bab 1
DESCRIPTION
maloklusiTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah. Oklusi
ideal adalah hubungan antar gigi geligi rahang atas dan rahang bawah yang
jarang ditemui pada keadaan alami. Oklusi normal sering disebut sebagai
oklusi dalam ambang penyimpangan oklusi yang masih dapat diterima. Atau
dengan kata lain bahwa tidak ada batasan oklusi normal yang jelas. Pada
umumnya, variasi kecil pada susunan gigi-gigi yang tidak penting dari estetik
maupun fungsional.
Oklusi ini dapat terjadi kelainan, atau yang disebut dengan maloklusi.
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan rahang bawah yang
menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal.
Kata maloklusi secara literatur memiliki arti sebagai gigitan yang buruk.
Kondisi ini dapat berupa prostusi, retrusi, crossbite, deepbite, open bite,
crowded, dan diastema. Hal ini dapat menimbulkan gangguan mastikasi,
gangguan TMJ, gangguan penelana, pengunyahan, penucapan atau gangguan
berbicara, estetik, mudah trauma, serta gangguan social.
Maloklusi ini dapat disebabkan oleh oleh factor local seperti kelainan
jumlah gigi,ukuran dan bentuk gigi. Dan factor umum seperti herediter,
ataupun kebiasaan jelek. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan mastikasi,
penelanan, bicara, TMJ, penguyahan, estetik, mudah trauma, serta gangguan
social. Maloklusi juga dapat mengakibatkan timbulnya penyakit lain seperti
karies. Sehingga, bila terjadi maloklusi perlu dilakukan perawatan selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi overjet dan overbite? Bagaimana cara pengukuran dan berapa
besaran normalnya?
2. Bagaimana ciri-ciri oklusi normal?
3. Bagaimana ciri-ciri maloklusi?
4. Bagaimana gambaran tipe-tipe profil wajah?
5. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi maloklusi?
6. Mengapa gigi yang berdesakan hanya pada gigi anterior Rahang atas?
7. Apa saja yang diperlukan untuk menetapkan diagnose?
8. Apa dampak maloklusi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi, cara pengukuran, dan besaran normal overjet dan
overbite.
2. Mengetahui ciri-ciri oklusi normal.
3. Mengetahui ciri-ciri maloklusi.
4. Mengetahui gambaran tipe-tipe profil wajah.
5. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi maloklusi.
2
6. Mengetahui alasan gigi yang berdesakan hanya pada gigi anterior rahang
atas.
7. Mengetahui hal-hal yang diperlukan untuk menetapkan diagnose.
8. Mengetahui dampak maloklusi.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Oklusi Normal
Oklusi dikatakan normal, jika susunan gigi dalam lengkung geligi
teratur baik serta terdapat hubungan yang harmonis antara gigi atas dengan
gigi bawah, hubungan seimbang antara gigi, tulang rahang terhadap tulang
tengkorak dan otot sekitarnya yang dapat memberikan keseimbagan
fungsional sehingga diperoleh estetik yang baik.
Menurut Angle yang dikutip oleh Dewanto oklusi normal adalah
apabila tonjol mesiobukal gigi molar pertama permanen maksila berkontak
dengan lekuk bukal gigi molar pertama permanen mandibula dan apabila
disertai lengkung gigi maksila da mandibula dalam keadaan baik maka
didapatkan oklusi ideal. Kemungkinan besar tak seorang pun memiliki oklusi
yang ideal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Salzmann yang dikutip oleh Dewanto
menyatakan bahwa oklusi ideal sulit dimiliki oleh seseorang. Dalam
perawatan ortodontik semaksimal mungkin dilakukan perawatan untuk
mencapai oklusi yang normal maupun yang ideal.
Andrew (1972) menyebutkan enam ciri oklusal normal yang
didapatkan berdasarkan penelitiannya terhadap 120 subyek , yaitu :
4
1. Hubungan yang tepat dari gigi-gigi molar pertama tetap pada bidang
sagital
2. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal
3. Inklinasi mahkota gigi-gigi indidivus yang tepat pada bidang sagital
4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual
5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing
lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal
6. Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung
Andrew mengatakan bahwa apabila ada satu ataupun beberapa ciri
yang tidak terpenuhi maka hubunagn oklusal dari gigi geligi tidaklah ideal.
