askep tiroiditis
DESCRIPTION
gaTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Kelenjar tiroid merupakan organ yang berbentuk seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trachea. Kelenjar ini terdiri atas dua lobus lateral yang dihubungkan oleh sebuah istmus. Kelenjar tiroid mempunyai panjang kurang lebih 5 cm serta 3 cm dan berat kurang lebih 30 gr. Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda tiroksin (T4), Trilodotironin (T3) dan Kalsitonin.
Ambilan dan metabolisme Iodium.Iodium merupakan unsur esensial bagi tiroid untuk sintesis hormon tiroid.Gangguan utama akibat defisiensi Iodium adalah perubahan fungsi tiroid.Iodium dikonsumsi dari makanan dan diserap dalam darah di dalam traktus gastrointestinal.Kelenjar tiroid bekerja sangat efisien dalam mengambil Iodium dari darah dan kemudian memekatkannya dalam sel-sel kelenjar tersebut. Ion-ion iodida akan diubah menjadi molekul Iodium yang akan bereaksi dengan tirosin (suatu asam amino) untuk membentuk hormon tiroid.
Pengaturan fungsi tiroid Sekresi tirotropin, atau TSH (Thyriod Stimulating Hormone), oleh kelenjar hipofisis akan mengendalikan kecepatan pelepasan hormon tiroid. Selanjutnya, pelepasan TSH ditentukan oleh kadar hormon tiroid dalam darah. Jika konsentrasi hormon tiroid dalam darah menurun, pelepasan TSH meningkat sehingga terjadi peningkatan keluaran T4 dan T3.Keadaan ini merupakan suatu contoh pengendalian umpan balik (feedback control).Hormon pelepasan tirotropin (TRH) yang disekresi oleh hipotalamus memberikan pengaruh yang mengatur pelepasan TSH dari hipofisis. Fungsi hormon tiroid.Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat proses metabolisme. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi perkembangan otak.Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga diperlukan untuk pertumbuhan normal.Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi sistem organ yang penting.Kalsitonin atau tirokalsitonin merupakan hormon penting lainnya yang disekresi oleh kelenjar tiroid. Hormon ini disekresi oleh kelenjar tiroid sebagai respon terhadap kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium dalam tulang.
BAB IIPEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
Tiroiditis adalah suatu peradangan pada kelenjar tiroid,menyebabkan hipertiroidisme
sementara yang seringkali diikuti oleh hipotiroidisme sementara atau sama sekali tidak
terjadi perubahan dalam fungsi tiroid.
Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid. Keadaan ini bisa bersifat akut, sub akut
atau kronis. Masing-masing tipe tiroiditis ditandai oleh inflamasi, fibrosis atau
implemantasi limfotik pada kelenjar tiroid.
2. Klasifikasi
1) Tiroiditis Akut
Merupakan kelainan langka yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, mikrobakteri
atau parasit pada kelenjar tiroid.Stapilokokus aureus atau jenis stafilokokus lain
merupakan penyebab yang paling sering dijumpai.Secara khas, penyakit ini
menyebabkan nu\yeri serta pembebgkakan leher pada bagian anterior, panas, disfagia,
dan dispocia.Faringitis atau gejala sakit leher sering dirtemukan.Pemeriksaan dapat
menunjukkan rasa hangat, eritema (kemerahan) dan nyeri tekan pada kelenjar
tiroid.Tetapi teoriditis akut mencakup pemberian preperat antibiotik dan penggantian
cairan.Tindakan insisi dan drainase diperlukan jika terdapat abses.
2) Tiroiditis Subakut
Tiroiditis sub akut dapat berupa tiroiditis garanula matosa sub akut (tiroiditis de
quervam) atau tiroiditis tanpa nyeri (silent thiroiditis atau tiroiditis limpfositik sub
akut).Tiroiditis granulomatosa sub akut merupakan kelainan inflamasi pada kelenjar
tiroid yang terutama mennterang wanita nberusia antara 40 hingga 50 tahun (sakiyuma
1993) kelainan ini ditemukan sebagai pembengkakan yang nyeri pada leher bagian
anterior, dan berlangsung selama1 atau 2 bulan dan kemudian menghilang spontan
tanpa gejala sisa.Tiroiditis ini sering terjadi setelah infeksi respiratorius.Kelenjar tiroid
membesar secra simetris dan kadang-kadang terasa nyeri. Kulit diatasnya sering
tampak kemerah dan terasa hangat.Pasien merasa sulit menelan dan mengalami
gangguan rasa nyaman, iritabilitas, kegelisahan insoumnia dan penurunan berat badan
yang kesemuanya merupakan manipestasi dari hipertiroidisme sering dijumpai, dan
banyak pasien juga merasakan gejala demam serta menggigil.Tiroiditis tanpa nyeri
(tiroiditis limposifik sub akut) sering terjadi pada periode pasca partus dan
diperkirakan disebabka oleh autoimun. Gejala hipertiroidisme atau hipertiroidisme
mungkin saja timbul, tetapi ditunjukkan untuk menangani gejala, dan pemeriksaan
tindak lanjut yang dilakukan setahun sekali perlu dianjurkan untuk enentukan aapakah
pasien memerlukan terapi guna mengatasi hipertiroidisma yang kemudian.
