asuhan keperawatan tiroiditis

27
ASUHAN KEPERAWATAN TIROIDITIS A. ANATOMI FISIOLOGI Kelenjar tiroid merupakan organ yang berbentuk seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trachea.Kelenjar ini terdiri atas dua lobus lateral yang dihubungkan oleh sebuah istmus.Kelenjar tiroid mempunyai panjang kurang lebih 5 cm serta 3 cm dan berat kurang lebih 30 gr.Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda tiroksin (T4), Trilodotironin (T3) dan Kalsitonin. Ambilan dan metabolisme Iodium.Iodium merupakan unsur esensial bagi tiroid untuk sintesis hormon tiroid.Gangguan utama akibat defisiensi Iodium adalah perubahan fungsi tiroid. Iodium dikonsumsi dari makanan dan diserap dalam darah di dalam traktus gastrointestinal. Kelenjar tiroid bekerja sangat efisien dalam mengambil Iodium dari darah dan kemudian memekatkannya dalam sel-

Upload: ichank-nadar

Post on 15-Apr-2017

56 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan keperawatan tiroiditis

ASUHAN KEPERAWATAN TIROIDITIS

A.    ANATOMI FISIOLOGI

Kelenjar tiroid merupakan organ yang berbentuk seperti kupu-kupu dan terletak pada leher

bagian bawah di sebelah anterior trachea.Kelenjar ini terdiri atas dua lobus lateral yang

dihubungkan oleh sebuah istmus.Kelenjar tiroid mempunyai panjang kurang lebih 5 cm serta 3

cm dan berat kurang lebih 30 gr.Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda

tiroksin (T4), Trilodotironin (T3) dan Kalsitonin.

 

Ambilan dan metabolisme Iodium.Iodium merupakan unsur esensial bagi tiroid untuk sintesis

hormon tiroid.Gangguan utama akibat defisiensi Iodium adalah perubahan fungsi tiroid. Iodium

dikonsumsi dari makanan dan diserap dalam darah di dalam traktus gastrointestinal. Kelenjar

tiroid bekerja sangat efisien dalam mengambil Iodium dari darah dan kemudian memekatkannya

dalam sel-sel kelenjar tersebut. Ion-ion iodida akan diubah menjadi molekul Iodium yang akan

bereaksi dengan tirosin (suatu asam amino) untuk membentuk hormon tiroid.

Pengaturan fungsi tiroid. Sekresi tirotropin, atau TSH (Thyriod Stimulating Hormone), oleh

kelenjar hipofisis akan mengendalikan kecepatan pelepasan hormon tiroid. Selanjutnya,

pelepasan TSH ditentukan oleh kadar hormon tiroid dalam darah. Jika konsentrasi hormon tiroid

dalam darah menurun, pelepasan TSH meningkat sehingga terjadi peningkatan keluaran T4 dan

T3.Keadaan ini merupakan suatu contoh pengendalian umpan balik (feedback control).Hormon

Page 2: Asuhan keperawatan tiroiditis

pelepasan tirotropin (TRH) yang disekresi oleh hipotalamus memberikan pengaruh yang

mengatur pelepasan TSH dari hipofisis.Fungsi hormon tiroid.Fungsi utama hormon tiroid T3 dan

T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolik seluler.Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu

umum dengan mempercepat proses metabolisme.Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan

sangat penting bagi perkembangan otak.Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga

diperlukan untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler,

hormon tiroid mempengaruhi sistem organ yang penting.

Kalsitonin atau tirokalsitonin merupakan hormon penting lainnya yang disekresi oleh kelenjar

tiroid.Hormon ini disekresi oleh kelenjar tiroid sebagai respon terhadap kadar kalsium plasma

dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium dalam tulang.

Efek hormon tiroid pada pertumbuhan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak

selama kehidupan janin.Bila janin tidak dapat mensekresi hormon tiroid dalam waktu yang

cukup maka pertumbuhan dan pematangan otak sebelum dan sesudah bayi dilahirkan akan

sangat terbelakang dan otak tetap berukuran kecil dari normal.Hormon tiroid meningkatkan laju

metabolisme sebagian besar sel tubuh.Bila produksi hormon tiroid sangat meningkat maka

hampir selalu menurunkan berat adan. Dan bila produksinya menurun hampir selalu

meningkatkan nafsu makan.Keadaan ini dapat melebihi keseimbangan perubahan kecepatan

metabolisme

Efek pada sistem kardiovaskuler hormon tiroid akan meningkatkan aliran darah dan curah

jantung, frekuensi denyut jantung, kekuatan denyut jantung, volume darah, dan tekanan arteri.

Efek pada respiratori. Meningkatnya kecepatan metablisme akan meningkatkan pemakaian

oksigen dan pembentukan karbon dioksida.Ini akan mengaktifkan semua mekanisme yang

meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan.

