ayat-ayat sajadah dalam al-qur’an

26
AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF FENOMENOLOGI Moh Jazuli Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep [email protected] Abstrak Ayat-ayat sajadah merupakan ayat-ayat yang apabila membaca atau mendengarnya disunnahkan untuk melakukan sujud tilawah. Cara memperlakukan ayat ini berbeda dengan ayat-ayat yang bukan ayat sajadah. ayat ini merupakan ayat yang diperlakukan istimewa oleh umat islam. Jika pada ayat yang lain mereka hanya disunnahkan untuk mengucapakan kalimat tertentu, semisal kata amîn ketika membaca akhir surat al-Fatihah, tapi pada ayat ini umat islam disunnahkan untuk melakukan sujud tilawah. Kata yang digunakan dalam ayat sajadah ini (yang menyebabkan ayat tersebut tergolong dalam ayat-ayat sajadah) berbeda-beda. Ada kata yang menggunakan redaksi berita (khabari) dan yang ada menggunakan redaksi perintah (insya’i yang amar). Meskipun redaksi yang digunakan dalam ayat sajadah ini berbeda-beda, namun kesunnahan untuk melakukan sujud bagi yang membaca dan mendengar ayat ini tidak hilang karena perbedaan redaksi. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa fenomena yang terdapat dalam ayat-ayat sajadah ini adalah berbeda-bedanya redaksi yang digunakan dalam ayat ini. Perbedaan tersebut tidak dapat menghilangkan eksistensi ayat sajadah tersebut. Bahkan, perintah yang menggunakan redaksi khabari lebih tegas perintahnya dari pada redaksi yang menggunakan amar. Kata Kunci: Ayat-Ayat Sajadah, al-Qur’an, dan Fenomenologi Pendahuluan Turunnya al-Qur’an merupakan salah satu peristiwa besar yang terjadi dalam sejarah umat Islam. al-Qur’an yang merupakan kitab suci bagi umat Islam ini diturunkan kepada seorang utusan yang al- amîn untuk disampaikan kepada umatnya sebagai pegangan hidup. Kitab suci ini menyebut dirinya sebagai hudan (petunjuk) bagi

Upload: others

Post on 05-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

PERSPEKTIF FENOMENOLOGI

Moh Jazuli

Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep [email protected]

Abstrak

Ayat-ayat sajadah merupakan ayat-ayat yang apabila membaca atau mendengarnya disunnahkan untuk melakukan sujud tilawah. Cara memperlakukan ayat ini berbeda dengan ayat-ayat yang bukan ayat sajadah. ayat ini merupakan ayat yang diperlakukan istimewa oleh umat islam. Jika pada ayat yang lain mereka hanya disunnahkan untuk mengucapakan kalimat tertentu, semisal kata amîn ketika membaca akhir surat al-Fatihah, tapi pada ayat ini umat islam disunnahkan untuk melakukan sujud tilawah. Kata yang digunakan dalam ayat sajadah ini (yang menyebabkan ayat tersebut tergolong dalam ayat-ayat sajadah) berbeda-beda. Ada kata yang menggunakan redaksi berita (khabari) dan yang ada menggunakan redaksi perintah (insya’i yang amar). Meskipun redaksi yang digunakan dalam ayat sajadah ini berbeda-beda, namun kesunnahan untuk melakukan sujud bagi yang membaca dan mendengar ayat ini tidak hilang karena perbedaan redaksi. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa fenomena yang terdapat dalam ayat-ayat sajadah ini adalah berbeda-bedanya redaksi yang digunakan dalam ayat ini. Perbedaan tersebut tidak dapat menghilangkan eksistensi ayat sajadah tersebut. Bahkan, perintah yang menggunakan redaksi khabari lebih tegas perintahnya dari pada redaksi yang menggunakan amar. Kata Kunci: Ayat-Ayat Sajadah, al-Qur’an, dan Fenomenologi

Pendahuluan

Turunnya al-Qur’an merupakan salah satu peristiwa besar yang

terjadi dalam sejarah umat Islam. al-Qur’an yang merupakan kitab

suci bagi umat Islam ini diturunkan kepada seorang utusan yang al-

amîn untuk disampaikan kepada umatnya sebagai pegangan hidup.

Kitab suci ini menyebut dirinya sebagai hudan (petunjuk) bagi

Page 2: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |171

manusia. Kandungan yang terdapat didalamnya dapat

menyelamatkan manusia dari kesesatan dan menunjukkannya pada

jalan yang lurus. Isi dari kitab al-Qur’an ini mencakup pada setiap lini

kehidupan manusia, mulai dari kehidupan manusia yang pertama

hingga berakhirnya kehidupan dunia. Bahkan kehidupan setelah

kehidupan dunia ini juga tercakup didalamnya sehingga tidak salah

jika dikatakan bahwa kitab ini sholih li kulli zaman wa makan.

Pada dasarnya al-Qur’an turun sebagai wahyu untuk

menyampaikan pesan-pesan Allah kepada makhluk-Nya melalui lisan

Nabi Muhammad SAW. al-Qur’an turun secara berangsur-angsur

selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Proses turun secara berangsur-

angsur ini dimaksudkan agar manusia dengan mudah menghafal dan

dapat mengaplilkasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat

mengaplikasikan isi al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, maka

manusia khususnya umat Islam di tuntut untuk melakukan interaksi

dengan kitab yang telah menjadi pegangan hidup umat Islam ini.

Dengan demikian manusia mampu menangkap pesan yang

terkandung didalamnya, sehingga pesan-pesan itu dapat diaplikasikan

dalam kehidupannya.

Berinteraksi dengan al-Qur’an, mulai dari proses membaca,

memahami hingga mengaplikasikan dalam kehidupan nyata tidak

akan pernah berhenti dalam denyut nadi umat Islam. Usaha-usaha

tersebut selalu muncul kepermukaan selaras dengan kebutuhan dan

tantangan yang mereka hadapi, hal ini disebabkan al-Qur’an

merupakan kitab suci yang selalu relevan bagi mereka sepanjang

masa. Relevansi kitab suci ini terlihat pada petunjuk-petunjuk

Page 3: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

172|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

(guidance) yang diberikannya kepada mereka dalam seluruh aspek

dan sendi-sendi kehidupan.1

Salah satu bentuk interaksi dengan al-Qur’an adalah

melakukan aktifitas tertentu sesuai dengan bacaan. Dalam suatu

riwayat, Rasulullah memerintahkan untuk membaca ‚amîn‛ apabila

bertemu dengan ayat yang berbunyi ‚waladh-dhoollîn‛.2 Ada

beberapa ayat yang juga disunnahkan untuk dijawab manakala

menjumpainya, misalnya terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 286

yang berbunyi, فاًصرى على القوم الكافريي sunnah dijawab dengan اهيي

dan masih banyak lagi ayat-ayat yang sunnah ,برحوتكيا ارحن الرحويي

dijawab ketika membaca atau mendengarnya.3 Selain itu, Rasulullah

juga memberi contoh dengan bersujud ketika mendengar atau

membaca ayat-ayat tertentu, yaitu yang disebut dengan ayat-ayat

sajadah. Ayat sajadah merupakan beberapa ayat dalam al-Qur’an

yang apabila dibaca atau didengarnya disunnahkan untuk melakukan

sujud tilawah bagi orang yang membaca atau mendengarnya.

