askep lansia perkemihan
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
1/14
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA
PERUBAHAN SISTEM PERKEMIHAN
INKONTINENSIA URINE
IKA ROSIANA 2.07.044
DARYANTI 2.08.015
GLADYS SUCI 2.08.033
HERDINA NURUL P 2.08.035
NINA SETYAWATI 2.08.060
YULITA DEKLI 2.08.098
ZAINUDIN AFIF 2.08.100
STIKES TELOGOREJO SEMARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2011
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
2/14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
telah tersusun makalah Asuhan Keperawatan Gerontik yang telah dibuat bersama dalam
kelompok.
Asuhan Keperawatan Gerontik ini disusun dengan tujuan memperkenalkan asuhan
keperawatan lansia tentang perubahan system perkemihan yang disertai dengan penyebab
perubahan perkemihan, macam-macam perubahan sistem perkemihan.
Dari penelitian ada populasi, lanjut usia dari masyarakat, didapatkan 7% dari pria
dan 12% pada wanita di atas usia 70 tahun mengalami peristiwa inkontensia. Sedang
mereka yang dirawat, terutama di unit psiko-geriatri, 15-50% menderita inkontensia.
Pada system perkemihan terjadi perubahan yang signifikan, banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju fikrasi okskresi dan teabsorbsi oleh ginjal
(tortora dan anagnestakosi.1998).
Pola berkemih tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari, sehingga
mengharuskan mereka pergi ke toilet sepanjang malam.Hal ini menunjukkan
inkontinensia urin meningkat.
Inkontensia merupakan salah satu dari empat besar masalah yang dialami lansia,
selain gangguan imobilisasi, ketidakstabilan dan gangguan mental.
1.2TUJUAN
a. Tujuan UmumMahasiswa dapat mengenal dan memahami tentang asuhan keperawatan lansia
tentang perubahan sistem perkemihan melalui membaca makalah ini.
b. Tujuan Khusus1. Mahasiswa mengetahui pengertian inkontinensia urine.2. Mahasiswa mengetahui penyebab/ekologi dari inkontinensia urine.3. Mahasiswa mengetahui macam-macam dari inkontinensia urine.4. Mahasiswa mengetahui pelaksaan pasien lansia dengan inkontinensia urine.
BAB II
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
3/14
KONSEP TEORI
A. Anatomi Fisiologi Sistem PerkemihanSistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang keduanya harus
bekerja secara sinergis untuk dapat menjalaknkan fungsinya dalam menyimpan (storage) dan
mengeluarkan (vading) urine. Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri dari mukosa,
otot polos destrusor, dan serosa. Pada perbatasan antara buli-buli dan uretra terdapat sfingter
uretra interna yang terdiri atas otot polos. Sfingter interna ini selalu tetutup pada saat fase
pengisisan (filling) atau penyimpanan, dan terbuka pada saat isi buli-buli penuh dasn saat
miksi atau pengeluaran (evacuating). Di sebelah distal dari uretra posterior terdapat sfingter
uretra eksterna yang terdiri dari otot bergaris dari otot dasar panggul, sfingter ini membuka
pada saat miksi sesuai dengan perintah dari korteks serebri.
Adapun anatomi sistem perkemihan adalah :
1. Ginjal2. Ureter3. Kandung kemih4. Uretra
B. Perubahan Anatomik/Fisiologi Akibat Proses Menua
Sistem Proses Morfologik Perubahan
Fungsional
Keadaan Patologik
Sistem
Urogenital
-Penebalan membranebasalis Kapsula
Bowman dan
terganggunya
permeabilitas
-Perubahan degenratriftubuki
-Penurunan jumlahdan atrofi nefron
-Perubahan vaseular
Efisiensi ginjaldalam pembuangan
siswa metabolism
terganggu dengan
menurunnya masa
dan fungsi ginjal
Jumlah nefrontinggal 50% pada
akhir rentang
hidup rata-rata
-Batu ginjal-Infeksi ginjal
(pielonefritis, sistisis)
-Penyakit prostat-Gangguan ginekologik-Retensia urine-Inkontinensia urine-GGA/GGK
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
4/14
pengaruhi pembuluh
darah pada semua
tingkat, mulai dari
intima pembuluh
darah kecil sampai
hialinisasi arterioler
dan hyperplasia
intima arteri besar
-Atrofi asini prostatdan otot dengan area
foeus hyperplasia
-Hyperplasia nodularbeningna terdapat
pada 75% pria >
90Tahun
Aliran darah ginjaltinggal 50% pada
usia 75 tahun
Tingkat filtrasiglomerelus dan
kapasitas ekskresi
maksimum
menurun dengan
proporsi yang
sama
Ginjal yang tuamasih dapat
mempertahankan
mekanisme
homeostasis
normal dan
ekskresi sisa
metabolism dalam
batas tertentu, tapi
kurang efisien dan
perlu waktu lebih
lama dengan
cadangan minimal.