Apabila dihubungkan dengan klasifikasi Angel , oklusi gigi normal
berada pada kelas 1, yang menyatakan tonjol mesiobukal M1 atas beroklusi
dengan cekung bukal M1 bawah seperti gambar berikut.
2.2 Overbite dan Overjet
2.2.1 Overjet
Overjet adalah jarak horizontal antara gigi insisivus atas dan
bawah pada keadaan oklusi di ukur pada ujung insisivus atas. Nilai rata-
rata overjet pada oklusi normal kurang lebih 2 atau 1-3. Overjat
5
tergantung pada inklinasi dari gigi-gigi insisivus dan hubungan antero-
posterior dari lengkung gigi. Pada sebagian besar individu, ada overjet
positif, misalnya sewaktu insisivus atas terletak di depan insivus bawah
pada keadaan oklusi, namun overjet juga bisa kebalikan, atau edge to-
edge.
2.2.2 Overbite
Overbite adalah jarak vertical antara ujung gigi insisivus atas dan
bawah. Dipengaruhi oleh derajat perkembangan vertical dari segmen
dento-alveolar anterior. Idealnya, gigi insisivus bawah harus berkontak
dengan sepertiga permukaan palatal dari insisivus atas atau 2-3 mm,
pada keadaan oklusi. Namun bias juga terjadi suatu keadaan dimana
jarak menutupnya bagian insisal insisivus maksila terhadap insisal
insisivus mandibula dalam arah vertical melebihi 1/3 (deep bite). Bisa
6
juga terjadi keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat
rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik (openbite).
Bisa juga terjadi edge to edge atau permukaan insisal insisivus rahang
atas berkontak dengan insisivus rahang bawah.
Crossbite
Crossbite adalah suatu keadaan jika rahang dalam keadaan
relasi sentrik terdapat kelainan-kelainan dalam arah tranversal dari gigi
geligi maksila terhadap gigi geligi mandibula yang dapat mengenai
seluruh atau sebagian rahang, sekelompok gigi, atau satu gigi saja.
Berdasarkan lokasinya crossbite dibagi dua yaitu:
7
a. Crossbite anterior suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun
terdapat satu atau beberapa gigi anterior maksila yang posisinya
terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula
b. Croosbite posterior merupakan hubungan bukolingual yang
abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior mandibula. Cusp
bukal gigi P/M rahang atas terletak lebih ke palatal dari cusp bukal
gigi P/M rahang bawah.
Cara Pengukuran Overjet dan Overbite
Dalam pengukuran overjet overbite hal pertama yang dilakukan
adalah mencetak rahang pasien untuk mendapatkan model studi. Dari
model studi itulah overjet dan overbite di ukur menggunakan jangka yang
kemudian hasil jarak dua jarum jangka diletakkan pada kertas millimeter
blok atau pada penggaris.sehingga di peroleh jarak horizontal sebagai
overjet dan jarsk vertical sebagai overbite.
8
2.3 Maloklusi
Klasifikasi maloklusi berdasarkan pada klasifikasi Edward Angle (1899)
walaupun berbeda dam beberapa aspek yg penting. Ini adalah klasifikasi dari
hubungan antero-posterior lengkung gigi-gigi atas dan bawah, dan tidak
melibatkan hubungan lateral serta vertical, gigi berjejal, dan malposisi lokal
dari gigi-gigi. Klasifikasi Angle dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu :
1. Kelas I
Hubungan ideal yang dapat ditolerir. Ini adalah hubungan
antero-posterior yang sedemikian rupa, dengan gigi-gigi berada
pada posisi yang tepat pada lengkung rahang, ujung gigi caninus
atas berada pada bidang vertical yang sama seperti ujung distal gigi
caninus bawah. Gigi-gi premolar atas berkontak dengan cara yang
sama dengan gigi-gigi premolar bawah, dan tonjol anterobukal dari
molar pertama atas tetap beroklusi dengan alur (groove) bukal dari
molar pertama bawah permanen. Jika gigi insisivus berada pada
inklinasi yang tepat, overjet insisal adalah sebesar 3 mm.
