askep tiroiditis

30
BAB I PENDAHULUAN Kelenjar tiroid merupakan organ yang berbentuk seperti kupu- kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trachea. Kelenjar ini terdiri atas dua lobus lateral yang dihubungkan oleh sebuah istmus. Kelenjar tiroid mempunyai panjang kurang lebih 5 cm serta 3 cm dan berat kurang lebih 30 gr. Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda tiroksin (T4), Trilodotironin (T3) dan Kalsitonin. Ambilan dan metabolisme Iodium.Iodium merupakan unsur esensial bagi tiroid untuk sintesis hormon tiroid.Gangguan utama akibat defisiensi Iodium adalah perubahan fungsi tiroid.Iodium dikonsumsi dari makanan dan diserap dalam darah di dalam traktus gastrointestinal.Kelenjar tiroid bekerja sangat efisien dalam mengambil Iodium dari darah dan kemudian memekatkannya dalam sel- sel kelenjar tersebut. Ion-ion iodida akan diubah menjadi molekul Iodium yang akan bereaksi dengan tirosin (suatu asam amino) untuk membentuk hormon tiroid. Pengaturan fungsi tiroid Sekresi tirotropin, atau TSH (Thyriod Stimulating Hormone), oleh kelenjar hipofisis akan mengendalikan kecepatan pelepasan hormon tiroid. Selanjutnya, pelepasan TSH ditentukan oleh kadar hormon tiroid dalam darah. Jika konsentrasi hormon tiroid dalam darah menurun, pelepasan TSH meningkat sehingga terjadi peningkatan keluaran T4 dan T3.Keadaan ini merupakan suatu contoh pengendalian umpan balik (feedback control).Hormon pelepasan tirotropin (TRH) yang disekresi oleh hipotalamus memberikan pengaruh yang mengatur pelepasan TSH dari hipofisis. Fungsi hormon tiroid.Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolik seluler. Kedua hormon

Upload: rafil-hanafi

Post on 21-Oct-2015

103 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

ga

TRANSCRIPT

Page 1: askep tiroiditis

BAB IPENDAHULUAN

Kelenjar tiroid merupakan organ yang berbentuk seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trachea. Kelenjar ini terdiri atas dua lobus lateral yang dihubungkan oleh sebuah istmus. Kelenjar tiroid mempunyai panjang kurang lebih 5 cm serta 3 cm dan berat kurang lebih 30 gr. Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda tiroksin (T4), Trilodotironin (T3) dan Kalsitonin.

Ambilan dan metabolisme Iodium.Iodium merupakan unsur esensial bagi tiroid untuk sintesis hormon tiroid.Gangguan utama akibat defisiensi Iodium adalah perubahan fungsi tiroid.Iodium dikonsumsi dari makanan dan diserap dalam darah di dalam traktus gastrointestinal.Kelenjar tiroid bekerja sangat efisien dalam mengambil Iodium dari darah dan kemudian memekatkannya dalam sel-sel kelenjar tersebut. Ion-ion iodida akan diubah menjadi molekul Iodium yang akan bereaksi dengan tirosin (suatu asam amino) untuk membentuk hormon tiroid.

Pengaturan fungsi tiroid Sekresi tirotropin, atau TSH (Thyriod Stimulating Hormone), oleh kelenjar hipofisis akan mengendalikan kecepatan pelepasan hormon tiroid. Selanjutnya, pelepasan TSH ditentukan oleh kadar hormon tiroid dalam darah. Jika konsentrasi hormon tiroid dalam darah menurun, pelepasan TSH meningkat sehingga terjadi peningkatan keluaran T4 dan T3.Keadaan ini merupakan suatu contoh pengendalian umpan balik (feedback control).Hormon pelepasan tirotropin (TRH) yang disekresi oleh hipotalamus memberikan pengaruh yang mengatur pelepasan TSH dari hipofisis. Fungsi hormon tiroid.Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat proses metabolisme. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi perkembangan otak.Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga diperlukan untuk pertumbuhan normal.Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi sistem organ yang penting.Kalsitonin atau tirokalsitonin merupakan hormon penting lainnya yang disekresi oleh kelenjar tiroid. Hormon ini disekresi oleh kelenjar tiroid sebagai respon terhadap kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium dalam tulang.

Page 2: askep tiroiditis

BAB IIPEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS

1.     Pengertian

Tiroiditis adalah suatu peradangan pada kelenjar tiroid,menyebabkan hipertiroidisme

sementara yang seringkali diikuti oleh hipotiroidisme sementara atau sama sekali tidak

terjadi perubahan dalam fungsi tiroid.

Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid. Keadaan ini bisa bersifat akut, sub akut

atau kronis. Masing-masing tipe tiroiditis ditandai oleh inflamasi, fibrosis atau

implemantasi limfotik pada kelenjar tiroid.