Karenanya
dehidrasi, infeksi
atau gangguan
curah jantung yang
relative ringan
akan mempercepat
gagal ginjal
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
5/14
C. PengertianInkontinensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan
keluhan urine (Purnomo, Basuki, 2007:105)
Inkontinensia urine adalah keluarnya urine tanpa disadari (Depkes,1995)
Inkontinensia urine adalah eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak
terkendali/terjadi di luar keinginan (Suzanne E. Smeltzer, 2002: 1993)
D. EtiologiMengetahui penyebab Inkontinensia sangat penting untuk pengelolaan yang
tepat. Pertama-tama harus di usahakan membedakan apakah penyebab Inkontinensia
berasal dari:
a. Kelainan urologie, misalnya radang, batu, tumor, divertikelb. Kelainan neurologie, misalnya stroke, trauma pada medulla spinalis, dimensia dan
lain-lain
c. Lain-lain, misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih yang tidakmemadai/jauh dan sebagainya
E. Klasifikasia. Inkontinensia Urge
Pasien Inkontinensia urge mengeluh tidak dapat menahan kencing segera setelah
timbul sensasi ingin kencing
Pasien Inkontinensia urin urge adalah kelainan yang berasal dari buli-buli
diantaranya adalah overaktivitas destrusor dan menurunnya komplians buli-buli.
Overaktivitas destrusor dapat disebabkan oleh kelainan neurologie yang disebut
sebagai hiper-refleksi destrusor.
Hiper-refleksi destrusor disebabkan oleh kelainan neurologis diantaranya adalah
stroke, penyakit parkisan, sedera korda spinalis, sklerasis multiple, spina bifida,
dan melitis transversal.
Instabilitas destrusor sering kali disebabkan oleh obstruksi infravesika, pasea
bedah intravesika, batu buli-buli, tumor buli-buli, dan sistitis.
Tidak jarang inkontinensia urge menyertai sindroma overaktivitas buli-buli,
sindroma ini ditandai dengan frekuensi, urgensi dan kadang-kadang Inkontinensia
Urge.
b. Inkontinensia Urine Stress / Stress Unirary Incontience (SUI)
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
6/14
SUI adalah keluarnya urine dari uretra pada saat terjadi peningkatan tekanan
intrabdominal yang dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri/
mengangkat benda berat.
Inkontinensia Stress banyak dijumpai pada wanita dan merupakan jenis
Inkontinensia, urin yang paling banyak prevalensinya yakni + 8-33%.
Pada pria kelainan uretra yang menyebabkan Inkontinensia biasanya adalah
kerusakan sfingter uretra eksterna pasea prostatoktani, sedangkan pada wanita
penyebab kerusakan kerusakan uretra dibedakan jadi 2 keadaan, yakni
hipermobilitas uretra dan defisiensi intrinsie uretra.
Hipermobilitas uretra disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul yang
berfungsi sebagai penyangga uretra dan buli-buli.
Defisiensi sfingter intrinsie (ISD) dapat dibedakan kedalam suatu trauma,
penyulut dari operasi, radiasi/kelainan neurologi
Pembagian Inkontinensia Stress
Berdasarkan Blaivas dan Olsson (1988), berdasarkan pada penurunan letak leher
buli-buli dan uretra setelah pasien diminta melakukan maneuver valsava.
Penilaian ini dilakukan berdasarkan pengamatan klinis berupa keluarnya
(kebocoran) urine dan dengan bantuan video-urodinamik.
1) Tipe 0 : Pasien mengeluh tentang Inkontinensia Stress tetapi pada pemeriksaantidak di temukan keboeoran urin. Pada video-urodinamika setelah
maneuver valsava, leher buli-buli menjadi terbuka
2) Tipe I : Terdapat penurunan < 2 em dan kadang-kadang disertai dengansistokel yang masuh kecil.
3) Tipe II : Jika penurunan > 2 cm, seringkali disertai dengan adanya sistokel.Dalam hal ioni sistokel mungkin berada dalam vagina (tipe II a)/ di luar
vagina (tipe II b).
