askep klp 8 dm, meno,oste
DESCRIPTION
diabetesTRANSCRIPT
KLP 8
“ GANGGUAN ENDOKRIN PADA LANSIA”
oleh
KELOMPOK 8
Gusnadin C12112275Nur Aisyah Fajriah C12112276La Ode Muh. Suyatno C12112274Dian Eka Wati Uspa C12112270Nurul Sakinah Fatiasari C12112271Meylani C12112272Afrianto C12112277Yuridha Arisda C12112273Thamrin C12113750Susanti Marsa Oli C12113747Erna C12113753Sri Wijiati C12113748Ulfa C12113751Rosdiana S C12113752
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PSIK FK UH Page 1
KLP 8
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Gangguan Endokrin Pada
Lansia”.
Selain itu, tujuan dari makalah yang kami buat ini agar kita perawat mengetahui tentang
gangguan endokrin pada lansia terutama penyakit osteoporosis, diabetes mellitus dan
pankreatitis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah memberi dukungan serta
semangat sampai akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga berterimakasih
kepada teman-teman yang telah membantu dan memberikan informasi dalam penyusunan
makalah ini.
Meskipun demikian, kami juga menyadari bahwa makalah ini juga tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, 19 Oktober 2013
Kelompok 8
PSIK FK UH Page 2
KLP 8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG .........................................................................................B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................C. TUJUAN................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
A. PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN PADA LANSIA........................................B. DIABETES MELITUS PADA LANSIA ................................................................
1) PENGERTIAN
2) ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS PADA LANSIA.......
C. OSTEOPOROSIS
1) PENGERTIAN
2) ASUHAN KEPERAWATAN PADA OSTEOPOROSIS
D. PANKREATITIS
1) PENGERTIAN PANKREATITIS
2) ASUHAN KEPERAWATAN PADA PANKREATITIS
BAB 3 PENUTUP
A. KESIMPULAN ......................................................................................................B. SARAN....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
PSIK FK UH Page 3
KLP 8
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses penuaan pasti terjadi baik perempuan maupun laki-laki, juga pada semua makhluk
hidup. hingga kini belum ditemukannya cara untuk mencegah proses penuaan. Penyebab
penuaan adalah mulai berkurangnya proses pertumbuhan,pembelahan sel, dan berkurangnya
proses metabolisme tubuh. Akibatnya, terjadigangguan terhadap kulit, selaput lendir, tulang,
sistem pembuluh darah, alirandarah,metabolisme vitamin, dan fungsi otak.Masalah kesehatan
yang berhubungan dengan gangguan sistem endokrin terjadi sepanjang siklus kehidupan.
Sistem endokrin penting untuk mempertahankan dan mengatur fungsi vital tubuh, misalnya
stress, tumbuh kembang, homeostasis,reproduksi, dan metabolisme energi. Salah satu
penyakit yang terdapat pada system endokrin yaitu diabetes militus. Diabetes melitus (DM)
merupakan keadaan yang seringkali dikaitkan dengan meningkatnya risiko kesakitan dan
kematian. Lanjut usia(lansia) yang menderita DM seringkali juga mengalami penyakit
lainnya,ketidakmampuan fisik, gangguan psikososial dan fungsi kognisi, serta meningkatnya
pelayanan kedokteran. Pada akhirnya, komplikasi yang terjadi akan mempengaruhi kualitas
hidup lansia.Prevalensi DM sebesar 15,8% didapatkan pada kelompok usia 60-70 tahun dan
lansia wanita memiliki prevalensi lebih tinggi dari lansia pria. Rata-rata skor domainkondisi
lingkungan lebih tinggi pada lansia yang tidak menderita DM dan rata-rata skor kesehatan
fisik lebih tinggi pada lansia yang menderita obesitas. Semakin besar indeks massa tubuh
maka skor domain kesehatan fisik akan semakin meningkat secara drastis. kebanyakan di
rumah sakit ditemui orang yang menderita DM adalah lansia dan kita sebagai perawat dapat
melakukan tindakan keperawatan dalam mengatasi penyakit DM pada lansia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk Indonesia yang
berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun 2003 diperkirakan terdapat
penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di daerah rural sejumlah 5,5 juta.
Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan
terdapat 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat
penderita sejumlah 12 juta di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. (PERKENI, 2006) .
Pertumbuhan penduduk lansia di negara-negara maju, juga diikuti oleh negara
berkembang, diantaranya adalah Indonesia. Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2011
PSIK FK UH Page 4
KLP 8
sekitar 24 juta jiwa atau hampir 10% jumlah penduduk. Padahal, sekitar tahun 1970 baru ada
2 juta orang. Selama 40 tahun, pertambahan jumlah lansia 10 kali lipat, sedangkan jumlah
penduduk hanya bertambah 2 kali lipat. Para ahli memproyeksikan pada tahun 2020
mendatang usia harapan hidup lansia menjadi 71,7 tahun dengan perkiraan jumlah lansia 28,8
juta jiwa atau 11,34%.
Peningkatan jumlah lansia tersebut akan menimbulkan masalah pada usia lanjut
terutama masalah degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang semakin tinggi angka
prevalensinya dan perlu diwaspadai adalah osteoporosis.
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2009 osteoporosis
menduduki peringkat kedua dibawah penyakit jantung sebagai masalah kesehatan utama
dunia. Menurut data Internasional Osteoporosis Foundation (IOF) lebih dari 30% wanita
diseluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis,
bahkan mendekati 40%, sedangkan pada pria, resikonya berada pada angka 13% (WHO,
2009).
Angka ini yang semakin menunjukkan bahwa lansia jelas memiliki resiko yang besar
terhadap kejadian kanker atau bahkan osteoporosis.
Penyakit lainnya dalam yang dapat dialami oleh lansia yaitu pankreatitis. Pankreas
merupakan suatu organ yang mempunyai fungsi endokrin (endokrin : kelenjar yang getahnya
(hormone) langsung dicurah kedalam darah) dan eksokrin , dan kedua fungsi ini saling
berhubungan. Fungsi eksokrin yang utama adalah untuk memfasilitasi proses pencernaan
melalui sekresi enzim-enzim ke dalam duodenum proksimal. Sekretin dan kolesistokinin-
pankreozimin (CCC-PZ) merupakan hormon traktus gastrointestinal yang membantu dalam
mencerna zat-zat makanan dengan mengendalikan sekret pankreas. Sekresi enzim pankreas
yang normal berkisar dari 1500-2500 mm/hari.
B. MASALAH- MASALAH
1. Jelaskan perubahan sistem endokrin pada lansia ?
2. Jalaskan penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem endokrin dan
metabolic pada lansia?
3. Jelaskan askep penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem endokrin dan
metabolic pada lansia?
PSIK FK UH Page 5
KLP 8
C. TUJUAN
1. Mahasiwa mampu mengetahui perubahan sistem endokrin pada lansia
2. Mahsiswa mampu mengetahui penyakit yang berhubungan dengan gangguan
sistem endokrin dan metabolic pada lansia.
3. Mahasiswa mampu mengetahui askep penyakit yang berhubungan dengan sistem
endokrin dan metabolic pada lansia
PSIK FK UH Page 6
KLP 8
BAB 2
PEMBAHASAN
A.PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN PADA LANSIA
Perubahan Sistem Endokrin Yang Terjadi Pada Lansia Menurut Nugroho (1995),
perubahan yang terjadi pada lansia yaitu :
a. Produksi hampir semua hormon menurun
b. Penurunan kemampuan mendeteksi stres
c. Konsentrasi glukosa darah meningkat dan tetap naik lebih lama dibandingkan dengan
orang yang lebih muda
d. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
e. Penurunan kadar esterogen dan peningkatan kadar follice stimulating hormone selama
menopause, yang menyebabkan thrombosis dan osteoporosis
f. Penurunan kadar progesteron.
g. Penurunan kadar aldesteron serum sebanyak 50%.
h. Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25%
B.PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLIK PADA LANSIA
1) DIABETES MILITUS
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,dengan
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidakadanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulinefektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yangbiasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2001).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan matiatau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman danberbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar ditungkai.