Efek pada saluran cerna, meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, karena hormon tiroid

meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan gerakan saluran cerna. Sering terjadi

diare, kekurangan hormon tiroid dapat menimbulkan konstipasi.

Efek pada sistem syaraf pusat.Hormon tiroid meningkatkan kecepatan berfikir, tapi juga sering

menimbulkan disosiasi pikiran, dan sebaliknya berkurang hormon tiroid akan menurunkan fungsi

ini.

Efek terhadap fungsi otot.Peningkatan hormon tiroid dapat menyebabkan otot bereaksi dengan

kuat, namun bila jumlah hormon ini berlebihan, maka otot-otot malahan menjadi lemah oleh

Page 3: Asuhan keperawatan tiroiditis

karena berlebihnya katabolisme protein. Kekurangan hormon tiroid menyebabkan otot sangat

lambat, tremor pada otot.

Efek pada tidur.Karena efek yang melelahkan dari hormon tiroid pada otot dan sistem syaraf

pusat, maka penderita hipertiroid seringkali merasa capai terus menerus tetapi karena efek

ekstasi dari hormon tiroid pada sinaps, timbul kesulitan tidur.Sebaliknya, somuolen yang berat

merupakan gejala khas dari hipertiroidisme, disertai dengan waktu tidur yang berlangsung

selama 12 jam sampai 14 jam sehari.

Efek hormon tiroid pada fungsi seksual. Pada pria, berkurangnya hormon tiroid menyebabkan

hilangnya libido dan sebaliknya sangat berlebihannya hormon ini seringkali menyebabkan

impotensi. Pada wanita, kekurangan hormon tiroid seringkali menyebabkan timbulnya

menoragia dan polimenore.

B.     PENGERTIAN

Tiroiditis adalah suatu peradangan pada kelenjar tiroid,menyebabkan hipertiroidisme sementara

yang seringkali diikuti oleh hipotiroidisme sementara atau sama sekali tidak terjadi perubahan

dalam fungsi tiroid.

Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid.Keadaan ini bisa bersifat akut, sub akut atau

kronis. Masing-masing tipe tiroiditis ditandai oleh inflamasi, fibrosis atau implemantasi limfotik

pada kelenjar tiroid.

 

C.    KLASIFIKASI

1.      Tiroiditis Akut

Merupakan kelainan langka yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, mikrobakteri atau

parasit pada kelenjar tiroid.Stapilokokus aureus atau jenis stafilokokus lain merupakan penyebab

yang paling sering dijumpai.Secara khas, penyakit ini menyebabkan nu\yeri serta pembebgkakan

leher pada bagian anterior, panas, disfagia, dan dispocia.Faringitis atau gejala sakit leher sering

dirtemukan.Pemeriksaan dapat menunjukkan rasa hangat, eritema (kemerahan) dan nyeri tekan

pada kelenjar tiroid.Tetapi teoriditis akut mencakup pemberian preperat antibiotik dan

penggantian cairan.Tindakan insisi dan drainase diperlukan jika terdapat abses.

Page 4: Asuhan keperawatan tiroiditis

2.      Tiroiditis Subakut

Tiroiditis sub akut dapat berupa tiroiditis garanula matosa sub akut (tiroiditis de quervam) atau

tiroiditis tanpa nyeri (silent thiroiditis atau tiroiditis limpfositik sub akut).Tiroiditis

granulomatosa sub akut merupakan kelainan inflamasi pada kelenjar tiroid yang terutama

mennterang wanita nberusia antara 40 hingga 50 tahun (sakiyuma 1993) kelainan ini ditemukan

sebagai pembengkakan yang nyeri pada leher bagian anterior, dan berlangsung selama1 atau 2

bulan dan kemudian menghilang spontan tanpa gejala sisa.Tiroiditis ini sering terjadi setelah

infeksi respiratorius.Kelenjar tiroid membesar secra simetris dan kadang-kadang terasa nyeri.

Kulit diatasnya sering tampak kemerah dan terasa hangat.Pasien merasa sulit menelan dan

mengalami gangguan rasa nyaman, iritabilitas, kegelisahan insoumnia dan penurunan berat

badan yang kesemuanya merupakan manipestasi dari hipertiroidisme sering dijumpai, dan

banyak pasien juga merasakan gejala demam serta menggigil.Tiroiditis tanpa nyeri (tiroiditis

limposifik sub akut) sering terjadi pada periode pasca partus dan diperkirakan disebabka oleh

autoimun. Gejala hipertiroidisme atau hipertiroidisme mungkin saja timbul, tetapi ditunjukkan

untuk menangani gejala, dan pemeriksaan tindak lanjut yang dilakukan setahun sekali perlu

dianjurkan untuk enentukan aapakah pasien memerlukan terapi guna mengatasi hipertiroidisma

yang kemudian

3.      Tiroiditis kronis (tiroiditis hashimoto)

Tiroiditis kronis yang paling sering dijumpai pada wanita berusia 30 hingga 50 tahun diberi

nama penyakit hashimoto atau tiroiditis limfosik kronis.penegakan diagnostiknya dilakukan

berdasarkan gambaran histopatologis kelenjar tiroid yang mengalami inflamasi.Berbeda denag

tiroiditis akut, bentuk yang kronis ini biasanya tidak disertai nyeri, gejala penekanan ataupun

rasa panas, aktifitas kelenjar tiroid biasaya normal atau rendah dan bukan meningkat.

