bab 1

Upload: tatit-fitri-pusparani

Post on 19-Jul-2015

1.136 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUAN Untuk mencegah atau menyembuhkan penyakit dapat ditanggulangi dengan obat-obatan. Obat dapat digolongkan menurut mekanisme kerja, struktur kimia, dan fungsinya. Sesuai dengan skenario lima obat-obatan yang akan dibahas adalah obatobatan antibiotika, analgesik, anastesi lokal, dan anti inflamasi. 1.1 Latar belakang Obat adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993). Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit. (Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia) Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005). Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme

hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan, mencegah suatu penyakit. Obat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu: 1) Obat Bebas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat, toko kelontong, warung. 2) Obat Bebas Terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat-obat yang umunya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam (analgetik-antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, dan obat-obat antiseptika, obat tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini hanya dapat dibeli di Apotek dan toko obat berizin. 3) Obat Keras, merupakan obat yang pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, obat darah tinggi/hipertensi, obat darah rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, dan beberapa obat ulkus lambung. Obat golongan ini hanya dapat diperoleh di Apotek dengan resep dokter. 4) Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UURI No. 22 Th 1997 tentang Narkotika). Obat ini pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya terdapat palang (+) berwarna merah. Obat Narkotika bersifat adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketet, sehingga obat golongan narkotika hanya diperoleh di Apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat menggunakan kopi resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: opium, coca, ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kesehatan, obat-obat

narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang rasa sakit. Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat diatas, maka peran obat secara umum adalah sebagai berikut: 1) Penetapan diagnosa 2) Untuk pencegahan penyakit 3) Menyembuhkan penyakit 4) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan 5) Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu 6) Peningkatan kesehatan 7) Mengurangi rasa sakit 1.2 Rumusan masalah 1. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping dari obat antibiotik serta apa saja macam golongannya? 2. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping dari obat analgesik serta apa saja macam golongannya? 3. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping dari obat anastesi lokal serta apa saja macam golongannya? 4. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping dari obat anti inflamasi serta apa saja macam golongannya? 1.3 Tujuan Mengetahui mekanisme kerja yang terdiri dari farmakodinamik, farmakodinamik serta efek samping dari obat-obatan antibiotik, analgesik,

anastesi lokal, dan antiinflamasi beserta berbagai macam golongan dari obatobatan tersebut.

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Antibiotik Antibiotik pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928 yang secara kebetulan menemukan suatu zat antibakteri yang sangat efektif yaitu

Penisilina. Penisilina ini pertama kali dipakai di dalam ilmu kedokteran pada tahun 1939 oleh Chain dan Florey (Widjajanti, 1999). Antibiotik yaitu zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain (Anonim, 2000). Pada skenario kali ini, obat antibiotik yang cocok adalah golongan Lipofisin terutama eritromisin. Eritromisin bersifat bakterio sintesis yaitu menghambat sintesa protein bakteri sehingga mengakibatkan multiplikasinya. Golongan Lipofisin merupakan pilihan ke dua setelah penisilin bila memiliki gangguan pernafasan. Namun, dilihat dari sifat-sifatnya, jenis ini memiliki kelemahan diantaranya : absorbsi kurang teratur, masa paruh singkat, serta kerjanya tergantung derivat-derivat yang lain. Oleh karena itu, derivat-derivat dari eritromisin lah yang lebih berperan diantaranya : kloritamisin,dinitromisin, nokstromisin, azitromisin. Derivat-derivat eritromisin ini memiliki sifat waktu paruh panjang, reabsorbsi lebih tinggi karena tahan terhadap asam, dan lebih ringan efeknya terhadap lambung dan usus. Salah satu jenis antibiotik yang paling sering digunakan adalah penisilin. Cara pemberian ditentukan oleh stabilitas obat terhadap asam lambung dan beratnya infeksi. Kebanyakan penisilin diabsorbsi secara tidak lengkap setelah pemberian oral dan mencapai intestinum dalam jumlah yang cukup untuk mempengaruhi komposisi flora intestinal. Jalan utama untuk ekskresi penisilin adalah melalui sistem sekresi asam organik ( tubulus ) ginjal, sama seperti melalui filtrasi glomerulus.

Ada banyak cara untuk menggolongkan antibiotik, antara lain berdasarkan struktur kimianya, kemampuan untuk membunuh patogen, spektrum aktivitasnya dan cara kerjanya. 1. Penggolongan antibiotik berdasarkan struktur kimia dibedakan beberapa kelompok yaitu:a) Antibiotik beta laktam, yang termasuk antibiotik beta laktam

yaitu

penisilin

(contohnya:

benzyl

penisilin,

oksisilin,

fenoksimetilpenisilin,

ampisilin),

sefalosporin

(contohnya:

azteonam) dan karbapenem (contohnya: imipenem).b) Tetrasiklin, contoh: tetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin. c) Kloramfenikol, contoh: tiamfenikol dan kloramfenikol. d) Makrolida, contoh: eritromisin dan spiramisin. e) Linkomisin, contoh: linkomisin dan klindamisin. f) Antibiotik aminoglikosida, contoh: streptomisin, neomisin,

kanamisin, gentamisin dan spektinomisin.g) Antibiotik polipeptida (bekerja pada bakteri gram negatif),

contoh: polimiksin B, konistin, basitrasin dan sirotrisin.h) Antibiotik polien (bekerja pada jamur), contoh: nistatin,

natamisin, amfoterisin dan griseofulvin (Mutschler, 1991).i) Kinolon

(fluorokinolon),

diantarannya

asam

nalidiksat,

siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.j) Streptogramin,

diantaranya

pristinamycin,

virginiamycin,

mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.k) Sulfonamida, diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.

2. Berdasarkan kemampuan untuk membunuh kuman penyakit, antibiotic dikelompokkan menjadi dua yaitu : a) Bersifat bakterisid (dapat membunuh bakteri) misalnya : penisilin, sefalosporin, streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin dan basitrasin.b) Bersifat bakteriostatik (menghambat perkembangbiakan bakteri)

misalnya: sulfonamide, trimetropim, kloramfenikol, tetrasiklin, linkomisin dan klindamisin.c) Antibiotik tertentu (misalnya INH dan eritromisin) aktivitasnya

dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi kadar hambat minimal atau KMH. (Ganiswarna, 1995)

3. Berdasarkan spektrum aktivitasnya antibiotik dibagi menjadi : a) Antibiotik dengan spektrum luas, efektif baik terhadap grampositif maupun Gram-negatif, contoh: turunan tetrasiklin, turunan kloramfenikol, turunan aminoglikosida, turunan makrolida, rifampisin, beberapa turunan penisilin, seperti ampisilin, amoksisillin, bakampisilin, karbenisilin, hetasilin, pivampisilin, sulbenisilin dan tikarsilin serta sebagian besar turunan sefalosporin. b) Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri grampositif, contoh : basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin, seperti benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, fenetisilin K, metisilin Na, nafsilin Na, oksasilin Na, kloksasilin Na, dikloksasilin Na dan floksasilin Na, turunan linkosamida, asam fusidat dan beberapa turunan sefalosporin. c) Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gramnegatif, sulfomisin. d) Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap Mycobacteriae (antituberkulosis), contoh: streptomisin, contoh: kolistin, polimiksin B sulfat dan

kanamisin, sikloserin, rifampisin, viomisin, kapreomisin. e) Antibiotik yang aktif terhadap jamur (antijamur), contoh: griseofulvin dan antibiotik polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan kandisidin. f) Antibiotik yang aktif terhadap neoplasma, contoh: aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, doksorubisin, mitomisin dan mitramisin (Siswandono dan Soekardjo, 2000). 4. Ditinjau dari cara kerja bakteri dalam menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri, antibiotik ini dibagi dalam 5 golongan: a) Antibiotik yang menghambat metabolisme sel.

Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Obat tersebut menghasilkan efek bakteriostatik, misalnya : trimetoprim menghambat sintesis enzim dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat, sulfonamid atau sulfon membentuk analog asam folat yang non fungsional. b) Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan. Sikloserin menghambat sintesis dinding sel yang paling dini, diikuti berturutturut oleh basitrasin, vankomisin, dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yang menghambat reaksi terakhir (transpeptidasi) dalam rangkaian tersebut. c) Antibiotik yang mengganggu keutuhan membran sel Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin, golongan polien, dan antibiotik kemoterapetik. Polimiksin merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membrane sel mikroba, polien bereaksi dengan struktur sterol pada membran sel fagus sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif membrane tersebut (Ganiswarna, 1995). d) Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Beberapa dari antibiotik seperti itu, tetapi mekanismenya berbeda, tetrasiklin peptydil mengganggu transferase; fungsi tRNA dan aminoglikosid mengganggu fungsi mRNA; kloramfenikol menghambat lincomysin bersama clindamisin mengganggu translokasi. e) Antibiotik yang mempengaruhi sintesis asam nukleat. Beberapa antibiotik seperti itu, tetapi berbeda dengan mekanismenya; metronidazol dan nitrofurantoin merusak DNA, golongan quinolon menghambat DNA gyrase, rifampisin

menghambat RNA polymerase, sulfonamid dan trimetroprim menghambat sintesis asam folat (Ganiswarna, 1995). Mekanisme kerja antibiotik dengan cara menghambat sintesis materi penting bakteri. Terdapat dua cara yaitu : 1. Menghambat Sintesis Dinding Sel. Beberapa obat antibiotik secara selektif mempengaruhi sintesis dinding sel bakteri. Hal ini unik terhadap bakteri, karena struktur tersebut tidak dijumpai pada sel mamalia. Struktur ini berupa unit-unit glikan polimer yang digabungkan satu sama lain dengan ikatan silang peptida sehingga membentuk peptidoglikan dinding sel. Untuk membuat obat ini efektif secara maksimal, obat tersebut membutuhkan mikro-organisme yang berproliferasi secara aktif. Secara umum mekanisme kerja antibiotik dimulai dari terganggunya sintesis dinding sel sehingga dinding tidak sempurna. Hal ini membuat dinding tidak tahan dengan tekanan osmose plasma yang akhirnya menyebabkan dinding sel pecah. Contoh dari jenis antibiotik yang memili mekanisme dengan cara tersebut adalah penisilin dan sefalosporin.

2. Menghambat Sintesis Membran Sel Penghambatan sintesis membran sel mengakibatkan lipoprotein dari membran sintesanya terganggu yang membuat zat penting sel ( polipeptid ) dapat keluar dari membran karena membran lebih permeabel. Contoh jenis antibiotik yang menggunakan mekanisme ini adalah nistatin dan amuoterisin B.

Jangka waktu pemakaian antibiotik adalah satu periode yang ditetapkan dokter. Sekalipun sudah merasa sembuh sebelum antibiotik yang diberikan habis, pemakaian antibiotik seharusnya dituntaskan dalam satu periode pengobatan.Bila pemakaian antibiotik terhenti di tengah jalan, maka mungkin tidak seluruh bakteri mati, sehingga menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah serius bila bakteri yang resisten berkembang sehingga menyebabkan infeksi ulang. Efek Samping obat antibiotik 1. Gangguan fungsi pencernaan Salah satu efek samping antibiotik yang paling umum adalah masalah pencernaan, seperti diare, mual, kram, kembung dan nyeri. Pada manusia dalam kondisi sehat terdapat bakteri baik yang mengatur metabolisme, membantu pencernaan, memproduksi vitamin tertentu. Bakteri tersebut dapat terbunuh oleh obat antibiotik, sehingga mengganggu keseimbangan dalam usus, dan memungkinkan bakteri yang merugikan akan tumbuh.2. Alergi

Terjadi seperti adanya rasa gatal, peradangan atau ruam, yang menyebabkan adanya pembengkakan. Pembengkakan dapat terjadi di leher, hidung, tenggorokan, atau mulut, sehingga dapat mengganggu kemampuan dalam bernapas. Pada reaksi alergi yang sangat kronis, berakibat terjadinya penurunan tekanan darah yang sangat drastis. Reaksi alergi pada perempuan dapat menyebabkan gatal-gatal pada vagina. 3. Gangguan fungsi jantung Mengonsumsi antibiotik dapat mengalami jantung berdebar-debar, detak jantung abnormal, sakit kepala parah, masalah hati seperti penyakit kuning, masalah ginjal seperti air kecing berwarna gelap dan batu ginjal dan masalah saraf seperti kesemutan di tangan dan kaki. 4. Infeksi

Efek samping yang paling rentan dirasakan perempuan adalah infeksi jamur pada organ reproduksi yang dapat menyebabkan keputihan, gatal dan vagina mengeluarkan bau serta cairan. 5. Resistensi (kekebalan) Orang yang keseringan minum antibiotik bisa mengalami resistensi atau tidak mempan lagi dengan antibiotik. Ketika seseorang resisten terhadap antibiotik, ada beberapa penyakit dan infeksi yang tidak dapat lagi diobati, sehingga memerlukan antibiotik dengan dosis lebih tinggi. Semakin tinggi dosis maka akan semakin menimbulkan efek samping yang serius dan mengancam jiwa. 6. Kerusakan organ hati dan ginjal Bahaya antibiotik akan sangat tampak, ketika obat dikonsumsi dengan dosis tinggi oleh pasien yang menderita penyakit seperti pielonefritis, glomerulonefritis dan hepatitis. Sehingga dapat berakibat pada kerusakan hati, dengan gejala seperti penyakit kuning, demam, dan perubahan warna feses serta urin yang lebih gelap. Berikut ini adalah daftar efek samping yang jarang terjadi dari beberapa obat antibiotik: Pembentukan batu ginjal (sulphonamides) Pembekuan darah yang abnormal (sefalosporin) Kepekaan berlebihan terhadap matahari (tetrasiklin) Kelainan pada darah (trimetoprim) Berkurangnya fungsi indra pendengar (eritromisin dan aminoglikosida)

Salah satu perhatian terdepan dalam pengobatan modern adalah terjadinya resistensi antibiotik. Bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap antibiotik, misalnya bakteri yang awalnya sensitif terhadap antibiotik, kemudian menjadi resisten.

