askep dbd

29
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, penulis akan membahas tentang latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya pemerintah yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Saat ini pemerintah berusaha untuk melakukan pemerataan di seluruh Indonesia dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah dalam bidang kesehatan. Dalam bidang kesehatan, banyak faktor yang harus diperhatikan, salah satunya adalah kesehatan lingkungan. Banyak sekali masyarakat yang kurang menyadari akan pentingnya lingkungan sehat. Dampak dari lingkungan yang kurang sehat dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Hal ini dikuatkan dengan adanya pernyataan dari Menkokesra (2004) yaitu penderita DHF ( Dengue Haemorargic fever ) pada tahun 2004 terjadi karena masyarakat kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan pemberantasan sarang nyamuk. Menurut WHO (2004) pada pertemuan kesehatan dunia yang ke-46 pada bulan Mei 1993, menyatakan bahwa 2,5-3 juta manusia didunia beresiko terkena DHF dan diperkirakan terjadi 50-100 juta kasus DHF ditemukan per tahun. Antara tahun 1975-1995, DHF menyerang 102 negara, diantaranya 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia tenggara, 4 negara di Mediterania

Upload: aderyandhono

Post on 16-Jan-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

askep dbd

TRANSCRIPT

Page 1: askep dbd

BAB IPENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis akan membahas tentang latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Latar BelakangPembangunan nasional merupakan upaya pemerintah yang

berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Saat ini pemerintah berusaha untuk melakukan pemerataan di seluruh Indonesia dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah dalam bidang kesehatan. Dalam bidang kesehatan, banyak faktor yang harus diperhatikan, salah satunya adalah kesehatan lingkungan. Banyak sekali masyarakat yang kurang menyadari akan pentingnya lingkungan sehat. Dampak dari lingkungan yang kurang sehat dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Hal ini dikuatkan dengan adanya pernyataan dari Menkokesra (2004) yaitu penderita DHF ( Dengue Haemorargic fever ) pada tahun 2004 terjadi karena masyarakat kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan pemberantasan sarang nyamuk. Menurut WHO (2004) pada pertemuan kesehatan dunia yang ke-46 pada bulan Mei 1993, menyatakan bahwa 2,5-3 juta manusia didunia beresiko terkena DHF dan diperkirakan terjadi 50-100 juta kasus DHF ditemukan per tahun. Antara tahun 1975-1995, DHF menyerang 102 negara, diantaranya 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia tenggara, 4 negara di Mediterania

Page 2: askep dbd

Timur dan 29 negara di Pasifik Barat (WHO, 1993). Di Asia Tenggara terdapat sedikitnya 500 ribu kasus DHF yang memerlukan rawat inap. Di Indonesia penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Angka kejadian DHF pada tahun 2004 di 25 propinsi Indonesia mencapai 17.707 kasus, 322 orang diantaranya meninggal, sedangkan di DKI Jakarta sendiri sebanyak 5.431 kasus, 59 diantaranya meninggal (http://www.infeksi.com/articles. Berdasarkan data yang diperoleh dari Medikal Record di ruang perawatan umum lantai IV RSPAD Gatot Soebroto dari bulan Januari – Juli 2007, klien yang menderita DHF berjumlah 130 orang dari 1418 klien yang dirawat atau sekitar 9,17 ℅.

Masalah-masalah yang dapat timbul pada klien dengan DHF yaitu peningkatan permeabilitas kapiler yang akan menyebabkan syok hipovolemik, yang disebut dengue syok syndrom dan juga efusi pleura, bila tidak teratasi dapat menyebabkan kematian.

