askep kejang demam

20
LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM A. Pengertian Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996). Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996). Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. B. Etiologi 1

Upload: atibaus

Post on 29-Sep-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jjkfkbb

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANKEJANG DEMAM

A. PengertianKejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wongs edisi III,1996).Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

B. EtiologiKejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).1. Intrakraniala. Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemikb. Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventricularc. Infeksi : Bakteri, virus, parasitd. Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith Lemli Opitz.2. Ekstrakraniala. Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)b. Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.c. Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.3. IdiopatikKejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

C. PatofisiologiUntuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitulipoiddan permukaan luar yaituionik.Dalam keadaan normal membran sel neurondengan mudah dapat dilalui oleh ion Kalium (K+).Akibatnya konsentrasi K+dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+rendah. Sedangkan diluarsel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena ituterdapatperbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan.Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K+maupun ion NA+melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisatetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

D. Manifestasi KlinikKejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan - 5 tahun. Kejang disertai demam pada bayi < 1 bulan tidak termasuk kejang demam. Jika anak berusia < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam, tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam dibagi atas 2 jenis :1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) yaitu :Kejang demam yang berlangsung singkat, < 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berupa kejang umum tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang demam tidak berulang dalam 24 jam. Kejang jenis ini merupakan 80% dari seluruh kejang demam.2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure); yaitu :Kejang dengan salah satu ciri berikut :a. Kejang lama > 15 menitb. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsialc. Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam

E. Komplikasi1. EpilepsiTerjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang.2. Retardasi mentalTerjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis.3. HemipareseBiasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit).4. Gagal pernapasanAkibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme.5. Kematian

F. Pemeriksaan DiagnostikAdapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam antara lain :1. Pemeriksaan Laboratoriuma. ElektrolitTidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi padaaktivitas kejang.b. GlukosaHipoglikemia ( normal 80 - 120)c. Ureum / kreatininMeningkat (ureum normal 10 50 mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL)d. Sel Darah Merah (Hb)Menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl )e. Lumbal punksiTes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.1) Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi2) Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :a) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom.b) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml).c) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).

2. EEG (Electroencephalography)EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan unilateral menunjukkan kejang demam kompleks.3. CTScanTidakdianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi pada pertama kalinya.4. Pemeriksaan Radiologis1) Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan tekanan intracranial.2) Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk melihat gambaran sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis.3) Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada penyumbatan atau peregangan.

G. Penatalaksanaan1. Keperawatana. Memonitor demamb. Menurunkan demam : kompres hangatc. Segera memberikan oksigen bila terjadi kejangd. Mengelola antipiretik, antikonvulsane. Suctioning2. Medika. Pengobatan fase akutSeringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang klien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dan pemberian antipiretik.Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam intra rectal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB> 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapoat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/KgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jam kemudian berikan feobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kg BB/hari di bagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.b. Mencari dan mengobati penyebabPemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.c. Pengobatan profilaksis1) Profilaksis intermitenDiberikan diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diasepam dapat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg (BB> 10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.2) Profilaksis terus menerus.Diberikan untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy di kemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 dan 2) :a) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (missal serebral palsy atau mikrosefal)b) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara atau menetapc) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandungd) Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rtektal tiap 8 jam di samping antipiretik.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANKEJANG DEMAM PADA ANAK