( Askandar, 2001).
PSIK FK UH Page 7
KLP 8
2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm,lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.Pankreas merupakan kelenjar
endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuhbaik hewan maupun manusia.
Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak padalekukan yang dibentuk oleh
duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badanyang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagianekornya menyentuh atau terletak
pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,kelenjar pankreas terbentuk dari epitel
yang berasal dari lapisan epitel yangmembentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapimenyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon
yangmenjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin
likeactivity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
3. Etiologi Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapatmenyebabkan
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegangperanan penting pada
mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagaikemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalansel beta
melepas insulin.
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agenyang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
PSIK FK UH Page 8
KLP 8
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yangdisertai
pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel
penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan selbeta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringanterhadap
insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang
responsir terhadap insulin.
4. Patofisiologi Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salahsatu efek
utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkannaiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai denganendapan kolestrol pada
dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.Pasien – pasien yang mengalami defisiensi
insulin tidak dapatmempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi sesudahmakan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal
normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul
glikosuriakarena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa.Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan
poliuridisertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya
poliurimenyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar
bersamaurine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat
badanmenurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia
ataukekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk
yangdisebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan jugaberkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi.Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalanmembran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkanterjadinya gangren.
GANGREN KAKI DIABETIK
PSIK FK UH Page 9
KLP 8
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibathiperglikemia,
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel danjaringan
tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yangberlebihan ini
tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,tetapi sebagian dengan
perantaraan enzim aldose reduktase akan diubahmenjadi sorbitol. Sorbitol akan
tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut danmenyebabkan kerusakan dan perubahan
fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semuaprotein,
terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasipada protein
membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makromaupun mikro
vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktordisebutkan
dalam etiologi.
Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalahangiopati, neuropati dan infeksi.
1. Angiopati
Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan
darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
2. Neuropati
Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer
akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan
sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki,
sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus
pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki.
3. Infeksi
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran
darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap
penyembuhan atau pengobatan dari KD.
5. Pengobatan pada penyakit DM
PSIK FK UH Page 10
KLP 8
1) Terapi Non FarmakologiTerapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologiyang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizimedis ini pada prinsipnya
adalah melakukan pengaturan pola makanyang didasarkan pada status gizi diabetes dan
melakukan modifikasi dietberdasarkan kebutuhan individual.Beberapa manfaat yang
telah terbukti dari terapi gizi medis iniantara lain : menurunkan berat badan,
menurunkan tekanan darahsistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,
memperbaikiprofil lipid, meningkatkan sensitivitas resseptor insulin,
memperbaikisystem koagulasi darah. Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini
adalahuntuk mencapai dan mempertahankan :
1) Kadar glukosa darah mendekati normal,
(1) Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
(2) Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl
(3) Kadar Hb AlC < 7%
2) Tekanan darah < 130/80 mmHg
3) Profil lipid
(1) Kolesterol LDL < 100 mg/dl
(2) Kolesterol HDL > 40 mg/dl
(3)Trigliserida < 150 mg/dl
4) Berat badan senormal mungkin
Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis inilebih difokuskan pada
perubahan pola makan yang didasarkan padagaya hidup dan pola kebiasaan makan, status
nutrisi dan faktorkhusus lain yang perlu diberikan prioritas. Beberapa faktor yangharus
diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makandiabetes antara lain, tinggi badan,
berat badan, status gizi, statuskesehatan, aktivitas fisik, dan faktor usia (Soebardi, 2006).
2) Terapi Farmakologi
a) Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatritidak berbeda dengan
pasien dewasa sesuai dengan algoritma,dimulai dari monoterapi untuk terapi
kombinasi yang digunakandalam mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi
kombinasioral gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan digantimenjadi
insulin setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan insulinpada pasien lanjut usia
tidak berbeda dengan pasien dewasa,prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang
PSIK FK UH Page 11
KLP 8
meningkatkan risikohipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi penderita
diabetespasien lanjut usia.
Alat yang digunakan untuk menentukan dosisinsulin yang tepat yaitu dengan
menggunakan jarum suntik insulinpremixed atau predrawn yang dapat digunakan
dalam terapi insulin.Lama kerja insulin beragam antar individu sehinggadiperlukan
penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenisinsulin dan frekuensi
penyuntikannya ditentukan secara individual.Umumnya pasien diabetes melitus
memerlukan insulin kerja sedangpada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja
singkat untukmengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak
mudahbagi pasien untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campurantetap dari
kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang(Anonim, 2000).
b) Obat Antidiabetik Oral
1. Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OADgenerasi kedua yaitu
glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat,karena adanya non ionic-binding
dengan albumin sehingga resikointeraksi obat berkurang demikian juga resiko
hiponatremi danhipoglikemia lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis
rendah.Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif
sedangkanmetabolit gliburid bersifat aktif (Djokomoeljanto, 1999). Glipizidedan
gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek ataumetabolit tidak
aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasiendiabetes geriatri. Generasi terbaru
sulfoniluera ini selain merangsangpelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas
juga memilikitambahan efek ekstrapankreatik (Chau dan Edelman, 2001).
2. Golongan Biguanid
Metformin pada pasien lanjut usia tidak menyebabkanhipoglekimia jika
digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakansecara hati-hati pada pasien
lanjut usia karena dapat menyebabkananorexia dan kehilangan berat badan.
Pasien lanjut usia harusmemeriksakan kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin
yang rendahdisebakan karena massa otot yang rendah pada orangtua.
Metformintidak boleh diberikan bila klirens kreatinin <60mg/dl (Chau
danEdelman, 2001).
3. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
PSIK FK UH Page 12
KLP 8
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase,suatu enzim
pada lapisan sel usus, yang mempengaruhidigesti sukrosa dan karbohidrat
kompleks. Sehingga mengurangiabsorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan
peningkatanglukosa postprandial (Soegondo, 1995). Walaupun kurang
efektifdibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat
dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes ringan. Efek
samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapijuga bermanfaat bagi
mereka yang menderita sembelit. Fungsi hatiakan terganggu pada dosis tinggi,
tetapi hal tersebut tidak menjadimasalah klinis (Chau dan Edelman, 2001).
4. Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yangbaik dan dapat
meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkanPPAR alpha reseptor.
Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektifuntuk pasien lanjut usia dan tidak
menyebabkan hipoglekimia.Namun, harus dihindari pada pasien dengan gagal
jantung.Thiazolidinediones adalah obat yang relatif mahal tetapi obat
tersebutsangat berguna bagi pasien lanjut usia (Chau dan Edelman, 2001).
5. Glinid
Repaglinide (Prandin) adalah obat oral glukosa baru yangdapat digunakan dalam
penggunaan monoterapi atau kombinasidengan metformin untuk diabetes tipe 2.
