askep lansia depresi-1
DESCRIPTION
askep lansia depresi-1TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia yang muda menjadi tua merupakan proses penuaan secara
alamiah yang tidak bisa kita hindari dan merupakan hukum alam. Akibat dari
proses itu menimbulkan beberapa perubahan, meliputi perubahan fisik,
mental, spiritual, psikososial adaptasi terhadap stres mulai menurun. Menurut
Maramis (1995), pada lanjut usia permasalahan yang menarik adalah
kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap
perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi
terhadap perubahan dan stres lingkungan sering menyebabkan gangguan
psikososial pada lansia. Masalah kesehatan jiwa yang sering muncul pada
lansia adalah gangguan proses pikir, demenntia, gangguan perasaan seperti
depresi, harga diri rendah, gangguan fisik dan gangguaan perilaku.
Depresi pada lanjut usia terus menjadi masalah kesehtan mental yang
serius meskipun pemahaman kita tentang penyebab depresi dan perkembangan
pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejala
– gejala depresi ini sering berhubungan dengan penyesuaian yang terhambat
terhadap kehilangan dalam hidup dan stressor. Stressor pencetus seperti
pensiun yang terpaksa, kematian pasangan, kemunduran kemampuan atau
kekuatan fisik dan kemunduran kesehatan serta penyakit fisik, kedudukan
sosial, keuangan, penghasilan dan rumah tinggal sehingga mempengaruhi rasa
aman lansia dan menyebabkan depresi (Friedman,1998) .
Prevalensi depresi pada lansia tinggi sekali, sekitar 12 – 36 % lansia yang
menjalani rawat jalan mengalami depresi. Angka ini meningkat menjadi 30 –
50 % pada lansia dengan penyakit kronis dan perawatan lama yang mengalami
depresi (Mangoenprasodjo, 2004). Menurut Kaplan et all (1997), kira-kira 25
% komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatan ditemukan adanya gejala
1
depresi pada lansia. Depresi menyerang 10-15 % lansia 65 tahun ke atas yang
tinggal di keluarga dan angka depresi meningkat secara drastis pada lansia
yang tinggal di institusi, dengan sekitar 50 – 75 % penghuni perawatan jangka
panjang memiliki gejala deoresi ringan sampaia sedang (Stanley & Beare,
2007).
Resiko depresi meningkat pada wanita, terutama yang memiliki riwayat
depresi, baru saja kehilangan hidup sendiri, lemahnya dukunagn sosial, tinggal
di rumah perawatan jangka panjang, penurunan kesehatan dan keterbatasan
fungsional (Green et al., 1992; Schoevers et al., 2000; Sadavoy et al., 2004) .
resiko bunuh diri pada lansia wanita yang emnagalami depresi dua atau tiga
kali lebih tinggi daripada lansia laki-laki (Jones,2002) . Tingginya angka
depresi pada lansia wanita lebih berhubungan dengan transisi fungsi
reproduksi dan hormonal atau menopouse (sadovy et al., 2004) .
B. Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian lansia dan batasan lansia?
b. Apakah yang dimaksud dengan proses menua?
c. Bagaimana dengan teori-teori proses menua?
d. Apakah pengertian depresi?
e. Apakah faktor predisposisi dan pencetus?
f. Apakah tanda dan gejala depresi serta ciri-ciri depresi?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian lansia dan batasan usia.
b. Untuk mengetahui proses menua.
c. Untuk mengetahui dan mengerti proses menua.
d. Untuk mengetahui apa itu depresi.
e. Untuk mengetahui faktor predisposisi dan faktor pencetus depresi.
f. Untuk mengetahui tanda dan gejala depresi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lansia
1. Pengertian lansia
Menurut organisasi kesehatan adalah usia pertengahan (midlle age)
kelompok usia 45-70 tahun usia lanjut (elders) antara 60-70 tahun usia tua
(old) antara 75-90 tahun usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Menurut Prof Koesmoto Setyonegoro lanjut usia adalah orang yang
berumur 65 tahun keatas. Sebenarnya lanjut usia adalah suatu proses alami
yang tidak dapat ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. (Wahyudi
Nugroho, 2000)
2. Batasan-Batasan Lansia
Batasan seseorang dikatakan lanjut usia masih diperdebatkan oleh
para ahli karena banyak faktor fisik, psikis dan lingkungan yang saling
mempengaruhi sebagai indikator dalam pengelompokan usia lanjut. Proses
penuaan berdasarkan teori psikologis ditekankan pada perkembangan.