A. Pengkajian1. Identitas KlienUmur biasanya enam bulan sampai empat tahun, jenis kelamin laki-laki perempuan dengan perbandingan 2:1, Insiden tertinggi pada anak umur dua tahun. 2. Riwayat Kesehatan 3) Keluhan utamaKejang karena panas.4) Riwayat penyakit sekarang1) Lama kejang kurang dari lima menit.2) Kejang bersifat general.3) Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam.4) Tidak ada kelainan neurologis baik klinis maupun laboratorium.5) Riwayat penyakit dahuluAdanya faktor predisposisi terjadinya kejang demam antara lain trauma kepala, Infeksi, dan reaksi terhadap imunisasi.6) Riwayat penyakit keluarga25-50 % kejang demam mempunyai faktor keturunan adanya faktor keluarga yang menderita kejang demam, penyakit saraf atau penyakit lainnya.7) Riwayat sebelumnyaa) Riwayat kehamilan : penyakit yang diderita ibu, perdarahan pervagina dan obat-obatan yang digunakan.b) Riwayat Persalinan : kelahiran spontan atau dengan tindakan, perdarahan antepartum, KPD, Aspixia.3. Activity Daily Live1) Makanan atau cairan Pasien akan mengeluh sensitif terhadap makanan yang merangsang aktivitas kejang, kerusakan gigi, adanya hiperplasi ginggiva sebagai akibat efek samping dilantin. 2) Aktivitas dan istirahatPasien mengeluh capek, lelah, kelemahan umum, pembatasan aktivitas dan perubahan tonus otot.3) EleminasiIncontinensiaFace Ictal : peningkatan tekanan blader dan tonus springter.Post ictal : relaksasi otot.4) Riwayat psiko sosiala) PsikoAnamnese tentang temperan anak, kemampuan kognitif dan respon tentang kondisi sakit serta hospitalisasi.b) SosialAnamnesa terhadap status dan sumber ekonomi keluarga, respon keluarga dan pola perawatan anak sehari-hari.4. Pemeriksaan1) Tanda-tanda vitalKesadaran terjadi penurunan Fase Ictal : Peningkatan nadi, respirasi, tekanan darah dan Suhu.Post ictal : V5 normal kadang depresi.2) Pemeriksaan fisika) Kepala : Disporposi bentuk kepala, kejang umum, tonik klonik dan sakit kepala.b) Mata : Dilatasi Pupil, gerakan bola mata dan kelopak mata cepat, reflek cahaya turun dan konjungtiva merah.c) Mulut : Produksi saliva berlebihan, vomiting dan Cyanosis mukosa mulut.d) Hidung : Adanya pernafasan cuping hidung, Cyanosis.e) Leher : pada tetanus terjadi kaku kuduk.f) Dada : Fase ictal : Cyanosis, penurunan gerakan pernafasan dan adanya tarikan intercostae.Post ictal : Apnoe atau nafas dalam dan lambat.g) AbdomenFase Ictal : Peningkatan blader dan tonus otot spingter.Post ictal : relaksasi otot dan hiperperistaltik.h) EkstermitasFase Ictal : kejang pada ekstremitas atas dan bawah dan cyanosis pada jari tangan dan kaki.Post ictal : relaksasi otot dan nyeri serta kelemahan pada otot.3) Pemeriksaan umuma) Elektrolit : Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.b) Glukosa : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.c) BUN : Peningkatan BUN merupakan potensi kejang.d) CBC : Anemia Aplastik dapat terjadi sebagai efek samping pemberian obat-obatan.e) LP : untuk mendeteksi adanya tekanan abnormal dan tanda infeksi.f) Skull X-ray : adanya desak ruang dan lesi.g) EEG : Fokus aktivitas kejang.h) CT scan : mendeteksi lesi lokal serebral abses tumor dengan atau tanpa kontras.

B. Diagnosa Keperawatan1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan adanya pirogen yang mengacaukan termostat, bertambahnya rata-rata metabolisme dan penyakit dehidrasi.2. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan obstruksi trakeobroncial.3. Kurang pengetahuan keluarga sehubungan dengan mis interpretasi dan keterbatasan informasi.4. Resiko terjadi injuri atau trauma sehubungan dengan kelemahan, perubahan kesadaran.5. Gangguan konsep diri (harga diri rendah ) sehubungan dengan epilepsi dan persepsi yang salah dan tidak terkendali.

