askep fraktur tulang belakang.docx

110
Askep Fraktur Tulang Belakang ( Servikal) A. KONSEP MEDIS 1. PENGERTIAN Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf- syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000). Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997). 2. ETIOLOGI a. Fraktur patologis fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu : Osteoporosis Imperfekta, Osteoporosis dan Penyakit metabolik b. Trauma Dibagi menjadi dua, yaitu : Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua. 3. PATOFISIOLOGI Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang Jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga.

Upload: fitria-agusti

Post on 09-Nov-2015

66 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Askep Fraktur Tulang Belakang ( Servikal)

A.KONSEP MEDIS1.PENGERTIANTulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000).Frakturadalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb( Sjamsuhidayat, 1997).

2.ETIOLOGIa. Fraktur patologisfraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu : Osteoporosis Imperfekta, Osteoporosis dan Penyakit metabolikb.Trauma Dibagi menjadi dua, yaitu :Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

3.PATOFISIOLOGIAkibat suatu trauma mengenai tulang belakang Jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga. Mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif Dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, Kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan Peredaran darah.Blok syaraf pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum,kandung kemih,gangguan rasa nyaman nyeri dan potensial komplikasi Hipotensi, bradikardia gangguan eliminasi.

4.MANIFESTASI KLINISDisfungsi neurologis akibat DAO bisa dibagi kedalam lesi yang mengenai batang otak, saraf kranial, kord spinal atas, dan akar saraf spinal. Banyak pasien yang disertai cedera kepala hingga memperrumit gambaran neurologis.Cedera batang otak walau sering pada DAO, tidak selalu tampil lengkap. Postur deserebrasi atau adanya kehilangan fungsi batang otak lengkap mungkin tampak, walau sulit untuk memastikan apakah seluruhnya akibat DAO pada pasien yang disertai cedera kepala. Kerusakan piramidal diskreta mungkin mengakibatkan paraparesis. Ketidakstabilan kardiopulmoner berakibat bradikardia, respirasi yang irreguler, atau bahkan apnea dapat terjadi setelah kerusakan batang otak. Kerusakan batang otak berat paling mungkin sebagai penyebab kematian yang tinggi. Dislokasi kranioservikal mungkin berakibat avulsi atau peregangan saraf kranial bawah. Saraf kranial keenam, sembilan hingga duabelas, adalah yang terutama berrisiko.Etiologi sebenarnya disfungsi saraf keenam sulit dipastikan pada pasien yang disertai cedera kepala. Hipertensi berat mungkin timbul bila kedua sinus karotid mengalami denervasi setelah cedera saraf kesembilan. Gangguan fungsi kord spinal atas berakibat kuadri- plegia, walaupun hemiparesis lebih sering terjadi pada pasien dengan DAO (setiap disfungsi motori mungkin juga menunjukkan cedera batang otak).DAO traumatika mungkin juga disertai cedera akar servikal. Cedera unilateral multipel pada akar servikal bisa menyerupai lesi pleksus brakhial. Sebagai tambahan atas kerusakan neural langsung, cedera arteria vertebral mungkin menyebabkan iskemia atau disfungsi neural. DAO berhubungan dengan kompresi, robekan intimal, spasme, dan trombosis pembuluh ini. Beberapa pasien dengan DAO bisa dengan defisit yang timbul tidak sejak awal. Ini mungkin karena trauma tambahan terhadap sistema saraf (sekunder terhadap pergerakan pada tulang belakang yang tak stabil) atau terhadap masalah lain seperti iskemia akibat emboli atau trombosis pembuluh yang rusak. Pasien DAO sering dengan cedera berganda dan karenanya harus dinilai secara lengkap atas cedera lainnya.

5.KOMPLIKASIa.Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.b.Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).c.Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.d. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.e.Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.f.Emboli lemak.g. Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.h.Sindrom Kompartemen Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera.

6.PEMERIKSAAN PENUNJANGSinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejasMRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinalFoto rongent thorak : mengetahui keadaan paruAGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi.

7.PENATALAKSANAAN MEDISPerawatan:a.Faktur stabil (tanpa kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.b.Fraktur dengan kelainan neorologis, Fase Akut (0-6 minggu)1)Live saving dan kontrol vital sign2)Perawatan trauma penyertaFraktur tulang panjang dan fiksasi interna.Perawatan trauma lainnya.c.Fraktur/Lesi pada vertebra1)Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus, terutama simple kompressi.2)OperatifPada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Jika dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:Laminektomimengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis spinalis, menghilangkan kompresi medulla dan radiks.fiksasi interna dengan kawat atau plateanterior fusion atau post spinal fusion3)Perawatan status urologiPada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear (reflek bladder) dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran. Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder training dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor dapat kembali.

8.WOC/PATHWAY

B.KONSEP KEPERAWATAN1.PengkajinPengkajian pada klien dengan trauma tulang belakang meliputi:a.Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinalb.Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, Hipotensi, bradikardi, ekstremitas dingin atau pucatc.Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik hilangd.Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik dirie.Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilangf.Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADLg.Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, Hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosih.Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, danMengalami deformitas pada daerah traumai.Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosisj.Keamanan : suhu yang naik turun(Carpenito (2000), Doenges at al (2000))

2.DiagnosaAdapun diagnosa yang yang mungkin kita angkat dan menjadi perhatian pada fraktur servikal, diantaranya :a.Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakanb.Mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan gangguan rasa nyaman nyeric.Berhubungan dengan adanya cedera gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungand.Dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.e.Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.

3.Intervensia.Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakanTujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigenKriteria hasil : ventilasi adekuatDxIntervensiRasional

a1)Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak1)pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.

2)Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.2)jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.

3)Kaji fungsi pernapasan3)trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.

4)Auskultasi suara napas4)hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.

5)Observasi warna kulit.5)menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera

6)Kaji distensi perut dan spasme otot.6)kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma

7)Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.7)membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.

8)Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan8)menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.

9)Pantau analisa gas darah.9)untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.

10)Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.10)Membentu pasien dalam bernafas

11)Lakukan fisioterapi nafas.11)mencegah sekret tertahan

b.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhanTujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.DxIntervensiRasional

b1)Kaji secara teratur fungsi motorik.1)mengevaluasi keadaan secara umum

2)Lakukan log rolling2)membantu ROM secara pasif

3)Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.3)mencegah footdrop

4)Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.4)mengetahui adanya hipotensi ortostatik

5)Inspeksi kulit setiap hari.5)gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.

