aspek kode etik dan legal keperawatan
DESCRIPTION
Aspek Hukum KeperawatanTRANSCRIPT
KELOMPOK 4
Sriyunia Tribhuana Purnamasari
Vindi Rizki Amalia Wulan Dewi SeptiyanthiYuchi Agnita Koswara Yulianti Nurul Falah
Fajar Ali
Kode Etik Profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum yang didasari kesusilaan.
Kode Etik Profesi
Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan yang mengatur hak dan kewajiban individu, kelompok atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan pada satu pihak, hak dan kewajiban tenaga kesehatan dan sarana kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan di pihak lain yang mengikat masing-masing pihak dalam sebuah perjanjian terapeutik dan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan lainnya yang berlaku secara lokal, regional, nasional dan internasional.
Kode Etik Profesi Kesehatan
Kode etik profesi kesehatan adalah kode etik yang ditemukan dan berlaku bagi kalangan profesi kesehatan.
Tipe-Tipe Etik Pada GadarBioetikBioetika merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetika difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology
Clinical ethics/Etik klinik Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih
memperhatikan pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien. Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau penolakan, dan bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang bermanfaat (sia-sia).
Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapatkan keputusan etik. Etika keperawatan dapat diartikan sebagai filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasari pelaksanaan praktek keperawatan.
Nursing ethics/Etik Perawatan
Prinsip-Prinsip Etik Dalam Gadar
1. Autonomy2. Beneficence (kemurahan hati/pemanfaatan)3. Non maleficence (tidak merugikan orang lain)4. Veracity (jujur)5. Justice (adil)6. Fidelity (komitmen).
Hukum
Hukum adalah suatu aturan yang mengatur perilaku setiap anggota masyarakat yang bersifat memaksa yang ditetapkan oleh pemerintah.
Hukum Administratif : Izin Sarana pelayanan kesehatan, izin menyelenggarakan praktik kesehatan.
Hukum Pidana : perbuatan yang bertentangan dan atau membahayakan kepentingan umum.
Hukum Perdata : Perbuatan yang merugikan orang lain.
Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan adalah bagian dari hukum umum yang mengatur perilaku setiap anggota masyarakat, utamanya anggota masyarakat kesehatan, yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.• Aspek Administrasi• Aspek Pidana• Aspek Perdata
Beberapa Isu Seputar Pelayanan Gawat Darurat
Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu: 3• Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat• Perubahan klinis yang mendadak• Mobilitas petugas yang tinggi
Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter yang bertugas di gawat darurat menempati urutan kedua setelah dokter ahli onkologi dalam menghadapi kematian.3 Situasi emosional dari pihak pasien karena tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan mudah menyulut konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan.
Undang undang penanggulangan bencana nomor 24 tahun 2007 dalam Bab I Tentang ketentuan umum Pasal 1 Ayat (10),”Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, serta pemulihan sarana dan pra sarana”.
Undang undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 Pasal 32 Ayat (1)
Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Ayat (2) Dalam keadaan darurat Fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Profesi kesehatan (tenaga kesehatan) seperti perawat dan dokter dan profesi kesehatan lainnya mempunyai tanggung jawab moral untuk memberikan pertolongan pada kasus kasus kegawatan darurat dan bencana, Yang disebut Tenaga Kesehatan dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (6) : “Setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Pasal ini mempertegas bahwa petugas kesehatan wajib melakukan upaya kesehatan termasuk dalam pelayanan gawat darurat yang terjadi baik dalam keadaan sehari hari maupun dalam kedaaan bencana.
Landasan Hukum Pelayanan Gawat DaruratUU NO 9 Tahun 1960 Pokok KesehatanUU NO 6 Tahun 1963 Tenaga KesehatanUU NO 29 Tahun 2004 Praktik KedokteranUU NO 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
UU NO 36 Tahun 2009 KesehatanUU NO 44 TAHUN 2009 Rumah sakitPP NO 32 TAHUN 1996 Tenaga KesehatanPP NO 51 Tahun 2009 Pekerjaan KefarmasianBerbagai Peraturan Menteri Kesehatan
Pengertian
“Informed Consent“ adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan dari persetujuan tindakan medik. Informed Consentterdiri dari dua kata yaitu Informed dan. Informed diartikan telah di beritahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan danConsent yang berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas dariinformed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat sesuatu setelah mendapatkan penjelasan atau informasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa “Persetujuan tindakan medik kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien”.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik, pengaturan mengenai informed consent pada kegawat daruratan lebih tegas dan lugas. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa :“Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”.
Disahkannya Permenkes No. 290/MENKES/PER/III/2008 sekaligus menggugurkan Permenkes sebelumnya yaitu pada Permenkes No 585/Men.Kes/Per/IX/1989 masih terdapat beberapa kelemahan. Pada pasal 11 hanya disebutkan bahwa yang mendapat pengecualian hanya pada pasien pingsan atau tidak sadar.
