audit fix

30
Jenis-Jenis Auditing Menurut Arens, Elder, & Beasley (2012), terdapat 3 jenis audit yang dilaksanakan oleh akuntan publik, yaitu: 1. Audit operasional Audit operasional dilaksanakan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas bagian- bagian dari prosedur dan metode kegiatan operasional perusahaan. Dalam audit operasional, pelaksanaan review tidak terbatas hanya pada akuntansi, tetapi juga dapat mencakup evaluasi atas struktur organisasi, operasi komputer, metode produksi, pemasaran, dan bagian-bagian lainnya yang sesuai dengan kualifikasi auditor. Berbeda dengan jenis audit lainnya, kriteria yang ditetapkan dalam pelaksnaan audit operasional merupakan suatu hal yang bersifat subjektif sehingga audit operasional tergolong sebagai konsultasi manajemen. Hasil dari audit operasional biasanya berupa pernyataan mengenai efektivitas dan efisiensi operasi atau sejumlah rekomendasi kepada manajemen untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja operasional perusahaan 2. Audit kepatuhan Audit kepatuhan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit telah mengikuti prosedur, kebijakan, dan regulasi yang telah 1

Upload: robert-renovan

Post on 02-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

makalah audit jenis audit, asersi, kode etik

TRANSCRIPT

Page 1: Audit fix

Jenis-Jenis Auditing

Menurut Arens, Elder, & Beasley (2012), terdapat 3 jenis audit yang

dilaksanakan oleh akuntan publik, yaitu:

1. Audit operasional

Audit operasional dilaksanakan untuk mengevaluasi efisiensi dan

efektivitas bagian-bagian dari prosedur dan metode kegiatan operasional

perusahaan. Dalam audit operasional, pelaksanaan review tidak terbatas

hanya pada akuntansi, tetapi juga dapat mencakup evaluasi atas struktur

organisasi, operasi komputer, metode produksi, pemasaran, dan bagian-

bagian lainnya yang sesuai dengan kualifikasi auditor. Berbeda dengan

jenis audit lainnya, kriteria yang ditetapkan dalam pelaksnaan audit

operasional merupakan suatu hal yang bersifat subjektif sehingga audit

operasional tergolong sebagai konsultasi manajemen. Hasil dari audit

operasional biasanya berupa pernyataan mengenai efektivitas dan

efisiensi operasi atau sejumlah rekomendasi kepada manajemen untuk

memperbaiki atau meningkatkan kinerja operasional perusahaan

2. Audit kepatuhan

Audit kepatuhan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang

diaudit telah mengikuti prosedur, kebijakan, dan regulasi yang telah

ditetapkan oleh badan/otoritas yang lebih tinggi. Hasil dari audit

kepatuhan biasanya berupa pernyataan atau temuan tingkat kepatuhan

dan dilaporkan kepada pihak tertentu dalam unit organisasi yang diaudit.

3. Audit laporan keuangan

Audit laporan keuangan dilaksanakan untuk menentukan apakah laporan

keuangan secara keseluruhan telah dilaporkan sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum. Dalam menentukan tingkat kewajaran

penyajian laporan keuangan, auditor perlu melaksanakan serangkaian uji

yang tepat untuk menentukan apakah terdapat error atau misstatement

lainnya yang bersifat material dalam laporan keuangan. Hasil dari audit

laporan keuangan berupa laporan audit yang berisi opini atas audit

laporan keuangan.

1

Page 2: Audit fix

Berikut merupakan contoh dari pelaksanaan 3 jenis audit:

Tabel 1. Contoh Pelaksanaan Jenis Audit

Jenis audit Contoh Informasi Kriteria yang ditetapkan

Bukti yang tersedia

Audit Operasional

Mengevaluasi apakah proses penggajian yang menggunakan sistem komputer untuk perusahaan anak berjalan dengan efisien dan efektif

- Jumlah catatan gaji yang diproses selama satu bulan

- Biaya per departemen

- Jumlah kesalahan yang dibuat

Aturan standar perusahaan untuk efisiensi dan efektivitas dalam departemen penggajian

- Laporan kesalahan

- Catatan penggajian

- Biaya proses penggajian

Audit Kepatuhan

Menentukan apakah persyaratan yang diberikan bank untuk kelanjutan peminjaman telah dipenuhi

Catatan perusahaan

Ketentuan perjanjian pinjaman

Laporan keuangan dan perhitungan oleh auditor

Audit laporan keuangan

Audit tahunan laporan keuangan perusahaan

Laporan keuangan perusahaan

Standar akuntansi yang berlaku

Dokumen, catatan, dan sumber bukti lainnya.