2. Klasifikasi

1) Tiroiditis Akut

Merupakan kelainan langka yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, mikrobakteri

atau parasit pada kelenjar tiroid.Stapilokokus aureus atau jenis stafilokokus lain

merupakan penyebab yang paling sering dijumpai.Secara khas, penyakit ini

menyebabkan nu\yeri serta pembebgkakan leher pada bagian anterior, panas, disfagia,

dan dispocia.Faringitis atau gejala sakit leher sering dirtemukan.Pemeriksaan dapat

menunjukkan rasa hangat, eritema (kemerahan) dan nyeri tekan pada kelenjar

tiroid.Tetapi teoriditis akut mencakup pemberian preperat antibiotik dan penggantian

cairan.Tindakan insisi dan drainase diperlukan jika terdapat abses.

2) Tiroiditis Subakut

Tiroiditis sub akut dapat berupa tiroiditis garanula matosa sub akut (tiroiditis de

quervam) atau tiroiditis tanpa nyeri (silent thiroiditis atau tiroiditis limpfositik sub

akut).Tiroiditis granulomatosa sub akut merupakan kelainan inflamasi pada kelenjar

tiroid yang terutama mennterang wanita nberusia antara 40 hingga 50 tahun (sakiyuma

1993) kelainan ini ditemukan sebagai pembengkakan yang nyeri pada leher bagian

anterior, dan berlangsung selama1 atau 2 bulan dan kemudian menghilang spontan

tanpa gejala sisa.Tiroiditis ini sering terjadi setelah infeksi respiratorius.Kelenjar tiroid

Page 3: askep tiroiditis

membesar secra simetris dan kadang-kadang terasa nyeri. Kulit diatasnya sering

tampak kemerah dan terasa hangat.Pasien merasa sulit menelan dan mengalami

gangguan rasa nyaman, iritabilitas, kegelisahan insoumnia dan penurunan berat badan

yang kesemuanya merupakan manipestasi dari hipertiroidisme sering dijumpai, dan

banyak pasien juga merasakan gejala demam serta menggigil.Tiroiditis tanpa nyeri

(tiroiditis limposifik sub akut) sering terjadi pada periode pasca partus dan

diperkirakan disebabka oleh autoimun. Gejala hipertiroidisme atau hipertiroidisme

mungkin saja timbul, tetapi ditunjukkan untuk menangani gejala, dan pemeriksaan

tindak lanjut yang dilakukan setahun sekali perlu dianjurkan untuk enentukan aapakah

pasien memerlukan terapi guna mengatasi hipertiroidisma yang kemudian.

3) Tiroiditis kronis (tiroiditis hashimoto)

Tiroiditis kronis yang paling sering dijumpai pada wanita berusia 30 hingga 50 tahun

diberi nama penyakit hashimoto atau tiroiditis limfosik kronis.penegakan

diagnostiknya dilakukan berdasarkan gambaran histopatologis kelenjar tiroid yang

mengalami inflamasi.Berbeda denag tiroiditis akut, bentuk yang kronis ini biasanya

tidak disertai nyeri, gejala penekanan ataupun rasa panas, aktifitas kelenjar tiroid

biasaya normal atau rendah dan bukan meningkat.

3. Anatomi Fisiologi

Kelenjar tiroid merupakan organ yang berbentuk seperti kupu-kupu dan terletak

pada leher bagian bawah di sebelah anterior trachea.Kelenjar ini terdiri atas dua lobus

lateral yang dihubungkan oleh sebuah istmus.Kelenjar tiroid mempunyai panjang kurang

lebih 5 cm serta 3 cm dan berat kurang lebih 30 gr.Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis

hormon yang berbeda tiroksin (T4), Trilodotironin (T3) dan Kalsitonin.

Ambilan dan metabolisme Iodium.Iodium merupakan unsur esensial bagi tiroid

untuk sintesis hormon tiroid.Gangguan utama akibat defisiensi Iodium adalah perubahan

fungsi tiroid. Iodium dikonsumsi dari makanan dan diserap dalam darah di dalam traktus

gastrointestinal. Kelenjar tiroid bekerja sangat efisien dalam mengambil Iodium dari

Page 4: askep tiroiditis

darah dan kemudian memekatkannya dalam sel-sel kelenjar tersebut. Ion-ion iodida akan

diubah menjadi molekul Iodium yang akan bereaksi dengan tirosin (suatu asam amino)

untuk membentuk hormon tiroid.