3) Tiroiditis kronis (tiroiditis hashimoto)
Tiroiditis kronis yang paling sering dijumpai pada wanita berusia 30 hingga 50 tahun
diberi nama penyakit hashimoto atau tiroiditis limfosik kronis.penegakan
diagnostiknya dilakukan berdasarkan gambaran histopatologis kelenjar tiroid yang
mengalami inflamasi.Berbeda denag tiroiditis akut, bentuk yang kronis ini biasanya
tidak disertai nyeri, gejala penekanan ataupun rasa panas, aktifitas kelenjar tiroid
biasaya normal atau rendah dan bukan meningkat.
3. Anatomi Fisiologi
Kelenjar tiroid merupakan organ yang berbentuk seperti kupu-kupu dan terletak
pada leher bagian bawah di sebelah anterior trachea.Kelenjar ini terdiri atas dua lobus
lateral yang dihubungkan oleh sebuah istmus.Kelenjar tiroid mempunyai panjang kurang
lebih 5 cm serta 3 cm dan berat kurang lebih 30 gr.Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis
hormon yang berbeda tiroksin (T4), Trilodotironin (T3) dan Kalsitonin.
Ambilan dan metabolisme Iodium.Iodium merupakan unsur esensial bagi tiroid
untuk sintesis hormon tiroid.Gangguan utama akibat defisiensi Iodium adalah perubahan
fungsi tiroid. Iodium dikonsumsi dari makanan dan diserap dalam darah di dalam traktus
gastrointestinal. Kelenjar tiroid bekerja sangat efisien dalam mengambil Iodium dari
darah dan kemudian memekatkannya dalam sel-sel kelenjar tersebut. Ion-ion iodida akan
diubah menjadi molekul Iodium yang akan bereaksi dengan tirosin (suatu asam amino)
untuk membentuk hormon tiroid.
Pengaturan fungsi tiroid. Sekresi tirotropin, atau TSH (Thyriod Stimulating
Hormone), oleh kelenjar hipofisis akan mengendalikan kecepatan pelepasan hormon
tiroid. Selanjutnya, pelepasan TSH ditentukan oleh kadar hormon tiroid dalam darah. Jika
konsentrasi hormon tiroid dalam darah menurun, pelepasan TSH meningkat sehingga
terjadi peningkatan keluaran T4 dan T3.Keadaan ini merupakan suatu contoh
pengendalian umpan balik (feedback control).Hormon pelepasan tirotropin (TRH) yang
disekresi oleh hipotalamus memberikan pengaruh yang mengatur pelepasan TSH dari
hipofisis.Fungsi hormon tiroid.Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah
mengendalikan aktivitas metabolik seluler.Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu
umum dengan mempercepat proses metabolisme.Hormon tiroid mempengaruhi replikasi
sel dan sangat penting bagi perkembangan otak.Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang
adekuat juga diperlukan untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap
metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi sistem organ yang penting.
Kalsitonin atau tirokalsitonin merupakan hormon penting lainnya yang disekresi
oleh kelenjar tiroid.Hormon ini disekresi oleh kelenjar tiroid sebagai respon terhadap
kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium dalam tulang.
Efek hormon tiroid pada pertumbuhan meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan otak selama kehidupan janin.Bila janin tidak dapat mensekresi hormon
tiroid dalam waktu yang cukup maka pertumbuhan dan pematangan otak sebelum dan
sesudah bayi dilahirkan akan sangat terbelakang dan otak tetap berukuran kecil dari
normal.Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme sebagian besar sel tubuh.Bila
produksi hormon tiroid sangat meningkat maka hampir selalu menurunkan berat adan.
Dan bila produksinya menurun hampir selalu meningkatkan nafsu makan.Keadaan ini
dapat melebihi keseimbangan perubahan kecepatan metabolisme.
