Membantu mengurangi kecemasan klien

b. Diagnosa Post OperasiDx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.

Intervensi :1. Gunakan kantong kolostomi yang baik

2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi atau 1/3 kantong

3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter

Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.

Intervensi :1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein.

2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.

4. EvaluasiPre OperasiPost operasi

1. Tidak terjadi konstipasi

2. Defisit volume cairan tidak terjadi

3. Lemas berkurang1. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi

2. Klien memiliki pengetahuan perawatan di rumah

DAFTAR PUSTAKABetz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

9.1.1 Perawatan Pra Pembedahan

Anak dan orang tuanya harus disiapkan untuk menghadapi prosedur pembedahan yang diperlukan dan memberikan persetujuan terhadap prosedur tersebut.

Jelaskan pada orang tua mengapa diperlukan pembedahan, antisipasi hasil yang akan terjadi, risiko dan keuntungan yang ada.

Bedakan antara kasus yang memerlukan tindakan bedah kedaruratan dan kasus bedah elektif:

KASUS BEDAH KEDARURATAN: Resusitasi bedah (perdarahan intra-abdomen)

Obstruksi strangulasi (hernia strangulata, invaginasi, dll)

Infeksi (peritonitis)

Trauma.

Faktor yang dihadapi: hipovolemia/dehidrasi:Tindakan:- berikan cairan Dextrose 5%/garam normal 1/3, atau Ringer Laktat- kebutuhan cairan rumatan:

10 Kg I: 100ml/kg BB/24 jam10 Kg II: 50 ml/kg BB/24jam10 Kg III: 25ml/kgBB/24jamcontoh:Pasien 24 kg, kebutuhan cairan adalah 10x100 + 10x50 + 4x25 =1600 ml/24jam

Jumlah defisit cairan pada:- dehidrasi ringan 5% x BB (dalam gram)- dehidrasi sedang 10% x BB- dehidrasi berat 15% x BB .

contoh:Bayi 4 kg dengan kasus bedah kedaruratan dengan dehidrasi sedang yangakan dioperasi dalam waktu 6 jam, maka kebutuhan cairannya adalah :Kebutuhan cairan dehidrasi = 10% x 4000 g = 400 mlKebutuhan cairan rumatan 6 jam = (4 x 100ml) x 6/24 = 100 mlKebutuhan total cairan selama 6 jam = 500 mlKateter uretra harus terpasang dan produksi urin dipantau (n= ml - 2ml/kgBB)

Hipotermia: pasien dihangatkan

Kembung obstruksi: pasang NGT

Asidosis: koreksi dikerjakan bila rehidrasi telah selesai dilakukan

Infeksi: antibiotik dapat diberikan, baik sebagai pengobatan maupun profilaksis.

KASUS BEDAH ELEKTIF: Pastikan pasien sehat secara medis untuk menjalani pembedahan.

Siapkan darah untuk transfusi bila diperkirakan jenis operasi akan mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak, umumnya packed red cell 20 ml/kgBB cukup memadai.

Koreksi anemia pada pasien yang tidak harus segera menjalani pembedahan.

Pasien dengan hemoglobinopati yang memerlukan tindakan bedah dan anestesi, memerlukan penanganan khusus. Silakan lihat buku standar pediatri untuk lebih jelasnya.

Periksa bahwa pasien berada pada kondisi gizi yang baik. Gizi yang baik penting untuk menyembuhkan luka.

Periksa bahwa perut pasien kosong sebelum memberikan anestesi umum

Bayi berumur 12 bulan: tidak boleh diberi makanan padat selama 8 jam, susu formula 6 jam, cairan jernih 4 jam atau ASI 4 jam sebelumpembedahan

Jika pasien harus berpuasa lebih lama (> 6 jam) berikan cairan intravena yang mengandung glukosa.

Pemeriksaan laboratorium pra pembedahan biasanya tidak begitu perlu, namun, lakukan hal berikut jika memungkinkan:

