asuhan keperawatan jiwa pada keluarga dengan …
TRANSCRIPT
POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KELUARGA DENGAN
HARGA DIRI RENDAH KRONIS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NANGGALO PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
RISKA FEBRINA
NIM : 153110222
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
Poltekkes Kemenkes Padang
POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KELUARGA
DENGAN HARGA DIRI RENDAH KRONIS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
NANGGALO PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Ke Program Studi DIII Keperawatan Padang Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Keperawatan
RISKA FEBRINA
NIM : 153110222
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Keluarga dengan Harga Diri Rendah
Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2018”
Penulisan KTI ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Diploma III pada Program Studi D III Keperawatan Padang
Poltekkes Kemenkes Padang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
proposal KTI ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan KTI ini. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Heppi Sasmita, M.Kep, Sp. Jiwa dan ibu Renidayati, S.Kp, M.Kep,
Sp. Jiwa selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga
dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan KTI.
2. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM, MSi selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes RI Padang
3. Ibu Hj. Murniati Mukhtar, SKM, M.Biomed selaku ketua jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang.
4. Ibu Ns, Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku Ka Prodi D III Keperawatan
Padang Poltekkes Kemenkes RI Padang.
5. Bapak Ibu Dosen dan Staf yang telah menbantu dan memberikan ilmu
dalam pendidikan untuk bekal penelitian selama perkuliahan di Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang.
6. Bapak Drg. Darius selaku Pimpinan Puskesmas Nanggalo Padang dan Staf
Puskesmas Nanggalo Padang yang telah banyak membantu dalam usaha
memperoleh data yang peneliti perlukan.
7. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan, semangat, doa
restu dan kasih sayang yang tiada terhingga. Tiada kata yang dapat ananda
utarakan selain terima kasih dan semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan, rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua
Poltekkes Kemenkes Padang
8. Sahabat-sahabat yang telah banyak membantu peneliti dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Teman-temanku yang senasib dan seperjuangan Mahasiswa Politeknik
Kesehatan Padang Program Studi D-III Keperawatan. Terima kasih atas
dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga KTI ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan
Padang, Juni 2018
Peneliti
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Riska Febrina
Tempat, Tanggal Lahir : Padang Luar, 03 Februari 1997
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Karatau Parabek, Kenagarian Ladang Laweh,
Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam,
Provinsi Sumatera BArat
Nama orang tua
Ayah : Andani
Ibu : Netriwati
Riwayat Pendidikan
No Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun
1. SD SD Negeri 16 Parabek Bangkaweh 2003-2009
2. SMP SMP Negeri 1 Banuhampu 2009-2012
3. SMA SMA Negeri 1 Banuhampu 2012-2015
4. DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang 2015-2018
Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2018
Riska Febrina
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Keluarga Dengan Harga Diri Rendah
Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang
Isi: xi + 63 halaman, 1 tabel, 2 gambar, 10 lampiran
ABSTRAK
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2016 jumlah
penderita gangguan jiwa dengan skizofrenia di Puskesmas Nanggalo sebanyak
471 orang. Puskesmas Nanggalo menduduki peringkat ke 5 dari 22 puskesmas
yang tinggi angka gangguan jiwa dengan skizofrenia di kota Padang. Jumlah
pasien jiwa dengan skizofrenia yang berobat ke Puskesmas Nanggalo tahun 2017
sebanyak 106 orang, dengan jumlah masing-masing Kelurahan yaitu Kelurahan
Surau Gadang 65 orang, di kelurahan Kurao Pagang 36 orang dan di Kelurahan
Gurun Laweh 5 orang. Jumlah pasien Skizofrenia yang mengalami harga diri
rendah yaitu 8 orang dari Kelurahan Surau Gadang, 4 orang dari Kelurahan Kurao
Pagang, dan 1 orang dari Kelurahan Gurun Laweh. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa dengan
harga diri rendah di Kelurahan Surau Gadang wilayah kerja Puskesmas Nanggalo
Kota Padang. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dalam bentuk
studi kasus yang dilakukan dari bulan September sampai Juni 2018. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien dengan gangguan jiwa Skizofrenia yang
mengalami harga diri rendah di kelurahan Surau Gadang yaitu sebanyak 8 orang.
Sampel yang diperoleh berjumlah 2 orang dengan melakukan screening. Hasil
dari penelitian ini adalah masalah harga diri rendah dapat diatasi dengan
mengidentifikasi dan melatih kemampuan yang dimiliki oleh klien, mengajarkan
klien berinteraksi dengan orang lain serta mengajarkan klien menjaga kebersihan
diri. Disarankan khususnya pemegang program kesehatan jiwa agar dapat
konseling pada pasien dan keluarga terkait bagaimana mengurangi resiko
kekambuhan pada pasien seperti melaksanakan strategi pelaksanaan harga diri
rendah pasien dan keluarga.
Kata Kunci : Harga Diri Rendah, asuhan keperawatan
Daftar Pustaka : 25 (2007-2017)
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
LEMBAR ORISINALITAS ............................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Harga Diri Rendah Kronis ...................................................... 7
1. pengertian Harga Diri Rendah Kronis ....................................................... 7
2. Rentang Respon Harga Diri Rendah Kronis .............................................. 7
3. Faktor Predisposisi Harga Diri rendah Kronis ........................................... 8
4. Faktor Presipitasi Harga Diri Rendah Kronis ........................................... 9
5. Proses TerjadinyaHargaDiriRendahKronis................................................ 9
6. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah Kronis ............................................. 12
7. Mekanisme Koping Harga Diri Rendah Kronis .......................................... 13
8. Penatalaksanaan Pada Harga Diri Rendah Kronis ..................................... 13
B. Asuhan Keperawatan Jiwa Harga Diri Rendah Kronis .................................. 15
1. Diagnosa Keperawatan .............................................................................. 15
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................... 23
3. Rencana Keperawatan ................................................................................ 23
4. Evaluasi Keperawatan ............................................................................... 27
5. Dokumentasi Keperawatan ....................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ...................................................................................... 28
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 28
C. Populasi dan Sampel ................................................................................. 28
D. Instrumen Pengumpulan ............................................................................ 29
E. Jenis dan Pengumpulan Data ..................................................................... 30
F. Prosedur Penelitian .................................................................................... 32
G. Analisis Data ............................................................................................. 33
BAB IV ISI DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kasus ........................................................................................ 34
B. Pembahasan .............................................................................................. 51
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 62
B. Saran ......................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Deskripsi Kasus Partisipan 1 dan Partisipan 2 ...................................... 34
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rentang Respon Harga Diri Rendah Kronis .................................... 7
Gambar 2.2 Proses terjadinya Masalah Harga Diri Rendah Kronis...................... 11
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Ghanchart
Lampiran 2 Asuhan Keperawatan Jiwa Partisipan 1 dan Partisipan 2
Lampiran 3 Format Skrining Klien yang Mengalami Skizofrenia Dengan Harga
Diri Rendah Kronis
Lampiran 4 Informed Consent
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Proposal
Lampiran 6 Lembar Konsultasi Penelitian
Lampiran 7 Surat izin pengambilan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang
Lampiran 8 Surat Izin penelitian
Lampiran 9 Surat Selesai Penelitian
Lampiran 10 Data Jumlah Pasien Skizofrenia Di kelurahan Surau Gadang
Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2017
Lampiran 11 Dokumentasi foto
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap perubahan situasi kehidupan baik positif maupun negatif dapat
mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan psikososial seperti konflik yang
dialami sehingga berdampak sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang
berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa (Keliat, 2011).
Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat
adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dan bertingkah laku.
Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan (Muhith,2011).
Menurut (Herman, 2011) gangguan jiwa adalah terganggunya kondisi mental atau
psikologi seseorang dipengaruhi dari faktor diri sendiri dan lingkungan. Hal-hal
yang dapat mempengaruhi prilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur
dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-isitadat,
kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan
dan kematian orang yang dicintai, rasa permusuhan hubungan antar
manusia.Gangguan jiwa menyebabkan pasien tidak sanggup menilai dengan baik
kenyataan, tidak dapat lagi menguasai diri untuk mencegah mengganggu orang
lain atau merusak/menyakiti diri sendiri untuk itu perlu dilakukan asuhan
keperawatan jiwa.
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat
signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan
jiwa bertambah. Penelitian World Health Organization (WHO) atau Badan
Kesehatan Dunia 2014 menunjukkan tidak kurang dari 450 juta penderita
mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan
jiwa saat ini, 25% diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu.
Gangguan jiwa yang mencapai 13%, kemungkinan akan berkembang 25% pada
tahun 2030. Menurut WHO gangguan jiwa ditemukan sebanyak 450 juta orang di
dunia terdiri dari 150 juta depresi, 90 juta gangguan penggunaan zat dan alkohol
38 juta epilepsi, 25 juta skizofrenia, serta hampir 1 juta melakukan bunuh diri di
Poltekkes Kemenkes Padang
setiap tahun, dan hampir ¾ beban global penyakit neuropsikiatrik didapati
berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah.
Jumlah pasien gangguan jiwa di Indonesia saat ini menurut Riskesdas (2013)
adalah 236 juta orang dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi
dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung.
Tercatat sebanyak 6% penduduk berusia 15,24 tahun mengalami gangguan jiwa.
Dari 34 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat merupakan peringkat ke 9 dengan
jumlah gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia
pada urutan ke-2 sebanyak 1.9 permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi
saat ini akan menimbulkan masalah baru yang disebabkan ketidakmampuan dan
gejala-gejala yang ditimbulkan oleh pasien.
Gangguan jiwa yang menjadi masalah utama di negara-negara berkembang adalah
skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan prilaku yang aneh
dan terganggu. Skizofrenia terbentuk secara bertahap dan klien tidak menyadari
ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama.
Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhinya menjadi skizofrenia akut.
Periode skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi
penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir, dan harga diri rendah (Yosep,
2011).
Harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya
kepercayaan diri, gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung. Harga diri rendah merupakan semua pikiran, keyakinan,
dan kepercayaan tentang dirinya dan mempengaruhi orang lain. Harga diri tidak
terbentuk dari lahir, tetapi dipelajari dari pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan lingkungan (Stuart, 2013).
Menurut (Keliat, 2011) tanda dan gejala harga diri rendah yaitu mengkritik diri
sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis, penurunan
produktifitas, penolakan terhadap kemampuan diri. Selain tanda dan gejala diatas,
dapat juga mengamati penampilan seorang dengan harga diri rendah yang tampak
Poltekkes Kemenkes Padang
kurang memperhatikan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak
berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk dan bicara lambat dengan
nada suara rendah.
Pasien dengan harga diri rendah beresiko muncul masalah gangguan jiwa lain
apabila tidak segera diberikan terapi dengan benar, karena pasien dengan harga
diri rendah cenderung mengurung diri dan menyendiri, kebiasaan itulah yang
memicu munculnya masalah isolasi sosial. Isolasi sosial menyebabkan pasien
tidak dapat memusatkan perhatian yang menyebabkan suara atau bisikan muncul
sehingga menimbulkan masalah halusinasi, masalah lain yang kemudian terjadi
adalah resiko perilaku kekerasan, rasa tidak terima tentang suatu hal karena
merasa direndahkan seseorang maupun suara bisikan yang menghasut untuk
melakukan tindakan merusak lingkungan dan menciderai orang lain (Direja,
2011).
Peran perawat untuk mengatasi masalah klien dengan harga diri rendah adalah
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien,
membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu
klien untuk memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih dan melatih
kemampuan yang dipilih klien serta membantu pasien menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang dilatih (Prabowo, 2014) .
Keluarga sebagai sistem pendukung utama juga memiliki peran penting dalam
membantu pasien meningkatkan harga dirinya (Dermawan, 2013). Tindakan dan
peran keluarga yang dapat dilakukan untuk membantu menyelesaikan masalah
klien menurut Yosep (2014) diantaranya mendorong pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya, memberi kegiatan sesuai kemampuan
pasien, menetapkan tujuan yang nyataa, membantu klien mengungkapkan
beberapa rencana mengungkapkan masalah, dan membantu klien mengungkapkan
upaya yang bisa digunakan dalam menghadapi masalah.
Hasil penelitian Titik Suerni, dkk (2013) di ruang Yudistira Rumah Sakit Dr.
H.Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2013 dari 60 pasien yang dirawat terdapat 35
pasien (58.33%) dengan harga diri rendah. Tindakan keperawatan yang di berikan
Poltekkes Kemenkes Padang
pada klien yaitu dengan model pendekatan keperawatan profesional (MPKP).
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah pemberian terapi generalis kepada
35 orang pasien (100%), terapi generalis dan terapi kognitif kepada 15 orang klien
(42.48%) dan kombinasi terapi generalis, terapi kognitif dan psikoedukasi
keluarga pada 20 klien (57.14%)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2016 jumlah penderita
gangguan jiwa dengan skizofrenia di Puskesmas Nanggalo sebanyak 471 orang.
Jumlah penderita laki-laki sebanyak 331 orang, sedangkan jumlah penderita
perempuan sebanyak 140 orang. Berdasarkan data tersebut, puskesmas Nanggalo
menduduki peringkat ke 5 dari 22 puskesmas yang tinggi angka gangguan jiwa
dengan skizofrenia di kota Padang.