Melihat begitu kompleksnya masalah yang dapat terjadi, peran perawat sangat penting untuk menangani masalah tersebut. Dari segi promotif yaitu memberikan penyuluhan kesehatan, preventif dengan menekankan pentingnya memelihara lingkungan sehat, kuratif yaitu bekerjasama dengan tim medis lain dalam memberikan terapi, dan rehabilitatif yaitu cara makan makanan yang bergizi. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien DHF dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

TUJUAN PENULISANAdapun tujuan penulisan dalam pembuatan makalah ini adalah:Tujuan Umum Untuk mendapatkan gambaran / pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien DHF( Dengue Haemoragik Fever) dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.Tujuan KhususUntuk mendapatkan pengalaman nyata dalam:a. Melakukan pengkajian pada pasein dengan DHF dan juga penyebabnya.b. Menganalisa data yang ditemukan pada pasien dengan DHF untuk merumuskan diagnosa keperawatan.c. Membuat rencana keperawatan pada pasien dengan DHFd. Melaksanakan rencana keperawatan yang telah di susun pada pasien DHF.e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien DHF.f. Membuat pendokumentasian pada pasien DHF.

2

Page 3: askep dbd

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA PASIEN DENGAN DEMAM BERDARAH DENGUE

PENGERTIAN

DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ),(Christantie Effendy, 1995).

ETIOLOGI

Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.

3

Page 4: askep dbd

Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.

Virus dengue sejenis arbovirus.Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.

PATOFISIOLOGI

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya pada DHF, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh

4

Page 5: askep dbd

atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.

Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.

Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.

Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.

Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.

KLASIFIKASI DHF

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :

Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

Derajat II

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

Derajat III

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 )

5

Page 6: askep dbd

Derajat IV

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

TANDA DAN GEJALA

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dangejala lain adalah :

- Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.- Asites- Cairan dalam rongga pleura ( kanan )

KOMPLIKASI

Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :

Perdarahan luas. Shock atau renjatan Effuse pleura Penurunan kesadaran Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Trombositopeni ( 100.000/mm3) Hb dan PCV meningkat ( 20% ) Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis ) Isolasi virus Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum. Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat. Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.

PENATALAKSANAAN

Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue :

6

Page 7: askep dbd

Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang ) atau kejang-kejang. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif / negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat. Panas disertai perdarahan Panas disertai renjatan.

Belum atau tanpa renjatan:

Grade I dan II :

Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg bersama-sama diberikan minuman oralit, air buah atau susu secukupnya.

Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum sebnyak-banyaknya dan sesering mungkin.

Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

100 ml/Kg BB/24 jam,untuk anak dengan BB < 25 Kg 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

Dengan Renjatan ;

Grade III

Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :

100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg. 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg. 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

7

Page 8: askep dbd

Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander ( dextran L atau yang lainnya ) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam

PENATALAKSANAAN RUANGAN

Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :

Tirah baring atau istirahat baring. Diet makan lunak.

Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.

Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.

Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.

Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.

Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.

Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak

8

Page 9: askep dbd

perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.

Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.

Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.

Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :

Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.

Hematokrit yang cenderung mengikat.

PENCEGAHAN

Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :

Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.

Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.

Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.

Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :

Menggunakan insektisida.

Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah

9

Page 10: askep dbd

dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.

Tanpa insektisida

Caranya adalah :

1. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Identitas

DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 )

Keluhan Utama

Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.

Riwayat penyakit terdahulu

Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.

10

Page 11: askep dbd

Riwayat Kesehatan Lingkungan

Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.

Riwayat Tumbuh Kembang

Pengkajian Per Sistem

Sistem Pernapasan

Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.

Sistem Persyarafan

Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS

Sistem Cardiovaskuler

Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

Sistem Pencernaan

Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.

Sistem perkemihan

Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.

Sistem Integumen.

Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.

Data subyektif

Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau

11

Page 12: askep dbd

keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :

Lemah. Panas atau demam. Sakit kepala. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan. Nyeri ulu hati. Nyeri pada otot dan sendi. Pegal-pegal pada seluruh tubuh. Konstipasi (sembelit).