Bayi < 6 bulan: periksa Hb atau Ht

Anak 6 bulan12 tahun:

bedah minor (misalnya herniotomi) tidak perlu dilakukan pemeriksaan

bedah mayor - periksa Hb atau Ht

pemeriksaan lainnya sesuai indikasi

Antibiotik pra-pembedahan harus diberikan untuk:

kasus infeksi dan kontaminasi:

pembedahan perut: ampisilin (2550 mg/kgBB IM/IV empat kali sehari), gentamisin (7.5 mg/kgBB IV/IM sekali sehari) dan metronidazol (7.5 mg/kgBB tiga kali sehari) sebelum dan 3-5 hari setelah pembedahan

pembedahan saluran kemih: ampisilin (2550 mg/kgBB IV/IM empat kali sehari), dan gentamisin (7.5 mg/kgBB IV/IM sekali sehari) sebelum dan 3-5 hari setelah pembedahan

anak dengan risiko endokarditis (pasien PJB atau RHD) yang harus menjalani prosedur perawatan gigi, mulut, saluran pernapasan dan kerongkongan

beri amoksisilin 50 mg/kgBB per oral sebelum pembedahan atau, jika tidak bisa minum, berikan ampisilin 50 mg/kgBB IV 30 menit sebelum pembedahan.

NILAI ULANG KEBUTUHAN NICU/ICU (pembedahan dengan sayatan di atas umbilikus umumnya memerlukan perawatan intensif pasca-pembedahan).

9.1.1 Perawatan Pra Pembedahan

Anak dan orang tuanya harus disiapkan untuk menghadapi prosedur pembedahan yang diperlukan dan memberikan persetujuan terhadap prosedur tersebut.

Jelaskan pada orang tua mengapa diperlukan pembedahan, antisipasi hasil yang akan terjadi, risiko dan keuntungan yang ada.

Bedakan antara kasus yang memerlukan tindakan bedah kedaruratan dan kasus bedah elektif:

KASUS BEDAH KEDARURATAN: Resusitasi bedah (perdarahan intra-abdomen)

Obstruksi strangulasi (hernia strangulata, invaginasi, dll)

Infeksi (peritonitis)

Trauma.

Faktor yang dihadapi: hipovolemia/dehidrasi:Tindakan:- berikan cairan Dextrose 5%/garam normal 1/3, atau Ringer Laktat- kebutuhan cairan rumatan:

10 Kg I: 100ml/kg BB/24 jam10 Kg II: 50 ml/kg BB/24jam10 Kg III: 25ml/kgBB/24jamcontoh:Pasien 24 kg, kebutuhan cairan adalah 10x100 + 10x50 + 4x25 =1600 ml/24jam

Jumlah defisit cairan pada:- dehidrasi ringan 5% x BB (dalam gram)- dehidrasi sedang 10% x BB- dehidrasi berat 15% x BB .

contoh:Bayi 4 kg dengan kasus bedah kedaruratan dengan dehidrasi sedang yangakan dioperasi dalam waktu 6 jam, maka kebutuhan cairannya adalah :Kebutuhan cairan dehidrasi = 10% x 4000 g = 400 mlKebutuhan cairan rumatan 6 jam = (4 x 100ml) x 6/24 = 100 mlKebutuhan total cairan selama 6 jam = 500 mlKateter uretra harus terpasang dan produksi urin dipantau (n= ml - 2ml/kgBB)

Hipotermia: pasien dihangatkan

Kembung obstruksi: pasang NGT

Asidosis: koreksi dikerjakan bila rehidrasi telah selesai dilakukan

Infeksi: antibiotik dapat diberikan, baik sebagai pengobatan maupun profilaksis.

KASUS BEDAH ELEKTIF: Pastikan pasien sehat secara medis untuk menjalani pembedahan.

Siapkan darah untuk transfusi bila diperkirakan jenis operasi akan mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak, umumnya packed red cell 20 ml/kgBB cukup memadai.

Koreksi anemia pada pasien yang tidak harus segera menjalani pembedahan.

Pasien dengan hemoglobinopati yang memerlukan tindakan bedah dan anestesi, memerlukan penanganan khusus. Silakan lihat buku standar pediatri untuk lebih jelasnya.

Periksa bahwa pasien berada pada kondisi gizi yang baik. Gizi yang baik penting untuk menyembuhkan luka.

Periksa bahwa perut pasien kosong sebelum memberikan anestesi umum

Bayi berumur 12 bulan: tidak boleh diberi makanan padat selama 8 jam, susu formula 6 jam, cairan jernih 4 jam atau ASI 4 jam sebelumpembedahan

Jika pasien harus berpuasa lebih lama (> 6 jam) berikan cairan intravena yang mengandung glukosa.

