asthma bronchiale
DESCRIPTION
asma bronchialeTRANSCRIPT
BAB III
Tinjauan Pustaka
A. Anatomi & Histologi Saluran Napas
Anatomi
Anatomi sistem respiratori terbagi menjadi dua, yaitu traktus respiratorius bagian
atas dan bawah. Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari hidung, mulut, larynx,
dan trakea. Sedangkan bagian bawah terdiri dari paru-paru, bronchi, dan juga
alveolus.
Kedua paru, kanan dan kiri, merupakan organ utama pernapasan. Setiap paru
terbagi kembali menjadi lobus superior dan lobus inferior, walaupun lobus superior
dari paru kanan terbagi lagi menjadi lobus medius. Paru kanan berukuran lebih besar
dan berat daripada paru kiri, yang mana berukuran ebih kecil karena posisi jantung
yang lebih kiri.
Lapisan transparan, tipis, mengkilat yaitu pleura, menyelubungi paru-paru. Bagian
dalam, yaitu pleura visceralis, melekat pada paru-paru. Bagian luar, yaitu pleura
parietalis, melekat pada dinding dada atau thorax. Masing-masing paru dipisahkan
oleh mediatinum, yaitu suatu area yang terdapat jantung beserta pembuluh-pembuluh
besarnya, trakea, esophagus, thymus, dan kelenjar limfe. Diafragma, otot yang
berkontraksi dan berelaksasi dalam pernapasan, memisahkan cavum thorax dari
cavum abdominal.
Sistem pernapasan sendiri berjalan dari nasal, masopharynx, laryngopharynx,
trachea, bronchus principalis, pulmo (bronchus lobaris), segmentalis, bronchioli,
bronchiolus, bronchus respiratorius. Ductus alveolus, saccus alveoli, dan alveoli. Di
dinding alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas.
Trachea yaitu merupakan tuba lentur yang berada mulai dari bawah cartilago
cricoidea sampai angulus sterni dan terletak di dalam leher depan oesophagus.
Trachea terdiri dari 16-20 cartilago trachealis yang berbentuk seperti ‘C’ dihubungkan
satu sama lain dengan ligamentum anulare. Bifurcatio trachea merupakan titik
percabangan bronchus principalis dextra dan sinistra, dan terletak setinggi corpus
vertebra Th IV-V.
Bronchus, seperti yang sudah disebutkan di atas, merupakan percabangan dari
trachea dan mempunya struktur yang sama dengan trachea. Setelah dari trachea maka
dinamakan bronchus principalis dextra dan sinistra yang akan menuju ke masing-
masing pulmo. Pada bronchus principalis dextra ukurannya lebih lebar, pendek, dan
lebih tegak. Pada masing-masing pulmo bronchus principalis akan bercabang untuk
tiap lobus pulmo sehingga dinamakn bronchus lobaris. Setelah itu berlanjut menjadi
bronchus segmentalis, bronchiolus, lalu ductus alveolus, dan pada akhirnya alveolus.
Pulmo diselubungi oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura parietalis dan pleura
visceralis. Di antara kedua lapis pleura ini terdapat rongga yang disebut cavum pleura
dan berisi cairan pleura yang berguna sebagai pelumas. Pulmo terbagi menjadi dua
yaitu pulmo dextra dan sinistra.
Pada bagian atas pulmo yang berbentuk kerucut seperti pyramid disebut sebagai
apex pulmonis. Pulmo memiliki tiga fascies dan juga tiga margo, seperti sebagai
berikut:
1. Fascies diafragmatika (Margo inferior)
Fascies diafragmatika atau juga disebut basis pulmonis pada pulmo sinistra lebih
kecil. Sesuai dengan namanya berhubungan langsung dengan diafragma, namun
tidak berhubungan langsung dengan hepar, gaster, lien, dan ren.