Seperti yang telah dijelaskan pada Permenkes No 209/Menkes/Per/III/2008 pada pasal 4 ayat (1) bahwa tidak diperlukan informed consent pada keadaan gawat darurat. Namun pada ayat (3) lebih di tekankan bahwa dokter wajib memberikan penjelasan setelah pasien sadar atau pada keluarga terdekat. Berikut pasal 4 ayat (3) “ Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat”. Hal ini berarti, apabila sudah dilakukan tindakan untuk penyelamatan pada keadaan gawat darurat, maka dokter berkewajiban sesudahnya untuk memberikan penjelasan kepada pasien atau kelurga terdekat.
Selain ketentuan yang telah diatur pada UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 209/Menkes/Per/III/2008, apabila pasien dalam keadaan gawat darurat sehingga dokter tidak mungkin mengajukan informed consent, maka KUH Perdata Pasal 1354 juga mengatur tentang pengurusan kepentingan orang lain. Tindakan ini dinamakan zaakwaarneming atau perwalian sukarela yaitu “Apabila seseorang secara sukarela tanpa disuruh setelah mengurusi urusan orang lain, baik dengan atau tanpa sepengetahuan orang itu, maka secara diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk meneruskan mengurusi urusan itu sehingga orang tersebut sudah mampu mengurusinya sendiri”. Dalam keadaan yang demikian perikatan yang timbul tidak berdasarkan suatu persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu perbuatan menurut hukum yaitu dokter berkewajiban untuk mengurus kepentingan pasien dengan sebaik-baiknya. Maka dokter berkewajiban memberikan informasi mengenai tindakan medis yang telah dilakukannya dan mengenai segala kemungkinan yang timbul dari tindakan itu.
Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis.Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah.Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
KASUS
Seorang gadis 17 tahun di bawa ke UGD RSUD PASAR MINGGU oleh seorang anak laki-laki dewasa, karena pingsam tiba-tiba. Perabaan nadi dan perekaman EKG menunjukan kebutuhan defibrilasi. Pengantar menolak ketika di mintai persetujuan dengan alasan keduanya tidak ada hubungan apa-apa. Apa saja konsekwensi yang timbul jika dokter melakukan defibrilasi.
Dari kasus diatas apabila dokter melakukan defibrilasi pada pasien, dokter tidak akan mendapatkan konsekwensi apapun atas tindakannya. Karna telah di atur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik, pengaturan mengenai informed consent pada kegawatdaruratan lebih tegas dan lugas. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa “Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”.
Dan telah disebutkan pula dalam Permenkes No. 290/MENKES/PER/III/2008 Pada pasal 11 disebutkan bahwa yang mendapat pengecualian hanya pada pasien pingsan atau tidak sadar. Dari kasus diatas pasien dalam keadaan tidak sadar atau pingsan. Untuk itu pasien mendapat pengecualian untuk tidak melakukan inform concend.
Karna pasien juga termasuk dalam keadaan gawat darurat dan membutuhkan defibrilasi segera keadaan ini dapat di tinjau dari hukum kedokteran yang dikaitkan dengan doktrin informed consent, maka yang dimaksudkan dengan kegawat daruratan adalah suatu keadaan dimana :Tidak ada kesempatan lagi untuk memintakan informed
consent, baik dari pasien atau anggota keluarga terdekat (next of kin).
Tidak ada waktu lagi untuk menunda-nunda.Suatu tindakan harus segera diambil.Untuk menyelamatkan jiwa pasien atau anggota tubuh.
Karna pasien mempunyai empat keadaan tersebut. Maka, dokter diizinkan untuk tidak meminta inform concern terlebih dahulu kepada pasien. namun, dalam kasus ini dokter di haruskan memberikan penjelasan ketika pasien sudah dalam keadan sadar. Seperti yang telah dijelaskan pada Permenkes No 209/Menkes/Per/III/2008 pada pasal 4 ayat (1) bahwa tidak diperlukan informed consent pada keadaan gawat darurat. Namun pada ayat (3) lebih di tekankan bahwa dokter wajib memberikan penjelasan setelah pasien sadar atau pada keluarga terdekat. Berikut pasal 4 ayat (3) “ Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat”
Dan apabila sudah dilakukan tindakan untuk penyelamatan pada keadaan gawat darurat, maka dokter berkewajiban sesudahnya untuk memberikan penjelasan kepada pasien atau kelurga terdekat.Jadi dari hasil analisis kasus, menurut kelompok kami dokter tersebut tidak akan mendapatkan kosekwensi apapun apabila melakukan defibrilasi, karna keadaan pasien tidak sadar dan tidak memungkinkan untuk di mintai inform konses. Dan keadaan pasien yang termasuk dalam kategori gawat darurat yang harus dilakukan tindakan segera.