World Health Organization (WHO) mengelompokkan usia lanjut sebagai
berikut :
a. Middle Aggge (45-59 tahun)
b. Erderly (60-74 tahun)
c. Old (75-90 tahun)
d. Very old (> 91 tahun)
Menurut Birren dan Renner dalam Johanna E.P (1991; 75) usia
biologis dabat diberi batasan sebagai suatu estimasi posisi seseorang
dalam hubungannya dengan potensi jangka hidupnya. Menurut Eisdoefer
dan Wilkie dalam Johanna, EP (1993, 75) mengatakan bahwa usia biologis
adalah proses genetik yang berhubungan waktu, tetapi terlepas dari stres,
3
trauma dan penyakit. Seseorang dikatakan muda secara biologis apabila
secara kronologis tua, tetapi organ-organ tubuhnya, seperti jantung, ginjal,
hati, saluran pencernaan, tetap berfungsi seperti waktu muda. Usia
psikologis adalah kapasitas individu untuk adaptif dalam hal ingatan,
belajar, intelegensi, keterampilan, perasaan, motivasi dan emosi. Apabila
hal ini masih baik dan stabil dapat dikatakan secara psikologis ia masih
dewasa.
Usia sosial menekankan peran dan kebiasaan seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain dan menjalankan perannya dengan penuh
tanggung jawab di mayarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi tua
adalah herediter, nutrisi, status kesehatan ,pengalaman hidup, lingkungan
dan stres
B. Depresi
1. Pengertian Depresi
Depresi merupakan satu masa tergangguanya fungsimanusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyetanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya serta gagasan bunuh
diri ( Kaplan dan Sadock, 1998). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan
pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan dapat berupa
serangan yang ditujukan apada diri sendiri atau perasaan marah yang
dalam (Nugroho, 2000) . Menurut Hudak & Gallo (1996), gangguan
depresi merupakan keluhan umum pada lanjut usia dan merupakan
penyebab tindakan bunuh diri.
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan,
harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan kosong (Kelliat,1996).
Sedangkan menurut Hawari (1996), depresi adalah bentuk gangguan
perasaan tidak berguna dan putus asa. Depresi adalah suatu kesedihan atau
perasaan duka yang berkepanjangan (Stuart dan Sundeen, 1998).
4
2. Faktor predisposisi dan faktor pencetus
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), faktor penyebab depresi adalah :
Faktor Predisposisi:
a. Faktor genetik dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan afektif
melalui riwayat keluarga atau keturunan.
b. Teori agresi menyerang kedalam,menunjukan bahwa depresi terjadi
karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
c. Teori kehilangan obyek merujuk kepada perpisahan traumatik individu
dengan benda atau yang sangat berarti.
d. Teori organisasi kepribadian menguraikan bagaimana konsep diri yang
dengan mudah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian
seseorangg terhadap stresor.
e. Model kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah
kognitif yang didominisi oleh evaluasi negatif seseorng tehadap diri
seseorang, dunia seseorang dan masa depan seseorang.
f. Model ketidakberdayaan yang dipelajari menunjukkan bahwa bukan
semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa
seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam
kehidupnya oleh karena itu ia mengulung respon yang adaptif.
g. Modal perilaku berkembang dari kerangka teori belajar sosial yang
mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan
positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
h. Modal biologi menguraikan perubahan kimia dalam tubuh terjadi
selama masa depresi terrmasuk defisiensi ketokolamin, disfungsi
endokrin, hipersekresi kortisol dan variasi periodik dalam irima
biolgis.
5
Faktor Pencetus
Ada 4 sumber utama stressor yang dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan (depresi) menurut Stuart dan Sundeen (1998), yaitu :
a. Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk
kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan,atau harga diri
karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan
maka persepsi pasien merupakan hal yang sangat penting.
b. Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu
episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah
yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
c. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi
perkembangan depresi, terutama pada wanita.
d. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau penyakit fisik
dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan gangguan
alam perasaan. diantara obat-obatan tersebut terdapat obat
antihipertensi dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan.
Kebanyakan penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga sering
disertai dengan depresi. depresi yang terdapat pada usia lanjut biasnya
bersifat kompleks karena untuk menegakkan diagnosis sering
melibatakan evaluasi dari kerusakan otak orgnik dan depresi klinik.