Resistensi ini menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri yang disebabkan oleh dua proses genetik dalam bakteri:1. Mutasi dan seleksi (atau evolusi vertikal)

Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap satu populasi bakteri. Pada lingkungan tertentu antibiotika yang tidak termutasi (non-mutan) mati, sedangkan antibiotika yang termutasi (mutan) menjadi resisten yang kemudian tumbuh dan berkembang biak.2. Perubahan gen antar strain dan spesies (atau evolusi horisontal)

Evolusi horisontal yaitu pengambil-alihan gen resistensi dari organisme lain. Contohnya, streptomises mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin (antibiotik yang dihasilkannya sendiri), tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shigella sp. Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui proses mutasi dan seleksi, kemudian memberikan gen ini kepada beberapa bakteri lain melalui salah satu proses untuk perubahan genetik yang ada pada bakteri. Ketika bakteri yang menyebabkan infeksi menunjukkan resistensi terhadap antibiotik yang sebelumnya sensitif, maka perlu ditemukan antibiotik lain sebagai gantinya. Sekarang penisilin alami menjadi tidak efektif melawan bakteri stafilokokus dan harus diganti dengan antibiotik lain. 2.2 Analgesik Analgesik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgesik dapat dikelompokkan berdasarkan kerja farmakologisnya yang dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu :a) Analgetika perifer (non-narkotik),yang terdiri dari obat-obat yang tidak

bersifat narkotik dan bekerja sentral.Analgetika anti radang termasuk kelompok ini. Secara kimiawi,analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok,yakni:

1) Parasetamol 2) Salisilat:asetosal,salisilamida dan benorilat 3) Penghambat prostaglandin (NSAIDs):ibuprofen,dll. 4) Derivat-atranilat:mefenaminat,glafenin5) Derivat-pirazolinon:propifenazon,isopropilaminofenazon

dan

metamizol 6) Lainnya:benzidamin (Tantum) Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran,juga tidak menimbulkan ketagihan.Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang.Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri,melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman,selesma,pilek) dan peradangan seperti rema dan encok.Obat-obat ini banyak diberikan untuknyeri ringan sampai sedang,yang penyebabnya beraneka ragam,misalnya nyeri kepala,gigi,oto atau sendi (rema,encok),perut,nyeri haid,nyeri akibat benturan atau kecelakaan. Daya antipiretisnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipothalamus,yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor yang disertai keluarnya banyak keringat. Daya anti radang (antifagositis).Kebanyakan analgetika memiliki daya antiradang khusunya kelompok besar dari zat-zat penghambat prostaglandin (NSAIDs,termasuk asetosal),begitupula benzidamin.Zat-zat ini banyak digunakan untuk rasa nteri yang disertai peradangan. Efek Samping yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi alergi kulit.Efek samping itu terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis

tinggi.Oleh karen itu pengguanaan analgetika secara konyinu tidak dianjurkan. Obat- obatan analgetika juga dapat bekerja secara efektif dengan obat lain yang diberikan secara bersamaaan. Kebanyakan analgetika memperkuat efek antikoagulansia,kecuali parasetamol dan glafenin.kedua obat ini pada dosis biasa dapat dikombinasi dengan aman untuk waktu maksimal 2 minggu.Pada masa kehamilan dan laktasi,hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui,walaupun dapat mencapai air susu.asetosal dan salisilat,NSAIDs dan metamizol dapat mengganggu perkembangan janin,sehingga sebaiknya dihindari.dari aminofenazon dan propifenazon belum terdapat cukup data. Analgetika Antiradang (NSAIDs) NSAIDs berkhasiat analgetis,antipiretis serta antiradang dan banyak digunakan untuk menghilangakan gejala penyakit rema seperti A.R,astrosis dan spondylosis.Obat ini juga efektif terhadap peradangan lain akibat trauma (pukulan,benturan,kecelakaan),juga misalnya setelah pembedahan atau pada memar akibat olahraga.Juga digunakan untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi.selanjutnya NSAIDs juga berdaya terhadap kolik saluran empedu dan kemih,serta keluhan tulang pinggang dan nyeri haid (dysmenorroe).Akhirnya NSAIDs berguna pula untuk nyeri kanker akibat metastase tulang.yang banyak digunakan untuk kasus ini adalah zat-zat denga efek samping relatif sedikit,yakni ibuprofen,naproksen dan diklofenak. Obat NSAIDs dapat digolongkan dibagi dalam beberapa kelompok,yaitu: A. Salisilat;asetosal,benorilat dan diflunisal.Dosis anti-radangnya terletak 2-3x lebih tinggidaripada dosis analgetiknya.Berhubung resiko efek sampingnya,maka jarang digunakan pada rema. secara kimiawi, biasanya

B. Asetat:diklofenac,indometasin

dan

sulindac

(Clinoril).Indometasin

termasuk obat yang terkuat daya anti radagnya,tetapi lebih sering menyebabkan keluhan lambung-usus C. Propionat:ibuprofen,ketoprofen,flurbiprofen,naproksen dan tiaprofenat D. Oxicam:piroxicam,tenoxicam dan meloxicam E. Pirazolon: (oksi) fenilbutazon dan azapropazon (Prolixan) F. Lainnya:mefenaminat,nabumeton,benzidamin efektif pada gangguan rematik.b) Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri

dan

bufexamac

(Perfenac).Benzidamin berkhasiat anti radang agak kuat,tetapi kuarng

hebat,seperti racun pada fractura dan kanker. Analgetik narkotika dapat digolongkan atas dasar cara kerjanya, yaitu : 1) Agonis opiat,yang dapat dibagi dalam:

Alkaloida candu:morfin,kodein,heroin,nikomorfin Zat-zat sintesis :metadon dan ,petidin

derivatnya(dekstromoramida,propoksifen,bezitramida) dan derivatnya (fentanil,sufentanil) dan tramadol.

Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin,hanya berlainan mengenai potensi dan lama kerjanya,efek samping dan resiko akan kebiasaan dengan ketergantungan fisik.

2) Antagonis

opiat:nalokson,nalorfin,pentazosin

dan

buprenorfin

(Temgesic).Bila digunakan sebagai analgetikum,obat-obat ini dapat menduduki salah satu reseptor 3) Campuran;nalorfin,nalbufin (Nubain).zat-zat ini dengan kerja campuran juga mengakibatkan pada reseptor opioid,tetapi tidak atau

hanya sedikit mengaktivasi daya kerjanya.Kurva dosis/efeknya memperlihatkan plafon,sesudah dosis tertentu peningkatan dosis tidak memperbesar lagi efek anlgetiknya.Praktis tidak menimbulkan depresi pernapasan.

Tangga analgetika (tiga tingkat).WHO telah menyusun suatu program penggunaan analgetika untuk nyeri hebat,seperti pada kanker,yang menggolongkan obat dalam tiga kelas,yakni: a. Non opioida:NSAIDs,termasuk asetosal,parasetamol dan kodein b. Opioida lemah:d-propoksifen,tramadol dan kodein,atau kombinasi parasetamol dengan kodein. c. Opioida kuat:morfin dan derivatnya (heroin) serta opioida sintesis

Menurut program pengobatan ini pertama-tama diberikan 4 dd 1 g paracetamol,bila efeknya kurang,beralih ke 4-6 dd paracetamol-kodein 3060 mg.Baru bila langkah kedua ini tidak menghasilkan analgesi yang memuaskan,dapat diberikan opioid kuat.Pilihan pertama dalam hal ini adalah morfin (oral,subkutan kontinu,intravena,epidural atau spinal).Tujuan utama dari program ini adalah untuk menghindarkan risiko kebiasaan dan adiksi untuk opioida,bila diberika sembarangan. Efek-efek samping umum dari morfin dan opioida lainnya menimbulkan sejumlah besar efek samping yang tidak diinginkan,yaitu: Supresi SSP,misalnya sedasi,menekan dan perubahan pernapasan suasana dan jiwa

batuk,miosis,hipothermia

(mood).Akibat stimulasi langsung dari CTZ (Chemo Trigger Zone) timbul mual dan muntah.Pada dosis lebih tinggi mengakibatkan menurunnya aktivitas mental dan motoris.

Saluran

napas:

bronchoconstriksi,pernapasan

mmenjadi

lebih

dangkal dan frekuensinya menurun. Sistem sirkulasi: vasodilatasi perifer,pada dosis tinggi hipotensi dan bradycardia Saluran cerna: motilitas berkurang (obstipasi),kontraksi sfingter kandung empedu (kolik batu empedu),sekresi pankreas,usus dan empedu berkurang Saluran urogenital: retensi urin (karena naiknya tonus dari sfingter kandung kemih),motilitas uterus berkurang (waktu persalinan diperpanjang) Histamin liberator : urticaria dan gatal-gatal,karena menstimulasi pelepasan histamin Kebiasaan dengan risiko adiksi pada penggunaan lama.Bila terapi dihentikan dapat terjadi gejala abstinensi. Penggunaan untuk jangka waktu lama pada sebagian pemakai menimbulkan kebiasaan dan ketergantungan.Penyebabnya mungkin karena berkurangnya resorpsi opioid atau perombakan/eliminasinya yang dipercepat,atau bisa juga karena penurunan kepekaan jaringan.Obat menjadi kurang efektif,sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk mencapai efek semula.Peristiwa ini desebut toleransi (menurunnya response0dan bercirikan pula bahwa dosis tinggi dapat lebih baik diterima tanpa menimbulkan efek intoksikasi.Di samping ketergantungan fisik tersebut terdapat pula ketergantungan psikis,yaitu kebutuhan mental akan efek psikotrop 9euforia,rasa nyaman dan segar) yang dapat menjadi sangat kuat,hingga pasien seolah-olah terpaksa melanjutkan penggunaan obat. Gejala abstinensi (withdrwal syndrome) selalu timbul bila penggunaan obat dihentikan dengan mendadak dan semula dapat berupa

menguap,berkeringat hebat dan air mata mengalir,tidur gelisah dan kedinginan.Lalu timbul muntah-muntah, diare, tachycardia, mydriasis, tremor, kejang otot, peningkatan tensi yang dapat disertai dengan reaksi psikis hebat (gelisah,mudah marah,kekhawatiran mati).Efek-efek ini menjadi penyebab mengapa penderita yang sudah ketagihan opiat.Guna menghindari efek-efek tidak nyaman ini,pengguna terpakasa melanjutkan penggunaannya. Ketergantungan fisik lazimnya sudah lenyap dua minggu setelah pengguanaan obat dihentikan.Ketergantungan psikis seringkali sangat erat,maka pembebasan yang tuntas sukar sekali dicapai. 2.3 Anastesi Lokal Anestetik local ialah obat yang menghasilkan blockade konduksi atau blockade natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. Anestesi lokal digunakan untuk mencegah hantaran saraf bila mengadakan kontak dengan suatu neuron.. Obat anastetika local bergabung dengan protoplasma saraf dan menghasilkan analgesia (blok hantaran impuls nyeri) dangan mencegah terjadinya depolarisasi dengan cara menghambat masuknya ion sodium (Na+). Sifat blok ini disebut nondepolarizing block. Reaksi ini bersifat reversible dan fungsi fisiologis saraf tersebut akan kembali sempurna seperti sediakala setelah blok berakhir. Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar

-95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut. Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada waktu pembedahan kecil dimana pemakaian anestesi umum tidak diperlukan. Beberapa cara pemberian anestesi lokal adalah:

Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung syarafnya. Misal pada daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan gigi.

Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak saraf berkumpul, hingga tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas. Misal pada lengan atau kaki

Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau gatal. Misalnya dalam bentuk suppositoria untuk penyakit ambein.

Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garam-garam kloridanya yang mudah larut dalam air. Untuk memperpanjang daya kerjanya, maka sering ditambahkan obat lain untuk menciutkan pembuluh darah (vasokonstriktor) misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan diperlambat dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih cepat dengan khasiat yang lebih bagus, serta lokasi pembedahaan tidak berdarah namun larutan yang mengandung vasokonstriktor sebaiknya jangan digunakan pada jari-jari tangan karena resiko gangrene. Syarat zat dapat digunakan sebagai obat Anestesi Lokal adalah sebagai berikut :

Tidak merangsang jaringan Tidak mengakibatkan kerusakan permanen pada susunan saraf Efektif secara penyuntikan atau penggunaan lokal pada selaput lendir Waktu mulai reaksinya sesingkat mungkin Dapat larut dalam air, menghasilkan larutan yang stabil terhadap pemanasan pada waktu sterilisasi.

Seharusnya obat anestesi local diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam darah menigkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek pada berbagai sistem organ. Adapun efek samping dari obat ini, yakni : a. Sistem Saraf Pusat Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain. Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang. b. Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas) Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik terhadap jaringan saraf. c. Sistem Kardiovaskular Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung dan membrane otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi local menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung,

eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.

d. Darah Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat. e. Reaksi alergi Reaksi ini sangat jarang terjadi dan hanya terjadi pada sebagian kecil populasi. Macam obat anestesi lokal1.

Kokain Kokain adalah obat anestetik pertama yang dibuat dari daun koka dan dibuat pertama kali pada 1884. Penggunaan kokain aman hanya untuk anestetik topical. Penggunaan secara sistemik akan menyebabkan dampak samping keracunan system saraf, system kardiovaskuler, ketagihan, sehingga dibatasi pembuatannya hanya untuk topical mata, hidung dan tenggorokan. Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit. Contoh: Fentanil Farmakodinamik Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun erythroxylon coca. Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat.

Efek anestetik lokal: Efek lokal kokain yang terpenting yaitu kemampuannya untuk memblokade konduksi saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain pernah digunakan secara luas untuk tindakan di bidang oftalmologi, tetapi kokain ini dapat menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan kokain sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran nafas atas. Kokain sering menyebabkan keracunan akut. Diperkirakan besarnya dosis fatal adalah 1,2 gram. Sekarang ini, kokain dalam bentuk larutan kokain hidroklorida digunakan terutama sebagai anestetik topikal, dapat diabsorbsi dari segala tempat, termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis.2.

Prokain (novokain) Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5% Blok saraf: 1-2% Dosis 15 mg/kg BB dan lama kerja 30-60 menit

Prokain disintesis dan diperkenalkan dengan nama dagang novokain. Sebagai anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok saraf, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Namun karena potensinya rendah, mula kerja lambat, serta masa kerja pendek maka penggunaannya sekarang hanya terbatas pada anestesi infiltrasi dan kadang- kadang untuk anestesi blok saraf. 3. Prokain (novokain) Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal, epidural. Merupakan obat standard untuk perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obat-obat anestetik local yang lain. Diberikan intravena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum, bedah jantung atau induced hypothermia.Absorbsi berlangsung cepat pada

tempat suntikan, hidrolisis juga cepat oleh enzim plasma (prokain esterase).Pemberian intravena merupakan kontra indikasi untuk penderita miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler. Prokain tidak boleh diberikan bersama-sama sulfonamide. Tidak mempenetrasi kulit dan selaput lender/ mukosa. Jadi tidak efektif untuk surface analgesi. Dosis 15 mg/ kgbb.4.

Kloroprokain (nesakin) Derivat protein dengan masa kerja lebih pendek.

5.

Lidokain (lignokain, xylokain, lidones) Konsentrasi efektif minimal 0,25%. Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih ekstensif daripada yang ditunjukkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototik dari anestetik lokal golongan amida. Larutan Lidokain 0,5% digunakan untuk anestesi infiltrasi, sedangkan larutan 1-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini lebih efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin (1:50000 sampai 1:200000). Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parastesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan bangkitan. Lidokain dosis berlebihan dapat

menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung. Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir.6.

Bupivakain (markain) Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain tetapi lama kerja sampai 8 jam. Struktur bupivakain mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin adalah butil piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blokade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih populer digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pasca pembedahan. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebra. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah 2mg/kgBB.

7.

EMLA (Eutectic Mixture of Local Anesthetic) Campuran emulsi minyak dalam air (krem) antara lidokain dan prilokain masing-masing 2,5% atau masing-masing 5%. EMLA dioleskan dikulit intak 1-2 jam sebelum tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau untuk miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau buang tato. Tidak dianjurkan untuk mukosa atau kulit terluka.

8.

Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain) Mirip dengan bupivakain dan mempunyai indikasi yang sama dalam kegunaanya, yaitu ketika anastesi dengan durasi panjang dibutuhkan. Seperti bupivakain, ropivakain disimpan dalam sediaan

botol kecil. Kedua obat tersebut merupakan isomer bagian kiri dari bupivakain. Keuntungannya dibandingkan dengan bupivakain adalah zat ini lebih rendah kardiotoksisitas. Zat ini tersedia dalam beberapa formulasi. Konsentrasi 0,5% (dengan atau tanpa epineprin), 0,75% , dan 1% telah digunakan pada bidang kedokteran gigi. Ketika digunakan pada praktek medis khasiat dari ropivakain samasama efektif, baik menggunakan epineprin maupun tidak. Pada dunia kedokteran gigi penambahan epineprin meningkatkan efek anestesia dari ropivakain.Konsentrasi efektif minimal 0.25%.9.

Amethokain Ametokain tidak diadministrasikan melalui injeksi karena memiliki efek toksik. Zat ini diedarkan dengan sediaan topikal berkadar 4% untuk kulit, dan dapat digunakan sebagai sedasi intravena (premedikasi) atau pada anestesi general.

10. Felipresin

Felipresin adalah oktapeptid sintetik, yang sangat mirip dengan hormon pituitari vasopresin. Zat ini ditambahkan pada anestesi lokal pada kedokteran gigi dalam konsentrasi 0,03 IU/mL (0,54g/mL). Felipresin penggunaanya tidak sebagus vasokonstriktor epineprin, karena tidak bisa mengontrol hemoragi secara efektif.11. Dibukain

Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang paling kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15x lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3x lebih panjang. Sebagai preparat suntik, dibukain sudah tidak ditemukan lagi, kecuali untuk anestesia spinal. Umumnya tersedia dalam bentuk krim 0,5% atau salep 1%.

12. Mepivakain HCL

Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain ini digunakan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf regional dan anestesia spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1 ; 1,5 dan 2%. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan karenanya tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Pada orang dewasa indeks terapinya lebih tinggi daripada lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal.13. Tetrakain

Tetrakain

adalah

derivat

asam

para-aminobenzoat.

Pada

pemberian intravena, zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih toksik daripada prokain. Obat ini digunakan untuk segala macam anestesia, untuk pemakaian topilak pada mata digunakan larutan tetrakain 0.5%, untuk hidung dan tenggorok larutan 2%. Pada anestesia spinal, dosis total 1020mg. Tetrakain memerlukan dosis yang besar dan mula kerjanya lambat, dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik. Namun bila diperlukan masa kerja yang panjang anestesia spinal, digunakan tetrakain.14. Prilokain HCl

Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih kecil daripada lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor. Toksisitas terhadap SSP lebih ringan, penggunaan intravena blokade regional lebih aman. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik dari prilokain HCl yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso-toluidin. Methemoglobinemia ini umum terjadi pada pemberian

dosis total melebihi 8 mg/kgBB. Efek ini membatasi penggunaannya pada neonatus dan anestesia obstetrik. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia suntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0; dan 3,0%.15. Benzokain

Absorbsi lambat karena sukar larut dalam air sehingga relatif tidak toksik. Benzokain dapat digunakan langsung pada luka dengan ulserasi secara topikal dan menimbulkan anestesia yang cukup lama. 2.4 Anti inflamasi Anti inflamasi adalah obat untuk meredakan pembengkakan atau peradangan yang disebabkan oleh oleh suatu patogen. Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi. OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia dibanding yang lain. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Contoh obat golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirinlike drug). Aspirin-like drugs dibagi dalam lima golongan, yaitu: 1. Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid, diflunisal 2. Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin 3. Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin), fenilbutazon dan turunannya 4. Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin, piroksikam, dan glafenin 5. Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (1) obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon,

dan (2) obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon. Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi: 1. AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen. 2. AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen. 3. AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen. 4. AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam. 5. AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan oksifenbutazon.

Klasifikasi Kimiawi Obat Anti-Inflamasi Non Steroid a. Nonselective Cyclooxygenase Inhibitors Derivat asam salisilat: aspirin, natrium salisilat, salsalat, diflunisal, cholin magnesium trisalisilat, sulfasalazine, olsalazine

Derivat para-aminofenol: asetaminofen Asam asetat indol dan inden: indometasin, sulindak Asam heteroaryl asetat: tolmetin, diklofenak, ketorolak Asam arylpropionat: ibuprofen, naproksen, flurbiprofen, ketoprofen, fenoprofen, oxaprozin

Asam antranilat (fenamat): asam mefenamat, asam meklofenamat Asam enolat: oksikam (piroksikam, meloksikam) Alkanon: nabumeton

b.

Selective Cyclooxygenase II inhibitors

Diaryl-subtiuted furanones: rofecoxib Diaryl-subtituted pyrazoles: celecoxib Asam asetat indol: etodolac Sulfonanilid: nimesulid

Aspek Farmakodinamik Obat Anti-inflamasi Nonsteroid Semua OAINS bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. A. Efek Analgesik Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi. B. Efek Antipiretik Sebagai antipiretik, OAINS akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 menghambat pada baik hipotalamus. pirogen Aspirin dan OAINS lainnya yang diinduksi oleh pembentukan

prostaglandin

maupun

respon

susunan pelepasan

syaraf panas

pusat

terhadap jalan

interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali thermostat di hipotalamus dan vasodilatasi. C. Efek Anti-inflamasi Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan pada pengobatan musculoskeletal. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal. Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan antiinflamasi, namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut. Salisilat khususnya aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan. OAINS golongan para aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan golongan salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon memiliki sifat analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-inflamasinya sama dengan salisilat. Efek Samping Obat Anti-inflamasi Nonsteroid Selain menimbulkan efek terapi yang sama, OAINS juga memiliki efek samping yang serupa. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. OAINS menimbulkan iritasi yang bersifat lokal yang mengakibatkan terjadinya difusi kembali asam lambung ke dalam mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan. Selain itu OAINS juga menghambat sintesa memudahkan dengan

prostaglandin. Dengan terhambatnya pembentukan prostaglandin, maka akan terjadi gangguan barier mukosa lambung, berkurangnya sekresi mukus dan bikarbonat, berkurangnya aliran darah mukosa, dan terhambatnya proses regenerasi epitel mukosa lambung sehingga tukak lambung akan mudah terjadi. Gejala yang diakibatkan oleh OAINS antara lain dispepsia, nyeri epigastrium, indigesti, heart burn, nausea, vomitus, dan diare. Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar dalam sirkulasi darah mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian menyumbat dengan endotel yang rusak dengan cepat sehingga perdarahan terhenti. Pada sistem syaraf pusat, OAINS dapat menyebabkan gangguan seperti, depresi, konvulsi, nyeri kepala, rasa lelah, halusinasi, reaksi depersonalisasi, kejang, dan sinkope. Pada penderita usia lanjut yang menggunakan naproksen atau ibuprofen telah dilaporkan mengalami disfungsi kognitif, kehilangan personalitas, pelupa, depresi, insomnia, iritasi, rasa ringan kepala, hingga paranoid. Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitifitas berupa rinitis, asma bronkiale, hipotensi hingga syok. SALISILAT Asam asetil saksilal yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah merupakan

analgesic antiperetik dan antiinflasmasi yang sangat luas. Digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai protatip, oabat ini standar dalam menilai efek obat sejenis. FAMAKODINAMIK; saksilal khususnya merupakan obat yang peluang banyak digunakan sebagai analgesic antiperetik dan anti inflmasi aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai anti peretik dan antiflamasi dosis toksis ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam hiperhidrosis.

FARMAKOKINETIK ; pada pemberian obat, sebagian saksilat diabsorbsi dengan cepat dalam bentuk utuh dilambung, tetapi sebagian besar diusus halus bagian atas kadar ti nggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian kecepatan absobsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet PH pemakain mukosa dan waktu pengosongan lambung. INDIKASI ; anti peretik dosis siksilat untuk dewasa ialah ; 325 mg -650 diberikan secara oral tiap 3 atau 4 jam, untuk anak-anak : 15-20 mg/kg BB diberikan tiap 4-6 jam den gan dosis total melebihi 3,6 gr per hari. ANALGESIK ; salisilat bermanfaat untuk mengebati nyeri tidak spsifik misalnya sakit kepala, nyeri sendi, nyeri haid, neuralgia, dan mialgia. DEMAM REMATIK AKUT ; dalam watu 24-48 jam setelah pemberian obat yang cukup terjadi pengurangan nyeri, kekakuan, pembengkakan, rasa panas dan memerahi jaringan setempat. ATRITIS REUMATOID ; walaupun telah banyak ditemukan obat anti rheumatoid baru, salisilat amsih dianggap obat standar pada studi perbandingan dengan obat antireumatikal lain. PENGGUNAAN LAIN ; aspirin digunakan untuk mencegah thrombus vena dalam berdasarkan efek pengahambatan agregasi trombosit, mengurangi pada pasien angina tidak stabil. INTOSIKASI ; sasilat sering digunakan untuk mengobati segala keluhan ringan dan tidak berarti sehingga banyak terjadi pengguna salahan (misuse) atau penalahgunaan (abuse) obat bebas ini. SEDIAAN ; aspirin (asam asetil saksilat ) dan natrium saksilat merupakan sedician yang paling banyak digunakan. Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg, untuk anak dan 500 mg untuk dewasa. Metal silsilat (minyak mintegreen ) hanya digunakan sebagai obat luar, dalam bentuk salep atau lunimen dan dimasukkan

sebagai coumer irritant bagi kulit. Asam saksilat dalam bentuk bubuk, digunakan sebagai keratolik dengan dosis tergantung dari penyakit yang akan di obati. BENORILAT DIFLUNISAL Obat ini merupakan devirat diflnorofeml dari asam salisilat tetapi invivo tidak diubah menjadi asam salisilat bersifat analgesic dan anti inflamasi tetapu hampir tidak brsifat antiperetik. Setelah pemberian oral, kadar puncak diperoleh dalam 2-3 jam, sembilan puluh sembilan persen diflumisal terikat albumin plasma dan dalam waktu parah berkisar 8-12. Indikasi ; diflumisal hanya sebagai analgesic ringan sampai sedang dengan dosis awal 500 mg di susal 250-500 mg tiap 8-12 jam. Untuk esteoartritis dosis awal 2x250-500 mg per hari. Dengan dosis pemeliharaan tidak melampaui 2,5 gram s ehari. Efek samping ; lebih ringan dari pada asetotal dan tidak dilaporkan menyebabkan gangguan pendengaran. SALSALAT DERIVAT ASAM PROPIONAT Asam Tiaprofenat Asam tiaprofenat memperlihatkan sifat sama seperti derivate asam propionate lainnya. Waktu penuh dalam plasma kira-kira 2 jam dan ekskresi terutama efek samping sama seperti obat airis lainnya. Dosis 3 kali 200 sehari. Fenbufen Berbeda dengan obat Airis lainya, fenbufen merupakan suatu pro-dug jadi fenbufen sendiri bersifat inaktif dan metabolic aktifnya adalah asam 4-bifenik asetat zat ini memiliki waktu penuh 10jam sehingga cukup diberikan satu atau dua kali sehari.

Absorpsi obat melalui lambung baik, dan a d ar puncak metabolic aktif dicapai dalam 7,5 jam efek samping obat ini sama seperti obat Airis lainnya, pemakaian pada pasien tukak lambung harus berhati-hati. Pada gangangguna penyakit reumatik sendi adalah dua kali 300 mg sehari dan dosis pemeliharaan satu kali sehari 600 mg sebelum tidur. Fenoprefen Ibuprofen Ibuprofen merupakan derivate asam propionate yang diperkenalkan pertama kali dibanyak Negara. Obat ini bersifat analgesic dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat, efek analgesiknya sama seperti aspirin, efek anti inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg per hari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksumum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu penuh dalam plasma sekitar 2 jam. Sembilan puluh p ersen ibuprofen terikat dalam protein plasma. Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap kira-kira 90% dari dosis atau konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi. Obat Ains derivat asam prpionat hamper seluruhnya terikat pada protein plasma, efek intekrasi misalnya penggerakan obat warfarin dan oral hipolekemik hamper tidak ada, tetapi pada pemberian bersama dengan warfarin, tetap harus waspada karena adanya gangguan fungsinya trombosit yang memperpanjang masa perdarahan. Devivat asam propionate dapat mengurangi efek antihipertensi obat Bbloer. Prozosin dan kaptropil efek ini mungkin akibat hambatan bisintesis pada ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin, indametasin atau naproksen , efek samping lainnya yang jarang adalah eritema kulit, sakit kepala trombosipenia ambliopra toksik yang reversible, dosis sebagai analgesic 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaliknya dosis optimal pada tiap diminum oleh wanita hamil dan menyusul dengan alas an bahwa ibuprofen relative lebih lama dikenal dengan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesic, maka ibuprofen dijual sebagai obat genetic bebas dibeberapa Negara antara lain Amerika Serikat dan Inggris.

Ketoprofen. Drivat asam propionate ini memiliki efektivitas seperti ibuprofen dengan sifat-sifat anti inflamasi sedang. Absorpsi berlangsung baik dari lambung dan waktu penuh plasma sekitar 2 jam efek samping sama dengan Ains lain terutama menyebabkan gangguan saluran cerna dan reaksi hipersensitivitas. Dosis 2 kali 100 mg sehari, tetapi sebaiknya ditentukan secara individual. Naproksen Merupakan salah satu derivate asam propional yang efektif dan inside efek samping obat ini lebih rendah dibandingkan derivate asam propional lain. Absorpsi obat ini berlangsung baik melalui lambung dan kadar puncak plasma dicapai selama 2-4 jam bila diberikan dalam bentuk gram natrium naproksen kadar puncak plasma dicapai lebih cepat. Waktu penuh obat ini 14 jam, sehingga cukup diberikan dua kali sehari. Tidak terdapat korelasi antara efektivitas dan kadar plasma baik dalam bentuk utuh maupun sebagai konjugat glukoronida. Dan demietilat interaksi obat sama seperti ibuprofen. Naproksen kadar puncak plasma dicapai lebih cepat. Waktu penuh berobat ini 14 jam, sehingga cukup di berikan dua kali sehari, tidak terdapat korelasi antara efektivitas dan kadar plasma. Ikatan obat ini dengan protein plasma mencapai 98-99% ekresi terutama dalam urin dan demetilat. Intraksi obat sama seperti ibuprofen. Naprosien bersama ibuprofen dianggap yang paling tidak toksik diantara derivate asam propionate. Efek samping terhadap SSP berupa sakit kepala, pusing, rasa lelah dan otoksisitas. Gangguan terhadap hepar dan ginjal pernah dilaporkan dosis untuk terapi penyakit reumatik sendi adalah 2 kali 250-375 mg sehari. Bila perlu dapat diberikan 2 kali 500 mg sehari. DERIVATE ASAM FENAMAT Asam Mefenamat Dan Melelo Fenamat Derivate mefenamal digunakan sebagai analgesic, sebagai anti inflamasi mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin. Meklofenamat digunakan sebagai obat anti inflamasi pada terapi arthris rheumatoid dan asteoartitis. Asam mefenamat terikat

sangat kuat pada protein plasma, dengan demikian intraksi terhadap obat anti koogulen harus diperhatikan,efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dyspepsia, diare sampai diare berdarah dan segala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Pada usia lanjut efek samping diare hebat sering dilaporkan efek samping lain yang berdasarkan hipersensitivitas ialah eriterna kulit dan bronkoostriksi anemia hemolitik pernah dilaporkan dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Karena efek toksiknya maka di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak dibawaj 14 tahun dan waktu hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari. Penelitian klinis menyimpulkan bahwa penggunaan selama haid mengurangi kehilangan darah secara bermakna. PIROZOLON DAN DERIVATE Dalam kelompok ini termasuk dipiron, fenilbutazon, oksifen butazon, antipirin dan aminopirin. Antippirin (fenozon) adalah 5 okso-1-fenil-2,3 dimetilpira-zolidin. Amiopirin (amidopirin) adalah derivate 4 dimetilamino dari aminopirin yang larut baik dalam air dan dapat diberikan secara suntikan. Indikasi Saat ini dipiron hanya digunakan sebagai analgesic antipirin karena efek atau inflamasinya lemah sedangkan antipirin dan aminopirin tidak dianjurkan digunakan lagi karena dipiron sebaiknya dipiron hanya diberikan bila dibuthkan analgesic. Antiperetik suntikan atau bila pasien tidak tahan analgesic antipiretik yang lebih aman, pada beberapa kasus penyakit Hodgkin dan pariarteritis nodosa, dipiron merupakan obat yang masih dapat digunakan untuk meredakan demam yang sukar diatasi dengan obat lain. Dosis untuk dipiron adalah : tiga kali 0,3 1 gram sehari. Dipiron tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan larutan obat suntik yang mengandung 500 mg/ml Efek Samping

Semua devirat pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan tromsitopenia dibeberapa Negara misalnya Amerika Serika efek samping dan trombositopenia terjadi dan bersifat fatal. Sehingga pemakaiannya sangat dibatasi atau dilarang sama sekali. Di Indonesia frekuensi pemakaian dipiron cukup tinggi dan agranulositosis telah dilaporkan pada pemakaian obat ini, tetapi belum ada data tentang angka kejadiannya, kesan bahwa orang Indonesia tahan terhadap dipiron tidak dapat diterima belum menandai sehingga mungkin kematian oleh agranulositosis tercatat sebagai akibat penyakit infeksi. FENILBULBUTAZON DAN OKSIFENBUTAZON Fenilbutazon adalah sis-diokso-1,2-difenil-4-butil firazodin dan oksibutazon adalah derivate oksifenilnya. Dengan adanya Ains yang lebih aman, fenilbutazon dan oksifenbutazon tidak lagi diajurkan digunakan sebagai anti inflamasi kecuali obat laintidak efektif. DERIVAT OKSIKAM Piroksikam dan Meloksikam Piroksikam adalah merupakan salah Ains dengan struktur baru yaitu oksikam, derivate asam enolat, waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat dilambung : terikat 99% pada protein plasma obat ini menjalani 7-10 hari dan kadar dalam plasma kira-kira sama dengan kadar cairan sinovia. Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam mencapai 11-46 % dan 4-12 % dari jumlah pasien terpaksa menghentikan obat ini. Efek samping tersering adalah gangguan saluran cerna, antara lain yang berat adalah tukak lambung. Efek samping lain adalah pusing, tinitas, nyeri kepala dan eritema kulit. Piroksikam tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil, pasien terkak lambung dan pasien yang sedang minum.

Antikoagulan indikasi piroksikam hanya untuk penyakit inflamasi sendi misalnya arthritis rheumatoid, osteoarthritis, spondilitis ankilosa dosis 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak memberikan respons cukup dengan Ains yang lebih aman. Meloksikan cenderung menghambat KOKS-2 lebih dari KOKS-1 tetapi penghambatan KOKS-1 pada dosis terapi tetap nyata, urang dari piroksikam 20 mg sehari. Meloksikam diberikan dengan dosis 7,5 15 ng sekali sehari, efektivitas dan keamanan devirat oksikam lainnya : larnoksikam, sinoksikam, sidoksikam dan tenoksikam dianggap sama dengan piroksikam. DEVIRAT ASAM FENILASETAT Diklofenak Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek metabolisme lintas pertama (first-pars) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh si ngkat yakni 1-3 jam diklopenak diakumulasi dicairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paru obat tersebut. Efek samping yang lajim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala dan sakit kepala sama seperti semua obat Ains, p emakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Peningkatan enzim transminase dapat terjadi pada 15% pasien dan umumnya kembali ke normal. Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan dosis orang dewasa 100-150 sehari terbagi dua atau tiga dosis. FENKLOFENAK Derivate Asam Asetat Inden Indol penelitian terbatas menyimpulkan efek samping meloksikam (7,5 mg per hari) terhadap saluran cerna

Indometasin Merupakan derivate indo-asam aseat, obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan arthritis dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek anti inflomasi dan analgesic-antipiretik yang kira-kira sebanding dengan asipirin. Telah terbukti bahwa indometasin memiliki efek analgesic perifer maupun sentral invitra indometasin menghambat enzim siklooksigenase seperti kolklosin, indometasin menghambat motilitas polimorfonuklaes. Absorpsi indomekasin setelah pemberian oral cukup baik, 92-99% indometasin terikat pada protein plasma metabolismenya terjadi di hati. Indometasin dieksresi dalam bentuk asal maupun metabolic melalui urin dan empedu, waktu paruh plasma kira-kira 2-4 jam. Efek samping indometasin tergantung dosis dan insidensnya cukup tinggi, pada dosis terapi, sepertiga pasien menghentikan pengobatan karena efek samping, efek samping saluran cerna berupa nyeri obdomen, diare, perda rahan lambung dan pankreatitis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25 % pasien dan rasa bingung. Halusinasi dan psikosis pernah dilaporkan indometasin juga dilaporkan menyebabkan agranulosistosis, anemia aplastik dan trombosikopenia vasokontriksi pembuluh koroner pernah dilaporkan hiperkalernia dapat terjadi akibat hambatan yang kuat terhadapi biosintesis pada ginjal. Alergi dapat pula timbul dengan manifestasi urtikaria, gatal dan serangan asma. Obat ini mengurangi efek natriuretik dari diuretiktiazid dan furosemid serta memperlemah efek hipotensif obat B-bloker. Karena toksisitasnya, indometasin tidak dianjurkan diberikan kepada anak, wanita hamil, pasien dengan gangguan psikiatri dan pasien dengan penyakit lambung. Penggunaannya kini dianjurkan hanya bila Ains lain kurang berhasil misalnya pada spondilitis ankolosa, arthritis pirai akut dan osteoarthritis tungkai. Indometasin tidak berguna pada penyakit pirai kronik karena tidak berefek urikorusik. Dosis indometasin yang lazim ialah 2-4 jali 25 mg sehari. Untuk mengurangi gejala reumatik dimalan hari, indometasin diberikan 50-100 mg sebelum tidur.

BAB 3 PENUTUP

KESIMPULAN 1. Obat merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan, mencegah suatu penyakit. 2. Antibiotik yaitu zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain, yang digolongkan berdasarkan struktur kimianya, kemampuan untuk membunuh patogen, spektrum aktivitasnya dan cara kerjanya. Mekanisme kerja antibiotik dengan cara menghambat sintesis materi penting bakteri.3. Analgesik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau

menghalangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgesik dapat dikelompokkan berdasarkan kerja farmakologisnya.

4. Anestetik local ialah obat yang menghasilkan blockade konduksi atau blockade natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. 5. Anti inflamasi adalah obat untuk meredakan pembengkakan atau peradangan yang disebabkan oleh oleh suatu patogen.

DAFTAR PUSTAKA

Davies NM, Anderson KE. Clinical pharmacokinetics of diclofenac. Therapeutic insights and pitfalls. Clin Pharmacokinet. 33(3):184-213,1997. Davies NM, Skjodt NM.Clinical pharmacokinetics of meloxicam. A cyclooxygenase-2 preferential nonsteroidal anti-inflammatory drug. Clin Pharmacokinet. 36(2):115-26,1999. Dardjat M T, editor. Obat Anestetik Lokal. Dalam: Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Jakarta: Aksara Medisina;1986. hal 243. Howe, Geoffrey L dan Whitehead, F. Ivor H. Anestesi Lokal (alih bahasa drg. Lilian Yuwono). Jakarta: Hipokrates. 1992, halaman 7, 21-22, 28-30, 59-68. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Syarif A. 2007.Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: FK-UI. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 4. Jakarta: EGC. 1998, halaman 414-421.

Latief Said, Surjadi Kartini, Dachlan Ruswan, editor. Anestetik Lokal. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed 2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. hal 97104. S Kristanto. Anestetik Regional. Dalam: Basuki Gunawarman, Muhadi Muhiman, Latief Said, editor. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1989. hal 123. Mardjono, Mahar, 2007 . Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya baru http://yukiicetta.blogspot.com, diakses pada Jumat, 4 Februari 2011 jam 20.15 WIB.