Klasifikasi kelas I ini disempurnakan oleh Deweys, melihat
variasi yang terjadi pada gigi anterior meskipun hubungan molar
normal. Klasifikasi ini terdiri dari 5 tipe yaitu :
a. Tipe 1 : Hubungan molar normal, gigi-gigi anterior crowded
untuk rahang atas dan rahang bawah.
b. Tipe 2 : Hubungan molar normal, gigi anterior terutama pada
gigi rahang atas terlihat labioversi.
9
c. Tipe 3 : Terdapat crossbite pada gigi anterior karena inklinasi
gigi atas ke palatinal.
d. Tipe 4 : Terdapat crossbite pada gigi posterior.
e. Tipe 5 : Gigi posterior mengalami pergeseran ke mesial
diakibatkan karena M2 sulung tanggal terlebih dahulu
(premature)
2. Kelas II
Pada hubungan kelas II, lengkung gigi bawah terletak lebih
posterior dari pada lengkung gigi atas dibandingkan pada
hubungan kelas I. Karena itulah keadaan ini kadang disebut
sebagai “hubungan postnormal”. Ada 2 tipe hubungan kelas II
yang umum dijumpai, dan karena itu kelas II ini umumnya
dikelompokkan menjadi 2 divisi.
a. Kelas II divisi 1
Lengkung gigi mempunyai hubungan kelas II, dengan gigi-
gigi insisivus sentral atas proklinasi dan overjet insisal lebih
besar. Gigi-gigi insisivus lateral atas juga proklinasi.
b. Kelas II divisi 2
Lengkung gigi mempunyai hubungan kelas II dengan gigi-gigi
insisivus sentral atas yang proklinasi dan overbite insisal yang
besar. Gigi-gigi insisivus lateral atas bias proklinasi atau
retroklinasi.
10
3. Kelas III
Pada hubungan kelas III, lengkung gigi bawah terletak lebih
anterior terhadap lengkung gigi atas dibandingkan pada hubungan
kelas I. Oleh karena itu, hubungan ini kadang-kadang disebut juga
sebagai “hubungan prenormal”. Ada 3 tipe dari kelas III angle
yaitu :
a. Tipe 1
Terdapat gigitan anterior edge to egde. Pada rahang
bawah, terjadinya edge to edge ini disebabkan oleh
adanya gigi-gigi yang berjejal dan inklinasi rahang
bawah cenderung condong ke arah lingual
b. Tipe 2
Hubungan gigi-gigi insisif rahang atas dan bawah
terlihat seperti normal. Pada insisif bawah inklinasi lebih
condong lagi kea rah lingual disertai gigi-gigi insisif dan
caninus bawah berjejal
c. Tipe 3
Tipe ini merupakan gambaran yang khas dan mandibula
yang besar. Bentuk profil muka cekung, dagu menonjol
ke depan, gigitan silang anterior.
11
2.4 Alasan hanya gigi geligi berdesakan pada anterior rahang atas
Factor-faktor yang meyebabkan susunan gigi yang berdesakan oleh karena:
a. anomaly jumlah gigi
kelebihan jumlah gigi (mesioden) , terjadi saatpostnatal paling lambat
usia 10-12 tahun. Dan frekuensi terbesarnya terjadi pada gigi insisif
sentral rahang atas (11 dan 21).