2. Fascies mediastinalis (Margo anterior, margo posterior)
Bentuknya ditentukan oleh susunan mediatinum dan ditutupi oleh pleura
mediatinalis. Bentuk pada pulmo dextra dan sinistra tidak sama. Perbedaannya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Dextra SinistraImpressio cardiaca
- Terletak di ventral bawah hilus dan ligamentum pulmonale
- Sesuai bagian lateral atrium dextra
- Terletak ventral hilus dan ligamentum pulmonale
- Lebih dalam dari kanan
- Sesuai dengan ventrikel sinistra
Sulcus - Sulcus untuk vertebra dan sebagian untuk oesophagus di dorsal hilus
- Sulcus aorticus arcus aorta dan aorta thoracalis
- Sulcus caroticus A. Carotis communis sinistra
- Sulcus subclavius A. subclavia sinistra
Hilus - Bronchus dorsocranial
- 2 cabang A. Pulmonalis ventral
- Bronchus Caudal A. Pulmonalis
- A. pulmonalis cranial
3. Fascies costalis (Margo anterior, margo posterior)
Fascies costalis berhubungan dengan dinding rangka dada ventralis, lateralis, dan
dorsalis melalui cavum pleura dan pleura costalis.
Masing-masing pulmo terbagi kembali menjadi beberapa lobus sebagai berikut:
1. Pulmo dextra
- Lobus superior
- Lobus medius
- Lobus inferior
2. Pulmo sinistra
- Lobus superior
- Lobus inferior
Selain itu ada juga fissura pulmonis, yang terbagi menjadi:
1. Fissura obliqua, membagi pulmo menjadi lobus superior dan lobus inferior
2. Fissura horizontalis, membagi pulmo dextra menjadi lobus superior dan lobus
medius.
Masing-masing pulmo memiliki hilus, dan pada hilus dapat ditemukan:
1. A. pulmonalis
2. Vv. Pulmonalis
3. A. bronchialis
4. Nn. Plekus pulmonalis
5. Nn.II. bronchopulmonales
Pada hilus pulmo dextra, struktur yang ada:
1. Bronchus principalis dan cabang lobus superior di posterior dan superior hilus
2. A. pulmonalis dan cabang menuju lobus superior di anterior dan superior hilus
3. Dua V. pulmonalis dextra di anterior dan inferior hilus
Pada hilus pulmo sinistra:
1. Dua bronchus lobaris di posterior
2. A. pulmonalis di superior
3. Dua V. pumonalis di anterior dan inferior
Untuk pendarahan, pendarahan pada pulmo dikerjakan oleh aa. dan vv.
Bronchiales sedangkan a. dan v. pulmonalis untuk fungsi pernafasan. Terdiri dari a.
bronchialis dextra dan aa. bronchialis sinistra. A, bronchialis dextra dipercabangkan
dari a. intercostalis posterior. Aa. Bronchialis sinistra dipercabangkan dari aorta
thoracalis.
Untuk persarafan pulmo dilakukan oleh N. Vagus dan juga serabut simpatikus,
Menginervasi pembuluh darah dan otot-otot polos serta glandula mucosa di dinding
bronchus. Pengaruh simpatis pada bronchus akan melemaskan otot polos lalu
melebarkan bronchus. Pengaruh parasimpatis ke bronchus akan membuat otot polos
berkontraksi dan mengecilkan bronchus.
Histologi
a. Trakea
Trakea dilapisi mukosa respirasi khas. Di dalam lamina propria terdapat 16-20
cincin tulang rawan hialin dan terdapat banyak kelenjar seromkosa untuk
menghasilkan mukus yang cair. Ligamen fibroelastis dan berkas otot polos terikat
pada periosteum dan menjembatani kedua ujung bebas tulang rawan cincin ini.
b. Bronkus
Bronkus primer biasanya memiliki tampilan histologik yang serupa dengan trakea
kecuali susunan tulang rawan dan otot polosnya. Makin ke arah respirasi, akan
terlihat penyederhanaan susunan histologis baik pada epitel maupun lamina propria
di bawahnya.
Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dan di bawah epitel, dalam lamina
propria bronkus tampak adanya lapisan otot polos terdiri atas anyaman berkas otot
polos yang tersusun menyilang. Lamina propria mengandung banyak serat elastin
dan kelenjar serosa dan mukosa. Banyak limfosit berada di dalam lamina propria
dan diantara sel-sel epitel. Terdapat kelenjar getah bening dan banyak dijumpai di
percabangan bronkus.
c. Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya, hanya
terdapat sebaran sel goblet dalam epitel segmen. Epitel pada bronkiolus yang lebih
besar adalah epitel silindris bertingkat bersilia, makin memendek sampai menjadi
epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada yang lebih kecil. Epitelnya
juga mengandung sel Clara yang mensekresi protein yang melindungi lapisan
bronkiolus terhadap polutan oksidatif dan inflamasi.
Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebihbbronkiolus
respiratorius yang berfingsu sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan
bagian respirasi sistem pernapasan. Makin distal, jumlah muara alveolus ke dalam
dinding bronkiolus maki banyak sampai dinding tersebut seluruhnya ditempati
muara tersebut dan saluran tersebut sekarang menjadi duktus alveolaris.
Duktus alveolaris dan alveolus dilapisi oleh sel alveolus gepeng yang sangat halus.
Dalam lamina propria yang mengelilingi tepian alveolus terdapat anyaman sel otot
polos. Otot polos tidak lagi dijumpai pada ujung duktus alveolaris.
Duktus alveolaris bermuara ke dalam atrium, yang berhubungan dengan sakus
alveolaris dimana dua atau lebihnya berasal dari setiap atrium. Banyak serat elastin
dan retikulin. Serat elastin memungkinkan alveolus mengembang dan berkontraksi.
Serat retikulin berfungsi sebagai penunjang yang mencegah pengembangan yang
berlebihan dan perusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.
d. Alveolus
Alveolus merupakn penonjolan mirip kantung di bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, dan sakus alveolaris. Alveoli bertanggung jawab atas terbentuknya
struktur berrongga di paru. Struktur dinding alveolus dikhususkan untuk
memudahkan dan memperlancar difusi. Biasanya, setiap dinding terletak diantara
dua alveolus yang bersebelahan dan disebut sebagai septum atau dinding
intralveolar.
B. Asma Bronkiale
DEFINISI(11)
Penyakit asthma memang sulit untuk diberikan definisinya secara jelas,bahkan bila
semakin ingin dicari definisi yang setepat-tepatnya dan eksklusif,maka kita justru
akan jauh dari tujuan semula.
Definisi asthma tidak juga mempermudah membuat dignosis ama,sehingga secara
praktis para ahli berpendapat bahwa asthma adalah penyakit paru dengan
karakteristik: adanya obstruksi saluran pernafasan yang reversible baik spontan
maupun dengan pengobtan,terdapat inflamasi saluran nafas dan adanya peningkatan
respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan
Obstruksi saluran nafas ini memberikan gejala-gejala seperti batuk,mengi,dan
sesak nafas. Penyempitan saluran pernafasan pada asma dapat terjadi secara
bertahap,perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula
terjadi mendadak sehingga menimbulkan kesilitan bernafas yang akut.Derajat
obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran nafas,dipengaruhi oleh edema
dinding bronkus,produksi mucus,kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus.diduga
baik obstruksi maupun peningkatan respon terhadap berbagai rangsangan didasari
oleh inflamasi saluran nafas.
EPIDEMIOLOGI(7)
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa penyakit asma dijumpai di seluruh dunia,
dan menyerang baik pria maupun wanita dari seluruh lapisan ekonomi dengan
prevalensi antara 1 – 10 %. Tentunya makin lebar definisi yang dipakai, angka ini
semakin meningkat.
Tetapi bagaimana pun juga memang ada peningkatan prevalensi astma di seluruh
dunia. Walaupun peningkatan di Asia lebih kecil dibanding di dunia barat tetapi
kenakan ini nyata sekali. Hal ini tampak pada berbagai penelitian epidemiologis. Di
Hongkong, prevalensi astma pada anak-anak kelompok umur 13-14 tahun pada tahun
1980 baru mencapai 2% untuk meningkat mencapai 4,8 % pada tahun 1989 dan tahun
1995 telah mencapai 11%. Di Cina daratan pada tahun 1990 prevalnesi astma hanya
2% lalu meningkat 4% pada tahun 1995 (LARACY,1995)
Walaupun dunia kedokteran dan farmasi sudah semakin maju dan akhir-akhir ini
telah ditemukan cukup banyak obat-obat baru untuk melawan astma tetapi secara
mengherankan bukan saja prevalensi astma meningkat, tetapi begitu juga angka
mortalitasnya. Serangan pertama dapat timbul pada masa kanak-kanak ataupun pada
usia setengah umur. Tampaknya pada anak laki-laki lebih sering dijumpai astma
dibanding permpuan, tetapi perbedaan ini tidak terlalu besae pada penderita dewasa.