4) Tipe III : Leher buli-buli dan uretra tetap terbuka meskipun tanpa adanyakontraksi destrusor maupu maneuver valsava, sehingga urin selalu
keluar ke dalam faetor gravitasi/penambaha tek intravesika (gerakan)
yang minimal. Tipe ioni disebabkan drfidiendi sfingter (ISD).
c. Inkontinensia ParadoksaInkontinensia Paradoksa / overflow adalah keluarnya urine tanpa dapat dikontrol
pada keadaan volume urin di nuli-buli melebihi kapasitasnya. Destrusor
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
7/14
mengalami kelemahan sehingga terjadi atonia/arefleksia. Keadaan ini ditandai
dengan overdistensi buli-buli (resistensi urine) tetapi kedalam buli-buli tidak
mampu lagi mengosongkan isinya, tampak urine selalu menetes dari meatus
uretra. Kelemahan otot destrusou ini dapat disebabkan ke dalam obstruksi uretra,
neuropati diabetikum, sedera spinal, defisiensi Vit B12, efek samping pemakian
obat/pasea bedah pada daerah peluk.
d. Inkontinensia Urine FungsionalInkontinensia Fungsional merupakan Inkontinensia dengan fungsi sel kemih
bagian bawah normal/utuh tetapi ada faetor lain seperti gangguan fisik, gangguan
kognitif, maupun pasien yang sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu.
Gangguan fisis yang dapat menimbulkan Inkontinensia Fungsional antara lain
adalah gangguan mobilitas akibat arthritis, paraplesia inferior, stroke/gangguan
kognitif akibat suatu delirium/dimensia.
Pada pasien tua sering kali mengeluh Inkontinensia Urine sementara (translent)
yang dipieu oleh beberapa keadaan yang disingkat DIAPPERS yakni delirium,
infeetion, atropie vaginistis/uretritritis, pharmaeeufieal, psyeologyeal, exeess urine
output, restrieted mobility dan stool infaetion.
1. AKIBAT INKONTINENSIA URINEa. Masalah Medik
Masalah medie yang ditimbulkan berupa iritasi dan kerusakan kulit di sekitar
kemaluan akibat urine yang dapat menimbulkan infeksi.
b. Masalah SosialMasalah soeial yang timbul berupa perasaan malu, mengisolasi diri dari
pergaulannya dan mengurung diri di rumah.
c. Masalah EkonomiMasalah ekonomi timbul karena pempes/perlengkapan lain guna menjaga
supaya tidak selalu basah oleh urine, memerlukan biaya yang tidak sedikit.
F. Pemeriksaan diagnostika. Pemeriksaan Neurologik
Diperiksa status mental (kognitif) pasien, makin dijumpai tanda dimensia,
neurologi terhadap saraf (dermatom) yang menginervasi vesikouretra harus
dilakukan secara sistematik. Nervus pudendus yang memberikan inervasi somatk
pada sfingter eksterna dan otot-otot dasar panggul serta nervus pelvikus yang
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
8/14
memberi inervasi parasimpatik pada destrosor berasal dari korda yang member
korda spinalis saeral 52-4. Keadaan sfingter ani yang floksia menunjukkan adanya
kelemahan kontraksi dari otot destrusor.
b. LaboratoriumPemeriksaan urinalis, kultur urine dan kalau perlu sitologi urine dipergunakan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses inflamasi/infeksi/keganasan
pada sel kemih.
c. Pemeriksaan Lain1) Pemeriksaan urodinamika
Pemeriksaan uroplomentri Pengukuran profil tekanan uretra Sistometri Valsava leak point pressure Video urodinamika
2) Pemeriksaan peneitraan Pielografi intravena Sistognafi miksi
3) Pemeriksaan residu urine
Untuk mengetahui kemungkinan adanya destruksi intravesika/kelemahan otot
destrusor. Pemeriksaan itu dilaksanakan dengan melakukan kateterisasi/ dengan
ultrasosnografi sehabis miksi.
G. PengkajianPengkajian pada lansia dengan gangguan sistem perkemihan meliputu hal-hal berikut
ini:
a. Riwayat kehamilan da jumlah anak, keluhan atau masalah prostat.b. Adanya infeksi kandung kemih atau saluran kemih.c. Apakah ada sumbatan pada saluran kemih seperti tumor.d. Keluhan nyeri pada wwaktu miksi.e. Warna dan bau urine.f. Distensi kandung kemih.g. Adanya kelainan pada BAK /kebiasaan klien BAK.h. Adakah faktor psikologis seperti stress serta cemas.