Berdasarkan laporan tahunan yang diperoleh dari medical record Puskesmas
Nanggalo jumlah pasien jiwa dengan skizofrenia yang berobat ke Puskesmas
Nanggalo dari bulan Januari sampai dengan November tahun 2017 sebanyak 106
orang, dengan jumlah masing-masing Kelurahan yaitu Kelurahan Surau Gadang
65 orang, di kelurahan Kurao Pagang 36 orang dan di Kelurahan Gurun Laweh 5
orang. Jumlah pasien Skizofrenia yang mengalami harga diri rendah di Puskesmas
Nanggalo sebanyak 13 orang. 8 orang dari Kelurahan Surau Gadang, 4 orang dari
Kelurahan Kurao Pagang, dan 1 orang dari Kelurahan Gurun Laweh.
Hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada 2 orang pasien harga diri rendah
kronis yang berobat ke Puskesmas Nanggalo pasien merasa tidak percaya diri
karena tidak memiliki kemampuan, pasien merasa tidak ada yang membantunya
karena merasa orang lain tidak mengerti dengan masalah yang dihadapinya.
Pasien merasa dikucilkan dan tidak nyaman dengan keluarga dan lingkungan
sekitar karena banyak terdapat konflik dalam keluarga. Pasien juga merasa malu
dengan lingkungannya karena sering ditertawai sebagai orang gila. Hasil
wawancara penulis dengan pemegang program jiwa di Puskesmas Nanggalo
tindakan yang diberikan kepada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo
adalah pemberian Strategi Pelaksanaan dan pengobatan medis, Namun pemberian
Strategi pelaksanaan kepada pasien harga diri rendah kronis kurang dilakukan
Poltekkes Kemenkes Padang
secara optimal, perawat tidak memberikan Strategi Pelaksanaan kepada pasien
secara teratur saat pasien berkunjung.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis telah melakukan penerapan
Asuhan Keperawatan pada pasien Harga Diri Rendah di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo Kota Padang Tahun 2018.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada
Pasien: Harga Diri Rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang
Tahun 2018?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan jiwa pada keluarga dengan
harga diri rendah Di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun
2018.
2. Tujuan khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada keluarga
dengan harga diri rendah kronis di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo
Kota Padang.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada keluarga
dengan harga diri rendah di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota
Padang.
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada keluarga dengan
harga diri rendah kronis di wilayah kerja puskesmas Nanggalo Kota
Padang.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada keluarga dengan
harga diri rendah kronis di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota
Padang.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada keluarga dengan
harga diri rendah kronis di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota
Padang.
Poltekkes Kemenkes Padang
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada keluarga dengan
harga diri rendah kronis di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota
Padang
D. Manfaat Penelitiaan
1. Aplikatif
a. Bagi penulis
Pedoman dalam asuhan keperawatan dan aplikasi ilmu keperawatan pada
pasien dengan harga diri rendah serta dapat menambah pengetahuan dan
wawasan penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan
b. Bagi klien dan keluarga
Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang perawatan
anggota keluarga yang menderita skizofrenia dengan masalah harga diri
rendah
2. Pengembangan keilmuan
a. Bagi institusi pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi dalam proses kegiatan belajar
mengajar dan bahan pustaka tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya
pada pasien dengan harga diri rendah
b. Bagi puskesmas
Sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam meningkatkan
pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa di puskesmas dan mampu
membuat perencanaan dan kebijakan untuk menurunkan angka kejadian
harga diri rendah pada penderita skizofrenia.
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Harga Diri Rendah Kronis
1. Pengertian Harga Diri Rendah Kronis
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berharga,
tidak berarti, rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri (Keliat, 2011).
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri
dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Direja, 2011)
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri negatif tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2012).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana
individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri
dan kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa
kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu
yang lama karena merasa gagal dalam mencapai keinginan.
2. Rentang Respon Harga Diri Rendah Kronis
Adapun tentang respon konsep diri dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Respon Adaptif Respon maladptif
Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan depersonalisasi
Diri positif Rendah Identitas
Gambar 2.1 Rentang respon Konsep Diri menurut (Stuart, 2007)
Poltekkes Kemenkes Padang
Respon adaptif terhadap konsep diri meliputi:
a. Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima individu dapat
mengapresiasikan kemampuan yang dimilikinya
b. Konsep diri positif
Apabila individu mempunyai pengalaman positif dalam beraktualisasi diri
dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. Individu
dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dalam
menilai suatu masalah individu berfikir secara positif dan realistis.
Sedangkan respon maladaptif dari konsep diri meliputi:
a. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif
dan merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa
kanak-kanak kendala kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
c. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
sdirinya dengan orang lain.
3. Faktor Predisposisi Harga Diri Rendah Kronis
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Menurut Kemenkes RI (2012) faktor predisposisi ini dapat dibagi
sebagai berikut:
a. Faktor Biologis
Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, riwayat penyaakit atau trauma
kepala.
Poltekkes Kemenkes Padang
b. Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami harga diri rendah, dapat ditemukan adanya
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, seperti penolakan dan
harapan orang tua yang tidak realisitis, kegagalan berulang, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
penilaian negatif pasien terhadap gambaran diri, krisis identitas, peran
yang terganggu, ideal diri yang tidak realisitis, dan pengaruh penilaian
internal individu.
c. Faktor sosial budaya
Pengaruh sosial budaya meliputi penilaian negatif dari lingkungan
terhadap pasien yang mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi
rendah, riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak,
dan tingkat pendidikan rendah.
4. Faktor Presipitasi Harga Diri Rendah Kronis
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau
produktifitas yang menurun. Secara umum gangguan konsep diri harga diri
rendah ini dapat terjadi secara situasional atau kronik. Secara situsional
misalnya karena trauma yang muncul tiba-tiba, sedangkan yang kronik
biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah
memiliki pikiran negatif dan memingkat saat dirawat (yosep, 2009)
Menurut Kemenkes RI (2012) faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:
1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian
Poltekkes Kemenkes Padang
c) Transisi peran sehat-sakit: sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat dan keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan
bagian tubuh; perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi
tubuh; perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang
normal; prosedur medis dan keperawatan.
5. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah Kronis
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga
diri rendah situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga terjadi
karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang
prilaku klien sebelumnya bahkan kecendrungan lingkungan yang selalu
memberi respon negatif mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis),
individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak mampu atau merasa
gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri
sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi
harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan
positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus
akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
Psikodinamika terjadinya Harga Diri Rendah dapat dijelaskan pada
gambar 2.2 berikut ini :
Poltekkes Kemenkes Padang
Gambar 2.2 Proses Terjadinya Harga Diri Rendah (Stuart, 2013)
Faktor biologis :
1. Faktor herediter
2. Riwayat
penyakit/trauma
kepala
Faktor psikologis:
1. Penolakan dan harapan
orang tua yang tidak
realisitis
2. Kegagalan yang
berulang
3. Kurang mempunyai
tanggung jawab
personal
4. Ketergantungan pada
orang lain
Faktor sosial budaya:
1. Penilaian negatif dari
lingkungan
2. Sosial ekonomi
rendah
3. Tekanan dari
kelompok teman
sebaya
4. Perubahan struktur
sosial
1. Trauma : penganiayaan seksual dan
psikologis, menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupan
2. Ketegangan peran: transisi peran
perkembangan, transisi peran situasi,
transisi peran sehat-sakit
Koping individu tidak efektif
Harga Diri rendah
Menarik diri : isolasi sosial Defisit perawatan diri
Halusinasi
Resiko perilaku kekerasan Resiko Menciderai Diri
Faktor predisposisi faktor presipitasi
Poltekkes Kemenkes Padang
6. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah Kronis
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukkan penilaian tentang dirinya dan didukung dengan data hasil
wawancara dan observasi (Kemenkes, RI)
a. Data subjektif
Pasien mengungkapkan tentang:
1) Hal negatif diri sendiri atau orang lain
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Penolakan terhadap kemampuan diri
b. Data objektif
1) Penurunan produktifitas
2) Tidak berani menatap lawan bicara
3) Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
4) Bicara lambat dengan nada suara rendah
Manifestasi yang bisa muncul pada klien gangguan jiwa dengan harga diri
rendah menurut Fitria (2009) adalah:
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) selera makan kurang
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah
Poltekkes Kemenkes Padang
7. Mekanisme Koping Harga Diri Rendah Kronis
Mekanisme koping pasien harga diri rendah menurut Ridhyalla Afnuhazi
(2015) adalah:
a. Jangka pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis:
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial,
keagaman, politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga
kontes popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara
(penyalahgunaan obat).
b. Jangka panjang
1) Menutup identitas
2) Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat.
8. Penatalaksanaan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronis
Strategi pelaksanaan tindakan dan komunikasi (SP/SK) merupakan suatu
metoda bimbingan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang
berdasarkan kebutuhan pasien dan mengacu pada standar dengan
mengimplementasikan komunikasi yang efektif. Penatalaksanaan harga diri
rendah tindakan keperawatan pada pasien menurut Suhron (2017)
diantaranya:
1. Tujuan keperawatan: pasien mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
d. Menetapkan atau memilih kegiatan yang telah dipilih sesuai
kemampuan
e. Merencanakan kegiatan yang telah dilatih
Poltekkes Kemenkes Padang
2. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara:
1) Ucapkan setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Perkenalkan diri dengan pasien
3) Tanyakan perasaan dan keluhan saat ini
4) Buat kontrak asuhan
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
6) Tunjukkan sikap empati terhadap klien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien:
1) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif
pasien (buat daftar kegiatan)
2) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian
yang negatif setiap kali bertemu dengan pasien
c. Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
1) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih
dari daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan
saat ini
2) Bantu pasien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien
d. Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan
kegiatan yang dilakukan
1) Diskusikan kegiatan yang dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
2) Bantu pasien memberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.
e. Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
1) Latih kegiatan yang dipilih (alat atau cara melakukannnya).
2) Bantu pasien memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua
kali perhari.
3) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan pasien.
Poltekkes Kemenkes Padang
4) Bantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya
menyusun rencana kegiatan.
5) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan.
6) Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari
7) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap aktivitas.
8) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan
keluarga.
9) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan
B. Asuhan Keperawatan Jiwa Harga Diri Rendah Kronis
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan
status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan
kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosa keperawatan. Pengkajian adalah
pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi,
mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik
mental, sosial, dan lingkungan (Keliat, 2011)
Menurut Prabowo (2014) isi dari pengkajian tersebut adalah:
1) Identitas pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, status marital, suku/bangsa, alamat, nomor rekam medis, ruang
rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
dan identitas penanggung jawab.
2) Keluhan utama/alasan masuk
Biasanya pasien datang ke rumah sakit jiwa atau puskesmas dengan alasan
masuk pasien sering menyendiri, tidak berani menatap lawan bicara, sering
menunduk dan nada suara rendah.
Poltekkes Kemenkes Padang
3) Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala mengenai jenis tipe
keluarga atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tradisional
dan nontradisional.
4) Suku Bangsa
Membahas tentang suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya
suku bangsa tersebut kaitannya dengan kesehatan.
5) Agama
Menjelaskan tentang agama yang dianut oleh masing-masing keluarga,
perbedaan kepercayaan yang dianut serta kepercayaan yang dapat
memengaruhi kesehatan
6) Status Sosial dan Ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari
kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial
ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang
dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.
7) Aktivitas Rekreasi Keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan saja keluarga pergi
bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan
menonton televisi dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas
rekreasi
8) Riwayat keluarga dan Tahap Perkembangan
a) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Dari beberapa tahap perkembangan keluarga, identifikasi tahap
perkembangan keluarga saat ini. Tahap perkembangan keluarga
ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.
b) Tahap Perkembangan keluarga yang belum tercapai
Identifikasi tahap perkembangan keluarga yang sudah terpenuhi dan
yang belum terpenuhi. Pengkajian ini juga menjelaskan kendala –
kendala yang membuat tugas perkembangan keluarga tersebut belum
terpenuhi.
Poltekkes Kemenkes Padang
c) Riwayat keluarga inti
Pengkajian dilakukan mengenai riwayat kesehatan keluarga inti,
meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing –
masing anggota keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita oleh
keluarga, terutama gangguan jiwa.
d) Riwayat keluarga sebelumnya
Pengkajian mengenai riwayat kesehatan orang tua dari suami dan istri,
serta penyakit keturunan dari nenek dan kakek mereka. Berisi tentang
penyakit yang pernah diderita oleh keluarga klien, baik berhubungan
dengan panyakit yang diderita oleh klien, maupun penyakit keturunan
dan menular lainnya.
9) Data Lingkungan
a) Karakteristik rumaah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe
rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank dengan
sumber air, sumber air minum yang digunakan serta dilengkapi
dengan denah rumah.
b) Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Identifikasi mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau
kesepakatan penduduk setempat serta budaya setempat yang
memengaruhi kesehatan.
c) Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas geografis keluarga dapat diketahui melalui kebiasaan
keluarga berpindah tempat.
d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Identifikasi mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana
interaksi keluarga dengan masyarakat.
Poltekkes Kemenkes Padang
10) Struktur Keluarga
a) Sistem pendukung keluarga
Hal yang perlu dalam identifikasi sistem pendukung keluarga adalah
jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas – fasilitas yang dimiliki
keluarga untuk menunjang kesehatan mencangkup fasilitas fisik,
fasilitas psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas
sosial atau dukungan dari masyarakat setempat.
b) Pola komunikasi keluarga
Identifikasi cara berkomunikasi antar anggota keluarga, respon
anggota keluarga dalam komunikasi, peran anggota keluarga, pola
komunikasi yang digunakan, dan kemungkinan terjadinya komunikasi
disfungsional.
c) Struktur kekuatan keluarga
Mengenai kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mengubah prilaku.
d) Struktur peran
Mengetahui peran masing – masing anggota keluarga baik secara
formal maupun informal
e) Nilai dan norma keluarga
Mengetahui nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berkaitan
dengan kesehatannya.