C. Intervensi Keperawatan1. Diagnosa Ia. Tujuan : Suhu tubuh normal.b. Kriteria hasil : Suhu 36,5 oC 37,5 o C dan klien bebas dari demam.c. Rencana tindakan dan Rasional1) Observasi TTV Tiap empat jamR/ : TTV yang meningkat merupakan manifestasi akan terjadinya kejang dan adanya komplikasi.2) Berikan penjelasan pada keluarga tentang pemberian kompres.R/ : Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh.3) Berikan pakaian tipis yang dapat menyerap keringat.R/ : Memudahkan terjadinya pelepasan panas ke udara.4) Anjurkan klien untuk banyak minum.R/ : Mencegah timbulnya dehidrasi.5) Laksanakan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antipiretik dan antibiotik.R/ : Antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh dan antibiotik untuk pengobatan infeksi.2. Diagnosa IIa. Tujuan : mempertahankan efektivitas pola nafas dengan jalan nafas yang bersih dan tercegah dari aspirasi.b. Kriteria hasil :RR normal 15-30 x permenit dan tidak ada retraksi otot.c. Rencana tindakan dan Rasional1) Letakkan pasien dalam posisi nyaman (semi fowler).R/ : Membebaskan jalan nafas mencegah aspixia.2) Longgarkan pakaian terutama pada leher, dada dan perut.R/ : Memudahkan pernafasan.dan rasa nyaman.3) Berikan Tong spatel pada mulutR/ : Mencegah trauma pada lidah.4) Section jika perlu.R/ : Menghilangkan sekret dan mencegah terjadinya aspirasi serta membersihkan jalan nafas dari sekret.5) Berikan 02 Sesuai dengan kebutuhan.R/ : Mengatasi hipoksia.3. Diagnosa IIIa. Tujuan : Secara verbal klien dapat mengungkapkan stimulasi yang dapat meningkatkan kejang.b. Kriteria hasil :Klien dapat minum obat secara teratur.c. Rencana tindakan dan Rasional1) Kaji pathologi dan prognosis terhadap kondisi klien.R/ : Dapat menunjukkan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan.2) Kaji pengobatan yang sudah dijalankan R/ : Mencegah terjadinya pertentangan efek obat.3) Berikan makanan yang bergizi.R/ : Memulihkan kondisi dan keadan umum serta mencegah penurunan Berat badan.4) Diskusikan efek obat.R/ : Mengetahui adanya tanda-tanda reaksi alergi dan mengetahui perkembangan kondisi klien.5) Jelaskan cara mencegah Infeksi.R/ : Meningkatkan pengetahuan klien dan mencegah adanya komplikasi.6) Segera turunkan panas jika terjadi kejang.R/ : Panas dapat menimbulkan kejang ulang.7) Ajarkan pada keluarga agar memberikan obat anti kejang dan anti piretik sesuai dengan aturan dari tim medis.R/ : Mencegah salah penggunaan obat.4. Diagnosa IVa. Tujuan : Secara verbal klien dapat mengetahui faktor yang memungkinkan terjadinya trauma.b. Kriteria hasil :Klien terbebas dari trauma saat kejang terjadi.c. Rencana tindakan dan Rasional1) Jelaskan faktor predisposisi kejang R/ : Mencegah salah persepsi dan meningkatkan sikap kooperatif klien.2) Jaga klien dari trauma dengan memberikan pengaman pada sisi tempat tidur.R/ : Pengaman saat berguna mencegah trauma (jatuh) saat terjadi kejang.3) Jaga klien jika terjadi auraR/ : Mengetahui secara dini akan datangnya kejang dan mencegah adanya trauma.4) Tetap bersama klien saat fase kejang.R/ : Dapat mencegah komplikasi sedini mungkin.5. Diagnosa Va. Tujuan : Secara verbal klien tidak mengalami mis intrepretasi dan tidak terjadi harga diri rendah.b. Kriteria Hasil :Klien dan keluarga dapat mengetahui secara benar tentang prognosis, cara pengobatan dan penanganan kejang.c. Rencana tindakan dan Rasional1) Berikan penjelasan tentang penyakitnya, cara penanganan dan pencegahannya.R/ : Meningkatkan sikap kooperatif dan mencegah mis intrepretasi.2) Jelaskan cara menghindari faktor resiko.R/ : Dengan mengetahui faktor resiko klien dapat menghindari penyebab kejang.3) Jawab dan tampung semua pertanyaan klien dan keluarga.R/ : Memenuhi keterbatasan informasi tentang kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi II, Jilid I, Media Aeuculapius FKUI, Jakarta.Linda jual Carpenito (1998), Diagnosa Keperawatan. EGC , Jakarta.Marilyn E. Doengoes (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, Jakarta.Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.Saharso D (1996), Ilmu Kesehatan Anak, Edisi VI, Jilid II, EGC, Jakarta.13