ETIOLOGI(7)
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
• Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
• Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalans, yang masuk melalui saluran pernapasan
Misalnya: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Misalnya: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Misalnya: perhiasan, logam dan jam tangan
• Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
• Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
• Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
• Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
MANIFESTASI KLINIK(11)
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,
duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi
(whezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-
gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat,
gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan
kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan
asma seringkali terjadi pada
malam hari.
KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu: (7)
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan
adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan
terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma
ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Berdasarkan derajatnya berat penyakit, asma juga dibagi dengan pembagian sebagai
berikut: (11)
Saat Stabil
1. Asma intermitten
Gejala intermiten (kurang dari sekali seminggu)
Serangan singkat (beberapa jam sampai hari)
Gejala asma malam kurang dari 2 kali sebulan.
Di antara serangan pasien bebas gejala dan fungsi paru normal
Nilai APE dan VEP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas < 20%
Obat yang dipakai agonis beta 2 hirup, obat lain tergantung intensitas
serangan, bila berat ditambahkan kortikosteroid oral.
2. Asma Persisten Ringan
Gejala lebih dari 1x seminggu, tetapi kurang dari 1x per hari
Serangan mengganggu aktivitas tidur
Serangan asma malam lebih dari 2x sebulan
Nilai APE dan VEP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas 20-30 %
Menggunakan obat pencegah setiap hari dan agonis beta 2 bila terjadi
serangan
3. Asma Persisten Sedang
Gejala setiap hari
Serangan Mengganggu aktivitas dan tidur
Serangan asma malam lebih dari 1x seminggu
Setiap hari menggunakan agonis beta 2 hirup
Nilai APE atau VEP1 antara 60-80% nilai prediksi, variabilitas > 30%
Obat yang dipakai : setiap hari obat pencegah (kortikosteroid hirup ) dan
bronkodilato kerja panjang
4. Asma Persisten Berat
Gejala terus menerus, sering mendapat serangan
Gejala asma malam sering
Aktivitas fisis terbatas karena gejala asma
Nilai APE atau VEP1 kurang dari 60 % nilai prediksi, variabilitas >30%
Obat yang dipakai : setiap hari obat-obat pencegah, dosis tinggi, kortikosteroid
hirup, bronkodilator kerja panjang, kortikosteroid oral jangka panjang.
Saat Akut
Saat akut Ringan Sedang Berat
Sesak napas Waktu berjalan
Bisa berbaring
Waktu bicara
Lebih suka duduk
Saat istirahat
Duduk membungkuk
Berbicara Kalimat Kata-kata Kata demi kata
Kesadaran Mungkin agitasi Biasanya agitasi Biasanya agitas
Frekuensi napas < 20 x 20-30 x >30 x/menit
Mengi Akhir ekspirasi paksa Akhir ekspirasi Ekspirasi dan inspirasi
Nadi <100 x/menit 100-120 x/menit >120x/menit
Pulsus paradoksus - Mungkin ada
10-25 mmHg
Sering ada >25 mmHg
Otot pernapasan - Biasanya ada Ada
APE >80 % sdh terapi awal 60-80 % <60%
Pa O2 Normal >60 mmHg <60 mmHg
Pa CO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
Saturasi o2 >95 % 91-95 % < 90%
Sedangkan pada asma yang mengancam jiwa keadaan pasien tidak begitu sadar,
sudah tidak ada mengi, nadi bradikardi, pemakaian otot terjadi pergerakan torako
abdominal yang paradoksal dan sudah tidak ada pulsus paradoksus karena kelelahan
otot pernapasan.