Anomaly jumlah gigi yang erupsi pada palatinal menyebabkan susunan
gigi saling tumpah tindaih (crowded). Namun, anomaly jumlah gigi
bias juga terjadi pada gigi posterior yaitu pada gigi premolar disebut
para premolar, dan pada gigi molar yag disebut para molar.
b. anomaly ukuran gigi
anomaly ukuran gigi berkaitan dengan factor herediter yang
menyebabkan ketidakharmonisan antara ukuran gigi dan ukuran
lenggkung rahang. Anomali ukuran gigi ini bisa berupa makrodonsia,
yang berupa ukuran gigi melebihi ukuran normal. Dilihat dari gigi
insisiv sentral (11 dan 21) dan insisiv lateral (12 dan 22) sebagai
patokan. Ukuran insisiv normal sebesar 8-10mm dan ukuran insisiv
lateran 6-8mm, sedangkan makrodonsia ini gigi yang melebihi ukuran
insisiv normal namun bisa juga keempat insisivnya memiliki ukuran
normal namun gigi lainnya memiliki anomaly ukuran yang
menyebabkan kekurangan tempat pada lengkung rahang untuk tempa
erupsi gigi permanen penggantinya sehingga susunan gigi menjadi
tumpang tindih (crowded)
12
c. Adanya deep overbite yang dapet mempengaruhi lengkung rahang
mandibular.
d. Kebiasaan lip-biting yang dapat mempengaruhi lengkung rahang
karena adanya tekanan dari bibir ada gigi insisiv
e. Pergeseran ke arah mesial dari gigi molar permanen yang menempati
ruang yang seharusnya ditempati oleh gigi premolar, setelah gigi molar
susu tanggal secara prematur. Gigi premolar kemudian tumbuh dengan
melanggar ruang yang seharusnya ditempati gigi caninus dan insisivus.
2.5 Informasi yang dibutuhkan untuk Diagnosa
A. Identifikasi Pasien
B. Anamnesis / Pemeriksaan Subyektif
Anamnesis adalah salah satu cara pengumpulan data status pasien yang
didapat dengan cara operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan keadaan pasien :
Anamnesis meliputi :
1. Keluhan Utama (chief complain/main complain) :
Keluhan utama adalah alasan/motivasi yang menyebabkan pasien
datang untuk dirawat.
2. Riwayat Kasus (Case History)
Disini dimaksudkan agar operator dapat menelusuri riwayat
pertumbuhan dan perkembangan pasien yang melibatkan komponen
13
dentofasial sampai terjadinya kasus maloklusi seperti yang diderita
pasien saat ini.
a. Riwayat Gigi-geligi (Dental History):
Anamnesis riwayat gigi-geligi dimaksudkan untuk mengetahui
proses pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi pasien sampai
keadaan sekarang sehingga dapat diketahui mulai sejak kapan
dan bagai mana proses perkembangan terbentuknya
maloklusi pasien.
b. Riwayat Penyakit (Desease History) :
Anamnesis Riwayat penyakit tujuannya untuk mengetahui :
- Adakah penyakit yang pernah / sedang diderita pasien dapat
menggangu proses pertumbuhan, perkembangan rahang dan erupsi
normal gigi-geligi, sehingga diduga sebagai penyebab maloklusi.
- Adakah penyakit yang diderita pasien dapat mengganggu /
menghambat proses perawatan ortodontik yang akan dilakukan.
c. Riwayat keluarga (Family History) :
Tujuan dari anamnesis riwayat keluarga adalah untuk mengetahui
apakah maloklusi pasien merupakan faktor herediter (keturunan)
yang diwariskan dari orang tua. Untuk itu perlu ditanyakan
keadaan gigi-geligi kedua orang tua dan saudara kandung
pasien.
14
d. Kebiasaan buruk (Bad habit ) :
Anamnesis bad habit dinamaksudkan untuk mengetahui etiologi
maloklusi pasien, apakah berasal dari suatu kebiasaan buruk
yang telah / sedang dilakukan pasien. Untuk itu tanyakan kepada
pasien atau orang tuanya tentang :
- Jenis : Bad habit apa yang telah dilakukan ?
- Kapan : Umur berapa bad habit dilakukan, apakah sekarang masih
dilakukan ?
- Durasi : Dari sejak kapan sampai kapan dilakukan ?
- Frekuensi : Berapa kali per jam / perhari dilakukan ?
- Intensitas : Seberapa kuat / keras dilakukan ?
- Posisi : Bagaimana dan di bagian mana dilakukan ?