 

D.    ETIOLOGI

Etiologi dari tiroiditis dibagi berdasarkan klasifikasi

1.      Tiroiditis subakut

Yang jelas sampai sekarang tidak diketahui, pada umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa

kasus dijumpai antibody autoimun.

2.      Tiroiditis akut supuratif

Page 5: Asuhan keperawatan tiroiditis

Kuman penyebab biasanya stafhylococcus aureus, stafhylocaccus hemolyticus dan

pneumococcus. Infeksi dapat terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan

sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktuk tiroglosus yang persisten, kelainan

yang terjadi dapat disertai terbentuknya abses atau tanpa abses. Abses ini dapat menjurus ke

mediastinum, bahkan dapat pecah ke trakea dan esophagus.

3.      Tiroiditis hashimoto

Untuk alasan yang tidak diketahui, tubuh melawan dirinya sendiri dalam suatu reaksi autoimun,

membentuk antibodi yang menyerang kelenjar tiroid.

Penyakit ini 8 kali lebih sering terjadi pada wanita dan bisa terjadi pada orang-orang yang

memiliki kelainan kromosom tertentu, seperti sindroma Turner, sindroma Down dan sindroma

Kleinefelter.

4.      Tiroiditis limfosotik laten

Penyebabnya tidak diketahui. Terjadi penyusupan limfosit (sejenis sel darah putih) ke dalam

kelenjar tiroid.

E.     PATOFISIOLOGI

Penyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks, dengan faktor penyebab

multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan faktor pemicu lingkungan,

yang mengawali respon autoimun terhadap antigen tiroid.

Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan data

epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis PTAI.

Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid

melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan. Kerusakan seluler

terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid

berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan

gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau

blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen.

Berikut dijelaskan mengenai patofisiologi tiroiditis Hashimoto ini dilihat dari faktor genetik dan

lingkungan, yang kemudian melibatkan proses autoantigen dan autoantibodi tiroid, ditambah

Page 6: Asuhan keperawatan tiroiditis

adanya peran sitokin serta mekanisme apoptosis yang diperkirakan terjadi pada proses penyakit

ini.

1.      Faktor genetik

Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respon imun seperti major

histocompatibility complex (MHC), reseptor sel T, serta antibodi, dan gen yang mengkode

(encoding) autoantigen sasaran seperti tiroglobulin, TPO (thyroid peroxidase), transporter

iodium, TSHR (TSH Receptor). Dari sekian banyak gen kandidat, saat ini baru enam gen yang

dapat diidentifikasi, yaitu  CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte Antigen-4), CD4, HLA-DR,

protein tyrosine phosphatase-22, tiroglobulin, dan TSHR.

Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan molekul kostimulator yang terlibat

dalam interaksi sel T dengan Antigen Presenting Cells (APC). APC akan mengaktivasi sel T

dengan mempresentasikan peptide antigen yang terikat protein HLA kelas II pada permukaan

reseptor sel T. Sinyal kostimulator berasal dari beberapa protein yang diekspresikan pada PC

(seperti B7-1, B7-2, B7h, CD4), dan berinteraksi dengan reseptor (CD28, CTLA-4, dan CD40L)

pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu presentasi antigen (2).

CTLA-4 dan CD40 merupakan molekul kostimulator non-spesifik, yang dapat meningkatkan

suseptibilitas terhadap PTAI dan proses autoimun lain. CTLA-4 berasosiasi dan terkait dengan

berbagai bentuk PTAI (tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, dan pembentukan antibodi

antitiroid), dan dengan penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe 1, penyakit Addison, dan

myasthenia gravis.

Asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan antigen HLA tidak begitu jelas. Hal ini menyangkut

masalah definisi penyakit tiroditis Hashimoto yang sering kontroversial. Spektrum klinik

tiroiditis Hashimoto bervariasi mulai dari hanya ditemukan antibodi antitiroid dengan infiltrasi

limfositik fokal tanpa gangguan fungsi (asymptomatic autoimmune thyroiditis), sampai

pembesaran kelenjar tiroid (struma) atau tiroiditis atrofik dengan kegagalan fungsi tiroid.

Beberapa peneliti melaporkan asosiasi antara tiroidits Hashimoto dengan HLA-DR3 dan HLA-

DQw7 pada ras Kaukasus. Pada non-Kaukasus dilaporkan asosiasi antara tiroiditis Hashimoto

dengan HLA-DRw53 pada bangsa Jepang dan dengan HLA-DR9 pada bangsa Cina.