Efek pada sistem kardiovaskuler hormon tiroid akan meningkatkan aliran darah
dan curah jantung, frekuensi denyut jantung, kekuatan denyut jantung, volume darah, dan
tekanan arteri.
Efek pada respiratori,meningkatnya kecepatan metablisme akan meningkatkan
pemakaian oksigen dan pembentukan karbon dioksida.Ini akan mengaktifkan semua
mekanisme yang meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan.
Efek pada saluran cerna, meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, karena
hormon tiroid meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan gerakan saluran
cerna. Sering terjadi diare, kekurangan hormon tiroid dapat menimbulkan konstipasi.
Efek pada sistem syaraf pusat.Hormon tiroid meningkatkan kecepatan berfikir,
tapi juga sering menimbulkan disosiasi pikiran, dan sebaliknya berkurang hormon tiroid
akan menurunkan fungsi ini.
Efek terhadap fungsi otot.Peningkatan hormon tiroid dapat menyebabkan otot
bereaksi dengan kuat, namun bila jumlah hormon ini berlebihan, maka otot-otot malahan
menjadi lemah oleh karena berlebihnya katabolisme protein. Kekurangan hormon tiroid
menyebabkan otot sangat lambat, tremor pada otot.
Efek pada tidur.Karena efek yang melelahkan dari hormon tiroid pada otot dan
sistem syaraf pusat, maka penderita hipertiroid seringkali merasa capai terus menerus
tetapi karena efek ekstasi dari hormon tiroid pada sinaps, timbul kesulitan
tidur.Sebaliknya, somuolen yang berat merupakan gejala khas dari hipertiroidisme,
disertai dengan waktu tidur yang berlangsung selama 12 jam sampai 14 jam sehari.
Efek hormon tiroid pada fungsi seksual. Pada pria, berkurangnya hormon tiroid
menyebabkan hilangnya libido dan sebaliknya sangat berlebihannya hormon ini
seringkali menyebabkan impotensi. Pada wanita, kekurangan hormon tiroid seringkali
menyebabkan timbulnyamenoragia dan polimenore.
4. Etiologi
Etiologi dari tiroiditis dibagi berdasarkan klasifikasi
1. Tiroiditis subakut
Yang jelas sampai sekarang tidak diketahui, pada umumnya diduga oleh virus. Pada
beberapa kasus dijumpai antibody autoimun.
2. Tiroiditis akut supuratif
Kuman penyebab biasanya stafhylococcus aureus, stafhylocaccus hemolyticus dan
pneumococcus. Infeksi dapat terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari
jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktuk tiroglosus
yang persisten, kelainan yang terjadi dapat disertai terbentuknya abses atau tanpa
abses. Abses ini dapat menjurus ke mediastinum, bahkan dapat pecah ke trakea dan
esophagus.
3. Tiroiditis hashimoto
Untuk alasan yang tidak diketahui, tubuh melawan dirinya sendiri dalam suatu reaksi
autoimun, membentuk antibodi yang menyerang kelenjar tiroid.
Penyakit ini 8 kali lebih sering terjadi pada wanita dan bisa terjadi pada orang-orang
yang memiliki kelainan kromosom tertentu, seperti sindroma Turner, sindroma
Down dan sindroma Kleinefelter.
4. Tiroiditis limfosotik laten
Penyebabnya tidak diketahui. Terjadi penyusupan limfosit (sejenis sel darah putih)
ke dalam kelenjar tiroid.
5. Patofisiologi
Penyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks, dengan faktor
penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan faktor pemicu
lingkungan, yang mengawali respon autoimun terhadap antigen tiroid.
Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan
data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis
PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan seluler dan perubahan
fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan.
Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau
antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi
inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid
yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang
bertindak sebagai autoantigen.
Berikut dijelaskan mengenai patofisiologi tiroiditis Hashimoto ini dilihat dari faktor
genetik dan lingkungan, yang kemudian melibatkan proses autoantigen dan autoantibodi
tiroid, ditambah adanya peran sitokin serta mekanisme apoptosis yang diperkirakan terjadi
pada proses penyakit ini.
1. Faktor genetik
Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respon imun
seperti major histocompatibility complex (MHC), reseptor sel T, serta antibodi, dan gen
yang mengkode (encoding) autoantigen sasaran seperti tiroglobulin, TPO (thyroid
peroxidase), transporter iodium, TSHR (TSH Receptor). Dari sekian banyak gen kandidat,
saat ini baru enam gen yang dapat diidentifikasi, yaitu CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte
Antigen-4), CD4, HLA-DR, protein tyrosine phosphatase-22, tiroglobulin, dan TSHR.
Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan molekul kostimulator yang
terlibat dalam interaksi sel T dengan Antigen Presenting Cells (APC). APC akan
mengaktivasi sel T dengan mempresentasikan peptide antigen yang terikat protein HLA
kelas II pada permukaan reseptor sel T. Sinyal kostimulator berasal dari beberapa protein
yang diekspresikan pada PC (seperti B7-1, B7-2, B7h, CD4), dan berinteraksi dengan
reseptor (CD28, CTLA-4, dan CD40L) pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu
presentasi antigen (2).
CTLA-4 dan CD40 merupakan molekul kostimulator non-spesifik, yang dapat
meningkatkan suseptibilitas terhadap PTAI dan proses autoimun lain. CTLA-4 berasosiasi
dan terkait dengan berbagai bentuk PTAI (tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, dan
pembentukan antibodi antitiroid), dan dengan penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe
1, penyakit Addison, dan myasthenia gravis.
Asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan antigen HLA tidak begitu jelas. Hal ini
menyangkut masalah definisi penyakit tiroditis Hashimoto yang sering kontroversial.
Spektrum klinik tiroiditis Hashimoto bervariasi mulai dari hanya ditemukan antibodi
antitiroid dengan infiltrasi limfositik fokal tanpa gangguan fungsi (asymptomatic
autoimmune thyroiditis), sampai pembesaran kelenjar tiroid (struma) atau tiroiditis atrofik
dengan kegagalan fungsi tiroid. Beberapa peneliti melaporkan asosiasi antara tiroidits
Hashimoto dengan HLA-DR3 dan HLA-DQw7 pada ras Kaukasus. Pada non-Kaukasus
dilaporkan asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan HLA-DRw53 pada bangsa Jepang
dan dengan HLA-DR9 pada bangsa Cina.
2. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan sebagai penyebab
penyakit tiroid autoimun, diantaranya berat badan lahir rendah, kelebihan dan kekurangan
iodium, defisiensi selenium, paritas, penggunaan obat kontrasepsi oral, jarak waktu
reproduksi, mikrochimerisme fetal, stres, variasi musim, alergi, rokok, kerusakan kelenjar
tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus dan bakteri .
Di samping itu penggunaan obat-obat seperti lithium, interferon-α, amiodarone dan
Campath-1H, juga meningkatkan risiko autoimunitas tiroid. Pada Tabel 2.1 disajikan
beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi PTAI, berikut ringkasan mekanisme dan
fenotipenya.
Tabel 2.1 Faktor lingkungan yang terlibat dalam patologi tiroiditis autoimun
Faktor Lingkungan Mekanisme Fenotipe
Berat lahir rendah Maturasi thymik tidak
sempurna
Antibodi TPO
Ekses iodium Tidak terjadi escape effect
Wolff-Chaikoff; Jod-
HT
Basedow GD
Defisiensi selenium Tidak diketahui; viral? HT
Jarak proses
reproduktif yang
panjang
Efek estradiol HT
Kontraseptif oral Protektif Antibdi TPO
Mikrokhimerisme fetal Sel laki-laki di sel tiroid
menimbulkan efek antitiroid
HT dan GD
Stress Upregulasi sumbu HPA GD
Alergi Tidak diketahui; kadar IgE
tinggi
GD
Rokok Hipoksia?; Kadar IgE tinggi GD; terutama GO
Infeksi Yersinia
enterocolitica
Mimikri molekuler GD
Keterangan : HT : Hashimoto thyroiditis
GD : Graves’ disease
GO : Graves’ ophthalmopathy
Berat badan lahir bayi rendah merupakan faktor risiko beberapa penyakit tertentu
seperti penyakit jantung kronik. Kekurangan makanan selama kehamilan dapat
menyebabkan intoleransi glukosa pada kehidupan dewasa, serta rendahnya berat thymus
dan limpa mengakibatkan menurunnya sel T supresor. Mungkin ada faktor intrauterin
tertentu yang menghambat pertumbuhan janin, yang merupakan faktor risiko lingkungan
pertama yang terpapar pada janin untuk terjadinya PTAI di kemudian hari .