- Apakah ada hubungan anatara bad habit yang dilakukan dengan
keadaan maloklusi pasien
C. Pemeriksaan Klinis / Pemeriksaan Obyektif
1. Umum / General
Maksud pemeriksaan klinis menyangkut tinggi badan, berat badan, keadaan
jasmani serta keadaan gizi pasien adalah untuk memperkirakan
pertumbuhan dan perkembangan pasien secara umum, sedangkan data
keadaan mental pasien diperlukan untuk menentukan apakah pasien nanti
dapat bekerja sama (kooperatif) dengan baik bersama operator dalam
proses perawatan untuk mendapatkan hasil perawatan yang optimal.
15
Glabella
Sulcus Nasolabial Anterior
Pogonion
2. Khusus / Lokal :
a. Luar mulut / Ekstra Oral :
• Bentuk muka : simetris / asimetris
• Tipe muka : Menurut Martin (Graber 1972) dikenal 3 tipe muka yaitu :
- Brahisepali : lebar, persegi
- Mesosepali : lonjong / oval
- Oligisepali : panjang / sempit
• Profil muka : Menurut Graber (1972) dikenal tiga tipe profil muka
yaitu :
Profil Wajah
Profil wajah diperiksa dengan melihat pasien dari samping. Profil wajah
membantu dalam mendiagnosis penyimpangan dalam hubungan maksila-
mandibula. Profil wajah ditentukan dengan patokan tiga titik , yaitu :
1.Glabela, ujung terluar bibir atas, dan pogonion (Rakosi), atau
2.Glabela, sulcus nasolabial anterior, dan pogonion (Profit).
Profil dinilai dengan menggabungkan dua garis berikut:
16
1. Garis yang terhubung dari Glabella ke subnasion Sulcus Nasalis
Anterior (titik terdalam di lengkung bibir atas)
2. Garis yang menghubungkan Sulcus Nasalis Anterior ke Pogonion
(titik paling anterior dagu)
Terdapat tiga klasifikasi profil wajah , yaitu :
1. Profil tegak : jika garis yang dibentuk titik acuan relatif lurus.
2. Profil cembung/konvex : jika garis yang dibentuk titik acuan mem
bentuk sudut lebih ke belakang (posterior divergen; kelas II hubun
gan rahang)
3. Profil cekung/konkav : jika garis yang dibentuk titik acuan membe
ntuk sudut lebih ke depan (anterior divergen; kelas III hubungan ra
hang).
Pemeriksaan profil wajah didapatkan dari analisis gambaran radiografi
lateral cephalometri melalui titik glabela, sulcus nasolabial anterior dan pogon
ion dan pemeriksaan klinis.
17
2.6 Faktor-Faktor Maloklusi
Secara garis besar, etiologi atau faktor penyebab suatu maloklusi dapat
digolongkan dalam 2 faktor, yakni faktor herediter (genetik) dan faktor lokal.
a. Faktor Herediter
Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, antara lain :
1) Ketidaksesuaian ukuran gigi dan ukuran rahang yang
menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi
berupa diastema.Contohnya : kelainan gigi seperti kekurangan
gigi dan kelebihan gigi.
Kekurangan Jumlah Gigi
Kelainan kekurangan jumlah gigi dapat berupa agenesis atau
tidak ada pembentukan gigi.. Apabila gigi sulung agenesis maka
gigi permanennya juga agenesis, tetapi meskipun gigi sulung
ada bisa saja gigi permanennya agenesis. Gigi yang agenesis
biasanya adalah gigi yang letaknya lebih ke distal, yang sering
agenesis adalah molar ketiga, premolar kedua, dan insisivus
lateral
18
Kelebihan Jumlah Gigi
Kelebihan jumlah gigi yang paling sering ditemukan adalah gigi
yang terletak di garis median rahang atas yang biasa disebut
mesiodens. Jenis gigi kelebihan lainnya adalah yang terletak di
sekitar insisivus lateral sehingga ada yang menyebut laterodens,
premolar tambahan bisa sampai dua premolar tambahan pada
satu sisi sehingga pasien mempunyai empat premolar pada satu
sisi. Adanya gigi-geligi kelebihan dapat menyebabkan
maloklusi.