Page 7: Asuhan keperawatan tiroiditis

2.      Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan sebagai penyebab penyakit tiroid

autoimun, diantaranya berat badan lahir rendah, kelebihan dan kekurangan iodium, defisiensi

selenium, paritas, penggunaan obat kontrasepsi oral, jarak waktu reproduksi, mikrochimerisme

fetal, stres, variasi musim, alergi, rokok, kerusakan kelenjar tiroid akibat radiasi, serta infeksi

virus dan bakteri .

Di samping itu penggunaan obat-obat seperti lithium, interferon-α, amiodarone dan Campath-1H,

juga meningkatkan risiko autoimunitas tiroid. Pada Tabel 2.1 disajikan beberapa faktor yang

terlibat dalam etiologi PTAI, berikut ringkasan mekanisme dan fenotipenya.

Tabel 2.1 Faktor lingkungan yang terlibat dalam patologi tiroiditis autoimun

Faktor Lingkungan Mekanisme Fenotipe

Berat lahir rendah Maturasi thymik tidak

sempurna

Antibodi TPO

Ekses iodium Tidak terjadi escape effect

Wolff-Chaikoff; Jod-

Basedow

HT

GD

Defisiensi selenium Tidak diketahui; viral? HT

Jarak proses

reproduktif yang

panjang

Efek estradiol HT

Kontraseptif oral Protektif Antibdi TPO

Mikrokhimerisme fetal Sel laki-laki di sel tiroid

menimbulkan efek antitiroid

HT dan GD

Stress Upregulasi sumbu HPA GD

Alergi Tidak diketahui; kadar IgE

tinggi

GD

Rokok Hipoksia?; Kadar IgE tinggi GD; terutama GO

Infeksi Yersinia

enterocolitica

Mimikri molekuler GD

Page 8: Asuhan keperawatan tiroiditis

Keterangan :           HT : Hashimoto thyroiditis

                                    GD : Graves’ disease

                                    GO : Graves’ ophthalmopathy

Berat badan lahir bayi rendah merupakan faktor risiko beberapa penyakit tertentu seperti

penyakit jantung kronik. Kekurangan makanan selama kehamilan dapat menyebabkan intoleransi

glukosa pada kehidupan dewasa, serta rendahnya berat thymus dan limpa mengakibatkan

menurunnya sel T supresor. Mungkin ada faktor intrauterin tertentu yang menghambat

pertumbuhan janin, yang merupakan faktor risiko lingkungan pertama yang terpapar pada janin

untuk terjadinya PTAI di kemudian hari .

Asupan iodium mempengaruhi prevalensi hipotiroid dan hipertiroid. Hipotiroid lebih sering

ditemukan di daerah cukup iodium dibandingkan dengan daerah kurang iodium, dan prevalensi

tirotoksikosis lebih tinggi di daerah kurang iodium. Hipertiroidi Graves lebih sering ditemukan

di daerah cukup iodium, dan antibodi anti-TPO sebagai petanda ancaman kegagalan tiroid lebih

sering ditemukan di daerah kurang iodium. Asupan iodium berlebihan dapat menyebabkan

disfungsi tiroid pada penderita yang mempunyai latar belakang penyakit tiroiditis autoimun.

Kelebihan iodium dapat menyebabkan hipotiroid dan/ atau goiter akibat gagal lepas dari efek

Wolf-Chaikoff. Tetapi bila sebelumnya telah ada nodul autonom fungsional atau bentuk

subklinik penyakit Graves, asupan iodium berlebihan akan menginduksi terjadinya hipertiroid

(efek Jod-Basedow). Pada kedua fenomena tersebut diduga terjadi destruksi kelenjar tiroid dan

presentasi antigen tiroid pada sistem imun, yang pada gilirannya akan menimbulkan reaksi

autoimun. Oleh karena itu iodium sebenarnya merupakan pula faktor risiko terjadinya PTAI.

Selenium merupakan trace element yang esensial untuk sintesis selenocysteine, yang juga

disebut sebagai 21st amino acid. Selenium mempengaruhi sistem imun. Defisiensi selenium akan

menyebabkan individu lebih rentan terhadap infeksi virus seperti virus Coxsackie, mungkin

karena limfosit T memerlukan selenium.

Di samping itu, selenium merupakan suatu antioksidan dan mengurangi pembentukan radikal

bebas. Selenium berperan penting dalam sintesis hormon tiroid, karena dua enzim yaitu

selenoprotein deiodinase dan gluthatione peroxidase, berperan dalam produksi hormon tiroid.

