asuhan keperawatan pada klien apendisitis

Upload: yunita-fauziah

Post on 21-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    1/13

    1

    BAB I

    PPENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang

    Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia.Di Amerika Serikat saja

    terdapat 70.000 kasus kejadian apendisitis setiap tahunnya.Kejadian apendisitis di

    Amerika Serikat memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak per tahunnya antara

    kelahiran sampai anak tersebut berumur 4 tahun.Kejadian Apendisitis meningkat

    menjadi 25 kasus per 10.000 anak per tahunnya antara umur 10 dan umur 17 tahun di

    Amerika Serikat. Apabila dirata-ratakan, maka didapatkan kejadian apendisitis 1,1

    kasus per 1000 orang per tahun nya di Amerika Serikat. Menurut Sandy Craig, MD,

    radang usus buntu sangatlah jarang terjadi pada kelompok neonatus. Kalaupun

    hal ini terjadi, biasanya diketahui setelah terdapat perforasi pada neonatus

    tersebut.Kejadian apendisitis ini dapat terjadi di seluruh kelompok umur. Diagnosa

    apendisitis pada kelompok usia muda biasanya sangat sulit dilakukan mengingat

    penderita usia muda sulit melukiskan perasaan sakit yang dialaminya, sehingga

    kejadian apendisitis pada usia muda lebih sering diketahui setelah terjadi perforasi.

    Berdasarkan jenis kelamin, angka kejadian apendisitis pada pria 1,4 kali lebih besar

    dari pada kelompok wanita.

    Di dunia internasional sendiri didapati kejadian apendisitis lebih rendah dalam

    budaya aseupan tinggi serat diet.Serat pangan diperkirakan menurunkan viskositas

    kotoran, mengurangi waktu transit usus, dan mencegah pembentukan fecaliths, yang

    mempengaruhi individu untuk penghalang dari lumen appendiceal.Peran ras, etnis,

    asuransi kesehatan, pendidikan, akses ke perawatan kesehatan dan status ekonomi

    pada pengembangan dan pengobatan apendisitis masih diperdebatkan secara luas

    sehingga masih belum ada bukti yang kuat antara hubungan kejadian apendisitis

    dengan peran ras, etnis, asuransi kesehatan, dan lain-lain.Memahami manifestasi

    klinis khas apendisitis adalah penting untuk membuat diagnosis dini dan akurat

    sebelum perforasi.

    Variasi pada posisi usus buntu, umur pasien, dan derajat peradangan membuat

    presentasi klinis apendisitis terkenal tidak konsisten.Hal yang penting untuk diingat

    adalah bahwa letak dari apendiks itu sendiri variabel.Dari 100 pasien yang menjalani

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    2/13

    2

    CT multidetector-3D, hanya 4% pasien yang dasar apendiks nya terletak di McBurney

    point.36% terletak 3cm dari McBurney point, 28% terletak 3-5cm dari McBurney

    point dan 36% terletak lebih dari 5cm dari McBurney point.Sejarah klasik anoreksia

    dan nyeri periumbilikalis, diikuti oleh kuadran kanan bawah nyeri, demam dan

    muntah, terjadi hanya pada 50% kasus.Migrasi rasa sakit dari daerah periumbilikalis

    ke quadran kanan bawah adalah fitur yang paling membedakan sejarah

    pasien.Temuan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 80%.Ketika muntah

    terjadi, itu hampir selalu mengikuti onset nyeri.Muntah yang mendahuui nyeri adalah

    sugestif dari obstruksi usus, dan diagnosis apendisitis perlu dipertimbangkan.Rasa

    mual biasanya dirasakan pada 61-92% pasien dan dirasakan pada 74-78%

    pasien.Kejadian diare tercatat sebanyak 18% dari pasien, dan tidak boleh digunakan

    untuk membuang kemungkinan terjadinya radang usus buntu. Durasi gejala kurang

    dari 48 jam pada usia dewasa dan cenderung lebih lama pada pasien yang lebih tua

    dan pasien yang mengalami perforasi. Sekitar 2% pasien melaporkan rasa sakit lebih

    dari 2 minggu.