Sumber: Tuanakotta (2013)

Asersi Dalam Laporan Keuangan

Dalam ISA 315 alinea 4(a) asersi didefinisikan sebagai representasi oleh

manajemen secara eksplisit atau dalam bentuk pernyataan maupun implisit atau

tersirat yang terkandung dalam laporan keuangan. Representasi ini digunakan

auditor untuk memperhatikan berbagai salah saji dalam laporan keuangan yang

mungkin terjadi. Dengan menyerahkan laporan keuangannya kepada auditor atau

pihak lain, manajemen membuat representasi secara tersurat atau tersirat.

Menurut Tuanakotta (2013) representasi manajemen kepada auditor yang

paling umum dikenal adalah laporan keuangan secara keseluruhan atau secara

menyeluruh disajikan secara wajar sesuai dengan kerangka pelaporan yang

berlaku.Di dalam representasi umum tersebut terkandung beberapa asersi

2

Page 3: Audit fix

(embedded assertions). Asersi-asersi ini berhubungan dengan pengakuan

(recognition), pengukuran (measurement), penyajian (presentation), dan

pengungkapan (disclosure) dari berbagai unsur dala laporan keuangan. Berikut ini

merupakan contoh-contoh dari asersi:

1. Semua aset dalam laporan benar-benar ada (exist)

2. Semua transaksi penjualan telah dicatat dalam periode terjadinya

3. Persediaan dicantumkan dengan nilai yang tepat

4. Utang merupakan kewajiban entitas

5. Semua transaksi yang dicatat terjadi dalam periode berjalan

6. Semua jumlah disajikan dengan tepat dan diungkapkan (dengan

penjelasan yang memadai) dalam laporan keuangan

Asersi-asersi ini disingkat dengan satu kata bahasa inggris seperti:

1. Completeness (sesuatu itu lengkap)

2. Existence (sesuatu itu ada)

3. Occurance (sesuatu itu terjadi)

4. Accuracy (sesuatu itu akurat atau secara matematis benar)

5. Valuation (sesuatu itu dinilai sesuai dengan kaidah kerangka pelaporan

yang berlaku)

Auditor menggunakan asersi-asersi di atas sebagai pertimbangan salah saji

dalam laporan keuangan. Jika manajemen memberikan asersi yang benar, maka

dampak kesalahan keuangannya (extent of monetary error) tidak ada. Hal ini

menunjukkan bahwa angka-angka yang disajikan benar (khusus untuk transaksi

dan saldo, karena pengungkapan/disclosure bersifat kualitatif. Jika manajemen

memberikan asersi yang salah, maka dampak kesalahan keuangannya bisa berupa

angka-angka yang dinyatakan terlalu rendah (understated) atau bisa juga terlalu

tinggi (overstated).

ISA 315 alinea A111 menjelaskan kelompok asersi yang dapat digunakan

auditor untuk mempertimbangkan berbagai salah saji dalam laporan keuangan.

Berikut ini tabel kelompok asersi beserta penjelasannnya.

a. Asersi untuk Jenis Transaksi

3

Page 4: Audit fix

Tabel 2. Asersi untuk Jenis Transaksi

Asersi PenjelasanOccurance Transaksi dan peristiwa yang sudah dicatat, memang terjadi

dan merupakan transaksi dan peristiwa dari entitas yang bersangkutan

Completeness

Semua transaksi dan peristiwa yang seharusnya dicatat, memang sudah dicatat

Accuracy Angka-angka, jumlah-jumlah, dan data lain yang terkait dengan transaksi dan peristiwa yang dicatat, sudah dicatat dengan akurat

Cut-off Transaksi dan peristiwa dicatat dalam periode akuntansi yang benar

Classification

Transaksi dan peristiwa dicatat dalam akun yang benar

Sumber: Tuanakotta (2013)

b. Asersi untuk Saldo akun

Tabel 3. Asersi untuk Saldo Akun

Asersi PenjelasanExistence Aset, kewajiban, dan ekuitas benar adaRights and obligations

Entitas memiliki dan menguasasi aset, dan utang merupakan kewajiban entitas

Completeness Semua aset, kewajiban, dan ekuitas yang seharusnya dicatat, sudah dicatat

Valuation and allocation

Aset, kewajiban, dan ekuitas dicantumkan dalam laporan keuangan dalam jumlah yang benar, dan semua penyesuaian untuk penilaian dan alokasi telah dicatat dengan benar.