6)Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.6)berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

c.Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cederaTujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatanKriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurangDxIntervensiRasional

c1)Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional1)pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

2)Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.2)nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.

3)Berikan tindakan kenyamanan.3)memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.

4)Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.4)memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.

5)Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.5)untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.

d.Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rectumTujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasiKriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kaliDxIntervensiRasional

d1)Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.1)bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.

2)Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.2)pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.

3)Berikan diet seimbang TKTP cair3)meningkatkan konsistensi feces

4)Berikan obat pencahar sesuai pesanan.4)merangsang kerja usus

e.Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatanKriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak adaDxIntervensiRasional

e1)Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.1)mengetahui fungsi ginjal

2)Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.2)

3)Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.3)membantu mempertahankan fungsi ginjal.

4)Pasang dower kateter.4)membantu proses pengeluaran urine

4.ImplementasiSesuai dengan Intervensi.5.Evaluasi

A. KONSEP MEDIS1. PengertianFraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb (Sjamsuhidayat, 1997).Fraktur tulang leher merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .Fraktur ini sering terjadi pada anak karena kondisi tulang masih sangat rawan untuk tumbuh dan berkembang.Fraktur tulang leher sangat berbahaya karena bisa mengganggu sistem saraf yang terdapat pada vertebra. Hal ini bias mengakibatkan gangguan-gangguan neurologis. Bahkan fraktur pada tulang leher bisa menyebabkan seorang anak mengalami lumpuh.2. Etiologi TraumaFraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di kepala. Pada anak fraktur tulang leher sering terjadi karena anak terjatuh. Mungin juga cedera tersebut diakibatkan karena kekerasan yang dialami anak. PenyakitAda beberapa penyakit yang bisa menyebabkan mudahnya terjadi fraktur pada anak. Terutama penyakit yang disebabkan oleh karena defisiensi kalsium. Kontraksi yang berlebihan3. Pertolongan Pertama untuk Fraktur ServikalSetiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .Jika ada kemungkinan patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan sampai tindakan medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Itu jalan terbaik untuk mengasumsikan adanya cedera leher bagi siapa saja yang terkena benturan, jatuh atau tabrakan.4. Manifestasi klinik Nyeri kepala Nyeri yang menjalar ke bahu atau lengan Memar dan bengkak di bagian belakang leher Kelumpuhan organ-organ terutama. Hal ini terjadi karena adanya gangguan atau bahkan putusnya sitem saraf pada daerah spinal yang terjepit oleh tulang yang patah pada daerah tersebut.5. PatofisiologiTerjadinya trauma pada daerah tulang leher mengakibatkan fraktur. Akibat kondisi seperti ini, pusat-pusat persarapan akan terjadi gangguan. Gangguan ini diakibatkan karena terjepitnya saraf-saraf yang melalui daerah vertebra.Karena vertebra merupakan pusat persarapan bagi berbagai organ, maka kerja organ-organ tersebut akan terganggu atau bahkan mangalami kelumpuhan, akibat fraktur ini pula, akan mengakibatkan blok saraf parasimpasi dan pasien akan mengalami iskemia dan hipoksemia. Dan akhirnya akan mengalami gangguan kebutuhan oksigenCedera yang terjadi juga akan mengakibatkan pelepasan mediator-mediator kima yang akan menimbulkan nyeri hebat dan akut selanjutnya terjadi syok spinal dan pasien akan merasa tidak nyaman.Gangguan sistem saraf spinal akan mengakibatkan kelumpuhan pada organ-organ pencernahan dan sistem perkemihan. Dan masalh yang akan terjadi adalah gangguan eliminasi.6. Klasifikasi Subluksasi atlantoaksial:Rongga antara setinggi odontoid dan bagian posterior dari C1 harus tidak lebih dari 3 mm pada orang dewasa dan 5 mm pada anak-anak. Fraktur Jefferson:Fraktur yang keras di lateral C1 akibat cedera kompersi pada verteks tengkorak Fraktur peng Odontoid Fraktur Hangman:cedera hyperekstensi pada C2 yang menyebabkan fraktur pedikel. Fraktur teardrop:Suatu fragmen kecil mengalami avulsi dari badan vertebra anterior bagian bawah Fraktur badan vertebraFraktur kompresi pada tubuh

Penyimpangan KDM

Pemeriksaan diagnostik

Sinar x spinal : menlentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok) CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi7. PenatalaksanaanPenanganan fraktur servikal tergantung vertebra servikalis apa yang rusak dan luasnya fraktur. Fraktur minor sering diperlakukan menggunakan cervical collar atau neck brace yang dipakai selama enam sampai delapan minggu sampai tulang sembuh dengan sendirinya. Hormon Progesteron untuk Trauma Capitis Berat Suatu fraktur yang lebih berat atau kompleks mungkin memerlukan traksi, atau perbaikan bedah atau fusi tulang belakang. Bedah perbaikan patah tulang servikalis dapat mengakibatkan waktu pemulihan yang lama diikuti dengan terapi fisik.