Pengaturan fungsi tiroid. Sekresi tirotropin, atau TSH (Thyriod Stimulating

Hormone), oleh kelenjar hipofisis akan mengendalikan kecepatan pelepasan hormon

tiroid. Selanjutnya, pelepasan TSH ditentukan oleh kadar hormon tiroid dalam darah. Jika

konsentrasi hormon tiroid dalam darah menurun, pelepasan TSH meningkat sehingga

terjadi peningkatan keluaran T4 dan T3.Keadaan ini merupakan suatu contoh

pengendalian umpan balik (feedback control).Hormon pelepasan tirotropin (TRH) yang

disekresi oleh hipotalamus memberikan pengaruh yang mengatur pelepasan TSH dari

hipofisis.Fungsi hormon tiroid.Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah

mengendalikan aktivitas metabolik seluler.Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu

umum dengan mempercepat proses metabolisme.Hormon tiroid mempengaruhi replikasi

sel dan sangat penting bagi perkembangan otak.Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang

adekuat juga diperlukan untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap

metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi sistem organ yang penting.

Kalsitonin atau tirokalsitonin merupakan hormon penting lainnya yang disekresi

oleh kelenjar tiroid.Hormon ini disekresi oleh kelenjar tiroid sebagai respon terhadap

kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium dalam tulang.

Efek hormon tiroid pada pertumbuhan meningkatkan pertumbuhan dan

perkembangan otak selama kehidupan janin.Bila janin tidak dapat mensekresi hormon

tiroid dalam waktu yang cukup maka pertumbuhan dan pematangan otak sebelum dan

sesudah bayi dilahirkan akan sangat terbelakang dan otak tetap berukuran kecil dari

normal.Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme sebagian besar sel tubuh.Bila

produksi hormon tiroid sangat meningkat maka hampir selalu menurunkan berat adan.

Dan bila produksinya menurun hampir selalu meningkatkan nafsu makan.Keadaan ini

dapat melebihi keseimbangan perubahan kecepatan metabolisme.

Page 5: askep tiroiditis

Efek pada sistem kardiovaskuler hormon tiroid akan meningkatkan aliran darah

dan curah jantung, frekuensi denyut jantung, kekuatan denyut jantung, volume darah, dan

tekanan arteri.

Efek pada respiratori,meningkatnya kecepatan metablisme akan meningkatkan

pemakaian oksigen dan pembentukan karbon dioksida.Ini akan mengaktifkan semua

mekanisme yang meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan.

Efek pada saluran cerna, meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, karena

hormon tiroid meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan gerakan saluran

cerna. Sering terjadi diare, kekurangan hormon tiroid dapat menimbulkan konstipasi.

Efek pada sistem syaraf pusat.Hormon tiroid meningkatkan kecepatan berfikir,

tapi juga sering menimbulkan disosiasi pikiran, dan sebaliknya berkurang hormon tiroid

akan menurunkan fungsi ini.

Efek terhadap fungsi otot.Peningkatan hormon tiroid dapat menyebabkan otot

bereaksi dengan kuat, namun bila jumlah hormon ini berlebihan, maka otot-otot malahan

menjadi lemah oleh karena berlebihnya katabolisme protein. Kekurangan hormon tiroid

menyebabkan otot sangat lambat, tremor pada otot.

Efek pada tidur.Karena efek yang melelahkan dari hormon tiroid pada otot dan

sistem syaraf pusat, maka penderita hipertiroid seringkali merasa capai terus menerus

tetapi karena efek ekstasi dari hormon tiroid pada sinaps, timbul kesulitan

tidur.Sebaliknya, somuolen yang berat merupakan gejala khas dari hipertiroidisme,

disertai dengan waktu tidur yang berlangsung selama 12 jam sampai 14 jam sehari.

Efek hormon tiroid pada fungsi seksual. Pada pria, berkurangnya hormon tiroid

menyebabkan hilangnya libido dan sebaliknya sangat berlebihannya hormon ini

seringkali menyebabkan impotensi. Pada wanita, kekurangan hormon tiroid seringkali

menyebabkan timbulnyamenoragia dan polimenore.

Page 6: askep tiroiditis

4. Etiologi

Etiologi dari tiroiditis dibagi berdasarkan klasifikasi

1.      Tiroiditis subakut

Yang jelas sampai sekarang tidak diketahui, pada umumnya diduga oleh virus. Pada

beberapa kasus dijumpai antibody autoimun.

2.      Tiroiditis akut supuratif

Kuman penyebab biasanya stafhylococcus aureus, stafhylocaccus hemolyticus dan

pneumococcus. Infeksi dapat terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari

jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktuk tiroglosus

yang persisten, kelainan yang terjadi dapat disertai terbentuknya abses atau tanpa

abses. Abses ini dapat menjurus ke mediastinum, bahkan dapat pecah ke trakea dan

esophagus.

3.      Tiroiditis hashimoto

Untuk alasan yang tidak diketahui, tubuh melawan dirinya sendiri dalam suatu reaksi

autoimun, membentuk antibodi yang menyerang kelenjar tiroid.

Penyakit ini 8 kali lebih sering terjadi pada wanita dan bisa terjadi pada orang-orang

yang memiliki kelainan kromosom tertentu, seperti sindroma Turner, sindroma

Down dan sindroma Kleinefelter.