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
9/14
i. Pemasukkan dan pengeluaran cairan.j. Penggunaan obat penenang atau obat diuretik.k. Kulit memerah.l. Adanya luka dikubitus.m. Klien mengeluh gatal-gatal pada bagian bokong.n. Bau tak sedap akibat mengompol.o. Immobilisasi
H. Penatalaksanaan Keperawatana. Latihan/rehabilitasi
Pelvie Floor Exerase/Kagel Exereise
Untuk meningkatkan resistensi uretra dengan memperkuat otot-otot dasar panggul
dan otot periuretra, dengan cara :
Pasien diajarkan mengenal kontraksi otot dasar panggul dengan carameneoba menghintiakn aliran urine (melakukan kontraksi otot-otot pelvis).
Setelah itu pasien diinstruksikan untuk melakukan kontraksi otot dasarpanggul seolah-olah menahan urine selama 10 detik sebanyak 10-20 kali
kontraksi dan dilakukan dalam 3 kali setiap hari. Untuk mendapatkan efek
yang diharapkan mungkin 6-8 minggu latihan
Terapi behavioral
Dalam hal ini pasien dilatih untuk mengenal timbulnya sensai urgensi, kemudian
meneoba menghambatnya dan selanjutnya menunda saat miksi. Jika sudah
meneoba menghambatnya dan selanjutnya menunda saat miksi. Jika sudah
terbiasa cara ini, interval diantara miksi menjadi lebih lama dan didapatkan
volume miksi yang lebih banyak.
b. Medikamentosa1) Inkontinensia Urge
Tujuan :
Meningkatkan kapasitas buli-bili. Meningkatkan volume urine yang pertama kali memberi sensasi miksi. Menurunkan frekuensi kencing.Obat :
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
10/14
Antikolinergik (obat penghambat sisi parasimpatik eferen pada ototdestrusor, oksibutinin, prophantheline bromide, tolterodine tartrate).
Pelemas otot polos
Dieyelomine, falvoxate Antidepresan trisiklik, imipramine Anti prostagrandin Penghambat kanal kalsium
2) Inkosintensia StressTujuan : meningkatkan tonus otot sfingter uretra dan resistensi bladder outlet
Obat :
Aganis: adrenegikEfedrin/pseudoefedrin dan kenilpropandamin.
Hati-hati pada orang yang menderita tertentu, penyakit kardiovaskuler,
hipertiroid ketiga obat ini dapat menyebabkan anoreksia, nausea, insomnia
konfusi, peningkatan tekanan darah dan ansieyas
EstrogenPemakian esterogen masih menjadi perdebatan, karena pemakian
kombinasi bersama obat adrenegik dan mempunyai efek aditif/sinergisitik.
3) PembedahanDilakukan pada inkontinensia yang disebabkan oleh fistula/kelainan bawaan
ektopik ureter. Tindakan berupa penutupan fistula/neoimplantasi ureter ke
buli-buli.
Pada inkontinensia urge pembedahan dilakukan untuk mengurangi
overaktivitas buli-buli, yaitu dengan rhizolisis.
Pada keadaan defisiensi sfingter buretra intrinsie (SID) dapat dilakukan
pemasangan pubovagnal, injeksi kolagen periuretra/sfingter artifisal.
I. Masalah Keperawatana. Potensial dengan kerusakan kulit berhubungan dengan defisit perawatan diri
Tujuan: Setelah tindakan keperawatan dilakukan selama 3x24 jam, kerusakan
integritas kulit tidak terjadi
KH: Kulit perineal tidak mengalami kerusakan yang ditandai dengan
Kulit tidak lembab lagi
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
11/14
Tidak ada kemerahanTidak ada rasa gatal
Intervensi
1. Kaji daerah perineal dan kemerahan, inflasi gatal atau lecet
2. Bersihkan kulit dengan sabun dan air keringkan dengan baik setelah terjadi
inkontinensia
3. Gunakan semprotan protektif/ pelindung kulit
4. Usahakan/ pastikan alat tenun (sprei) kering dan tanpa lipatan
5. Gunakan popok atau pampers jika sering mengalami inkontinensia
6. Jangan gunakan bahan plastik kontak menyentuh kulit, sebab dapat merupakan
penyebab peningkatan keringatl lembab
b. Gangguan citra diri berhubungan dengan inkontinensia urineTujuan:
Tidak terjadi gangguan citra tubuh setelah tindakan keperawatan dilakukan selama
2x24 jam
KH:
Pasien mampu berpikir positif tentang dirinya Pasien dapat mengekspresikan cemas berkurang Ikut serta dalam aktivitas sehari-hari Membuat persiapan untuk bertemu dengan kelomppk pendukung
Intervensi
1.Berikan situasi/ suasana yang menerima dan mendukung pasien
2. Anjurkan untuk mengekspresikan perasaan ansietas, takut, bingung, marah, frustasi dan
tidak berdaya dukung perasaan positif
3. Jangan berkomentar saat membantu pasien membersihkan setelah terjadi inkontinensia
4. Usulkan metode yang dapat mengontrol bau seperti kebersihan perineal yang baik
mengganti pakaian jika perlu, cegah makanan yang dapat menimbulkan bau pada urine.