Menurut Townsed (1998), penyebab depresi adalah gabungan dari
faktor predisposisi (teori biologis terdiri dari genetik dan biokimia) dan
faktor pencetus (teori psikososial terdiri dari psikoanalistis, kognitif, teori
pembelajaran, teori kehilangan obyek).
6
3. Tanda Dan Gejala Depresi
Perialu yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat (1996)
meliputi beberapa aspek seperti ;
a. Afektif.
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasan,
kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian,
harga diri rendah, kesedihan.
b. Fisiologik.
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing,
keletihan, gangguan pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan
berlebih / kurang, gangguan tidur dan perubahan berat badan.
c. Kognitif.
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri
sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis,
ketidakpastian.
d. Perilaku.
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan
obat, intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat
tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi social, mudah
menangis dan menarik diri.
Menurut PPDGJ-III (Maslim,1997), tingkatan depresi ada 3
berdasarkan gejala-gejalanya yaitu :
a. Depresi ringan.
Gejala :
1) Kehilangan minat dan kegembiraan.
2) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang.
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.
7
5) Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu.
6) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang
biasa dilakukannya.
b. Depresi sedang.
Gejala :
1) Kehilangan minat dan kegembiraan.
2) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang.
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.
5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimitis.
7) Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
8) Menghadapi kesulitan untuk meneruskan kegiatan social pekerjaan
dan urusan rumah tangga.
c. Depresi berat.
Gejala :
1) Mood depresif.
2) Kehilangan minat dan kegembiraan.
3) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
4) Konsentrasi dan perhatian yang kurang.
5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimitis.
7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri.
8) Tidur terganggu.
9) Disertai waham, halusinasi.
10) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu.
8
4. Karakteristik Depresi pada Lanjut Usia.
Meskipun depresi banyak terjadi di kalangan lansia, depresi ini sering
di diagnosis salah atau diabaikan. Rata-rata 60-70 % lanjut usia yang
mengunjungi praktik dokter umum adalah mereka dengan depresi, tetapi
acapkali tidak terdeteksi karena lansia lebih banyak memfokuskan pada
keluhan badaniah yang sebetulnya adalah penyerta dari gangguan emosii
(Mahajudin, 2007) .
Menurut Stanley & Beare (2007), sejumlah faktor yang menyebabkan
keadaan ini, mencakup fakta bahwa depresi pada lansia dapat disamarkan
atau tersamarkan oleh gangguan fisik lainnya (masked depression). Selain
itu isolasi sosial, sikap orang tua, penyangkalan, pengabaian terhadap
proses penuaan normal menyebabkan tidak terdeteksi dan tidak
tertanganinya gangguan ini. Depresi pada orang lanjut usia
dimanifestasikan dengan adanya keluhan merasa tidak berharga, sedih
yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa kosong, tidak ada
harapan, menuduh diri, ide-ide pikiran bunuh diri dan pemeliharaan diri
yang kurang bahkan penelantaran diri (Wash,1997) .
Saimun (2006) menggambarkan gejala-gejala depresi pada lansia:
a. Kognitif.
Sekurang-kurangnya ada 6 proses kognitif pada lansia yang
menunjukkan gejala depresi.
1) Individu yang mengalami depresi mengalami depresi memiliki
self-esteem yang sangat rendah. Mereka berpikir tidak adekuat,
tidak mampu, merasa dirinya tidak berarti, merasa rendah diri dan
merasa bersalah terhadap kegagalan yang dialami.
2) Lansia selalu pesimis dalam menghadapi masalah dan segala
sesuatu yang dijalaninya menjadi buruk dan kepercayaan terhadap
dirinya tidak adekuat.
3) Memiliki motivasi yang kurang dalam menjalani hidupnya, selalu
meminta bantuan dan melihat semuanya gagal dan sia-sia sehingga
merasa tidak ada gunanya berusaha.
9
4) Membesar-besarkan masalah dan selalu pesimistik dalam
menghadapi masalah.
5) Proses berpikirnya menjadi lambat, performance intelektualnya
berkurang.
6) Generalisasi dari gejala depresi, harga diri rendah, pesimisme dan
kurangnya motivasi.
b. Afektif.
Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan, murung, sedih, putus
asa, kehilangan semangat dan muram. Sering merasa terisolasi, ditolak
dan tidak dicintai. Lansia yang mengalami deprsesi menggambarkan
dirinya seperti berada dalam lubang gelap yang tidak dapat terjangkau
dan tidak bisa keluar dari sana.
c. Somatik.
Masalah somatik yang sering dialami lansia yang mengalami depresi
seperti pola tidur terganggu (insomnia), gangguan pola makan dan
dorongan seksual berkurang. Lansia lebih rentan terhadap penyakit
karena sistem kekebalan tubuhnya melemah, selain karena aging
process juga karena orang yang mengalami depresi menghasilkan sel
darah putih yang kurang (Schleifer et all, 1984; Saimun,2006) .
d. Psikomotor.
Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah tretardasi
motor. Sering duduk dengan terkulai dan tatapan kosong tanpa
ekspresi, berbicara sedikit dengan kalimat datar dan sering
menghentikan pembicaraan karena tidak memiliki tenaga atau minat
yang cukup untuk menyelesaikan kalimat itu.
Dalam pengkajian depresi pada lansia, menurut Sadavoy et all (2004)
gejala-gejala depresi dirangkum dalam SIGECAPS yaitu gangguan
pola tidur (sleep) pada lansia yang dapat berupa keluhan sukar tidur,
mimpi buruk dan bangun dini dan tidak bisa tidur lagi, penurunan
minat dan aktivitas (interest), rasa bersalah dan menyalahkan diri
(guilty), merasa cepat lelah dan tidak mempunyai tenaga (energy),
10
penurunan konsentrasi dan proses pikir (concertation), nafsu makan
menurun (appetite), gerakan lambat dan lebih sering duduk terkulai
(psychomotor) dan penelantaran diri serta ide bunuh diri (suicidaly).
5. Ciri-Ciri Depresi
Ciri-ciri tiga macam depresi (Tumlahaye,1998).
Kehilangan semangat
(ringan)
Patah semangat
(serius)
Putus asa (berat)
Mental Ragu-ragu
Kemurkaan
Kasihan diri sendiri
Kritik diri sendiri
Kemarahan
Kasihan diri
sendiri
Penolakan diri
sendiri
Kepahitan
Kasihan diri sendiri
Fisik Kehilangan nafsu
makan
Tidak dapat tidur
Penampilan yang
tidak teratur
Kelesuan
Kecemasan
Menangis
Pengungsian diri
Kepasifan
emosional Ketidakpatuhan
Kesedihan
Mudah tersinggung
Ragu-ragu akan
Tuhan
Keadaan yang
sulit
Penderitaan
kesepian kematahan
terhadap Tuhan
Tiada harapan
Skizophegenia
Keadaan tertinggal
Kemarahan akan
sabda-sabda Tuhan
Spiritual
Tidak senang akan
Tuhan
Menolak akan
Tuhan
Acuh tak acuh akan
nasihat
11
Tidak berterima kasih
dan tidak percaya
Mengeluh
terhadap Tuhan
Tidak percaya
terhadap Tuhan
6. Skala Pengukuran Depresi pada Lanjut Usia.
Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap
lingkungannya. Gejala pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan
gejala yang termanifestasi. Jika dicurigaiterjadi depresi, harus dilakukan
pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat
dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada
lansia. Salah satu yang mudah digunakan dan diintrepretasikan di berbagai
tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric
Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yesavage pada tahun
2983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan
mudah digunakan dan tidak memerlukan ketrampilan khusus dari
pengguna. Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84 % dan specificity
95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (Burns,1999).
Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisam
depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang
diisi dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang
memerlukan waktu sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS
merupakan alat psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatic yang
tidak berhubungan dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10
menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi rigan
dan skor 21-30 termasuk depresi sedang / berat yang membutuhkan
rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara
lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan. Spesifikasi
rancangan pernyataan perasaan (mood) depresi seperti tabel berikut:
12
7. Upaya Penanggulangan Depresi pada Lansia.
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia
sangat perlu ditekankan pendekatan yang mencakup fisik, psikologis,
spiritual dan social. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja
tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang
membutuhkan suatu pelayanan yang komperhensif. Pendekatan inilah
yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan
eclectic holistic, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada kondisi
fisik saja, akan tetapi juga mencakup aspek psychological, psikososial,
spiritual dan lingkunagn yang menyertainya. Pendekatan holistic adalah
pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh (Hawari,1996).
