bab 1
DESCRIPTION
PendahuluanTRANSCRIPT
![Page 1: BAB 1](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695cfd81a28ab9b028fc40d/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Arus globalisasi dan multikrisis mendorong terjadinya reformasi dalam
berbagai aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat baik politik,
hukum, administrasi, pemerintahan dan lain sebagainya. Salah satu aspek penting
pembaharuan dalam bidang pemerintahan untuk mewujudkan good governance
dengan penguatan hukum, demokratis, akuntabilitas, efisiensi, kepemimpinan
visioner, efisiensi, responsif dan transaparansi dalam melaksanakan pengaturan,
pembangunan dan pemberdayaan serta pelayanan masyarakat. Good governance
dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah saat ini merupakan suatu tuntutan dan
sekaligus menjadi dasar dalam pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi
daerah yang telah digulirkan oleh pemerintah sejak tahun 2001 membawa perubahan
dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Pembaharuan pemerintahan erat
kaitannya dengan adanya pergeseran paradigma baru pemerintahan yaitu dari
paradigma pemerintahan yang sentralistik menuju desentralistik, pemerintahan yang
otoritatif menuju demokratis, pemerintahan yang beorrientasi pada pemusatan
dimensi kekuasaan politik yang mengarah pada dimensi kemitraan ekonomi, dimensi
administrasi dan dimensi sosial-kultural (civil society).
1
![Page 2: BAB 1](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695cfd81a28ab9b028fc40d/html5/thumbnails/2.jpg)
Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dalam bingkai negara kesatuan,
maka sistem pemerintahan yang dilandasi dan bersumber pada landasan
konstitusional dan dikembangkan atas tatanan demokratis sesuai dengan nilai
kultural bangsa dalam struktur, proses dan mekanisme penyelenggaraan
pemerintahan. Pemerintahan yang konstitusional dan demokratis dalam struktur,
proses dan mekanisme pemerintahannya untuk membangun pemerintahan yang
terpercaya, akuntablitias dan bertanggung jawab bagi kepentingan dan pelayanan
masyarakat.
Good dalam good governance menurut Lembaga Administrasi Negara (2008)
mengandung dua pengertian. Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi
keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan
rakyat yang dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan
berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan
yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut (Widodo, 2001:23). Kebutuhan untuk mewujudkan prinsip good
governance, juga didasari oleh realitas citra birokrasi pemda secara belum banyak
mengami perubahan. Padahal idealnya, dimensi reformasi pemerintahan di daerah
tidak saja sekedar perubahan struktur organisasi pemerintahan daerah, akan tetapi
mencakup berbagai instrumen yang diperlukan untuk mendukung berjalannya
lembaga-lembaga daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan
akuntabel.
2
![Page 3: BAB 1](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695cfd81a28ab9b028fc40d/html5/thumbnails/3.jpg)
Pemerintah daerah sebagai organisasi sektor publik terbesar, bertanggung
jawab untuk meningatkan kesejahteraan masyarakat, menjunjung tinggi keinginan
rakyat, melaksanakan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial,
menjalankan aspek-aspek fungsional dari pemerintahan secara efisien dan efektif
sehingga bisa terwujud good governance yang sebenarnya. Salah satu asas penting
yang harus diperhatikan dalam terwujudnya good governance yaitu akuntabilitas.
Akuntabilitas (accountability) merupakan ukuran yang menunjukkan apakah
aktivitas birokrasi publik sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh
rakyat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan
rakyat yang sesungguhnya (Kumorotomo, 2005 : 4). Penjelasan yang serupa
dijelaskan oleh Candler dan Plano (Widodo, 2001 : 148) mengartikan akuntabilitas
suatu birokrasi publik tergantung kepada bagaimana mekanisme checks and balances
tersebut berlaku. Dengan demikian, akuntabilitas diartikan bahwa suatu instansi
pemerintah telah menetapkan dan mempunyai visi, misi, tujuan dan sasaran yang
jelas terhadap program kerja yang telah, sedang, atau yang akan dijalankan.
Akuntabilitas juga akan dapat diukur bagaimana mereka menyelenggarakan dan
mempertahankan tanggungjawab mereka terhadap pencapaian hasil dalam
menjalankan fungsi kenegaraan.