Sumber: Tuanakotta (2013)

c. Asersi tentang Penyajian dan Pengungkapan

Tabel 4. Asersi tentang Penyajian dan Pengungkapan

Asersi PenjelasanOccurance, rights, and obligations

Transaksi, peristiwa, dan hal-hal lain yang sudah diungkapkan dalam laporan keuangan, memang terjadi dan berkaitan dengan entitas yang bersangkutan

Completeness Semua pengungkapan yang seharusnya dicantumkan, memang sudah dicantumkan dalam laporan keuangan

Classification and understandability

Informasi keuangan disajikan dan dijelaskan dengan tepat, dan pengungkapan dinyatakan dengan jelas

Accuracy and valuation

Informasi keuangan dan informasi lainnya diungkapkan dengan wajar dan dalam jumlah yang benar

Sumber: Tuanakotta (2013)

4

Page 5: Audit fix

ISA 315 membolehkan auditor untuk menggunakan asersi di atas dengan

cara yang berbeda selama semua aspek yang dibahas di atas telah tercakup.

Sebagai contohnya, untuk memudahkan penggunaan asersi dalam entitas kecil,

asersi-asersi ini dapat digabungkan. Penggabungan asersi-asersi di atas disingkat

sebagai berikut.

1. C-Completeness

2. E-Existence

3. A-Accuracy and cut-off

4. V-Valuation

Penggabungan asersi dalam 4 kombinasi tersebut, memudahkan penerapan

pada tiga kelompok asersi (jenis transaksi, saldo akun, dan penyajian serta

pengungkapan). Berikut ini merupakan penjelasan mengenai asersi gabungan.

Tabel 5. Penjelasan Asersi gabungan

Asersi PenjelasanC-Completeness Segala sesuatu yang harus dicatat atau diungkapan dalam

laporan keuangan telah dicakup. Tidak ada aset, utang, dan kewajiban, transaksi yang belum dicatat atau diungkapkan, dan juga tidak ada catatan dalam laporan keuangan yang hilang/dihilangkan atau tidak lengkap

E-Existence Segala sesuatu yang harus dicatat atau diungkapkan dalam laporan keuangan, memang ada pada tanggal yang bersangkutan, dan memang harus dicakup. Aset, utang/kewajiban, transaksi, dan hal-hal lain dalam catatan laporan keuangan memang ada, terjadi, dan terkait dengan entitas

A-Accuracy and cut-off

Semua kewajiban, pendapatan, beban, dan hak atas aset (yang dikuasai atau di bawah pengendalian) merupakan kewajiban atau kekayaan entitas dan telah dicatat dalam jumlah yang benar dan dialokasikan ke periode yang benar. Juga telah dilakukan pengklasifikasian dan pengungkapan yang benar dalam laporan keuangan

V-Valuation Aset, kewajiban, dan ekuitas dicatat dalam jumlah atau nilai yang benar dalam laporan keuangan. Penyesuaian untuk penilaian atau alokasi yang diperlukan karena sifatnya atau sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterapkan, telah dicatat sebagaimana mestinya

Sumber: Tuanakotta (2013)

Asersi dalam Auditing

Dalam ISA 315 alinea 25 disebutkan bahwa auditor wajib mengidentifikasi

dan menilai risiko salah saji pada tingkat laporan keuangan dan tingkat asersi

5

Page 6: Audit fix

untuk jenis transaksi, saldo akun, dan pengungkapan untuk merancang dan

melaksanakan prosedur audit selanjutnya. Seperti disebutkan sebelumnya, laporan

keuangan mengandung berbagai asersi. Asersi ini dapat digunakan auditor dalam

menilai risiko di tingkat laporan keuangan dan di tingkat asersi. Berikut ini

penjelasan mengenai penilaian risiko di tingkat laporan keuangan dan di tingkat

asersi (Tuanakotta, 2013):

a. Penilaian risiko di tingkat laporan keuangan

Risiko salah saji material pada tingkat laporan keuangan cenderung

bersifat pervasif (tersebar luas) dan karenanya mencakup semua asersi.

Sebagai contoh, jika kepala pembukuan tidak cukup kompeten, sangat boleh

jadi kekeliruan dalam laporan keuangan. Kekeliruan semacam ini seringkali

tidak terbatas pada satu saldo akun, satu jenis transaksi, atau suatu

pengungkapan saja, dan juga pada satu asersi saja, seperti lengkapnya

(completeness) transaksi penjualan. Namun kekeliruan juga dengan mudah

merambah ke asersi lain seperti accuracy, existence, dan valuation.

b. Penilian risiko di tingkat asersi

Risiko pada tingkat asersi berkaitan dengan saldo dari akun tertentu

(secara individu) pada saat tertentu (misalnya akhir tahun), atau untuk

transaksi tertentu pada suatu periode tertentu (misalnya dalam tahun buku

bersangkutan), dan berkenaan dengan penyajian dan pengungkapan tertentu

dalam laporan keuangan. Relevansi setiap asersi untuk saldo akun (atau jenis

transaksi, atau penyajian dan pengungkapan tertentu, akan berbeda, tergantung

pada ciri saldo akun itu dan potensi salah saji material.