Kekurangan selenium dapat meningkatkan angka keguguran dan kematian akibat kanker (cancer

mortality rate). Kadar selenium rendah di dalam darah akan meningkatkan volume tiroid dan

hipoekogenisitas, suatu petanda adanya infiltrasi limfosit. Dari suatu penelitian dilaporkan

Page 9: Asuhan keperawatan tiroiditis

pemberian sodium selenite 200 ug (peneliti lain memberikan 200 ug selenium methionine) pada

penderita hipotiroid subklinik akan menurunkan titer antibodi anti-TPO serta juga meningkatkan

kualitas hidup, tanpa mempengaruhi status hormon tiroid.

Stress mempengaruhi sistem imun melalui jaringan neuroendokrin. Saat stress sumbu

hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) akan diaktivasi, menimbulkan efek imunosupresif. Stress

dan kortikosteroid mempunyai pengaruh berbeda terhadap sel-sel Th1 dan Th2, mengarahkan

sistem imun menjadi respons Th2, yang akan menekan imunitas seluler dan memfasilitasi

keberadaan virus tertentu (seperti Coxsackie B), sedangkan imunitas humoral meningkat. Inilah

yang dapat menjelaskan mengapa penyakit autoimun tertentu seringkali didahului oleh stress,

dan salah satu contohnya adalah penyakit Graves. Belum diketahui apakah penyakit Hashimoto

juga terkait dengan faktor stress.

Faktor infeksi baik virus maupun bakteri juga berperan dalam patogenesis PTAI. Ada tiga

kemungkinan mekanisme agen infeksi bertindak sebagai faktor pencetus PTAI seperti :.

a. Mimikri molekuler antara epitop antigenik dengan reseptor TSH;

b. Induksi molekul MHC kelas II

c. Molekul superantigen yang dibentuk oleh agen infeksi menginduksi sel T

Rokok, selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru, juga mempengaruhi

sistem imun. Merokok akan menginduksi aktivasi poliklonal sel B dan T, meningkatkan produksi

Interleukin-2 (IL-2), dan juga menstimulasi sumbu HPA. Merokok  akan meningkatkan risiko

kekambuhan penyakit Graves serta eksaserbasi oftalmopatia setelah pengobatan dengan iodium

radioaktif .

3.      Autoantigen dan autoantibodi tiroid

Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid

melalui mekanisme imun humoral dan seluler.Kerusakan seluler terjadi saat limfosit T yang

tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan membran sel, menyebabkan

lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang

bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel. Ada tiga autoantigen spesifik

yang dominan pada PTAI yaitu thyroid peroxidase (TPO), tiroglobulin, dan thyrotropin receptor

(TSHR). TPO, yang dulu disebut sebagai ”thyroid microsomal antigen”, merupakan enzim

utama yang berperan dalam hormogenesis tiroid.

Page 10: Asuhan keperawatan tiroiditis

Masih belum jelas apakah autoantibodi TPO atau TPO-specific T cells merupakan penyebab

utama inflamasi tiroid. Antibodi anti-TPO tidak menghambat aktivitas enzimatik TPO, oleh

karena itu bila antibodi tersebut berperan pada inflamasi tiroid, hanya sebatas sebagai petanda

(marker) penyakit dan tidak berperan langsung dalam terjadinya hipotiroid. Di lain pihak

beberapa studi menduga antibodi anti-TPO mungkin bersifat sitotoksik terhadap tiroid; antibodi

anti-TPO terlibat dalam proses destruksi jaringan yang menyertai hipotiroid pada tiroiditis

Hashimoto dan tiroiditis atrofik.

Berdasarkan fungsinya antibodi TSHR dikelompokkan menjadi:

a.       Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI), meningkatkan sintesis hormon tiroid;

b.      TSI-blocking immunoglobulin, menghambat TSI (atau TSH) dalam merangsang sintesis hormon

tiroid;

c.       Thyroid Growth Immunoglobulin (TGI), terutama merangsang pertumbuhan sel folikel;

d.      TGI blocking immunoglobulin, menghalangi TGI (atau TSH) merangsang pertumbuhan seluler

(misalnya pada miksedema).

Aktivitas berbagai antibodi TSHR tersebut dapat menjelaskan terjadinya diskrepansi antara

besar/ volume kelenjar tiroid dengan fungsinya; ada penderita dengan kelenjar tiroid besar tetapi

fungsinya normal atau rendah, atau sebaliknya.

Antibodi lain yang juga dapat ditemukan adalah antibodi terhadap koloid kedua (second colloid

antigen), antibodi terhadap permukaan sel selain reseptor TSH, antibodi terhadap hormon tiroid

T3 dan T4, serta antibodi terhadap antigen membran otot mata (disebut sebagai ophthalmic

immunoglobulin).

Dapat terjadi fluktuasi fungsi tiroid berupa konversi dari hiper- menjadi hipo-tiroidi, keadaan

yang disebut metamorphic thyroid autoimmunity. Contohnya konversi menjadi hipertiroid

Graves pada penderita yang sebelumnya menderita hipotiroid karena penyakit Hashimoto, dan

konversi dari tirotoksikosis menjadi eutiroid secara spontan pada penderita Graves; beberapa

mekanisme mungkin berperan.