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) adalah unsur
pelaksana tugas tertentu Pemerintah Daerah, yang melaksanakan kewenangan daerah
bidang Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah serta mempunyai tugas pokok
3
![Page 4: BAB 1](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695cfd81a28ab9b028fc40d/html5/thumbnails/4.jpg)
melaksanakan kewenangan daerah di bidang keuangan dan asset daerah. Untuk
melaksanakan tugas pokok itu BPKAD mempunyi salah satu fungsi sebagai
pelaksana teknis pengeluaran kas keuangan daerah (Pencairan dana). Pencairan dana
adalah suatu tindakan atau kegiatan menyalurkan, mengeluarkan, merealisasikan,
atau kegiatan menguangkan dan memperbolehkan mengambil dana berupa uang
tunai yang disediakan untuk suatu keperluan tertentu. Proses pencairan dana di
BPKAD Mamuju Utara menggunakan dua sistem pembayaran, yaitu sistem
pencairan dana Langsung (LS) dan sistem pencairan dana dengan Uang Persediaan
(UP). Sistem pencairan dana Langsung untuk pencairan dana belanja pegawai
maupun belanja non pegawai. Belanja non pegawai berupa belanja modal, belanja
barang dan jasa, pembayaran tagihan barang dan jasa seperti tagihan listrik dan
tagihan telepon. Sedangkan sistem pencairan dana dengan Uang Persediaan
digunakan untuk membiayai kegiatan sehari-hari atau dalam istilah akuntansi adalah
kas kecil.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.01/2012 pasal
30, seksi pencairan dana mempunyai beberapa tugas yang salah satunya adalah
melaksanakan proses pencairan dana dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan
Dana. Surat Perintah Pencairan yang biasa disebut SP2D adalah surat perintah yang
diterbitkan oleh BPKAD selaku kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan
pengeluaran atas beban APBN berdasarkan Surat Perintah Membayar. Surat Perintah
Pencairan Dana dapat diterbitkan jika satuan kerja telah memenuhi syarat yang telah
4
![Page 5: BAB 1](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695cfd81a28ab9b028fc40d/html5/thumbnails/5.jpg)
ditentukan sesuai standar prosedur operasional dengan mengajukan Surat Perintah
Membayar. Surat Perintah Membayar yang diajukan oleh BPKAD digunakan
sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana. Dalam pencairan anggaran
belanja negara, BPKAD melakukan penelitian dan pengujian atas SPM yang
disampaikan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar. Akan tetapi,
tidak dapat dipungkiri sering kali terjadi ketertolakan pengajuan pencairan dana yang
menyebabkan tidak dapat diterbitkannya Surat Perintah Pencairan Dana. Tertolaknya
Surat Perintah Membayar akan sangat menghambat pekerjaan satuan kerja yang
bersangkutan karena harus mengulang pengajuan dan belum mendapatkan dana yang
diajukan.
Dari deskripsi di atas, penyusun menduga bahwa masih banyak masalah yang
terjadi dalam proses penerbitan SP2D di BPKAD Mamuju Utara. Hal ini yang
mengakibatkan tidak terimplementasinya akuntabilitas oleh aparat birokrat.
Permasalahan akuntabilitas merupakan salah satu persoalan dalam pelaksanaan
pemerintah daerah yang hingga saat ini terus dikaji pelaksanaanya oleh pemerintah.
Adapun yang menjadi alasan penyusun mengambil judul ini adalah untuk
mengetahui bagaimana implementasi akuntabilitas dalam penerbitan SP2D. Objek
yang menjadi penelitian penyusun adalah aspek akuntabilitas para pegawai bagian
Aset dan Keuangan Daerah Kabupaten Mamuju Utara sehubungan dengan fungsinya
melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan khususnya dalam penerbitan
SP2D.
5
![Page 6: BAB 1](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695cfd81a28ab9b028fc40d/html5/thumbnails/6.jpg)
Atas dasar uraian diatas maka penyusun tertarik untuk mengambil judul
“Akuntabilitas Aparat Birokrat Terhadap Penerbitan Surat Perintah
Pencairan Dana Di Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten
Mamuju Utara.”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan dikaji
lebih lanjut yaitu:
1. Bagaimana implementisi prinsip akuntabilitas oleh aparat birokrat dalam
penerbitan SP2D di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Mamuju Utara
2. Kendala – kendala apa yang dihadapi dalam implementasi prinsip
akuntabilitas oleh aparat birokrat dalam penerbitan SP2D di Badan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Mamuju Utara.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada uraian permasalahan yang dipaparkan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Akuntabilitas pegawai
dalam penerbitan SP2D di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Mamuju Utara.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian adalah manfaat yang didapatkan dari suatu
penelitian, kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah 6
![Page 7: BAB 1](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695cfd81a28ab9b028fc40d/html5/thumbnails/7.jpg)
a. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan
yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
mengenai akuntabilitas pelayanan publik yang dapat digunakan untuk
mahasiswa yang menggeluti ilmu Administrasi Publik.
b. Manfaat Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala pikir dan
menjadi bahan sumbangan pemikiran bagi pemerintah baik Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam masalah implementasi
akuntabilitas khususnya dalam penerbitan SP2D.
7