Sebagai contoh, karena kemungkinan hilangnya persediaan relatif kecil

maka auditor menilai risiko salah saji material yang berkenaan dengan

completeness assertion rendah. Akan tetapi, kelemahan dalam menangani

transaksi penjualan menyebabkan auditor menilai risiko salah saji material

karena tidak lengkapnya saldo akun penjualan sebagai risiko yang tinggi.

Perbedaan dalam penilaian risiko pada kedua tingkat tersebut (laporan

keuangan dan asersi) dapat dilihat pada contoh gambar sederhana di bawah

ini.

6

Page 7: Audit fix

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa risiko pada tingkat laporan

keuangan bersifat pervasif dan dapat terjadi pada banyak asersi. Dalam contoh ini,

risiko tersebut disebutkan rendah (low). Kemudian pada risiko tingkat asersi,

risiko yang disajikan dalam setiap kelompok asersi hanyalah beberapa contoh saja

seperti:

a. Pada saldo akun : inventory, cash, dan payables

b. Pada jenis transaksi: revenue dan expenses

c. Pada penyajian dan pengungkapan: commitment dan related parties

Risiko untuk masing-masing asersi harus dinilai, dan hasilnya

dikelompokkan sebagai low (rendah), moderate (sedang), high (tinggi). Dalam

contoh di atas pada bagian inventory, asersi completeness dinilai low, existence

dinilai moderate, accuracy dinilai low, valuation dinilai high. Dengan klasifikasi

risiko ini, auditor dapat menanggapi risiko yang dihadapinya dengan prosedur

audit yang responsif.

Auditor dapat menggunakan penilaian asersi ini untuk membantu dalam:

a. Menentukan jenis risiko salah saji yang bisa terjadi

7

Page 8: Audit fix

b. Menilai seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko salah saji material

c. Merancang prosedur audit selanjutnya sebagai jawaban atau tanggapan

terhadap risiko yang dinilai.

Kode Etik

Kode etik profesi dapat bersifat global, seperti yang dikeluarkan IESBA

(International Ethics Standards Boards of Accountats) atau nasional, yang

ditegaskan dengan kode etik KAP. Selai kode etik yang merupakan payung moral

profesi, terdapat juga aturan-aturan mengenai perilaku anggota profesi (rules of

profesional conduct). Dalam budaya aristokratis, di awal lahirnya profesi, cara

berpakaian dan sapaan kepada sesama anggota profesi, diatur dalam aturan

perilaku. Di abad ke-21 kode etik dan aturan perilaku tidak lagi terbuai dengan

keagungan profesi semata, tapi telah membumi dan berkaitan langsung dengan

pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap profesi.

Code of Ethichs dibagi menjadi tiga bagian. Ketiga bagian menurut

Tuanakotta (2015) adalah sebagai berikut:

1. Prinsip-Prinsip Dasar (Fundamental Principles) etika profesi akuntansi.

2. Prinsip-Prinsip Dasar yang diterapkan untuk akuntan profesional “dalam

praktik publik”, atau akuntan publik.

3. Prinsip-Prinsip Dasar yang diterapkan untuk akuntan profesional “dalam

bisnis”, akuntan internal.

Tuanakotta (2015) menyatakan prinsip-prinsip dasar mengenai kode etik

menjadi kerangka konseptual yang wajib diterapkan akuntan ketika:

1. Mengidentifikasi ancaman (threats) terhadap kepatuhan atas prinsip-

prinsip dasar.

2. Mengevaluasi seberapa signifikannya ancama yang diidentifikasi (threats

identified).

3. Melakukan pengamanan (safeguards) untuk mengeliminasi atau menekan

ancaman (threats) ke tingkat yang dapat diterima (acceptable level).

Tuanakotta (2015) mengutarakan kutipan dari Code of Ethics mengenai

Prinsip-Prinsip Dasar. Seorang akuntan wajib mematuhi prinsip-prinsip dasar

berikut ini:

8

Page 9: Audit fix

1. Integritas – lurus/tidak “berbelok ke kanan atau ke kiri”, lugas, dan jujur

dalam semua hubungan profesional dan bisnis.

2. Objektif – tidak membiarkan bias, benturan kepentingan atau tekanan

pihak lain menghilangkan kearifan dan akal sehat profesional dan bisnis.

3. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional – memelihara pengetahuan dan

keterampilan profesional untuk memastikan bahwa klien atau karyawan

mendapatkan jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan

terakhir dalam praktik, ketentuan perundangan dan teknik, dan bertindak

sesuai dengan standar teknis dan profesional.

4. Konfidensialitas – menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari

hubungan profesional dan bisnis, tidak mengungkapkan informasi tersebut

kepada pihak ketiga tanpa hak atau wewenang yang tepat dan spesifik,

kecuali jika ada hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk

mengungkapkannya. Juga, tidak mengungkapkan informasi tersebut

kepada pihak ketiga untuk keuntungan pribadi akuntan atau pihak lain.

5. Perilaku Profesional – memenuhi ketentuan undang-undang dan aturan

perundangan lain dan menghindari perbuatan yang merendahkan martabat

profesi.

Code of ethics menggunakan pendekatan kerangka konseptual. Pendekatan

ini menjelaskan secara umum ancaman terhadap kode etik profesional, bagaimana

mengidentifikasinya, dan apa penangkal terhadap ancaman yang diidentifikasi.

Tidak mungkin mendefinisikan seluruh ancaman yang dihadapi, dan penangkal

untuk menekan ancama tersebut yang dapat diterima. Tuanakotta (2015)

mengutarakan Code of Ethics membagi Threats ke dalam kategori ke dalam

kategori berikut:

1. Ancaman terhadap kepentingan pribadi – ancaman berupa kepentingan

keuangan atau kepentingan lain yang mempengaruhi secara tidak wajar,

akal sehat atau perilaku akuntan.

2. Ancaman akibat mereviu perkerjaan sendiri – ancaman di mana akuntan

profesional tidak akan dapat mengevaluasi hasil (opini, kesimpulan,

temuan, dan lain-lain) yang diperoleh dari pelaksanaan tugas sebelumnya

oleh akuntan profesional tersebut, atau orang lain dari KAP yang sama.

9

Page 10: Audit fix

3. Ancaman berkenaan dengan nasihat yang diberikan – ancaman terhadap

akuntan profesional akibat mempromosikan posisi klien atau karyawan,

sehingga ia mengorbankan objektivitasnya.

4. Ancaman karena kedekatan – ancama yang berkaitan dengan hubungan

dekat yang terlalu lama dengan klien atau karyawan, sehingga akuntan

profesional menjadi terlalu bersimpati dengan kepentingan mereka atau

terlalu ingin menerima pekerjaan mereka.

5. Ancaman intimidasi – ancama yang membuat akuntan profesional tidak

dapat bertindak objektif karena tekanannya, termasuk upaya untuk

menekan akuntan profesional.

Ancaman pada poin satu hingga empat merupakan ancaman yang datang

dari internal atau dari akuntan itu sendiri. Sedangkan ancaman intimidasi (poin 5)

merupakan ancaman dari luar.

Penangkal terhadap ancaman-ancama di atas, disebut Safeguards. Contoh

Safeguards yang ditetapkan oleh profesi akuntan, undang-undang, atau ketentuan

lain, yaitu:

1. Persyaratan mengenai jenjang pendidikan, jenis dan jumlah pelatihan,

serta jenis dan lamanya pengalaman, ketika akan memasuki profesi

2. Persyaratan mengenai pengembangan profesional berkelanjutan

3. Pereaturan tentang tata kelola perusahaan

4. Standar profesi

5. Prosedur pemantauan dan prosedur disiplin profesi

6. Reviu oleh pihak eksternal atas laporan, komunikasi, atau informasi yang

dihasilkan akuntan

Seorang akuntan profesional dapat diminta menyelesaikan konflik-konflik

yang dihadapinya berupa pelanggaran prinsip-prinsip dasar. Menurut Tuanakotta

(2015) faktor-faktor yang relevan dalam proses penyelesaian konflik semacam ini,

baik formal maupun informal antara lain:

1. Fakta yang relvan

2. Butir-butir etika yang dipermasalahkan

3. Potensi pelanggaran terhadap prinsip dasar yang mana

4. Apa prosedur internal yang ada untuk konflik seperti ini

10

Page 11: Audit fix

5. Tindakan apa saja yang bisa diambil

Setelah mempertimbangkan faktor-faktor yang relevan, akuntan

profesional wajib menentukan tindakan yang akan diambil dengan

mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing alternatif. Berikut ini adalah

kemungkin yang dapat terjadi dalam penyelesaian konflik:

1. Jika konfliknya tidak dapat diselesaikan, akuntan perlu berkonsultasi

dengan orang-orang terterntu di KAP-nya atau di entitas yang

mempekerjakannya untuk membantu mencari penyelesaian.

2. Jika suatu konflik terjadi terhadap atay di dalam organisasi, akuntan

profesional wajib menentukan apakah akan berkonsultasi dengan TCWG

(Those Charged with Governance) seperti dewan komisaris atau komite

audit.

3. Jika konflik yang signifikan tidak dapat diselesaikan, akuntan profesional

perlu mempertimbangkan nasihat lembaga atau badan yang relevan atau

penasihat hukum.

4. Jika sesudah menjajaki berbagai kemungkinan penyelesaian, konflik etika

masih belum terselesaikan, akuntan profesional wajib berada di tengah-

tengah situasi yang menimbulkan konflik tersebut. Akuntan profesional

wajib menentukan apakah tepat baginya untuk mengundurkan diri dari

anggota tim atau penugasan tersebut, atau KAP sama sekali mundur dari

klien yang bersangkutan, atau akuntan profesional yang menjadi karyawan

sama sekali mindur dari entitas yang mempekerjakannya.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2011

Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2011 membahas tentang

akuntan publik. Etika profesi akuntan publik dijelaskan pada Bab V terkait dengan

hak, kewajiban, dan larangan akuntan publik.

I. Pasal 24, Hak Akuntan Publik

Akuntan Publik berhak untuk:

a. memperoleh imbalan jasa

b. memperoleh perlindungan hukum sepanjang telah memberikan jasa

sesuai dengan SPAP

11

Page 12: Audit fix

c. memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya yang berkaitan

dengan pemberian jasa sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

II. Pasal 25, Kewajiban Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik

Akuntan Publik wajib:

a. berhimpun dalam Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang ditetapkan

oleh Menteri

b. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan

bagi Akuntan Publik yang menjadi pemimpin KAP atau pemimpin

cabang KAP wajib berdomisili sesuai dengan domisili KAP atau

cabang KAP dimaksud

c. mendirikan atau menjadi Rekan pada KAP dalam jangka waktu

180 (seratus delapan puluh) hari sejak izin Akuntan Publik yang

bersangkutan diterbitkan atau sejak mengundurkan diri dari suatu

KAP

d. melaporkan secara tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu

paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak:

1. menjadi Rekan pada KAP

2. mengundurkan diri dari KAP, atau

3. merangkap jabatan yang tidak dilarang dalam Undang-

Undang ini

e. menjaga kompetensi melalui pelatihan profesional berkelanjutan

f. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, dan mempunyai

integritas yang tinggi.

Akuntan Publik dalam memberikan jasanya wajib:

a. melalui KAP.

b. mematuhi dan melaksanakan SPAP dan kode etik profesi, serta

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa yang

diberikan.

c. membuat kertas kerja dan bertanggung jawab atas kertas kerja

tersebut.

III. Pasal 28

12

Page 13: Audit fix

1. Dalam memberikan jasa asurans sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1), Akuntan Publik dan KAP wajib menjaga

independensi serta bebas dari benturan kepentingan.

2. Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi antara lain, apabila:

a. Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi mempunyai

kepentingan keuangan atau memiliki kendali yang

signifikan pada klien atau memperoleh manfaat ekonomis

dari klien;

b. Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi memiliki hubungan

kekeluargaan dengan pimpinan, direksi, pengurus, atau

orang yang menduduki posisi kunci di bidang keuangan

dan/atau akuntansi pada klien; dan/atau

c. Akuntan Publik memberikan jasa sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 ayat (1) dan jasa lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dalam periode yang sama

atau untuk tahun buku yang sama.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai benturan kepentingan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan

Menteri setelah berkonsultasi dengan Komite Profesi Akuntan

Publik.

IV. Pasal 29

1. Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi wajib menjaga

kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari klien.

2. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan

apabila digunakan untuk kepentingan pengawasan oleh Menteri.

3. Menteri wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya

dari Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

V. Pasal 30

1. Akuntan Publik dilarang:

13

Page 14: Audit fix

a. memiliki atau menjadi Rekan pada lebih dari 1 (satu) KAP;

b. merangkap sebagai:

pejabat negara

pimpinan atau pegawai pada lembaga pemerintahan,

lembaga negara, atau lembaga lainnya yang dibentuk

dengan peraturan perundang-undangan; atau

jabatan lain yang mengakibatkan benturan kepentingan

c. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat

(1), untuk jenis jasa pada periode yang sama yang telah

dilaksanakan oleh Akuntan Publik lain, kecuali untuk

melaksanakan ketentuan undang-undang dan peraturan

pelaksanaannya;

d. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)

dan ayat (3) dalam masa pembekuan izin;

e. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)

dan ayat (3) melalui KAP yang sedang dikenai sanksi

administratif berupa pembekuan izin;

f. memberikan jasa selain jasa sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) melalui KAP;

g. melakukan tindakan yang mengakibatkan kertas kerja dan/atau

dokumen lain yang berkaitan dengan pemberian jasa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak dapat

dipergunakan sebagaimana mestinya;

h. menerima imbalan jasa bersyarat;

i. menerima atau memberikan komisi; atau

j. melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi,

dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang

diberikan.

2. Larangan merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b dikecualikan bagi Akuntan Publik yang merangkap sebagai

pimpinan atau pegawai pada lembaga pendidikan bidang akuntansi

dan lembaga yang dibentuk dengan undang-undang untuk

14

Page 15: Audit fix

melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk kepentingan profesi

di bidang akuntansi.

Standar Profesi

Pembahasan ini khusus ditujukan untuk standar standar internasional

untuk penugasan audit (ISA). ISA adalah standar audit yang relatif baru untuk

Indonesia. Cara yang mudah untuk membaca ISA ialah dengan memahami

struktur dan sistematika setiap ISA. Ini dijelaskan dalam tabel 6.

Tabel 6. Struktur dan Sistematika ISA

Seksi-seksi Penjelasan

Introduction

(pengantar)

Seksi ini dapat memuat informasi tentang tujuan, lingkup,

dan pokok bahasan dari ISA tersebut, di samping

pembahasan tentang apa yang diharapkan dari auditor dan

pihak-pihak lain yang secara spesifik dalam ISA.

Objective

(tujuan)

Setiap ISA memuat pertanyaan yang jelas tentang tujuan

auditor mengenai hal-hal yang dibahas dalam ISA

tersebut. Auditor wajib untuk:

a. Menentukan apakah setiap prosedur audit

disamping yang diwajibkan ISAs memang

diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang

ditetapkan ISAs.

b. Mengevaluasi apakah bukti audit yang cukup

sudah diperoleh.

Definition

(definisi)

Sebagai penegasan, ISA yang bersangkutan

mencamtumkan istilah-istilah yang berkenaan dengan hal-

hal yang dibahasnya. Definisi ini diberikan untuk

penerapan dan penafsiran yang konsisten dari berbagai

ISAs

Requirements

(persyaratan)

Setiap tujuan didukung oleh penjelasan mengenai

persyaratan yang diwajibkan. Kewajiban ini senantiasa

dinyatakan dengan frasa “the auditor shall” atau “auditor

15

Page 16: Audit fix

wajib”.

Application and

Other

Explanatory

Material

(penerapan dan

materi penjelasan

lain)

Seksi ini menjelaskan lebih lanjut persyaratan/kewajiban

dari ISA tersebut, dan petunjuk untuk melaksanakan

persyaratan/kewajiban tersebut. Secara khusus, seksi ini

dapat:

a. Menjelaskan lebih tepat makna dari suatu

persyaratan atau apa yang ingin dicakup

b. Mencantumkan pertimbangan yang spesifik untuk

entitas kecil

c. Memasukkan contok prosedur yang mungkin tepat

dalam situasi yang dihadapi. Namun, prosedur

yang sebenarnya dipilih auditor, ditentukan oleh

penerapan kearifan profesionalnya pada situasi

yang dihadapi dan risiko yang dinilainya mengenai

kemungkinan salah saji yang material.

Meskipun petunjuk ini tidak dengan sendirinya

merupakan kewajiban, namun ia relevan untuk penerapan

yang tepay dari kewajiban suatu ISA. Seksi ini juga dapat

memberikan informasi latar belakang mengenai masalah

yang dibahas dalam ISA tersebut.

Appendices

(lampiran)

Appendices merupakan bagian dari seksi terdahulu.

Tujuan dan maksud digunakannya suatu appendix

dijelaskan dalam batang tubuh dari ISA yang

bersangkutan, atau dalam judul dan pengantar dari

appendix itu sendiri.

Sumber: Tuanakotta (2015)

Makna Perubahan Standar Audit

Ketika terdapat perubahan standar audit, pertanyaan yang sering diajukan

ialah: apa perubahannya, apa perbedaan dengan standar yg lama dan yang baru?

Berikut ini beberapa contoh dari perbedaan ISA dan SPAP yang lama, yang

bersifat substantif dan mendasar. Tentu masih ada contoh-contoh lain, yang bisa

16

Page 17: Audit fix

menjadi bahan penelitian auditing. Contoh perbedaan yang akan dibahas berikut

ini:

I. Penekanan Pada Risiko

Audit berbasis ISA tidak lain dari audit berbasis risiko. SPAP tidak

mengabaikan aspek risiko. Bahkan istilah risiko seperti inherent risk,

control risk, detection risk, dan audit risk dikenal dalam SPAP.

Tuanakotta (2015) menyatakan hal yang berbeda ialah tekanan

yang sangat besar pada risiko, dalam satiap tahap audit. Tahap audit yang

pertama dan kedua bahkan menggunakan istilah risiko, tahap pertama risk

assassment dan tahap kedua risk response. Meskipun tahap ketiga tidak

menggunakan istilah risiko, nuansa ini dalam tahap ketiga sangat kental

terlihat dalam ISAs tentang tahap ketiga (pelaporan).