11) Fungsi Keluarga
a) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga lainnya, bagaiman kehangatan tercipta pada anggota
keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling
menghargai.
b) Fungsi sosialisasi
Kaji mengenai interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta prilaku.
Poltekkes Kemenkes Padang
c) Fungsi perawatan kesehatan
Mengetahui sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlingdungan, serta perawatan anggota keluarga yang sakit.
Kesanggupan anggota keluarga dalam melaksanakan perawatan
kesehatan dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan lima
tugas kesehatan keluarga, yaitu (a) Mengenal masalah kesehatan; (b)
Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan; (c) melakukan
perawatan terhadap anggota yang sakit; (d) Menciptakan lingkungan
yang dapat meningkatkan kesehatan; (e) Mampu memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan tempat tinggal.
d) Fungsi reproduksi
Fungsi Reproduksi perlu dikaji mengenai jumlah anak, rencana
mengenai jumlah anggota keluarga, dan upaya mengendalikan jumah
anggota keluarga.
e) Fungsi ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah
sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan
papan, sejauh mana keluarga memanfaatkan sumberdaya
dimasyarakat untuk meningkatkan status kesehatannya
12) Faktor predisposisi
a) Riwayat gangguan jiwa
Biasanya pasien dengan harga diri rendah memiliki riwayat
gangguan jiwa dan pernah dirawat sebelumnya.
b) Pengobatan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah pernah memiliki riwayat
gangguan jiwa sebelumnya, namun pengobatan klien belum
berhasil.
c) Aniaya
Biasanya pasiendengan harga diri rendah pernah melakukan,
mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.
Poltekkes Kemenkes Padang
d) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Biasanya ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang sama
dengan pasien.
e) Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah mempunyai pengalaman
yang kurang menyenangkan pada masa lalu seperti kehilangan
orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan serta tidak tercapainya
ideal diri merupakan stressor psikologik bagi klien yang dapat
menyebabkan gangguan jiwa.
13) Pengkajian fisik
Tanda tanda vital:
Biasanya tekanan darah dan nadi pasien dengan harga diri rendah
meningkat.
14) Pengkajian psikososial
a) Genogram
Biasanya menggambarkan garis keturunan keluarga pasien, apakah
ada keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa seperti yang
dialami pasien.
b) Konsep diri
(1) Gambaran diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah akan mengatakan
tidak ada keluhan apapun
(2) Identitas diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah merasa tidak berdaya
dan rendah diri sehingga tidak mempunyai status yang di
banggakan atau diharapkan di keluarga maupun di masyarakat.
(3) Peran
Biasanya pasien mengalami penurunan produktifitas,
ketegangan peran dan merasa tidak mampu dalam melaksanakan
tugas.
Poltekkes Kemenkes Padang
(4) Ideal diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah ingin diperlakukan
dengan baik oleh keluarga maupun masyarakat, sehingga pasien
merasa dapat menjalankan perannya di keluarga maupun di
masyarakat.
(5) Harga diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis selalu
mengungkapkan hal negatif tentang dirinya dan orang lain,
perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis serta
penolakan terhadap kemampuan diri. Hal ini menyebabkan
pasien dengan harga diri rendah memiliki hubungan yang
kurang baik dengan orang lain sehingga pasien merasa
dikucilkan di lingkungan sekitarnya.
c) Hubungan sosial
(1) Pasien tidak mempunyai orang yang berarti untuk mengadu atau
meminta dukungan
(2) Pasien merasa berada di lingkungan yang mengancam
(3) Keluarga kurang memberikan penghargaan kepada klien
(4) Pasien sulit berinteraksi karena berprilaku kejam dan
mengeksploitasi orang lain.
d) Spiritual
(1) Falsafah hidup
Biasanya pasien merasa perjalanan hidupnya penuh dengan
ancaman, tujuan hidup biasanya jelas, kepercayaannya terhadap
sakit serta dengan penyembuhannya
(2) Konsep kebutuhan dan praktek keagamaan
Pasien mengakui adanya tuhan, putus asa karena tuhan tidak
memberikan sesuatu yang diharapkan dan tidak mau
menjalankan kegiatan keagamaan.
Poltekkes Kemenkes Padang
15) Status mental
(1) Penampilan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah penampilannya tidak
rapi, tidak sesuai karena klien kurang minta untuk melakukan
perawatan diri. Kemuduran dalam tingkat kebersihan dan kerapian
dapat merupakan tanda adanya depresi atau skizoprenia.
(2) Pembicaraan
Biasanya pasien berbicara dengan frekuensi lambat, tertahan,
volume suara rendah, sedikit bicara, inkoheren, dan bloking.
(3) Aktivitas motorik
Biasanya aktivitas motorik pasien tegang, lambat, gelisah, dan
terjadi penurunan aktivitas interaksi.
(4) Alam perasaan
Pasien biasanya merasa tidak mampu dan pandangan hidup yang
pesimis.
(5) Afek
Afek pasien biasanya tumpul yaitu klien tidak mampu berespon
bila ada stimulus emosi yang bereaksi.
(6) Interakasi selama wawancara
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kurang kooperatif dan
mudah tersinggung.
(7) Persepsi
Biasanya pasien mengalami halusinasi dengar/lihat yang
mengancam atau memberi perintah.
(8) Proses pikir
Biasanya pasien dengan harga diri rendah terjadi pengulangan
pembicaraan (perseverasi) disebabkan karena pasien kurang
kooperatif dan bicara lambat sehingga sulit dipahami.
(9) Isi pikir
Biasanya pasien merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau
menolak diri sendiri, mengejek dan mengkritik diri sendiri.
Poltekkes Kemenkes Padang
(10) Tingkat kesadaran
Biasanya tingkat kesadaran pasien stupor (gangguan motorik
seperti ketakutan, gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh klien
dalam sikap canggung yang dipertahankan dalam waktu lama tetapi
klien menyadari semua yang terjadi di lingkungannya).
(11) Memori
Biasanya pasien dengan harga diri rendah umumnya tidak terdapat
gangguan pada memorinya, baik memori jangka pendek ataupun
memori jangka panjang.
(12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Biasanya tingkat konsentrasi terganggu dan mudah beralih atau
tidak mampu mempertahankan konsentrasi dalam waktu lama,
karena merasa cemas. Dan biasanya tidak mengalami gangguan
dalam berhitung.
(13) Kemampuan menilai
Biasanya gangguan kemampuan penilaian ringan (dapat mengambil
keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain, contohnya:
berikan kesempatan pada pasien untuk memilih mandi dahulu
sebelum makan atau makan dahulu sebelum mandi, setelah
diberikan penjelasan pasien masih tidak mampu mengambil
keputusan) jelaskan sesuai data yang terkait. Masalah keperawatan
sesuai dengan data.
(14) Daya tilik diri
Biasanya pasien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik
dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu meminta
pertolongan/pasien menyangkal keadaan penyakitnya, pasien tidak
mau bercerita penyakitnya.
16) Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Biasanya pasien makan 3 kali sehari dengan lauk pauk dan
sayuran.
Poltekkes Kemenkes Padang
b) Buang air besar dan buang air kecil
Biasanya pasien BAB dan Bak secara mandiri dengan
menggunakan toilet. Klien jarang membersihkannya kembali
c) Mandi
Biasanya pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun, menyikat
gigi dan pasien selalu mencuci rambutnya setiap 2 hari 1 kali.
Klien menggunting kuku setiap kuku pasien dirasakan panjang.
d) Berpakaian
Biasanya pasien dapat mengenakan pakaian yang telah disediakan,
klien mengambil, memilih dan mengenakan secara mandiri.
e) Istirahat dan tidur
Biasanya pasien tidur siang setelah makan siang lebih kurang 2
jam, dan pada malam hari pasien tidur lebih kurang 7-8 jam.
Terkadang pasien terbangun dimalam hari karena halusinasinya
muncul.
f) Penggunaan obat
Biasanya pasien minum obat 3 kali dalam sehari, cara pasien
meminum obatnya dimasukkan kemudian pasienmeminum air.
Biasanya pasien belum paham prinsip 5 benar dalam meminum
obat.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien akan melanjutkan obat untuk terapi dengan
dukungan dari keluarga serta petugas kesehatan dan orang
disekitarnya.
h) Aktivitas di dalam rumah
Biasanya pasien jarang membantu di rumah, pasien jarang
menyiapkan makanan sendiri dan membantu membersihkan
i) Aktivitas di luar rumah.
Biasanya pasien jarang bersosialisasi dengan keluarga maupun
dengan lingkungannya.
Poltekkes Kemenkes Padang
17) Mekanisme koping
Pasien dengan harga diri rendah biasanya menggunakan mekanisme
koping maladaptif yaitu dengan minum alkohol, reaksi lambat,
menghindar dan mencederai diri.
18) Masalah psikososial dan lingkungan
Biasanya pasien mempunyai masalah dengan dukungan dari
keluarganya. Pasien merasa kurang mendapat perhatian dari keluarga.
Pasien juga merasa tidak diterima di lingkungan karena penilaian
negatif dari diri sendiri dan orang lain.
19) Kurang pengetahuan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah tidak mengetahui penyakit
jiwa yang ia alami dan penatalaksanaan program pengobatan.
20) Aspek medik
Biasanya pasien dengan harga rendah perlu perawatan dan pengobatan
yang tepat. Pasien dengan diagnosa medis Skizofrenia biasanya klien
mendapatkan Clorpromazine 1x100 mg, Halloperidol 3x5 mg, Trihexy
penidil 3x2 mg, dan Risporidon 2x2 mg.
Jenis data yang diperoleh dapat berupa data primer yaitu data yang
langsung didapat oleh perawat, dan data sekunder yaitu data yang diambil
dari hasil pengkajian atau catatan tim kesehatan lain. Perawat dapat
menyimpulkan kebutuhan atau masalah pasien dari kelompok data yang
telah dikumpulkan.
Kemungkinan kesimpulan tersebut adalah:
a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan
1) Pasien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, pasien hanya
memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan follow up
secara periodik karena tidak ada masalah dan pasien telah
mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
2) Pasien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi
dan promosi sebagai program antisipasi terhadap masalah.
Poltekkes Kemenkes Padang
b. Ada masalah dengan kemungkinan:
1) Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat
menimbulkan masalah.
2) Aktual terjadi masalah disetai data pendukung.
Dari pengelompokkan data, selanjutnya perawat merumuskan masalah
keperawatan pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya
sejumlah masalah pasien saling berhubungan dan dapat digambarkan
sebagai pohon masalah (Eko Prabowo, 2014).
Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting
untuk diperhatikan tiga komponen yang terdapat pada pohon masalah
yaitu: penyebab (causa), masalah utama (core problem) dan effect
(akibat). Masalah utama adalah prioritas masalah pasien dari beberapa
maslaah yang dimiliki oleh pasien. Umumnya masalah utama berkaitan
erat dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu
dari beberapa masalah pasien yang merupakan penyebab masalah utama.
Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah lain, demikian
seterusnya. Akibat adalah salah satu dari masalah pasien yang merupakan
efek/akibat dari masalah utama. Efek ini dapat pula menyebabkan efek
lain, demikian seterusnya.
Pohon masalah Harga Diri Rendah menurut Fitria (2009)
Defisit Perawatan Diri Isolasi sosial Effect
Core Problem
Koping individu tidak efektif Causa
Harga diri rendah
Poltekkes Kemenkes Padang
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Yosep (2014) menjelaskan terdapat beberapa masalah keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien dengan harga diri rendah diantaranya adalah:
1. Harga diri rendah kronik
2. Koping Individu tidak efektif
3. Isolasi sosial
4. Defisit Perawatan Diri
3. Perencanaan tindakan keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan pada pasien menurut Kemenkes RI (2012),
yaitu:
a) Strategi pelaksanaan pertama pasien: pengkajian dan latihan kegiatan
pertama
(1) Identifikasi pandangan/penilaian pasien tentang diri sendiri dan
pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain, harapan yang telah
dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk mencapai harapan yang
belum terpenuhi
(2) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien
(buat daftar kegiatan)
(3) Membantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih
dari daftar kegiatan mana kegiatan yang dapat dilaksanakan)
(4) Membuat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
(5) Membantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini untuk dilatih
(6) Melatih kegiatan yang dipilih oleh pasien (alat dan cara melakukannya)
(7) Memasukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal kegiatan untuk
dilatih dua kali per hari
Poltekkes Kemenkes Padang
b) Strategi pelaksanaan kedua pasien: latihan kegiatan kedua
(1) Mengevaluasi tanda dan gejala harga diri rendah.
(2) Memvalidasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama yang telah
dilatih dan berikan pujian.
(3) Mengevaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
(4) Membantu pasien memilih kegiatan kedua yang telah dilatih
(5) Melatih kegiatan kedua (alat dan cara)
(6) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan: dua kegiatan, masing-
masing dua kali per hari
c) Strategi pelaksanaan ketiga pasien: latihan kegiatan ketiga
(1) Mengevaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
(2) Memvalidasi kemampuan melakukan kegiatan pertama dan kedua yang
telah dilatih dan berikan pujian
(3) Mengevaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan kedua
(4) Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih
(5) Melatih kegiatan ketiga (alat dan cara)
(6) Memasukkan jadwal kegiatan untuk latihan: tiga kegiatan, masing-
masing dua kali per hari.
d) Strategi pelaksanaan keempat pasien: latihan kegiatan keempat
(1) Mengevaluasi data harga diri rendah
(2) Memvalidasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, kedua, dan
ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian
(3) Mengevaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan ketiga.
