audit charter

25
Audit Charter : Komite Audit dan Otoritas Manajemen Internal Audit Charter adalah dokumen formal, disetujui oleh komite audit , untuk menggambarkan misi, independensi, objektivitas, lingkup, tanggungjawab, otoritas, akuntabilitas dan standar-standar fungsi audit internal untuk suatu perusahaan Argumen atau manfaat yang mendukung desentralisasi meliputi: Memberikan kebebasan kepada personel untuk keputusan kecil sehingga mereka dapat menangani hal-hal yang lebih penting. Manajemen senior tidak perlu harus selalu meninjau atau menyetujui keputusan yang kurang signifikan. Personil satuan lokal memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai masalah lokal. Jadi merek dapat bertindak secara langsung dengan lebih cepat dan lebih baik. Penundaan keputusan untuk persetujuan dapat dihindari. sehingga unit lokal personil lebih termotivasi untuk memecahkan masalah di tingkat organisasi mereka sendiri dan mereka akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan keputusan yang lebih tepat. PMBOK (Project Management Body Of Knowledge) Project Management Body of Knowledge (PMBOK) adalah panduan yang berisikan kumpulan pengetahuan yang diperlukan oleh para profesional dalam manajemen proyek. Tujuan utama dari PMBOK adalah mengindentifikasi bagian per bagian dari Pengetahuan atas Badan Pengelolaan Proyek (Project Management Body of Knowledge) yang secara umum dikenal sebagai best practices. Panduan dari PMBOK menyajikan dan mengenalkan bahan-bahan penting untuk didiskusikan, ditulis dan diterapkan dalam manajemen proyek. PMBOK selalu diterapkan sebagai subyek pada satu atau lebih kasus-kasus bisnis Project Management Book of Knowledge ( PMBOK ), panduan komprehensif untuk semua aspek proses manajemen proyek. Meskipun tidak diterbitkan sebagai jenis dokumen peraturan pemerintah, PMBOK telah menjadi standar profesional di seluruh dunia untuk praktek manajemen proyek. Kelima kelompok proses manajemen proyek dasar adalah:

Upload: gilang-cita-pradana

Post on 24-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Audit

TRANSCRIPT

Page 1: Audit Charter

Audit Charter : Komite Audit dan Otoritas Manajemen

Internal Audit Charter adalah dokumen formal, disetujui oleh komite audit , untuk menggambarkan misi, independensi, objektivitas, lingkup, tanggungjawab, otoritas, akuntabilitas dan standar-standar fungsi audit internal untuk suatu perusahaan

Argumen atau manfaat yang mendukung desentralisasi meliputi:

Memberikan kebebasan kepada personel untuk keputusan kecil sehingga mereka dapat menangani hal-hal yang lebih penting. Manajemen senior tidak perlu harus selalu meninjau atau menyetujui keputusan yang kurang signifikan.

Personil satuan lokal memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai masalah lokal. Jadi merek dapat bertindak secara langsung dengan lebih cepat dan lebih baik.

Penundaan keputusan untuk persetujuan dapat dihindari. sehingga unit lokal personil lebih termotivasi untuk memecahkan masalah di tingkat organisasi mereka sendiri dan mereka akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan keputusan yang lebih tepat.

PMBOK (Project Management Body Of Knowledge)

Project Management Body of Knowledge (PMBOK) adalah panduan yang berisikan kumpulan pengetahuan yang diperlukan oleh para profesional dalam manajemen proyek. Tujuan utama dari PMBOK adalah mengindentifikasi bagian per bagian dari Pengetahuan atas Badan Pengelolaan Proyek (Project Management Body of Knowledge) yang secara umum dikenal sebagai best practices. Panduan dari PMBOK menyajikan dan mengenalkan bahan-bahan penting untuk didiskusikan, ditulis dan diterapkan dalam manajemen proyek. PMBOK selalu diterapkan sebagai subyek pada satu atau lebih kasus-kasus bisnis

Project Management Book of Knowledge ( PMBOK ), panduan komprehensif untuk semua aspek proses manajemen proyek. Meskipun tidak diterbitkan sebagai jenis dokumen peraturan pemerintah, PMBOK telah menjadi standar profesional di seluruh dunia untuk praktek manajemen proyek. Kelima kelompok proses manajemen proyek dasar adalah:

1. Memulai. Harus ada proses formal di tempat untuk memulai setiap usaha proyek, termasuk deskripsi tujuan proyek, diperkirakan anggaran, dan persetujuan yang sesuai. Dari perspektif audit internal.

