asuhan keperawatan perilaku kekerasan
DESCRIPTION
klsaTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering
tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah
anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan
marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga.
Penanganan oleh keluarga belum memadai, keluarga seharusnya mendapatkan pendidikan
kesehatan tentang merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk memberikan penjelasan dan penatalaksanaan yang
efektif dan aman terhadap pasien dengan perilaku kekerasan demi kesembuhan pasien dan
keluarga pasien.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Ø Megetahui asuhan keperawatan yang efektif dan aman bagi penderita perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
Ø Dapat mengetahui definisi perilaku kekerasan.
Ø Dapat mengetahui etiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis pada perilaku kekerasan.
Ø Mengetahui cara mengkaji status kesehatan klien berhubungan dengan gangguan fungsi sistem
syaraf meliputi pengkajian bio-psiko-kultural.
Ø Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala pada kasus perilaku kekerasan.
Ø Dapat melakukan diagnosa pada perilaku kekerasan.
Ø Dapat memberikan intervensi pada perilaku kekerasan.
C. Metode peneliatian
1. Referensi Buku
2. Searching Internet
D. Sistematika
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Metode Penelitian
1.4 Sistematika
BAB II TINJAUAN TEORI
2.2 Definisi
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
2.5 Manifestasi Klinik
2.6 Klasifikasi
2.7 Penatalaksanaan
2.8 Pathway
2.9 Evaluasi
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kasus
3.2 Pengkajian
3.3 Diagnosa dan Tindakan
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang,
diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000). Marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang
tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman ( Stuart dan Sunden, 1997 ).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat menimbulkan respon asertif.
Respon menyesuaikan dan menyelesaikan merupakan respon adaptif. Kemarahan atau rasa tidak
setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan
pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau
respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon yang
maladaptif yaitu agresif–kekerasan. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai
tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. Pasif adalah suatu keadaan dimana
individu tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari
suatu tuntutan nyata. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah da n merupakan dorongan
untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Amuk atau kekerasan adalah
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Stuart and Sundeen, 1997 dalam Depkes, 2001).
B. Etiologi
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas,
tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak
terpenuhi.
1. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk
dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa
rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3. Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
C. Patofisioogi
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian kehidupan
sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yan
g menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapat diekspresikan
secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan
secara internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik.
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapat
dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan lega, menu
runkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000). Apabila perasaan
marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan individu karena ia merasa
kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan
kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti
tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan. Perilaku yang tidak
asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-
pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap.
Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri (Depkes,
2000)
D. Manisfestasi klinik
§ Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut
botak karena terapi)
§ Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
§ Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
§ Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
§ Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budi Ana Keliat, 1999)
E. Klasifikasi
Faktor predisposisi dan faktor presipitasi dari perilaku kekerasan (Keliat,
2002) adalah :
1. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak -kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar rumah, semua aspek
ini mestimulasi individu mengadopsi perilaku kerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membahas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima ( permisive)
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistim limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai atau pekerjaan, dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
F. Penatalaksanaan
1. Tindakan Keperawatan Keliat dkk. (2002) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan
keluarga dalam mengatasi marah klien yaitu :
a. Berteriak, menjerit, memukul Terima marah klien, diam sebentar, arahkan klien untuk
memukul barang yang tidak mudah rusak seperti bantal, kasur
b. Cari gara-gara Bantu klien latihan relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga. Latihan
pernafasan 2x/hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan nafas.
c. Bantu melalui humor Jaga humor tidak menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang
menjadi sasaran dan diskusi cara umum yang sesuai.