Asupan iodium mempengaruhi prevalensi hipotiroid dan hipertiroid. Hipotiroid lebih
sering ditemukan di daerah cukup iodium dibandingkan dengan daerah kurang iodium, dan
prevalensi tirotoksikosis lebih tinggi di daerah kurang iodium. Hipertiroidi Graves lebih
sering ditemukan di daerah cukup iodium, dan antibodi anti-TPO sebagai petanda ancaman
kegagalan tiroid lebih sering ditemukan di daerah kurang iodium. Asupan iodium
berlebihan dapat menyebabkan disfungsi tiroid pada penderita yang mempunyai latar
belakang penyakit tiroiditis autoimun. Kelebihan iodium dapat menyebabkan hipotiroid
dan/ atau goiter akibat gagal lepas dari efek Wolf-Chaikoff. Tetapi bila sebelumnya telah
ada nodul autonom fungsional atau bentuk subklinik penyakit Graves, asupan iodium
berlebihan akan menginduksi terjadinya hipertiroid (efek Jod-Basedow). Pada kedua
fenomena tersebut diduga terjadi destruksi kelenjar tiroid dan presentasi antigen tiroid pada
sistem imun, yang pada gilirannya akan menimbulkan reaksi autoimun. Oleh karena itu
iodium sebenarnya merupakan pula faktor risiko terjadinya PTAI.
Selenium merupakan trace element yang esensial untuk sintesis selenocysteine, yang
juga disebut sebagai 21st amino acid. Selenium mempengaruhi sistem imun. Defisiensi
selenium akan menyebabkan individu lebih rentan terhadap infeksi virus seperti virus
Coxsackie, mungkin karena limfosit T memerlukan selenium.
Di samping itu, selenium merupakan suatu antioksidan dan mengurangi
pembentukan radikal bebas. Selenium berperan penting dalam sintesis hormon tiroid,
karena dua enzim yaitu selenoprotein deiodinase dan gluthatione peroxidase, berperan
dalam produksi hormon tiroid. Kekurangan selenium dapat meningkatkan angka
keguguran dan kematian akibat kanker (cancer mortality rate). Kadar selenium rendah di
dalam darah akan meningkatkan volume tiroid dan hipoekogenisitas, suatu petanda adanya
infiltrasi limfosit. Dari suatu penelitian dilaporkan pemberian sodium selenite 200 ug
(peneliti lain memberikan 200 ug selenium methionine) pada penderita hipotiroid subklinik
akan menurunkan titer antibodi anti-TPO serta juga meningkatkan kualitas hidup, tanpa
mempengaruhi status hormon tiroid.
Stress mempengaruhi sistem imun melalui jaringan neuroendokrin. Saat stress sumbu
hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) akan diaktivasi, menimbulkan efek imunosupresif.
Stress dan kortikosteroid mempunyai pengaruh berbeda terhadap sel-sel Th1 dan Th2,
mengarahkan sistem imun menjadi respons Th2, yang akan menekan imunitas seluler dan
memfasilitasi keberadaan virus tertentu (seperti Coxsackie B), sedangkan imunitas
humoral meningkat. Inilah yang dapat menjelaskan mengapa penyakit autoimun tertentu
seringkali didahului oleh stress, dan salah satu contohnya adalah penyakit Graves. Belum
diketahui apakah penyakit Hashimoto juga terkait dengan faktor stress.
Faktor infeksi baik virus maupun bakteri juga berperan dalam patogenesis PTAI. Ada
tiga kemungkinan mekanisme agen infeksi bertindak sebagai faktor pencetus PTAI seperti:
a. Mimikri molekuler antara epitop antigenik dengan reseptor TSH;
b. Induksi molekul MHC kelas II
c. Molekul superantigen yang dibentuk oleh agen infeksi menginduksi sel T
Rokok, selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru, juga
mempengaruhi sistem imun. Merokok akan menginduksi aktivasi poliklonal sel B dan T,
meningkatkan produksi Interleukin-2 (IL-2), dan juga menstimulasi sumbu HPA.
Merokok akan meningkatkan risiko kekambuhan penyakit Graves serta eksaserbasi
oftalmopatia setelah pengobatan dengan iodium radioaktif .
3. Autoantigen dan autoantibodi tiroid
Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan seluler dan perubahan
fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler.Kerusakan seluler terjadi saat
limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan membran
sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja
autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel. Ada tiga
autoantigen spesifik yang dominan pada PTAI yaitu thyroid peroxidase (TPO),
tiroglobulin, dan thyrotropin receptor (TSHR). TPO, yang dulu disebut sebagai ”thyroid
microsomal antigen”, merupakan enzim utama yang berperan dalam hormogenesis tiroid.