Serupa dengan sulfonilureautama yaitu dapat meningkatkan sekresi insulin
pankreas tapi sistemkerjanya terpisah pada sel β pancreas dan memiliki sistem
kerja lebihpendek, dan lebih cepat bereaksi daripada golongan
sulfonilurea.Seperti sulfonilurea, repaglinide dapat menyebabkan
hipoglikemiayang serius dan berhubungan dengan kadar insulin yang
meningkatdan juga berat badan. Tetapi obat ini bermanfaat bagi pasien lanjut usia
dengan pola makan yang tidak teratur atau mereka yang rentanterhadap
hipoglikemia .Megtilinida harus diminun cepat sebelum makan dan
karenaresorpsinya cepat, maka mencapai kadar puncak dalam 1 jam. Insulinyang
dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya. Ekskresinyajuga cepat sekali,
dalam waktu 1 jam sudah dikeluarkan tubuh (Tjaydan Raharja, 2007).
Penatalaksanaan DM pada lanjut usia tidak akan berhasil bila tidak melakukan
langkah beriuktnya setelah diet, olahraga dan obat, yaitu melakukan edukasi, evaluasi
dan rehabilitasi pada penderita.
PSIK FK UH Page 13
KLP 8
Edukasi: memberikan penjelasan mengania DM dan komplikasi yang akan terjadi
sampai kepada apa yang mesti dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh
penderita dan keluarganya. Pada edukasi perlu dibuat komitmen antara dokter,
penderita dan keluarganya mengenai tujuan akhir terapi yang diberikan, bukan
hanya sekedar mengontrol gula darah tetapi juga mencegah komplikasi dengan
mengeliminir semua faktor resiko atherosclerosis yang dimiliki oleh penderita dan
sekaligus menerapi komorbid yang ada.
Evaluasi: evaluasi harus dilakukan secara berkesinambungan terutama untuk:
evaluasi status fungsional penderita, harapan hidup, support social dan financial
serta hasrat/ kemauan lansia itu sendiri untuk berobat. Bila tidak memperhatikan
hal-hal tersebut biasanya akan terjadi kegagalan terapi atau kebosanan penderita
diabetes untuk terus berobat.
Rehabilitasi: sangat penting dilakukan dengan program individual untuk tiap
penderita, tergantung kepada kapasitas fungsional penderita, komplikasi DM dan
penyakit komorbid yang diderita. Pada prinsipnya rehabilitasi harus dilakukan
secepatnya tidak perlu menunggu kondisi pasien stabil, tetapi harus sesuai dengan
keadaan penderita saat itu.
C.. ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS PADA LANSIA
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yangmempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalammenentukan status
kesehatan dan pola pertahanan penderita ,mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan
penderita yang dapt diperolehmelalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium sertapemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masukrumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka
yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanyanyeri pada luka.
PSIK FK UH Page 14
KLP 8
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka sertaupaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang adakaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanyariwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakanmedis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang
biasa digunakanoleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluargayang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapatmenyebabkan terjadinya defisiensi
insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialamipenderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluargaterhadap penyakit penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umumMeliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan,berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidahsering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusimudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda,diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,kelembaban dan shu
kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DMmudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
PSIK FK UH Page 15
KLP 8
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saatberkemih.
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan
nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.
b. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukananalisa serta sintesa
data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas datasubyektif dan data obyektif dan
berpedoman pada teori Abraham Maslow yangterdiri dari :
1. Kebutuhan dasar atau fisiologis
2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4. Kebutuhan harga diri
5. Kebutuhan aktualisasi diri
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial
dankemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan
masalahtersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalahsebagai
berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya alirandarah
ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
PSIK FK UH Page 16
KLP 8
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denganintake
makanan yang kurang.
4. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar
gula darah.
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatanberhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Intervensi/tindakan
Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah
kedaerahgangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3. Kulit sekitar luka teraba hangat.
4. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
5. Sensorik dan motorik membaik
Intervensi/tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah:
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
waktuistirahat ),hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindaripenggunaan
bantal, di belakanglutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidakterjadi
oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaanmerokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
PSIK FK UH Page 17
KLP 8
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis,merokokdapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh
darah, relaksasi untukmengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,pemeriksaan gula
darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darahsehinggaperfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula dara
secararutin dapatmengetahui perkembangan dan keadaan pasien,
HBOuntukmemperbaikioksigenasi daerah ulkus/gangren.
5. Kaji nadi perifer,pengisian kapiler,turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi
yangadekuat.
6. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah tulang
yangtertekan,juga kulit tetap kering,linen kering dan tetap kencang.
Rasionalnya : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien
padapeningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit.
7. Posisikan pasien pada posisi semi Fowler
Rasional : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang,
menurunkanresiko terjadinya aspirasi.
8. Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang di tentukan untuk mengatasi DKA
sesuaiIndikasi.
Rasional : gangguan dalam proses pikir/ potensial terhadap aktivitas kejang
biasanya hilang bila keadaan hiperosmolaritas teratasi.
Diagnosa no. 2
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
1. Penderita secara verbal mengatakan nyeriberkurang/hilang.
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakanuntuk mengatasi atau
menguranginyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
PSIK FK UH Page 18
KLP 8
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batasnormal.( S : 36 – 37,5 0C,
N: 60 –80x /menit, T : 100 –130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Intervensi/ tindakan :
a. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
b. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi
akanmengurangiketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk
diajakbekerjasama dalam melakukantindakan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberatrasa
nyeri.
d. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
yangdirasakan pasien.
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan padaotot
untuk relaksasi seoptimal mungkin.
f. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran
pussedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
h. Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional : sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti
suhuyangmeningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
Diagnosa no. 3
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungandengan
intakemakanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
PSIK FK UH Page 19
KLP 8
1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi/ Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi
pasiensehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi
terjadinyahipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat
badanmerupakansalahsatu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet
yangditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan dietdiabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa
kedalamjaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuaidapat.
6. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan atau nutrien dan elektolit
dengansegera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui
oral.Danselanjutnya terus mengupayakan pemberian makanan yang lebih padat sesuai
dengan yang di toleransi.
Rasional : pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan
fungsigastrointestinal baik.
7. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yangdapat di habiskan pasien.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik
8. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai dengan indikasi.
PSIK FK UH Page 20
KLP 8
Rasional : meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada
keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
Diagnosa no. 4
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggikadar gula
darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal (S : 36 – 37,50C)
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Intervensi/ tindakan :
1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi
dapatmembantu menentukan tindakan selanjutnya.
2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diriselama
perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untukmencegah
infeksikuman.
3. Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkandaya
tahantubuh,pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhansehingga
memperkecil kemungkinanterjadi penyebaran infeksi.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin
akanmenurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
6. Berikan tisu dan tempat sputum pada tempat yang mudah di jangkau untuk
penampungansputum atau sekret yang lainnya.
Rasional : Mengurangi penyebaran infeksi
7. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai dengan indikasi.
PSIK FK UH Page 21
KLP 8
Rasional : untuk mengidentivikasi organisme sehingga dapat memilih
ataumemberikan terapi antibiotik yang terbaik.
8. Berikan obat antibiotik yang sesuai
Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepis.
Diagnosa no. 5
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Intervensi/ tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien
sehinggaperawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehinggapasien
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untukikut serta
dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan
pasiendalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lainselalu
berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkankecemasan
yang dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secarabergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga
yangmenunggu.
PSIK FK UH Page 22
KLP 8
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi
rasacemas pasien.
8. Rekomondasikan untuk tidak menggunakan obat-obat yang di jual bebas tanpa
konsultasidengan tenaga kesehatan/ tidak boleh memakai obat tanpa resep.
Rasional : Produktivitas mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan obat-
obat yang di resepkan
Diagnosa no. 6
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan,
danpengobatanberhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentangpenyakitnya.