4.      Tiroiditis limfosotik laten

Penyebabnya tidak diketahui. Terjadi penyusupan limfosit (sejenis sel darah putih)

ke dalam kelenjar tiroid.

5. Patofisiologi

Penyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks, dengan faktor

penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan faktor pemicu

lingkungan, yang mengawali respon autoimun terhadap antigen tiroid.

Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan

data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis

PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan seluler dan perubahan

Page 7: askep tiroiditis

fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan.

Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau

antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi

inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid

yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang

bertindak sebagai autoantigen.

Berikut dijelaskan mengenai patofisiologi tiroiditis Hashimoto ini dilihat dari faktor

genetik dan lingkungan, yang kemudian melibatkan proses autoantigen dan autoantibodi

tiroid, ditambah adanya peran sitokin serta mekanisme apoptosis yang diperkirakan terjadi

pada proses penyakit ini.

1.      Faktor genetik

Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respon imun

seperti major histocompatibility complex (MHC), reseptor sel T, serta antibodi, dan gen

yang mengkode (encoding) autoantigen sasaran seperti tiroglobulin, TPO (thyroid

peroxidase), transporter iodium, TSHR (TSH Receptor). Dari sekian banyak gen kandidat,

saat ini baru enam gen yang dapat diidentifikasi, yaitu  CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte

Antigen-4), CD4, HLA-DR, protein tyrosine phosphatase-22, tiroglobulin, dan TSHR.

Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan molekul kostimulator yang

terlibat dalam interaksi sel T dengan Antigen Presenting Cells (APC). APC akan

mengaktivasi sel T dengan mempresentasikan peptide antigen yang terikat protein HLA

kelas II pada permukaan reseptor sel T. Sinyal kostimulator berasal dari beberapa protein

yang diekspresikan pada PC (seperti B7-1, B7-2, B7h, CD4), dan berinteraksi dengan

reseptor (CD28, CTLA-4, dan CD40L) pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu

presentasi antigen (2).

CTLA-4 dan CD40 merupakan molekul kostimulator non-spesifik, yang dapat

meningkatkan suseptibilitas terhadap PTAI dan proses autoimun lain. CTLA-4 berasosiasi

dan terkait dengan berbagai bentuk PTAI (tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, dan

Page 8: askep tiroiditis

pembentukan antibodi antitiroid), dan dengan penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe

1, penyakit Addison, dan myasthenia gravis.

Asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan antigen HLA tidak begitu jelas. Hal ini

menyangkut masalah definisi penyakit tiroditis Hashimoto yang sering kontroversial.

Spektrum klinik tiroiditis Hashimoto bervariasi mulai dari hanya ditemukan antibodi

antitiroid dengan infiltrasi limfositik fokal tanpa gangguan fungsi (asymptomatic

autoimmune thyroiditis), sampai pembesaran kelenjar tiroid (struma) atau tiroiditis atrofik

dengan kegagalan fungsi tiroid. Beberapa peneliti melaporkan asosiasi antara tiroidits

Hashimoto dengan HLA-DR3 dan HLA-DQw7 pada ras Kaukasus. Pada non-Kaukasus

dilaporkan asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan HLA-DRw53 pada bangsa Jepang

dan dengan HLA-DR9 pada bangsa Cina.

2.   Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan sebagai penyebab

penyakit tiroid autoimun, diantaranya berat badan lahir rendah, kelebihan dan kekurangan

iodium, defisiensi selenium, paritas, penggunaan obat kontrasepsi oral, jarak waktu

reproduksi, mikrochimerisme fetal, stres, variasi musim, alergi, rokok, kerusakan kelenjar

tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus dan bakteri .

Di samping itu penggunaan obat-obat seperti lithium, interferon-α, amiodarone dan

Campath-1H, juga meningkatkan risiko autoimunitas tiroid. Pada Tabel 2.1 disajikan

beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi PTAI, berikut ringkasan mekanisme dan

fenotipenya.

Tabel 2.1 Faktor lingkungan yang terlibat dalam patologi tiroiditis autoimun

Faktor Lingkungan Mekanisme Fenotipe

Berat lahir rendah Maturasi thymik tidak

sempurna

Antibodi TPO

Ekses iodium Tidak terjadi escape effect

Wolff-Chaikoff; Jod-

HT

Page 9: askep tiroiditis

Basedow GD

Defisiensi selenium Tidak diketahui; viral? HT

Jarak proses

reproduktif yang

panjang

Efek estradiol HT

Kontraseptif oral Protektif Antibdi TPO

Mikrokhimerisme fetal Sel laki-laki di sel tiroid

menimbulkan efek antitiroid

HT dan GD

Stress Upregulasi sumbu HPA GD

Alergi Tidak diketahui; kadar IgE

tinggi

GD

Rokok Hipoksia?; Kadar IgE tinggi GD; terutama GO

Infeksi Yersinia

enterocolitica

Mimikri molekuler GD

Keterangan :           HT : Hashimoto thyroiditis

                                    GD : Graves’ disease

                                    GO : Graves’ ophthalmopathy

Berat badan lahir bayi rendah merupakan faktor risiko beberapa penyakit tertentu

seperti penyakit jantung kronik. Kekurangan makanan selama kehamilan dapat

menyebabkan intoleransi glukosa pada kehidupan dewasa, serta rendahnya berat thymus

dan limpa mengakibatkan menurunnya sel T supresor. Mungkin ada faktor intrauterin

tertentu yang menghambat pertumbuhan janin, yang merupakan faktor risiko lingkungan

pertama yang terpapar pada janin untuk terjadinya PTAI di kemudian hari .