Masih belum jelas apakah autoantibodi TPO atau TPO-specific T cells merupakan
penyebab utama inflamasi tiroid. Antibodi anti-TPO tidak menghambat aktivitas enzimatik
TPO, oleh karena itu bila antibodi tersebut berperan pada inflamasi tiroid, hanya sebatas
sebagai petanda (marker) penyakit dan tidak berperan langsung dalam terjadinya
hipotiroid. Di lain pihak beberapa studi menduga antibodi anti-TPO mungkin bersifat
sitotoksik terhadap tiroid; antibodi anti-TPO terlibat dalam proses destruksi jaringan yang
menyertai hipotiroid pada tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis atrofik.
Berdasarkan fungsinya antibodi TSHR dikelompokkan menjadi:
a) Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI), meningkatkan sintesis hormon
tiroid;
b) TSI-blocking immunoglobulin, menghambat TSI (atau TSH) dalam
merangsang sintesis hormon tiroid;
c) Thyroid Growth Immunoglobulin (TGI), terutama merangsang pertumbuhan
sel folikel;
d) TGI blocking immunoglobulin, menghalangi TGI (atau TSH) merangsang
pertumbuhan seluler (misalnya pada miksedema).
Aktivitas berbagai antibodi TSHR tersebut dapat menjelaskan terjadinya diskrepansi
antara besar/ volume kelenjar tiroid dengan fungsinya; ada penderita dengan kelenjar tiroid
besar tetapi fungsinya normal atau rendah, atau sebaliknya.
Antibodi lain yang juga dapat ditemukan adalah antibodi terhadap koloid kedua
(second colloid antigen), antibodi terhadap permukaan sel selain reseptor TSH, antibodi
terhadap hormon tiroid T3 dan T4, serta antibodi terhadap antigen membran otot mata
(disebut sebagai ophthalmic immunoglobulin).
Dapat terjadi fluktuasi fungsi tiroid berupa konversi dari hiper- menjadi hipo-tiroidi,
keadaan yang disebut metamorphic thyroid autoimmunity. Contohnya konversi menjadi
hipertiroid Graves pada penderita yang sebelumnya menderita hipotiroid karena penyakit
Hashimoto, dan konversi dari tirotoksikosis menjadi eutiroid secara spontan pada penderita
Graves; beberapa mekanisme mungkin berperan.
4. Mekanisme apoptosis
Terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa apoptosis berperan dalam PTAI –
tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves. Defek pada CD4(+), CD25(+) T regulatory cells
akan merusak (breaks) toleransi host dan menginduksi produksi abnormal sitokin yang
akan menfasilitasi apoptosis. Terdapat perbedaan mekanisme yang memediasi proses
apoptosis pada HT dan GD, yaitu pada HT akan terjadi destruksi tirosit sedangkan
apoptosis pada GD akan mengakibatkan kerusakan thyroid infiltrating lymphocytes.
Perbedaan mekanisme apoptotik tersebut akan mengakibatkan dua bentuk respons
autotimun berbeda yang akhirnya akan menimbulkan manifestasi tiroiditis Hashimoto dan
penyakit Graves.
5. Peran sitokin
Sitokin berperan penting dalam mengkoordinasikan reaksi imun; sitokin dapat
bersumber dari sistem imun maupun non-imun. Limfosit CD4+ Thelper terdiri dari sel
Th1, terutama memproduksi interferon-γ (IFNγ) dan interleukin-2 (IL-2), yang
menimbulkan respon imun langsung pada sel (cellmediated immunity). Sebaliknya, sel Th2
menghasilkan terutama IL-4, IL-5, dan IL-13 yang akan mempromosikan respons imun
humoral. Sel Th3 menghasilkan terutama TGFβ yang mempunyai peranan protektif dan
pemulihan dari penyakit autoimun.
Sitokin dapat meningkatkan reaksi inflamasi melalui stimulasi sel T dan B intratiroid
dan menginduksi perubahan pada sel folikel tiroid termasuk upregulasi MHC kelas I dan
II, serta ekspresi molekul adhesi. Sitokin juga merangsang sel folikel tiroid untuk
menghasilkan sitokin, Nitric Oxide (NO) dan Prostaglandin (PO), yang selanjutnya akan
meningkatkan reaksi inflamasi dan destruksi jaringan. Molekul ini juga memodulasi
pertumbuhan dan fungsi sel folikel tiroid, yang secara langsung akan berimplikasi terhadap
disfungsi tiroid.