(4) Membantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
(5) Melatih kegiatan keempat (alat dan cara)
(6) Memasukan pada jadwal kegiatan untuk latihan: empat kegiatan masing-
masing dua kali per hari.
Poltekkes Kemenkes Padang
Strategi tindakan keperawatan keluarga menurut Suhron (2017) yaitu:
a) Strategi pelaksanaan pertama keluarga: mengenal masalah harga diri rendah
dan megenal masalah harga diri rendah dan latihan cara merawat (melatih
kegiatan pertama)
(1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien harga diri
rendah.
(2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga diri
rendah dan akibat harga diri rendah (gunakan booklet).
(3) Menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah .
(4) Memberikan pujian terhadap semua hal positif yang dimiliki pasien.
(5) Melatih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan yang dipih pasien.
(6) Menganjurkan kepada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal
dan memberikan pujian.
b) Strategi pelaksanaan kedua keluarga: latihan cara merawat/membimbing
melakukan kegiatan kedua
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga diri
rendah.
(2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih.
(3) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat dan
berikan pujian.
(4) Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan kedua yang
dipilih.
(5) Menganjurkan pada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan
berikan pujian.
c) Strategi pelaksanaan ketiga keluarga: latihan cara merawat/membimbing
melakukan kegiatan ketiga
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga diri
rendah
(2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
Poltekkes Kemenkes Padang
(3) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat dan
berikan pujian
(4) Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang
dipilih
(5) Menganjurkan pada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan
berikan pujian
d) Strategi pelaksanaan keempat keluarga: latihan cara merawat/membimbing
melakukan kegiatan keempat
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga diri
rendah
(2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
(3) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat dan
berikan pujian
(4) Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang
dipilih
(5) Menganjurkan pada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan
berikan pujian.
4. Evaluasi keperawatan
Menurut Kemenkes RI (2012) evaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam
merawat harga diri rendah adalah:
a. Evaluasi kemampuan pasien harga diri rendah berhasil apabila pasien
dapat:
1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yag dapat dikerjakan
4) Membuat jadwal kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan harian
6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi
harga diri rendah
Poltekkes Kemenkes Padang
b. Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) harga diri rendah berhasil
apabila keluarga dapat:
1) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien (pengertian, tanda
dan gejala, proses terjadinya harga diri rendah, dan akibat jika
harga diri rendah tidak diatasi)
2) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah
3) Merawat harga diri rendah
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
pasien untuk meningkatkan harga dirinya
5) Memantau peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi harga
diri rendah
6) Melakukan follow up ke puskesmas, mengenal tanda kambuh, dan
melakukan rujukan.
5. Dokumentasi keperawatan
Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan pada setiap proses
keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, implementasi tindakan keperawatan dan evaluasi.
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB IV
DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan hasil pengkajian yang telah dilakukan,
menyampaikan diagnosa, rencana tindakan keperawatan, tindakan keperawatan
dan evaluasi dari kedua partisipan. Peneliti juga akan memaparkan pembahasan
dari kedua partisipan dan mengkaitkannya dengan teori yang ada. Pelaksanaan
asuhan keperawatan dimulai pada tanggal 19 Maret 2018 sampai tanggal 28 Maret
2018 yang dilakukan di rumah partisipan.
A. Deskripsi kasus
Tabel 4.1 Deskripsi kasus partisipan 1 dan partisipan 2 di Kelurahan Surau
Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2018
Asuhan Keperawatan Partisipan 1 Partisipan 2
Keluhan saat dikaji Partisipan 1 mengatakan
dirinya malu dan
merasa tidak berguna
dikarenakan belum
mendapat pekerjaan.
Partisipan 1 mengatakan
ingin selalu bekerja dan
tidak bermalas-
malasan.Partisipan 1
mengatakan juga gagal
menjadi seorang istri
karena tidak mampu
mempertahankan rumah
tangganya.
Partisipan 2 mengatakan
merasa malu karena tidak
bekerja serta tidak
memiliki apa yang
dimiliki saudaranya,
klien iri terhadap
saudaranya.Partisipan 2
juga mengatakan pesimis
dengan kemampuan
dirinya karena tidak
bekerja dan
berpenghasilan seperti
adik-adiknya.
Faktor predisposisi
a. Gangguan jiwa
dimasa lalu
Pengkajian faktor
Pengkajian faktor
Poltekkes Kemenkes Padang
b. Pengobatan
sebelumnya
c. Trauma
predisposisi didapatkan
partisipan 2 pernah
mengalami gangguan
jiwa dimasa lalu yaitu
sekitar 8 tahun yang
lalu. Partisipan 1 pernah
dirawat di salah satu
RSJ di kota Padang
sebanyak 3 kali masing-
masing pada tahun 2013
sebanyak 2 kali, tahun
2014 sebanyak 1 kali
dan tahun 2015
sebanyak 1 kali.
Partisipan 1 mengatakan
sebelumnya sudah
menjalani terapi
pengobatan di Rumah
Sakit Jiwa HB Sa’anin
Padang kemudian
melanjutkan pengobatan
rawat jalan di
Puskesmas Nanggalo
Kota Padang. Ayah
klien mengatakan klien
rutin minum obat
dengan diingatkan
terlebih dahulu
Partisipan 1 mengatakan
predisposisi didapatkan
partisipan 2 pernah
mengalami gangguan
jiwa di masa lalu yaitu
sekitar 10 tahun yang
lalu. partisipan 2
mengatakan partisipan 2
pernah dirawat di RSJ
kota Padang sebanyak 4
kali masing-masing pada
tahun 2010 sebanyak 1
kali , 2012 sebanyak 2
kali, 2014 sebanyak 1
kali dan 2015 sebanyak 1
kali.
Partisipan 2 mengatakan
sebelumnya sudah
menjalani terpai
pengobatan di Rumah
Sakit Jiwa HB Sa’anin
Padang kemudian
melanjutkan pengobatan
rawat jalan di Puskesmas
Nanggalo Kota Padang.
Ibu klien mengatakan
klien rutin minum obat
Partisipan 2 mengatakan
Poltekkes Kemenkes Padang
tidak pernah menjadi
pelaku kekerasan, tidak
pernah menjadi korban
aniaya seksual dan juga
pelaku seksual serta
tidak pernah
menyaksikan kejadian
tentang aniaya seksual.
Partisipan 1 mengatakan
pernah mendapat
penolakan dari
suaminya karena
penyakitnya yang
menyebabkan suaminya
pergi meninggalkannya.
Partisipan 1 mengatakan
bahwa dia tidak pernah
melakukan tindakan
kriminal seperti
membunuh atau
mencuri barang milik
orang lain ataupun milik
keluarganya. Partisipan
1 mengatakan bahwa
ada anggota keluarga
yang mengalami
gangguan jiwa yaitu
adik dari ibunya.
tidak pernah menjadi
pelaku kekerasan, tidak
pernah menjadi korban
aniaya seksual dan juga
pelaku seksual serta tidak
pernah menyaksikan
kejadian tentang aniaya
seksual. Partisipan 2
mengatakan bahwa dia
tidak pernah melakukan
tindakan kriminal seperti
membunuh atau mencuri
barang milik orang lain
ataupun milik
keluarganya.
Faktor presipitasi Partisipan 1 mengatakan
saat berusia 10 tahun
pernah jatuh dari motor
dan kepalanya terbentur
Partisipan 2 mengatakan
pernah jatuh dari tangga
saat berusia 8 tahun dan
kepalanya terbentur
Poltekkes Kemenkes Padang
ke tanah
Pemeriksaan fisik Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik pada
partisipan 1 didapatkan
TD: 120/90 mmHg, HR:
82 x/menit, S: 36.5 ˚C,
RR: 19x/menit.
Partisipan 1 mengatakan
tangan dan kakinya
gatal-gatal dan perih
ketika di garuk.
Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik pada
partisipan 2 didapatkan
TD: 130/80 mmHg, HR:
92 x/menit, S: 37 ˚C,
RR: 20 x/menit.
Partisipan 2 juga
mengeluh kepalanya
sering terasa pusing.
Psikososial
a. Genogram
b. Konsep Diri
Pengkajian psikosial
didapatkan partisipan 1
merupakan anak ke
emapt dari 5 bersaudara,
sudah menikah namun
sudah bercerai dengan
suaminya. Partisipan 1
belum dikaruniai anak.
Ayah dan ibu partisipan
1 masih hidup dan
tinggal serumah dengan
partisipan 1. Partisipan
1 tidak memiliki
masalah dalam
berkomunikasi dengan
keluarganya dan
pengambil keputusan
adalah ayah dari
partisipan 1.
Pengkajian psikososial
pada partisipan 2
didapatkan partisipan 2
anak pertama dari 3
bersaudara, sudah
menikah dan suami
bekerja di luar kota.
Partisipan 2 memiliki 1
orang anak. Partisipan 2
tinggal dengan ibu dan
adik-adiknya. Partisipan
2 tidak memiliki masalah
dalam berkomunikasi
antar sesama anggota
keluarga yang lain dan
untuk pengambilan
keputusan dalam
keluarga adalah ibu dari
partisipan 2.
Poltekkes Kemenkes Padang
Pada pengkajian pola
konsep diri didapatkan,
partisipan 1 mengatakan
anggota tubuhnya
lengkap dan tidak
mengalami kecacatan,
partisipan 1 mengatakan
bersyukur mempunyai
anggota tubuh yang
lengkap yang diberikan
oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Partisipan 1
seorang wanita berusia
37 tahun merupakan
anak ke empat dari 5
bersaudara. Partisipan 1
mengatakan dirinya
berperan untuk
membantu ayah dan
ibunya yang sudah tua.
Partisipan 1 mengatakan
tidak mau merepotkan
kedua orang tuanya.
Partisipan 1 sekarang
ditinggal oleh suaminya
sejak 6 tahun yang lalu.
Partisipan 1 mengatakan
tidak bekerja karena
sakitnya. Partisipan 1
mengatakan ingin
sembuh dan ingin
bekerja supaya bisa
Pada pengkajian pola
konsep diri didapatkan
partisipan 2 mengatakan
Partisipan 2 mengatakan
tidak memiliki
pandangan buruk
terhadap tubuhnya,
partisipan 2 mengatakan
merasa bersyukur
diberikan tubuh yang
sehat dan tidak cacat.
Partisipan 2 seorang
wanita berusia 34 tahun
sudah mempunyai suami.
Partisipan 2 merasa
belum puas menjadi
seorang istri karena
belum bisa membantu
suaminya. Partisipan 2
mengatakan dirinya
berperan sebagai istri dan
ibu dari anaknya. Selama
sakit partisipan 2 merasa
tidak berguna karena
tidak bisa membantu
suaminya dan merasa
kurang beruntung
dibandingkan dengan
kedua adiknya. Partisipan
2 mengatakan ingin
menjadi lebih baik lagi
dari sekarang dan ingin
Poltekkes Kemenkes Padang
c. Hubungan sosial
d. Spiritual
membantu orang
tuanya. Partisipan 1
mengatakan dirinya
malu dan merasa tidak
berguna karena tidak
bekerja. Partisipan 1
mengatakan dirinya
merasa sedih
dikarenakan dirinya
belum bisa membantu
orang tuanya. Partisipan
1 mengatakan ingin
bekerja dan tidak
bermalas-malasan.
Pada pengkajian
hubungan sosial
didapatkan, Partisipan 1
mengatakan dekat
dengan ayahnya.
Partisipan 1 mengatakan
jarang berinteraksi atau
ikut dalam kegiatan
kelompok/masyarakat
disekitar rumahnya.
Partisipan 1 mengatakan
lebih senang melakukan
aktivitas di rumah.
Pada pengkajian
menjadi yang berguna
bagi semua orang dan
mendapatkan kerja lagi.
Partisipan 2 merasa tidak
berguna, karena tidak
bisa membantu suaminya
untuk membiayai sekolah
anaknya. Partisipan 2
mengatakan merasa
kurang beruntung dan
malu dengan keadaannya
yang sekarang yang tidak
bekerja, sehingga
partisipan 2 menyendiri
dan tidak mau bergaul
dengan temannya.
Pada pengkajian pola
hubungan sosial
didapatkan, Partisipan 2
mengatakan dekat
dengan suami, ibu dan
adiknya. Partisipan 2
mengatakan jarang
berinteraksi atau ikut
dalam kegiatan
kelompok/masyarakat
disekitar rumahnya.
Pada pengkajian spiritual
Poltekkes Kemenkes Padang
spiritual didapatkan
partisipan 1 mengatakan
bahwa ia beragama
islam dan ia jarang
melakukan shalat 5
waktu
didapatkan partisipan 2
mengatakan bahwa ia
beragama islam.
Partisipan 2 juga
mengatakan ia
melaksanakan shalat 5
waktu setiap hari sesuai
dengan jadwal waktu
shalat.
Status mental
a. Penampilan
b. Pembicaraan
c. Aktivitas motorik
Saat dilakukan
pengkajian di rumah
partisipan 1 penampilan
kurang rapi, badan bau
dan pakaian kotor,
rambut berminyak,
kuku bersih dan pendek.
Partisipan 1 cukup
kooperatif, berbicara
lambat dan tidak mau
memulai percakapan
terlebih dahulu.
Aktivitas motorik
partisipan 1 terlihat
cukup tenang dan hanya
duduk di tempat tidur
selama pembicaraan
Saat dilakukan
pengkajian di rumah
penampilan partisipan 2
tampak rapi dan
berpakaian sesuai dengan
cara berpakaian seperti
biasa, rambut tersisir
rapi, tangan bersih dan
kuku pendek.