4.      Mekanisme apoptosis

Terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa apoptosis berperan dalam PTAI – tiroiditis

Hashimoto dan penyakit Graves. Defek pada CD4(+), CD25(+) T regulatory cells akan merusak

Page 11: Asuhan keperawatan tiroiditis

(breaks) toleransi host dan menginduksi produksi abnormal sitokin yang akan menfasilitasi

apoptosis. Terdapat perbedaan mekanisme yang memediasi proses apoptosis pada HT dan GD,

yaitu pada HT akan terjadi destruksi tirosit sedangkan apoptosis pada GD akan mengakibatkan

kerusakan thyroid infiltrating lymphocytes. Perbedaan mekanisme apoptotik tersebut akan

mengakibatkan dua bentuk respons autotimun berbeda yang akhirnya akan menimbulkan

manifestasi tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves.

5.      Peran sitokin

Sitokin berperan penting dalam mengkoordinasikan reaksi imun; sitokin dapat bersumber dari

sistem imun maupun non-imun. Limfosit CD4+ Thelper terdiri dari sel Th1, terutama

memproduksi interferon-γ (IFNγ) dan interleukin-2 (IL-2), yang menimbulkan respon imun

langsung pada sel (cellmediated immunity). Sebaliknya, sel Th2 menghasilkan terutama IL-4, IL-

5, dan IL-13 yang akan mempromosikan respons imun humoral. Sel Th3 menghasilkan terutama

TGFβ yang mempunyai peranan protektif dan pemulihan dari penyakit autoimun.

Sitokin dapat meningkatkan reaksi inflamasi melalui stimulasi sel T dan B intratiroid dan

menginduksi perubahan pada sel folikel tiroid termasuk upregulasi MHC kelas I dan II, serta

ekspresi molekul adhesi. Sitokin juga merangsang sel folikel tiroid untuk menghasilkan sitokin,

Nitric Oxide (NO) dan Prostaglandin (PO), yang selanjutnya akan meningkatkan reaksi inflamasi

dan destruksi jaringan. Molekul ini juga memodulasi pertumbuhan dan fungsi sel folikel tiroid,

yang secara langsung akan berimplikasi terhadap disfungsi tiroid.

Sitokin mempunyai peranan pula dalam penyulit ekstratiroid, terutama thyroid-associated

ophthlamopathy (TAO). Sel T terkumpul di jaringan retrobulbar pada penderita dengan TAO; sel

T tersebut akan diaktivasi dan menghasilkan sitokin, yang akan memperluas proses inflamasi

melalui beberapa mekanisme termasuk peningkatan MHC kelas II, Heat Shock Protein (HSP),

molekul adhesi, dan ekspresi TSH-R di jaringan retrobulbar. Sitokin akan meningkatkan

proliferasi fibroblast secara lokal dan membantu pembentukan sel-sel radang baru, meningkatkan

reaksi inflamasi, serta juga meningkatkan akumulasi matriks ekstraseluler di jaringan orbita

melalui efek stimulatorik pada glycosaminoglycan (GAG) dan produksi inhibitor

metalloproteinase oleh fibroblast retrobulbar. Berdasarkan hal-hal di atas, memodulasi produksi

sitokin atau menghambat kerja sitokin di jaringan retrobulbar dapat dipertimbangkan untuk

menangani oftalmopati yang sampai saat ini sukar diobati.

Page 12: Asuhan keperawatan tiroiditis

F.     TANDA DAN GEJALA

Tergantung pada ciri-cirinya, gejala tiroiditis dapat meniru tiroid kurang aktif atau terlalu

aktif.Gejala-gejala ini bisa meliputi:

1.      Penurunan atau kenaikan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.

2.      Nyeri otot atau rasa lesu dan lemah.

3.      Depresi, gelisah atau cemas.

4.      Kelelahan atau sulit tidur.

5.      Detak jantung cepat.

6.      Sering buang air besar

7.      Keringat bertambah

8.      Periode menstruasi tidak teratur(pada wanita)

9.      Iritabilitas

10.  Kram otot

11.  Berat badan menurun

G.    PENATALAKSANAAN

tujuan terpi adalah mengembalikan inflamasi.Secara umum, preparat anti-inflamasi konsteroid

(NSAID) digunakan untuk menguirangi rasa sakit pada leher, panggunaan asam asetil salisilat

(aspirin) perlu dihindari bila gejala hipertiroidisme timbul, karena aspirin akan mengusir hormon

tiroid dari tempat penyikatannya hingga meningkatkan jumlah hormon tersebut dalam darah.

