askep resiko bunuh diri

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, sepert Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per dan China yang mencapai 250.000 per tahun. Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cuk tinggi. erdasarkan data !rganisasi "esehatan #unia $%&!' pada sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindakbunuh diritiap tahunnya. #engan demikian, diperkirakan (.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya. )amun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar (, (00.000 penduduk dan ke*adian bunuh diri tertinggi di Indonesia +unung "idul, ogyakarta mencapai kasus per (00.000 penduduk. dapun ke*adian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok rema*a dan de/asa muda $(5 21 tahun', untuk *enis kelamin, perempuan melakukan percobaan bunuh diri $attemp suicide' empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalanga perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kau lebih letal atau mematikan seperti menggantung diri. "elompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasis/a, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang yang berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumu dan miskin, kelompok pro essional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog. 1

Upload: sidessy26

Post on 08-Oct-2015

179 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

keperawatan jiwa

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan China yang mencapai 250.000 per tahun.

Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul, Yogyakarta mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.

Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja dan dewasa muda (15 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki lebih letal atau mematikan seperti menggantung diri.

Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-orang yang berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumu dan miskin, kelompok professional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog.

1.2 Rumusan MasalahBagaiman Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan resiko binuh diri ?1.3 Tujuan Masalah1.3.1 Tujuan Umum

Agar mahasiswa dan tenaga kerja kesehatan dapat menangani pasien dengan resiko bunuh diri dengan benar dan tepat.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Bagi Mahasiswa Keperawatan

Agar mahasiswa keperawatan dapat menangani pasien dengan resiko bunuh diri secara tepat dan mudah apabilah menemuinya disekitarnya atau pada saat prektek.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Agar mempermudah kinerja perawat apabilah menemui pasien dengan resiko bnuh diri 3. Bagi Masyarakat

Agar masyarakat umum bisa menegetahui bahaya dan dapat mencegah bunuh diri dikalangan masyarakat BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bunuh Diri

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi (Stuart & Sundeen, 2006). Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh normanorma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :

1. Ketidak berdayaan, keputusasaan, apatis.

Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.

2. Kehilangan, ragu-ragu

Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir dengan bunuh diri.

a. Depresi

Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandaidengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi padasaat individu ke luar dari keadaan depresi berat.

b. Bunuh diri

Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untukmengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhirindividu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).

2.2 Etiologi Bunuh Diri

Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :

1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.

2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan

3. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.

4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukumanpada diri sendiri.

5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai berikut :

Genetic dan teori biologiFactor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri Teori sosiologiEmile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor). Teori psikologiSigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.2.3 Faktor Terjadinya Masalah

2.3.1 Faktor PredisposisiMenurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antaralain :

Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia. Sifat kepribadian

Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi. Lingkungan psikososial

Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.

Faktor biokimia

Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.

2.3.2 Faktor Presipitasi

Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:

1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubunganinterpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.

2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.

3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukumanpada diri sendiri.

4. Cara untuk mengakhiri keputusan.

2.4 Jenis-Jenis Bunuh Diri

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.2.5 Sumber dan Mekanisme Koping

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme koping pada perilaku bunuh diri yaitu:

1. Sumber Koping

Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya sendiri.

2. Mekanisme Koping

Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tak langsung adalah :

a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol

b. Rasionalisme

c. Intelektualisasi

d. Regresi

Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.

2.6 PatopsikologiSemua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siapmembunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:1. Ancaman bunuh diri

Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebutmempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

2. Upaya bunuh diri

Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.

3. Bunuh diri

Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang

menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).Peningkatan verbal/ non verbal

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif

2.7 Tanda dan Gejala

Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. Adapunpetunjuk psikiatrik anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainanafektif, alkoholisme dan penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja, dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia. Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/ kehilangan, hidup sendiri, tidak bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif, keputusasaan, harga diri rendah, batasan/ gangguan kepribadian antisosial.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan tentamen suicide.

Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya meninggal.

Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan terutama jaringan otak.

Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ.2.9 Pemeriksaan Diagnostik

Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan terapi resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan tentamen suicide.Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.2.10 Penatalaksanaan

Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

1. Penatalaksanaan Medis

pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah orang mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan atau melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri membutuhkan obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri mereka atau orang lain, dan pasien juga lebih membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Tindakan keperawatan

a. Tindakan keperawatan untuk pasien

1) Tujuan :

a) Klien dapat membina hubungan saling percayab) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya

d) Klien dapat meningkatkan harga diri

e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

2) Tindakan keperawatan

a) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien

1. Perkenalkan diri dengan klien

2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.

3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.

4. Bersifat hangat dan bersahabat.

5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

b) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri

1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.3. Awasi klien secara ketat setiap saat.c) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya

1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.

2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan ,ketakutan dan keputusasaan.

3. Beridorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.

4. Beriwaktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.

d) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya

1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

e) Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang adaptif

1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal :berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.)

2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.

3. Beridorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga

1) Tujuan :

Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah rasa ingin bunuh diri

2) Tindakan keperawatan

Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh diri adalah :

a) Membina hubungan saling percaya

1. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

2. Bicara dengansikaptenang, rileks dan tidakmenantang.b) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki2. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien3. Utamakan pemberian pujian yang realitasc) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumahd) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.

2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.

3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

e) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien

2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat

3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

2.11 Pencegahan Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan peringatan pada keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis. Sehingga ada kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang lebih baik. Pencegahan berskala besar harus diarahkan untuk mengatasi isolasi sosial, rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan penyalahgunaan alkohol dan obat. 2.12 Mitos Resiko Gangguan Jiwa 1. Gangguan Jiwa: Gila

Masyarakat banyak menganggap bahwa orang yang mengidap gangguan jiwa atau gangguan mental emosional hanyalah orang gila. Faktanya, tidak semua orang yang mengalami gangguan jiwa dapat disebut gila secara medis. Secara medis mungkin yang disebut gila oleh masyarakat adalah orang-orang yang mengalami gangguan psikotik. Gangguan psikotik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan dunia nyata dan dunia khayalnya, contoh gejalanya : ada yang merasa dirinya adalah nabi atau artis terkenal, atau merasa bahwa keluarga terdekatnya ingin mencelakakannya selain itu tidak jarang yang dapat mendengar atau melihat hal-hal yang tidak dapat didengar atau dilihat oleh orang lain.

2. Gangguan Jiwa Disebabkan oleh Kutukan dan Guna-Guna

Saat ini, orang yang mengalami gangguan jiwa seringkali dianggap karena kemasukan roh atau gara-gara menuntut ilmu khusus sehingga pengobatan cenderung mencari pengobatan supranatural dibandingkan medis. Penjelasan dari Prof. dr. Sasanto Wibisono, SpKJ(K), salah satu psikiater yang menjadi pengajar di Universitas Indonesia ini : Masih ada beberapa kerancuan pada makna istilah, yang dapat menghambat usaha memasyarakatkan psikiatri. Istilah psikiatri (inggris: psychiatry) diangkat dari bahasa Yunani, yaitu psyche (soul, mind kehidupan mental, baik yang sadar maupun bawah sadar dalam bahasa Indonesia: roh, jiwa, mental) dan iatreia (healing-penyembuhan). Sesuai dengan kedudukannya sebagai bidang ilmu, maka di dalam bidang psikiatri, psyche berarti mind atau mental dan bukan berarti soul atau roh.3. Pengidap Gangguan Jiwa Cuman Sedikit di IndonesiaData dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan angka nasional gangguan jiwa dan mental emosional (kecemasan dan depresi) pada penduduk usia sekitar 15 tahun, adalah 11,6%, atau sekitar 19 juta penduduk. Sedangkan dengan gangguan jiwa berat rata-rata sebesar 0,64% (1 juta) penduduk. Dengan provinsi pemegang angka gangguan mental dan emosional tertinggi di Indonesia adalah Jawa Barat yang mencapai angka 20%. 20% mah masih dikit gaaaan, cuman 1 dari 54. Gangguan Jiwa Berobatnya di Dukun atau Paranormal