B. KONSEP KEPERAWATAN1. Pengkajian Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis Keamanan : suhu yang naik turunPemeriksaan Fisik Tinjauan umum1) Keadaan umum2) Gaya berjalan3) Postur4) Aktivitas fisik5) Penampilan fisik umum Inspeksi1) Kesimetrisan bagian tubuh2) Ekimosis3) Laserasi4) Deformitas yg tampak5) Massa6) Warna kulit7) Deformitas kongenital Palpasi1) Krepitus2) Suhu3) Konsistensi otot4) Massa5) Nyeri tekan6) Deformitas7) Pembengkakan Move (pergerakan)1) Nyeri saat bergerakRentang gerak sendi2. Diagnosa keperawatana. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmab. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhanc. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cederad. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektume. perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihanf. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama3. Intervensi keperawatana. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmaTujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigenKriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45, rr = 16-20 x/mt, tanda sianosis Intervensi keperawatan : 1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas. 2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan. 3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan. 4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia. 5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera 6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma 7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran. 8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan. 9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat. 10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan. 11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan. Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap. Intervensi keperawatan : 1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum 2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman 3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif 4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop 5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik 6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit. 7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik. 5. Evaluasi Dx1: : ventilasi adekuat, PaO2 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen. Observasi keadaan kulit, penekanan cervical collar atau neck brace Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan Awasi frekuensi pernapasan dan upayanya. Perhatikan stridor, penggunaan otot bantu, retraksi, terjadinya sianosnis sentral. Perhatikan peningkatan kegelisahan,kacau,letargi,stupor. Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya selama beberapa hari pertama. Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motor/sensori Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk pembengkakan/pembentukan edema. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif. Pertahankan imobilasasi terutama bagian kepala dan leher : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas. c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang Intervensi keperawatan : 1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera. 2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama. 3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri. 4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol. 5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat. d. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum. Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali Intervensi keperawatan : 1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya. Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal. 2. Observasi adanya distensi perut. 3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress. 4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces 5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus e. perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan. Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada Intervensi keperawatan: 1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal 2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih. 3. Anjurkan pasien untuk minum secukupnya. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal. 4. Pasang dower kateter. Rasional: membantu proses pengeluaran urine f. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering Intervensi keperawatan : 1. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer 2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan Rasional: untuk mengurangi penekanan kulit 3. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit 4. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit 5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit. 4. Implementasi > 80, PaCo2 < DAFTAR PUSTAKA Doenges.E.,Marilyn., dkk.2002.Rencana asuhan Keperawatan ed.3. Jakarta. EGC. Hidayat A. Aziz Alimul, S.Kp. 2008. Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran ECG.Jakarta. Jones45, rr = 16-20 x/mt, tanda sianosis Dx2 : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap. Dx 3 : melaporkan rasa nyerinya berkurang Dx 4 : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali Dx 5: produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada Dx 6 : tidak ada dekibitus, kulit kering & Bartlett Publisher, Inc.2007.Pertolongan Pertama dan RJP pada Anak, Ed. 4. Jakarta.Arcan. Patel R. Pradip.2007.Radiologi Edisi 2. Jakarta.Penerbir Erlangga. Nurachmah Elly & Ratna S. 2000. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta.EGC.

Read more:Askep : Fraktur cervikalhttp://nandarnurse.blogspot.com/2011/11/fraktur-cervikal.html#ixzz3ZwGt0dAlUnder Creative Commons License:AttributionFollow us:nHandar on Facebook

askep fraktur cervicalDesember 8, 2011ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CERVICALIS1. PengertianCedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).2. Patofisiologis dikaitkan dengan KDMAkibat suatu trauma mengenai tulang belakangJatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah ragaMengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalisFraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutifDan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar,Kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguanPeredaran darahBlok syaraf parasimpatis pelepasan mediator kimia kelumpuhanKelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesiIskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum, kandung kemihGangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri nyeri terus,oksigen Dan potensial komplikasiHipotensi, bradikardia gangguan eliminasi3. Data fokus.Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinalSirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucatEliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilangIntegritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilangPola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADLNeurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis.Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma.Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosisKeamanan : suhu yang naik turun4. Pemeriksaan diagnostikSinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejasMRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinalFoto rongent thorak : mengetahui keadaan paruAGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi5. Diagnosa keperawatan5.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmaTujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigenKriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45, rr = 16-20 x/mt, tanda sianosis Intervensi keperawatan :1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan5.2 Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhanTujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.Intervensi keperawatan :1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.5.3 Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cederaTujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatanKriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurangIntervensi keperawatan :1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.5.4 Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasiKriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kaliIntervensi keperawatan :1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.2. Observasi adanya distensi perut.3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus5.5 Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatanKriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak adaIntervensi keperawatan:1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine5.6 Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lamaTujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatanKriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit keringIntervensi keperawatan :1. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit3. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit4. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.DAFTAR KEPUSTAKAAN :Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

1.DefinisiMenurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. 2.KlasifikasiTingkat cedera didefinisikan oleh ASIAmenurutPenurunan Skala (dimodifikasi dari klasifikasi Frankel), dengan menggunakan kategori berikut: A - Lengkap: Tidakada fungsi motorik dan sensorik yangdipertahankan dalam segmen sacral S4-S5. B - lengkap:Fungsi sensori dipertahankan di bawah tingkat neurologis dan meluas melalui segmen sakral S4-S5. C - lengkap:Fungsi motorikdipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot kunci di bawah tingkat otot neurologis memiliki nilai kurang dari 3. D - lengkap: fungsimotorikdipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot kunci di bawah level neurologis telah kelas otot lebih besar dari atau sama dengan 3. E - Normal:Fungsi sensorik danmotorik yang normal.Cedera servikal dapat digolongkan menjadi :a. Cedera fleksib. Cedera Fleksi-rotasic. Cedera ekstensid. Cedera compresi axial 3.Etiologi Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:a. Fraktur akibat peristiwa traumaSebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran ataupenarikan.b. Fraktur akibat kelelahan atau tekananRetak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulangFraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh. 4.Manifestasi klinisLewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut:a. NyeriNyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.b. Bengkak/edamaEdema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.c. Memar/ekimosisMerupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.d. Spasme ototMerupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.e. Penurunan sensasiTerjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.f. Gangguan fungsiTerjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.g. Mobilitas abnormalAdalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.h. KrepitasiMerupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.i. DeformitasAbnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.j. Shock hipovolemikShock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat. 5.Pemeriksaan PenunjangCT SCAN : Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang servikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.MRI : Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal . MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh daerah medula spinalis , radiks saraf dan tulang vertebra dapat divisualisasikan.Elektromiografi ( EMG) : Pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga mempunyai gejala yang sama.Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/kompresi radiks , membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi 6.Komplikasi1.Syok neurogenikSyok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.2.Syok spinalSyok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.3.HipoventilasiHal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas.4.Hiperfleksia autonomicDikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut , keringat banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi. 7.Diagnosa Keperawatan1.Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan (diafragma), kompresi medulla spinalis.2.Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d adanya cedera pada cervikalis3.Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d kerusakan saraf perkemihan4.Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat kerusakan persarafan usus & rectum.5.Kerusakan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota gerak 8.Rencana Intervensi1.Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmaTujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigenKriteria hasil : a)ventilasi adekuat b)PaCo280 d)RR 16-20x/ menit e)Tanda-tanda sianosis(-): CRT 2 detikIntervensi keperawatan :1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.3. Kaji fungsi pernapasan.Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.4. Auskultasi suara napas.Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.5. Observasi warna kulit.Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera6. Kaji distensi perut dan spasme otot.Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.9. Pantau analisa gas darah.Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat.Rasional : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.11. Lakukan fisioterapi nafas.Rasional : mencegah sekret tertahan