II. Standar Berbasis Prinsip

Standar terbitan IFAC adalah standar berbasis prinsip yang

merupakan perubahan dari SPAP sebelumnya yang berbasis aturan.

Perubahan ini sangat signifikan. Tuanakotta (2015) menyatakan filsafat

dasar dalam standar berbasis prinsip ialah:

a. Ketahui tujuan yang ingin dicapai

b. Kenali lapangan dengan baik (kenali klien, industri, dan

lingkungannya)

c. Ketahui apa yang wajib dilakukan, agar audit ini sesuai standar dan

auditnya bermutu

d. Senantiasa waspada, gunakan profesional judgment, untuk

mencapai tujuan.

Dalam standar berbasis aturan, lembaga yang menetapkan standar

menetapkan langkah demi langkah dengan banyak petunjuk teknis yang

diharapkan membantu auditor mencapai tujuan. Ada dua sifat yang

membedakan standar berbasis aturan dari standar berbasis prinsip.

Pertama, standar berbasis aturan sangat rumit dan memberi kesan eksak

atau tepat. Kedua standar berbasis aturan mengekang kearifan profesional.

III. Pengukuran Berkesan Eksak

17

Page 18: Audit fix

ISA tidak mengabaikan model-model matematis. Namun, ISA

memberikan keleluasaan menerapkan kearifan profesional, terutama jika

model matematis menimbulkan keraguan besar. Salah satu sifat dari model

matematis adalah kerumitannya. Kompleksitas model matematis sering

memberikan kesan keliru, seolah model tersebut memberikan jawaban

yang precise atau exact.

Penekanan pada penerapan professional judgement merupakan

contoh perubahan mendasar yang ditekankan ISA. Gagasan mengenai

professional judgement sebenarnya bukan barang baru. Mahasiswa

auditing 1960-an mengenalnya lewat penelitian dasar dan tulisan Mautz

dan Sharaf, Philosophy of Auditing.

IV. Gunakan Kearifan Profesional

Jika keputusan audit yang penting dibuat oleh asisten yang belum

berpengalaman, ISAs menegaskan bahwa auditnya tidak sesuai dengan

ISAs. Ciri penugasan audit menggunakan kearifan profesional adalah

keterlibatan auditor yang berpengalaman dan mumpuni. Dalam praktik

akuntan publik, ini berarti keterlibatan partner yang mempunyai

pengalaman, pendidikan dan pelatihan yang tepat dengan penugasannya,

dan ciri kepribadian tertentu seperti sikap skeptis (professional

skepticism).

V. Senantiasa Terapkan Kewaspadaan Profesional

Kewaspadaan profesional dalam makna lama, terbatas pada sikap

wapada jika ada bukti awal yang mencurigakan. Makna baru dalam konsep

kewaspadaan profesional adalah, auditor sejak awal harus waspada, calon

kliennya pun bisa membohonginya dengan melakukan manipulasi laporan

keuangan.

Kewaspadaan profesional adalah tanggapan wajar dari auditor yang

berhadapan dengan risiko salah saji yang material dalam laporan

keuangan, baik yang tidak disengaja maupun yang berniat jahat.

Pengalaman manipulasi laporan keuangan, fraud, atau financial

shenanigans membuat auditor wajib menerapkan kewaspadaan

profesional, setiap ketika melaksanakan auditnya.

18

Page 19: Audit fix

VI. Pengendalian Internal

Perbedaannya ialah ISA menjadikan sistem pengendalian internal suatu

kewajiban yang harus dipenuhi oleh entitas. Entitas wajib menetapkan,

membangun, memelihara, dan mengimplementasikan lingkungan dan

sistem pengendalian internal. Jika lingkungan dan sistem pengendalian

tidak ada atau sangat tidak memadai, risiko audit menjadi sangat tinggi,

auditor wajib menolak penugasan audit ini.

VII. Those Charged with Governance

Perkembangan dalam tata kelola pada dua dekade terakhir menekankan

perlunya orang atau lembaga dengan wewenang yang cukup dalam

mengawasi entitas, mereka ini lah yang disebut TCWG. Konsekuensinya

adalah bahwa jika orang atau lembaga TCWG itu eksis dalam entitas

tersebut, auditor wajib berkomunikasi dengan mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Arens, A. A., Elder, R. J., & Beasley, M. S. 2012. Auditing and Assurance Services. 14thedition: Pearson.

Tuanakotta, T. M. 2013. Audit Berbasis ISA (International Standard on Auditing). Jakarta: Salemba Empat.

Tuanakotta, T. M. 2015. Audit Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat

19