Kriteria Hasil :
1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatandan pengobatannya
dandapat menjelaskan kembali biladitanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkanpengetahuan yang
diperoleh.
Intervensi/ Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawatperlu
mengetahuisejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakankata-
kata dankalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkatpendidikan pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan padapasien
denganbahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat
sehinggatidakmenimbulkan kesalahpahaman.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan
libatkanpasiendidalamnya.
PSIK FK UH Page 23
KLP 8
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung
dalamtindakanyang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan
cemasnyaberkurang.
5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada /memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan
yangtelahdiberikan.
6. Demonstrasikan teknik penanganan stres,seperti latihan nafas dalam, bimbinganimajinasi,
mengalihkan perhatian.
Rasional : meningkatkan relksasi dan pengendalian terhadap respon sters
yangdapatmembantu untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa
/insulin.
7. Tekankan pentingnya penggunaan dari gelang bertanda khusus
Rasional : Dapat mempercepat masuk ke dalam pusat-pusat sistem kesehatan
danperawatan yang sesuai dengan akibat komplikasi yang lebih kecil pada
keadaandarurat.
8. Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat,bila ada.
Rasional : Dukungan kontinu biasanya penting untuk menopang perubahan
gayahidup dan meningkatakan penerimaan atas diri sendiri.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang
telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakansesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkanketrampilan interpersonal,
intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat danefisien pada situasi yang tepat dengan
selalu memperhatikan keamanan fisik danpsikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputiintervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi iniadalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatandengan tujuan
yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuantercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yangditetapkan
di tujuan.
PSIK FK UH Page 24
KLP 8
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yangditentukan dalam
pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yangdiharapakan
sesuai dengan pernyataan tujuan.
PENYIMPANGAN KDM DIABETES MELLITUS
PSIK FK UH Page 25
KLP 8
OSTEOPOROSIS
PSIK FK UH Page 26
KLP 8
Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adaah suatu penyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya
kepadatan massa tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan meningkatnya
resiko patah tulang (WHO, International Consensus Development Conference, Roma, 1992).
Massa tulang laki – laki dan perempuan akan berkurang seiring bertambahnya usia.
Massa tulang pada perempuan berkurang lebih cepat dibanding dengan laki – laki. Hal ini
terjadi karena pada masa menopause, fungsi ovarium menurun drastis dan berdampak pada
produksi hormon estrogen dan progesteron. Saat hormon estrogen turun kadarnya karena
lansia, maka terjadilah penurunan kerja sel osteoblas ( pembentukan tulang baru) dan terjadi
peningkatan kerja sel osteoklas ( penghancur tulang).
2.2. Penyebab Osteoporosis
Penyebab osteoporosis secara garis besar dikelompokkan dalam dua kategori:
1. Penyebab primer
Penyebab primer ini dapat terjadi karena menopause, usia lanjut dan penyebab – penyebab
lain yang belum diketahui secara pasti.
2. Penyebab skunder
Penyebab skunder dari penyakit ini adalah karena adanya penggunaan obat koryikosteroid,
gangguan metabolisme, gizi buruk, penyakit tulang sumsum, gangguan fungsi ginjal,
penyakit hepar, penyakit paru kronis, cedera urat saraf tulang belakang, rematik, transplantasi
organ.
2.3. Patofisiologi Osteoporosis
Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara seimbang
yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada perubahan
dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan,
maka akan terjadi penurunan massa tulang.
Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang
bagian korteks dan lebih dini pada bagian trabekula. Pada usia 40-45 tahun,wanita akan
mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 % / tahun dan bagian trabekula
pada usia lebih muda. Pada wanita 40-50 % , penurunan massa tulang lebih cepat
PSIK FK UH Page 27
KLP 8
pada bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra. Bagian-
bagian tubuh yang sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian
distal.
2.4. Klasifikasi Osteoporosis
Berdasarkan penyebabnya, osteoporosis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Osteoporosis postmenopausal
Osteoporosis jenis ini terjadi karena kurangnya hormon estrogen yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada perempuan. Biasanya gejalanya timbul pada
usia 57 – 75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat.
2. Osteoporosis senilis
Osteoporosis inimerupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang dengan pembentukan tulang baru.
Penyakit ini hanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih mungkin menyerang
perempuan.
3. Osteoporosis skunder
Osteoporosis jenis ini terjadi karena penyakit medis lainnya. Biasanya, gagal ginjal kronik,
kelainan hormonal ( tiroid, paratiroid dan adrenal). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan
merokok dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik
Osteoporosis ini belum diketahui penyebabnya. Biasanya terjadi pada anak – anak dan
dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormonal yang normal, vitamin yang normal
dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
2.5. Faktor Resiko
Faktor resiko yang sering tampak pada orang dengan:
a. Menopause dini / amenore
b. Kurang olahraga
c. Merokok
d. Minum alkohol
e. Badan kurus
f. Tidak punya anak
g. Asupan kalsium rendah
PSIK FK UH Page 28
KLP 8
h. Kontak dengan sinar matahari sedikit
i. Pemakaian kortikosterooid
j. Memiliki riwayat osteoporosis.
2.6. Manifestasi Klinis
Pada awalnya penderita osteoporosis tidak mengetahui mereka menderita osteoporosis.
Namun, seiring berjalannya waktu muncullah gejala – gejala berikut:
a. Nyeri terus menerus
b. Tubuh memendek
c. Mudah menderita patah tulang, terutama tulang pinggul
d. Disertai gejala menopause, panas, banyak keringat, keputihan dan susah tidur
e. Pasca menopause, pelupa dan nyeri tulang belakang.
2.7. Penegak Diagnosa
a. Pengukuran massa tulang
b. Radiologi ; sinar X
c. Tes darah dan urine
d. Skrining osteoporosis
2.8. Penatalaksanaan
Pada osteoporosis biasanya tidak dapat disembuhkan seperti sediakala namun,prinsip
pengobatan yang selalu digunakan adalah:
a. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan
tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
b. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah
kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat
Pada osteoporosis yang telah mengalami patah tulang panggul, biasanya diatasi dengan
pembedahan, patah tulang pergelangan biasanya di gips, jika terjadi penipisan tulang disertai
dengan nyeri hebat, maka diberikan pereda nyeri, dipasangi support baxk brace dan
dilakukan terapi fisik dengan melakukan kompres nyeri selama 10 – 20 menit.
2.9. Pencegahan
1. Makanan Seimbang dan Asupan Kalsium yang Cukup
PSIK FK UH Page 29
KLP 8
Diet yang seimbang terdiri dari berbagai macam makanan dan asupan kalsium yang
cukup adalah suatu tahapan penting dalam membentuk dan menjaga tulang tetap kuat dan
sehat untuk mencegah osteoporosis. Kalsium di dalam darah memiliki berbagai macam
fungsi. Jika kadar kalsium dalam darah tidak cukup, maka tubuh akan mengambil kalsium
dari tulang. Kadar kalsium dalam makanan yang direkomendasikan adalah 1000 mg/hari.
pada wanita yang telah menopause dan laki-laki yang telah berumur lebih dari 70 tahun
membutuhkan kalsium lebih dari 1300 mg/hari. Pada anak-anak yang sedang mengalami
masa pertumbuhan membutuhkan kalsium lebih dari 1300 mg/hari. Berbagai macam
makanan yang merupakan sumber kalsium adalalah susu, yogurt, keju, bayam, brokoli, ikan
sarden, ikan salmon, kacang almond, sereal, produk kedelai dan roti.