2.Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cederaTujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatanKriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurangdengan skala nyeri 6 dalam waktu 2 X 24 jamIntervensi keperawatan :1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.3. Berikan tindakan kenyamanan.Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat

3.Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatanKriteria hasil :a)Produksi urine 50cc/jamb)Keluhan eliminasi urin tidak adaIntervensi keperawatan:1.Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.Rasional : mengetahui fungsi ginjal2.Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.3.Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.4.Pasang dower kateter.Rasional membantu proses pengeluaran urine

4.Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasiKriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kaliIntervensi keperawatan :1.Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.2.Observasi adanya distensi perut.3.Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.4.Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.5.Berikan diet seimbang TKTP cairRasional : meningkatkan konsistensi feces6.Berikan obat pencahar sesuai pesanan.Rasional: merangsang kerja usus

5.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhanTujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.Kriteria hasil :a)Tidak ada konstrakturb)Kekuatan otot meningkatc)Klien mampu beraktifitas kembali secara bertahapIntervensi keperawatan :1.Kaji secara teratur fungsi motorik.Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum2.Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan.Rasional memberikan rasa aman3.Lakukan log rolling.Rasional : membantu ROM secara pasif4.Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.Rasional mencegah footdrop5.Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik6.Inspeksi kulit setiap hari.Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.7.Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering Intervensi keperawatan :1.Inspeksi seluruh lapisan kulit.Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.2.Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan.Rasional : untuk mengurangi penekanan kulit3.Bersihkan dan keringkan kulit.Rasional: meningkatkan integritas kulit4.Jagalah tenun tetap kering.Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit5.Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan.Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

BAB 1PENDAHULUAN1. Latar BelakangCedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Benturan keras atau benda tajam yang mengenai tulang servikal ini tidak hanya akan merusak struktur tulang saja namun dapat menyebakan cedera pada medulla spinalis apabila benturan yang disebabkan ini sampai pada bagian posterior tulang servikal. Struktur tulang servikal yang rusak dapat menyebabkan pergerakan kepala menjadi terganggu. Sedangkan apabila mengenai serabut saraf spinal dapat menghambat impuls sensorik dan motorik tubuh. Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla pinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki- laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia decade 3.Trauma pada servikal C1 dan C2 dapat menyebakan dislokasi atlanto-servikalis sehingga kepala tidak dapat melalakukan gerakan mengangguk dan apabila menembus ligamentum posterior dan mencederai medulla spinalis maka pusat ventilasi otonom akan terganggu. Cedera pada C3-C5 menyebabkan gangguan pada otot pernapasan dan cedera pada C4-C7 mengakibatkan kelemahan pada ekstremitas (qudriplegia). Karena sangat pentingnya peranan tulang servikalis pada fungsional tubuh manusia maka evaluasi dan pengobatan pada cedera servikal memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen. Penanganan rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern dari fusi servikal dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal masyarakat. Oleh karena itu, perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu menguasai dan memmahami pengetahuan tentang asuhan keperawatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan pada pasien dengan cedera servikalis. Sehingga pada tatanan praktiknya, perawat mampu mengaplikasikan teori dengan baik dan terampil.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.

Gambar 1. Tulang Belakang (www.medscape.com, 2010)Atlas (C1) adalah vertebra servikalis pertama dari tulang belakang.Atlas bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang menghubungkan tengkorak dan tulang belakang dan khusus untuk memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan C2 bertanggung jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala.Atlas tidak memiliki tubuh. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah lengkungan dan dua massa lateral. Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral pada kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar massa tulang atlas. Foramina melintang terletak pada aspek lateral. Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan parsaticularis memisahkan unggulan dari proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid) atau sarang adalah struktur 2 sampai 3 cm corticocancellous panjang dengan pinggang menyempit dan ujung menebal. Kortikal berasal dari arah rostral (kearah kepala) dari tubuh vertebra.

Gambar 2. Atlas dan Axis (www.bonespine.com, 2009)Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang terdapat pada tulang servikal antara lain adalah :1. ligamen'ta fla'va : serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan memperluas antara bagian ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari sumbu ke sacrum.. Namanya Latin untuk "ligamen kuning," dan ini terdiri dari elastis jaringan ikat membantu mempertahankan postur tubuh ketika seseorang sedang duduk atau berdiri tegak. Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses spinosus dari tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing ke bawah dari belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk dua sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari sacrum , tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul. Pada ujung atas, setiap flavum ligamentum menempel pada bagian bawah lamina dari vertebra di atasnya. lamina ini adalah proyeksi horizontal pasangan tulang yang membentuk dua jembatan mencakup ruang antara pedikel di kedua sisi tubuh vertebral dan proses spinosus belakangnya. Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses yang kurus menonjol ke belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka membentuk melebar "V" yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang belakang .

Gambar 3. Spinal Ligament-ligamentum Flavum (www.spineuniverse.com, 2010)0. Ligamentum nuchae adalah, padat bilaminar septum, segitiga intermuskularis fibroelastic garis tengah. Ia meluas dari tonjolan oksipital eksternal ke punggung C7 dan menempel pada bagian median dari puncak occipital eksternal, tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah dua belah leher rahim, ligamen terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic dari otot leher rahim yang berdekatan dan yg terletak di bawah. Dari dangkal sampai dalam, otot-otot ini adalah trapezius, genjang kecil, capitus splenius, dan serratus posterior superior. Juga anatomi, dan mungkin penting secara klinis, ligamen telah ditemukan memiliki lampiran berserat langsung dengan dura tulang belakang antara tengkuk dan C1,1. Zygapophyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam tubuh manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi, cairan-cairan sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan tulang rawan pada permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan yang berdekatan dari setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat gerakan meluncur.