Pemeriksaan laboratorium pra pembedahan biasanya tidak begitu perlu, namun, lakukan hal berikut jika memungkinkan:

Bayi < 6 bulan: periksa Hb atau Ht

Anak 6 bulan12 tahun:

bedah minor (misalnya herniotomi) tidak perlu dilakukan pemeriksaan

bedah mayor - periksa Hb atau Ht

pemeriksaan lainnya sesuai indikasi

Antibiotik pra-pembedahan harus diberikan untuk:

kasus infeksi dan kontaminasi:

pembedahan perut: ampisilin (2550 mg/kgBB IM/IV empat kali sehari), gentamisin (7.5 mg/kgBB IV/IM sekali sehari) dan metronidazol (7.5 mg/kgBB tiga kali sehari) sebelum dan 3-5 hari setelah pembedahan

pembedahan saluran kemih: ampisilin (2550 mg/kgBB IV/IM empat kali sehari), dan gentamisin (7.5 mg/kgBB IV/IM sekali sehari) sebelum dan 3-5 hari setelah pembedahan

anak dengan risiko endokarditis (pasien PJB atau RHD) yang harus menjalani prosedur perawatan gigi, mulut, saluran pernapasan dan kerongkongan

beri amoksisilin 50 mg/kgBB per oral sebelum pembedahan atau, jika tidak bisa minum, berikan ampisilin 50 mg/kgBB IV 30 menit sebelum pembedahan.

NILAI ULANG KEBUTUHAN NICU/ICU (pembedahan dengan sayatan di atas umbilikus umumnya memerlukan perawatan intensif pasca-pembedahan).

9.1.3 Perawatan Pasca Pembedahan

Komunikasikan kepada keluarga pasien mengenai hasil pembedahan, masalah yang dihadapi selama pembedahan dan kemungkinan yang akan terjadi pasca pembedahan.

Segera setelah pembedahanNilai ulang kebutuhan ICU/NICU

pastikan pasien pulih dari pengaruh anestesi

awasi tanda vital frekuensi napas, denyut nadi (lihat tabel 38) dan, jika perlu, tekanan darah setiap 1530 menit hingga kondisi pasien stabil

hindari susunan letak ruang yang mengakibatkan pasien dengan risiko tinggi tidak terawasi dengan baik.

lakukan pemeriksaan dan tangani tanda vital yang tidak normal.

Tatalaksana pemberian cairan Pasca pembedahan, anak umumnya memerlukan lebih banyak cairan daripada sekedar cairan rumatan. Anak yang menjalani bedah perut memerlukan 150% kebutuhan dasar (lihat bagian 10.1.2) dan bahkan lebih banyak lagi jika timbul peritonitis. Cairan infus yang biasa dipakai adalah Ringer laktat dengan glukosa 5% atau larutan setengah garam normal dengan glukosa 5%. Larutan garam normal dan Ringer laktat tidak mengandung glukosa dan dapat mengakibatkan risiko hipoglikemia, dan pemberian jumlah besar larutan glukosa 5% tidak mengandung sodium,sehingga dapat menimbulkan risiko hiponatraemia (lihat lampiran 4).

Awasi status cairan dengan ketat

Catat cairan masuk dan keluar (infus, aliran dari NGT, jumlah urin) setiap 4-6 jam

Jumlah urin merupakan indikator paling sensitif untuk mengukur status cairan

Jumlah urin normal: bayi 12 ml/kgBB/jam, anak 1 ml/kgBB/jam

Jika curiga terjadi retensi urin, pasang kateter. Hal ini dapat membantu mengukur jumlah urin yang keluar tiap jam, yang sangat berguna pada anak yang sakit sangat berat. Curigai retensi urin jika buli-buli membengkak dan anak tidak bisa kencing.

Mengatasi rasa sakit/nyeri Rasa sakit ringan

Beri parasetamol (1015 mg/kgBB tiap 46 jam) diminumkan atau per rektal. Parasetamol oral dapat diberikan beberapa jam sebelum pembedahan atau per rektal pada saat pembedahan selesai.

Nyeri hebat

Beri infus analgetik narkotik (suntikan IM menyakitkan untuk pasien): Morfin sulfat 0.050.1 mg/kgBB IV setiap 24 jam.

NutrisiSebagian besar kondisi pembedahan meningkatkan kebutuhan kalori atau mencegah asupan gizi yang adekuat. Banyak anak yang membutuhkan tindakan operasi berada dalam kondisi lemah. Gizi yang kurang baik mempengaruhi reaksi pasien terhadap cedera dan menghambat penyembuhan luka.

beri makan pasien sesegera mungkin setelah pembedahan

beri makanan tinggi kalori yang mengandung cukup protein dan suplemen vitamin

gunakan NGT untuk yang sulit menelan

pantau perkembangan berat badan.