2) Ketidaksesuain ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan
rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak
harmonis.
Beberapa dampak yang terjadi akibat faktor herediter, yaitu :
1) Disharmoni Dentomaksiler
Disharmoni dentomaksiler adalah suatu keadaan ketidaksesuaian
antara besar gigi dan rahang. Menurut Anggraini (1975) etiologi
disharmoni dentomaksiler adalah faktor herediter. Karena tidak
adanya harmoni antara besar gigi dan lengkung gigi maka keadaan
klinis yang dapat dilihat adalah adanya lengkung geligi dengan
diastema yang menyeluruh pada lengkung geligi bila gigi-geligi
kecil dan lengkung geligi normal, meskipun hal ini jarang
dijumpai. Keadaan yang sering dijumpai adalah gigi-geligi yang
19
besar pada lengkung geligi yang normal atau gigi yang normal
pada lengkung geligi yang kecil sehingga menyebabkan letak gigi
berdesakan atau crowded. Meskipun pada disharmoni
dentomaksiler didapatkan gigi-geligi berdesakan tetapi tidak semua
gigi yang berdesakan disebabkan karena disharmoni
dentomaksiler. Disharmoni dentomaksiler mempunyai tanda-tanda
klinis yang khas. Maloklusi seperti ini bisa terjadi di rahang atas
maupun di rahang bawah.
b. Faktor Lokal
1) Gigi Sulung Tanggal Prematur
Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan
gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi
tanggal prematur gigi sulung, semakin besar akibatnya pada gigi
permanen.
2) Persistensi Gigi Sulung
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decicuous
teeth berarti gigi sulung yang sudah melewati waktu nya tanggal
tetapi tidak tanggal. Perlu diingat bahwa waktu tanggal gigi sulung
sangat bervariasi. Keadaan yang jelas menunjukkan persistensi gigi
sulung adalah apabila gigi permanen pengganti telah erupsi tetapi
20
gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi
sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada di rongga mulut, perlu
diketahui anamnesis pasien, dengan melakukan wawancara medis
kepada orang tua pasien apakah dahulu pernah terdapat gigi yang
bertumpuk di regio tersebut.
3) Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi
permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen
sedang terbentuk dapat terjadi gangguan pembentukan enamel,
sedangkan bila mahkota gigi permanen telah terbentuk dapat
terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk
(biasanya bengkok). Gigi yang mengalami dilaserasi biasanya tidak
dapat mencapai oklusi yang normal bahkan kalau parah tidak dapat
dirawat ortodontik dan tidak ada pilihan lain kecuali dicabut.
4) Kebiasaan Buruk (bad habit)
Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari,
berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat
menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda lain
dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi.
Faktor yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama kebiasaan
berlangsung dan frekuensi. Beberapa kebiasan buruk yang dapat
menyebabkan maloklusi , yaitu :
21
a) Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak
mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan
tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila
kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan
terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa insisivus atas
proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung atas
sempit, serta retroklinasi insisivus bawah. Maloklusi yang
terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan bagaimana
pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap.
b) Kebiasaan menopang dagu dapat mengakibatkan pertumbuhan
mandibula tidak sempurna, tidak simetrisnya antara tulang
rahang kanan dan kiri karena dalam kebiasaannya hal itu
dilakukan pada sebagian sisi saja sehingga hanya sebagian
rahang yang mendapatkan tekanan dan menyebabkan
pertumbuhan rahang yang tidak sempurna.
c) Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan
proklinasi insisivus atas disertai jarak gigit yang bertambah
dan retroklinasi insisivus bawah.
d) Kebiasaan mendorong lidah, sebetulnya bukan merupakan
kebiasaan tetapi lebih berupa adaptasi terhadap adanya gigitan
terbuka misalnya karena mengisap jari. Dorongan lidah pada
saat menelan tidak lebih besar daripada yang tidak
22
mendorongkan lidahnya sehingga kurang tepat untuk
mengatakan bahwa gigitan terbuka anterior terjadi karena
adanya dorongan lidah pada saat menelan.