Gambar 4. Anterior dan posterior cervical ligament (www.boneandspine.com,2009)0. Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas, untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina dari sumbu .1. Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk batas bawah lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini diperkuat di garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan tuberkulum pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan merupakan kelanjutan ke atas dari ligamentum longitudinal anterior . 2. Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis, dan membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari tubuh sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk sakrum. ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada ruang disk intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi patologis tertentu tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram tulang belakang.3. Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan lengkung anterior. Ligamentum transversal membagi cincin dari atlas menjadi dua bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar berfungsi untuk transmisi dari medula spinalis dan membran dan saraf aksesori.2.2 Definisi Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997). Cedera tulang belakang servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai basis oksiput hingga C2.

2.3 KlasifikasiTingkat cedera didefinisikan oleh ASIA menurut Penurunan Skala (dimodifikasi dari klasifikasi Frankel), dengan menggunakan kategori berikut: A - Lengkap: Tidak ada fungsi motorik dan sensorik yang dipertahankan dalam segmen sacral S4-S5. B - lengkap: Fungsi sensori dipertahankan di bawah tingkat neurologis dan meluas melalui segmen sakral S4-S5. C - lengkap: Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot kunci di bawah tingkat otot neurologis memiliki nilai kurang dari 3. D - lengkap: fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot kunci di bawah level neurologis telah kelas otot lebih besar dari atau sama dengan 3. E - Normal: Fungsi sensorik dan motorik yang normal. Cedera servikal dapat digolongkan menjadi :a. Cedera fleksi Fraktur kompresi : disebabkan karena fleksi yang tiba-tiba.Fraktur fleksi teardrop : melibatkan seluruh columna ruang interspinosus melebar dan dapat menyebabkan cedera medulla spinalis.Subluksasi anterior : kompleks ligamentum superior mengalami ruptur sedangkan ligamentum anterior tetap utuh.Dislokasi faset bilateral : disebabkan fleksi yang berlebihan Fraktur karena dorongan : terjadi karena fleksi leher yang tiba-tiba selain itu bisa juga terjadi karena fraktur langsung di prosesus spinosus, trauma oksipital, tarikan yang sangat kuat di ligamentum supraspinosus.b. Cedera Fleksi-rotasiDislokasi faset unilateral : terjadi saat fleksi bersamaan dengan rotasi sehingga ligamentum dan kapsul teregang maksimal. Dislokasi kedepan pada vertebra di atas dengan atau tanpa di sertai kerusakan tulang.Dislokasi antlantoaxial : terjadi karena hiperekstensi, terjadi pergeseran sendi antara C1 dan C2 dan biasanya fatal. Cedera ini dapat menyebabkan rheumatoid arthritis.c. Cedera ekstensiFraktur menggantung : terjadi pada C2 yang disebabkan karena hiperekstensi dan kompresi yang tiba-tiba.Ekstensi teardrop : hiperekstensi mendadak dan terjadi akibat tarikan oleh ligamentum longitudinal.d. Cedera compresi axialFraktur jefferson : terjadi pada C1 dan disebabkan karena kompresi yang sangat hebat. Kerusakan terjadi di arkus anterior dan posterior.Fraktur remuk vertebra : penekanan corpus vertebra secara langsung dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang masuk ke kanalis spinalis kemudian menekan medulla spinalis sehingga terjadi gangguan saraf parsialFraktur atlas : Tipe I dan II : fraktur stabil karena terjadi pada arkus anterior dan posterior. Tipe III : terjadi pada lateral C1 Tipe IV : sering disebut sebagai fraktur jefferson Karena anatomi dan catu vaskuler kord spinal yang unik, berbagai sindroma tidak lengkap dapat dijumpai pada cedera kord spinal servikal. Pada sindroma ini, fungsi sensori dan motor tertentu terganggu atau hilang, namun lainnya tetap utuh. 1. Sindroma kord sentral Paling sering dijumpai setelah suatu cedera hiperekstensi servikal. Karena sebab tertentu seperti keadaan mekanik dan catu vaskuler dari kord, bagian sentral dapat mengalami kontusi walau bagian lateral hanya mengalami cedera ringan. Khas pasien mengeluh disestesi rasa terbakar yang berat pada lengan, mungkin karena kerusakan serabut spinotalamik, mungkin saat ia menyilang komisura anterior. Pemeriksaan fisik menunjukkan kelemahan lengan, dengan utuhnya kekuatan ekstremitas bawah. Sebagai tambahan, sensasi nyeri dan suhu hilang dalam distribusi seperti tanjung. Semua lesi yang menyebabkan cedera primer terhadap kord spinal sentral dapat menimbulkan gambaran defisit serupa, seperti siringo- mielia, tomor kord spinal intrinsik, dan hidromielia. Sindroma ini secara jarang dapat terjadi pada kord spinal bawah (konus medularis).0. Sindroma arteria spinal anteriorTerjadi karena arteria ini mencatu substansi kelabu dan putih bagian ventrolateral dan posterolateral kord spinal. Kerusakan arteria ini berakibat sindroma klinis paralisis bi- lateral dan hilangnya sensasi nyeri serta suhu dibawah tingkat cedera, namun sensasi posisi dan vibrasi (fungsi kolom posterior) utuh. Lesi arteria ini bisa karena cedera tulang belakang, neoplasma yang terletak anterior (biasanya metastasis) dan cedera aortik.0. Sindroma Brown-SequardPada bentuk yang murni, menunjukkan akibat dari hemiseksi kord spinal. Defisit neurologis berupa hilangnya fungsi motor ipsilateral, sensasi vibrasi dan posisi. Sebagai tambahan, sensasi nyeri serta suhu kontralateral hilang. Luka tembus dan peluru dapat menimbulkan sindroma Brown-Sequard 'lengkap', namun manifestasi tak lengkap sindroma ini tampak dengan berbagai ragam pada lesi lain, termasuk trauma dan neoplasma.0. Sindroma kolom posteriorTerjadi bila kolom posterior rusak secara selektif, berakibat hilangnya sensasi vibrasi dan proprioseptif bilateral dibawah lesi. Temuan ini tersering dijumpai sekunder terhadap kelainan sistemik (neurosifilis), namun secara jarang dijumpai setelah trauma kord spinal.