PATOFISIOLOGI(11)
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut.
Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak dan tidak bisa
di ekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,kapasitas residu
fungsional (KRF) dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati
kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap
terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini
diperlukan otot-otot bantu nafas.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara objektif dengan
VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi).
Sedangkan penurunan kapasitas vital paksa (KVP) menggambarkan derajat
hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada saluran nafas
yang besar,sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di
saluran nafas besar, sedangkan pada saluran nafas kecil gejala batuk dan sesak lebih
dominan disbanding mengi.
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru.Ada
daerah-daerha yang kurang mendapat ventilasi,sehingga darah kapiler melalui daerah
tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada
asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen,tubuh melakukan
hiperventilasi,agar kebutuhan oksigen terpenuhi.Tetapi akibatnya pengeluaran CO2
menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang kemudianmenimbulkan alkalosis
respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran nafas dan
alveolus ertutup oleh mucus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran
gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernafasan bertambah berat
serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai
dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO (hiperkapnea) dan
terjadi asidosis respiratorik atau gagal nafas.Hipoksemia yang berlangsung lama
meyebabkan asidosis dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian
menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang
baik yang akibatnya memperburuk hiperkapnea. Dengan demikian penyempitan
saluran nafas pada asthma akan menimbulkan hal-hal berikut: gangguan ventilasi
berupa hipoventilasi, ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi
tidak setara dengan sirkulasi darah paru,gangguan difusi gas tingkat alveoli.ketiga
faktor tersebut akan mengakibatkan:hipoksemia,hiperkapnea,asidosis respiratorik
pada tahap yang sangat lanjut
PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Penyuluhan atau edukasi kepada pasien
Butuh kerjasama dokter-pasien, serta keluarganya karena pengobatan jangka lama
dengan cara edukasi tujuan pengobatan, efek samping obat dan faktor resiko
asma.
2. Menghindari Alergen
Untuk mengendalikan dan mencegah faktor pencetus serangan
3. Persiapan obat-obat jangka panjang.
Medikamentosa
1. Pengontrol (controllers)
Sebagai pencegah dan untuk pengobatan jangka panjang (bronkodilator kerja
lama). Diberikan rutin setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan dan
mengontrol keadaan asma persisten. Sifatnya anti inflamasi. Setelah 3 bulan di
kontrol untuk penurunan dosis.
Contohnya : kortikosteroid, natrium kromoglikolat, nedokromil naatrium,
metilxantin, agonis beta 2 kerja lama, leukotrien modifiers, antagonis H2 dll.
2. Pelega (reliever)
Digunakan pada saat serangan asma akut (sesak, mengi, batuk), untuk melebarkan
atau mendilatasi jalan napas yang bekerja maelalui otot polos pernapasan
(bronkodilator) dan juga memperbaiki serta menghambat bronkokontriksi. Tetapi
obat ini tidak memperbaiki inflamasi jalan napas dan tidak menurunkan
hiperesponsivitas.
Contoh : antikolinergik, aminnofilin, agonis beta 2 kerja sngkat adrenalin,
kortikosteroid sistemik.
Pada saat serangan asma, kita melakukan penilaian awal dengan subjektif,
pemeriksaan fisik, APE, VEP1, analisis gas darah untuk menilai berat derajat
serangan. Kemudian kita berikan pengobatan awal berupa inhalasi agonis beta 2 kerja
singkat 3x setiap 20 menit, bisa juga diberikan injeksi adrenalin 0, 3 mg subkutan atau
injeksi terbutalin 0,25 m. Tetapi bila tidak ada respon segera atau serangannya sangat
berat dan ada indikasi mendapat steroid oral, maka kita berikan kortikosteroid
sistemik. Sesudah itu, kita lakukan penilaian ulang, bagaimana responnya apakah
sedang atau berat. Respon tersebut dibagi tiga yakni respon baik, tak lengkap, buruk.
Kalau respon baik, maka pasien di pulangkan dengan meneruskan terapi, kalau malah
memburuk maka pasien dirawat di RS bahkan mendapat perawatan ICU.