e) Kebiasaan menggigit kuku juga dapat menyebabkan maloklusi
tetapi biasanya dampaknya hanya pada satu gigi
Sendi rahang
- mengeletuk
- kripitasi
- sakit
b. Dalam mulut /Intra oral :
1. Pemeriksaan terhadap gigi, antara lain:
a. Gigi yang hilang
b. Keadaan gigi yang tinggal:
- gigi yang mudah terkena karies
- banyaknya tambalan pada gigi
- mobility gigi
- elongasi
- malposisi
- atrisi
c. Oklusi
2. Pemeriksaan terhadap mukosa /jaringan lunak: normal / inflamasi /
kelainan lainnya
3. Kebersihan mulut (oral hygiene / OH) : baik / cukup / jelek
23
4.Keadaan lidah : normal / macroglossia / microglossia
5.Palatum : normal / tinggi / rendah serta normal / lebar / sempit
6.Gingiva : Normal / hypertophy / hypotropy
Pasien dengan oral hygiene yang jelek biasanya mempunyai gingiva dan
mucosa
yang inflamasi dan hypertropy.
D. Analisis Model Studi
1. Pembuatan model studi :
Banyak pengukuran tidak bisa dilakukan secara langsung pada pasien.
Untuk itu diperlukan model cetakan gigi dan rahang sebagai model
studi.
2. Analisis pada model studi
Dari hasil pemeriksaan, pengukuran dan perhitungan pada studi model
dapat ditetapkan diagnosis mengenai :
- Bentuk dan ukuran rahang
- Ukuran mesiodistal gigi
- Bentuk dan ukuran lengkung gigi
- Penentuan relasi molar, malrelasi gigi lainnya, malposisi gigi
- Adanya kelaiann bentuk gigi (malformasi), dll.
E. Analisis Fotometri (Photometric Analysis):
Analisis terhadap muka dan profil pasien dapat dilakukan langsung
pada pasien dalam pemeriksaan klinis. Tetapi untuk tujuan dokumentasi
mengenai keadaan wajah pasien diperlukan juga foto wajah perlu
24
disertakan pada laporan status pasien. Pemeriksaan dan pengukuran pada
foto profil dan foto fasial pasien, meliputi :
- Tipe profil
- Bentuk muka
- Bentuk kepala
F. Analisis Foto Rontgen (Radiographic Analysis):
Analisis Foto Rontgen diperlukan apabila dibutuhkan diagnosis tentang
keadaan jaringan dentoskeletal pasien yang tidak dapat diamati langsung
secara klinis, seperti:
- Foto periapikal : Untuk menentukan gigi yang tidak ada, apakah karena telah
dicabut, impaksi atau agenese. Untuk menentukan posisi gigi yang belum
erupsi terhadap permukaan rongga mulut berguna untuk menetapkan waktu
erupsi, Untuk membandingkan ruang yang ada dengan lebar mesiodistal gigi
permanen yang belum erupsi.
- Panoramik : Untuk menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya
secara keseluruhan dalam satu Ro foto, Untuk menentukan urutan erupsi gigi,
dll.
- Bite wing : Untuk menentukan posisi gigi dari proyeksi oklusal.
G. Analisis Sefalometri :
Analisis sefalometri sekarang semakin dibutuhkan untuk dapat
mendiagnosis maloklusi dan keadaan dentofasial secara lebih detil dan lebih
teliti tentang:
- Pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan kraniofasial
25
Glabella
Sulcus Nasolabial Anterior
Pogonion
- Tipe muka / fasial baik jaringan keras maupun jaringan lunak
- Posisi gigi-gigi terhadap rahang
- Hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium
Profil Wajah
Profil wajah diperiksa dengan melihat pasien dari samping. Profil wajah
membantu dalam mendiagnosis penyimpangan dalam hubungan maksila-
mandibula. Profil wajah ditentukan dengan patokan tiga titik , yaitu :
1.Glabela, ujung terluar bibir atas, dan pogonion (Rakosi), atau
2.Glabela, sulcus nasolabial anterior, dan pogonion (Profit).