2. Vitamin D
Vitamin D dan kalsium berperan dalam membentuk kepadatan tulang. Vitamin D
berperan dalam penyerapan kalsium dari makanan. Tanpa vitamin D yang cukup, tubuh tidak
mampu menyerap kalsium dari makanan yang kita makan sehingga tubuh akan mengambil
kalsium dari tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Vitamin D berasal dari
2 sumber yaitu vitamin D yang dibentuk di dalam kulit dengan bantuan sinar matahari dan
vitamin D yang didapatkan dari makanan. Agar vitamin D dapat terbentuk di dalam kulit,
maka sangat penting memaparkan tangan, wajah dan kaki pada sinar matahari pagi selama 6-
8 menit tiap hari. Vitamin D juga bisa didapatkan dari berbagai makanan antara lain: ikan
salmon, hati, telur, susu rendah lemak dan mentega. Kebutuhan vitamin D yang
direkomendasikan adalah 800 IU/hari.
3. Olah Raga
Olah raga sangat penting untuk mencegah terjadinya osteoporosis. Tulang sama seperti
otot yaitu jaringan tulang berespon terhadap olah raga yaitu menjadi lebih padat dan kuat.
Puncak kepadatan tulang terjadi pada umur 30 tahun. Olah raga yang paling baik untuk
mencegah terjadinya osteoporosis adalah weight bearing exercise yaitu olah raga yang
melibatkan perlawanan terhadap gaya gravitasi seperti berjalan, mendaki, lari, memanjat,
tenis, menari dan melompat. Jenis olah raga lain yang juga baik untuk mencegah osteoporosis
adalah latihan kekuatan otot yaitu olah raga yang menggunakan kekuatan otot untuk
membangun massa otot dan juga membantu memperkuat tulang, misalnya olah raga angkat
beban. Olah raga sebaiknya dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 30 menit. Olah raga
harus dilakukan secara teratur dan berkelanjutan untuk dapat mencegah osteoporosis.
4. Stop Merokok
PSIK FK UH Page 30
KLP 8
Orang yang merokok memiliki kepadatan tulang yang lebih rendah daripada orang yang
tidak merokok. Merokok tidak baik untuk kesehatan tulang, jantung dan paru. Pada wanita,
nikotin yang terkandung di dalam rokok dapat menghambat efek perlindungan tulang oleh
hormon estrogen. Wanita perokok lebih cepat mengalami menopause sehingga akan lebih
cepat mengalami osteoporosis karena kepadatan tulang menurun lebih cepat setelah
menopause.
5. Kurangi Minuman Berkafein
Minuman berkafein seperti teh, kopi dan cola dapat meningkatkan resiko terjadinya
osteoporosis.
6. Stop Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis.
Peminum berat lebih sering mengalami patah tulang karena nutrisi yang tidak adekuat dan
juga alkohol dapat meningkatkan resiko terjatuh yang menyebabkan terjadinya patah tulang.
Patah tulang yang terjadi berulang kali dapat meningkatkan terjadinya osteoporosis.
2.10. Asuhan Keperawatan pada Osteoporosis
1. Pengkajian
Promosi kesehatan, identifikasi individu dengan resiko mengalami osteoporosis, dan
penemuan masalah yang berhubungan dengan osteoporosis membentuk dasar bagi
pengkajian keperawatan. Wawancara meliputu pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis
dalam keluarga, fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola latihan, awitan
menopause, dan penggunaan kortikosteroid selain asupan alcohol, rokok dan kafein. Setiap
gejala yang dialami pasien, seperti nyeri pingggang, konstipasi atau gangguan citra diri, harus
digali.
Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang, kifosis vertebra torakalis atau
pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas dan pernafasan dapat terjadi akibat perubahan
postur dan kelemahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat inaktifitas
2. Diagnosa Yang Dapat Muncul
1. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
2. Nyeri b.d spasme otot, fraktur
3. Konstipasi b.d imobilitas atau terjadi ileus
4. Resiko terhadap cidera : farktur b.d osteoporosis
PSIK FK UH Page 31
KLP 8
3. Intervensi
1. Memahami Osteoporosis Dan Program Tindakan
Pengajaran kepada kelayan dipusatkan pada factor yang mempengaruhi terjadinya
osteoporosis, intervensi untuk menghentikan atau memperlambat proses, dan upaya
mengurangi gejala. Diet atau suplemen kalsium yang memadai, latihan pembebaban berat
badan teratur, dan memodifikasi gaya hidup, bila perlu. Latihan dan aktifitas fisik merupakan
kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap
terjadinya osteoporosis. Ditekankan pada lansia harus tetap membutuhkan kalsium, vitamin
D, sinar matahari, dan latihan yang memadai untuk meminimalkan efek osteoporosis
2. Meredakan Nyeri
Peradaan nyeri pinggang dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi
telentang atau miring kesamping selama beberapa hari. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa
nyaman dengan merelaksasi otot. Kompres panas intermiten dan pijatan punggung
memperbaiki relaksasi otot.
3. Memperbaiki pengosongan usus
Konstipasi merupakan masalah yang berkaitan dengan imobilitas, pengobatan dan lansia.
Pemberian awal diit tinggi serat, tambahan cairan, dan penggunaan pelunak tinja sesuai
ketentuan dapat membantu meminimalkan konstipasi.
4. Mencegah cidera
Aktifitas fisik sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat
demineralisasi tulang progresif. Latihan isometric dapat digunakan untuk memperkuat otot
batang tubuh.
PSIK FK UH Page 32
KLP 8
PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN KDM OSTEOPOROSIS
PSIK FK UH Page 33
KLP 8
PANKREATITIS
A. Definisi
Pankreatitis adalah peradangan pada pankreas, organ yang mengeluarkan enzim pencernaan
dalam saluran pencernaan, dan sekaligus mensintesis dan mensekresi insulin dan glukagon.
Pankreatitis dapat disebabkan oleh batu empedu yang menyumbat saluran pankreas,
konsumsi alkohol yang kronis, obat-obatan, trauma, infeksi, tumor, dan kelainan genetik.
Pankreatitis akut dengan gejala utama nyeri perut bagian atas yang terasa terus-menerus
selama beberapa hari, bahkan bisa disertai dengan demam, pembengkakan, mual, muntah,
peningkatan irama jantung (takikardia). Dalam kasus yang parah dapat berakibat dehidrasi,
tekanan darah rendah, syok, kegagalan organ, dan kematian.
B. Anatomi, Fisiologi dan Patologi
Anatomi Pankreas
Gbr 1. Posisi pankreas
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm
dan tebal + 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan
biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari). Organ ini dapat
diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin.
PSIK FK UH Page 34
KLP 8
C. Fisiologi Pankreas
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama :
protein, karbohidrat, dan lemak. Ia juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar,
yang memegang peranan penting dalam menetralkan kimus asam yang dikeluarkan oleh
lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, ribonuklease,
deoksiribonuklease. Tiga enzim petama memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein
yang dicernakan, sedangkan neklease memecahkan kedua jenis asam nukleat : asam
ribonukleat dan deoksinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amilase pankreas, yang menghidrolisis pati,
glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat,
sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas, yang
menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase, yang
menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.
Enzim-enzim proteolitik waktu disintesis dalam sel-sel pankreas berada dalam bentuk tidak
aktif ; tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase, yang semuanya secara
enzimtik tidak aktif. Zat-zat ini hanya menjadi aktif setelah mereka disekresi ke dalam
saluran cerna. Tripsinogen diaktifkan oleh suatu enzim yang dinamakan enterokinase, yang
disekresi oleh mukosa usus ketike kimus mengadakan kontak dengan mukosa. Tripsinogen
juga dapat diaktifkan oleh tripsin yang telah dibentuk. Kimotripsinogen diaktifkan oleh
tripsin menjadi kimotripsin, dan prokarboksipeptidase diaktifkan dengan beberapa cara yang
sama.