Dibanding ayat-ayat al-Qur’an lainnya, ayat-ayat sajadah

termasuk ayat-ayat yang unik dan istimewa. Cara memperlakukannya

berbeda dengan ayat yang lainnya, jika pada ayat-ayat tertentu cara

memperlakukannya dengan mengucapkan bacaan tertentu, seperti

membaca ‚Amîn‛ ketika sampai pada ayat yang berbunyi ‚waladh-

dhôllîn‛, maka pada ayat-ayat sajadah ini diperlakukan dengan cara

1 Fathurrosyid, Kisah Nabi Sulaiman AS dan Ratu Balqis dalam Al-Qur’an

(Kajian Structuralisme-Semiotik). Tesis. Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya

2011), 1. 2 Abi Zakaria Yahya Bin Syarifuddin An-Nawawi Asy-Syafi’i, At-Tibyan Fi

Adabi Hamalatil Qur’an, (Surabaya: Alhidayah, tt), 106. 3 Waqid Yusuf, dkk. SKIA (Syarat-Syarat Kecakapan Ibadah Amaliyah)

(Sumenep: Pondok Pesantren Annuqayah, 2010), 185.

Page 4: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |173

bersujud yang kemudian sujud itu disebut dengan sujud tilawah

(sujud karena bacaan). Bahkan, dalam keadaan sholatpun sujud ini

tetap dianjurkan untuk dilakukan ketika musholli (orang yang sholat)

membaca atau mendengar bacaan ayat-ayat sajadah dari imamnya

jika dia melakukan sholat secara berjama’ah.

Sujud tilawah merupakan sujud yang dilakukan karena

membaca atau mendengar bacaan ayat-ayat sajadah. Menurut Ahmad

Mujab al-Mahalli, sujud tilawah adalah sujud karena bacaan.

Maksudnya, bagi orang yang membaca ayat-ayat sajadah

disunnahkan untuk melakukan sujud, demikian pula bagi orang yang

mendengarnya.4 Secara umum, sujud tilawah merupakan sujud yang

dilakukan oleh seseorang ketika membaca atau mendengar orang lain

membaca ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an baik ketika melakukan

sholat maupun diluar shalat.5

Ayat sajadah hanya terdapat dalam 15 ayat dalam al-Qur’an.

Namun, jumlah ini masih diperselisihkan dikalangan para ulama’.

Biasanya, dalam al-Qur’an yang ada sekarang terdapat tanda kubah

atau simbol tertentu yang menjadi penanda ayat sajadah. Bagi orang-

orang yang tidak mengetahui letak ayat sajadah, simbol-simbol ini

sangat membantu untuk mengetahi dimana ayat sajadah tersebut

berada. Dalam 15 ayat tersebut, kata-kata (lafadz) yang menyebabkan

ayat tersebut disebut dengan ayat sajadah dan mengharuskan untuk

melakukan sujud tilawah tidak semua menggunakan kata imperatife

(kata yang bermakna perintah).

4 Ahmad Mujab Mahalli, Hadits-hadits ahkam Riwayat As-Syafi’ie (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 305. 5 Fathurrosyid, Kisah Nabi Sulaiman AS dan Ratu Balqis dalam Al-qur’an, 4.

Page 5: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

174|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

Bentuk interaksi umat Islam terhadap ayat-ayat sajadah yang

memiliki redaksi yang berbeda (perintah dan bukan perintah untuk

bersujud) merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Bagi ayat

sajadah yang redaksinya bermakna perintah untuk bersujud,

kemudian orang yang membaca dan mendengar ayat tersebut

melakukan sujud tilawah, mungkin hal itu wajar dan memang

seharusnya dilakukan berdasarkan perintah dari ayat tersebut, namun

dalam kebanyakan ayat sajadah yang redaksinya bukan perintah, juga

diperlakukan sama oleh umat Islam.

Kitab-kitab tafsir yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah

kitab tafsir klasik. Kitab-kitab tafsir klasik ini dipilih karena

perlakuan istimewa terhadap ayat-ayat sajadah ini sudah diajarkan

sejak masa nabi, sehingga ulama’-ulama’ klasik ini lebih awal

mengetahui segala aspek yang berkenaan dengan ayat-ayat sajadah

dari pada ulama’ kontemporer yang hanya merujuk pada kitab-kitab

tafsir klasik. Dalam hal ini, penulis mencukupkan dengan mengkaji

dua kitab tafsir, yakni tafsir al-Qur’ân al-Adzîm karya Ibn Katsir dan

al-Durru al-Mantsûr fî al-Tafsir bi al-Ma’tsûr karya Jalaluddin as-

Suyuti. kedua kitab tersebut merupakan kitab tafsir klasik yang

sama-sama menggunakan metode penafsiran tahlili. Alasan penulis

memilih dua kitab tersebut, selain karena kitab-kitab tersebut sudah

sering dijadikan sebagai sumber rujukan oleh kebanyakan orang,

kitab-kitab tersebut juga menjelaskan secara mendetail setiap ayat

yang ditafsirkannya, mulai dari makna mufradat, susunan kalimat

hingga tafsir ayat.

Penelitian ini hendak mengungkap dua persoalan penting.

Pertama, bagaimana fenomena ayat-ayat sajadah dalam al-Qur’an?

Page 6: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |175

Kedua, mengapa ada perbedaan dan persamaan dalam lafadz ayat-

ayat sajadah dalam al-Qur’an? Untuk menjawab dua persoalan ini,

penulis menggunakan pendekatan filosofis dan fenomenologis.

Pendekatan filosofis merupakan pendekatan yang menjelaskan objek

yang diteliti secara mendalam. Dalam penelitian ini, pendekatan ini

digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat sajadah dalam al-Qur’an

dengan sejelas-jelasnya. Pendekatan fenomenologi digunakan untuk

menganalisis fenomena-fenomena yang berkenaan dengan ayat-ayat

sajadah dalam al-Qur’an.