Preparat penyekat beta dapat digunakan untuk mengendalikan gejala hipertiroidisme.Preparat

antitiroidyg akan menyekat sintetis T3 dan T4 efektif untuk mengobati tiroiditis karena

tirotoksikosis, yang menyertai keadaan ini, terjadi akibat pelepasan hormon tiroid yang

tersimpan dan bukan akibat peningklatan siufesisunya, pada kasus-kasus yang lebih berat,

preparat kortikostroid oral kadang-kadang dapat diresepkan untuk meredakan rasa nyeri dan

mengurangi pembengkakan. Meskipun demikian, preparat tersebut biasnya tidak mempengaruhi

penyebab yang mendasari infeksi ini. Pada sebagian kasus, keadaan hipertiroidisme dapat terjadi

untuk sementara wktu dan memerlukan terapi penggantian dengan hormon tiroid. Pemantauan

lebih lanjut diperlikan untuk lebih lanjut diperluklan untuk mengetahuio pulihnya pasien pada

keadaan eutiroid.

Page 13: Asuhan keperawatan tiroiditis

Aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya (misalnya ibuprofen) bisa mengurangi

nyeri dan peradangan.

Pada kasus yang sangat berat, bisa diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) selama 6-8

minggu.

Jika pemberian kortikosteroid dihentikan, gejalanya sering kembali muncul.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      T4 dan T3 serum

2.      Tiroksin bebas

3.      Kadar TSH serum

4.      Ambilan isodium radioskopi

Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus, hipofise, tiroid, serum atau

jaringan perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan kadar T3 dan T4

serum dan T3 resin uptake. Pemeriksaan T3 resin uptake dilakukan untuk menilai perubahan

konsentrasi protein serum yang dapat merubah ikatan T3 dan T4, T4 merupakan hormon yang

lebih poten. Perubahan tiroxine-binding globulin (TBG) dan prealbumin dapat merubah

konsentrasi T4 bebas, dan sedikit merubah T3.

Peningkatan kadar T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis hipertiroid berat, sedangkan

pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam menentukan hipertiroid ringan. Radioimmunoassay TSH dan

tes stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul

tiroid mungkin memerlukan biopsi jarum dan eksplorasi bedah.

I.       KOMPLIKASI

1.      Hipotiroidisme & Hipertiroidisme

2.      Kerusakan pita suara (bisu)

3.      DM tipe 1

4.      Penyakit Addison

5.      Leukemia

6.      Sklerosis multiple

7.      Kanker gastric

Page 14: Asuhan keperawatan tiroiditis

J.      ASUHAN KEPERAWATAN

1.      PENGKAJIAN

Riwayat dan pemeriksaan kesehatan berfokus pada kekambuhan gejala yang berkaitan dengan

percepatan metabolisme.Hal ini mencakup keluhan keluarga dan pasien tentang kepekaan dan

peningkatan reaksi emosional.Penting juga untuk menentukan dampak dari perubahan ini yang

telah dialami dalam interaksi pasien dengan kelaurga, teman, dan rekan kerja.Riwayatnya

meliputi stresor lain dan kemampuan pasien untuk menghadapi stres.

Status nutrisi dan adanya gejala dikaji.Kekambuhan gejala berkaitan dengan output sistem saraf

berlebihan dan perubahan penglihatan dan penampilan mata.Oleh karena kemungkinan adanya

perubahan emosi yang berkaitan dengan hipertiroid, status emosi dan psikologi pasien

dievaluasi. Keluarga pasien mungkin memberikan informasi tentang perubahan terakhir dalam

status emosi pasien.

1.      Data Subjektif

Hipersekresi kelenjar tiroid menimbulkan efek yang hebat pada kemampuan pasien untuk

berfungsi, begitu pula pada proses-proses fisiologis.Perawat mengumpulkan data dari pasien atau

anggota keluarganya mengenai keadaan yang lalu dan keadaan sekarang : Tingkat energi,

kemampuan suasana hati dan mental,Kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari,

Kemampuan mengatasi stress, Intoleransi terhadap panas atau dingin, Asupan makanan, Pola

eliminasi.

Wawancara harus dapat membantu perawat mengetahui pemahaman pasien atau keluarganya

mengenai penyakit dan pengobatannya, dan mengenai perawatan yang diperlukan oleh pasien.

2.      Data Objektif

Pemeriksaan fisik awal harus mencakup keterangan pokok mengenai pasien : status mental

(kemampuan mengikuti pengarahan),status gizi, status kardiovaskular, karakteristik tubuh,

penampilan dan tektur kulit, penampilan mata dan gerakan ekstraokuler, adanya edema serta

lokasinya, penampilan leher dan gerakannya, lingkaran perut, ekstremitas.

3.      Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus, hipofise, tiroid, serum atau

jaringan perifer.Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan kadar T3 dan T4

serum dan T3 resin uptake. Pemeriksaan T3 resin uptake dilakukan untuk menilai perubahan

konsentrasi protein serum yang dapat merubah ikatan T3 dan T4, T4 merupakan hormon yang

Page 15: Asuhan keperawatan tiroiditis

lebih poten Perubahan tiroxine-binding globulin (TBG) dan prealbumin dapat merubah

konsentrasi T4 bebas, dan sedikit merubah T3.