Penting bagi enzim-enzim proteolitik getah pankreas tidak diaktifkan sampai mereka
disekresi ke dalam usus halus, karena tripsin dan enzim-enzim lain akan mencernakan
pankreas sendiri. Sel-sel yang sama, yang mensekresi enzim-enzim proteolitik ke dalam
asinus pankreas serentak juga mensekresikan tripsin inhibitor. Zat ini disimpan dalam
sitoplasma sl-sel kelenjar sekitar granula-granula enzim, dan mencegah pengaktifan tripsin di
dalam sel sekretoris dan dalam asinus dan duktus pankreas.
Bila pankreas rusak berat atau bila saluran terhambat, sejumlah besar sekret pankreas
tertimbun dalam daerah yang rusak dari pankreas. Dalam keadaan ini, efek tripsin inhibitor
kadang-kadang kewalahan, dan dalam keadaan ini sekret pankreas dengan cepat diaktifkan
dan secara harfiah mencernakan seluruh pankreas dalam beberapa jam, menimbulkan
PSIK FK UH Page 35
KLP 8
keadaan yang dinamakan pankreatitis akuta. Hal ini sering menimbulkan kematian karena
sering diikuti syok, dan bila tidak mematikan dapat mengakibatkan insufisiensi pankreas
selama hidup.
Enzim-enzim getah pankreas seluruhnya disekresi oleh asinus kelenjar pankreas. Namun dua
unsur getah pankreas lainnya, air dan ion bikarbonat, terutama disekresi oleh sel-sel epitel
duktulus-duktulus kecil yang terletak di depan asinus khusus yang berasal dari duktulus. Bila
pankreas dirangsang untuk mengsekresi getah pankreas dalam jumlah besar yaitu air dan ion
bikarbonat dalam jumlah besar konsentrasi ion bikarbonat dapat meningkat sampai 145
mEq/liter (Ari, 2009).
A. Etiologi
1. Batu saluran empedu
2. Infeksi virus atau bakteri
3. Alkoholisme berat
Konsumsi alkohol akan mengakibatkan hipersekresi protein pada sekret pankreas. Kondisi
ini akan memicu pembentukan sumbatan protein dan batu dalam duktus pangkreatikus.
Konsumsi alkohol juga akan mengakibatkan iritasi pada pangkreas sehingga sel-sel
pangkreas dapat mengalami kerusakan.
4. Obat seperti steroid, diuretik tiazoid
5. Hiperlipidemia
6. Hiperparatiroidisme
7. Asidosis metabolic
8. Uremia
9. Imunologi seperti lupus eritematosus
10. Pankreatitis gestasional karena ketidakseimbangan hormonal
11. Defisiensi protein
Kekurangan energi, protein dan lemak yang lama akan mengakibatkan destruksi pada sel-sel
pankreas. Sekret yang ada pada pangkreas yang semestinya berperan pada pencernaan secara
kimiawi pada makanan justru dapat mengiritasi pankreas karena justru dapat mengiritasi
pankreas karena minimnya bahan makanan.
12. Toksik
13. Lain-lain seperti gangguan sirkulasi, stimulsi vagal ( Arief Mansjoer, 2000).
B. Klasifikasi
PSIK FK UH Page 36
KLP 8
Pancreatitis dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: pancreatitis akut dan pancreatitis kronik
1. Pankreatitis akut adalah peradangan pankreas yang terjadi secara tiba-tiba, bisa bersifat
ringan atau berakibat fatal. Secara normal pankreas mengalirkan getah pankreas melalui
saluran pankreas (duktus pankreatikus menuju ke usus dua belas jari (duodenum). Getah
pankreas ini mengandung enzim-enzim pencernaan dalam bentuk yang tidak aktif dan
suatu penghambat yang bertugas mencegah pengaktivan enzim dalam-perjalanannya
menuju ke duodenum. Sumbatan pada duktus pankreatikus (misalnya oleh batu empedu
pada sfingter Oddi) akan menghentikan aliran getah pankreas. Biasanya sumbatan ini
bersifat sementara dan menyebabkan kerusakan kecil yang akan segera diperbaiki.
Namun bila sumbatannya berlanjut, enzim yang teraktivasi akan terkumpul di pankreas,
melebihi penghambatnya dan mulai mencerna sel-sel pankreas, menyebabkan
peradangan yang berat.
Kerusakan pada pankreas bisa menyebabkan enzim keluar dan masuk ke aliran darah
atau rongga perut, dimana akan terjadi iritasi dan peradangan dari selaput rongga perut
(peritonitis) atau organ lainnya. Bagian dari pankreas yang menghasilkan hormon,
terutama hormon insulin, cenderung tidak dihancurkan atau dipengaruhi. .
2. Pankreatitis kronis adalah peradangan pankreas yang tidak sembuh-sembuh, yang
semakin parah dari waktu ke waktu dan mengakibatkan kerusakan pankreas yang
permanen. Penyebab paling umum adalah menkonsumsi alkohol yang berlebihan selama
bertahun-tahun. Pankreatitis kronis memiliki kesamaan gejala dengan Pankreatitis akut,
dan gejala tambahan berupa diare, kotoran berminyak dan penurunan berat badan.
C. Kriteria Adanya Pankreatitis Akut
1. Kenaikan kadar amilase serum atau urin atau kadar lipase dalam serum sedikitnya tiga
kali harga normal tertinggi. Peningkatan amilase atau lipase serum merupakan kunci
untuk diagnosis. Peningkatan amilase mencapai maksimum dalam 24-36 jam, kemudian
menurun dalam 48-72 jam.Peningkatan lipase berlangsung lebih lama yakni 5-10 hari.
2. Atau penemuan ultrasonografi yang sesuai dengan pankreatitis akut. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat menunjukkan pembengkakan pankreas setempat atau difus dengan
ekhoparenkim yang berkurang, pseudokista di dalam atau di luar pankreas.
Ultrasonografi juga sangat berguna untuk menilai saluran empedu. Adanya batu di
kandung empedu dan duktus koledokus yang melebar mencurigakan adanya pankreatitis
bilier dan merupakan indikasi untuk melakukan ERCP .
PSIK FK UH Page 37
KLP 8
3. Atau penemuan operasi/autopsi yang sesuai dengan pankreatitis akut.
(Cermin Dunia Kedokteran No. 128, 2000 )
Kriteria Ranson pada umumnya dipakai untuk menilai beratnya pankreatitis akut. Bila
tiga atau lebih parameter ditemukan pada saat pasien masuk ke rumah sakit, suatu
pankreatitis akut berat yang disertai komplikasi nekrosis pankreas dapat diprediksi akan
muncul :
1)Usia > 55 tahun.
2) Lekosit > 16.000/ml.
3) Gula darah > 200 mg%.
4) Defisit basa > 4 mEq/1.
5) LDH (Laktat dehidrogenase) serum > 350 UI/I
6) AST (Aspartat aminotransferase) > 250 UI/I.
Timbulnya keadaan-keadaan dibawah ini dalam 48 jam
pertama menunjukkan prognosis yang memburuk.
1) Hematokrit menurun > 10%.
2) BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat > 5 mg%. Produk akhir dari metabolisme
protein di hati
3) PO2 < 60 mmHg.