Data obyektif :

Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :

Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena. Hiperemia pada tenggorokan. Nyeri tekan pada epigastrik. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.

Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :

Ig G dengue positif. Trombositopenia. Hemoglobin meningkat > 20 %. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat). Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.

Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia,

peningkatan limfosit, monosit, dan basofil

SGOT/SGPT mungkin meningkat. Ureum dan pH darah mungkin meningkat. Waktu perdarahan memanjang.

12

Page 13: askep dbd

Asidosis metabolik. Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.

Diagnosa Keperawatan

» Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue» Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya ciran intravaskuler ke ekstravaskuler» Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler» Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.» Resiko terjadi perdarahan berhubungan dnegan penurunan faktor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni )» Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdarahan» Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi.» Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).» Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.» Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).

Rencana Asuhan Keperawatan.

Dx(1) : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

Tujuan : Suhu tubuh normal

Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37

Nyeri otot hilang

Intervensi :

Beri komres air kran

Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi.

Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi )

Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap

13

Page 14: askep dbd

keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.

Dx(2):Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.

Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan

Kriteria : Input dan output seimbang

Vital sign dalam batas normal

Tidak ada tanda pre syok

Akral hangat

Capilarry refill < 3 detik

Intervensi :

Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering

Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler

Observasi capillary Refill

Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer

Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ

Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.

Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )

14

Page 15: askep dbd

Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral

Kolaborasi : Pemberian cairan intravena

Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.

Dx(3) Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.

Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik

Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal

Intervensi :

Monitor keadaan umum pasien

Rasional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok

Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih

Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok

Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan

Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.

Kolaborasi : Pemberian cairan intravena

Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.

Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

Dx.(4) Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

15

Page 16: askep dbd

tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi

Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

Menunjukkan berat badan yang seimbang.

Intervensi :

Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi

Observasi dan catat masukan makanan pasien

Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan

Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )

Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.

Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan

Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.

Berikan dan Bantu oral hygiene.

Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral

Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.

Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

Dx(5). Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni )

Tujuan : Tidak terjadi perdarahan

Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat

Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat

Intervensi :

16

Page 17: askep dbd

Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.

Monitor trombosit setiap hari

Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.

Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )

Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis.

Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan.

Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.

Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

Dx(6):Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.

Tujuan : – Kecemasan berkurang.

Intervensi :

Kaji rasa cemas yang dialami pasien.

Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.

Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.

Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.

Tunjukkan sifat empati

Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.

17

Page 18: askep dbd

Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.

Gunakan komunikasi terapeutik

Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.

Dx(8):Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).Tujuan :Suhu tubuh normal (36 – 370C).Pasien bebas dari demam.Intervensi :

Kaji saat timbulnya demam.

Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.

Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. Anjurkan pasien untuk banyak m 2,5 liter/24 jam.inum Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.

Berikan kompres hangat.Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.

Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.

Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.

Dx(9):Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.

Tujuan :Rasa nyaman pasien terpenuhi.Nyeri berkurang atau hilang.

18

Page 19: askep dbd

Intervensi :

Kaji tingkat nyeri yang dialami pasienRasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri

Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.

Berikan obat-obat analgetikRasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.

DX(10): Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).

Tujuan : Tidak terjadi infeksi pada pasien.

Intervensi :

Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi. Observasi tanda-tanda vital.Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.

Observasi daerah pemasangan infus.Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.

Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.

Implementasi

19

Page 20: askep dbd

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.

Evaluasi Keperawatan.

Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.

Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :

Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.

Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.

Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.

Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.

Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.

Infeksi tidak terjadi.

Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.

Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.

20

Page 21: askep dbd

BAB III

PENUTUP

Pada bab ini kelompok akan menyimpulkan hasil pembahasan yang telah dilakukan. untuk selanjutnya memberikan masukan berupa saran yang nantinya dapat bermanfaat bagi kelompok lain

KESIMPULAN

DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ).

21

Page 22: askep dbd

DAFTAR PUSTAKA

Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta. Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.

Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.

GOOGLE SEARCH MENGENAI DHF

22