Studi yang berkaiatan dengan tema sujud tilawah sudah banyak

dilakukan oleh para akademisi. Namun demikian, studi tersebut

banyak mengarah pada persoalan yang bersifat normatif yaitu kajian

fiqih, seperti Fiqhi Sunnah6 dan Fiqhi Shalat, Panduan Lengkap

Shalat Seperti Nabi7 karya Sayyid Sabiq, Fikih Keseharian Gus

Muskarya KH.A. Musthafa Bisri8 dan Hadits-Hadits Ahkam Riwayat

Asy-Syafi’i karya Ahmad Mudjab Mahalli.9 Dalam buku-buku

tersebut terdapat pembahasan mengenai ayat-ayat sajadah namun

hanya sedikit. Dalam buku-buku tersebut lebih banyak membahas

sujud tilawah serta hal-hal yang berkaitan dengan sujud tilawah dari

pada ayat-ayat sajadah karena memang buku tersebut merupakan

buku-buku fiqhi yang hanya membahas mengenai amaliyah umat

Islam.

6Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 2 (Bandung: PT. Alma’arif, 1976), 23. 7Sayyid Sabiq, Fiqih Sholat, Panduan Lengkap Sholat Seperti Nabi

(Bandung: Jabal, 2012), 123. 8 A. Mostofa Bisri, Fiqih Keseharian Gus Mus (Surabaya: Khalista, 2006). 9Ahmad Mujab Mahalli, Hadits-Hadits Ahkam Riwayat As-Syafi’ie (Jakarta:

PT. raja Grafindo Persada, 2003).

Page 7: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

176|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

Selain buku-buku tersebut, juga ada buku yang lebih khusus

membahas tentang sujud tilawah. Buku tersebut ditulis oleh Abul

Aziz bin Muhammad as-Sidhan dan Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

dengan judul at-Tibyân fî Sajdatil Qur’ân.10

Penulis buku tersebut

telah menyajikan secara panjang lebar mengenai sujud tilawah, mulai

dari definisi, hukum, tata cara, serta dimana saja letak ayat-ayat yang

menuntut umat islam melakukan sujud tilawah dan hal-hal lain yang

berkaitan dengan sujud tilawah.

Dengan demikian, sekalipun banyak yang menulis tentang

ayat-ayat sajadah dan sujud tilawah, namun masih belum peneliti

temukan yang membicarakan mengenai lafadz (kata) yang digunakan

dalam ayat-ayat sajadah yang menyebabkan ayat tersebut disebut

dengan ayat sajadah dan mengharuskan untuk bersujud bagi orang

yang membaca dan mendengarnya. Disinilah letak perbedaan

penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang ada sebelumnya.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research)

yang memfokuskan pada literatur-literatur yang berkenaan dengan

ayat-ayat sajadah dalam al-Qur’an. Metode penelitian pustaka ini

merupakan salah satu jenis metode penelitian kualitatif yang lokasi

dan tempat penelitiannya dilakukan di pustaka, dokumen, arsip, dan

lain sejenisnya.11

Adapun sumber data yang digunakan adalah kitab-

kitab tafsir al-quran, sedangkan data sekundernya adalah data yang

ada relevansinya dengan tema riset ini.

10Abdul Aziz bin Muhammad as-Sidhan dan Abdul Aziz bin Abdullah bin

Baz, at-Tibyan fi Sajdatil Qur’an (Riyadh: Darul Manar, 1989) 11Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif, 190.

Page 8: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |177

Fenomena Ayat-Ayat Sajadah dan Sujud Tilawah dalam al-

Qur’an

Ayat-ayat sajadah merupakan berberapa ayat dalam al-Qur’an

yang apabila dibaca disunnahkan untuk melakukan sujud tilawah bagi

orang yang membaca dan mendengarnya. Menurut Muhammad

Shalikin, ayat-ayat sajadah adalah ayat-ayat yang disunnahkan

bersujud seusai membacanya.12

Sujud yang dilakukan seusai

membaca ayat-ayat sajadah ini lazim disebut dengan sujud tilawah.

Ayat-ayat sajadah termasuk ayat-ayat yang unik dan istimewa.

Cara memperlakukannya berbeda dengan ayat yang lainnya. Jika pada

ayat-ayat tertentu cara memperlakukannya dengan mengucapkan

bacaan tertentu, seperti membaca ‚Amîn‛ ketika sampai pada ayat

yang berbunyi ‚waladh-dhôllîn‛, maka pada ayat-ayat sajadah ini

diperlakukan dengan cara bersujud. Sujud tersebut merupakan bentuk

interaksi yang diajarkan oleh nabi Muhammad ketika berhadapan

dengan ayat-ayat sajadah. Selain itu, hal tersebut merupakan adab

membaca al-Qur’an yang seharusnya dilakukan ketika bertemu

dengan ayat-ayat sajadah.

Dalam mushaf al-Qur’an, yang termasuk ayat-ayat sajadah

terdapat dalam 15 ayat. Biasanya, ayat-ayat tersebut dibubuhi tanda

khusus, semisal tanda kubah yang menunjukkan bahwa ayat-ayat

tersebut adalah ayat-ayat sajadah.13

Di kalangan para ulama’, jumlah

tersebut masih diperselisihkan. Ada ulama’ yang mengatakan bahwa

12 Muhammad Shalikin, Panduan Shalat Lengkap dan Praktis (Jakarta:

Erlangga, 2012), 87. 13 Ibid, 89.

Page 9: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

178|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

jumlahnya hanya ada 14 ayat. Di antara ulama’ yang berpendapat

demikian adalah imam asy-Syafi’i dan Imam Abu Hanifah.14

Abu Muhammad ibnu Shalih bin Hasbullah, mengutip dari

kitab Taisîrur ar-Rahmân fî Ahkâmi Sujûdi Tilâwatil al-Qurân karya

Abu Muhammad ‘Isham Abdurrabih, mengatakan bahwa jumlah

ayat-ayat sajadah ada 15 ayat berdasarkan pada hadits marfu’ dari

‘Amr bin Abdul ‘Ash, yang berbunyi ‚Sesungguhnya Nabi SAW.

Membaca 15 ayat sajadah dalam al-Qur’an. Diantaranya 3 ayat pada

surat al-Mufashshal, dan pada surat al-Hajj ada dua ayat sajadah‛.

Dari kelima belas ayat tersebut, ada sepuluh ayat yang

disepakati, yakni QS. al-A’raf ayat 206, QS. al-Ra’d ayat 15, QS. an-

Nahl ayat 49-50, QS.al-Isrâ’ ayat 109, QS. Maryam ayat 58, QS. al-

Hajj ayat 18, QS. al-Furqân ayat 60, QS. an-Naml ayat 25-26, QS. as-

Sajdah ayat 15, dan QS. Fushshilat ayat 37.