KOMPLIKASI(7)
1. Pnemotoraks
Mengingat bahwa inspirasi selalu masih saja dapat dilakukan, padahal ekspirasi
sudah susah dilakukan karena sudah ada timbunan udara didalam paru (air-
traping), maka makin sering seorang menderita mendapatkan serangan sesak, serta
semakin parah sesaknya pada sutu saat tekanan udara intrapulmonal akan begitu
meningkat sehingga terjadilah ruptur pleura viseralis yang merupakan dinding
alveolus ataupun acinus, maka terjadilah pnemotoraks.
Kemungkinan ini akan semakin besar manakala pleura viseralis tersebut sudah
mengalami cacat karena misalnya dahulunya pernah terjadi proses tuberculosis
setempat
2. Gagal napas
Karena ekspirasi sangat susah dan terdapat air traping, maka bila hipersekresi
terus menerus maka saluran pernapasan akan tersumbat dan terjadi gagal napas.
3. Emfisema paru
Lama-kelamaan alveolus akan membesar dan septum interalveolerakan pecah dan
dengan demikian akan terbentuk suatu rongga (acinus), demikian pula beberapa
acinus akan menjadi satu rongga pula, sehingga akan timbulsuatu emfisema paru.
4. Bronkitis Kronis
Karena danya hipersekresi makakemungkinan mendapatkan bronkitis kronis
secara sekunder besar sekali pada penderita asma, sehingga akhirnya sulit sekali
untuk membedakan kedua penyakit inipada orang yang sudah berusia lanjut.
5. ISPB (Infeksi Akut Saluran Pernapasan Bawah)
Karena adanya hipersekresi pada setiap serangan asthma, bilamana serangan
makin sering timbul, makin besr pula resiko timbulnya infeksi sekunder karena
sekret yang penuh protein akan selalu merupakan perbenihan yang baik sekali
bagi bakteri. Resiko ini makin meningkat bila sebab utama serangan astma
memang suatu infeksi traktus respiratorius.
DIAGNOSIS BANDING(11)
1. Bronkritis Kronis
Ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun
untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tbc, brinkitis atau
keganasan harus disingkirkan dahulau. Gejala utama batuk disertai sputum
biasanya didapatkan pada pasien dengan umur lebih dari 35 tahun dan perokok
berat . Gejala dimulai dari batuk pagi hari, lama-kelamaaan desertai mengi dan
menurunnya kemampuan jasmani. Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis
dan tanda-tanda kor pulmonal.
2. Emfisema Paru
Gejala utama sesak, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Pasien
biasanya kurus. Berbeda dengan astma, pada emfisema tidak pernah ada remisi,
pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dad
kembung, peranjakan napas tebatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara
napas melemah. Ronsen foto terdapat hiperinflasi.
3. Gagal Jantung Kiri
Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial dan bila timbul
pada malam hari disebut paroxymal nocturnal dyspnoe. Pasien tiba-tiba
terbangun pada malam hari karena sesak dan dapat hilang atau berkurang bila
duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang memperberat atau memperingan
gejala gagal jantung. Di samping orthopnoe, pada pemeriksaan fisis ditemukan
kardiomegali dan edema paru.
4. Emboli Paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal
jantung dan tromboflebitis. Di samping gejala sesak napas, pasien batuk-batuk
yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang dan pengsan. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan adanya orthopnea, takikardia, gagl jantung kanan,
pleural friction, irama derap, sianosis dan hipertensi. Pemeriksaan
elektrokardioogram menunjukkan antara lain aksis jantung ke kanan.
PROGNOSIS
Angka kematian asma umumnya rendah dan prognosis baik pada penderita asma
ringan dan asma pada anak-anak dibanding pada usia setengah umur karena
persentase untuk berkembang menjadi persisten berat umumnya rendah bila telah
mendapat edukasi dan menghindari faktor resiko. Tetapi sebagian besar akan
mengalami remisi hingga dewasa. Penyebab kematian pada asma, bila gagal napas,
hipoksia otak akut cardiac arrest dan shock.