2.4 Etiologi Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja. Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: a. Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran ataupenarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

2.5 Manifestasi klinisLewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut: a. Nyeri Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. b. Bengkak/edama Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya. c. Memar/ekimosisMerupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya. d. Spasme otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur. e. Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema. f. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf. g. Mobilitas abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang. h. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan. i. Deformitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya. j. Shock hipovolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

2.6 Patofisiologi Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh, cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau. Menurut mekanisme terjadinya cidera, cidera servikal di bagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi aksial. Cidera cervical atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera tulang belakang cervical bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang C3-C7. Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktur. C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal dan arcus posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya. Tulang ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio atlanto-occipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah, tulang ini beratikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat berlangsungnya gerakan memutar kepala. Ketika cidera terjadi fraktur tunggal atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis sehingga menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala dan kerusakan pada batang otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan tidak efektif. Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat menyebabkan komplience paru menurun. Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteosif/material diskus dari anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan menstimulasi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin dan akson, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot2 abdominal. Intak pada diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor.Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada medulla spinalis yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturang keras mengenai medulla spinalis. Saat ini, secara histologis medulla spinalis masih normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi. Pada waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera neural primer. Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis progresif akibat cedera neural sekunder.Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka akan terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai O2 ke medulla spinalis atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut. Karena terjadi ischemik pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan ada pelepasan vasoactive agent dan cellular enzym yang menyebabkan konstriksi kapiler pada pusat substansi abu-abu medula spinalis. Ini merupakan permulaan dari cedera neural sekunder pada cedera medula spinalis. Selanjutnya adalah peningkatan level Ca pada intraselular yang mengakibatkan kerusakan pada endotel pembuluh darah yang dalam beberapa jam kemudian dapat menimbulakan aneurisma dan ruptur pada pembuluh darah di medula spinal. Peningkatan potasium pada ekstraseluler yang mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada sel (Conduction Block). Hipoxia akan merangsang pelepasan katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis pada sel.Di tingkat selular, adnya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2 dapat merangsang pelepasan superoksid (radikal bebas), disertai terjadinya ketidakseimbangan elektrolit, dan pelepasan mediator inflamasi dapat mengakibatkan terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel mengkerut dan kromatin nuclear yang padat.

2.7 Penatalaksanaan Semua penderita koban kecelakaan yang memperlihatkan gejala adanya kerusakan pada tulang belakang, seperti nyeri leher, nyeri punggung, kelemahan anggota gerak atau perubahan sensitivitas harus dirawat seperti merawat pasien kerusakan tulang belakang akibat cedera sampai dibuktikan bahwa tidak ada kerusakan tersebut.Setelah diagnosis ditegakkan, di samping kemungkinan pemeriksaan cedera lain yang menyertai, misalnya trauma kepala atau trauma toraks, maka pengelolaan patah tulang belakang tanpa gangguan neurologik bergantung pada stabilitasnya. Pada tipe yang stabil atau tidak stabil temporer, dilakukan imobilisasi dengan gips atau alat penguat. Pada patah tulang belakang dengan gangguan neurologik komplit, tindakan pembedahan terutama ditujukan untuk stabilisasi patah tulangnya untuk memudahkan perawatan atau untuk dapat dilakukan mobilisasi dini. Mobilisasi dini merupakan syarat penting sehingga penyulit yang timbul pada kelumpuhan akibat cedera tulang belakang seperti infeksi saluran nafas, infeksi saluran kencing atau dekubitus dapat dicegah. Pembedahan juga dilakukan dengan tujuan dekompresi yaitu melakukan reposisi untuk menghilangkan penyebab yang menekan medula spinalis, dengan harapan dapat mengembalikan fungsi medula spinalis yang terganggu akibat penekanan tersebut. Dekompresi paling baik dilaksanakan dalam waktu enam jam pascatrauma untuk mencegah kerusakan medula spinalis yang permanen. Tidak boleh dilakukan dekompresi dengan cara laminektomi, karena akan menambah instabilitas tulang belakang.Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder, yaitu dengan dilakukannya imobilisasi di tempat kejadian dengan memanfaatkan alas yang keras.Pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu atau sarana apapun yang beralas keras. Hal ini dilakukan pada semua penderita yang patut dicurigai berdasarkan jenis kecelakaan, penderita yang merasa nyeri di daerah tulang belakang, lebih-lebih lagi bila terdapat kelemahan pada ekstremitas yang disertai mati rasa. Selain itu harus selalu diperhatikan jalan napas dan sirkulasi.Bila dicurigai cedera di daerah servikal, harus diusahakan agar kepala tidak menunduk dan tetap di tengah dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan kain untuk menyangga leher pada saat pengangkutan.Setelah semua langkah tersebut di atas dipenuhi, barulah dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologik yang lebih cermat. Pemeriksaan penunjang seperti radiologik dapat dilakukan. Pada umumnya terjadi paralisis usus selama dua sampai enam hari akibat hematom retroperitoneal sehingga memerlukan pemasangan pipa lambung. Pemasangan kateter tetap pada fase awal bertujuan mencegah terjadi pengembangan kandung kemih yang berlebihan, yang lumpuh akibat syok spinal. Selain itu pemasangan kateter juga berguna untuk memantau produksi urin, serta mencegah terjadinya dekubitus karena menjamin kulit tetap kering.Terapi pada cidera medula spinalis terutama ditujukanuntuk meningkatkan dan memperhatikan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cidera medula spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila funsi sensoris dibawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari 50%.Metilpredinsolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh national institute of health di amerika Serikat. Namun demikian penggunaannya sebagai terapi utama cidera medula spinalis traumatik masih dikritisi banyak pihak dan belum digunakan sebagai standart terapi.Dalam chochrane library menunjukkan bahwa metilpredinsolon dosis tinggi merupakan satu satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinis tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis traumatika. Tindakan rehabilitasi medik meruoakan kunci utama dalam penanganan pasien cidera medula spinalis.fisioterapi, terapi okupulasi dan blader training pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan central cord syndrome/CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan apapun ataupun tidak.Terapi Okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ektermitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sdehari hari/ activiting of dayli living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin.