Sujud Tilalwah dan Problematikanya dalam Studi Qur’an

1. Definisi Sujud Tilawah

Kata tilâwah merupakan masdar dari kata talâ yang artinya

bacaan, jadi sujud tilawah adalah sujud karena bacaan. Menurut

Ahmad Mujab Al-Mahalli, sujud tilawah adalah sujud karena

bacaan.Maksudnya, bagi orang yang membaca ayat-ayat sajadah

disunnahkan untuk melakukan sujud, demikian pula bagi orang yang

mendengarnya.15

Secara umum, sujud tilawah merupakan sujud yang

14Abi Zakaria Yahya Bin Syarifuddin An-Nawawi Asy-Syafi’i, At-Tibyan Fi

Adabi Hamalatil Qur’an (Surabaya: Alhidayah,TT), 108-110. 15Ahmad Mujab Mahalli, Hadits-hadits Ahkam Riwayat As-Syafi’ie. Jilid 1

(Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 305.

Page 10: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |179

dilakukan oleh seseorang ketika membaca atau mendengar orang lain

membaca ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an baik ketika melakukan

sholat maupun diluar shalat.16

Sujud tilawah merupakan nama sebuah sujud yang dilakukan

karena membaca atau mendengar ayat-ayat sajadah. Sujud ini boleh

dilakukan di luar shalat maupun pada saat melakukan shalat sesuai

dengan cara yang telah diajarkan oleh nabi Muhammad SAW.

2. Keutamaan dan Hikmah Sujud Tilawah

Sujud tilawah memiliki keutamaan tersendiri bagi orang yang

mengerjakannya. Keutamaan sujud ini bagi orang yang melakukannya

adalah setan akan menjauh darinya dalam keadaan menangis. Selain

itu, orang tersebut akan diberi balasan surga, sebagaimana dijelaskan

dalam hadits nabi yang berbunyi:

‚Jika seorang anak adam membaca ayat sajadah, lalu ia sujud, maka syaitan meninggalkannya sambil menangis dan berkata, ‚wahai ccelakalah aku, manusia diperintah sujud, kemudian dia sujud maka dia akan mendapatkan surga, sedangkan aku diperintah untuk sujud, tetapi aku menolak maka aku mendapatkan neraka.‛ (HR. Ibn Majah).

17

Selain memiliki keutamaan, sujud ini juga mempunyai hikmah

dibalik pensyariatannya. Imam an-Nawawi berkata ‚para ulama’

sepakat tentang disyariatkannya sujud tilawah oleh Allah SWT. dan

RasulNya, sebagai satu bentuk ibadah dan pendekatan diri kepada

Allah SWT. Selain itu, sujud ini juga untuk mengagungkan Allah

16Fathurrosyid, Kisah Nabi Sulaiman AS dan Ratu Balqis dalam Al-qur’an

(Kajian Structuralisme-Semiotik).Tesis. Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya

2011), 4. 17 Al-Hafidz abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwini ibn Majah.

Sunan ibn Majah juz 01, (Indonesia: Maktabah Dahlan, TT), 334.

Page 11: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

180|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

dan merendahkan diri di hadapanNya ketika membaca atau

mendengar ayat-ayat yang disyariatkan padanya sujud tilawah.18

3. Hukum Sujud Tilawah

Mayoritas ulama’ sepakat bahwa hukum sujud tilawah adalah

sunnah muakkad, inilah penadapat yang paling kuat. Sayyid Sabiq

dalam kitab fiqhu as-Sunnah menyebutkan bahwa jumhur ulama’

berpendapat bahwa sujud tilawah sunnah dilakukan oleh yang

membaca atau yang mendengarkan. Pendapat ini berdasarkan pada

keterangan yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim

dari Umar, bahwa ia pada hari jum’at membaca surat an-Nahl di atas

mimbar. Ketika sampai pada ayat sajadah, ia pun turun dan sujud,

kemudian orang-orang lain pun ikut melakukan sujud. Pada hari

jum’at berikutnya, dibacanya pula surat itu sekali lagi dan ketika

sampai pada ayat sajadah, ia berkata: ‚wahai manusia, kita bukanlah

diwajibkan untuk sujud tilawah itu, maka barang siapa yang sujud,

benarlah ia, sedang yang tidak sujud tidak pula berdosa.‛Dalam

riwayat yang lain disebutkan, ‚Bahwa Allah tidak memfardlukan kita

untuk sujud, maka baiknya kita melakukan sekehendak kita saja.‛19

4. Tata Cara Melakukan Sujud Tilawah

Ketika membaca atau mendengar ayat-ayat sajadah dari al-

Qur’an, baik dalam posisi berdiri atau duduk, maka disunnahkan

18Abu Muhammad ibnu Shalih bin Hasbullah, Panduan Praktis Fiqh Tiga

Sujud, 32. 19Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 2, terj. Mahyuddin Syaf (Bandung: PT.

Alma’arif, 1976), 107.

Page 12: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |181

untuk bertakbir dan bersujud satu kali. Tata cara mengerjakan sujud

tilawah tersebut hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:

a. Sujud tilawah hanya dilakukan satu kali untuk satu ayat

sajadah.

b. Tidak memerlukan wudhu dan tidak perlu menyucikan badan

atau pakaian dari najis (kecuali dalam shalat).

c. Sebaiknya menghadap kiblat

d. Tidak disyaratkan bertahiyat atau salam tetapi dianjurkan

memakai takbir

e. Kalau kebetulan pembacaan ayat sajadah dilakukan dalam

shalat, disunnahkan melakukan sujud saat itu juga, kemudian

kembali meneruskan shalatnya setelah bangkit dari sujud

tilawah

f. Kalau yang membaca tidak melakukan sujud, maka yang

mendengar hendaknya melakukan sujud sendiri.

g. Kalau sujud tilawah itu dilakukan dalam shalat, maka

sebaiknya membaca ‚subhana rabbiyal-a’lâ wabihamdih‛,

seperti do’a sujud biasa.20

h. Bagi orang yang berjalan atau berkendaraan, maka ia boleh

berisyarat dengan kepalanya kearah mana saja ia nmenghadap.

Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarifuddin an-Nawawi, dalam

kitab at-Tibyân fî Adabi Hamalatil Qur’an, mensyaratkan suci dari

hadats dan najis, menghadap kiblat serta harus menghadap kiblat bagi

orang yang akan melakukan sujud tilawah. Haram melakukan sujud

tilawah bagi orang yang pada badan atau pakainnya terdapat najis

20Muhammad Shalikin, Panduan Shalat Lengkap dan Praktis…Hal. 87-88

Page 13: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

182|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

yang tidak di ma’fu (dimaafkan), serta haram jika tidak menghadap

kiblat kecuali dalam perjalanan yang bukan perjalanan dalam

kema’siyatan.21

Bagi orang yang dalam keadaan sulit atau tidak memungkinkan

untuk melakukan sujud tilawah, maka sujud ini boleh diganti dengan

bacaan dzikir subhanallah walhamdulillah walâ ilâha illallah wa

Allahu Akbar. Hal ini diqiyaskan kepada bolehnya mengganti shalat

tahiyatal masjid dengan dzikir subhanallah walhamdulillah walâ ilâha

illallah wa Allâhu Akbar bagi orang yang tidak memungkinkan untuk

melakukan shalat tahiyatal masjid, semisal orang tersebut memasuki

masjid dalam keadaan tidak suci.

Dari perkataan Imam al-Qalyubi dan Imam an-Nawawi di atas

menyebutkan bahwa orang yang tidak dapat melakukan shalat

tahiyatal masjid dapat menggantinya dengan membaca dzikir

subhanallah walhamdulillah walâ ilâha illallâh wa Allâhu Akbar

sebanyak 4 kali. Pendapat di atas kemudian dijadikan sebagai

landasan kiyas oleh ualma’ madzhab Syafi’iyah akan bolehnya

menganti sujud tilawah dengan bacaan dzikir subhanallah

walhamdulillah walâ ilâha illallâh wa Allâhu Akbar.

Penafsiran Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an dengan Redaksi

Khabari (Berita) Perspektif Fenomenologi

21Abi Zakaria Yahya Bin Syarifuddin An-Nawawi Asy-Syafi’i, At-Tibyan Fi,

111

Page 14: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |183

Quraisy Syihab dalam buku kaidah tafsir, mengatakan bahwa

Perintah yang menggunakan redaksi berita jauh lebih tegas daripada

perintah yang menggunakan lafadz-lafadz perintah, karena dengan

redaksi perintah, terbuka kemungkinan dari yang membangkang

untuk melanggarnya dan ketika itu yang memerintah tidak dinilai

berbohong. Jika yang memerintah menyampaikan perintahnya dalam

bentuk berita, lalu terbukti ada yang melakukan apa yang

bertentangan dengan yang diberitakan, maka si pengucap dapat

dinilai berbohong karena telah memberitakan sesuatu yang keliru.

Jika demikian, siapa yang melanggar berita yang dimaksudkan

sebagai perintah, maka ia bagaikan menyatakan bahwa Allah

berbohong atau tidak tahu.22

Dari lima belas ayat-ayat sajadah, penulis akan menjelaskan

beberapa ayat yang menggunakan redaksi khabari (berita). Pertama,

QS. al-A’raf ayat 206. Ibn Katsir menafsirkan ayat ini dengan

tafsiran bahwa pada ayat penutup surat al-A’rof ini, Allah

menceritakan kepada manusia tentang ketekunan ibadah para

malaikat supaya manusia meneladaninya. Dalam sebuah hadits, Nabi

menganjurkan untuk meniru shafnya para malaikat, yakni memenuhi

shaf yang pertama baru kemudian membuat shaf baru. Pada ayat ini,

orang yang membaca atau yang mendengarnya dianjurkan untuk

melakukan sujud yang disebut dengan sujud tilawah. Ayat ini

merupakan ayat pertama yang mengandung sujud tilawah.23

22 Quraish Syihab, Kaidah Tafsir, Syarat, Ketentuan Dan Aturan Yang Patut

Anda Ketahui Dalam Memahami Ayat-Ayat Al-Qur’an (Tangerang: Lentera Hati,

2013), 61. 23 Imam Abi al-Fida’ al-Hafidz ibn Katsir ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’anul

adzim, jus 2, (Bairut: Darul Qutub al-Ilmiyah, 1971), 268-269.

Page 15: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

184|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

Berbeda dengan Ibn Katsir, as-Suyuti dalam menafsirkan ayat

ini lebih menyoroti pada sajadah yang terkandung dalam ayat ini

beserta kesunnahan untuk melakukan sujud tilawah bagi yang

membaca dan mendengar ayat ini. Penafsiran yang digunakan oleh as-

Suyuti menggunakan hadits dan qoul sahabat. Contoh penafsiran as-

Suyuti pada ayat ini adalah ‚Ibn Abi Syaibah meriwayatkan dari Abil

‘Uryan al-Muja Syi’ie dari Ibn Abbas bahwasanya beliau

menyebutkan Sajdatil qur’an itu adalah al-A’rof, ar-Ro’du, an-Nahl,

Bani Isro’il, Maryam, al-Hajj, an-Naml, al-Furqon, Alif Lam Mim

Tanzil, Hamim Tanzil dan Shod‛.24

Dari dua penafsiran tersebut, jelaslah bahwa ayat ini

mengandung kesunnahan untuk melakukan sujud tilawah bagi orang

yang membaca atau mendengarnya. Penafsiran as-Suyuti dalam

menafsirkan ayat ini terlihat seperti bukan penafsiran, karena beliau

tidak menjelaskan sedikitpun penafsiran ayat ini. Beliau hanya

menjelaskan bahwa ayat ini merupakan ayat sajadah yang

mengharuskan seseorang melakukan sujud tilawah. Seharusnya,

beliau menjelaskan terlebih dahulu penafsiran ayat tersebut, baru

kemudian beliau menjelaskan sajadah (kesunnahan untuk melakukan

sujud tilawah), sebagaimana yang dilakukan oleh Ibn Katsir.

Kedua, penafsiran QS. al-Ra’d ayat 15. Penafsiran Ibn Katsir

pada ayat ini adalah dengan menjelaskan bahwa Allah SWT.

memberi tahu hamba-hambaNya tentang keagungan dan

kekuasaanNya yang meliputi segala sesuatu, sehingga segala sesuatu

24 Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir ad-Durrul Mansur fi Tafsir bil Ma’tsur, Jus 6,

pdf (Qahirah: TP. 2003), 728-731

Page 16: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |185

itu tunduk kepada-Nya, baik dengan sukarela (bagi orang-orang

mu’min) maupun dengan terpaksa (bagi orang-oarang kafir).25

Pada ayat ini, penafsiran as-Suyuti hampir sama dengan

penafsiran Ibn katsir, bahwa semua benda bersujud kepada Allah,

baik dengan sukarela ataupun terpaksa. Bersujud dengan sukarela

bagi seluruh makhluk kecuali orang kafir, mereka bersujud dengan

terpaksa, tetapi bayangan mereka bersujud kepada Allah dengan

sukarela.26

Dua mufassir (Ibn Katsir dan as-Suyuti) ini sepakat dalam

menafsirkan ayat tersebut. Mereka sama-sama mengatakan bahwa

ayat ini merupakan pemberitahuan dari Allah bahwa semua makhluk

bersujud kepada Allah karena taat kepada Allah kecuali orang kafir

yang bersujud karena terpaksa sekalipun bayangan mereka bersujud

karana taat. Dalam dua penafsiran di atas, tidak ditemukan

penjelasan mengenai sajadah ayat tersebut yang mengharuskan

pembaca atau pendengar ayat ini untuk melakukan sujud tilawah.