Masalah umum pasca pembedahan Takikardi (lihat tabel 38)Mungkin disebabkan oleh nyeri, hipovolemi, anemia, demam, hipoglikemi, dan infeksi

periksa pasien

kaji ulang kondisi pasien sebelum dan selama pembedahan

awasi respons pasien terhadap pemberian obat pereda rasa sakit, bolus cairan intravena, oksigen dan transfusi

bradikardi pada pasien harus dipertimbangkan sebagai tanda hipoksia hingga terbukti sebaliknya.

DemamDapat disebabkan oleh cedera jaringan, infeksi luka, atelektasis, infeksi saluran kemih (dari pemasangan kateter), flebitis (pada tempat kateter intravena), atau infeksi terkait lain (misalnya malaria).Lihat bagian 3.4 dan bagian9.3.2 yang berisi informasi mengenai diagnosis dan prinsip perawatan luka.

Jumlah urin sedikitMungkin disebabkan oleh hipovolemi, retensi urin, atau gagal ginjal. Jumlah urin yang sedikit hampir selalu disebabkan oleh tidak cukupnya resusitasi cairan.

Periksa pasien

Periksa kembali catatan pemberian cairan

Jika dicurigai hipovolemi, beri larutan garam normal (1020 ml/kgBB) dan ulangi sesuai kebutuhan

Jika dicurigai terjadi retensi urin (anak gelisah dan dalam pemeriksaan buli-buli penuh) - pasang kateter.

A.

Penanganan

Penanganan pada anak autisme ditujukan terutama untuk mengurangi atau

menghilangkan masalah gangguan tingkah laku, meningkatkan kemampuan belajar

Mohamad sugiarmin plb upi

dan perkembangannya terutama dalam pen

guasaan bahasa dan keterampilan

menolong diri.

Supaya tujuan tercapai dengan baik diperlukan suatu program penanganan

menyeluruh dan terpadu dalam suatu tim yang terdiri dari; tenaga medis antara lain

dokter saraf dan dokter anak, tenaga pendidik, tenaga t

erapis seperti ahli terapi wicara

dan ahli terapi okupasi.

Beberapa penanganan yang telah dikembangan untuk membantu anak autisme

antara lain;

1.

Terapi Tingkah laku

Berbagai jenis terapi tingkahlaku telah dikembangkan untuk mendidik

penyandang autisme, meng

urangi tingkahlaku yang tidak lazim dan menggantinya

dengan tingkahlaku yang bisa diterima dslsm masyarakat

Terapi ini sangat penting untuk membantu penyandang autisme untuk lebih bisa

menyesuaikan diri dalam masyarakat.

2.

Terapi wicara

Terapi wicara sering

kali masih tetap dibutuhkan untuk memperlancar bahasa

anak.

Menerapkan terapi wicara pasda anak autisme berbeda daripada anak lain.

Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup mendalam tentang gangguan

bicara pada anak autisme.

3.

Pendidikan kebutuhan k

husus

Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk satu anak. Cara ini paling

efektif karena anak sulit memusatkan perhatiannya dalam suatu kelas yang besar.

Secara bertahap anak dimasukan dalam kelompok kelas untuk dapat mengikuti

pembelajaran s

ecara klasikal. Penggunaan guru pendamping sebaiknya tidak

terlalu dominan, yang diharapkan adalah anak dengan gangguan autisme dapat

secara terus menerus belajar dengan anak

-

anak lainnya dalam satu pembelajaran

bersama. Pola pendidikan yang terstruktur ba

ik di sekolah maupun di rumah

sangat diperlukan bagi anak ini. Mereka harus dilatih untuk mandiri, terutama

soal bantu diri. Maka seluruh keluarga di rumah harus memakai pola yang sama

Agar tidak membingungkan anak.

4.

Terapi okupasi

Mohamad sugiarmin plb upi

Sebagian individu dengan

gangguan autisme mempunyai perkembangan motorik

terutama motorik halus yang kurang baik. Terapi okupasi diberikan untuk membantu

menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot halus seperti tangan.

Otot jari tangan penting dilatih terutama untu

k persiapan menulis dan melakukan

segala pekerjaan yang membutuhkan keterampilan motorik halus.

5.

Terapi medikamentosa (obat)

Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autisme mempunyai beberapa

gejala yang menyertai gangguan autisme, seperti perilaku

agresif atau

hiperaktivitas.

Pada individu dengan keadaan demikian dianjurkan untuk

menggunakan pemberian obat

-

obatan secara tepat. Penggunaaan obat

-

obat yang

digunkan biasanya dilakukan dengan cermat agar memperoleh pengaruh positif

terhadap perkembangan

anak