2.8 Pemeriksaan PenunjangCT SCAN : Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang servikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut. Akurasi Pemeriksaan CT berkisar antara 72 -91 % dalam mendeteksi adanya herniasi diskus. Akurasi dapat mencapai 96 % bila mengkombinasikan CT dengan myelografi.MRI : Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal . MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh daerah medula spinalis , radiks saraf dan tulang vertebra dapat divisualisasikan. Namun pada salah satu penelitian didapatkan adanya abnormalitas berupa herniasi diskus pada sekitar 10 % subjek tanpa keluhan , sehingga hasil pemeriksaan ini tetap harus dihubungkan dengan riwayat perjalanan penyakit , keluhan maupun pemeriksaan klinis. Elektromiografi ( EMG) : Pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.Elektromiografi ( EMG) : Pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/kompresi radiks , membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi .

Metode untuk foto daerah cervical1. Pada foto anteroposterior garis lateral harus utuh, dan prosesus spinosus dan bayangan trakea harus berada pada garis tengah. Diperlukan foto dengan mulut terbuka untuk memperlihatkan C1 dan C2 (untuk fraktur massa lateral dan odontoid).2. Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra cervical dan T1, jika tidak cedera yang rendah akar terlewatkan. Hitunglah vertebra kalau perlu, periksa ulang dengan sinar-X sementara menerapkan traksi ke bawah pada lengan. Kurva lordotik harus diikuti dan menelusuri empat garis sejajar yang dibentuk oleh bagian depan korpus vertebra, bagian belakang badan vertebra. massa lateral dan dasar-dasar prosesus spinosus setiap ketidakteraturan menunjukkan suatu fraktur atau pergeseran. Ruang interspinosa yang terlalu lebar menunjukkan luksasi anterior. Trakea dapat tergeser oleh hematoma jaringan lunak.3. Jarak tiang odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas tidak boleh melebihi 4,5 mm ( anak-anak ) dan 3mm pada dewasa4. Untuk menghindari terlewatnya adanya dislokasi tanpa fraktur diperlukan film lateral pada posisi ekstensi dan fleksi.5. Pergeseran korpus vertebra ke arah depan terhadap korpus vertebra dibawahnya dapat berarti klinis yaitu dislokasi permukaan unilateral jika pergeseran yang kurang dari setengah lebar korpus vertebra. Untuk hal ini diperlukan foto oblik untuk memperlihatkan sisi yang terkena. Pergeseran yang lebih dari setengah lebar korpus vertebra tersbut menunjukkan dislokasi bilateral.6. Lesi yang tidak jelas perlu dilanjutkn pemeriksaan CT scan.

2.9 Komplikasi 1. Syok neurogenik Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.0. Syok spinal Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.0. HipoventilasiHal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas. 0. Hiperfleksia autonomicDikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut , keringat banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi.

BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN3.1 Contoh KasusPasien F, laki-laki usia 40 tahun, pekerjaan pegawai swasta, masuk RS Dr Soetomo pada tanggal 28 Januari 2011 atas rujukan RS Soedono, dengan keluhan utama kelemahan anggota gerak sejak 5 hari yang lalu. Klien merasa kelemahan anggota geraknya semakin memberat. Makan dan minumnya baik. Klien tampak menggunakan colar neck.Satu bulan sebelum masuk RS Dr Soetomo, pasien mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpangi pasien masuk ke lubang, dan kepala pasien terbentur atap mobil sampai 4x. Saat itu pasien pingsan, lamanya kira-kira 20 menit, perdarahan THT tidak ada, muntah tidak ada dan pasien masih mengingat peristiwa sebelum kejadian. Pasien mengalami kelemahan pada keempat anggota gerak, nyeri hebat di area leher bagian belakang dan dipasang colar neck. Jika buang air kecil (BAK) pasien ngompol, pasien juga tidak bisa buang air besar (BAB), klien dirawat di RS Soedono Madiun selama 10 hari. Pasien masih menggunakan kateter sejak pulang dari RS Soedono sampai saat ini dan untuk bisa BAB dibantu dengan klisma. Sejak pulang dari RS Soedono, pasien menjalani fisioterapi sebanyak 9 kali yang dilakukan oleh fisioterapist agar bisa berjalan lancar. Saat difisioterapi, kepala pasien ditarik. Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung disangkal. Riwayat pemberian steroid di RS Soedono tidak diketahui.Pemeriksaan Diagnostika. Hasil Laboratorium :

Hb 13,2 g/dlHt 36 %Leukosit 16.500/uLTrombosit 244.000/uLLED 25 mmUreum 23 mg/dLKreatinin darah 0.6 mg/dlGDS 126 mg/dLNa 105 meq/lK 4,2 meq/lCl 73 meq/l

b. Foto X cervical : dislokasi C1-C2c. MRI : fraktur C1 dengan dislokasi ke posterior, stenosis berat medulla spinalis setinggi CI-CII.d. BGA : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasipH 7.607pCO2 21.5 mmHgpO2 84.7 mmHgSO2 % 92.2BE 0.0 mmol/LHCO3 21.7 mmol/L Terapi yang diberikan : O2 sungkup rebreathing 6 l/mIVFD NaCl 0,9 % per 12 jamImobilisasi leher dengan collar neckMetilprednisolon tab 4 x 8 mgRanitidin 2 x 1 amp injeksiNaCl tab 3 x 500 mgPeriksa AGD ulang 6 jam kemudianDiagnosis kerja : TetraparesisDiagnosis klinis : Tetraparesis, inkontinensia uri dan retensi alvi, hiponatremi, hipoklorida, alkalosis respiratorik, leukositosis.Diagnosis topis : servikal 1, proccesus odontoid, medulla spinalisDiagnosis patologi : Fraktur, dislokasiDiagnosis etiologi : Trauma

3.2 Asuhan KeperawatanI. Pengkajian 1. IdentitasNama : Tn. FUmur : 40 tahunAlamat : MadiunPekerjaan : Pegawai Swasta2. Keadaan Umum : kesadarannya compos mentis, klien memakai colar neck3. Keluhan Utama : Pasien mengeluh mengalami kelemahan anggota gerak 5 hari yll 7 semakin memberat. Mengalami muntah-muntah 10x dalam 2 hari.4. Riwayat penyakit sekarang : Tn.F mengalami kelemahan keempat anggota gerak, nyeri di area cedera, demam, sesak napas. Muntah.6. Riwayat Penyakit Dulu : Klien mengalami kecelakaan lalu lintas 1 bulan yang lalu7. Riwayat Alergi : Klien menyatakan tidak mempunyai alergi.8. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada masalah9. Keadaan Umum : TD = 100 / 60 mmhg, N= 80 x/menitRR = 29 x/menitT = 38,50C ROS (Review of System)B1 (Breathing) : napas pendek, sesakB2 ( Blood ) : berdebar-debar, hipotensi, suhu naik turun.B3 ( Brain ) : nyeri di area cederaB4 ( Blader ) : inkontinensia uriB5 ( Bowel ) : tidak bisa BAB (konstipasi), distensi abdomen, peristaltik usus menurun.B6 ( Bone ) : kelemahan ke empat anggota gerak(Quadriplegia)Psikososial : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.Analisa DataNoDataEtiologiMasalah Keperawatan