D. Manifestasi Klinis
Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis yang menyebabkan pasien
datang ke rumah sakit. Rasa sakit dan nyeri tekan abdomen yang disertai nyeri pada
punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut
sehingga timbul rangsangan padaujung-ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul
pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut menimbulkan rasa sakit.
Secara khas rasa sakit yang terjadi pada bagian tengah ulu hati (midepigastrium). Awitannya
seringbersifat akut dan terjdi 24-48 jam setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman
keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya rasa
sakit menjadi semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan dengan pemberian
antasid. Rasa sakit ini dapat disertai dengan distensi abdomen, adanya massa pada abdomen
yang dapat diraba tetapi batasnya tidak jelas dan dengan penurunan peristatis. Rasa sakit
yang disebabkan oleh pankreatitis sering disertai dengn muntah.
PSIK FK UH Page 38
KLP 8
Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen. Perut
yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun demikian
abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis. Ekimosis (memar) didaerah pinggang
dan disekitar umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis haemoragik
yang berat.
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya berasal dari
isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu. Gejala panas, ikterus, konfusi dan
agitasi dapat terjadi.
Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok yang
disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein, karena cairan ini
mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardia,
sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi. Gagal ginjal akut
sering dijumpai pada keadaan ini.
Gangguan pernafasan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat memperlihatkan gejala
infiltrasi paru yang difus, dispnoe, tachipnoe dan hasil pemeriksaan gas darah abnormal.
Depresi miokard, hipokalsemia, hiperglikemia dan koagulopati intravaskuler diseminata
dapat pula terjadi pada pankreatitis akut (Brunner & Suddart, 2001:1339)
Keluhan yang sangat menyolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, intens, terus menerus
dan makin lama makin bertambah; lokasinya kebanyakan di epigastrium, dapat menjalar ke
punggung, kadang-kadang ke perut bagian bawah, nyeri berlangsung beberapa hari.
E. Patofisiologi
Patofisiologi dari pankreatitis akut berhubungan juga dengan kasus batu empedu. Batu
empedu yang memasuki duktus koledokus dan terperangkap dalam saluran ini pada daerah
ampula vater, lalu menyumbat aliran getah pankreas sehingga menyebabkan aliran balik
getah empedu dari duktus kholedokus ke dalam duktus pankreatikus, akibatnya akan
mengaktifkan yang kuat dalam pankreas dimana dalam keadaan normal enzim-enzim ini
berada dalam bentuk inaktif sampai getah pankreas mencapai lumen duodenum. Spasme dan
edema pada ampula vater yang terjadi akibat duodenitis kemungkinan dapat menimbulkan
pankreatitis.
Mortalitas akibat pankreatitis akut cukup tinggi (10%) akibat terjadinya syok, anoreksia,
hipotensi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pankreatitis akut memiliki
keparahan yang berkisar dari kelainan yang relative ringan dan sembuh dengan sendirinya
PSIK FK UH Page 39
KLP 8
hingga penyakit yang dengan cepat menjadi fatal serta tidak responsive terhadap berbagai
terapi
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis
2. Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas,
abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier.
3. Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula,
penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan : prosedur
ini dikontra indikasikan pada fase akut.
4. Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
5. Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan
pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra
peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, kalsifikasi pankreas.
6. Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran
pankreas/inflamasi.
7. Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim pankreas (kadar
normal tidak menyingkirkan penyakit).
8. Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
9. Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi lebih
lama.
Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh penyakit
hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus).
10. Fosfatase Alkaline : biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh penyakit
bilier.
11. Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan permeabilitas kapiler
dan transudasi cairan kearea ekstrasel).
12. Kalsium serum : hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah timbul penyakit
(biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat disertai nekrosis pankreas).
Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster; hiperkalemia
dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis, insufisiensi ginjal.
PSIK FK UH Page 40
KLP 8
13. Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen penyebab
pankreatitis akut.
14. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) : mungkin meningkat lebih
dari 15x normal karena gangguan bilier dalam hati.
15. Darah lengkap : Hb mungkin menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat
(hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari efusi cairan kedalam
pankreas atau area retroperitoneal.
16. Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama serangan awal
atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya kerusakan sel beta dan nekrosis
pankreas dan tanda aprognosis buruk. Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria
dan proteinuria mungkin ada(kerusakan glomerolus).
17. Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal pencernaan
lemak dan protein (Dongoes, 2000).
G. Penatalaksaaan
Tidak ada terapi yang diketahui dapat menghentikan siklus aktivasi enzim pankreas
dengan inflamasidan nekrosis kelenjar. Tetapi definitif ditujukan pada penyebab
gangguan. Prioritas keperawatan dan medis untuk penatalaksanaan pendukung dari
pankreatitis akut termasuk sebagai berikut:
1. Penggantian cairan dan elektrolit
Penggantian cairan menjadi prioritas utama dalam penanganan pankreatitis akut.
Larutan yangdiperintahkan dokter untuk resusitasi cairan adalah koloid atau ringer
laktat. Namun dapat pula diberikan plasma segar beku atau albumin. Tanpa
memperhatikan larutan mana yang dipergunakan. Penggantian cairan digunakan
untuk memberikan perfusi pankreas, yang hal ini diduga mengurangi perkembangan
keparahan rasa sakit. Ginjal juga tetap dapat melakukan perfusi dan ini dapat
mencegah terjadinya gagal ginjal akut. Pasien dengan pankreatitis hemorragia kut
selain mendapat terapi cairan mungkin juga membutuhkan sel-sel darah merah untuk
memulihkan volume. Pasien dengan penyakit parah yang mengalami hipertensi, gagal
memberikan respon terhadap terapi cairan mungkin membutuhkan obat-obatan untuk
mendukung tekanan darah. Obat pilihannya adalah dopamin yang dapat dimulai pada
dosis yang rendah (2-5 ug/kg/menit). Keuntungan obat ini adalah bahwa dosis rendah
dapat menjaga perfusi ginjal sementara mendukung tekanan darah. Pasien
hipokalsemia berat ditempetkan pada situasi kewaspdaan kejang dengan ketersediaan
PSIK FK UH Page 41
KLP 8
peralatan bantu nafas. Perawat bertanggung jawab untuk memantau kadar kalsium,
terhadap pemberian larutan pengganti dan pengevaluasian respon pasien terhadap
kalsium yang diberikan. Penggantian kalsium harus didifusikan melalui aliran sentral,
karena infiltrasi perifer dapat menyebabkan nekrosis jaringan. Pasien juga harus
dipantau terhadap toksisitas kalsium. Hipomagnesemia juga dapat timbul bersama
hipokalsemia dan magnesium yang juga perlu mendapat penggantian. Koreksi
terhadap magnesium biasanya dibutuhkan sebelum kadar kalsium menjadi normal.
Kalium adalah elektrolit lain yang perlu diganti sejak awal sebelum regimen
pengobatan karena muntah yang berhubungan dengan pangkreatitis akut. Kalium
dalam jumlah yang berlebihan juga terdapat dalam getah pankreas. Kalsium harus
diberikan dalam waktu lambat lebih dari satu jam lebih dengan menggunakan pompa
infus. Pada beberapa kasus, hiperglikemia dapat juga berhubungan dengan dehidrasi
atau ketidakseimbangan elektrolit lainnya. Mungkin diperintahkan pemberian insulin
lainnya dengan skala geser, insulin ini perlu diberikan dengan hati-hati, karena kadar
glukagon sementara pada pankreatitis akut (Hudak dan Gallo, 1996).