    Apendiks meradang di dekat kandung kemih atau ureter dapat menyebabkan

    gejala void yang mengganggu dan hematuria atau piuria. Tidak lupa juga untuk

    mempertimbangkan kemungkinan radang usus buntu pada pasien anak-anak ataudewasa yang diikuti retensi urin akut.Untuk kejadian apendisitis di Indonesia khusus

    nya di Medan, penulis tidak menemui referensi valid yang menyatakan jumlah

    maupun perbandingan penderita apendisitis, terkhusus apendsitis tanpa perforasi di

    kelompok umur 0 tahun sampai 14 tahun.

    1.2Rumusan Masalah

    1.

    Apa pengertian apendisitis ?

    2.

    Apa etiologi apendisitis ?

    3. Bagaimana patofisologi apendisitis ?

    4.

    Bagaimana manifestasi klinis apendisitis ?

    5. Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien apendistis ?

    1.3Tujuan Penulisan

    1.

    Untuk mengetahui pengertian tentang apendisitis.

    2. Untuk mengetahui etiologi apaendisitis.

    3.

    Untuk mengetahui patofisiologi apendisitis.

    4. Untuk mengetahui manifestasi klinis apendisitis

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    3/13

    3

    5. Untuk mengetahui pentalaksanaan terhadap pasien apendisitis.

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    4/13

    4

    BAB II

    TINJAHUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Apendisitis merupakan terjadinya inflamasi/peradangan pada appendix vermiformis

    biasanya disebabkan oleh flora normal usus dan sering didahului oleh obstruksi lumen

    apendiks oleh jaringan limfoid atau fekolit (Grace & Borley, 2006, Hayes & Mackay,

    1997).Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan

    bawah rongga abdomen dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen

    darurat.Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa;

    insiden tertinggi adalah mereka yang berusia 10 sampai 30 tahun.Dalam kasus ringan dapat

    sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran

    umbai cacing yang terinfeksi.Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan

    oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur; biasanya terjadi antara

    36 dan 48 jam setelah munculnya gejala. (Corwin, 2009)

    2.2 Klasifikasi Apendisitis

    Klasifikasi apendisitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai berikut : (Way,1994, Thomson, 1997 dalam Selvia, 2010)

    1. Apendisitis akut

    a.

    Apendisitis akut sederhana (Cataral Appendicitis)

    Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub-mukosa apendiks yang

    disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan

    terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa

    appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan.Gejala diawali dengan rasa nyeri

    di daerah umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan.Pada

    apendisitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hyperemia,

    edema, dan tidak ada eksudat serosa.

    b. Apendisitis akut purulenta (Supurative Appendicitis)

    Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan

    terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkanthrombosis.Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    5/13

    5

    apendiks.Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding

    appendiks dan menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena

    dilapisi eksudat dan fibrin.Pada apendiks dan mesoapendiks terjadi edema,

    hyperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.

    Ditandai dengan rangsangan peritoneum local seperti nyeri tekan, nyeri lepas

    di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri

    dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda

    peritonitis umum.

    c.

    Apendisitis akut gangrenosa

    Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu

    sehingga terjadi infark dan gangrene.Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,

    appendiks mengalami gangrene pada bagian tertentu.Dinding appendiks berwarna

    ungu, hijau keabuan, atau merah kehitaman.Pada apendisitis akut gangrenosa

    terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

    2.

    Apendisitis infiltrate

    Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat

    dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon, dan peritoneum sehingga

    membentuk gumpalan masa flegmon yang melekat erat satu sama lain.

    3.

    Apendisitis abses

    Apendisitis abses terjadi ketika massa local yang terbentuk berisi nanah (pus),

    biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,subcaecal,danpelvic.

    4. Apendisitis perforasi

    Apendisitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah gangrene yang

    menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.

    Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

    5.