2. Perencanaan. Setiap proyek membutuhkan perencanaan dalam hal waktu dan estimasi sumber daya serta keterkaitan antara komponen dan proyek-proyek lain yang memerlukan koordinasi. Pelaksana. Ini adalah proyek yang sebenarnya kegiatan - apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan proyek. Dari perspektif audit internal, kegiatan ini dapat berkisar dari tinjauan individu untuk melaksanakan program berkelanjutan kegiatan audit internal.

Page 2: Audit Charter

3. Mengontrol. Sebuah set berkelanjutan proses harus berada di tempat untuk memantau penyelesaian sesuai unsur-unsur proyek, menentukan bahwa anggaran dan tujuan terpenuhi. Ini bisa menjadi komponen penting dalam manajemen audit internal secara keseluruhan.

4. Penutup. Proses akhir membutuhkan membungkus usaha proyek, memberikan komponen proyek serta meringkas dan melaporkan hasil proyek. Bagi banyak kegiatan audit internal, penutupan terdiri dari menghasilkan laporan audit internal.

KERTAS KERJA AUDIT INTERNAL

Kertas kerja audit (KKA) merupakan catatan-catatan yang dibuat dan data-data yang dikumpulkan auditor secara sistematis pada saat melaksanakan tugas audit. Untuk memberikan gambaran yang lengkap terhadap peroses audit, KKA harus mencerminkan langkah-langkah kerja audit yang ditempuh, pengujian-pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, kesimpulan hasil audit.

FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PEMBUATAN KERTAS KERJA YANG BAIK.

Ada lima faktor yang harus diperhatikan:

1. Lengkap

a. Berisi semua imformasi yang pokok, menentuakn komposisi semua data penting yang dicamtumkan dalam kertas kerja.

b. Tidak memerlukan tambahan penjelasan secara lisan. Artinya kertas kerja harus jelas dapat berbicara sendiri, harus berisi imformasi yang lengkap, tidak berisi imformasi yang belum jelas atau pertanyaan yang belum dijawab.

2. Teliti

Dalam pembuatan kerja, akuntan harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan dan perhitungan sehingga kertas kerjanya bebas dari kesalahan tulis dan perhitungan.

3. Ringkas

Kertas kerja harus dibatasi pada imformasi yang pokok-pokok saja yang relevan dengan tujuan pemeriksaan yang dilakukan serta disajikan dengan ringkas . untuk menghindari rincian-rincian yang tidak perlu. Analisis yang perlukan oleh seorang akuntan harus merupakan peringkasan dan penapsiran data dan bukan hanya merupakan penyalinan catatan klien kedalam kertas kerja.

4. Jelas

Page 3: Audit Charter

Kejeasan dalam imformasi kepada pihak-pihak yang akan memeriksa kertas kerja perlu diusahakan oleh akuntan. Penggunaan ini istilah yang menimbulkan arti ganda perlu dihindari. Penyajian imformasi secara sistematik perlu dilakukan.

5. Rapi

Kerapian dalam pembuatan kertas kerja dan keteraturan penyusunan kertas kerja akan membantu akuntan senior dalam menela’ah hasil pekerjaan stafnya serta memudahkan memperoleh imformasi dari kertas kerja tersebut.

JENIS KERTAS KERJA :

1. Program Audit (Audit Program)

Merupakan daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu, sekaligus berfungsi sebagai alat yang bermanfaat untuk menetapkan jadwal pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan audit.

2. Working Trial Balance

Suatu daftar yg berisi :

- saldo-saldo akun buku besar pada akhir tahun yg diaudit dan pada akhir tahun sebelumnya

- kolom untuk adjustment & penggolongan kembali yg diusulkan auditor

- saldo-saldo setelah koreksi auditor yg akan tampak dlm laporan keuangan auditan

3. Ringkasan Jurnal adjustment

Kertas kerja berisi temuan-temua kekeliruan dalam laporan keuangan & catatan akuntansi.