Asupan iodium mempengaruhi prevalensi hipotiroid dan hipertiroid. Hipotiroid lebih

sering ditemukan di daerah cukup iodium dibandingkan dengan daerah kurang iodium, dan

prevalensi tirotoksikosis lebih tinggi di daerah kurang iodium. Hipertiroidi Graves lebih

sering ditemukan di daerah cukup iodium, dan antibodi anti-TPO sebagai petanda ancaman

kegagalan tiroid lebih sering ditemukan di daerah kurang iodium. Asupan iodium

Page 10: askep tiroiditis

berlebihan dapat menyebabkan disfungsi tiroid pada penderita yang mempunyai latar

belakang penyakit tiroiditis autoimun. Kelebihan iodium dapat menyebabkan hipotiroid

dan/ atau goiter akibat gagal lepas dari efek Wolf-Chaikoff. Tetapi bila sebelumnya telah

ada nodul autonom fungsional atau bentuk subklinik penyakit Graves, asupan iodium

berlebihan akan menginduksi terjadinya hipertiroid (efek Jod-Basedow). Pada kedua

fenomena tersebut diduga terjadi destruksi kelenjar tiroid dan presentasi antigen tiroid pada

sistem imun, yang pada gilirannya akan menimbulkan reaksi autoimun. Oleh karena itu

iodium sebenarnya merupakan pula faktor risiko terjadinya PTAI.

Selenium merupakan trace element yang esensial untuk sintesis selenocysteine, yang

juga disebut sebagai 21st amino acid. Selenium mempengaruhi sistem imun. Defisiensi

selenium akan menyebabkan individu lebih rentan terhadap infeksi virus seperti virus

Coxsackie, mungkin karena limfosit T memerlukan selenium.

Di samping itu, selenium merupakan suatu antioksidan dan mengurangi

pembentukan radikal bebas. Selenium berperan penting dalam sintesis hormon tiroid,

karena dua enzim yaitu selenoprotein deiodinase dan gluthatione peroxidase, berperan

dalam produksi hormon tiroid. Kekurangan selenium dapat meningkatkan angka

keguguran dan kematian akibat kanker (cancer mortality rate). Kadar selenium rendah di

dalam darah akan meningkatkan volume tiroid dan hipoekogenisitas, suatu petanda adanya

infiltrasi limfosit. Dari suatu penelitian dilaporkan pemberian sodium selenite 200 ug

(peneliti lain memberikan 200 ug selenium methionine) pada penderita hipotiroid subklinik

akan menurunkan titer antibodi anti-TPO serta juga meningkatkan kualitas hidup, tanpa

mempengaruhi status hormon tiroid.

Stress mempengaruhi sistem imun melalui jaringan neuroendokrin. Saat stress sumbu

hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) akan diaktivasi, menimbulkan efek imunosupresif.

Stress dan kortikosteroid mempunyai pengaruh berbeda terhadap sel-sel Th1 dan Th2,

mengarahkan sistem imun menjadi respons Th2, yang akan menekan imunitas seluler dan

memfasilitasi keberadaan virus tertentu (seperti Coxsackie B), sedangkan imunitas

humoral meningkat. Inilah yang dapat menjelaskan mengapa penyakit autoimun tertentu

Page 11: askep tiroiditis

seringkali didahului oleh stress, dan salah satu contohnya adalah penyakit Graves. Belum

diketahui apakah penyakit Hashimoto juga terkait dengan faktor stress.

Faktor infeksi baik virus maupun bakteri juga berperan dalam patogenesis PTAI. Ada

tiga kemungkinan mekanisme agen infeksi bertindak sebagai faktor pencetus PTAI seperti:

a. Mimikri molekuler antara epitop antigenik dengan reseptor TSH;

b. Induksi molekul MHC kelas II

c. Molekul superantigen yang dibentuk oleh agen infeksi menginduksi sel T

Rokok, selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru, juga

mempengaruhi sistem imun. Merokok akan menginduksi aktivasi poliklonal sel B dan T,

meningkatkan produksi Interleukin-2 (IL-2), dan juga menstimulasi sumbu HPA.