2. Pengistirahatan pancreas
Suction nasogastric digunakan pada kebanyakan pasien dengan pankreatitis akut
untuk menekan sekresi eksokrin pankreas dengan pencegahan pelepasan sekretin dari
duodenum. Mual, muntah dan nyeri abdomen dapat juga berkurang bila selang
nasogastric ke suction lebih dini dalam perawatan.Selang nasogastrik juga diperlukan
pasien dengan illeus, distensi lambung berat atau penurunan tingkat kesadaran untuk
mencegah komplikasi akibat aspirasi pulmoner. Puasa ketat (tak ada masukan peroral)
harus dipertahankan sampai nyeri abdomen reda dan kadar albumin serum kembali
normal. Namun parenteral total dianjurkan untuk pasien pankreatitis mendadak dan
parah yang tetap dalam status puasa jangka panjang dengan suction nasogastrik
dengan illeus paralitik, nyeri abdomen terus-menerus atau komplikasi pankreas. Lipid
tidak boleh diberikan karena dapat meningkatkan kadar trigliserida lebih jauh dan
memperburuk proses peradangan. Pada pasien dengan pankreatitis ringan cairan
peroral biasanya dapat dimulai kembali dalam 3-7 hari dengan penggantian menjadi
padat sesuai toleransi. Status puasa yang diperpanjang dapat menyulitkan pasien.
Perawatan mulut yang sering dan posisi yang sesuai serta memberikan pelumasan
pada selang nasogastric menjadi penting dengan mempertahankan integritas kulit dan
memaksimalkan kenyamanan pasien. Dianjurkan tirah baring untuk mengurangi laju
PSIK FK UH Page 42
KLP 8
metabolisme basal pasien. Hal ini selanjutnya akan mengurangi rangsangan dari
sekresi pankreas (Hudak dan Gallo, 1996).
3. Penatalaksanaan nyeri
Analgesik diberikan untuk kenyamanan pasien maupun untuk mengurangi
rangsangan saraf yang diinduksi stress atau sekresi lambung dan pankreas.
Meferidan (dimerol) digunakan menggantikan morfin karena morfin dapat
menginduksi spasme sfingter oddi (Sabiston, 1994).
4. Pencegahan komplikasi
a. Karena sebab utama kematian adalah sepsis maka antibiotika diberikan.
Antasid biasanya diberikan untuk mengurangi pengeluaran asam lambung dan
duodenum dan resiko perdarahan sekunder terhadap gastritis atau duodenitis
(Sabiston, 1994).
b. Diet tinggi kalori tinggi protein rendah lemak (Barabara C. long, 1996).
c. Pemberian enzim pankreas : pankreatin (viakose), pankrelipase (cotozym),
pankrease (Barbara C. long, 1996).
d. Fiberoscopy degan kanulisasi dan spingterotomi oddi (Barbara C. long,1996).
5. Intervensi bedah
Terapi bedah mungkin diperlukan dalam kasus pankreatitis akut yang menyertai
penyakit batu empedu. Jika kolesistisis atau obstruksi duktus komunis tidak
memberikan respon terhadap terapi konservatif selama 48 jam pertama, maka
kolesistosyomi, koleastektimi atau dekompresi duktus komunis mungkin
diperlukan untuk memperbaiki perjalanan klinik yang memburuk secara
progresif. Sering adanya kolesistisis gangrenosa atau kolengitis sulit disingkirkan
dalam waktu singkat dan intervensi yang dini mungkin diperlukan, tetapi pada
umumnya terapi konservatif dianjurkan sampai pankreatitis menyembuh, dimana
prosedur pada saluran empedu bisa dilakukan dengan batas keamanan yang lebih
besar (Sabiston, 1994).
Demikian pula dengan pemberian antibiotika, tidak rutin walau pada pasien
pankreatitis akut sebagian besar terdapat demam yakni hanya bila terdapat
PSIK FK UH Page 43
KLP 8
demam tinggi lebih dari 3 hari atau bila pankreatitis akutnya disebabkan oleh batu
empedu atau bila terdapat pankreatitis akut yang berat.
Pada pankreatitis akut yang berat selain pedoman tersebut ditambahkan tindakan sebagai
berikut :
1.Pindahkan ke Unit Perawatan Intensif (ICU)
2.Perawatan pernapasan
3.Terapi infeksi
4.Atasi gangguan metabolic
5. Dukungan gizi parenteral total yang memadai.
Pasien dapat mulai diberi nutrisi oral; pada prinsipnya bila pankreas sudah tenang.
Realimentasi oral dapat pelahan-lahan dimulai dengan minum air putih, sedikit makanan cair,
kemudian makan makin ditingkatkan. Yang perlu diingat hindari makanan mengandung
lemak untuk menghindari rangsangan pada pankreas.
Sebagai pegangan bahwa pankreas telah tenang yakni :1. Amilase-lipase telah kembali normal, enzim diperiksa tiap 3 hari.
2. Nyeri hilang
Tindakan Bedah
Penatalaksanaan standar adalah analgesik kuat, puasa total dan nutrisi parenteral. Bila tidak
mereda dalam beberapa hari dapat dilanjutkan dengan tahap kedua yakni pemberian
antibiotika dan seterusnya. Bila nyeri menghilang atau amilase/lipase darah dan/atau demam
menurun, dapat pelahan lahan dimulai realimentasi oral.
Pada umumnya tidak dilakukan eksplorasi bedah kecuali pada kasus-kasus berat dimana
didapatkan :
a. Pembentukan abses, pseudokistaPerburukan sirkulasi dan fungsi paru sesudah beberapa
hari terapi intensif.
b. Pasien pankreatitis akut hemoragik nekrosis yang disertai renjatan yang sukar diatasi.
c. Timbulnya sepsis.
d. Gangguan fungsi ginjal.
e. Perdarahan intestinal yang berat.
PSIK FK UH Page 44
KLP 8
f. fistel
H. Komplikasi :
1. Timbulnya Diabetes Mellitus
2. Tetani hebat
3. Efusi pleura (khususnya pada hemitoraks kiri)
4. Abses pankreas atau psedokista.
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
Osteoporosis adaah suatupenyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya
kepadatan massa tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan
meningkatnya resiko patah tulang (WHO, International Consensus Development
Conference, Roma, 1992).
Pankreatitis adalah peradangan pada pankreas, organ yang mengeluarkan enzim
pencernaan dalam saluran pencernaan, dan sekaligus mensintesis dan mensekresi
insulin dan glukagon. Pankreatitis dapat disebabkan oleh batu empedu yang
menyumbat saluran pankreas, konsumsi alkohol yang kronis, obat-obatan, trauma,
infeksi, tumor, dan kelainan genetik.Pankreatitis akut dengan gejala utama nyeri
perut bagian atas yang terasa terus-menerus selama beberapa hari, bahkan bisa
disertai dengan demam, pembengkakan, mual, muntah, peningkatan irama jantung
(takikardia).
B. SARAN
PSIK FK UH Page 45
KLP 8
Semoga makalah yang kami buatini dapat bermanfaat untuk kita semua, dan dapat
menjadi bahan pembelajaran. Mahasiswa juga mampu menerapkan asuhan
keperawatan di rumah sakit nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2000. DM dan Macam-macam Diet Diabetes, Air Langga University Press.
Surabaya.
Corwin, E. J. (2007). Buku Saku Patofisiologi (3 ed.). Jakarta: EGC.
Darmono. Seri kuliah endokrinologi-metabolik. Semarang: Laboratorium Ilmu Penyakit
Dalam FK UNDIP, 1991. Foster DW.
Marilyn E. Doenges.1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Putra, S. T., & dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran UI.
Perkeni. (2006). Petunjuk Praktis Pengelolaan DM.Jakarta: PT. Indeks
PSIK FK UH Page 46