5. Anjurkan untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga lain atau minta bantuan dokter
profesi lain
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
12/14
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang pengontrolaninkontinensia
Tujuan:
Kurang pengetahuan, tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Ix24 jam
KH:
Pasienl anggota keluarga lain akan mengatakan mengerti tentang kebutuhan mempertahankan
jadwal berkemih, masukan2000-2500 ml/hr, beberapa cara untuk mencegah inkontinensia
yang tidak terduga, melaporkan tanda-tanda ISK, membuat janji untuk kontrol, mengubah
lingkungan untuk menghindafi inkontinensia
Intervensi
1.Melihat kembali kebutuhan untuk
2. Diskusikan pentingnya menjaga masukan n cairan 2000-2500 ml/hr, jumlah ditingkatkan
jika pasien dapat mengontrol berkemih dengan
lebih baik.
3. Diskusikan metode untuk mencegah mengatasi inkontinensia yang tidak diduga
4. Berkemih sebelum melakukan aktivitas sosial,
5. Memberikan pendidikan kesehatan tentang cara mengontrol BAK
6. Rencanakan untuk melakukan aktivitas seksual saat kandung kemih kosong.
7. Bawa pakaian untuk ganti yang dapat
digunakan jika terjadi inkotinensia yang tidak
terduga.
8. Diskusikan pakaian dalam/ popok yang dapat
dipakai yang terbuat dari bahan yang menyerap.
9. Ajarkan/ jelaskan tanda-tanda dan gejala ISK
l0. Tekankan kebutuhan untuk mengevaluasi
faktor pencetus inkontinensia dan membuat perubahan jika perlu, lapor inkontinensia yang
terus menerus.
11. Berikan fakta tentang inkontinensia dan 5. Untuk menambah pengetahuan pasien.
banyaknya orang-oran ang mengalaminya.
12. Butuh dorongan untuk komunikasi lanjut
dengan anggota keluarga. Kegunaan kelompok pendukung dan profesi kesehatan
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
13/14
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi. Martono, Hadi. 2006. Geriatri. Edisi 3. Jakarta:FKUI.
Parry & Potter. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC.
-
7/28/2019 askep lansia perkemihan
14/14
BAB IV
PENUTUP
A. KesimpulanInkontinensia urin merupakan keluhan yang banyak dijumpai pada lanjut usia.
Prevalensinya meningkat dengan bertambannya umur, lebih banyak didapatkan pada
wanita dan pada penderita-Penderita lanjut usia yang dirawat di bangsal akut.
Inkontinensia urin mempunyai kemungkinan besar untuk disembuhkan,
terutama pada penderita dengan mobilitas dan status mental yang cukup baik.
Perawatan inkontinensia urin harus dilaksanakan dengan cara bladder training/ senam
kegel dengan kolaborasi. Bahkan bila tida diobati sempurna, inkontinensia selalu
dapat diupayakan lebih baik, sehingga kualitas hidup penderita meningkat dan
meringankan beban yang merawat. Pengelolaan di inkontinensialurin dimulai antara
lain dengan membedakan apakah secara garis besar penyebabnya dari segi urologik
atau masalah neurologik. Kemudian penting untuk diketahui apakah inkontinensia
terjadi secara akut/kronik/ persisten. Inkontinensia akut biasanya reversible,
berhubungan dengan penyakit akut yang sedang diderita, dan akan balk lagi bila
penyakit-penyakit akut tersebut sudah disembubkan. Sedang pengobatan yang
optimal dari inkontinensia yang persisten tergantung pada tipe inkontinensia yang
diderita.
B. Saran
Masalah inkontinensia urine sering terjadi pada lansia. Oleh karena itu,
perawat juga harus memahami proses menua balk secara iisiologik maupun
psikologik untuk dapat membantu dan merawat lansia dengan inkontinensia urine
dengan maksimal.
Menganjurkan pada lansia agar tetap melaksanakan senam kegel secara
teratur. Bagi keluarga/ pengasuh harus dapat memotivasi pasien agar dapat selalu
melakukan senam kegel secara teratur.