Banyak sebagian orang masih saja pegi ke dukun untuk berobat, kurangnya pengetahuan serta kepercayaan terhadap tenaga kesehatan membuat mereka.5. Semua Obat dari Dokter Ketergantungan pergi ke dokterObat yang dapat menyebabkan ketergantungan hanyalah obat-obatan yang berasal dari golongan benzodiazepine, contohnya alprazolam (xanax). Dan ketergantungan tidak terjadi begitu saja, kalau penggunaannya asal-asalan dan tidak mematuhi aturan dari dokter yang terlatih, baru akan menyebabkan ketergantungan. Obat-obatan dari golongan lain tidak menyebabkan ketergantungan.2.13 Tingkatan Bunuh DiriBerdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka bunuh diri di bagi 3 yaitu :1. Ancaman bunuh diri (suicide threats)

Merupakan peringatan verbal atau non verbal bahwa seseorang tersebut mempertimbangkan bunuh diri. Individu akan mengatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi atau mungkin menunjukkan respon non verbal dengan memberikan barang-barang yang dimilikinya. Misalkan dengan mengatakan tolong jaga anakku karena saya akan pergi jauh atau segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya. Perilaku ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman menunjukkan ambivalensi tentang kematian.2. Percobaan bunuh diri (suicide attempts)

Klien sudah melakukan percobaan bunuh diri. Semua tindakan yang dilakukan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu dan dapat menyebabkan kematian, jika tidak dilakukan pertolongan segera. Pada kondisi ini klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai cara seperti gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.3. Completed suicide

Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar mati mungkin akan mati, jika tidak ditemukan pada waktunya.BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

A. Identitas Pasien:

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.B. Keluhan Utama:

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.C. Faktor PredisposisBeberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi : Diagnosa Medis Gangguan Jiwa: Diagnosa medis gangguan jiwa yang beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan schizophrenia. Lebih dari 90% orang dewasa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa. Sifat Kepribadian: Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko bunuh diri yaitu suka bermusuhan, impulsif, kepribadian anti sosial dan depresif. Lingkungan Psikososial: Individu yang mengalami kehilangan dengan proses berduka yang berkepanjangan akibat perpisahan dan bercerai, kehilangan barang dan kehilangan dukungan sosial merupakan faktor penting yang mempengaruhi individu untuk melakukan tindakan bunuh diri. Riwayat Keluarga: Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik yang terjadi dalam keluarga merupakan faktor penting untuk melakukan bunuh diri. Menurunnya neurotransmitter serotonin, opiate dan dopamine dapt menimbulkan perilaku destruktif-diri.D. Faktor Predispitasi

Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja

Masalah Keperawatan:

Resiko bunuh diri Risiko perilaku kekerasan

Harga diri rendah

E. Aspek Fisik/Biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.F. Konsep Diri Gambaran Diri: Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya. Identitas: Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau belom, kalau sudah menikah apakah sudah memiliki anakn Peran Diri: Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala keluarga, ibu/ ibu rumah tangga atau sebagai anak dari berapa bersaudara Ideal Diri: Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien akan melakukan apa untuk hidupnya selanjutnya, apakah lebih bersemangat atau membuat lembaran baru. Harga Diri: Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.G. Hubungan Sosial Tanyakan Menurut klien orang yang paling dekat dengannya siapa ,ataukah teman sekamar yg satu agama. Apakah Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya atau sangat peduli dengan lingkugannya, apakah klien sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah ,apakah klien merupakan orang yg jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang lain, ataukah sangat sensitive.H. Spiritual Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan adanya Tuhan atau dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya. Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.I. Status Mental Penampilan:

pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan. Pembicaraan:Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking.

Aktivitas Motorik:Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas Interaksi selama wawancara:Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat berkomunikasi.

MemoriKlien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.J. Kebutuhan Persiapan Pulang

Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.

Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum

K. Stressor PencetusBunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang dialami individu. Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan yang memalukan seperti masalah hubungan interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman penahanan dan dapat juga pengaruh media yang menampilkan peristiwa bunuh diri.L. Penilaian StressorUpaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasienM. Sumber KopingPerlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam mengatasi masalah individu dalam memecahkan masalah seringkali membutuhkan bantuan orang lain.N. Mekanisme KopingMekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak diri tak langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi. Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri adalah indiviidu telah gagal menggunakan mekanisme pertahanan diri sehingga bunuh diri sebagai jalan keluar menyelesaikan masalah hidupnya.O. Rentang Respon Respon adaptifRespon maladaptif

peningkatan diripengambilan resiko yang meningkatkan pertumbuhanperilaku destruktif-diri tidak langsungpencederaan diribunuh diri

P. Intensitas Bunuh diri

Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1997, dikutip oleh shivers, 1998,hal 475). Mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale). , intensitas bunuh diri dengan skor 0-4 dijelaskan pada tabel (Suicidal Intertion Rating Scale).SkorIntensitas

0

1

2

3

4Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang

Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri

Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri

Mengancam bunuh diri, misalnya : Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri.

Aktif mencoba bunuh diri

Pengkajian tingkat resiko Bunuh Diri

NOPerilaku atau GejalaIntensitas Resiko

RendahSedangTinggi

1CemasRendahSedangTinggi atau panic

2DepresiRingan SedangBerat

3Isolasi- Menarik diriPerasaan depresi yang samar, tidak menarik diriPerasaan tidak berdaya, putus asa, menarik diriTidak berdaya,putus asa, menarik diri, protes pada diri sendiri

4Fungsi sehari-hariUmumnya baik pada semua aktivitasBaik pada beberapa aktivitasTidak baik pda semua aktivitas

5SumberBeberapaSedikitKurang

6Strategi kopingUmumnya konstruktifSebagian konstruktifSebagian besar destruktif

7Orang dekatBeberapaSedikit atau hanya satuTidak ada

8Pelayanan psikiatri yang lalu Tidak, sikap positifYa, umumnya memuaskanBersikap negative terhadap pertolongan

9Pola HidupStabilSedang Tidak stabil

10Pemakai alcohol/obatTidak seringSeringTerus menerus

11Percobaan bunuh diri sebelumnyaTidak atau yang tidak fatalDari tidak sampai dengan cara yang agak fatalDari tidak sampai berbagai cara yag fatal

12Disorientasi dan disorganisasiTidak adaSedikitJelas atau ada

13BermusuhanTidak atau sedikitBeberapaJelas atau ada

14Rencana Bunuh diriSamar, kadang-kadang ada pikiran, tidak ada rencanaSering dipikirkan, kadang-kadang ad aide untuk merencanakan

3.2 Pohon MasalahResiko bunuh diri

Isolasi sosial

Harga diri rendah

Koping keluarga tidak efektif kegagalan perpisahan

3.3 Analisis Data SubjektifObjektif

memiliki riwayat penyakit mentalmengalami depresi, cemas, dan perasaan putus asa

menyatakan pikiran, harapan, dan perencanaan bunuh dirirespon kurang dan gelisah

menyatakan bahwa sering mengalami kehilangan secara bertubi-tubi dan bersamaanmenunjukkan sikap agresif

menderita penyakit yang prognosisnya kurang baik tidak koperatif dalam menjalani pengobatan

menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berhargaberbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial

menyatakan perasaan tertekanpenurunan berat badan

3.4 Diagnosa Keperawatan Diagnosa perilaku destruktif diri memerlukan pengkajian yang cermat. Penyangkalan dari pasien terhadap sikap merusak diri tidak boleh mempengaruhi perawat dala melakukan intervensi keperawatan. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil pengamatan perawat, data-data yang dikumpulkan oleh pemberi pelayanan kesehatan lain dan informasi yang diberikan oleh pasien dan keluarga.

Diagnosa NANDA yang berhubungan dengan Respon Proteksi Diri Maladaptif adalah Risiko Bunuh diri

3.4 Intervensi Keperawatan

NODiagnosa KeperawatanTujuan UmumTujuan KhususIntervensi

1Resiko Bunuh Diri

Klien tidak mencederai diri.Kriteria Hasil:1. Pasien dapat menunjukan pengendalian implus dengan indikator sebagai berikut:

Mengeluarkan perasaaan negatif secara tepat Mengidentifikasi perasaan atau perilaku yg mengarah pada tindakan implusif

Mengungkapkan secara verbal tentang pengendalian secar implus

Menghindari lingkungan dan situasi beresiko tinggi Klien:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan komunikasi terapeutik

2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

3. Klien dapat mengekspresikan perasaanya

4. Klien dapat meningkatkan harga diri

5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif6. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

7. klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat Keluarga:

1. Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri2. Keluarga pasien mampu merawat pasien dengan resiko bunuh diri Perkenalkan diri dengan klien

Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.

Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.

Bersifat hangat dan bersahabat.

Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

Jauhkan klien dari bendabenda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lainlain).

Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.

Awasi klien secara ketat setiap saat.

Dengarkan keluhan yang dirasakan.

Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.

Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.

Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lainlain.

Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.

Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

Kaji dan kerahkan sumbersumber internal individu.

Bantu mengidentifikasi sumbersumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, halhal untuk diselesaikan).

Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalamanpengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.).

Bantu untuk mengenali halhal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan

pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.

Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.

Kaji dan manfaatkan sumbersumber ekstemal individu (orangorang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).

Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).

Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).

Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.

Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian

Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya disekita pasien

Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri

Menjelaskan kepada keluarga pentingnya passion minum obat secara teratur.

Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri

a. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien

b. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien beresiko bunuh diri

Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.

a. Mengajarkan keluarga tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.

b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:

-Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah di awasi, jangan biarkan pasien mengunci diri dikamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah

- Menjauhkan barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri, seperti tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti racun nyamuk atau racun serangga.

- Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apa bila ada tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukkan tanda dan gejala untuk bunuh diri.

c. Menganjurkan keluarga untuk malaksanakan cara tersebut diatas.

Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apa bila pasien melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:

a.Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut

b.Segera membawa pasien kerumah sakit atau puskesmas untuk mendapatkan bantuan medis.

Mencari keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien

a. Memberikan informasi tentang nomor telpon darurat tenaga kesehatan

b. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya

c. Menganjurkan keluarga uuntuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar pemberian obat.

3.5 Implementasi dan Evaluasi NOTGL/JAMDIAGNOSA KEPTINDAKANEVALUASI

1.10/4/2010

PK.10.00 WIBResiko Bunuh DiriSp I Pasien1. Membina hubungan saling percaya dengan klien2. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien3. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien.4. Melakukan kontrak treatment5. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diriSp II Pasien1. Mengidentisifikasi aspek positif pasien2. Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri3. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berhargaSp III Pasien1. Mengidentisifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien2. Menilai pola koping yng biasa dilakukan3. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif4. Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif5. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harianSp IV Pasien1 Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien2 Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis3 Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistisSP I Keluarga

1. Mediskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien

2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, resiko bunuh diri dan jenis perilaku yang dialami pasien beserta proses terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya

SP II Keluarga

1. Melatih keluarga untuk mempraktekan cara merawat pasien resiko bunuh diri

2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien resiko bunuh diri

SP III Keluarga

1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dan dirumah termasuk minum obat

2. Mendiskusikan sumber rujukan yang dapat dijangkau oleh keluarga S :Klien mengatakan sudah mencoba belajar berkenalan namun masih enggan untuk dilakukan

O: Klien aktif dan memperhatikan selama latihan berkenalan dengan perawat

A: Klien sudah tahu cara berkenalan dengan menyebutkan nama,asal,hobi

P: Lanjutkan berkenalan dengan orang lain.

BAB III

PENUTUP4.1 Simpulan

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.4.2 Saran

Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat mengerti dan dapat memahami mengenai resiko bunuh diri beserta dengan asuhan keperawatannya. Dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk menjalankan tugas sebagai perawat kejiwaan kedepannya.

Daftar Pustaka

Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta

Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram

M. Wilkson Judith.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi (NIC) dan Kriteria Hasil (NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama

Ancaman bunuh diri

Upaya Bunuh Diri

Bunuh Diri

1