1.DS : klien mengeluh sesak napas.DO : klien terlihat pucat, sianosis, adanya pernapasan cuping hidungRR= 29x/menitTD = 100/60 mmHgCedera cervical (C1-C2)

Kelumpuhan otot pernapasan (diafragma)

Ekspansi paru menurun

Pola napas tidak efektifKetidakefektifan pola napas

2.DS : klien mengeluh nyeri hebat & tidak bisa tidur.DO : Klien terlihat sangat gelisah, suhu tubuh klien naik turun tak menentu, klien memakai colar neck. N=80x/mnt. S= 38,50CHasil foto X-cervical menunjukan fraktur dislokasi C1-2.Skala nyeri 8 (interval 1-10).Cedera cervical

Fraktur dislokasi servikal

Pelepasan mediator inflamasiProstalglandin, bradikinin dll

respon nyeri hebat dan akut

Nyeri

Nyeri

3.DS : Klien megatakan sering ngompol.DO : Klien terpasang kateter.Cedera cervikalis

Kompresi medulla spinalis

Gangguan sensorik motorik

Kelumpuhan saraf perkemihan

Inkontinensia uri

Gangguan pola eliminasi uri

Gangguan pola eliminasi uri

4.DS : Klien mengeluh tidak bisa BAB.DO : Peristaltik usus klien menurun, abdomen mengalami distensi.Cedera cervikalis

Kompresi medulla spinalis

Kelumpuhan persarafan usus & rektum

Gangguan eiminasi alvi

Gangguan eliminasi alvi (Kostipasi)

5.DS : Klien merasa mengalami kelemahan pada keempat anggota geraknya.DO : Klien membutuhkan bantuan untuk memenuhi ADL nya.Cedera cervikalis

Kompresi medula spinalis

Gangguan motorik sensorik

Kelumpuhan

Kerusakan mobilitas fiskKerusakan mobilitas fisik.

3.3 Diagnosa Keperawatan1. Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan (diafragma), kompresi medulla spinalis.2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d adanya cedera pada cervikalis3. Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d kerusakan saraf perkemihan4. Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat kerusakan persarafan usus & rectum.5. Kerusakan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota gerak

1. Rencana Intervensi 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmaTujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigenKriteria hasil : a. ventilasi adekuatb. PaCo280d. RR 16-20x/ menite. Tanda-tanda sianosis(-) : CRT 2 detikIntervensi keperawatan :1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.0. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.0. Kaji fungsi pernapasan.Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.0. Auskultasi suara napas.Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.0. Observasi warna kulit.Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera0. Kaji distensi perut dan spasme otot.Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma0. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.0. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.1. Pantau analisa gas darah.Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.0. Berikan oksigen dengan cara yang tepat.Rasional : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.0. Lakukan fisioterapi nafas.Rasional : mencegah sekret tertahan

0. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cederaTujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatanKriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang dengan skala nyeri 6 dalam waktu 2 X 24 jamIntervensi keperawatan :1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.0. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.0. Berikan tindakan kenyamanan.Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.0. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.0. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat

0. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatanKriteria hasil : a. Produksi urine 50cc/jamb. Keluhan eliminasi urin tidak adaIntervensi keperawatan:1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.Rasional : mengetahui fungsi ginjal0. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.1. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.0. Pasang dower kateter.Rasional membantu proses pengeluaran urine

0. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kaliIntervensi keperawatan :1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.0. Observasi adanya distensi perut.1. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.2. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.3. Berikan diet seimbang TKTP cair Rasional : meningkatkan konsistensi feces0. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus

0. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhanTujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.Kriteria hasil :a. Tidak ada konstrakturb. Kekuatan otot meningkat c. Klien mampu beraktifitas kembali secara bertahapIntervensi keperawatan :1. Kaji secara teratur fungsi motorik.Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum0. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman0. Lakukan log rolling.Rasional : membantu ROM secara pasif0. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.Rasional mencegah footdrop0. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik0. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.0. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lamaTujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatanKriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering Intervensi keperawatan :1. Inspeksi seluruh lapisan kulit.Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.0. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan.Rasional : untuk mengurangi penekanan kulit0. Bersihkan dan keringkan kulit.Rasional: meningkatkan integritas kulit0. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit0. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan.Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

BAB IVPENUTUP4.1 Kesimpulan Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: Fraktur akibat peristiwa trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan, fraktur patologik karena kelemahan pada tulang.Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, edema, memar/ ekimosis, spasme otot, penurunan sensasi, gangguan fungsi, mobilitas abnormal, krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik.Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu: hiperfleksi, fleksi-rotasi, hiperekstensi, ekstensi- rotasi, kompresi vertical. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan yaitu: stabil dan tidak stabilSetelah primery survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan eksternal, tahap berikutnya adalah evaluasi radiografik tercakup di dalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography CT-scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

4.2 SaranSebagai tenaga kesehatan professional, perawat hendaknya dapat memberikan asuhan keperawatan keperawatan pada penderita cegera servikal untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi yang mungkin terjadi. Sehingga dapat diharapkan dapat terwujud kesehatan pada klien cedera servikal secara optimal.

DAFTAR PUSTAKAAdhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-unipdu.web.id. Diakses tanggal 11 Maret 2011Dawodu, Segun.2008.Spinal Cord Injury.http://www.medscape.com. Diakses tanggal 11 Maret 2011Devenport, Moira.2010.Cervical Spine Fracture in Emergency Medicine. http://www.medscape.com. Diakses tanggal 11 Maret 2011Eidelson, MD, Stewart G. 2010.Lumbar Spine .www.spineuniverse.com/anatomy/lumbar-spine. Diakses tanggal 23 Maret 2011Khosama, Herlyani.D