2. Terapi Medis Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi
atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes (2000), jenis obat psikofarmaka
adalah :
a. Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala -gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejalagejala lain yang bisanya
terdapat pda penderita skizofrenia, manik depresif, gangguan personalitas, psikosa involution,
psikosa masa kecil. Cara pemberian untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan ada lah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga
mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat
dilakukan satu kali
pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa
belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan-lahan sampai 600 –
900 mg perhari. Kontra indikasi sebaiknya tidak diberikan kepada klien
dengan keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika dan
penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine. Efek samping yang sering terjadi
misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi,
amenorrhae pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya
untuk penderita non psikosa dengan do sis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran
karena depresi susunan saraf pusat, hipotensi, ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan
gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles
de la Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak
-anak. Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan
berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 – 5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung
kebutuhan. Kontra indikasinya depresi sistem saraf pusat atau keadaan koma, penyakit
parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek samping yang sering adalah mengantuk,
kaku, tremor, lesu, letih,
gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudo parkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea
diare, konstipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang sangat
jarang yaitu alergi, reak si hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis
melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemasan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi,
koma, depresi pernafasan.
c. Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
Indikasinya untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia. Dosis dan
cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah (12,5 mg) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek
samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap
kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan
sebaiknya peningkatan perlahan -lahan. Kontra indikasinya pada depresi susunan saraf pusat
yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif ter hadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala-gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan
over dosis; hentikan obat berikan terapi simptomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan
levarterenol hindari menggunakan ephineprine. Terapi Medis ( Kaplan dan Sadock, 1997 )
Rang paranoid atau dlam keadaan luapan katatonik memerlukan
trankuilisasi. Ledakan kekerasan yang episodic berespon terhadap lithium ( Eskalith ),
penghambat – beta, dan carbamazepine (Tegretol). Jika riwayat penyakit mengarahkan suatu
gangguan kejang, penelitian klinis dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan suatu
pemeriksaan dilakukan untuk memastikan penyebabnya. Jika temuan adalah positif,
antikonvulsan adalah dimulai, atau dilakukan pembedahan yang sesuai (sebagai contohnya, pada
masa serebral). Untuk intoksikasi akibat zat rekreasional, tindakan konservatif mungkin adekuat.
Pada beberapa keadaan, obat-obat seperti thiothixene ( Navane ) dan haloperidol, 5 smaapi 10
mg setiap setengah jam samapai satu jam, adalah diperlukan sampai pasien distabilkan.
Benzodiazepine digunkan sebagai pengganti atau sebgai tambahan antipsikotik. Jika obat
rekresinal memiliki sifat antikolinergik yang kuat, benzodiazepine adalah lebih tepat
dibandingkan
antipsikotik. Pasien yang melakukan kekerasan dan melawan paling efektif ditenangkan dengan
sedative atau antipsikotik yang sesuai. Diazepam ( valium ), 5 sampai 10 mg, atau lorazepam
( Ativan ), 2 smapai 4 mg, dpat diberikan intravena ( IV ) perlahan -lahan selama 2 menit. Klinis
harus memberikan mediksi IV dengan sangat hati -hati, sehingga henti pernafsan tidak terjadi.
Pasien yang memerlukan medikasi IM dapat disedasi dengan haloperidol, 5 smapi 10 mg IM,
atau dengan Chlorpromazine 25 mg IM. Jika kemarahan disebabkan oleh alcohol atau sebagi
bagian dari gangguan psikomotor pascakejang, tidur yang ditimbulkan oleh medikasi
IV dengan jumlah relative kecil dapat berlangsung selama berjam -jam. Saat terjaga, pasien
seringkali sepenuhnya terjaga dan rasional dan biasanya memiliki amnesia lengkap untuk
episode kekerasan.
G. Phatway
Resiko mencederai diri,orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan harga diri : Harga diri rendah
Koping individu tidak efektif
H. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1) Klien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit yang diderita.
2) Klien menyebutkan aspek positif dan kemampuan dirinya(fisik, intelektual, system
pendukung).
3) Klien berperan serta dalam perawatan dirinya.
4) Percaya diri klien menetapkan keinginan atau tujuan yang realistik.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus
Tn D (35 th) dibawa ke RSJ karena marah – marah tanpa sebab. Saat pengkajian muka merah,
mata melotot, tangan mengepal. Menurut penuturan keluarga Tn D dirumah memukul anaknya.