Ada beberapa penanggulangan depresi dengan eclectic holistic
approach, diantaranya :
a. Pendekatan psikodinamik.
Focus pendekatan psikodinamik adalah penangan terhadap konflik-
konflik yang berhubungan dengan kehilangan dan stress. Upaya
penangan depresi dengan mengidentifikasi kehilangan dan stress yang
menyebabkan depresi, mengatasi dan mengembangkan cara-cara
menghadapi kehilangan dan stressor dengan psikoterapi yang
bertujuan untuk memulihkan kepercayaan diri (self confidence) dan
memperkuat ego. Menurut Kaplan et all (1997) pendekatan ini tidak
hanya untuk menghilangkan gejala, tetapi juga untuk menndapatkan
perubahan struktur dan karakter kepribadian yang bertujuan untuk
perbaikan kepercayaan pribadi, keintiman, mekanisme mengatasi
stressor dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi.
b. Pendekatan Perilaku Belajar.
Penghargaan atas diri yang kurang akibat dari kurangnya hadiah
dan berlebihnya hukuman atas diri dapat diatasi dengan pendekatan
perilaku belajar. Caranya dengan identifikasi aspek-aspek lingkungan
yang merupakan sumber hadiah dan hukuman. Kemudian diajarkan
13
ketrampilan dan strategi baru untuk mengatasi, menghindari atau
mengurangi pengalaman yang menghukum seperti assertive training,
latihan ketrampilan social, latihan relaksasi dan latihan manajemen
waktu. Usaha berikutnya adalah peningkatan hadiah dalam hidup
dengan self-reinforcement yang diberikan segera setelah tugas dapat
diselesaikan.
Menurut Saimun, 2006 ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian hadiah dan hukuman, yaitu tugas dan teknik yang diberikan
terperinci dan spesifik untuk aspek hadiah dan hukuman dari
kehidupan tertentu dari individu. Teknik ini dapat untuk mengubah
tingkah laku supaya meningkatkan hadiah dan mengurangi hukuman,
serta individu harus diajarkan ketrampilan yang diperlukan untuk
meningkatkan hadiah dan mengurangi hukuman.
c. Pendekatan Kognitif.
Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pandangan dan pola
piker tentang keberhasilan masa lalu dan sekarang dengan cara
mengidentifikasi pemikiran negative yang mempengaruhi suasana hati
dan tingkah laku, menguji individu untuk menentukan aapakah
pemikirannya benar dan menggantikan pikiran yang tidak tepat dengan
yang lebih baik (Beck,et al, 1979; Saimun, 2006). Dasar dari
pendekatan ini adalah kepercayaan (belief) individu yang terbentuk
dari rangkaian verbalisasi diri (self-talk) terhadap peristiwa /
pengalaman yang dialami yang menentukan emosi dan tingkah laku
diri.
Menurut Kaplan et all (1997), upaya pendekatan ini adalah
menghilanhkan episode depresi dan mencegah rekuren dengan
membantu mengidentifikasi dan uji kognisi negative, mengembangkan
cara berpikir alternative, fleksibel dan positif, serta melatih kembali
respon kognitif dan perilkau yang baru dan penguatan perilaku dan
pemikiran yang positif.
d. Pendekatan Humanistik Eksistensial.
14
Tugas utama pendekatan ini adalah membantu individu menyadari
keberadaannya di dunia ini dengan memperluas kesadaran diri,
menemukan dirinya kembali dan bertanggungjawab terhadap arah
hidupnya. Dalam pendekatan ini, individu yang harus berusaha
membuka pintu menuju dirinya sendiri, melonggarkan belenggu
deterministic yang menyebabkan terpenjara secara psikologis (Corey
1993, Saimun,2006). Dengan mengeksplorasi alternative ini membuat
pandangan menjadi real, individu menjadi sadar siapa dia sebelumnya,
sekarang dan lebih mampu menetapkan masa depan.
e. Pendekatan Farmakologis.
Dari berbagai jenis upaya untuk gangguan depresi ini, maka terapi
psikofarmaka (farmakoterapi) dengan obat anti depresan merupakan
pilihan alternative. Hasil terapi dengan obat anti depresan adalah baik
denagn dikombinasikan dengan upaya psikoterapi.
C. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Depresi
1. Pengkajian
a. Identitas diri klien
b. Struktur keluarga : Genogram
c. Riwayat Keluarga
d. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda
dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu
yang didiagnosis.
e. Kaji adanya depresi.
f. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat,
seperti geriatric depresion scale.
g. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
h. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
15
i. Lakukan observasi langsung terhadap :
1) Perilaku.
a) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima
secara sosial?
b) Apakah klien sering mengluyur dan mondar - mandir?
c) Apakah dia menunjukkan sundown syndrom atau
perseveration phenomena?
2) Afek
a) Apakah klien menunjukkan ansietas?
b) Labilitas emosi?
c) Depresi atau apatis?
d) lritabilitas?
e) Curiga?
f) Tidak berdaya?
g) Frustasi?
3) Respon kognitif
a) Bagaimana tingkat orientasi klien?
b) Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal - hal
yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?
c) Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau
mengabstrakan?
d) Kurang mampu membuat penilaian?
16
e) Terbukti mengalami afasia, agnosia, atau,apraksia?
4) Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
a) Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama
ia sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
b) ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan
dan anggota keluarga yang lain.
c) Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan
sumber daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).
d) Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
e) Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan
kekhawatiran pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.
Klasifikasi Data
a. Data Subyektif
Lansia tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas
berbicara. Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri
abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung,pusing. Merasa
dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan
hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri. Pasien mudah
tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.
b. Data Obyektif
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung
dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah
murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret,
kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah,
17
tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis. Proses
berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi
terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak
mempunyai daya khayal. Pada pasien psikosa depresif terdapat
perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional),
waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang
pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah
tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien
depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan
keterbelakangan psikomotor.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Mencederai diri berhubungan dengan depresi.
b. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping
maladaptif.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia tidak
mencederai diri.
Kriteria Hasil:
a. Lansia dapat mengungkapkan perasaanya.
b. Lansia tampak lebih bahagia.
c. Lansia sudah bisa tersenyum ikhlas.
Intervensi:
1) Bina hubungan saling percaya dengan lansia.
Rasional : hubungan saling percaya dapat mempermudah dalam
mencari data-data tentang lansia.
18
2) Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap
empati dan dengarkan pernyataan pasien dengan sikap sabar empati
dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan
sentuhan, anggukan.
Rasional : dengan sikap sabar dan empati lansia akan merasa lebih
diperhatikan dan berguna.
3) Pantau dengan seksama resiko bunuh diri atau melukai diri sendiri.
Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk
mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
4) Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misalnya:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
5) Klien dapat menggunakan dukungan social
Tindakan:
a. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu (orang-
orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
b. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu,
aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
c. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka
agama).
6) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
a. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat).
b. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien,
obat, dosis, cara, waktu).
19
c. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
d. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut organisasi kesehatan adalah usia pertengahan (midlle age)
kelompok usia45-70 tahun usia lanjut (elders) antara 60-70 tahun usia tua
(old) antara 75-90 tahun usia sangat tua(very old) diatas 90 tahun. Menurut
prof koesmoto setyonegoro lanjut usia adalah orang yang berumur 65
tahun keatas.
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai
komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa -dan tidak
20
bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab
(rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini.
Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan
kesenangan. Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami
depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun
berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderung akan
kehilangan gairah makan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami selaku penulis
berpesan kepada semua khusunya bagi tenaga kesehatan agar di dalam
setiap tindakan keperawatan selalu mendahulukan kebutuhan klien
sebagaimana mestinya. Bagi seorang mahasiswa perawat hendaknya dapat
mempelajari lebih dalam tentang asuhan keperawatan pda lansia dengan
depresi pada keperawatan gerontik secara teoritis. Agar terwujud suatu
lembaga kesehatan yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai
maka penulis menyarankan kepada lembaga kesehatan hendaknya lebih
mengutamakan fasilitas kebutuhan pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan lanjut usia. Graha
Ilmu:Yogyakarta.
Nugroho, Wahyudi. 2000. perawatan lanjut usia. edisi 2. EGC: Jakarta.
STUAR and Sundeer. 1993. buku saku keperawatan jiwa. EGC: Jakarta.
Tim keperawatan jiwa.1999.kumpulan proses keperawatan jiwa. FKUI: Jakarta.
21
http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=208
http://fifinnuraini.blogspot.com/2009/11/askep-lansia-depresi.html
http://rusari.com/askep_depresi.html
22