Merokok  akan meningkatkan risiko kekambuhan penyakit Graves serta eksaserbasi

oftalmopatia setelah pengobatan dengan iodium radioaktif .

3.      Autoantigen dan autoantibodi tiroid

Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan seluler dan perubahan

fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler.Kerusakan seluler terjadi saat

limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan membran

sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja

autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel. Ada tiga

autoantigen spesifik yang dominan pada PTAI yaitu thyroid peroxidase (TPO),

tiroglobulin, dan thyrotropin receptor (TSHR). TPO, yang dulu disebut sebagai ”thyroid

microsomal antigen”, merupakan enzim utama yang berperan dalam hormogenesis tiroid.

Masih belum jelas apakah autoantibodi TPO atau TPO-specific T cells merupakan

penyebab utama inflamasi tiroid. Antibodi anti-TPO tidak menghambat aktivitas enzimatik

TPO, oleh karena itu bila antibodi tersebut berperan pada inflamasi tiroid, hanya sebatas

sebagai petanda (marker) penyakit dan tidak berperan langsung dalam terjadinya

hipotiroid. Di lain pihak beberapa studi menduga antibodi anti-TPO mungkin bersifat

Page 12: askep tiroiditis

sitotoksik terhadap tiroid; antibodi anti-TPO terlibat dalam proses destruksi jaringan yang

menyertai hipotiroid pada tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis atrofik.

Berdasarkan fungsinya antibodi TSHR dikelompokkan menjadi:

a) Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI), meningkatkan sintesis hormon

tiroid;

b) TSI-blocking immunoglobulin, menghambat TSI (atau TSH) dalam

merangsang sintesis hormon tiroid;

c) Thyroid Growth Immunoglobulin (TGI), terutama merangsang pertumbuhan

sel folikel;

d) TGI blocking immunoglobulin, menghalangi TGI (atau TSH) merangsang

pertumbuhan seluler (misalnya pada miksedema).

Aktivitas berbagai antibodi TSHR tersebut dapat menjelaskan terjadinya diskrepansi

antara besar/ volume kelenjar tiroid dengan fungsinya; ada penderita dengan kelenjar tiroid

besar tetapi fungsinya normal atau rendah, atau sebaliknya.

Antibodi lain yang juga dapat ditemukan adalah antibodi terhadap koloid kedua

(second colloid antigen), antibodi terhadap permukaan sel selain reseptor TSH, antibodi

terhadap hormon tiroid T3 dan T4, serta antibodi terhadap antigen membran otot mata

(disebut sebagai ophthalmic immunoglobulin).

Dapat terjadi fluktuasi fungsi tiroid berupa konversi dari hiper- menjadi hipo-tiroidi,

keadaan yang disebut metamorphic thyroid autoimmunity. Contohnya konversi menjadi

hipertiroid Graves pada penderita yang sebelumnya menderita hipotiroid karena penyakit

Hashimoto, dan konversi dari tirotoksikosis menjadi eutiroid secara spontan pada penderita

Graves; beberapa mekanisme mungkin berperan.

4.      Mekanisme apoptosis

Terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa apoptosis berperan dalam PTAI –

tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves. Defek pada CD4(+), CD25(+) T regulatory cells

Page 13: askep tiroiditis

akan merusak (breaks) toleransi host dan menginduksi produksi abnormal sitokin yang

akan menfasilitasi apoptosis. Terdapat perbedaan mekanisme yang memediasi proses

apoptosis pada HT dan GD, yaitu pada HT akan terjadi destruksi tirosit sedangkan

apoptosis pada GD akan mengakibatkan kerusakan thyroid infiltrating lymphocytes.

Perbedaan mekanisme apoptotik tersebut akan mengakibatkan dua bentuk respons

autotimun berbeda yang akhirnya akan menimbulkan manifestasi tiroiditis Hashimoto dan

penyakit Graves.

5.   Peran sitokin

Sitokin berperan penting dalam mengkoordinasikan reaksi imun; sitokin dapat

bersumber dari sistem imun maupun non-imun. Limfosit CD4+ Thelper terdiri dari sel

Th1, terutama memproduksi interferon-γ (IFNγ) dan interleukin-2 (IL-2), yang

menimbulkan respon imun langsung pada sel (cellmediated immunity). Sebaliknya, sel Th2

menghasilkan terutama IL-4, IL-5, dan IL-13 yang akan mempromosikan respons imun

humoral. Sel Th3 menghasilkan terutama TGFβ yang mempunyai peranan protektif dan

pemulihan dari penyakit autoimun.

Sitokin dapat meningkatkan reaksi inflamasi melalui stimulasi sel T dan B intratiroid

dan menginduksi perubahan pada sel folikel tiroid termasuk upregulasi MHC kelas I dan

II, serta ekspresi molekul adhesi. Sitokin juga merangsang sel folikel tiroid untuk

menghasilkan sitokin, Nitric Oxide (NO) dan Prostaglandin (PO), yang selanjutnya akan

meningkatkan reaksi inflamasi dan destruksi jaringan. Molekul ini juga memodulasi

pertumbuhan dan fungsi sel folikel tiroid, yang secara langsung akan berimplikasi terhadap

disfungsi tiroid.