Partisipan 2 cukup
kooperatif saat
berkomunikasi,
pembicaraan sesuai
dengan topik yang
dibicarakan.
Aktivitas motorik
partisipan 2 terlihat lesu
dan pasif .
Poltekkes Kemenkes Padang
d. Alam perasaan
e. Afek
f. Interaksi selama
wawancara
g. Persepsi
berlangsung
Alam perasaan
partisipan 1 mengatakan
dirinya merasa sedih.
Afek partisipan 1
selama berinteraksi afek
datar
Selama proses
berinteraksi kontak
mata partisipan 1
kurang sesekali
menundukkan kepala
dan terkadang merasa
curiga saat interaksi
sedang berjalan.
Partisipan 1 mengatakan
saat sebelum dirawat
dulu pernah mendengar
suara-suara yang
mengajaknya
mengobrol namun sejak
keluar dari rumah sakit
partisipan 1 mengatakan
tidak pernah
Alam perasaan partisipan
2 mengatakan dirinya
merasa sedih dan tidak
berguna bagi keluarganya
dan kurang bersemangat
Afek partisipan 2 selama
berinteraksi afek datar
Selama proses
berinterkasi partisipan 2
kurang konsentrasi dan
kontak mata kurang
sering berpaling
pandangan, sering
menunduk ketika diajak
ngobrol jawaban
partisipan 2 simpel dan
singkat.
Partisipan 2 mengatakan
saat sebelum dirawat
dulu pernah mendengar
suara-suara yaang
mengajaknya mengobrol
namun sejak keluar dari
rumah sakit partisipan 2
mengatakan tidak pernah
mendengarkan suara-
Poltekkes Kemenkes Padang
h. Proses pikir
i. Isi pikir
j. Tingkat kesadaran
k. Memori
mendengarkan suara-
suara tersebut tidak
pernah muncul kembali.
Proses pikir saat
wawancara cukup baik,
pembicaraan pasien
sesuai dengan yang
ditanyakan oleh
perawat.
Partisipan 1 mengatakan
dirinya hanya ingin
sembuh dan tidak
minum obat lagi.
Kesadaran partisipan 1
baik, tidak ada
gangguan orientasi
terhadap waktu, tempat
dan partisipan 1 dapat
mengingat orang yang
berkomunikasi
dengannya.
Partisipan 1 tidak
mengalami gangguan
daya ingat jangka
panjang dan jangka
pendek. Partisipan 1
suara tersebut tidak
pernah muncul kembali.
Pembicaraan partisipan 2
sering terhenti tiba-tiba
tanpa gangguan dan
pembicaraan dilanjutkan
kembali.
Dalam pengkajian isi
pikir partisipan 2
mengatakan terkadang ia
merasa curiga terhadap
orang yang baru ia kenal.
Kesadaran partisipan 2
baik, tidak ada gangguan
orientasi terhadap waktu,
tempat dan partisipan 2
dapat mengingat orang
yang berkomunikasi
dengannya.
Partisipan 2 tidak
mengalami gangguan
daya ingat jangka
panjang dan jangka
pendek. Partisipan 2
Poltekkes Kemenkes Padang
l. Tingkat
konsentrasi dan
berhitung
m. Kemampuan
penilaian
n. Daya tilik diri
masih ingat penyebab
dia masuk RSJ karena
sering mengurung diri
di kamar dan partisipan
1 dan daya ingat jangka
pendek seperti pasien
mampu mengulangi
nama perawat saat awal
berkenalan.
Tingkat konsentrasi dan
berhitung partisipan 1
cukup bagus, terbukti
dengan partisipan 1 bisa
menjawab pertanyaan
dengan baik, dan
partisipan 1 juga bisa
berhitung dengan baik
dan benar sesuai dengan
pertambahan yang
diberikan.
Pengkajian kemampuan
penilaian partisipan 1
mampu mengambil
keputusan yang
sederhana dan perlu
motivasi
Partisipan 1 mengatakan
kalau dirinya tidak sakit
jiwa dan tidak
menyalahkan orang lain
masih ingat penyebab dia
masuk RSJ karena sering
mengurung diri di kamar
dan partisipan 2 dan daya
ingat jangka pendek
seperti pasien mampu
mengulangi nama
perawat saat awal
berkenalan.
Tingkat konsentrasi dan
berhitung partisipan 2
cukup bagus, terbukti
dengan partisipan 2 bisa
menjawab pertanyaan
dengan baik, dan
partisipan 2 juga bisa
berhitung dengan baik
dan benar sesuai dengan
pertambahan yang
diberikan
Partisipan 2 mengalami
gangguan penilaian
ringan dan tidak dapat
mengambil keputusan
sendiri
Partisipan 2 menyadari
kalau dirinya sedang
sakit, terkadang
partisipan 2 menyalahkan
Poltekkes Kemenkes Padang
atau lingkungan yang
menyebabkan kondisi
seperti ini.
dirinya sendiri dan
lingkungan sekitar karena
sering merasa curiga
terhadap orang lain.
Aktivitas sehari-hari
a. Makan
b. BAB/BAK
c. Mandi
d. Berpakaian/berhia
s
e. Istirahat/tidur
Partisipan 1 makan 3x
sehari porsi habis
dengan nasi dan lauk
pauk.
Partisipan 1 mengatakan
BAB 1-2 kali sehari dan
BAK 3-4 kali sehari di
WC dan dibersihkan
Partisipan 1 mengatakan
malas untuk mandi,
partisipan 1 hanya
mandi sekali 3 hari,
dibuktikan dengan
keadaan partisipan 1
tampak bau dan rambut
kusut
Partisipan 1 tampak
tidak mampu berdandan
dan berhias dibuktikan
partisipan 1 hanya
mengganti pakaian 1
kali dalam 3 hari dan
rambut pasien yang
kusut.
Partisipan 2 makan 3x
sehari secara mandiri
dengan nasi, lauk pauk
dan sayuran.
Partisipan 2 mengatakan
BAB 1-2 kali sehari dan
BAK 3-4 kali sehari di
WC dan dibersihkan
Partisipan 2 mengatakan
mandi 2 kali sehari
secara mandiri
Partisipan 2 dapat
mengenakan pakaian
sendiri dengan rapi,
menyisir rambut dan
memakai sendal
Poltekkes Kemenkes Padang
f. Penggunaan obat
g. Pemeliharaan
kesehatan
h. Kegiatan di dalam
rumah
i. Kegiatan di luar
rumah
Partisipan 1 mengatakan
suka tidur siang dari
jam 14.00-16.00 WIB
dan malam hari diatur
dari jam 20.00-05.30
WIB.
Partisipan 1 mengatakan
minum obat setelah
makan dengan bantuan
dari keluarga
Partisipan 1 mengatakan
jika obatnya habis
partisipan 1 mengontrol
kesehatannya ke
puskesmas. Keluarga
mendukung pengobatan
partisipan 1
Partisipan 1 mengatakan
didalam rumah pasien
menyapu, mencuci baju,
mencuci piring, dan
melipat pakaian
Partisipan 1 mengatakan
jarang melakukan
Partisipan 2 mengatakan
istirahat tidurnya
nyenyak, pasien istirahat
siang hari 2-3 jam dan
malam 8-9 jam
Partisipan 2 minum obat
sesuai petunjuk dokter
(frekuensi, jenis, dosis,
waktu dan cara
pemberian) secara rutin
dengan bantuan keluarga
Partisipan 2 mengatakan
jika obatnya habis
partisipan 2 mengontrol
kesehatannya ke
puskesmas. Keluarga
mendukung pengobatan
partisipan 2
Partisipan 2 mengatakan
didalam rumah pasien
merapikan tempat tidur,
mencuci baju, mencuci
piring, dan melipat
pakaian
Partisipan 2 mengatakan
jarang melakukan
Poltekkes Kemenkes Padang
kegiatan di luar rumah
seperti berbelanja dan
kegiatan di masyarakat
kegiatan di luar rumah
seperti berbelanja dan
kegiatan di masyarakat
Mekanisme Koping Partisipan 1 mengatakan
apabila mempunyai
masalah, partisipan 1
sering memendamnya
(tidak mau
menceritakan kepada
orang lain).
Partisipan 2 mengatakan
apabila pasien
mempunyai masalah,
partisipan 2 sering
memendamnya (tidak
mau menceritakan pada
orang lain) dan saat
dilakukan pengkajian
partisipan 2 tampak
menyendiri
Masalah psikososial dan
lingkungan
Partisipan 1 mengatakan
tidak pernah melakukan
kegiatan kelompok.
Partisipan 1 mengatakan
jarang berkomunikasi
dengan lingkungan di
sekitar rumahnya.
Partisipan 1 mengatakan
merasa malu untuk
berbincang bincang
dengan tetangga di
sekitar
Partisipan 2 mengatakan
tidak pernah melakukan
kegiatan kelompok.
Partisipan 2 mengatakan
jarang berkomunikasi
dengan lingkungan di
sekitar rumahnya.
Pengetahuan Partisipan 1 mengatakan
mengetahui tentang
penyakitnya. Partisipan
1 juga mengatakan
mengenal obat-obat
yang ia minum setelah
Partisipan 2 mengatakan
mengetahui tentang
penyakitnya. Partisipan 2
juga mengatakan
mengenal obat-obat yang
ia minum setelah makan
Poltekkes Kemenkes Padang
makan karna telah
dijelaskan oleh perawat
di RS maupun di
Puskesmas
karna telah dijelaskan
oleh perawat di RS
maupun di Puskesmas
Aspek medik Partisipan 1 dirawat
dengan diagnosa
Skizofrenia. Partisipan
1 mendapatkan terapi
obat yaitu terapi medis
meliputi Trihexy Penidil
2x2 mg, Haloperdol
2x1,5 mg,
Chlorpromazine 1x100
mg
Partisipan 2 dirawat
dengan diagnosa
Skizofrenia. Partisipan 1
mendapatkan terapi obat
yaitu terapi medis
meliputi Trihexy Penidil
2x2 mg, Haloperdol
2x1,5 mg,
Chlorpromazine HCL
1x1
Perumusan masalah
keperawatan
Dari data hasil
pengkajian dan
observasi diatas,
peneliti melakukan
analisa data kemudian
merumuskan diagnosa
yang sesuai dengan
prioritas, menyusun
intervensi keperawatan,
melakukan
implementasi dan
evaluasi tindakan.
Diagnosa keperawatan
yang muncul sesuai
dengan prioritas yaitu
koping individu tidak
efektif, harga diri
Dari data hasil
pengkajian dan observasi
diatas, peneliti
melakukan analisa data
kemudian merumuskan
diagnosa yang sesuai
dengan prioritas,
menyusun intervensi
keperawatan, melakukan
implementasi dan
evaluasi tindakan.
Diagnosa keperawatan
yang muncul sesuai
dengan prioritas yaitu
koping individu tidak
efektif, harga diri rendah,
dan isolasi sosial.
Poltekkes Kemenkes Padang
rendah, isolasi sosial
dan defisit perawatan
diri.
Intervensi keperawatan Diagnosa keperawatan
prioritas utama adalah
koping individu tidak
efektif. Tindakan
keperawatan yang
diberikan pada
partisipan adalah
membina hubungan
saling percaya dengan
pasien.
Strategi Pelaksanaan
harga diri rendah.
Partisipan:
terdiri dari dari empat
strategi pelaksanaan
yaitu pertama perawat
membantu pasien
memilih beberapa
kegiatan yang dapat
dilakukannya, pilih
kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini,
kedua yaitu perawat
membantu pasien
memilih kegiatan
kedua, dan melatih
kegiatan kedua, ketiga
perawat membantu
Diagnosa keperawatan
prioritas utama adalah
koping individu tidak
efektif. Tindakan
keperawatan yang
diberikan pada partisipan
adalah membina
hubungan saling percaya
dengan pasien.
Strategi Pelaksanaan
harga diri rendah.
Partisipan:
terdiri dari dari empat
strategi pelaksanaan yaitu
pertama perawat
membantu pasien
memilih beberapa
kegiatan yang dapat
dilakukannya, pilih
kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini, kedua
yaitu perawat membantu
pasien memilih kegiatan
kedua, dan melatih
kegiatan kedua, ketiga
perawat membantu
pasien memilih kegiatan
Poltekkes Kemenkes Padang
pasien memilih kegiatan
ketiga, dan melatih
kegiatan ketiga,
keempat perawat
membantu pasien
memilih kegiatan
keempat dan melatih
kegiatan keempat.
Keluarga :
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien,
menjelaskan tentang
harga diri rendah,
pengertian, tanda dan
gejala, proses terjadinya
harga diri rendah dan
akibat jika tidak diatasi,
membantu keluarga
mengambil keputusan
dalam merawat pasien,
melatih keluarga cara
merawat pasien harga
diri rendah, melatih
keluarga menciptakan
suasana keluarga dan
lingkungan yang
mendukung
meningkatkan harga diri
pasien, mendiskusikan
tanda dan gejala
ketiga, dan melatih
kegiatan ketiga, keempat
perawat membantu
pasien memilih kegiatan
keempat dan melatih
kegiatan keempat.
Keluarga :
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien,
menjelaskan tentang
harga diri rendah,
pengertian, tanda dan
gejala, proses terjadinya
harga diri rendah dan
akibat jika tidak diatasi,
membantu keluarga
mengambil keputusan
dalam merawat pasien,
melatih keluarga cara
merawat pasien harga diri
rendah, melatih keluarga
menciptakan suasana
keluarga dan lingkungan
yang mendukung
meningkatkan harga diri
pasien, mendiskusikan
tanda dan gejala
kekambuhan yang
Poltekkes Kemenkes Padang
kekambuhan yang
memerlukan rujukan
segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan,
menganjurkan follow up
ke fasilitas pelayanan
kesehatan secara teratur.