Sitokin mempunyai peranan pula dalam penyulit ekstratiroid, terutama thyroid-
associated ophthlamopathy (TAO). Sel T terkumpul di jaringan retrobulbar pada penderita
dengan TAO; sel T tersebut akan diaktivasi dan menghasilkan sitokin, yang akan
memperluas proses inflamasi melalui beberapa mekanisme termasuk peningkatan MHC
kelas II, Heat Shock Protein (HSP), molekul adhesi, dan ekspresi TSH-R di jaringan
retrobulbar. Sitokin akan meningkatkan proliferasi fibroblast secara lokal dan membantu
pembentukan sel-sel radang baru, meningkatkan reaksi inflamasi, serta juga meningkatkan
akumulasi matriks ekstraseluler di jaringan orbita melalui efek stimulatorik pada
glycosaminoglycan (GAG) dan produksi inhibitor metalloproteinase oleh fibroblast
retrobulbar. Berdasarkan hal-hal di atas, memodulasi produksi sitokin atau menghambat
kerja sitokin di jaringan retrobulbar dapat dipertimbangkan untuk menangani oftalmopati
yang sampai saat ini sukar diobati.
F. TANDA DAN GEJALA
Tergantung pada ciri-cirinya, gejala tiroiditis dapat meniru tiroid kurang aktif atau
terlalu aktif.Gejala-gejala ini bisa meliputi:
1. Penurunan atau kenaikan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.
2. Nyeri otot atau rasa lesu dan lemah.
3. Depresi, gelisah atau cemas.
4. Kelelahan atau sulit tidur.
5. Detak jantung cepat.
6. Sering buang air besar
7. Keringat bertambah
8. Periode menstruasi tidak teratur(pada wanita)
9. Iritabilitas
10. Kram otot
11. Berat badan menurun
G. Penatalaksanaan
Tujuan terpi adalah mengembalikan inflamasi.Secara umum, preparat anti-inflamasi
konsteroid (NSAID) digunakan untuk menguirangi rasa sakit pada leher, panggunaan asam
asetil salisilat (aspirin) perlu dihindari bila gejala hipertiroidisme timbul, karena aspirin
akan mengusir hormon tiroid dari tempat penyikatannya hingga meningkatkan jumlah
hormon tersebut dalam darah. Preparat penyekat beta dapat digunakan untuk
mengendalikan gejala hipertiroidisme.Preparat antitiroidyg akan menyekat sintetis T3 dan
T4 efektif untuk mengobati tiroiditis karena tirotoksikosis, yang menyertai keadaan ini,
terjadi akibat pelepasan hormon tiroid yang tersimpan dan bukan akibat peningklatan
siufesisunya, pada kasus-kasus yang lebih berat, preparat kortikostroid oral kadang-kadang
dapat diresepkan untuk meredakan rasa nyeri dan mengurangi pembengkakan. Meskipun
demikian, preparat tersebut biasnya tidak mempengaruhi penyebab yang mendasari infeksi
ini. Pada sebagian kasus, keadaan hipertiroidisme dapat terjadi untuk sementara wktu dan
memerlukan terapi penggantian dengan hormon tiroid. Pemantauan lebih lanjut diperlikan
untuk lebih lanjut diperluklan untuk mengetahuio pulihnya pasien pada keadaan eutiroid.
Aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya (misalnya ibuprofen) bisa
mengurangi nyeri dan peradangan. Pada kasus yang sangat berat, bisa diberikan
kortikosteroid (misalnya prednison) selama 6-8 minggu. Jika pemberian kortikosteroid
dihentikan, gejalanya sering kembali muncul.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. T4 dan T3 serum
2. Tiroksin bebas
3. Kadar TSH serum
4. Ambilan isodium radioskopi
Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus, hipofise, tiroid,
serum atau jaringan perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan
kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin uptake. Pemeriksaan T3 resin uptake dilakukan untuk
menilai perubahan konsentrasi protein serum yang dapat merubah ikatan T3 dan T4, T4
merupakan hormon yang lebih poten. Perubahan tiroxine-binding globulin (TBG) dan
prealbumin dapat merubah konsentrasi T4 bebas, dan sedikit merubah T3.
Peningkatan kadar T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis hipertiroid berat,
sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam menentukan hipertiroid ringan.
Radioimmunoassay TSH dan tes stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid
primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul tiroid mungkin memerlukan biopsi jarum dan
eksplorasi bedah.