Sitokin mempunyai peranan pula dalam penyulit ekstratiroid, terutama thyroid-

associated ophthlamopathy (TAO). Sel T terkumpul di jaringan retrobulbar pada penderita

dengan TAO; sel T tersebut akan diaktivasi dan menghasilkan sitokin, yang akan

memperluas proses inflamasi melalui beberapa mekanisme termasuk peningkatan MHC

kelas II, Heat Shock Protein (HSP), molekul adhesi, dan ekspresi TSH-R di jaringan

retrobulbar. Sitokin akan meningkatkan proliferasi fibroblast secara lokal dan membantu

Page 14: askep tiroiditis

pembentukan sel-sel radang baru, meningkatkan reaksi inflamasi, serta juga meningkatkan

akumulasi matriks ekstraseluler di jaringan orbita melalui efek stimulatorik pada

glycosaminoglycan (GAG) dan produksi inhibitor metalloproteinase oleh fibroblast

retrobulbar. Berdasarkan hal-hal di atas, memodulasi produksi sitokin atau menghambat

kerja sitokin di jaringan retrobulbar dapat dipertimbangkan untuk menangani oftalmopati

yang sampai saat ini sukar diobati.

F.     TANDA DAN GEJALA

Tergantung pada ciri-cirinya, gejala tiroiditis dapat meniru tiroid kurang aktif atau

terlalu aktif.Gejala-gejala ini bisa meliputi:

1. Penurunan atau kenaikan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.

2. Nyeri otot atau rasa lesu dan lemah.

3. Depresi, gelisah atau cemas.

4. Kelelahan atau sulit tidur.

5. Detak jantung cepat.

6. Sering buang air besar

7. Keringat bertambah

8. Periode menstruasi tidak teratur(pada wanita)

9. Iritabilitas

10. Kram otot

11. Berat badan menurun

G.    Penatalaksanaan

Tujuan terpi adalah mengembalikan inflamasi.Secara umum, preparat anti-inflamasi

konsteroid (NSAID) digunakan untuk menguirangi rasa sakit pada leher, panggunaan asam

asetil salisilat (aspirin) perlu dihindari bila gejala hipertiroidisme timbul, karena aspirin

akan mengusir hormon tiroid dari tempat penyikatannya hingga meningkatkan jumlah

hormon tersebut dalam darah. Preparat penyekat beta dapat digunakan untuk

mengendalikan gejala hipertiroidisme.Preparat antitiroidyg akan menyekat sintetis T3 dan

T4 efektif untuk mengobati tiroiditis karena tirotoksikosis, yang menyertai keadaan ini,

Page 15: askep tiroiditis

terjadi akibat pelepasan hormon tiroid yang tersimpan dan bukan akibat peningklatan

siufesisunya, pada kasus-kasus yang lebih berat, preparat kortikostroid oral kadang-kadang

dapat diresepkan untuk meredakan rasa nyeri dan mengurangi pembengkakan. Meskipun

demikian, preparat tersebut biasnya tidak mempengaruhi penyebab yang mendasari infeksi

ini. Pada sebagian kasus, keadaan hipertiroidisme dapat terjadi untuk sementara wktu dan

memerlukan terapi penggantian dengan hormon tiroid. Pemantauan lebih lanjut diperlikan

untuk lebih lanjut diperluklan untuk mengetahuio pulihnya pasien pada keadaan eutiroid.

Aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya (misalnya ibuprofen) bisa

mengurangi nyeri dan peradangan. Pada kasus yang sangat berat, bisa diberikan

kortikosteroid (misalnya prednison) selama 6-8 minggu. Jika pemberian kortikosteroid

dihentikan, gejalanya sering kembali muncul.

H.    Pemeriksaan Penunjang

1. T4 dan T3 serum

2. Tiroksin bebas

3. Kadar TSH serum

4. Ambilan isodium radioskopi

Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus, hipofise, tiroid,

serum atau jaringan perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan

kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin uptake. Pemeriksaan T3 resin uptake dilakukan untuk

menilai perubahan konsentrasi protein serum yang dapat merubah ikatan T3 dan T4, T4

merupakan hormon yang lebih poten. Perubahan tiroxine-binding globulin (TBG) dan

prealbumin dapat merubah konsentrasi T4 bebas, dan sedikit merubah T3.

Peningkatan kadar T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis hipertiroid berat,

sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam menentukan hipertiroid ringan.

Radioimmunoassay TSH dan tes stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid

primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul tiroid mungkin memerlukan biopsi jarum dan

eksplorasi bedah.