Strategi Pelaksanaan
isolasi sosial.
Partisipan:
terdiri dari empat
strategi pelaksanaan
yaitu pertama perawat
melatih pasien
bercakap-cakap secara
bertahap antara pasien
dan perawat, kedua
perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan
2-3 orang, ketiga
perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan
4-5 orang, keempat
perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan
4-5 orang sambil
melakukan kegiatan.
Keluarga:
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
memerlukan rujukan
segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan,
menganjurkan follow up
ke fasilitas pelayanan
kesehatan secara teratur.
Strategi Pelaksanaan
isolasi sosial.
Partisipan:
terdiri dari empat strategi
pelaksanaan yaitu
pertama perawat melatih
pasien bercakap-cakap
secara bertahap antara
pasien dan perawat,
kedua perawat melatih
pasien bercakap-cakap
dengan 2-3 orang, ketiga
perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan
4-5 orang, keempat
perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan
4-5 orang sambil
melakukan kegiatan.
Keluarga:
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
Poltekkes Kemenkes Padang
merawat pasien,
menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses
terjadinya isolasi sosial,
dan mengambil
keputusan dalam
merawat pasien, melatih
keluarga cara merawat
isolasi sosial,
membimbing keluarga
cara merawat isolasi
sosial, melatih keluarga
menciptakan suasana
dan lingkungan yang
mendukung
peningkatan hubungan
sosial klien,
mendiskusikan tanda
dan gejala kekambuhan
yang memerlukan
rujukan segera ke
fasilitas pelayanan
kesehatan,
menganjurkan follow up
ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
Strategi Pelaksanaan
Defisit Perawatan Diri.
Partisipan:
terdiri dari empat
strategi pelaksanaan
merawat pasien,
menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses
terjadinya isolasi sosial,
dan mengambil
keputusan dalam
merawat pasien, melatih
keluarga cara merawat
isolasi sosial,
membimbing keluarga
cara merawat isolasi
sosial, melatih keluarga
menciptakan suasana dan
lingkungan yang
mendukung peningkatan
hubungan sosial klien,
mendiskusikan tanda dan
gejala kekambuhan yang
memerlukan rujukam
segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan,
menganjurkan follow up
ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
Strategi Pelaksanaan
Defisit Perawatan Diri.
Partisipan:
terdiri dari empat strategi
pelaksanaan yaitu
Poltekkes Kemenkes Padang
yaitu perawat melatih
pasien cara menjaga
kebersihan diri, kedua
perawat melatih pasien
cara berhias/berdandan
dengan baik, ketiga
perawat melatih pasien
melakukan makan dan
minum dengan baik,
keempat perawat
melatih pasien BAB dan
BAK dengan baik.
Keluarga:
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien,
menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses
terjadinya, serta cara
merawat kebersihan
diri. dan mengambil
keputusan dalam
merawat pasien, melatih
keluarga untuk
membimbing pasien
menjaga dan merawat
kebersihan diri,
berdandan yang baik
dan benar, makan dan
minum yang baik, serta
BAB/BAK yang baik,
perawat melatih pasien
cara menjaga kebersihan
diri, kedua perawat
melatih pasien cara
berhias/berdandan
dengan baik, ketiga
perawat melatih pasien
melakukan makan dan
minum dengan baik,
keempat perawat melatih
pasien BAB dan BAK
dengan baik.
Keluarga:
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien,
menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses
terjadinya, serta cara
merawat kebersihan diri.
dan mengambil
keputusan dalam
merawat pasien, melatih
keluarga untuk
membimbing pasien
menjaga dan merawat
kebersihan diri,
berdandan yang baik dan
benar, makan dan minum
yang baik, serta
BAB/BAK yang baik,
Poltekkes Kemenkes Padang
dan follow up pasien ke
pelayanan kesehatan.
dan follow up pasien ke
pelayanan kesehatan.
Tindakan keperawatan Implementasi
keperawatan
disesuaikan dengan
rencana tindakan
keperawatan. Diagnosa
koping individu tidak
efektif. Tindakan
keperawatan yang
diberikan pada
partisipan adalah
membina hubungan
saling percaya dengan
pasien.
Strategi Pelaksanaan
harga diri rendah.
Partisipan:
pertama perawat
membantu pasien
memilih beberapa
kegiatan yang dapat
dilakukannya, pilih
kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini
(menyapu, memasak,
mencuci piring dan
merapikan tempat
tidur,) dan melatih
kegiatan tersebut.
Implementasi
keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan
keperawatan. Diagnosa
koping individu tidak
efektif. Tindakan
keperawatan yang
diberikan pada partisipan
adalah membina
hubungan saling percaya
dengan pasien.
Strategi Pelaksanaan
harga diri rendah.
Partisipan:
pertama perawat
membantu pasien
memilih beberapa
kegiatan yang dapat
dilakukannya, pilih
kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini
(menyapu, memasak,
mencuci piring dan
mencuci pakaian), dan
melatih kegiatan tersebut.
Poltekkes Kemenkes Padang
Keluarga :
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien,
menjelaskan tentang
harga diri rendah,
pengertian, tanda dan
gejala, proses terjadinya
harga diri rendah dan
akibat jika tidak diatasi,
membantu keluarga
mengambil keputusan
dalam merawat pasien,
melatih keluarga cara
merawat pasien harga
diri rendah, melatih
keluarga menciptakan
suasana keluarga dan
lingkungan yang
mendukung
meningkatkan harga diri
pasien, mendiskusikan
tanda dan gejala
kekambuhan yang
memerlukan rujukan
segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan,
menganjurkan follow up
ke fasilitas pelayanan
kesehatan secara teratur.
Strategi Pelaksanaan
Keluarga :
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien,
menjelaskan tentang
harga diri rendah,
pengertian, tanda dan
gejala, proses terjadinya
harga diri rendah dan
akibat jika tidak diatasi,
membantu keluarga
mengambil keputusan
dalam merawat pasien,
melatih keluarga cara
merawat pasien harga diri
rendah, melatih keluarga
menciptakan suasana
keluarga dan lingkungan
yang mendukung
meningkatkan harga diri
pasien, mendiskusikan
tanda dan gejala
kekambuhan yang
memerlukan rujukan
segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan,
menganjurkan follow up
ke fasilitas pelayanan
kesehatan secara teratur.
Strategi Pelaksanaan
Poltekkes Kemenkes Padang
isolasi sosial.
Partisipan:
terdiri dari empat
strategi pelaksanaan
yaitu pertama perawat
melatih pasien
bercakap-cakap secara
bertahap antara pasien
dan perawat, kedua
perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan
2-3 orang, ketiga
perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan
4-5 orang, keempat
perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan
4-5 orang sambil
melakukan kegiatan.
Keluarga:
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien,
menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses
terjadinya isolasi sosial,
dan mengambil
keputusan dalam
merawat pasien, melatih
keluarga cara merawat
isolasi sosial.
Partisipan:
terdiri dari empat strategi
pelaksanaan yaitu
pertama perawat melatih
pasien bercakap-cakap
secara bertahap antara
pasien dan perawat,
kedua perawat melatih
pasien bercakap-cakap
dengan 2-3 orang, ketiga
perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan
4-5 orang, keempat
perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan
4-5 orang sambil
melakukan kegiatan.
Keluarga:
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien,
menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses
terjadinya isolasi sosial,
dan mengambil
keputusan dalam
merawat pasien, melatih
keluarga cara merawat
Poltekkes Kemenkes Padang
isolasi sosial,
membimbing keluarga
cara merawat isolasi
sosial, melatih keluarga
menciptakan suasana
dan lingkungan yang
mendukung
peningkatan hubungan
sosial klien,
mendiskusikan tanda
dan gejala kekambuhan
yang memerlukan
rujukan segera ke
fasilitas pelayanan
kesehatan,
menganjurkan follow up
ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
Strategi Pelaksanaan
Defisit Perawatan Diri.
Partisipan:
terdiri dari empat
strategi pelaksanaan
yaitu perawat melatih
pasien cara menjaga
kebersihan diri, kedua
perawat melatih pasien
cara berhias/berdandan
dengan baik, ketiga
perawat melatih pasien
melakukan makan dan
isolasi sosial,
membimbing keluarga
cara merawat isolasi
sosial, melatih keluarga
menciptakan suasana dan
lingkungan yang
mendukung peningkatan
hubungan sosial klien,
mendiskusikan tanda dan
gejala kekambuhan yang
memerlukan rujukan
segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan,
menganjurkan follow up
ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
Strategi Pelaksanaan
Defisit Perawatan Diri.
Partisipan:
terdiri dari empat strategi
pelaksanaan yaitu
perawat melatih pasien
cara menjaga kebersihan
diri, kedua perawat
melatih pasien cara
berhias/berdandan
dengan baik, ketiga
perawat melatih pasien
melakukan makan dan
Poltekkes Kemenkes Padang
minum dengan baik,
keempat perawat
melatih pasien BAB dan
BAK dengan baik.
Keluarga:
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien,
menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses
terjadinya, serta cara
merawat kebersihan
diri. dan mengambil
keputusan dalam
merawat pasien, melatih
keluarga untuk
membimbing pasien
menjaga dan merawat
kebersihan diri,
berdandan yang baik
dan benar, makan dan
minum yang baik, serta
BAB/BAK yang baik,
dan follow up pasien ke
pelayanan kesehatan.
minum dengan baik,
keempat perawat melatih
pasien BAB dan BAK
dengan baik.
Keluarga:
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien,
menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses
terjadinya, serta cara
merawat kebersihan diri.
dan mengambil
keputusan dalam
merawat pasien, melatih
keluarga untuk
membimbing pasien
menjaga dan merawat
kebersihan diri,
berdandan yang baik dan
benar, makan dan minum
yang baik, serta
BAB/BAK yang baik,
dan follow up pasien ke
pelayanan kesehatan.
Evaluasi keperawatan Evaluasi keperawatan
dilakukan setiap selesai
tindakan keperawatan
pada partisipan 1 dan
keluarga. evaluasi
dilakukan pada keempat
Evaluasi keperawatan
dilakukan setiap selesai
tindakan keperawatan
pada partisipan 2 dan
keluarga. evaluasi
dilakukan pada keempat
Poltekkes Kemenkes Padang
diagnosa keperawatan
yang peneliti angkat.
Evaluasi yang yang
peneliti lakukan untuk
diagnosa koping
individu tidak efektif
meliputi hubungan
saling percaya antara
perawat dengan
partisipan 1 tercapai
ditandai dengan
partisipan 1 menerima
kedatangan peneliti,
bersedia berkenalan dan
menjabat tangan
peneliti, partisipan 1
mengatakan senang
bertemu peneliti.
Partisipan 1 bersedia
menceritakan masalah
yang dialaminya.
Pada diagnosa harga
diri rendah, partisipan 1
tampak kurang
bersemangat partisipan
1 tampak kurang
bersemangat ketika
diajak melakukan
kegiatan yang telah
dijadwalkan karena
kurangnya dukungan
dari keluarga dan
diagnosa keperawatan
yang peneliti angkat.
Evaluasi yang yang
peneliti lakukan untuk
diagnosa koping individu
tidak efektif meliputi
hubungan saling percaya
antara perawat dengan
partisipan 2 tercapai
ditandai dengan
partisipan 2 menerima
kedatangan peneliti,
bersedia berkenalan dan
menjabat tangan peneliti,
partisipan 2 mengatakan
senang bertemu peneliti.
Partisipan 2 bersedia
menceritakan masalah
yang dialaminya.
Pada diagnosa harga diri
rendah, partisipan 2
menunjukkan kemajuan
ditandai dengan
partisipan 2 mampu
mengungkapkan aspek
positif yang dimiliki,
partisipan 2 mengatakan
sudah melakukan
kegiatan yang telah
dilatih sesuai jadwal.
Dari hasil observasi
peneliti partisipan 2
Poltekkes Kemenkes Padang
keluarga tampak cuek
terhadap partisipan 1.
Partisipan 1 mampu
mengungkapkan aspek
positif yang dimiliki,
Partisipan 1 mengatakan
dirinya ingin bekerja
dan berpenghasilan agar
tidak menyusahkan
kedua orang tuanya.
Pada diagnosa isolasi
sosial partisipan 1
mengatakan sudah bisa
memulai pembicaraan
dengan orang lain.
Pada diagnosa defisit
perawatan diri sudah
mulai ada kemajuan
ditandai dengan
penampilan partisipan 1
sudah mulai rapi,
rambut sudah disisir,
partisipan 1 mengatakan
mandi 1 kali sehari,
kuku sudah dipotong.
Partisipan 1 sudah
mampu meletakkan
piring bekas makan ke
tempatnya, partisipan 1
mampu menjelaskan
setelah BAB/BAK
harus cuci tangan.
tampak bersemangat dan
sudah mulai berani
menatap lawan bicara.
Ibu partisipan 2
mengatakan anaknya
sudah mulai mampu
merawat dan
membersihkan rumah.
Pada diagnosa isolasi
sosial partisipan 2
mengatakan sudah bisa
memulai pembicaraan
dengan orang lain.
Pada diagnosa defisit
perawatan diri sudah
mulai ada kemajuan
ditandai dengan
penampilan partisipan 2
sudah mulai rapi, rambut
sudah disisir, partisipan 2
mengatakan mandi 1 kali
sehari, kuku sudah
dipotong. Partisipan 2
sudah mampu
meletakkan piring bekas
makan ke tempatnya,
partisipan 2 mampu
menjelaskan setelah
BAB/BAK harus cuci
tangan.