Sekalipun pada ayat ini dua mufassir tersebut tidak menjelasakan

adanya sajadah yang terkandung di dalamnya, namun pada penjelasan

ayat sebelumnya, yakni pada QS. al-A’raf ayat 206, telah disebutkan

oleh as-Suyuti bahwa ayat ini termasuk ayat sajadah.

Ketiga, penafsiran QS. an-Nahl ayat 49-50. Menurut Ibn

Katsir, dalam ayat ini Allah SWT memberi tahu tentang keagungan,

keperkasaan dan kekuasaanNya, kepada-Nyalah tunduk segala

sesuatu, baik makhluk yang bergerak maupun yang tidak bergerak,

yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa, manusia, jin dan semua

25 Imam Abi al-Fida’ al-Hafidz ibn Katsir ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’anul

adzim, jus 2, 479. 26 Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir ad-Durrul Mansur Juz 8, 415.

Page 17: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

186|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

makhluk berpasrah dan menyerah kepadaNya. Semua benda yang

mempunyai bayangan, bayangan itu bersujud dengan cara berbolak-

balik ke kanan dan ke kiri. Demikian pula segala apa yang ada di

langit dan semua yang ada di bumi bersujud kepada Allah seraya

merendah dan tidak menyombongkan diri. Para malaikatNya bersujud

seraya takut kepada Allah dan mereka mengerjakan segala apa yang

diperintahkan kepada mereka dan menjauhi segala yang dilarang

untuk mereka.27

Keempat, penafsiran QS. al-Isrâ’ ayat 109. Pada ayat

sebelumnya, Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad untuk

mengatakan pada orang-orang yang inkar pada al-Qur’an, bahwa al-

Qur’an adalah wahyu dari Allah. Dalam surat al-Isrâ’ ayat 109 ini,

Ibn Katsir mengatakan bahwa Allah menceritakan keadaan mereka

(para ahli kitab) yang mengetahui tentang kebenaran al-Qur’an.

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa apabila mereka mendengar bacaan

al-Qur’an, mereka menyukur atas muka mereka seraya bersujud

syukur kepada Allah karena mereka telah dikaruniai kesempatan

hidup hingga mereka dapat menyaksikan kenyataan turunnya al-

Qur’an yang telah diberitakan dalam kitab-kitab terdahulu. Mereka

bersujud di atas muka mereka dalam keadaan khusyuk dan berserah

diri seraya mengucapkan ‚Maha Suci Tuhan kami yang Maha Kuasa,

janji-janjinya pasti ditepati dan terlaksana.28

Pada ayat ini, penafsiran as-Suyuti berbeda dengan Ibn Katsir.

As-Suyuti menafsirkan ayat ini dengan menggunakan hadits yang

27 Imam Abi al-Fida’ al-Hafidz ibn Katsir ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’anul

adzim, jus 2, 542 28 28 Imam Abi al-Fida’ al-Hafidz ibn Katsir ad-Damsyiqi. Tafsir al-Qur’anul

adzim, jus 3,…. Hal. 65-66

Page 18: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |187

diriwayatkan oleh Imam Hakim at-Tirmidzi yang meriwayatkan dari

Imam Nadlar ibn Zaid, beliau berkata ‚Rasulullah bersabda apabila

seorang hamba menangis maka Allah akan menyelamatkannya dari

api neraka disebabkan tangisannya, dan tidaklah dari setiap perbuatan

seorang hamba kecuali ada timbangan dan balasan, kecuali

tangisannya. Karena tangisan itu dapat memadamkan lautan api

neraka, dan tidaklah setiap mata yang penuh dengan air matanya

dikarenakan takut karena Allah kecuali Allah mengharamkan

jasadnya dari api neraka‛29

Kelima, penafsiran QS. Maryam ayat 58. Dalam tafsir Ibn

Katsir disebutkan bahwa as-Sudiy dan Ibn Jarir berkata, yang

dimaksud dengan nabi dari keturnan Adam adalah nabi Idris, nabi

dari keturunan yang diangkat bersama nabi Nuh adalah nabi Ibrahim,

sedangkan yang dimaksud dengan nabi-nabi keturunan Ibrahim

adalah Ishaq, Ya’qub dan Isma’il dan dari keturunan Isma’il adalah

Musa, Harun, Zakaria, Yahya dan Isa putra Maryam. Mengenai

penafsiran ayat ini, Ibn Katsir menjelaskan bahwa dalam ayat ini

Allah menjelaskan, ‚apabila mereka (para nabi tersebut) mendengar

firman Allah yang mengandung keterangan-keterangan, hujjah dan

dalil-dalil, mereka bersujud sebagai tanda berserah diri dan rasa

syukur terhadap nikmat-nikmat besar yang telah dianugerahakan

Allah kepada mereka. Berdasar pada hal tersebut, ulama’ sepakat atas

disyari’atkannya sujud tilawah pada ayat ini untuk mengikuti jejak

mereka.30

29 Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir ad-Durrul Mansur Jus 9, 459-460. 30 Imam Abi al-Fida’ al-Hafidz ibn Katsir ad-Damsyiqi. Tafsir al-Qur’anul

adzim, Jus 3, 120

Page 19: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

188|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

Penafsiran dan Analisis Ayat-Ayat Sajadah Dengan Redaksi Insya’i

(Perintah)

Dalam lima belas ayat yang disebut sebagai ayat sajadah,

terdapat beberapa ayat yang redaksinya menggunakan perintah

langsung untuk bersujud kepada Allah. Pertama, penafsiran QS.