Page 16: askep tiroiditis

I.       KOMPLIKASI

1. Hipotiroidisme & Hipertiroidisme

2. Kerusakan pita suara (bisu)

3. DM tipe 1

4. Penyakit Addison

5. Leukemia

6. Sklerosis multiple

7. Kanker gastrik

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Page 17: askep tiroiditis

1. Pengkajian

Riwayat dan pemeriksaan kesehatan berfokus pada kekambuhan gejala yang

berkaitan dengan percepatan metabolisme.Hal ini mencakup keluhan keluarga dan pasien

tentang kepekaan dan peningkatan reaksi emosional.Penting juga untuk menentukan

dampak dari perubahan ini yang telah dialami dalam interaksi pasien dengan kelaurga,

teman, dan rekan kerja.Riwayatnya meliputi stresor lain dan kemampuan pasien untuk

menghadapi stres.

Status nutrisi dan adanya gejala dikaji.Kekambuhan gejala berkaitan dengan

output sistem saraf berlebihan dan perubahan penglihatan dan penampilan mata.Oleh

karena kemungkinan adanya perubahan emosi yang berkaitan dengan hipertiroid, status

emosi dan psikologi pasien dievaluasi. Keluarga pasien mungkin memberikan informasi

tentang perubahan terakhir dalam status emosi pasien.

1.      Data Subjektif

Hipersekresi kelenjar tiroid menimbulkan efek yang hebat pada kemampuan

pasien untuk berfungsi, begitu pula pada proses-proses fisiologis.Perawat

mengumpulkan data dari pasien atau anggota keluarganya mengenai keadaan yang

lalu dan keadaan sekarang: Tingkat energi, kemampuan suasana hati dan

mental,Kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari, Kemampuan mengatasi

stress, Intoleransi terhadap panas atau dingin, Asupan makanan, Pola eliminasi.

Wawancara harus dapat membantu perawat mengetahui pemahaman pasien

atau keluarganya mengenai penyakit dan pengobatannya, dan mengenai perawatan

yang diperlukan oleh pasien.

2.      Data Objektif

Pemeriksaan fisik awal harus mencakup keterangan pokok mengenai pasien :

status mental (kemampuan mengikuti pengarahan),status gizi, status kardiovaskular,

karakteristik tubuh, penampilan dan tektur kulit, penampilan mata dan gerakan

Page 18: askep tiroiditis

ekstraokuler, adanya edema serta lokasinya, penampilan leher dan gerakannya,

lingkaran perut, ekstremitas.

3.      Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus, hipofise,

tiroid, serum atau jaringan perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah

pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin uptake. Pemeriksaan T3 resin uptake

dilakukan untuk menilai perubahan konsentrasi protein serum yang dapat merubah

ikatan T3 dan T4, T4 merupakan hormon yang lebih poten Perubahan tiroxine-binding

globulin (TBG) dan prealbumin dapat merubah konsentrasi T4 bebas, dan sedikit

merubah T3.

Peningkatan kadar T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis hipertiroid berat,

sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam menentukan hipertiroid ringan.

Radioimmunoassay TSH dan tes stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid

primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul tiroid mungkin memerlukan biopsi jarum

dan eksplorasi bedah.

4.      Dasar Data Pengkajian

a) Aktifitas / istirahat

Gejala: insomnia, sensitivitas T, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan otot.

Tanda: atrofi otot.

b) Sirkulasi

Gejala: palpitasi, nyeri dada (angina).

Tanda:disritma (vibrilasi atrium), irama gallop, mur-mur, peningkatan tekanan

darah dengan tekanan nada yang berat.Takikardi saat istirahat, sirkulasi kolaps,

syok (krisis tiroksikosisi).

c) Eliminasi

Gejala: urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feces, diare.

d) Integritas ego

Gejala: mengalami stres yang berat (emosional, fisik)

Page 19: askep tiroiditis

Tanda: emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi

e) Makanan & cairan

Gejala: kehilangan berat badan mendadak, napsu makan meningkat, makan

banyak, makannya sering kehausan, mual, muntah.

Tanda: pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial.

f) Neurosensori

Tanda: bicara cepat dan parau, gangguan status mental, perilaku (bingung,

disorientasi, gelisah, peka rangsang), tremor halus pada tangan, tanpa tujuan

beberapa bagian tersentak-sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTP).

g) Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri orbital, fotofobia.

h) Pernapasan

Tanda : frekuensi pernapasan meningkat, takipnea, dispea, edema paru (pada

krisis tirotoksikosis).

i) Keamanan

Gejala : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap

iodium (mungkin digunakan saat pemeriksaan).

Tanda : suhu meningkat di atas 37,4ºC, diaforesis kulit halus, hangat dan

kemerahan

Eksotalus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema

(sering terjadi pada pretibial) yag menjadi sagat parah.

j) Seksualitas

Tanda : penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan impoten.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhungan dengan