Tn D mengalami perubahan perilaku sejak di PHK dan istri meninggalkannya 5 tahun yang lalu.
B. Pengkajian
1. Identitas klien
Inisial : Tn D
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Semarang
Penanggung Jawab :
Nama : Tn K
Umur : 45
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Semarang
Hubungan : Kakak Kandung
Tanggal Pengkajian : 25 Juli 2009
RM No : 69
Informan : -
2. Alasan Masuk
Marah-marah tanpa sebab.
3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Tn D sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa, pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
Waktu berumur 8 tahun dia pernah dianiaya fisik oleh gurunya. Sebelumnya keluarganya tidak
ada yang mengalami gangguan jiwa. Tn D memiliki pengalaman yang sangat tidak
menyenangkan karena di PHK dan istrinya meninggalkannya 5 tahun yang lalu.
Masalah Keperawatan: resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital : TD: 120 / 80 mmHg, N: 88 x / menit, S: 37oC, RR: 18 x / mnt
b. Ukur : TB: 165 cm, BB: 60 kg
c. Keluhan fisik :Klien merasa badannya sakit semua dan minta di lepas ikatannya
5. Psikososial
a. Genogram
Keterangan:
: Klien
: Meninggal
: Tinggal Serumah
: Wanita
: Laki-laki
Pola asuh dalam keluarga tidak ada perbedaan diantara anak-anaknya, komunikasi dalam
keluarga baik, pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah (anggota keluarga), tetapi
untuk pengambilan keputusan masalah kesehatan jiwa masih kurang. Karena keluarga tidak
mampu merawat klien yang menderita penyakit gangguan jiwa.
Masalah keperawatan : Koping, keluarga tidak efektif : ketidakmampuan
b. Konsep diri
1. Gambaran diri
Klien menyatakan menyukai semua bagian tubuhnya
2. Identitas diri
Klien menyadari dirinya sebagai laki-laki, pendidikan hanya sampai SMA dan status sekarang
adalah pengangguran.
3. Peran
Klien berperan sebagai anak tunggal di rumahnya. Klien merasa belum mampu memenuhi
kebutuhannya anak dan istrinya,sejak di PHK kebutuhan keluarganya di tanggung oleh orang tua
klien
4. Ideal diri
Klien mengatakan kalau dirinya pengen dapat pekerjaan lagi..
5. Harga diri
Selama di rumah, klien merasa malu, minder, tidak percaya diri untuk bergaul dengan orang lain
karena klien di anggap orang stress dan merasa orang lain tidak suka dengannya.
Masalah Keperawatan : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Hubungan sosial
1. Orang yang berarti dan paling dekat dengan klien adalah ibu nya. Klien menganggap dia
adalah orang yang paling dekat dengannya dan klien sering bercerita pada ibu nya.
2. Peran serta dalam kelompok atau masyarakat
Sebelum klien mengalami gangguan jiwa, klien mudah bergaul dengan tetangganya, Setelah di
PHK klien tidak mau bergaul dengan tetangganya.
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mulai tidak mau bergaul dengan orang lain karena merasa orang lain tidak menyukainya
dan takut dengannya.
Masalah Keperawatan : Interaksi Sosial, perubahan
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien beragama Islam. Menurut keluarga klien stress sejak di PHK.
b. Kegiatan ibadah
Selama dirawat klien belum menjalankan sholat lima waktu.
6. Status Mental
a. Penampilan Fisik
Penampilan klien rapi, bersih, cara berjalan tergesa-gesa, kontak mata positif, klien ganti pakaian
dua kali sehari setelah mandi, roman muka tegang.
Masalah Keperawatan : -
b. Pembicaraan
Cara bicara cepat, volume sedang.
Masalah Keperawatan : -
c. Aktifitas motorik
Tingkat aktivitas klien terlihat tegang dan gelisah.
Masalah Keperawatan : -
d. Alam perasaan
Klien mengatakan saat ini perasaannya biasa saja. Klien hanya merasa sedih dan kecewa karena
di bawa ke RSJ ini.
Masalah Keperawatan : -
e. Afek
Afek klien sesuai dengan stimulus yang diberikan. Ekspresi wajah klien merah, mata
melotot,tangan mengepal saat dilakukan pengkajian.
Masalah Keperawatan : -
f. Interaksi selama wawancara
Kontak mata baik atau positif, klien kooperatif saat diajak bicara dan menjawab semua
pertanyaan yang diberikan. Pandangan mata klien melotot, postur tubuh cenderung maju ke
depan.
Masalah Keperawatan : -
g. Persepsi
Klien tidak mengalami gangguan persepsi.
Masalah Keperawatan : -
h. Proses fikir
Pembicaraan klien bisa dimengerti oleh perawat. Selama komunikasi dengan perawat dan orang
lain dapat diobservasi bahwa pembicaraan klien terarah, jawaban koheren dengan pertanyaan
yang diajukan, hanya saja pada saat awal-awal kontrak, terkadang jawaban klien tidak sesuai
dengan aslinya, tetapi setelah diklarifikasi lagi klien mengakuinya. Tidak ada sirkumtansial,
tangensial, blocking dan lain-lain.
Masalah Keperawatan : -
i. Isi pikiran
Klien tidak mengalami gangguan dalam isi pikir. Klien tidak mempunyai pikiran yang aneh-aneh
selama ini. Bila memikirkan sesuatu terlalu lama klien merasa pusing.
Masalah Keperawatan : -
j. Tingkat kesadaran
Klien dapat berorientasi terhadap tempat, waktu, dan orang-orang terdekat. Klien mengetahui
hari tanggal dan jam, klien mengetahui orang yang mengajak bicara. Klien menyadari dirinya
benar-benar berada di RSJ.
Masalah Keperawatan : -
k. Memori
Sebagian besar klien masih dapat mengingat kejadian lalu.
Masalah Keperawatan : -
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dapat berhitung dengan urut, masih dapat berkonsentrasi dengan baik terbukti bahwa klien
bisa menyebutkan jumlahkeluarganya dan bisa menyebutkan sudah berapa lama dia dirawat.
Masalah Keperawatan : -
m. Kemampuan penilaian
Pasien dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan.
Masalah Keperawatan : -
7. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Klien makan 3 x sehari dengan menu yang disediakan di RSJ. Klien mau makan dengan menu
yang disediakan di RSJ dan tidak ada pantangan dalan makanan. Klien sudah mampu untuk
menyediakan dan membersihkan sendiri alat makannya.
Masalah Keperawatan : -
b. BAB/BAK
Klien mampu melakukan BAB dan BAK sendiri. Klien juga mampu membersihkan diri setelah
BAB dan BAK.
Masalah Keperawatan : -
c. Mandi
Klien selama di RSJ mandi 2 x sehari tanpa bantuan, ganti baju 2 x sehari, menggosok gigi 2 x
sehari. Klien juga mampu mencuci rambut sendiri.
Masalah Keperawatan : -
d. Bepakaian
Klien mampu mengenakan pakaian sendiri dan sesuai dengan pasangannya. Setiap kali mandi
klien ganti baju. Klien mampu menyisir rambutnya sendiri.
Masalah Keperawatan : -
e. Istirahat tidur
Klien selama sehari tidur + selama 7 jam, siang hari klien biasa tidur 1-2 jam, apabila ingin tidur
tidak ada persiapan khusus, klien jika merasa ngantuk langsung pergi tidur.
Masalah Keperawatan : -
f. Penggunaan obat
Selama di RSJ klien diberi obat sehari 2x yaitu sebelum makan siang dan setelah makan malam.
Obat yang dberikan pada klien selalu dimakan tidak pernah dibuang. Reaksi obat yang dirasakan
oleh klien adalah mengantuk.
Masalah Keperawatan : -
g. Pemeliharaan kesehatan :
Tekad keluarga sudah bulat dan berani menerima konsekwensinya, untuk mengobatkan anaknya
di RSJ ini. Keluarga akan mengunjungi klien satu minggu sekali. Klien mengatakan jika sudah
pulang nanti akan rutin kontrol di rumah sakit yang dekat dengan rumahnya saja.
Masalah Keperawatan: -
h. Kegiatan didalam dirumah
Klien mengatakan nanti kalau sudah pulang ke rumah, dia akan membantu pekerjaan orang
tuanya di rumah seperti: mencuci baju, menyapu rumah ataupun yang lainnya.
Masalah Keperawatan : -
i. Kegiatan di luar rumah
Klien mengatakan jika sudah sampai di rumah nanti klien akan dilanjutkan pemondokan ke
ponpes. Klien tidak pernah melakukan kegiatan di luar rumah.
Masalah Keperawatan : -
8. Mekanisme koping
Klien adalah seorang yang periang dan mudah bergaul, jika klien terdapat masalah, klien hanya
dipendam sendiri. Klien mengatakan apabila klien merasa kesal, jengkel, marah, klien sering
mengalihkannya dengan tiduran di kamar dan kadang meninggalkan rumah.
Keluarga mengatakan semenjak pulang dari rumah sakit baik sebentar, kemudian selang satu
bulan klien menjadi mudah tersinggung, jika klien terdapat masalah seperti dengan orang tuanya
ataupun tanpa sebab kenapa dia marah yang dilakukannya adalah bicara kacau atau kasar, marah-
marah,memukul anaknya, memecah barang-barang yang terdapat disekitarnya Setelah klien
marah-marah klien lebih sering hanya diam saja.
Masalah Keperawatan : Koping individu tidak efektif
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Semenjak di tinggal pergi istrinya dan di PHK,klien jarang bergaul dengan tetangganya,klien
sering mengamuk apabila di suruh ibu nya untuk ber gaul dan kumpul-kumpul dengan
tetangganya.
10. Pengetahuan Kuranf Tentang
Keluarga menyatakan tidak mampu mengatasi penyakit yang diderita klien.
Pengetahuan yang kurang dari klien dan keluarga yaitu tentang: penyakit jiwa, faktor
predisposisi, koping, sistem pendukung, penyakit fisik dan obat-obatan.
C. Diagnosa Keperawatan dan Tindakan
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari
individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”.
(Carpenito, 1995).
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam
melakukan intervensi yang tepat. Pada makalah ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan
pada diagnosa :
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f. Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
g. Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
h. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
i. Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan
lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar
untuk intervensi selanjutnya.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan
masalah yang konstruktif.
c. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal.
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan
menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
d. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang
konstruktif pula.
e. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
f. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
g. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
h. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
i. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
k. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
l. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
m. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
n. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
o. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
· Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
· Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
· Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan.
· Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi
kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
p. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
q. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
r. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
s. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
t. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
u. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
v. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku
klien.
w. Jelaskan cara-cara merawat klien. Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara
konstruktif. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas. Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.
x. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
y. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
z. Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ,
haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
å. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang
lain :
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
d. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai
dasar untuk intervensi selanjutnya.
b. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
c. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
d. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
e. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
f. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
g. Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
h. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
i. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
j. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
k. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
l. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon
koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
m. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
n. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
o. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
p. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri
rendah.
q. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang,
diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas,
tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak
terpenuhi.
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian kehidupan
sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapat diekspresikan
secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa
perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik.
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari individu,
keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”. (Carpenito,
1995).
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
c. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
d. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel
e. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
f. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
g. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
h. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
i. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai
j. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
k. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
l. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
m. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
n. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
o. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
p. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
q. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
r. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
s. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
t. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah
u. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
v. Jelaskan cara-cara merawat klien.
w. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
x. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
y. Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ,
z. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam
melakukan intervensi yang tepat.
Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
c. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
d. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
e. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
f. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
g. Berikan pujian.
h. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
i. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
j. Beri pujian atas keberhasilan klien.
k. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
l. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
m. Beri pujian atas keberhasilan klien.
n. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
o. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
p. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
q. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
B. Saran
Tim penyusun mengetahui bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk memperbiki penulisan makalah selanjutnya