I. KOMPLIKASI
1. Hipotiroidisme & Hipertiroidisme
2. Kerusakan pita suara (bisu)
3. DM tipe 1
4. Penyakit Addison
5. Leukemia
6. Sklerosis multiple
7. Kanker gastrik
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat dan pemeriksaan kesehatan berfokus pada kekambuhan gejala yang
berkaitan dengan percepatan metabolisme.Hal ini mencakup keluhan keluarga dan pasien
tentang kepekaan dan peningkatan reaksi emosional.Penting juga untuk menentukan
dampak dari perubahan ini yang telah dialami dalam interaksi pasien dengan kelaurga,
teman, dan rekan kerja.Riwayatnya meliputi stresor lain dan kemampuan pasien untuk
menghadapi stres.
Status nutrisi dan adanya gejala dikaji.Kekambuhan gejala berkaitan dengan
output sistem saraf berlebihan dan perubahan penglihatan dan penampilan mata.Oleh
karena kemungkinan adanya perubahan emosi yang berkaitan dengan hipertiroid, status
emosi dan psikologi pasien dievaluasi. Keluarga pasien mungkin memberikan informasi
tentang perubahan terakhir dalam status emosi pasien.
1. Data Subjektif
Hipersekresi kelenjar tiroid menimbulkan efek yang hebat pada kemampuan
pasien untuk berfungsi, begitu pula pada proses-proses fisiologis.Perawat
mengumpulkan data dari pasien atau anggota keluarganya mengenai keadaan yang
lalu dan keadaan sekarang: Tingkat energi, kemampuan suasana hati dan
mental,Kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari, Kemampuan mengatasi
stress, Intoleransi terhadap panas atau dingin, Asupan makanan, Pola eliminasi.
Wawancara harus dapat membantu perawat mengetahui pemahaman pasien
atau keluarganya mengenai penyakit dan pengobatannya, dan mengenai perawatan
yang diperlukan oleh pasien.
2. Data Objektif
Pemeriksaan fisik awal harus mencakup keterangan pokok mengenai pasien :
status mental (kemampuan mengikuti pengarahan),status gizi, status kardiovaskular,
karakteristik tubuh, penampilan dan tektur kulit, penampilan mata dan gerakan
ekstraokuler, adanya edema serta lokasinya, penampilan leher dan gerakannya,
lingkaran perut, ekstremitas.
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus, hipofise,
tiroid, serum atau jaringan perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah
pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin uptake. Pemeriksaan T3 resin uptake
dilakukan untuk menilai perubahan konsentrasi protein serum yang dapat merubah
ikatan T3 dan T4, T4 merupakan hormon yang lebih poten Perubahan tiroxine-binding
globulin (TBG) dan prealbumin dapat merubah konsentrasi T4 bebas, dan sedikit
merubah T3.
Peningkatan kadar T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis hipertiroid berat,
sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam menentukan hipertiroid ringan.
Radioimmunoassay TSH dan tes stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid
primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul tiroid mungkin memerlukan biopsi jarum
dan eksplorasi bedah.
4. Dasar Data Pengkajian
a) Aktifitas / istirahat
Gejala: insomnia, sensitivitas T, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan otot.
Tanda: atrofi otot.
b) Sirkulasi
Gejala: palpitasi, nyeri dada (angina).
Tanda:disritma (vibrilasi atrium), irama gallop, mur-mur, peningkatan tekanan
darah dengan tekanan nada yang berat.Takikardi saat istirahat, sirkulasi kolaps,
syok (krisis tiroksikosisi).
c) Eliminasi
Gejala: urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feces, diare.
d) Integritas ego
Gejala: mengalami stres yang berat (emosional, fisik)
Tanda: emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi
e) Makanan & cairan
Gejala: kehilangan berat badan mendadak, napsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering kehausan, mual, muntah.
Tanda: pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial.
f) Neurosensori
Tanda: bicara cepat dan parau, gangguan status mental, perilaku (bingung,
disorientasi, gelisah, peka rangsang), tremor halus pada tangan, tanpa tujuan
beberapa bagian tersentak-sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTP).
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri orbital, fotofobia.
h) Pernapasan
Tanda : frekuensi pernapasan meningkat, takipnea, dispea, edema paru (pada
krisis tirotoksikosis).
i) Keamanan
Gejala : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap
iodium (mungkin digunakan saat pemeriksaan).
Tanda : suhu meningkat di atas 37,4ºC, diaforesis kulit halus, hangat dan
kemerahan
Eksotalus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema
(sering terjadi pada pretibial) yag menjadi sagat parah.
j) Seksualitas
Tanda : penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan impoten.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhungan dengan