Peningkatan kadar T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis hipertiroid berat, sedangkan

pemeriksaan T3 lebih sensitif dalam menentukan hipertiroid ringan. Radioimmunoassay TSH dan

tes stimulasi dapat membantu membedakan hipertiroid primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul

tiroid mungkin memerlukan biopsi jarum dan eksplorasi bedah.

4.      Dasar Data Pengkajian

a.       Aktifitas / istirahat

Gejala : insomnia, sensitivitas T, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan otot.

Tanda : atrofi otot.

b.      Sirkulasi

Gejala : palpitasi, nyeri dada (angina).

Tanda :disritma (vibrilasi atrium), irama gallop, mur-mur, peningkatan tekanan darah dengan

tekanan nada yang berat.Takikardi saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tiroksikosisi).

c.       Eliminasi

Gejala : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feces, diare.

d.      Integritas ego

Gejala : mengalami stres yang berat (emosional, fisik)

Tanda : emosi labil 9euforia sedang sampai delirium), depresi

e.       Makanan & cairan

Gejala : kehilangan berat badan mendadak, napsu makan meningkat, makan banyak, makannya

sering kehausan, mual, muntah.

Tanda : pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial.

f.       Neurosensori

Tanda : bicara cepat dan parau, gangguan status mental, perilaku (bingung, disorientasi, gelisah,

peka rangsang), tremor halus pada tangan, tanpa tujuan beberapa bagian tersentak-sentak,

hiperaktif refleks tendon dalam (RTP).

g.      Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri orbital, fotofobia.

h.      Pernapasan

Page 16: Asuhan keperawatan tiroiditis

Tanda : frekuensi pernapasan meningkat, takipnea, dispea, edema paru (pada krisis

tirotoksikosis).

i.        Keamanan

Gejala : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium

(mungkin digunakan saat pemeriksaan).

Tanda : suhu meningkat di atas 37,4ºC, diaforesis kulit halus, hangat dan kemerahan

Eksotalus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada

pretibial) yag menjadi sagat parah.

j.        Seksualitas

Tanda : penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan impoten.

Page 17: Asuhan keperawatan tiroiditis

DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnose keperawatam Tujuan & criteria hasil Intervensi rasional

1 Nyeri berhubungan

dengan proses inflamasi

Setelah mendapatkan

asuhan jeperawatan selama

3 x 24 jam diharapkan :

Nyeri berkurang,skala 0-2,

Tidak ada tanda-tanda

kesakitan,

1.Kaji lokasi dan skala nyeri

2.ajarkan manajemen nyeri ,

teknik napas dalam,& imajinasi

3.pantau kondisi pasien tiap 2

jam

4.colaburasi untuk pemberian

analgetik

1.untuk mengetahui lokasi dan berapa skala

2.untuk mengatasi rasa nyeri yang dialami,

3.untuk mengetahui kondisi pasien dan

mencegah terjadinya komplikasi yang tidak

diinginkan

4.dapat membantu mengurangi rasa nyeri

2 Hipertermi berhubungan

dengan proses inflamasi

Setelah mendapatkan

asuhan jeperawatan selama

3 x 24 jam diharapkan :

Suhu tubuh normal (36.5-

37.5 0 C)

Tidak ada tanda dehidrasi

Mukosa bibir lembab

1.Berikan kompres panas pada

ketiak

2.anjurkan klien untuk

menggunakan baju yang dapat

menyerap keringat

3.monitoring v/s

4.colaburasi untuk pemberian obat

1. dapat membantu proses penurunan panas

yang dialami pasien

2.karena kondisi tubuh yang lembab memicu

pertumbuhan jamur sehingga beresiko

menimbulkan komplikasi

3.sebagai indicator untuk mengetahui

perkembangan hipertermi

4.membantu menuunkan suhu tubuh pasien

3. Perubahan nutirsi kurang

dari keb.tubuh

berhubungan dengan

proses penyakit

Setelah mendapatkan

asuhan jeperawatan selama

3 x 24 jam diharapkan :

Porsi makan kembali

1.awasi pemasokan diet,berikan

makan sedikit tapi sering

2.berikan perawatan mulut

1.untuk menghindari mual dan muntah dan

memenuhi keb.nuteisi pasien

2. menghilangkan rasa tidak enak

Page 18: Asuhan keperawatan tiroiditis

normal

BB normal

Pemeriksaan lab.normal

dan tidak menunjukan

tanda-tanda malnutrisi

sebelum makan

3.anjurkan klien makan dalam

posisi duduk tegak

4.colaburasi dengan tim gizi

3.Mencegah tersedak

4.untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien