asuransi kesehatan
DESCRIPTION
forensikTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonimis.
Kesehatan merupakan salah satu bentuk hak asasi manusia. Hal tersebut
tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang
Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) yang menyatakan setiap orang berhak
atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya
dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan
perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas
jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda,
mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan
nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.1
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5
juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam
UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang
kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009
ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga
mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.1,2
Sebagai anggota dari komunitas peradaban dunia, Indonesia juga
memiliki tanggung jawab untuk mencapai target Millennium Development
Goals (MDGs) 2000–2015. Komitmen pencapaian MDGs ini telah dituangkan
dalam berbagai target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode
2010–2014. Dengan pencapaian target MDGs, diharapkan terjadi peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tetapi, sampai saat ini
Indonesia masih terbelit berbagai masalah di bidang yang strategis tersebut.
Jumlah penduduk miskin dengan status kesehatan yang rendah masih sangat
besar dan tekanan beban ganda penyakit semakin berat dengan meningkatnya
1
prevalensi penyakit degeneratif di tengah insidensi penyakit infeksi yang
masih tinggi. Dengan masuknya berbagai teknologi baru yang umumnya lebih
mahal, membuat biaya pelayanan kesehatan terus meningkat. Di sisi lain,
anggaran kesehatan yang tersedia masih terbatas dan belum memadai.1
Peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan diwujudkan
antara lain dengan menjalankan cara “hidup sehat”, penyelenggara berbagai
upaya/pelayanan kesehatan dan membiayai pemeliharaan kesehatan. Peran
serta masyarakat (termasuk swasta) dalam pembiayaan pemeliharaan
kesehatan terlaksana antara lain dengan bentuk, Pengeluaran biaya langsung
untuk kesehatan , Dana sehat, Asuransi sosial di bidang kesehatan yang
pendanaannya berasal dari iuran wajib para peserta, dan berbagai bentuk
pembiayan ksehatan pra -upaya swasta, yang sedang berkembang di
Indonesia.3
Peran masyarakat yang cukup besar dalam pembiayaan kesehatan ini
masih perlu di dorong agar dikelola dengan lebih efektif dan efisien, karena ¾
nya masih berupa pengeluaran biaya langsung yang tidak terencana dan masih
merupakan beban perorangan yang belum diringankan dengan usaha bersama
dan kekeluargaan.3
Asuransi kesehatan di Indonesia merupakan hal yang relatif baru bagi
kebanyakan penduduk Indonesia karena istilah asuransi kesehatan belum
menjadi perbendaharaan kata umum. Pemahaman tentang asuransi kesehatan
masih sangat beragam sehingga tidak heran -misalnya di masa lampau- banyak
orang yang menyatakan bahwa Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(JPKM) bukanlah asuransi kesehatan—hanya karena namanya memang
sengaja dipilih tidak menggunakan kata-kata asuransi. Pada pembahasan
sejarah asuransi kesehatan, harus disepakati terlebih dahulu batasan asuransi
kesehatan. Di banyak buku teks asuransi, asuransi kesehatan mencakup
produk asuransi kesehatan sosial maupun komersial. Asuransi kesehatan sosial
adalah asuransi yang wajib diikuti oleh seluruh atau sebagian penduduk
(misalnya pegawai), premi atau iurannya bukan nilai nominal tetapi prosentase
upah yang wajib dibayarkan, dan manfaat asuransi (benefit) ditetapkan
peraturan perundangan dan sama untuk semua peserta. Sedangkan asuransi
2
kesehatan komersial adalah asuransi yang dijual oleh perusahaan atau badan
asuransi lain, sifat kepesertaannya sukarela, tergantung kesediaan orang atau
perusahaan untuk membeli dan preminya ditetapkan dalam bentuk nominal
sesuai manfaat asuransi yang ditawarkan. Karena itu premi dan manfaat
asuransi kesehatan komersial sangat variasi dan tidak sama untuk setiap
peserta. Domain asuransi kesehatan mencakup berbagai program atau produk
asuransi yaitu penggantian uang atau pemberian pelayanan kesehatan, yang
disebabkan oleh penyakit, kecelakaan kerja, kecelakaan diri selain kecelakaan
kerja, penggantian penghasilan yang hilang akibat menderita penyakit atau
mengalami kecelakaan. Tampak bahwa obyek asuransi kesehatan sangat luas.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu asuransi?
2. Apa saja jenis-jenis asuransi?
3. Apa tujuan dari asuransi?
4. Aspek medikolegal asuransi apa saja?
III. TUJUAN
Tujuan Umum:
Mengetahui tentang asuransi kesehatan di Indonesia
Tujuan Khusus:
1. Mengetahui sejarah asuransi kesehatan.
2. Mengetahui jenis-jenis Asuransi.
3. Mengetahui unsur asuransi.
4. Mengetahui tujuan asuransi kesehatan.
5. Mengetahui kapan berlakunya asuransi.
6. Mengetahui prinsip dasar asuransi.
7. Mengetahui aspek medikolegal asuransi.
IV. MANFAAT
Referat ini diharapkan dapat menjadikan salah satu sumber referensi untuk
lebih mengenal dan memahami tentang asuransi kesehatan di Indonesia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
I. ASURANSI KESEHATAN
A. DEFINISI
Health Insurance : The payment for the excepted costs of a group resulting
from medical utilization based on the except ed expense incurred by the
group. The payment can be based on community or experience rating.1
Definisi di atas ada beberapa kata kunci yaitu :
1) Ada pembayaran, yang dalam istilah ekonomi ada suatu transaksi
dengan pengeluaran sejumlah uang yang disebut premi.
2) Ada biaya, yang diharapkan harus dikeluarkan karena penggunaan
pelayanan medik.
3) Pelayanan medik tersebut didasarkan pada bencana yang mungkin
terjadi yaitu sakit.
Keadaan sakit merupakan sesuatu yang tidak pasti (uncertainty), tidak
teratur dan mungkin jarang terjadi. Tetapi bila peristiwa tersebut benar-benar
terjadi, implikasi biaya pengobatan dapat demikian besar dan membebani
ekonomi rumah tangga. Kejadian sakit yang mengakibatkan bencana
ekonomi bagi pasien atau keluarganya biasa disebut catastrophic illness. 2
Menurut Pasal 246 KUHD/WvK, Asuransi adalah Perjanjian dengan mana
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari
suatu evenement (peristiwa tidak pasti). UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang
Usaha Perasuaransian (UU Asuransi), 11 Pebruari 1992, asuransi adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu
4
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka asuransi merupakan suatu bentuk
perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang
bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH
Perdata. Pasal 1774 KUH Perdata suatu persetujuan untung–untungan
(kansovereenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung
ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung
kepada suatu kejadian yang belum tentu. Jadi asuransi adalah sebuah
perjanjian yang bersifat untung-untungan.
B. SEJARAH ASURANSI
Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan sangat lambat
dibandingkan dengan perkembangan asuransi kesehatan di beberapa negara
tetangga di ASEAN. Penelitian yang seksama tentang faktor yang
mempengaruhi perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia tidak cukup
tersedia. Secara teoritis beberapa faktor penting dapat dikemukakan sebagai
penyebab lambatnya pertumbuhan asuransi kesehatan di Indonesia,
diantaranya deman (demand) dan pendapatan penduduk yang rendah,
terbatasnya jumlah perusahaan asuransi, dan buruknya kualitas fasilitas
pelayanan kesehatan. Penduduk Indonesia pada umumnya merupakan risk
taker untuk kesehatan dan kematian. Sakit dan mati dalam kehidupan
masyarakat Indonesia yang religius merupakan takdir Tuhan dan karenanya
banyak anggapan yang tumbuh di kalangan masyarakat Indonesia bahwa
membeli asuransi berkaitan sama dengan menentang takdir. Hal ini
menyebabkan rendahnya kesadaran penduduk untuk membeli atau mempunyai
asuransi kesehatan. Selanjutnya, keadaan ekonomi penduduk Indonesia yang
sejak merdeka sampai saat ini masih mempunyai pendapatan per kapita sekitar
$ 1.000 AS per tahun, sehingga tidak memungkinkan penduduk Indonesia
menyisihkan dana untuk membeli asuransi kesehatan maupun jiwa. Tingginya
deman dan rendahnya daya beli tersebut mengakibatkan tidak banyak
5
perusahaan asuransi yang menawarkan produk asuransi kesehatan. Selain itu,
fasilitas kesehatan sebagai faktor yang sangat penting untuk mendukung
terlaksananya asuransi kesehatan juga tidak berkembang secara baik dan
distribusinya merata. Sedangkan dari sisi regulasi, Pemerintah Indonesia
relatif lambat memperkenalkan konsep asuransi kepada masyarakat melalui
kemudahan perijinan dan kapastian hukum dalam berbisnis asuransi atau
mengembangkan asuransi kesehatan sosial bagi masyarakat luas.
C. JENIS-JENIS ASURANSI
1. Secara umum asuransi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
a. Asuransi Sosial
Asuransi sosial adalah asuransi yang diselenggarakan atau diatur oleh
pemerintah yang melindungi golongan ekonomi lemah dan menjamin
keadilan yang merata (equity). Keikutsertaan peserta atau nasabah
asuransi sosial adalah timbul secara wajib. Umumnya keikutsertaan ini
diwajibkan oleh Undang-Undang. Contoh dari asuransi sosial adalah
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang mana keikutsertaan dari
pekerja terhadap asuransi ini adalah wajib, selain itu juga terdapat
Asuransi Kesehatan (ASKES) yang keikutsertaannya adalah wajib bagi
pegawai negeri sipil (PNS) baik yang masih aktif ataupun yang telah
purna tugas. Dalam asuransi sosial, manfaat jaminan ditetapkan oleh
UU reatif sama bagi seluruh peserta, dengan tujuan pemenuhan
kebutuhan anggotanya. Jumlah premi asuransi sosial ditetapkan oleh
peraturan sesuai dengan jumlah upah atau pendapatan yaitu Equity
Egaliter. Equity Egaliter merupakan seseorang harus mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis yang ada pada
dirinya, tetapi membayar sesuai dengan kemampuan ekonominya,
Equity Egaliter cocok untuk asuransi di bidang kesehatan.
1) Keuntungan asuransi sosial
a) Pemenuhan kebutuhan unik seseorang.
b) Merangsang pertumbuhan perdagangan atau ekonomi
c) Kepuasan peserta relatif lebih tinggi
6
d) Produk akan sangat beragam sehingga memberikan pilihan bagi
konsumen.
2) Kelemahan asuransi sosial
a) Pool relatif kecil
b) Produk sangat beragam dan manajemen kompleks.
c) Menyediakan Equity Liberter
d) Biaya administrasi tinggi
e) Tidak mungkin mencapai cakupan universal
f) Secara makro tidak efesien
b. Asuransi Komersial
Asuransi Komersial yaitu asuransi yang mana keikutsertaan dari
pesertanya adalah bersifat sukarela atau tidak wajib , keikutsertaan dari
peserta asuransi komersial sepenuhnya adalah kehendak dari peserta itu
sendiri. Asuransi jenis ini secara umum dapat dibagi lagi menjadi dua
bagian , yang pertama adalah asuransi kerugian yang pada intinya
mengalihkan risiko atas kerugian seorang tertanggung pada
penanggung atas kepemilikkan barang, bisa rumah, kendaraan ataupun
barang. Sedang yang kedua adalah asuransi sejumlah uang, asuransi ini
lebih kepada hal yang berhubungan dengan risiko yang mungkin terjadi
dengan kesehatan ataupun jiwa.
Jadi asuransi komersial dimulai dari penyusunan paket yang
diperkirakan diminati pembeli, lalu dilakukan perhitungan premi untuk
dijual. Di Indonesia paket-paket yang dijual sangat bervariasi dari yang
hanya menjamin penyakit tertentu seperti penyakit kanker atau gagal
ginjal. Asuransi ini memfasilitasi equity liberter (You get what you pay
for). Pada polis asuransi perorangan ada peraturan tentang polis non
cancellable, yaitu perusahaan asuransi tidak boleh
menghentikan/membatalkan polis bahkan menaikkan premi jika
seorang peserta menderita suatu penyakit kronis.
2. SISTEM PEMBAYARAN ASURANSI :
7
a. Sesuai jasa per pelayanan (JPP)/ Fee for service
b. Tarif diskon
JASA PER PELAYANAN (JPP) :
1. Biaya ditetapkan setelah pelayanan diberikan
2. Fasilitas Kesehatan Menetapkan tarif pelayanan.
3. Cara pembayaran tradisional.
4. Penagihan berdasar pelayanan yang diberikan.
5. Sumber dana dari perorangan
SUMBER DANA JPP BISA DIDAPATKAN DARI :
1. Pasien ataupun keluarga pasien
2. Majikan atau perusahaan tempat pasien bekerja
3. Lembaga donor ( Peduli RCTI, Pundi amal SCTV)
BEBERAPA METODE PEMBAYARAN YANG DILAKUKAN OLEH
ASURANSI SESUAI DENGAN PERJANJIAN DENGAN PESERTA :
1. DEDUCTIBLE
a. Jumlah pengeluaran yang tercakup yang harus diajukan &
dibayarkan oleh pemegang asuransi sebelum manfaat bisa
diperoleh (biasanya memakai nominal Rupiah).
b. Tujuan : Membatasi penggantian pengeluaran-pengeluaran kecil
yang dapat ditanggung sendiri sehingga premi bisa ditekan lebih
rendah.
2. COINSURANCE
Perjanjian antara perusahaan asuransi dengan pemegang asuransi untuk
menanggung persentase tertentu, kerugian yang ditanggung setelah
deductible dibayar (biasanya berupa prosentase)
3. CO PAYMENT
Perjanjian dimana pemegang asuransi membayar jumlah tertentu untuk
pelayanan tertentu
4. CAST SHARING (PEMBAGIAN BIAYA)
8
Ketentuan polis yang membutuhkan pemegang asuransi untuk membayar,
melalui deductible dan co insurance sebagian pengeluaran asuransi
kesehatan mereka
Pembayaran juga dapat dilakukan oleh pasien secara per kasus yang dialami
oleh pasien seperti melahirkan dengan menggunakan seksio caessaria,
pembedahan usus buntu, ataupun sunat (khitan).
PENGELOLAAN KLAIM DI PELAYANAN KESEHATAN
1. Transaksi yang sudah di entry oleh petugas rumah sakit harus di verifikasi
setiap hari yang diketahui bersama antara petugas asuransi dan petugas rumah
sakit di bagian administrasi.
2. Verifikasi :
a) Kesesuaian data yang dimasukkan dengan bukti pendukung
b) Kesesuaian data yang dimasukkan dengan tarif dasar pelayanan
kesehatan
c) Kesesuaian antara diagnose dan permintaan pelayanan
d) Kesesuaian antara catatan medis
e) Kesesuaian permintaan pelayanan dengan diagnose serta indikasi
medis dengan kewajaran pemeriksaan penunjang
3. Jika ada yang tidak sesuai :
a) Buat catatan ketidaksesuaian
b) Lapor ke atasan
c) Konfirmasi dengan pihak penyedia asuransi dan membuat solusi
bersama
CARA PASIEN MELAKUKAN KLAIM :
1. Surat pengantar tagihan
a) Tanda tangan yang berhak mengajukan klaim
b) Rekapitulasi tagihan
2. Dokumen penunjang klaim seperti : tanda pengenal dan surat polis asuransi
9
CARA KERJA PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN
Prinsip umum asuransi sosial ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 40
tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yakni sebagai berikut:
1) kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit,
yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah;
2) kepesertaaan yang bersifat wajib dan tidak selektif;
3) iuran berdasarkan persentase upah atau penghasilan;
4) bersifat nirlaba
5) prinsip ekuitas yang berarti kesamaan dalam memperoleh pelayanan
sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak terikat dengan besaran
iuran yang telah dibayarkannya.
10
Perbedaan prinsip asuransi sosial dan asuransi komersial
PESERTA PROGRAM ASKES SOSIAL ADALAH :
1. Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil (tidak termasuk PNS
dan Calon PNS di Kementrian pertahanan, TNI/Polri), Calon PNS, Pejabat
Negara, Penerima Pensiun (Pensiunan PNS, Pensiunan PNS di lingkungan
Kementrian Pertahanan, TNI/Polri, Pensiunan Pejabat Negara), Veteran
( Tuvet dan Non Tuvet) dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarga*)
yang di tangggung.
2. Pegawai Tidak Tetap (Dokter/Dokter Gigi/Bidan – PTT, melalui SK Menkes
nomor 1540/MENKES/SK/XII/2002, tentang Penempatan Tenaga Medis
Melalui Masa Bakti Dan Cara Lain).
11
3. Pegawai dan Penerima pensiun PT. Kereta Api Indonesia (Persero) beserta
anggota keluarganya*)
*) Anggota Keluarga adalah :
1. Isteri / suami yang sah dari peserta yang mendapat tunjangan istri/suami
(Daftar isteri / suami yang sah yang tercantum dalam daftar gaji / slip gaji, dan
termasuk dalam daftar penerima pensiun/carik Dapem).
2. Anak (anak kandung / anak tiri / anak angkat) yang sah dari peserta yang
mendapat tunjangan anak, yang tercantum dalam daftar gaji/slip gaji, termasuk
dalam daftar penerima pensiun/carik Dapem, belum berumur 21 tahun atau
telah berumur 21 tahun sampai 25 tahun bagi anak yang masih melanjutkan
pendidikan formal, dan tidak atau belum pernah kawin, tidak mempunyai
penghasilan sendiri serta masih menjadi tanggungan peserta.
3. Jumlah anak yang ditanggung maksimal 2 (dua) anak sesuai dengan urutan
tanggal lahir, termasuk didalamnya anak angkat maksimal satu orang.
HAK PESERTA ASKES SOSIAL
1. Memperoleh Kartu Peserta.
2. Memperoleh penjelasan/informasi tentang hak, kewajiban serta tata cara
pelayanan kesehatan
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan PT Askes (Persero), sesuai dengan hak dan ketentuan yang berlaku.
4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis
ke Kantor PT Askes (Persero).
KEWAJIBAN PESERTA ASKES SOSIAL
1. Mengurus Kartu Peserta dan melaporkan perubahan data peserta.
2. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang
yang tidak berhak.
3. Melaporkan dan mengembalikan Kartu Peserta yang telah meninggal dunia ke
Kantor PT Askes (Persero).
4. Mengetahui dan mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
5. Membayar iuran sesuai dengan ketentuan pemerintah yang berlaku.
12
PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN (PPK) PT ASKES (PERSERO)
1. Pemberi Pelayanan Kesehatan Dasar , yaitu :
a) Puskesmas
b) Dokter Keluarga / Dokter Gigi Keluarga
c) Poliklinik Milik Institusi
d) Klinik 24 Jam
2. Pemberi Pelayanan Kesehatan Lanjutan, yaitu:
a) Rumah Sakit Umum Pemerintah,
b) RS Khusus Pemerintah (Jantung, Paru, Orthopedi, Jiwa, Kusta, Mata,
Infeksi, Kanker dll)
c) Rumah Sakit TNI/POLRI
d) Rumah Sakit Swasta
e) Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD)/PMI
f) Apotek / Instalasi Farmasi RS
g) Optikal
h) Balai Pengobatan Khusus (Paru, Mata, Indera, dll).
i) Laboratorium Kesehatan
j) Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya yang bekerja sama dengan PT Askes
(Persero)
JENIS PELAYANAN KESEHATAN YANG DIJAMIN PESERTA
ASKES SOSIAL
1. Pelayanan Kesehatan Dasar :
a) Konsultasi, penyuluhan, pemeriksaan medis dan pengobatan.
b) Pemeriksaan dan pengobatan gigi.
c) Tindakan medis kecil/sederhana.
d) Pemeriksaan penunjang diagnostik sederhana
e) Pengobatan efek samping kontrasepsi
f) Pemberian obat pelayanan dasar dan bahan kesehatan habis pakai.
g) Pemeriksaan kehamilan dan persalinan sampai anak kedua hidup.
h) Pelayanan imunisasi dasar.
13
i) Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Perawatan/Puskesmas dengan
Tempat Tidur.
2. Pelayanan Kesehatan Lanjutan :
a. Rawat Jalan
1) Konsultasi, pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis
2) Pemeriksaan Penunjang Diagnostik : Laboratorium, Rontgen/
Radiodiagnostik, Elektromedik dan pemeriksaan alat kesehatan canggih
sesuai ketentuan PT Askes (Persero).
3) Tindakan medis poliklinik dan rehabilitasi medis
4) Pelayanan obat sesuai Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan
ketentuan lain yang ditetapkan oleh PT Askes (Persero)
b. Rawat Inap
1) Rawat Inap di ruang perawatan sesuai hak Peserta.
2) Pemeriksaan, pengobatan oleh dokter spesialis.
3) Pemeriksaan Penunjang Diagnostik : Laboratorium, Rontgen/
Radiodiagnostik, Elektromedik dan pemeriksaan alat kesehatan
canggih sesuai ketentuan PT Askes (Persero).
4) Tindakan medis operatif.
5) Perawatan intensif (ICU, ICCU,HCU, NICU, PICU).
6) Pelayanan rehabilitasi medis.
7) Pelayanan obat sesuai Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan
ketentuan lain yang ditetapkan oleh PT Askes (Persero)
3. Pemeriksaan kehamilan, gangguan kehamilan dan persalinan sampai anak
kedua hidup.
4. Pelayanan Transfusi Darah dan Cuci Darah.
5. Cangkok (transplantasi) Organ.
6. Pelayanan Canggih sesuai ketentuan PT Askes (Persero)
7. Alat Kesehatan diberikan untuk Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kacamata ( 1 kali /2 tahun)
b. Gigi Tiruan (1 kali /2 tahun)
c. Alat Bantu Dengar (1 kali /2 tahun)
14
d. Kaki / tangan tiruan
e. Implant (alat kesehatan yang ditanam dalam tubuh) antara lain:
1) IOL (lensa tanam di mata).
2) Pen & Screw (alat penyambung tulang).
3) Mesh (alat yang dipasang setelah operasi hernia)
PELAYANAN YANG TIDAK DIJAMIN OLEH PT ASKES
(PERSERO)
Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti tata cara pelayanan yang ditetapkan
PT Askes (Persero)/Pelayanan kesehatan tanpa indikasi medis.
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas yang bukan jaringan
pelayanan kesehatan PT Askes (Persero), kecuali dalam keadaan gawat
darurat (emergency) dan kasus persalinan.
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
3. Obat-obatan diluar ketentuan PT Askes (Persero).
4. Bedah plastik kosmetik, termasuk obat-obatan.
5. Semua jenis pelayanan imunisasi diluar “imunisasi dasar” bagi bayi dan
balita (DPT, Polio, BCG, Campak) dan bagi ibu hamil (TT) yang
dilakukan di Puskesmas
6. Seluruh rangkaian pemeriksaan dalam usaha ingin mempunyai anak,
termasuk alat dan obat-obatnya.
7. Sirkumsisi tanpa indikasi medis.
8. Pemeriksaan kehamilan, gangguan kehamilan, tindakan persalinan, masa
nifas pada anak ketiga dan seterusnya.
9. Usaha meratakan gigi (Orthodontie), membersihkan karang gigi (scalling
gigi) dan pelayanan kesehatan gigi untuk kosmetik.
10. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat, alkohol dan
atau zat adiktif lainnya.
11. Gangguan kesehatan/penyakit akibat usaha bunuh diri atau dengan sengaja
menyakiti diri sendiri.
12. Kursi roda, tongkat penyangga, korset dan elastic bandage.
13. Kosmetik, toilettries, makanan bayi, obat gosok, vitamin, susu.
15
14. Lain-lain:
a) Biaya perjalanan/transportasi
b) Biaya sewa ambulans
c) Biaya pengurusan jenazah
d) Biaya fotocopy
e) Biaya telekomunikasi
f) Biaya kartu berobat
g) Biaya administrasi
JAMKESMAS
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992
tentang kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh
perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar
terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan
tidak mampu. Masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah
terjadi penularan penyakit karena berbagai kondisi seperti kurangnya kebersihan
lingkungan dan perumahan yang saling berhimpitan, perilaku hidup bersih masyarakat
yang belum membudaya, pengetahuan terhadap kesehatan dan pendidikan yang
umumnya masih rendah. JAMKESMAS adalah program bantuan sosial untuk
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini
diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan
pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Pada hakekatnya
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga
menghasilkan pelayanan yang optimal.
BPJS KESEHATAN
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (UU
No 24 Tahun 2011). BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
16
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan kesehatan.
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
1. DASAR HUKUM
a. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Kesehatan;
b. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial;
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan
2. HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA BPJS KESEHATAN
A. HAK PESERTA
1) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan
kesehatan;
2) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta
prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan; dan
4) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis
ke Kantor BPJS Kesehatan.
B. KEWAJIBAN PESERTA
1) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;
2) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian,
kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I;
17
3) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh
orang yang tidak berhak.
4) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
3. MANFAAT JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
Ada 2 (dua) manfaat Jaminan Kesehatan, yakni berupa pelayanan
kesehatan dan Manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans
hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi
tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Paket manfaat yang diterima dalam program JKN ini adalah komprehensive
sesuai kebutuhan medis. Dengan demikian pelayanan yang diberikan bersifat
paripurna (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) tidak dipengaruhi oleh
besarnya biaya premi bagi peserta. Promotif dan preventif yang diberikan dalam
konteks upaya kesehatan perorangan (personal care). Manfaat pelayanan promotif
dan preventif meliputi pemberian pelayanan:
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan
sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis
Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan
tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.
Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi
risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif
namun masih ada yang dibatasi, yaitu kaca mata, alat bantu dengar (hearing
aid), alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda dan korset). Sedangkan
yang tidak dijamin meliputi:
1) Tidak sesuai prosedur
2) Pelayanan diluar Faskes yang bekerjasama dengan BPJS
18
3) Pelayanan bertujuan kosmetik
4) General check up, pengobatan alternatif
5) Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, Pengobatan Impotensi
6) Pelayanan Kesehatan Pada Saat Bencana
7) Pasien Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan Untuk
Menyiksa Diri Sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba
5. PEMBIAYAAN
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan
(pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka
olehBPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkanjumlah
peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlahpelayanan kesehatan
yang diberikan.
Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS
Kesehatankepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan
jumlahpelayanan kesehatan yang diberikan.
Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-
CBG’sadalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada
FasilitasKesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan
kepadapengelompokan diagnosis penyakit.
Pembayar Iuran:
a.Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
b. Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja
dan Pekerja.
c.Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran
dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
d. Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan
Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial,
ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
19
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan
persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal
tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran
dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala
(paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari
libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran
iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total
iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan palinglambat tanggal 10
(sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat
dilakukan diawal.
BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai
dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan
pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi
Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan
pembayaran Iuran bulan berikutnya.
Iuran premi kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan pekerja informal. Besaran iuran bagi pekerja bukan penerima upah itu
adalah Rp25.500 per bulan untuk layanan rawat inap kelas III, Rp42.500 untuk kelas
II dan Rp59.500 untuk kelas I.
Untuk standar tarif pelayanan kesehatan pada Fasilitas kesehatan tingkat
pertama ada di lampiran 1.
BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS
Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s.
Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat
dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan
20
pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk
melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.
Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan
gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan
tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.
BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak
menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif
yang berlaku di wilayah tersebut
6. KEPESERTAAN
Beberapa pengertian:
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran. Pekerja adalah setiap orang
yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau
badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang
mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam
bentuk lainnya. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan
bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak
mampu yang terdiri atas:
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
21
f. Pegawai Swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima
upah.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing
yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan; dan
f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu
membayar Iuran.
4) Penerima pensiun terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d. Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.
f. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
1) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
2) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta,
dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau
belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan
pendidikan formal.
22
3) Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota
keluarga yang lain.
5) WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
6) Syarat pendaftaran
Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS.
7) Lokasi pendaftaran
Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat.
8) Prosedur pendaftaran Peserta
a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS
Kesehatan.
b. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri
sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya
sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
9) Hak dan kewajiban Peserta
Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan a)
identitas Peserta dan b) manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang
bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan.
Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk:
a) membayar iuran dan
b) melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan
identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.
10) Masa berlaku kepesertaan
a) Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan
membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.
b) Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal
dunia.
23
c) Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh Peraturan
BPJS.
11) Pentahapan kepesertaan
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap
pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan
Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota
keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya;
peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta
peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya.
Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai
Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019
7. PERTANGGUNG JAWABAN BPJS
BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima
lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah
tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan
memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi
Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat
non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan
yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti
asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang
dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas
perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan tersebut
tidak berlaku bagi peserta PBI.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS
Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan
31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada
24
Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun
berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif
melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak
yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun
berikutnya.
8. PELAYANAN BPJS
1. Jenis Pelayanan
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu
berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans
(manfaat non medis). Ambulanshanya diberikan untuk pasien rujukan dari
Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan.
2. Prosedur Pelayanan
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus
memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Bila
Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus
dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali
dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
3. Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi
syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib
memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman
tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang
tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.
4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan
yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui
proses kredensialing dan rekredensialing.
25
TUJUAN DAN SASARAN
TUJUAN PENYELENGGARAAN JAMKESMAS
1. TUJUAN UMUM :
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat
miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal
secara efektif dan efisien.
2.TUJUAN KHUSUS:
a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat
pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel
SASARAN
Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia
sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan
lainnya.
LANDASAN HUKUM
Pelaksanaan program JAMKESMAS berdasarkan pada :
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat
(1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara,
sedangkan ayat (3) bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495)
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286)
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Tahun 2004 No. 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355)
26
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400)
KEBIJAKAN OPERASIONAL
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat miskin mengacu pada prinsip-
prinsip:
a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan
derajat kesehatan masyarakat miskin.
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang ’cost
effective’ dan rasional.
c. Pelayanan Terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.
d. Transparan dan akuntabel.
KETENTUAN UMUM
Peserta Program JAMKESMAS adalah setiap orang miskin dan tidak mampu
selanjutnya disebut peserta JAMKESMAS, yang terdaftar dan memiliki kartu dan
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
ADMINISTRASI KEPESERTAAN
Administrasi kepesertaan meliputi: registrasi, penerbitan dan pendistribusian Kartu
sampai ke Peserta sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT Askes (Persero) dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Data peserta yang telah ditetapkan Pemda, kemudian dilakukan entry oleh PT
Askes (Persero) untuk menjadi database kepesertaan di Kabupaten/Kota.
2. Entry data setiap peserta meliputi antara lain :
a. nomor kartu,
b. nama peserta,
c. jenis kelamin
d. tempat dan tanggal lahir/umur
e. alamat
27
SASARANNASIONAL
SASARAN KUOTA KABUPATEN/KOTA
PENETAPAN SKBUPATI/WALIKOTA
BERDASARKAN KUOTA
PESERTA
ENTRY DATABASE
KEPESERTAAN
SINKRONISASI DATABPS KAB/KOTA
TERBIT
DISTRIBUSIKARTU
3. Berdasarkan database tersebut kemudian kartu diterbitkan dan didistribusikan
sampai ke peserta.
4. PT Askes (Persero) menyerahkan Kartu peserta kepada yang berhak, mengacu
kepada penetapan Bupati/Walikota dengan tanda terima yang ditanda tangani/cap
jempol peserta atau anggota keluarga peserta.
5. PT Askes (Persero) melaporkan hasil pendistribusian kartu peserta kepada
Bupati/Walikota, Gubernur, Departemen Kesehatan R.I, Dinas Kesehatan Propinsi
dan Kabupaten/ Kota serta Rumah Sakit setempat
ALUR REGISTRASI DAN DISTRIBUSI KARTU PESERTA
TATA LAKSANA PENDANAAN
KETENTUAN UMUM
1. Pendanaan Program JAMKESMAS merupakan dana bantuan sosial.
28
2. Pembayaran ke Rumah Sakit dalam bentuk paket, berdasarkan klaim.
Khusus untuk BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM pembayaran
paket disetarakan dengan tariff paket pelayanan rawat jalan dan atau
rawat inap Rumah Sakit.
3. Pembayaran ke PPK disalurkan langsung dari kas Negara melalui PT.
POS kePuskesmas dan KPPN melalui BANK ke Rumah
Sakit/BBKPM/BKMM/BKPM/BP4/BKIM
4. Peserta tidak boleh dikenakan iur biaya dengan alasan apapun.
SUMBER DAN ALOKASI DANA PROGRAM
Sumber Dana berasal dari APBN sektor Kesehatan Tahun Anggaran 2008
untuk dan kontribusi APBD. Pemerintah daerah berkontribusi dalam
menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin di daerah masing-masing meliputi antara lain :
2. Masyarakat miskin yang tidak masuk dalam pertanggungan
kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).
3. Selisih harga diluar jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan tahun
2008.
4. Biaya transportasi rujukan dan rujukan balik pasien maskin dari RS
Kabupaten/ Kota ke RS yang dirujuk. Sedangkan biaya transportasi
rujukkan dari puskesmas ke RS /BKMM/ BBKPM/ BKPM/ BP4/
BKIM ditanggung oleh biaya operasional Puskesmas.
5. Penanggungan biaya transportasi pendamping pasien rujukan.
6. Pendamping pasien rawat inap.
7. Menanggulangi kekurangan dana operasional Puskesmas.
Dana program dialokasikan untuk membiayai kegiatan pelayanan kesehatan
dan manajemen operasional program JAMKESMAS dengan rincian sebagai
berikut :
1. Dana Pelayanan Kesehatan masyarakat miskin di:
a. Puskesmas dan jaringannya,
b. Rumah Sakit,
c. Rumah Sakit Khusus
29
d. Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM),
e. Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM),
f. Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM),
g. Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4),
h. Balai Kesehatan Indra Masyarakat (BKIM).
2. Dana manajemen operasional:
a. Administrasi kepesertaan,
b. Koordinasi Pelaksanaan dan Pembinaan program,
c. Advokasi, Sosialisasi,
d. Rekruitmen dan Pelatihan,
e. Monitoring dan Evaluasi Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat,
f. Kajian dan survey,
g. Pembayaran honor, investasi dan operasional,
h. Perencanaan dan pengembangan program,
JAMKESDA
PENGERTIAN
JAMKESDA adalah program jaminan bantuan pembayaran biaya pelayanan
kesehatan yang diberikan Pemerintah Daerah kepada masyarakat yang
berdomisili didaerah tersebut. Sasaran Program Jamkesda adalah seluruh
masyarakat yang tinggal didaerah tersebut yang belum memiliki jaminan
kesehatan berupa Jamkesmas, ASKES dan asuransi kesehatan lainnya.
TUJUAN
1. Tujuan Umum Penyelenggaraan Jamkesda
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh
masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Terselenggaranya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit serta Puskesmas
dan jaringannya termasuk pertolongan persalinan
b. Terselenggaranya pengendalian rujukan kasus
30
c. Terkendalinya biaya dan mutu dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan
d.Terselenggaranya manajemen pengelolaan keuangan yang transparan dan
akuntabel
SASARAN
Seluruh penduduk yang tinggal didaerah yang menyelenggarakan Jamkesdan
tersebut, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya
(Askes sosial / komersial, Jamsostek dan asuransi swasta).
LANDASAN HUKUM
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
KEBIJAKAN OPERASIONAL
1. Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) adalah salah satu bentuk perlindungan
social untuk menjamin seluruh penduduknya agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak (dalam hal ini kebutuhan akan hidup sehat).
2. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi
sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
3. Penyelenggaraan Jamkesda mengacu pada prinsip-prinsip :
a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan semata-mata untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medic yang
cost effective dan rasional.
c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas
d. Transparan dan akuntabel
JAMSOSTEK
31
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan
kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti
halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan
sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh
peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
SEJARAH DAN LANDASAN HUKUM
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang,
dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan
Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan
bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang
pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan
Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok
Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin
transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum,
bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu
tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33
tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang
mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti
program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah
penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT
Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program
Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi
tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus
penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya
penghasilan yang hilang, akibat risiko social.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan
32
Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini
berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada
pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun
produktivitas kerja.
Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative Tenaga Kerja
di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero) memberikan
perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya.
Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya
bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam
meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan
perkembangan masa depan bangsa.
PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah program Jamsostek yang
membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari
pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu
peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap
tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu
Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Manfaat JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang
sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.
JUMLAH IURAN YANG HARUS DIBAYARKAN
Iuran JPK dibayar oleh perusahaan dengan perhitungan sebagai berikut:
a) Tiga persen (3%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 1 juta ) untuk tenaga kerja
lajang
33
b) Enam persen (6%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 1 juta ) untuk tenaga kerja
berkeluarga
c) Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp 1.000.000,
CAKUPAN PROGRAM
Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang
diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan pelayanan sebagai
berikut:
1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama, adalah pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai
Pengobatan atau Dokter praktek solo
2. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan), adalah pemeriksaan dan pengobatan
yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai
dengan indikasi medis
3. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap
Rumah Sakit
4. Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada
tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program JPK
maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).
5. Pelayanan Khusus, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan
untuk mengembalikan fungsi tubuh
6. Emergensi, Merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan
segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.
HAK-HAK PESERTA PROGRAM JPK:
1. Memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang optimal dan menyeluruh, sesuai kebutuhan dengan standar pelayanan yang
ditetapkan, kecuali pelayanan khusus seperti kacamata, gigi palsu, mata palsu, alat
bantu dengar, alat Bantu gerak tangan dan kaki hanya diberikan kepada tenaga
kerja dan tidak diberikan kepada anggota keluarganya
34
2. Bagi Tenaga Kerja berkeluarga peserta tanggungan yang diikutkan terdiri dari
suami/istri beserta 3 orang anak dengan usia maksimum 21 tahun dan belum
menikah
3. Memilih fasilitas kesehatan diutamakan dalam wilayah yang sesuai atau
mendekati dengan tempat tinggal
4. Dalam keadaan Emergensi peserta dapat langsung meminta pertolongan pada
Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang ditunjuk oleh PT Jamsostek
(Persero) ataupun tidak.
5. Peserta berhak mengganti fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I bila dalam
Kartu Pemeliharaan Kesehatan pilihan fasilitas kesehatan tidak sesuai lagi dan
hanya diizinkan setelah 6 (enam) bulan memilih fasilitas kesehatan rawat jalan
Tingkat I, kecuali pindah domisili.
6. Peserta berhak menuliskan atau melaporkan keluhan bila tidak puas terhadap
penyelenggaraan JPK dengan memakai formulir JPK yang disediakan
diperusahaan tempat tenaga kerja bekerja, atau PT. JAMSOSTEK (Persero)
setempat.
7. Tenaga kerja/istri tenaga kerja berhak atas pertolongan persalinan kesatu, kedua
dan ketiga.
8. Tenaga kerja yang sudah mempunyai 3 orang anak sebelum menjadi peserta
program JPK, tidak berhak lagi untuk mendapatkan pertolongan persalinan.
KEWAJIBAN PESERTA PROGRAM JPK
1. Menyelesaikan Prosedur administrasi, antara lain mengisi formulir Daftar
Susunan Keluarga (Formulir Jamsostek 1a)
2. Menandatangani Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK)
3. Memiliki Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan
4. Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan
5. Segera melaporkan kepada PT JAMSOSTEK (Persero) bilamana terjadi
perubahan anggota keluarga misalnya: status lajang menjadi kawin, penambahan
anak, anak sudah menikah dan atau anak berusia 21 tahun. Begitu pula sebaliknya
apabila status dari berkeluarga menjadi lajang
35
6. Segera melaporkan kepada Kantor PT JAMSOSTEK (Persero) apabila Kartu
Pemeliharaan Kesehatan (KPK) milik peserta hilang/rusak untuk mendapatkan
penggantian dengan membawa surat keterangan dari perusahaan atau bilamana
masa berlaku kartu sudah habis
7. Bila tidak menjadi peserta lagi maka KPK dikembalikan ke perusahaan
HAL-HAL YANG TIDAK MENJADI TANGGUNG JAWAB BADAN
PENYELENGGARA (PT JAMSOSTEK (PERSERO)
1. Peserta
a) Dalam hal tidak mentaati ketentuan yang berlaku yang telah
ditetapkan oleh Badan Penyelenggara
b) Akibat langsung bencana alam, peperangan dan lain-lain
c) Cidera yang diakibatkan oleh perbuatan sendiri, misalnya percobaan
bunuh diri, tindakan melawan hukum
d) Olah raga tertentu yang membahayakan seperti: terbang layang,
menyelam, balap mobil/motor, mendaki gunung, tinju, panjat tebing,
arum jeram
e) Tenaga kerja yang pada permulaan kepesertaannya sudah
mempunyai 3 (tiga) anak atau lebih, tidak berhak mendapatkan
pertolongan persalinan
2. Pelayanan Kesehatan
a) Pelayanan kesehatan diluar fasilitas yang ditunjuk oleh Badan
Penyelenggara JPK, kecuali kasus emergensi dan bila harus rawat inap,
ditanggung maksimal 7 hari perawatan sesuai standar rawat inap yang
telah ditetapkan
b) Imunisasi kecuali Imunisasi dasar pada bayi
c) General Check Up/Check Up/Regular Check Up (termasuk papsmear)
d) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan di luar negeri
e) Penyakit yang disebabkan oleh penggunaan alkohol/narkotik
f) Penyakit Kanker (terhitung sejak tegaknya diagnosa)
36
g) Penyakit atau cidera yang timbul dari atau berhubungan dengan tugas
pekerjaan (Occupational diseases/accident)
h) Sexual transmited diseases termasuk AIDS RELATED COMPLEX
i) Pengguguran kandungan tanpa indikasi medis termasuk kesengajaan
j) Kelainan congential/herediter/bawaan yang memerlukan pengobatan
seumur hidup, seperti: debil, embesil, mongoloid, cretinism, thalasemia,
haemophilia, retardasi mental, autis
k) Pelayanan untuk Persalinan ke 4 (empat) dan seterusnya termasuk segala
sesuatu yang berhubungan dengan proses kehamilan pada persalinan
tersebut
l) Pelayanan khusus (Kacamata, gigi palsu, prothesa mata, alat bantu dengar,
prothesa anggota gerak) hilang/rusak sebelum waktunya tidak diganti
m) Khusus akibat kecelakaan kerja tidak menjadi tanggung jawab
Penyelenggara JPK
n) Haemodialisa termasuk tindakan penyambungan pembuluh darah untuk
hemodialisa
o) Operasi jantung berserta tindakan-tindakan termasuk pemasangan dan
pengadaan alat pacu jantung, kateterisasi jantung termasuk obat-obatan
p) Katerisasi jantung sebagai tindakan Therapeutik (pengobatan)
q) Transpalantasi organ tubuh misalnya transplantasi sumsum tulang
r) Pemeriksaan-pemeriksaan dengan menggunakan peralatan canggih/baru
yang belum termasuk dalam daftar JPK, antara lain: MRI (Magnetic
Resonance Immaging), DSA (Digital Substraction Arteriography),
TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes)
s) Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi
tabung
3. Obat-obatan:
a) Semua obat/vitamin yang tidak ada kaitannya dengan penyakit
b) Obat-obatan kosmetik untuk kecantikan termasuk operasi keloid yang
bukan atas indikasi medis
c) Obat-obatan berupa makanan seperti susu untuk bayi dan sebagainya
37
d) Obat-obatan gosok sepeti kayu putih dan sejenisnya
e) Obat-obatan lain seperti: verban, plester, gause stril
f) Pengobatan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi tabung dan obat-
obatan kanker
4. Pembiayaan :
a) Biaya perjalanan dari dan ke tempat berobat
b) Biaya perjalanan untuk mengurus kelengkapan administrasi kepesertaan,
jaminan rawat dan klaim
c) Biaya perjalanan untuk memperoleh perawatan/pengobatan di Rumah sakit
yang ditunjuk.
d) Biaya perawatan emergensi lebih dari 7 (hari) diluar fasilitas yang sudah
ditunjuk oleh Badan Penyelenggara JPK
e) Biaya Perawatan dan obat untuk penyakit lebih dari 60 hari/kasus/tahun
sudah termasuk perawatan khusus (ICU, ICCU, HCU, HCB, ICU, PICU)
pada penyakit tertentu sehingga memerlukan perawatan khusus lebih dari
20 hari/kasus/tahun
f) Biaya tindakan medik super spesialistik
g) Batas waktu pengajuan klaim paling lama 3 (tiga) bulan setelah
perusahaan melunasi tunggakan iuran, selebihnya akan ditolak
D. UNSUR ASURANSI
Asuransi harus mencakup unsur-unsur berikut ini:
1. Penanggung dan tertanggung, atau disebut juga sebagai Subjek Hukum
2. Persetujuan antara si penanggung dan tertanggung
3. Benda asuransi dan kepentingan si tertanggung
4. Tujuan
5. Premi dan resiko
6. Peristiwa yang tidak pasti dan ganti rug
7. Syarat-syarat
8. Polis asuransi.
38
E. TUJUAN ASURANSI
1. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang
mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi
kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada
penanggung.
2. Pembayaran Ganti KerugianJika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi
peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian),
maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya
seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang
timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa
kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan
asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang
sungguh-sungguh diderita.
F. BERLAKUNYA ASURANSI
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat
ditutupnya asuransiwalaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi
dalam prakteknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau
ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya premi.
Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku,
penanggung atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi (Pasal
255 KUHD/WvK).
G. PRINSIP DASAR ASURANSI
Ada 6 prinsip dasar asuransi yang melandasi hukum Asuransi yang
perlu diketahui oleh para pengguna asuransi ataupun perusahaan penyedia
asuransi:
1. Insurable Interest adalah hak pertanggungan yang muncul dari hubungan
keuangan dan diakui oleh hukum.
39
2. Utmost good faith memaksudkan segala sesuatu yang dipertanggungkan
yang harus diungkapkan secara detil dan lengkap. Oleh karena itu, kedua
belah pihak harus jujur mengenai objek yang dipertanggungkan.
3. Proximate cause adalah kejadian yang tidak terduga yang menyebabkan
kerugian, tentu tanpa adanya intervensi yang menyebabkan kerugian tersebut.
4. Indemnity adalah tanggung jawab penanggung untuk mengembalikan posisi
finansial si tertanggung ke posisi semula sebelum terjadi kerugian.
5. Subrogation adalah hak tuntut yang dimiliki oleh tertanggung kepada si
penanggung, atau sering disebut sebagai 'klaim'.
6. Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya
untuk kerja sama.
H. HUKUM ASURANSI TENTANG PREMI DAN POLIS
Dalam Hukum Asuransi dikenal kata premi dan polis, yakni dimana
premi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh si tertanggung sebagai
imbalan jasa si penanggung. Sementara, polis adalah akta atau perjanjian
antara si penanggung dan tertanggung.
I. HUKUM ASURANSI TENTANG RESIKO DAN EVENEMENT
Dalam hukum Asuransi dikenal istilah resiko dan evenement yang adalah
peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan manusia yang bisa terjadi secara tidak
terduga dan hasilnya kerugian. Oleh karena itu, perusahaan Asuransi
menggunakan ilmu aktuaria yang berdasarkan pada statistik dan probabilitas,
namun harus berlandaskan pada Hukum Asuransi.
J. ASPEK MEDIKOLEGAL
Hukum asuransi di Indonesia dibawa oleh Pemerintah Kolonial
Belanda yang tertuang dalam kodifikasi Wetboek Van Koophandel (Kitab
Undang Undang Hukum Dagang). Dalam WvK/KUHD diatur tentang
Asuransi Komersial. Lebih lanjut tentang Usaha Perasuransian diatur dalam
UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuaransian (UU Asuransi), 11
40
Pebruari 1992, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13.
Kini, seiring dengan perkembangan zaman, yaitu :
1. Penjelasan Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 1992 menyatakan :
“...selain pengelompokan jenis usaha, usaha asuransi dapat pula dibagi
berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu yang bersifat sosial dan yang bersifat komersial...”
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor
X/MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial
Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan
terpadu.
3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H
ayat (3), hasil amandemen kedua 18 Agustus 2000, yang menyatakan: “Setiap orang
berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat”; dan
4. Pasal 34 ayat (2), hasil amandemen keempat 11 Agustus 2002, yang
menyatakan : “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan”; maka dI Indonesia selain Asuransi Komersial, dikenal juga
dengan Asuransi Sosial/Jaminan Sosial. Dengan demikian prinsip-prinsip hukum
asuransi komersial (Lex generalis) juga berlaku bagi asuransi sosial (lex specialis),
sepanjang tidak diatur lain oleh peraturan di lingkungan asuransi sosial/jaminan
sosial.
1) ASPEK HUKUM ASURANSI KOMERSIAL
Asuransi komersial diatur dalam :
a) Burgerlijk Wetboek/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Staatsblad
Tahun 1847 Nomor 23);
b) Wetboek Van Koophandel/Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23, sebagaimana telah beberapa kali
dirubah, terakhir dengan UU Nomor 4 Tahun 1971 Tentang Perubahan
Dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara 2959);
41
c) Undang Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian;
d) Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang terdapat di Peraturan
Pemerintah No. 73 Tahun 1992;
e) Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 yang berisikan tentang
perubahan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992;
f) KMK No. 426/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;
g) KMK No. 425/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan dan
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi;
h) KMK No. 423/KMK/2003 yang berisi tentang Pemeriksaan
Perusahaan Perasuransian
2) ASPEK HUKUM ASURANSI SOSIAL
a) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
b) UU RI Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);
c) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan;
d) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan;
e) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2013
Tentang Pelayanan Kesehatan Tertentu;
f) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun
2013 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan;
g) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun
2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional;
42
Pasal 246 KUHD/WvK dan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 2 Tahun 1992
Tentang Usaha Perasuaransian (UU Asuransi) Asuransi adalah
perjanjian, sedangkan berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 19 ayat (1) yang menyatakan :
“Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas”; Sedangkan Penjelasannya
menyatakan : “Prinsip asuransi sosial meliputi:
1. kegotongroyongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan
sakit, yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah;
2. kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif;
3. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan;
4. bersifat nirlaba.
ASPEK PIDANA ASURANSI
Dalam sistem hukum pidana di Indonesia dikenal asas legalitas yang
tercantum pada Pasal 1 KUHP, yaitu : “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada lebih
dahulu” (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege) Maka ada tidaknya aspek
pidana di dalam perasuransian harus dikembalikan kepada UU yang mengaturnya.
1. UU Nomor 2 Tahun 1992 Pasal 21 :
(1) Barang siapa menjalankan atau menyuruh menjalankan kegiatan usaha
perasuransian tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diancam dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp
2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa menggelapkan premi asuransi diancam dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
(3) Barang siapa menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau
mengagunkan tanpa hak, kekayaan Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua
milyar lima ratus juta rupiah).
43
(4) Barang siapa menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan, atau menjual
kembali kekayaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang
diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang- barang tersebut adalah kekayaan
Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
(5) Barang siapa secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas
dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau
Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). Pasal
22 Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21, terhadap perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan
Undangundang ini dan peraturan pelaksanaannya dapat dikenakan sanksi
administratip, ganti rugi, atau denda, yang ketentuannya lebih lanjut akan ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 23 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 adalah kejahatan. Pasal 24 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 dilakukan oleh atau atas nama suatau badan hukum atau badan usaha
yang bukan merupakan badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan terhadap
badan tersebut atau terhadap mereka yang memberikan perintah untuk melakukan
tindak pidana itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak
pidana itu maupun terhadap kedua-duanya.
SJSN-BPJS
a. Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN ternyata tidak diketemukan tentang
KETENTUAN PIDANA.
b. Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS diketemukan tentang KETENTUAN
PIDANA, yaitu:
(1) Pasal 54
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar larangan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k,
huruf l, atau huruf m dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
44
dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 52
huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf m adalah larangan :
g. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu
laporan dalam buku catatan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan
usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
h. menyalahgunakan dan/atau menggelapkan aset BPJS dan/atau Dana Jaminan
Sosial;
i. melakukan subsidi silang antarprogram;
j. menempatkan investasi aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial pada jenis
investasi yang tidak terdaftar pada Peraturan Pemerintah;
k. menanamkan investasi kecuali surat berharga tertentu dan/atau investasi
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan sosial;
l. membuat atau menyebabkan adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan atau
dalam laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan
transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial; dan/atau
m. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan
adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, atau dalam dokumen
atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan pembukuan BPJS
dan/atau Dana Jaminan Sosial.
(2) Pasal 55
Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 19 ayat
(1) dan (2) : (1) Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta
dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS. (2) Pemberi Kerja wajib
membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. (3)
UU Nomor 20 – 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena aset
BPJS adalah aset negara (walau sudah dipisahkan) berdasarkan Pasal 41 UU 24
Tahun 2011 :
Pasal 41 (1) Aset BPJS bersumber dari:
a. modal awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan
dan tidak terbagi atas saham;
45
b. hasil pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program
jaminan sosial;
c. hasil pengembangan aset BPJS;
d. dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau
e. sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 42 UU
24 Tahun 2011 Tentang BPJS : Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-
masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1) Tenggang waktu membayar Klaim oleh BPJS
Pasal 24 UU 40 Tahun 2004
(2) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan alas
pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak
permintaan pembayaran diterima.
Penjelasan Pasal 24 Ayat (2) Ketentuan ini menghendaki agar Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial membayar fasilitas kesehatan secara efektif dan efisien. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dapat memberikan anggaran tertentu kepada suatu
rumah sakit di suatu daerah untuk melayani sejumlah peserta atau membayar
sejumlah tetap tertentu per kapita per bulan (kapitasi). Anggaran tersebut sudah
mencakup jasa medis, biaya perawatan, biaya penunjang, dan biaya obat-obatan yang
penggunaan rincinya diatur sendiri oleh pimpinan rumah sakit. Dengan demikian,
sebuah rumah sakit akan lebih leluasa menggunakan dana seefektif dan seefisien
mungkin. Maka UU Anti Korupsi berlaku.
46
BAB III
CONTOH KASUS
Kamis, 08 Januari 2015 | 10:03
“Advokasi BPJS Watch: Masih Terjadi Pelanggaran Hak Rakyat untuk
Dapatkan Layanan Kesehatan” Tiap hari, Kantor BPJS Kesehatan Cabang Bekasi
dipenuhi antrean warga yang mengurus keanggotaan JKN. (Suara Pembaruan/Mikael
Niman)
Jakarta - Koordinator Advokasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Watch, Timboel Siregar, mengatakan, saat ini masih terjadi banyak pelanggaran hak-
hak konstitusional rakyat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik,
terutama peserta BPJS Kesehatan. Etika dan disiplin profesi tenaga kesehatan sudah
terkikis, karena tenaga kesehatan lebih mendahulukan materi, daripada kemanusiaan.
"Di akhir 2014, pasien bernama Rokayah (Nomor BPJS 0000375768483),
yang berumur 60 tahun, awalnya ditolak RSUD Cengkareng, Jakarta Barat.
Alasannya, kamar penuh. Keluarga pasien tidak percaya, lalu mendatangi kamar satu
persatu. Ternyata ada dua kamar dengan 8 tempat tidur kosong di RSUD Cengkareng
dan sempat difoto oleh keluarga. Setelah menunjukan foto-foto kamar tidur yang
kosong, RSUD Cengkareng tidak bisa mangkir lagi dan akhirnya memberikan kamar
rawat pada pasien," ujar Timboel, Jakarta, Kamis (8/1).
Satu kasus lagi terjadi di awal 2015. Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek
(RSUD AM) diduga kuat mengusir seorang pasien tidak mampu, bernama Winda Sari
(25) dari ruang perawatan. Pasien itu kemudian dibawa pulang oleh keluarganya
dengan menggunakan gerobak sampah.
Winda Sari, yang sehari-hari bermatapencaharian sebagai pemulung di Bandar
Lampung, dirawat di ruang Anyelir RSUD AM sejak enam hari lalu. Ia menderita
luka-luka di kakinya akibat ditabrak mobil. Meski belum sembuh, Minggu (4/1) sore,
pihak rumah sakit minta keluarga membawa pulang Winda Sari.
Menurut Timboel, pemulung, gelandangan, anak yatim piatu, penghuni lapas
sudah dijamin oleh APBN menjadi peserta BPJS Kesehatan, pada saat peluncuran
Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.
47
DASAR HUKUM
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Sosial Kesehatan tentang Hak dan Kewajiban Peserta
Pasal 24
Hak dan kewajiban setiap peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d
menjamin terselenggaranya Jaminan Kesehatan oleh BPJS Kesehatan kepada peserta.
Pasal 25
(1) Setiap peserta mempunyai hak untuk:
a. mendapatkan identitas peserta;
b. mendapatkan Nomor Virtual Account ;
c. memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan;
d. memperoleh manfaat Jaminan Kesehatan;
e. menyampaikan pengaduan kepada Fasilitas Kesehatan dan/atau BPJS Kesehatan
yang bekerja sama;
f. mendapatkan informasi pelayanan kesehatan; dan
g. mengikuti program asuransi kesehatan tambahan.
(2) Manfaat Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan
obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis
yang diperlukan dan dilakukan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Pasal 26
Setiap peserta wajib:
a. membayar iuran;
b. melaporkan perubahan data kepesertaan;
c. melaporkan perubahan status kepesertaan; dan
d. melaporkan kerusakan dan/atau kehilangan kartu identitas Peserta Jaminan
Kesehatan.
48
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Keadaan sakit merupakan sesuatu yang tidak pasti (uncertainty), tidak teratur,
dan mungkin jarang terjadi. Namun bila peristiwa tersebut benar-benar terjadi,
kemungkinan biaya pengobatan dapat demikian besar dan membebani
ekonomi rumah tangga. Ditambah lagi dengan keadaan ekonomi penduduk
Indonesia yang sejak merdeka hingga saat ini masih mempunyai pendapatan
perkapita sekitar $1.000 AS pertahun, sehingga tidak memungkinkan
penduduk Indonesia menyisihkan dana untuk membeli asuransi kesehatan
maupun jiwa. Tingginya deman dan rendahnya daya beli tersebut
mengakibatkan tidak banyak perusahaan asuransi yang menawarkan produk
asuransi kesehatan.
2. Menurut pasal 246 KUHD/WvK, asuransi adalah perjanjian dimana
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat
suatu evenement (peristiwa tidak pasti). Maka dengan demikian Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor
X/MPR/2001 menugaskan presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial
Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan
terpadu.
3. Asuransi secara umum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu asuransi
sosial yang diatur oleh pemerintah untuk melindungi golongan ekonomi lemah
dan menjamin keadilan yang merata, dan asuransi komersial yang mana
keikutsertaan dari pesertanya adalah bersifat sukarela atau tidak wajib.
4. Hukum tentang usaha perasuransian diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 1992
Tentang Usaha Perasuransian (UU Asuransi), 11 Pebruari 1992, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13.
49
B. SARAN
Setelah mengkaji asuransi kesehatan di Indonesia dari aspek medikolegal, kami
menyarankan:
1. Agar pemerintah lebih memeperhatikan pelayanan jaminan kesehatan di
masyarakat dengan berbagai permasalahan yang ada.
2. Agar pemerintah lebih mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai
program-program jaminan kesehatan yang ada, baik kepada masyarakat
kurang mampu akan program Jamkesmas dan masyarakat menengah akan
Asuransi-asuransi kesehatan di Indonesia.
3. Bagi masyarakat menengah dan menengah keatas agar lebih sadar diri untuk
tidak menyalahgunakan jaminan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah
untuk rakyat kurang mampu.
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pegangan Sosialisasi:
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku FAQ (Frequently
Asked Questions): BPJS Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2013.
4. Jacobs, P. 1997. The Economics of Health Care. Gaithersburg. MD: Aspen Publisher, Inc.
5. Murti, B. 2000. Dasar - Dasar Asuransi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius.
6. Program Jaminan Pelayanan Kesehatan, www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=16
7. Program Jaminan Pelayanan Kesehatan, www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=16
8. Kebijakan Kemenkes Mengenai Jamkesda dan Jampersal, http://www.depkeu.go.id/ind/others/bakohumas/BakohumasKemenKes/KebijakanJamkesmas_Jampersal2011.ppt
9. Thabrany H. Badan penyelenggaran jaminan kesehatan nasional: sebuah
policy paper dalam analisis kesesuaian tujuan dan struktur BPJS. Jakarta;
2009.
10. Depkes RI. Pembinaan Bapel JPKM: Kumpulan Materi. Depkes RI, Jakarta, 1995.
51