Fushshilat ayat 37-38 yang berbunyi: ‚Dan di antara tanda-tanda

kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan.janganlah

sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang

menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah. Jika mereka

menyombongkan diri, Maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu

bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak

jemu-jemu.‛

Ibn Katsir menjelaskan bahwa dalam ayat ini, Allah

mengingatkan kepada makhluk-Nya akan kekuasaan-Nya yang agung

dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah menciptakan malam

dengan kegelapannya dan siang dengan terangnya, Keduanya

bergiliran dan tidak terpisah. Allah menciptakan matahari dengan

sinarnya dan bulan dengan cahayanya serta telah ditentukan

perbedaan perjalanan keduanya. Perbedaan perjalanan keduanya ini

dapat menjadi petunjuk akan perubahan siang, malam, minggu, bulan

dan tahun serta dapat mengetahui waktu-waktu, baik waktu untuk

beribadah maupun waktu untuk bekerja. Matahari dan bulan

merupakan benda yang paling bagus di alam ini, namun Allah

mengingatkan bahwa dua benda tersebut hanyalah makhluk Allah,

janganlah menyembah keduanya, karena menyembah keduanya

Page 20: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |189

berarti menyekutukan Allah dan Allah tidak akan mengampuni dosa

orang-orang yang menyekutukan Allah. Allah juga berfirman dalam

ayat ini, bahwa para malaikat tidak pernah jemu untuk memuji

Allah.31

As-Suyuti menjelaskan ayat ini menggunakan hadits dari Imam

Abu Ya’la dan ibn Mardawiyah yang meriwayatkan dari Jabir:

Rasulullah saw bersabda: janganlah kalian mengumpat atau mencela

malam dan siang, dan jangan pula mengumpat matahari, bulan, dan

angin, karena sesungguhnya dengan itu semua diutus rahmat bagi

suatu kaum dan adzab bagi suatu kaum yang lain. As-Suyuti juga

menjelaskan akan adanya sajadah dalam ayat ini melalui perkataan

Imam ibn Abi Syaibah, Imam Hakim dan Imam Baihaqi dalam kitab

sunannya dari jalan Said ibn Jabir meriwayatkan dari ibn Abbas,

sesungguhnya beliau (ibn Abbas) bersujud di akhir kedua ayat dari

‚hâmim sajadah‛, sedangkan ibn Mas’ud bersujud pada ayat yang

pertama dari kedua ayat tersebut.32

Dari kedua penafsiran di atas disimpulkan bahwa penciptaan

matahari dan bulan memberikan banyak faidah bagi manusia. Salah

satu faidahnya adalah dapat mengetahui waktu-waktu dan dapat

mengetahui pergantian siang dan malam, hari, bulan dan tahun.

Sekalipun matahari dan bulan sangat berguna bagi makhluk, namun

dalam ayat ini jelas Allah melarang untuk menyembah keduanya,

karena keduanya hanya makhluk yang apabila disembah akan

menyebabakan kemusyrikan. Dalam ayat ini sangat jelas bahwa Allah

memerintahkan makhlukNya untuk menyembah Allah dan melarang

31 Imam Abi al-Fida’ al-Hafidz ibn Katsir ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’anul

adzim, Juz 4, 92. 32 Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir ad-Durrul Mansur Juz 12, 118

Page 21: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

190|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

untuk menyembah selain Allah. As-Suyuti menjelaskan bahwa ayat

ini termasuk ayat sajadah lewat hadits yang beliau gunakan untuk

menafsirkan ayat ini.

Kedua, penafsiran QS. an-Najm ayat 62. Ibn katsir menafsirkan

ayat ini dengan tafsiran, ‚tunduklah kamu sekalian kepada Allah dan

murnikanlah jiwamu untuk Allah serta Esa-kanlah Allah‛.33

Sejalan

dengan Ibn Katsir, as-Suyuti juga memberikan penafsiran demikian

pada ayat ini melalui perkataan Abdu ibn Hamid dan ibnul Mundzir

yang meriwayatkan dari Imam Qatadah dalam firman Allah:

‚fasjuduu lillahi wa’buduu‛. Beliau berkata: keraskanlah wajah ini

kepada Allah dan leburkan dalam taat kepada Allah. As-Suyuti juga

meletakkan hadits tentang kesunnahan melakukan sujud tilawah pada

ayat ini. Hadits tersebut dari Imam Ahmad, Imam Nasai, Imam

Hakim dan Imam ibn Mardawiyah yang meriwayatkan dari al-

Muthalib ibn Abi Wada’ah beliau berkata: Nabi SAW. di Makkah

membaca surah an-Najm dan beliau bersujud serta bersujud pula

orang-orang yang ada di sampingnya.34

Dilihat dari dlahir ayat ini, sudah jelas bahwa ayat ini

merupakan ayat yang memerintah manusia untuk bersujud dan

beeribadah kepada Allah. Bersujud dan beribadah kepada Allah

merupakan kewajiban manusia kepada Allah, karena dengan

kehendak dan kuasa Allah manusia dapat hidup dan menikmati

nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka.

Ketiga, penafsiran QS. al-‘Alaq ayat 19. Menurut Ibn Katsir,

dalam ayat ini Allah memerintah kepada nabi untuk tidak mengikuti

33 Imam Abi al-Fida’ al-Hafidz ibn Katsir ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’anul

adzim, Juz 4, 238. 34 Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir ad-Durrul Mansur Jus 14, 61-62.

Page 22: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |191

larangan Abu Jahal yang melarang nabi untuk melakukan shalat di

depan Ka’bah dekat makam Ibrahim. Allah berfirman kepada nabi

untuk melakukan shalat dimana saja yang nabi kehendaki dan jangan

menghiraukan Abu Jahal karena Allah akan senantiasa melindungi

nabi. Allah juga memerintahkan kepada nabi untuk senantiasa

bersujud kepada Allah dan mendekatkan diri kepadaNya dengan

ibadah dan amal shaleh.35

As-Suyuti menjelskan khitob dari ayat inimenggunaka

penjelasan dari Ibn Abi Hatim yang meriwayatkan dari Zaid ibn

Aslam beliau berkata: dalam firman Allah ‚wa-usjud‛, hai

Muhammad, ‚wa-iqtarib‛, kamu wahai Abu jahal, Dia (Allah)

mengancamnya. As-Suyuti melengkapi penjelasannya menggunakan

penjelasan dari Abdur-Razaq, Said ibn Manshur dan ibn Mundzir

meriwayatkan dari Imam Mujahid beliau berkata: paling dekatnya

keberadaan seorang hamba dari Tuhannya adalah ketika dia sedang

sujud; apakah kalian tidak mendengarnya bahwa Dia (Allah)

berfirman: ‚was-jud wa-iqtarib‛.36

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad

untuk tetap melakukan ibadah kepada Allah di depan ka’bah dan

jangan menghiraukan ancaman Abu Jahal yang melarang nabi untuk

melakukan shalat di depan ka’bah. Dari penjelasan as-Suyuti ada

pendapat yang perlu digarisbawahi untuk dijadikan pecut bagi setiap

insan yang ingin selalu dekat kepada Allah, yakni dengan senantiasa

bersujud kepada Allah, karena paling dekatnya hamba dengan

Tuhannya adalah ketika dia bersujud.