4. Skedul Utama (lead schedule atau top schedule)

Kertas kerja yg digunakan untuk :

- meringkas informasi yg dicatat dalam skedul pendukung untuk akun-akun yg berhubungan

- menggabungkan akun-akun sejenis, yg jumlah saldonya akan dicantumkan di dlm laporan keuangan dlm satu jumlah

5. Skedul Pendukung (Supporting Schedule)

Kertas kerja yg menguatkan informasi keuangan dan operasional yg dikumpulkan, memuat berbagai simpulan yg dibuat auditor.

Page 4: Audit Charter

Fraud Triangle

Semua organisasi, apapun jenis, bentuk, skala operasi dan kegiatannya memiliki risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Fraud atau kecurangan tersebut, selain memberi keuntungan bagi pihak yang melakukannya, membawa dampak yang cukup fatal, seperti misalnya hancurnya reputasi organisasi, kerugian organsisasi, kerugian keuangan Negara, rusaknya moril karyawan serta dampak-dampak negatif lainnya.

Maraknya berita mengenai investigasi terhadap indikasi penyimpangan (fraud) di dalam perusahaan dan juga pengelolaan negara di surat kabar dan televisi semakin membuat sadar bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk membenahi ketidakberesan tersebut. Walaupun saat ini sorotan utama sering terjadi pada manajemen puncak perusahaan, atau terlebih lagi terhadap pejabat tinggi suatu instansi, namun sebenarnya penyimpangan perilaku tersebut bisa juga terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi.

Defenisi Fraud

Secara harafiah fraud didefenisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik, tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.

Berdasarkan defenisi dari The Institute of Internal Auditor (“IIA”), yang dimaksud dengan fraud adalah “An array of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception”: sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja.

Webster’s New World Dictionary mendefenisikan fraud sebagai suatu pembohongan atau penipuan (deception) yang dilakukan demi kepentingan pribadi, sementara International Standards of Auditing seksi 240 – The Auditor’s Responsibility to Consider Fraud in an Audit of Financial Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud sebagai “…tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau illegal”.

Apapaun itu defenisinya, menurutku fraud tetaplah fraud, dimanapun itu dilakukan, baik dilingkungan swasta maupun di sektor publik. Motifnya sama, yaitu sama-sama memperkacaya diri sendiri/golongan dan modus operandinya sama, yaitu dengan melakukan cara-cara yang illegal.

Tipologi Fraud

Page 5: Audit Charter

Association of Certified Fraud Examiners (“ACFE”) di Amerika serikat menyusun peta mengenai fraud. Peta ini berbentuk pohon, dengan cabang dan ranting. Tiga cabang utama dari fraud tree ini adalah Corruption, Asset misappropriation dan fraudulent statement. Turunannya lebih jauh dapat dilihat dalam gambar dibawah.

Ada enam ranting yang muncul dari cabang corruption. Bandingkan ini dengan 30 (tiga puluh) jenis

Page 6: Audit Charter

tindak pidana korupsi dalam ketentutan perundang-undangan Indonesia. Cabang kedua adalah Asset Misappropriation yang dapat diartikan secara bebas sebagai penjarahan kekayaan perusahaan atau lembaga. Kita bisa membayangkan banyaknya jenis fraud dalam cabang ini, mulai dari pencurian uang secara terbuka (larceny), pencurian dan penyalahgunaan (misuse) harta lembaga, sampai pada larceny secara tidak langsung (rekening bank atas nama pejabat). Cabang ketiga (Fraudulent Statement) merupakan fraud yang dilakukan dengan menggunakan cara-cara akuntansi seperti earning managemen dan, windows dressing. Kausus Enron merupakan contoh nyata dari tipe Fraud ini.

Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi jenis fraud yang paling ditakuti di masa depan dimana teknologi berkembang dengan pesat dan canggih.

Motivasi Melakukan Fraud

Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara bersama, yaitu:

1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud

2. Peluang untuk melakuakn fraud

3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.

Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga fraud (Fraud Triangle) berikut:

Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian inernal di organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu atau kelompok yang sebelumnya tidak memiliki motif untk melakukan fraud.

Page 7: Audit Charter

Pressure atau motivasi pada sesorang atau individu akan memebuat mereka mencari kesempatan melakukan fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul karena masalah keuangan pribadi, Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba, berhutang berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak realistis.

Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.

Faktor Pemicu Fraud

Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu Greed (keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (kebutuhan), Exposure (pengungkapan).

Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).

1. Faktor generic

- Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan;

- Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.

2. Faktor individu

- Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).

- Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.

Gejala Adanya Fraud

Page 8: Audit Charter

Fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut adalah:

1. Gejala kecurangan pada manajemen

Ketidakcocokan diantara manajemen puncak;

Moral dan motivasi karyawan rendah;

Departemen akuntansi kekurangan staf;

Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas;

Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi;

Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat;

Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama;

Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan;

Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.

2. Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai

Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian/penjelasan pendukung;

Pengeluaran tanpa dokumen pendukung;

Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar;

Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran;

Kekurangan barang yang diterima;

Kemahalan harga barang yang dibeli;

Faktur ganda;

Penggantian mutu barang.

Perilaku Pelaku Fraud

Berikut merupakan beberapa perilaku seseorang yang harus menjadi perhatian karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang tersebut, yaitu:

Page 9: Audit Charter

Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya, gaya hidup mewah, mobil atau pakaian mahal;

Gaya hidup di atas rata-rata;

Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja;

Penjudi berat;

Peminum berat;

Sedang dililit utang;

Temuan audit atas kekeliruan (error) atau ketidakberesan (irregularities) dianggap tidak material ketika ditemukan;

Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering bekerja sendiri.

Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Negara

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan Century Gate. Kedua kasus ini memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menggunakan dana talangan yang diberikan pemerintah yang seharusnya untuk menyelamatkan kondisi modal perbankan namun dana tersebut oleh manajemen malah diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau bisnisnya yang lain.

Pengadaan Barang dan Jasa. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo pada Kongres ISEI 1993 memperkirakan kebocoran keungan Negara sekitar 30% dari pengadaan barang dan jasa. Kerugian ini bervariasi dari department ke department sampai ke tingkat pemerintah daerah. JIka dilakukan penelitian untuk tahun-tahun sekarang ini kemungkinan persentasenya akan lebih besar lagi, karena otonomi daerah membawa dampak adanya raja-raja kecil di daerah yang menuntut bagian proyek pengadaan barang dan jasa.

Penyediaan Barang dan Jasa Publik. Teorinya pubic goods disediakan untuk masyarakat luas, tanpa diskriminasi. Namun, berbagai faktor memberi peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk menikmati public goods seolah-olah itu merupakan private goods bagi mereka. Contohnya saja jasa keamanan yang merupakan public goods yang disediakan TNI/Polri dapat dinikmati oleh orang atau perusahaan yang membayar harga yang tepat. Demikian pula dengan kendaraan, rumah dinas, dll yang diakui sepihak menjadi hak milik pejabat sebelumnya.

Peran Multinational Corporation (MNC). Potensi fraud yang melibatkan perusahaan atau pengusaha asing biasanya terletak pada perizinan usaha pertambangan dan energi yang bisanya diperoleh dengan cara-cara penyuapan. Apalagi pemerintah menerapkan production sharing atas lokasi-lokasi pertambangan di tanah air yang sangat rentan diselewengkan oleh para operator pertambangan.

Fraud pada Penerimaan Negara. Sebenarnya volume fraud yang paling besar bukan terletak pada sisi pengeluaran tetapi justru pada penerimaan Negara, tengok saja kasus Bahasim dan Gayus Tambunan

Page 10: Audit Charter

yang meraup kekayaan besar dalam waktu singkat hanya dengna menyelewengkan prosedur perpajakan, atau membantu mengurangi jumlah pajak kiennya. Di pemerintah daerah kasusnya lebih bergam lagi, mulai dari pemetongan sekian persen dari pencairan anggaran, sampai setoran penerimaan yang banyak dipotong untuk peruntukan yang tidak jelas.

Pencegahan dan Pendeteksian Fraud

Dalam mencegah dan mendeteksi serta menangani fraud sebenarnya ada beberapa pihak yang terkait: yaitu akuntan (baik sebagai auditor internal, auditor eksternal, atau auditor forensik) dan manajemen perusahaan. Peran dan tanggung jawab msaing-masing pihak ini dapat digambarkan sebagai suatu siklus yang dinamakan Fraud Deterrence Cycle atau siklus pencegahan fraud seperti gambar dibawah ini.

Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.

Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.

Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.

Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan aset.

Page 11: Audit Charter

Mengapa Pencegahan?

Keberhasilan kegiatan memerangi fraud, setelah korupsi terjadi adalah suatu ironi tersendiri dalam upaya penanggualan fraud karena semakin banyak mendeteksi dan menyelesaikan kasus berindikasi fraud, bukan merupakan kondisi umum yang dikehendaki masyarakat, sebab pada dasarnya kejadian fraud bukanlah kejadian yang dikehendaki masyarakat.

Pencegahan fraud bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih baik dicegah dari pada diobati. Jika menunggu terjadinya fraud baru ditangani itu artinya sudah ada kerugian yang terjadi dan telah dinikmati oleh pihak terntu, bandingkan bila kita berhasil mencegahnya, tentu kerugian belum semuanya beralih ke pelaku fraud tersebut. Dan bila fraud sudah terjadi maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar untuk memulihkannya daripada melakukan pencegahan sejak dini.

Untuk melakukan pencegahan, setidaknya ada tiga upaya yang harus dilakukan yaitu (1) membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah benturan kepentingan, confidential disclosure agreement dan corporate security contract. (2) Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terintegrasi, standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards and recognition. (3) membangun sistem monitoring yang didalamnya terkandung control self sssessment, internal auditor dan eksternal auditor

Peran Internal Auditor

Pendeteksian fraud oleh auditor internal merupakan salah satu peran dari kegiatan internal auditing yang dijalankan dalam organisasi. Standards No. 1210.A2 menyatakan sebagai berikut: “The internal auditor should have sufficient knowledge to identify the indicators of fraud but is not expected to hace the expertise of a person whose primary responsibility is detecting and investigating fraud”.

Merujuk pada standar profesi diatas, auditor internal diharuskan memiliki pengetahuan yang cukup untuk mendeteksi adanya indikasi fraud dalam organisasi. Pengetahuan yang harus harus dimiliki auditor internal termasuk pula pengetahuan mengenai karakteristik fraud, teknik-teknik yang digunakan dalam melakukan fraud, dan jenis-jenis fraud yang mungkin terjadi pada berbagai proses bisnis.

Auditor internal bertanggung jawab dalam mendeteksi fraud yang mungkin telah terjadi sedini mungkin, sebelum memebawa dampak yang lebih buruk pada organisasi. Pendeteksian tersebut dapat dilakukan pada saatmenjalankan kegiatan internal auditing. Pada saat melakukan audit, auditor internal dapat memfokuskan diri pada area-area yang memeiliki risiko tinggi terjadinya fraud seperti transaski kas, rekonsiliasi bank, proses pengadaan, penjualan, dll.

Jika auditor internal menemukan suatu indikasi terjadinya fraud dalam organisasi, auditor internal harus melaporkannya kepada pihak-pihak terkait dalam organsiasi tersebut, seperti audit committee. Auditor internal dapat memberikan rekomendasi dilakukannya investigasi yang diperlukan untuk menyelidiki fraud tersebut.

Page 12: Audit Charter

Dalam sektor publik. Auditor internal dapat dilakukan oleh inspektorat di masing-masing department dan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (“BPKP”) berdasarkan permintaan dari pemerintah. Teknis dan proses auditnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan di sektor swasta.

Peran Eksternal Auditor

Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya seorang auditor eksternal dibatasi oleh standar-standar auditing yang berlaku. Tanggung jawab auditor sehubungan dengan fraud dijelaskan secara umum dalam SA seksi 110 – Tanggung jawab dan fungsi auditor independen paragraph 02: “Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan”.

Tanggung jawab auditor dalam mendeteksi fraud tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam SA seksi 316 – pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan. Berdasarkan SA Seksi 316 tersebut, auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material dalam laoran keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus memperhatikan taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan. Prosedur audit mungkin berubah apabila terjadi fraud.

Selanjutnya dalam SA Seksi 317 – Unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien, dijelaskan bahwa apabila terjadi unsur tindakan pelanggaran hukum (termasuk fraud) maka auditor akan mengumpulkan informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran dan dampak potensialnya terhadap laporan keuangan. Apabila dibutuhkan auditor dapat berkonsultasi dengan penasehat hukum dan melakukan prosedur audit tambahan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sifat pelanggaran yang terjadi. Terungkapanya fraud, yang berrdampak pada denda dan kerugian, harus diungkapakan dalam catatan atas laporan keungan. Lebih jauh lagi, bila fraud yang terjadi sangat material dan bisa mempengaruhi kewajaran laporan keuangan, maka auditor tidak dapat memberikan opini “wajar tanpa pengecualian”.

Pada sektor public, yang menjadi auditor eksternal adalah Badan Pemerika keuangan (“BPK”) berdasarkan UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Dalam UU ini diatur bahwa BPK melaksanakan pemeriksaaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keungan Negara. Pemeriksaan tersebut terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Kebijakan Anti Fraud

Beberapa Perusahaan besar telah menyadari bahaya besar akibat fraud, mereka telah melakukan perencanaan sedini mungkin terhadap pencegahan fraud ini. Tengok saja Telkom Grup dan Astra Grup, kedua Perusahaan ini telah mengantisipasi fraud yang diwujudkan dalam kebijakan anti fraud yang diterapkan di dalam peruashaan.

1. Telkom Group

Page 13: Audit Charter

Grup Astra memberikan perhatian yang demikian besar dalam pengembangan praktek Good Corporate Governance (GCG) dengan standar tinggi. Beberapa paket kebijakan telah dibuat untuk mendukung GCG diseluruh Astra Grup yang dimonitor oleh Komite Audit, Komite Renumerasi dan Nominasi, Komite Eksekutif, kelompok Manajemen Resiko dan Departemen Audit Internal.

Untuk memberikan petunjuk yang jelas dan bagaimana karyawan melaksanakan tugas-tugasnya, Grup Astra telah membuat buku pedoman yang komprehensif, yaitu “Pedoman Etika Bisnis dan kerja”, yang mencakup semua aspek dalam berhubungan dengan pihak ketiga dan masyarakat luas secara bertanggung jawab dan professional. Selain itu Astra juga mengeluarkan pedoman lainnya untuk memberikan kepastian dan assurance bahwa seluruh aktivitas telah menerapkan pola yang sesuai dengan GCG, pedoman-pedoamn itu yaitu: pedoman sistem audit dan manajemen risiko, pedoman benturan kepentingan, peraturan mengenai informasi orang dalam, pedoman kewajiban sosial perusahaan, pedoman manajemen sumber daya manausia, pedoman direksi dan komisaris Astra, kebijakan pelaporan atas pelanggaran etika, kebijakan atas penyampaian laporan tahunan dan kebijakan transaksi material dan perubahan kegiatan usaha.

2. Telkom Group

Sebagai perusahan publik yang juga melantai di bursa internasional (NYSE dan LSE) Telkom berupaya mewujudkan tata kelola perusahaan yang bersih sebagai mana tuntutan dari aturan Sarbanes Oxley Act (SOA) yang dianut Telkom Grup. Telkom secara berkala terus mengeluarkan berbagai program yang memastikan kesempatan berbuat curang (fraud) itu tertutup. Didalam program anti fraud tersebut terdapat code of ethics, whistleblower policy, organization structure dan Human Resource Policy.

Program whistleblower yang diterapkan Telkom dimaksudkan untuk menciptakan sebuah sistem yang memungkinkan perusahaan dapat melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan atau indikasi adanya fraud, dengan begitu Telkom dapat secara lebih awal melakukan langkah-langkah koreksi dan mitigasi yang diperlukan untuk mengamankan asset, reputasi dan risiko kerugian yang mungkin timbul.

Selain itu Telkom juga menerapkan Enterprise Risk Management (ERM) yang disusun oleh COSO. Beberapa kebijakan yang dilakukan Telkom terkait penerapan ERM ini antara lain: (1) peningkatan kebijakan melalui evaluasi, perbaikan, peningkatan, distribusi dan kebijakan internal untuk mendukung pengelolaan resiko; (2) Peningkatan pemahaman proses bisnis yang efektif melalui penyederhanaan atau penghapusan proses bisnis yang kurang efektif; (3) pelaksanaan pengkajian risiko dan langkah mitigasi yang meliputi inisiatif startegis, RKAP, dan evaluasi diri atas pengendalian risiko seluruh unit; (4) perlindungan asset melalui penyediaan informasi yang memadai dan akurat hingga menciptakan efektifitas dan efisiensi proses bisnis serta kepatuhan terhadap peraturan

Audit Forensik

Pengertian Audit Forensik

Page 14: Audit Charter

Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), forensic accounting / auditing merujuk kepada fraud examination. Dengan kata lain keduanya merupakan hal yang sama, yaitu:

“Forensic accounting is the application of accounting, auditing, and investigative skills to provide quantitative financial information about matters before the courts.”

Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA) “Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.

Dengan demikian, Audit Forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan criteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.

Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan.

Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan.

2.2 Perbandingan antara Audit Forensik dengan Audit Tradisional (Keuangan)

Audit Tradisional Audit Forensik

Waktu Berulang Tidak berulang

Lingkup Laporan Keuangan secara umum Spesifik

Hasil Opini Membuktikan fraud (kecurangan)

Hubungan Non-Adversarial Adversarial (Perseteruan hukum)

Page 15: Audit Charter

Metodologi Teknik Audit Eksaminasi

Standar Standar Audit Standar Audit dan Hukum Positif

Praduga Professional Scepticism Bukti awal

Perbedaan yang paling teknis antara Audit Forensik dan Audit Tradisional adalah pada masalah metodologi. Dalam Audit Tradisional, mungkin dikenal ada beberapa teknik audit yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah prosedur analitis, analisa dokumen, observasi fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun, dalam Audit Forensik, teknik yang digunakan sangatlah kompleks.

Teknik-teknik yang digunakan dalam audit forensik sudah menjurus secara spesifik untuk menemukan adanya fraud. Teknik-teknik tersebut banyak yang bersifat mendeteksi fraud secara lebih mendalam dan bahkan hingga ke level mencari tahu siapa pelaku fraud. Oleh karena itu jangan heran bila teknik audit forensik mirip teknik yang digunakan detektif untuk menemukan pelaku tindak kriminal. Teknik-teknik yang digunakan antara lain adalah metode kekayaan bersih, penelusuran jejak uang / aset, deteksi pencucian uang, analisa tanda tangan, analisa kamera tersembunyi (surveillance), wawancara mendalam, digital forensic, dan sebagainya.

2.3 Tujuan Audit Forensik

Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat.

Untuk mendukung proses identifikasi alat bukti dalam waktu yang relatif cepat, agar dapat diperhitungkan perkiraan potensi dampak yang ditimbulkan akibat perilaku jahat yang dilakukan oleh kriminal terhadap korbannya, sekaligus mengungkapkan alasan dan motivitasi tindakan tersebut sambil mencari pihak-pihak terkait yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan tidak menyenangkan dimaksud.

2.4 Praktik Ilmu Audit Forensik

* Penilaian risiko fraud

Penilaian risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensic yang paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam perusahaan-perusahaan swasta untuk menyusun sistem pengendalian intern yang memadai. Dengan dinilainya risiko terjadinya fraud, maka perusahaan

Page 16: Audit Charter

untuk selanjutnya bisa menyusun sistem yang bisa menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya fraud tersebut.

* Deteksi dan investigasi fraud

Dalam hal ini, audit forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya fraud dan mendeteksi pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum yang berlaku. Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi, pencucian uang, penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.

* Deteksi kerugian keuangan

Audit forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian keuangan negara yang disebabkan tindakan fraud.

* Kesaksian ahli (Litigation Support)

Seorang auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik yang berperan sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus yang dihadapi. Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus dan data-data pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan.

* Uji Tuntas (Due diligence)

Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan guna penilaian kinerja perusahaan atau seseorang , ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna memenuhi standar baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk menilai kepatuhan terhadap hukum atau peraturan.

Page 17: Audit Charter

Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK, BPKP, dan KPK (yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat CFE (Certified Fraud Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat legal untuk audit forensik dalam lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit forensik dalam penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan. Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam mendeteksi risiko fraud dan uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di Indonesia.

Penggunaan audit forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi hasil yang luar biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap oleh BPK maupun KPK. Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK. BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada diadilinya beberapa mantan petinggi bank swasta nasional. Selain itu juga ada audit investigatif dan forensik terhadap Bail out Bank Century yang dilakukan BPK meskipun memberikan hasil yang kurang maksimal karena faktor politis yang sedemikian kental dalam kasus tersebut.

Gambaran Proses Audit Forensik

Identifikasi masalah

Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.

Pembicaraan dengan klien

Page 18: Audit Charter

Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.

Pemeriksaan pendahuluan

Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.

Pengembangan rencana pemeriksaan

Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit, prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah diadministrasikan, maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini kemudian akan dikomunikasikan bersama tim audit serta klien.

Pemeriksaan lanjutan

Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.

Penyusunan Laporan

Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah:

1. Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.

2. Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.

3. Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.