    Apendisitis kronis

    Apendisitis kronis merupakan lanjutan dari apendisitis akut supuratif sebagai proses

    radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah,

    khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa apendisitis kronis baru dapat

    ditegakkan jika terdapat riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih

    dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan

    mikroskopik.Secara histologist, dinding appendiks menebal, submukosa dan

    muskularis propia mengalami fibrosis.Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    6/13

    6

    eosinofil pada sub-mukosa, muskularis propia, dan serosa.Pembuluh darah serosa

    tampak dilatasi.

    2.3 Manifestasi klinis

    Karakter klinis dari apendisitis dapat bervariasi, namun umumnya menunjukkan tanda

    dan gejala sebagai berikut : (Corwin, 2009, Grace & Borley, 2006, Hayes & Mackay, 1997)

    1. Muncul mendadak atau secara bertahap nyeri difus di daerah epigastrium atau

    peri-umbilikus sering terjadi

    2.

    Dalam beberapa jam, nyeri menjadi lebih terlokalisasi dan dapat dijelaskan

    sebagai nyeri tekan di daerah kuadran kanan bawah abdomen

    3.

    Nyeri lepas merupakan gejala klasik peritonitis dan umum ditemukan di

    apendisitis. Terjadi defans muscular atau pengencangan perut.

    4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang

    menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah)

    5.

    Tanda Psoas (diketahui apabila pasien dating dengan pinggul tertekuk dan

    meraskan nyeri pada lokasi appendiks ketika kaki diluruskan

    6. Demam

    7.

    Mual dan muntah8. Pasien mengalami kemerahan, takikardia, lidah berselaput, halitosis

    9. Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi

    10.

    Massa appendiks jika penanganan terlambat

    2.4 Etiologi

    Apendisitis merupakan infeksi bakteria.Berbagai hal berperan sebagai faktor

    pencetusnya.Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor

    pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris

    dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan

    apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat,

    De Jong, 2004).

    Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat

    dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan

    intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    7/13

    7

    pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya

    apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

    2.5 Patofisiologi

    Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan

    oleh feses yang terlibat atau fekalit.Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi

    bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah (Burkitt,

    Quick, Reed, 2007).

    Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.Inflamasi

    ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa

    (peritoneal).Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut

    ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,

    menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, Quick, Reed, 2007).

    Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang

    menjadi distensi dengan pus.Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit

    dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera

    terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh

    omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007).

    2.6 Komplikasi

    Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

    perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan

    sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus

    (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

    Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus,

    abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian (Craig, 2011).

    Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang

    mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-abdomen dan ditemukan di

    tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus

    paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium

    apendiks (Bailey, 1992).

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    8/13

    8

    2.7 Prognosis

    Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit,

    namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi

    peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah

    operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit

    penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh

    antara 10 sampai 28 hari (Sanyoto, 2007). Universitas Sumatera Utara

    Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga

    perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan

    secepatnya.Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu

    akut.Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar

    (Sanyoto, 2007).

    2.8 Penatalaksanaan

    1. Pembedahan apendisektomi terbuka atau laparoskopik (ditunda sampai terapi

    antibiotik dimulai, bila dicurigai abses)

    2. Puasa sampai setelah menjalani pembedahan, kemudian secara bertahap kembali

    ke diet normal

    3. Ambulasi pasca bedah dini

    4. Spirometri insetif

    Pengobatan

    1. Cairan IV

    2. Analgesik

    3. Antibiotik prabedah dan bila terjadi peritonitis

    Penatalaksanaan apendiksitis menurut Mansjoer, 2000 :

    1. Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan

    2. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan

    3.

    Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan

    4. Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

    5. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi

    abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang

    sangat efektif

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    9/13

    9

    Konsep Asuhan Keperawatan sebelum operasi dilakukan klien perlu

    dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan

    pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan

    latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan

    dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas

    atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.(Brunner &

    Suddart, 1997)

    1. Sebelum operasi

    a.

    Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

    b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.

    c. Rehidrasi

    d.

    Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.

    e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk

    membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi

    tercapai.

    f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

    2. Operasi

    a.

    Apendiktomi (dilakukan untuk mengurangi risiko perforasi. Metode : insisi

    abdominal bawah di bawah anestesi umum atau spinal atau laparoskopi)

    b.

    Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen

    dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

    c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika dan cairan IV,massanya mungkin

    mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu

    beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif

    sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

    3. Pasca operasi

    a. Observasi TTV.

    b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan

    lambung dapat dicegah.

    c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

    d.

    Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien

    dipuasakan.

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    10/13

    10

    e. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan

    sampai fungsi usus kembali normal.

    f.

    Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30

    ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya

    diberikan makanan lunak.

    g.

    Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur

    selama 230 menit.

    h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.

    i.

    Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

    j. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang

    ditandai dengan :

    1.

    Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi

    2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas

    terdapat tanda-tanda peritonitis

    3.

    Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat

    pergeseran ke kiri.

    Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan,

    karena dikhawatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan

    dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka

    lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.

    Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai

    dengan :

    1. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi

    lagi.

    2. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba

    massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.

    3. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

    4. Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan

    istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan

    perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari

    satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam

    perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    11/13

    11

    2.9 WOC

    Edema dan peningakatan

    tekanan intara lumen

    Peningkatan intra lumen

    Ketidakseimbangan antara

    produksi dan ekskresi mucus

    Migrasi bakteri dari colon ke

    appendiks

    Obstruksi pada lumen appendiks

    Fekalit, bolus ascaris, benda asing, dan jaringan parut

    Obstruksi venaTerhambatnya aliran limfeArteri terganggu

    Terjadinya infark pada

    usus

    Nyeri Akut

    Nyeri epigastrium

    Edema dan ulserasi

    Appendiks

    ganggrenosa

    Ganggren

    Nekrosis appendiks

    Peradangan pada dinding appendiks

    Mual dan muntahPeradangan meluas ke peritonium

    Pembedahan Absorbsi makanan tidak

    adekuat, pengeluaran

    cairan aktif

    Mekanisme kompensansitubuh

    Peningkatan leukosit dan

    peningkatan suhu tubuh

    Cemas pasien dan

    keluarga,

    pengungkapan

    cemas,

    pengungkapan

    Risiko tinggi

    infeksi

    Luka insisi post

    bedah

    Hipertermi

    Cemas

    Nyeri akut pada

    luka post bedah

    Intoleransi aktivitas

    Nyeri saat ekstremitas kanan

    digerakan, saat istirahat dan

    beraktivitas

    Risiko nutrisi kurang

    dari kebutuhan

    Risiko volume cairan

    kurang dari kebutuhan

    Kurang pengetahuan

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    12/13

    12

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Apendisitis merupakan terjadinya inflamasi/peradangan pada appendix vermiformis

    biasanya disebabkan oleh flora normal usus dan sering didahului oleh obstruksi lumen

    apendiks oleh jaringan limfoid atau fekolit.

    Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.Inflamasi

    ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa

    (peritoneal).Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut

    ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,

    menyebabkan peritonitis local.

    Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi

    bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa

    massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus.

    Apendiktomi (dilakukan untuk mengurangi risiko perforasi.Metode : insisi abdominal bawah

    di bawah anestesi umum atau spinal atau laparoskopi)

  • 7/24/2019 asuhan keperawatan pada klien Apendisitis

    13/13

    13

    DAFTAR PUSTAKA

    Baughman, Diane C. Hackley, JoAnn C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah : buku saku

    untuk Brunner dan Suddarth.Jakarta : EGC

    Corwin, Elizabeth J. 2009.Patofisiologi : buku saku.Jakarta : EGC

    Grace, Pierce A. Borley, Neil R. 2007. At A Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Jakarta :

    Erlangga.

    Hayes, Peter C. Mackay, Thomas W. 1997.Buku Saku Diagnosis dan Terapi.Jakarta : EGC.

    Mansjoer, A. (2001).Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius FKUI

    Selvia, Bella. 2010. karakteristik Penderita Appendicitis Rawat Inap Di Rumah Sakit

    Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan.Available from : URL :

    Smeltzer, Bare (1997).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner & suddart.Edisi

    8.Volume 2. Jakarta, EGC

    http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19162[Diakses Tanggal 25 November 2014]

    http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19162http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19162http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19162