Poltekkes Kemenkes Padang
B. Pembahasan
Pada pembahasan ini peneliti membahas kesesuaian dan kesenjangan antara
teori dengan asuhan keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2 dengan
harga diri rendah kronis yang telah peneliti lakukan mulai tanggal 19 Maret
2018 sampai 28 Maret 2018. Pembahasan yang peneliti lakukan mulai dari
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi sampai evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian keperawatan
Hasil pengkajian pada partisipan 1 dan partisipan 2 didapatkan kedua
partisipan berumur 37 dan 34 tahun. Hal ini sesuai menurut teori Stuart
(2013) usia merupakan aspek sosial budaya terjadinya gangguan jiwa
dengan risiko frekuensi tertinggi mengalami gangguan jiwa yaitu pada
usia dewasa. Hasil penelitian dari Titik Suerni (2013) di Ruang Yudistira
Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor Karakteristik 35 orang klien
harga diri rendah adalah mayoritas klien pada masa dewasa yaitu 32 klien
(91,5%).Rentang usia terbanyak antara 21-40 tahun mengalami harga diri
rendah kronik.
Hasil pengkajian pada partisipan 1 dan 2 didapatkan partisipan 1 merasa
dirinya malu dan merasa tidak berguna dikarenakan belum mendapat
pekerjaan. Partisipan 1 mengatakan ingin selalu bekerja dan tidak
bermalas-malasan. Partisipan 1 mengatakan juga gagal menjadi seorang
istri karena tidak mampu mempertahankan rumah tangganya. Pada
partisipan 2 didapatkan hasil pengkajian partisipan 2 merasa malu karena
tidak bekerja serta tidak memiliki apa yang dimiliki saudaranya, klien iri
terhadap saudaranya.Partisipan 2 juga mengatakan pesimis dengan
kemampuan dirinya karena tidak bekerja dan berpenghasilan seperti adik-
adiknya.
Hal ini sesuai menurut Kemenkes RI (2012) tanda dan gejala harga diri
rendah yang dapat dinilai dari ungkapan klien yang menunjukkan
Poltekkes Kemenkes Padang
penilaian negatif terhadap dirinya yang didukung oleh data hasil observasi
dan wawancara, seperti data subjektif pasien mengungkapkan hal negatif
terhadap dirinya dan orang lain, perasaan tidak mampu, pandangan hidup
yang pesimis, penolakan terhadap kemampuan diri. Sedangkan dari data
objektif didapatkan klien mengalami penurunan produktifitas, lebih
banyak menundukkan kepala saat berinteraksi, tidak berani menatap lawan
bicara, dan berbicara lambat dengan nada suara lemah.
Menurut asumsi peneliti tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai
dari penampilan klien saat berinterkasi dengan peneliti maupun dengan
keluarga. klien terlihat lebih banyak diam dan tidak mau memulai
pembicaraan. Klien tidak mau bergaul dengan lingkungan sekitar. Klien
lebih banyak berdiam diri di rumah. Klien merasa tidak memiliki
kemampuan dan mengalami penurunan produktifitas.
Pengkajian fakor predisposisi didapatkan partisipan 1 pernah mengalami
gangguan jiwa di masa lalu yaitu sekitar 7 tahun yang lalu dan sudah
pernah dirawat di salah satu RSJ di kota Padang sebanyak 3 kali. Pada
partisipan 2 didapatkan partisipan 2 juga pernah mengalami gangguan jiwa
di masa lalu yaitu sekitar 10 tahun yang lalu dan pernah dirawat di salah
satu RSJ di kota Padang sebanyak 4 kali. Pada partisipan 1 dan partisipan
2 didapatkan bawa kedua partisipan pernah mengalami putus obat karena
peran keluarga kurang terlaksana dengan baik. Menurut teori Direja (2011)
seseorang mengalami kekambuhan karena beberapa faktor yaitu putus
obat, penyalahgunaan narkoba atau alkohol, ketidaksiapan seorang ibu
dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya dalam menempatkan
diri sebagai orang yang dewasa.
Hasil penelitian yang dilakukan Desi Pramujiwati, dkk (2013) di RW 06,
07 dan 10 di Tanah Baru, Bogor Utara menunjukkan bahwa pasien yang
mengalami gangguan jiwa di masa lalu mengalami kekambuhan salah
satunya akibat dari faktor putus obat.. Kurangnya informasi kepada klien
dan keluarga yang adekuat dari fasilitas pelayanan kesehatan tentang
Poltekkes Kemenkes Padang
manfaat dan efek obat berdampak pada kekambuhan sehingga
memperburuk kondisi klien. Berdasarkan paparan diatas penulis berasumsi
bahwa kekambuhan yang dialami oleh kedua partisipan terjadi karena
ketidakpatuhan minum obat, kurangnya dukungan keluarga untuk
mengingatkan maupun mengawasi pasien dalam minum obat menjadi
salah satu faktor terjadinya kekambuhan pada kedua partisipan.
Pengkajian faktor predisposisi didapatkan adanya anggota keluarga dari
partisipan 1 yang mengalami gangguan jiwa yaitu adik dari ibu partisipan
1. Sedangkan pada partisipan 2 didapatkan ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa yaitu nenek dari partisipan 2. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikemukakan oleh Prabowo (2014) salah satu faktor
predisposisi yang menyebabkan harga diri rendah yaitu adanya faktor
herediter anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Hasil
Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Wakhid (2013) di Rumah Sakit DR
Marzoeki Mahdi Bogor faktor predisposisi terbanyak yaitu adanya riwayat
genetik yaitu sebanyak 12 klien (66,7%). faktor genetik merupakan faktor
yang lebih besar dibandingkan dengan faktor predisposisi lainnya seperti
trauma fisik, riwayat napza, ataupun riwayat gangguan jiwa sebelumnya.
Berdasarkan asumsi penulis jika salah satu orang tua mengalami gangguan
jiwa maka keturunannya beresiko untuk mengalami gangguan jiwa.
Pada pengkajian pola hubungan sosial didapatkan partisipan 1 dan
partisipan 2 sama sama mengatakan jarang berinteraksi atau ikut dalam
kelompok/masyarakat di sekitar lingkungan rumahnya. Hal ini sesuai
menurut teori Yosep (2011) Manusia adalah makhluk sosial, yang secara
harafiah berarti kebutuhan rasa memiliki akan sesuatu. Rasa memiliki
merupakan ekspresi jiwa yang penting dalam kehidupan seseorang.
Sayangnya, rasa memiliki ini cenderung tidak terlihat pada klien dengan
harga diri rendah. Kegagalan akan kebutuhan rasa memiliki menyebabkan
rasa isolasi sosial, keterasingan dan kesepian.
Poltekkes Kemenkes Padang
Hasil penelitian yang dilakukan Desi Pramujiwati, dkk (2013) di RW 06,
07 dan 10 di Tanah Baru, Bogor Utara menunjukkan bahwa Kebanyakan
orang dengan harga diri rendah kronik memiliki kesulitan dalam
menjalankan pekerjaannya atau bahkan untuk menungkapkan keinginan
sehingga pasien tidak bersosialisasi dengan lingkungannya. Ini
menunjukkan bahwa kemandirian pasien terganggu karena kondisi harga
diri rendah kronik. Menurut asumsi penulis isolasi sosial yang dialami
kedua partisipan disebabkan oleh karena kedua partisipan merasa malu
untuk berinteraksi dengan orang lain, kurangnya motivasi dari keluarga,
malas saat melakukan aktivitas, dan merasa tidak puas dengan kondisi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang peneliti temukan pada masing-masing
partisipan yaitu Koping Individu tidak efektif, Harga Diri Rendah, Isolasi
Sosial dan Defisit Perawatan Diri, dimana harga diri rendah sebagai core
problem, koping individu tidak efektif sebagai penyebab, isolasi sosial dan
defisit perawatan diri sebagai akibat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yosep (2014) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan harga
diri rendah yaitu gangguan konsep diri: harga diri rendah, Koping Individu
tidak efektif, isolasi sosial, dan defisit perawatan diri.
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan mengenai diagnosa
keperawatan yang ditemukan dan teori yang telah dijelaskan diatas, maka
penulis berasumsi bahwa berdasarkan pohon masalah core problem yaitu
harga diri rendah, dan disebabkan oleh koping individu tidak efektif, dan
berakibat pada isolasi sosial dan defisit perawatan diri, sehingga dari
pohon masalah tidak ada kesenjangan yang ditemukan antara teori dengan
data yang ditemukan.
3. Intervensi keperawatan
Menurut Prabowo (2014) Untuk mengatasi masalah pada klien dengan
harga diri rendah maka disusun perencanaan tindakan keperawatan yang
Poltekkes Kemenkes Padang
dilakukan untuk membantu klien memenuhi kebutuhannya dan mengatasi
atau mengurangi masalah keperawatan serta meningkatkan aktualisasi diri
klien. Diagnosa koping individu tidak efektif bertujuan pasien mampu
membina hubungan saling percaya. Adapun intervensi yang dilakukan
oleh perawat membina hubungan saling percaya dengan komunikasi
terapeutik.
Diagnosa harga diri rendah bertujuan agar klien mampu meningkatkan
harga diri. Intervensi yang dilakukan perawat menggunakan strategi
pelaksanaan pasien: perawat membantu pasien memilih beberapa kegiatan
yang dapat dilakukannya, pilih kegiatan yang dapat dilakukan saat ini,
kedua yaitu perawat membantu pasien memilih kegiatan kedua, dan
melatih kegiatan kedua, ketiga perawat membantu pasien memilih
kegiatan ketiga, dan melatih kegiatan ketiga, keempat perawat membantu
pasien memilih kegiatan keempat dan melatih kegiatan keempat.
Kemudian pada strategi pelaksanaan keluarga intervensi yang dilakukan
melatih keluarga dalam membimbing klien melakukan kegiatan yang
disukainya.
Diagnosa keperawatan isolasi sosial bertujuan agar klien mampu
bersosialisasi. Intervensi yang dilakukan perawat mengggunakan strategi
pelaksanaan pasien: perawat melatih pasien bercakap-cakap secara
bertahap antara pasien dan perawat, kedua perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan 2-3 orang, ketiga perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan 4-5 orang, keempat perawat melatih pasien
bercakap-cakap dengan 4-5 orang sambil melakukan kegiatan. Kemudian
pada strategi pelaksanaan keluarga intervensi yang dilakukan melatih
keluarga mendampingi klien berkomunikasi dengan orang dan saat
melakukan kegiatan harian.
Diagnosa keperawatan defisit perawatan diri bertujuan agar klien mampu
merawat diri. Intervensi yang dilakukan perawat menggunakan strategi
Poltekkes Kemenkes Padang
pelaksanaan pasien: perawat melatih pasien cara menjaga kebersihan diri,
kedua perawat melatih pasien cara berhias/berdandan dengan baik, ketiga
perawat melatih pasien melakukan makan dan minum dengan baik,
keempat perawat melatih pasien BAB dan BAK dengan baik. Kemudian
pada strategi pelaksanaan keluarga intervensi yng dilakukan yaitu melatih
keluarga dalam membantu klien merawat kebersihan diri.
Rencana tindakan diagnosa harga diri rendah sudah terstandar menurut
Kemenkes RI (2012) intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien
dengan harga diri rendah, isolasi sosial dan defisit perawatan diri antara
lain melakukan strategi pelaksanaan pasien dan keluarga.
Berdasarkan paparan diatas, penulis berasumsi bahwa intervensi yang
diberikan sudah sesuai dengan masalah yang dimiliki partisipan.
Melibatkan keluarga dalam melaksanakan intervensi sehingga mendukung
perkembangan partisipan menjadi lebih baik.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan peneliti disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Tindakan keperawatan
yang telah dilakukan pada partisipan 1 dan partisipan 2 dimulai dari
tanggal 19 Maret 2018 sampai 28 Maret 2018. Implementasi keperawatan
untuk diagnosa koping individu tidak efektif pada kedua partisipan yaitu
membina hubungan saling percaya antar perawat dengan klien dengan cara
mengucapkan salam dan memperkenalkan diri perawat serta menanyakan
nama panggilan yang klien sukai. Membantu klien mengungkapkan
perasaan dan keluhan yang klien rasakan saat ini, serta bersama-
samadengan klien membuat kontrak persetujuan untuk pemberian asuhan
keperawatan. Perawat meyakinkan klien dengan sikap empati bahwa
merahasiakan informasi yang diperoleh guna kepentingan terapi.
Menurut Stuart dalam Wardani, dkk (2009) koping adalah upaya yang
diarahkan pada penatalaksanaan stress termasuk upaya menyelesikan
Poltekkes Kemenkes Padang
masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan untuk melindungi
diri. Perawat menggunakan dirinya secara terapeutik dalam memberikan
pelayanan kepada keluarga.
Implementasi keperawatan untuk diagnosa harga diri rendah pada
partisipan 1 yaitu meningkatkan kepercayaan diri yang dimiliki oleh
partsipan 1 dengan cara Mengkaji kemampuan yang dimiliki partisipan 1
serta melatih partisipan 1 melakukan kegiatan yang dapat dilakukan pasien
yaitu menyapu ruangan, memasak, mencuci piring dan merapikan tempat
tidur. Sedangkan implementasi keperawatan yang diberikan pada keluarga
partisipan 1 yaitu menjelaskan cara merawat partisipan dengan harga diri
rendah dan melatih keluarga dalam membimbing partisipan melakukan
kegiatan yang disukainya.