35 Imam Abi al-Fida’ al-Hafidz ibn Katsir ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’anul

adzim, Juz 4, 497. 36 Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir ad-Durrul Mansur Juz 15, 531.

Page 23: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

192|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

Keempat, penafsiran QS. al-Hajj ayat 77. Mengenai ayat ini,

Ibn Katsir menjelaskan bahwa Dalam ayat ini Allah menyeru kepada

orang-orang yang beriman agar senantiasa melakukan ruku’, sujud

serta senantiasa melakukan amal-amal yang shaleh. Seruan ini

bertujuan agar mereka mendapat kemenangan duniawi dan ukhrawi.37

Menurut as-Suyuti ayat ini berisi tentang tatakrama dan nasihat bagi

orang-orang yang beriman. Pendapat tersebut berasal dari Ibn Abi

Hatim yang meriwayatkan dari Imam Mujahid dalam firman Allah

‚yâ ayyuhal-ladzina amanû irka’û‛. Beliau berkata: sesungguhnya ini

adalah tatakrama dan nasihat.38

Orang-orang beriman yang ingin mendapatkan kemenangan

duniawi dan ukhrawi hendaklah mereka senantiasa melakukan ruku’

sujud’ serta senantiasa melakukan amal-amal shaleh sebagaimana

yang telah dijelasskan oleh Ibn Katsir dalam penafsiran ayat tersebut.

Hal ini juga yang mungkin dimaksud dengan nasehat menurut al-

Sututhi.

Simpulan

Dari hasil paparan dan analisis yang telah diuraikan, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama, fenomena ayat-

ayat sajadah dalam al-Qur’an adalah lafadz yang digunakan dalam

ayat-ayat tersebut berbeda-beda, yakni menggunakan kalam insya’

dan kalam khabar. Sekalipun ayat tersebut menggunakan kalimat

yang berbeda, namun perlakuan istimewa terhadap ayat ini, yakni

melakukan sujud tilawah bagi orang yang membaca dan

37 Imam Abi al-Fida’ al-Hafidz ibn Katsir ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’anul

adzim, Juz 3, 222. 38 Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir ad-Durrul Mansur Juz 9, 544.

Page 24: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |193

mendengarnya, tetap disunnahkan tanpa melihat perbedaan katanya.

Kedua, Perbedaan dan persamaan lafadz yang digunakan dalam ayat-

ayat sajadah tidak menghilangkan eksistensi kandungan yang

terdapat di dalamnya, yakni perintah untuk melakukan sujud kepada

Allah. Bahkan, perintah untuk melakukan sujud yang terdapat dalam

ayat sajadah yang menggunakan kalam khabar (berita) lebih tegas

daripada perintah untuk bersujud yang terkandung dalam ayat yang

menggunakan kalam insya’ yang berupa amar (perintah).

Daftar Pustaka Ad-Damsyiqi, Imam Abi al-Fida’ al-Hafidz ibn Katsir. Tafsîr

al-Qur’ân al-‘Adzim, Bairut: Darul Qutub al-Ilmiyah, 1971.

Al-Farmawi, Abd. Al hay. Metode Tafsir Mawdhu’iy, Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1996.

Al-Munajjid, Muhammad Sâlih. Praktik Khusyuk 33 Kiat

Shalat Yang Sempurna Dan Diterima. Jakarta: PT. Mizan Publika,

2013.

Anwar, Rosihon. Melacak Unsur-unsur Israiliyat Dalam Tafsir

Ath-Thabari dan Tafsir Ibn Katsir. Bandung: CV Pustaka Setia,

1999.

As-sidhan, Abdul Aziz bin Muhammad dan Abdul Aziz bin

Abdullah bin Baz. at-Tibyan fi Sajdatil Qur’an. Riyadh: Darul Manar,

1989.

As-Suyuti, Jalaluddin. Tafsir al-Durru al-Mantsûr fî Tafsîr bi

al-Ma’tsûr, Pdf, Qahirah: TP, 2003.

Asy-Syafi’i, Abi Zakaria Yahya Bin Syarifuddin An-Nawawi.

At-Tibyân fî Adabi Hamalatil Qur’ân. Surabaya: Alhidayah, tt.

Page 25: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

194|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195

Bisri, A. Mostofa. Fiqih Keseharian Gus Mus. Surabaya:

Khalista, 2006.

Fathurrosyid, Kisah Nabi Sulaiman AS dan Ratu Balqis dalam

Al-qur’an (Kajian Structuralisme-Semiotik). Tesis: Pasca Sarjana

IAIN Sunan Ampel Surabaya 2011.

Ghofur, Saiful Amin. Profil Para Mufasir Al-Qur’an,

Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.

Hasbullah, Abu Muhamma ibnu Shalih. Fikih Tiga Sujud,

Sujud Sahwi Sujud Tilawah, Sujud Syukur. Pustaka Ibnu Umar, tt.

Ibn Majah, Al-Hafidz abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-

Qazwini. Sunan ibn Majah juz 01, Indonesia: Maktabah Dahlan, tt.

Imam Al-Bukhari. Shahih Bukhari. Semarang: Karya Toha

Putra, tt.

Kau, Sofyan A.P. Metode Penelitian Hukum Islam Penuntun

Praktis untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 2013.

Mahalli, Ahmad Mujab. Hadits-Hadits Ahkam Riwayat As-

Syafi’ie.Jilid 1.Jakarta; PT. raja Grafindo Persada, 2003.

Mahmud, Mani’ Abdul Halim. Metodologi Tafsir, Kajian

Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2006.

Maimun, Ach. Dkk. Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Tafsir

Hadits Fakultas UshuluddinInstitut Ilmu Keislaman Annuqayah

Guluk-guluk Sumenep, Sumenep: Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu

Keislaman Annuqayah, 2011.

Page 26: AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN

Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |195

Nurhaedi, Dadi. Studi Kitab Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2004.

Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif

Rancangan Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media 2012.

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah 2, Penerjemah, Mahyuddin Syaf,

Bandung: PT. Alma’arif, 1976.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sholat, Panduan Lengkap Sholat Seperti

Nabi. Bandung: Jabal 2012.

Shalikin, Muhammad. Panduan Shalat Lengkap dan Praktis.

Jakarta: Erlangga, 2012.

Shihab, Quraish. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan

Yang Patut Anda Ketahui Dalam Memahami Ayat-Ayat Al-Qur’an,

Tangerang: Lentera Hati, 2013.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta 2011.

Suyadi. Libas Skripsi Dalam 30 Hari. Jogjakarta: Diva Press,

2011.

Yusuf, Waqid. Dkk. SKIA (Syarat-Syarat Kecakapan Ibadah

Amaliyah). Sumenep: Pondok Pesantren Annuqayah, 2010.