Sedangkan pada partisipan 2 implementasi keperawatan yang telah
diberikan yaitu meningkatkan kepercayaan diri yang dimiliki klien dengan
cara Mengkaji kemampuan yang dimiliki oleh partisipan 2 serta melatih
partisipan 2 melakukan kegiatan yang dapat dilakukan partisipan 2 yaitu
menyapu ruangan, memasak, mencuci piring dan mencuci pakaian.
Sedangkan implementasi keperawatan yang diberikan pada keluarga
partisipan 2 yaitu menjelaskan cara merawat partisipan dengan harga diri
rendah dan melatih keluarga dalam membimbing partisipan melakukan
kegiatan yang disukainya.
Strategi pelaksanaan yang telah diberikan pada kedua partisipan sesuai
dengan teori, menurut Prabowo (2014) tindakan keperawatan yag
diberikan pada pasien harga diri rendah yaitu megidentifikasi kemampuan
melakukan kegiatan dan aspek positif pasien. Membantu pasien menilai
kegiatan yang dapat dilakukan klien di rumah, serta melatih kegiatan yang
telah dipilih oleh klien. Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan
pada kedua partisipan terdapat perbedaan kegiatan yang telah dipilih,
Poltekkes Kemenkes Padang
menurut asumsi peneliti perbedaan tersebut muncul karena perbedaan
keinginan dan kemampuan dari masing-masing partisipan.
Selanjutnya, implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan
isolasi sosial pada kedua partisipan yaitu membina hubungan saling
percaya, perawat melatih pasien bercakap-cakap secara bertahap antara
pasien dan perawat, kedua perawat melatih pasien bercakap-cakap dengan
2-3 orang, ketiga perawat melatih pasien bercakap-cakap dengan 4-5
orang, keempat perawat melatih pasien bercakap-cakap dengan 4-5 orang
sambil melakukan kegiatan. Sedangkan implementasi keperawatan yang
telah diberikan pada kedua keluarga partisipan yaitu melatih keluarga
mendampingi klien berkomunikasi dengan orang dan saat melakukan
kegiatan harian.
Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan defisit perawatan
diri pada partisipan 2 yaitu perawat melatih partisipan 2 cara menjaga
kebersihan diri, kedua perawat melatih partisipan 2 cara berhias/berdandan
dengan baik, ketiga perawat melatih partisipan 2 melakukan makan dan
minum dengan baik, keempat perawat melatih partisipan 2 BAB dan BAK
dengan baik. Sedangkan implementasi keperawatan yang dilakukan pada
keluarga partisipan 2 yaitu melatih keluarga dalam membantu klien
merawat kebersihan diri.
Selama melakukan implementasi keperawatan peneliti tidak menemukan
kendala sehingga dapat menerapkan implementasi sesuai rencana, kedua
partisipan cukup kooperatif dengan peneliti setelah sebelumnya
melakukan pendekatan terapeutik. Selain itu keluarga kedua partisipan
cukup terbuka dan bersedia memberikan dukungan dan motivasi kepada
kedua partisipan.
Poltekkes Kemenkes Padang
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan koping individu
tidak efektif yang dilakukan pada kedua partisipan tercapai. Hal ini
dibuktikan dengan partisipan 1 menerima kedatangan peneliti, bersedia
berkenalan dan menjabat tangan peneliti, partisipan 1 mengatakan senang
bertemu peneliti. Partisipan 1 bersedia menceritakan masalah yang
dialaminya. Hasil evaluasi pada partisipan 2 didapatkan partisipan 2 dapat
menerima kedatangan peneliti, bersedia berkenalan dan menjabat tangan
peneliti, partisipan 2 juga bersedia duduk berdampingan dengan peneliti,
partisipan 2 juga bersedia menceritakan masalah yang dialaminya.
Hasil evaluasi untuk diagnosa harga diri rendah didapatkan partisipan 1
mampu mengungkapkan aspek positif yang dimiliki. Namun dari hasil
observasi peneliti, partisipan 1 tampak kurang bersemangat ketika diajak
melakukan kegiatan yang telah dijadwalkan karena kurangnya dukungan
dari keluarga dan keluarga tampak cuek terhadap partisipan 1. Partisipan 1
mengatakan dirinya ingin bekerja dan berpenghasilan agar tidak
menyusahkan kedua orang tuanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Titik
Suerni (2013) di Ruang Yudistira Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi
Bogor yang dimana sebagian besar pasien harga diri rendah memiliki
keinginan yang tidak terpenuhi (71.4%) yaitu keinginan untuk menikah,
keinginan untuk memiliki pekerjaan dan berpenghasilan yang layak.
Sedangkan hasil evaluasi pada partisipan 2 didapatkan partisipan 2 mampu
mengungkapkan aspek positif yang dimiliki, partisipan 2 mengatakan
sudah melakukan kegiatan yang telah dilatih sesuai jadwal. Dari hasil
observasi peneliti partisipan 2 tampak bersemangat dan sudah mulai berani
menatap lawan bicara. Ibu partisipan 2 mengatakan anaknya sudah mulai
mampu merawat dan membersihkan rumah.
Hasil evaluasi untuk diagnosa isolasi sosial sudah tercapai dibuktikan
pada partisipan 1 didapatkan partisipan 1 sudah mulai mampu mengajak
Poltekkes Kemenkes Padang
orang lain berkenalan terlebih dahulu. Ayah partisipan 1 juga mengatakan
partisipan 1 sudah mulai bisa berbelanja ke warung dan mulai berinteraksi
dengan orang lain. Sedangkan pada partisipan 2 didapatkan hasil evaluasi
partisipan 2 sudah mulai mampu mengajak orang lain berkenalan,
partisipan 2 juga sudah mampu berinteraksi secara bertahap dengan
anggota keluarga dan lingkungan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan teori
pada kriteria hasil yang hendak dicapai yaitu klien mampu berinterkasi
secara bertahap dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya, dan klien
mampu berkomunikasi saat melakukan kegiatan rumah tangga dan
kegiatan sosial.
Hasil evaluasi pada diagnosa defisit perawatan diri pada partisipan 1 mulai
ada kemajuan ditandai dengan penampilan partisipan 1 sudah mulai rapi,
rambut sudah disisir, partisipan 1 mengatakan mandi 1 kali sehari, kuku
sudah dipotong. Partisipan 1 sudah mampu meletakkan piring bekas
makan ke tempatnya, partisipan 1 mampu menjelaskan setelah BAB/BAK
harus cuci tangan. Sedangkan pada partisipan 2 sudah mulai mengalami
kemajuan ditandai dengan penampilan partisipan 2 sudah mulai rapi,
rambut sudah disisir, partisipan 2 mengatakan mandi 1 kali sehari, kuku
sudah dipotong dan sudah mulai bersih. Partisipan 2 sudah mampu
meletakkan piring bekas makan ke tempatnya, partisipan 2 mampu
menjelaskan setelah BAB/BAK harus cuci tangan.
Hasil evaluasi pada keluarga partisipan didapatkan keluarga dapat
menerima keberadaan perawat, dan keluarga bersedia diajarkan cara
membimbing partisipan untuk meningkatkan harga dirinya. Hal ini
dibuktikan dengan hubungan saling percaya antar keluarga dan perawat
terjalin dengan baik, keluarga bersedia dikunjungi perawat selama 10 kali
kunjungan, keluarga mau berkenalan dengan perawat, keluarga dapat
mendiskusikan masalah yang dialami dalam merawat partisipan. Pada
diagnosa isolasi sosial dan defisit perawatan diri keluarga juga mampu
Poltekkes Kemenkes Padang
membimbing partisipan pada setiap strategi pelaksanaan yang telah
dilakukan perawat.
Evaluasi keperawatan yang penulis lakukan sesuai dengan kriteria evaluasi
yang telah dibuat sebelumnya pada intervensi keperawatan, terlihat adanya
perubahan yang lebih baik setelah dilakukannya tindakan keperawatan
(Keliat, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan evaluasi keperawatan
yang telah dilakukan dan teori yang telah dijelaskan, penulis berasumsi
bahwa evaluasi keperawatan yang telah dilakukan sesuai dan merupakan
proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan.
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan Hasil Penelitian penerapan asuhan keperawatan jiwa pada
keluarga dengan dengan harga diri rendah kronis di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo di Kota Padang tahun 2018. Penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa
1. Hasil pengkajian didapatkan pada kedua partisipan terlihat mengalami
perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis, lebih banyak
menunduk dan nada suara lemah, tidak mau bergaul dan memulai
pembicaraan dengan orang lain, menarik diri dari komunitas, dan
penampilan kedua partisipan kurang rapi.
2. Rumusan diagnosa keperawatan komunitas yang muncul pada
partisipan 1 dan 2 yaitu koping individu tidak efektif, harga diri
rendah, isolasi sosial, dan defisit perawatan diri.
3. Rencana keperawatan yang disusun berdasarkan teori. Rencana
tindakan keperawatan yang dilakukan pada partisipan 1 dan 2 yaitu
membina hubungan saling percaya dengan partisipan menggunakan
komunikasi terapeutik, mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki,
melatih kemampuan yang dimiliki partisipan serta mendampingi
partisipan melakukan kegiatan sehari-hari yang ia pilih, mengajarkan
partisipan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap dan melatih
keluarga untuk mendampingi partisipan berinteraksi secara bertahap.
Melatih partisipan cara menjaga kebersihan diri, melatih cara
berhias/berdandan dengan baik, melatih pasien makan dan minum
dengan baik, dan melatih pasien BAB dan BAK dengan baik.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada partisipan 1 dan 2 sesuai
dengan rencana tindakan yang telah disusun. tindakan keperawatan
yang dilakukan pada partisipan 1 dan 2 yaitu membina hubungan
saling percaya dengan partisipan menggunakan komunikasi terapeutik,
mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki, melatih kemampuan yang
dimiliki partisipan, mengajarkan partisipan berinteraksi dengan orang
Poltekkes Kemenkes Padang
lain secara bertahap. Melatih partisipan cara menjaga kebersihan diri,
melatih cara berhias/berdandan dengan baik, melatih pasien makan dan
minum dengan baik, dan melatih pasien BAB dan BAK dengan baik.
5. Pada tahap akhir peneliti mengevaluasi kepada partisipan dan keluarga
sehingga partisipan sudah mampu melaksanakan kemampuan yang
telah dilatih secara mandiri, melakukan interkasi dengan orang lain,
dan dapat menjaga kebersihan diri, berhias/berdandan dengan baik,
makan dan minum dengan baik, serta BAB dan BAK dengan baik.
Keluarga memahami masalah harga diri rendah, isolasi sosial, dan
defisit perawatan diri serta mampu merawat anggota keluarga yang
memiliki masalah tersebut.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peneliti
selanjutnya sehingga bisa menjadi bahan perbandingan sehingga bisa
menjadi bahan perbandingan dalam mengembangkan kasus asuhan
keperawatan jiwa harga diri rendah.
2. Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes RI Padang
Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan
keperawatan dengan masalah harga diri rendah pada Institusi
Pendidikan Poltekkes Kemenkes RI Padang.
3. Puskesmas Nanggalo Kota Padang
Khusunya pemegang program kesehatan jiwa agar dapat konseling
pada pasien dan keluarga terkait bagaimana mengurangi resiko
kekambuhan pada pasien seperti melaksanakan strategi pelaksanaan
harga diri rendah pasien dan keluarga.
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR PUSTAKA
Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Badan PPSDM.2012. Modul pelatihan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Dermawan, D. 2013. Keperawatan Jiwa, Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Biru
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika
Friedman, Marilyn m, dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori,
dan Praktik. Jakarta : EGC.
Guindon, M, H. 2010. Self-esteem Across the Lifespan and interventions. New
York: Taylor and Francis Group
Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:CV Andi
Offset
Notoadmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Pramujiwati, Desi, dkk. 2013. Pemberdayaan keluarga dan kader Kesehatan Jiwa
Dalam Penanganan Pasien Harga Diri Rendah Kronik dengan Pendekatan
Model Precede L.Green di RW 06, 07 dan 10 Tanah Baru Bogor Utara.
Bogor [diunduh pada 16 Mei 2018 pukul 08.10]
Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakterisitik dan
Keunggulannya. Jakarta: Grasindo
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Mentri Kesehatan RI
Suerni, Titik, dkk. 2013. Penerapan Terapi Kognitif dan Psikoedukasi Keluarga
Pada Klien Dengan Harga Diri Rendah di Ruang Yudistira Rumah Sakit
Poltekkes Kemenkes Padang
Dr. H. Marzoeki Mahdi. Bogor [diunduh pada 21 November 2017 pukul
15.45]
Suhron, Muhammad. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa Konsep Self Esteem.
Jakarta: Mitra Wacana Media
Stuart. 2007. Buku Saku Keperawatan. Jakarta: EGC
Stuart. 2013. Buku Saku Keperawatan. Jakarta. EGC
Wachid, Abdul, dkk. 2013. Penerapan Terapi Latihan Keterampilan Sosial Pada
Klien Isolasi Sosial dan Harga Diri Rendah dengan Pendekatan Model
Hubungan Interpersonal Peplau Di RS Marzoeki Mahdi. Bogor [diunduh
pada 21 April 2018 pukul 10.30]
WHO. 2014. Health For the Worlds Adolescents a Second Chance In The Second
Decade. Geneva, Switerland
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan JiwaCetakan kedua (edisi revisi). Bandung. PT
Refrika Aditama
Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT. Refika Aditama
Yosep, Iyus dan Titin Sutini. 2014. Buku Ajar Kerawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama
Poltekkes Kemenkes Padang