Profil dinilai dengan menggabungkan dua garis berikut:
3. Garis yang terhubung dari Glabella ke subnasion Sulcus Nasalis
Anterior (titik terdalam di lengkung bibir atas)
4. Garis yang menghubungkan Sulcus Nasalis Anterior ke Pogonion
(titik paling anterior dagu)
Terdapat tiga klasifikasi profil wajah , yaitu :
26
4. Profil tegak : jika garis yang dibentuk titik acuan relatif lurus.
5. Profil cembung/konvex : jika garis yang dibentuk titik acuan mem
bentuk sudut lebih ke belakang (posterior divergen; kelas II hubun
gan rahang)
6. Profil cekung/konkav : jika garis yang dibentuk titik acuan membe
ntuk sudut lebih ke depan (anterior divergen; kelas III hubungan ra
hang).
Pemeriksaan profil wajah didapatkan dari analisis gambaran radiografi
lateral cephalometri melalui titik glabela, sulcus nasolabial anterior dan pogon
ion dan pemeriksaan klinis.
2.6 Faktor-Faktor Maloklusi
Secara garis besar, etiologi atau faktor penyebab suatu maloklusi dapat
digolongkan dalam 2 faktor, yakni faktor herediter (genetik) dan faktor lokal.
a. Faktor Herediter
Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, antara lain :
27
1) Ketidaksesuaian ukuran gigi dan ukuran rahang yang
menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi
berupa diastema.Contohnya : kelainan gigi seperti kekurangan
gigi dan kelebihan gigi.
Kekurangan Jumlah Gigi
Kelainan kekurangan jumlah gigi dapat berupa agenesis atau
tidak ada pembentukan gigi.. Apabila gigi sulung agenesis maka
gigi permanennya juga agenesis, tetapi meskipun gigi sulung
ada bisa saja gigi permanennya agenesis. Gigi yang agenesis
biasanya adalah gigi yang letaknya lebih ke distal, yang sering
agenesis adalah molar ketiga, premolar kedua, dan insisivus
lateral
Kelebihan Jumlah Gigi
Kelebihan jumlah gigi yang paling sering ditemukan adalah gigi
yang terletak di garis median rahang atas yang biasa disebut
mesiodens. Jenis gigi kelebihan lainnya adalah yang terletak di
sekitar insisivus lateral sehingga ada yang menyebut laterodens,
premolar tambahan bisa sampai dua premolar tambahan pada
satu sisi sehingga pasien mempunyai empat premolar pada satu
sisi. Adanya gigi-geligi kelebihan dapat menyebabkan
maloklusi.
28
2) Ketidaksesuain ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan
rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak
harmonis.
Beberapa dampak yang terjadi akibat faktor herediter, yaitu :
1) Disharmoni Dentomaksiler
Disharmoni dentomaksiler adalah suatu keadaan ketidaksesuaian
antara besar gigi dan rahang. Menurut Anggraini (1975) etiologi
disharmoni dentomaksiler adalah faktor herediter. Karena tidak
adanya harmoni antara besar gigi dan lengkung gigi maka keadaan
klinis yang dapat dilihat adalah adanya lengkung geligi dengan
diastema yang menyeluruh pada lengkung geligi bila gigi-geligi
kecil dan lengkung geligi normal, meskipun hal ini jarang
dijumpai. Keadaan yang sering dijumpai adalah gigi-geligi yang
besar pada lengkung geligi yang normal atau gigi yang normal
pada lengkung geligi yang kecil sehingga menyebabkan letak gigi
berdesakan atau crowded. Meskipun pada disharmoni
dentomaksiler didapatkan gigi-geligi berdesakan tetapi tidak semua
gigi yang berdesakan disebabkan karena disharmoni
dentomaksiler. Disharmoni dentomaksiler mempunyai tanda-tanda
klinis yang khas. Maloklusi seperti ini bisa terjadi di rahang atas
maupun di rahang bawah.
29
b. Faktor Lokal
1) Gigi Sulung Tanggal Prematur
Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan
gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi
tanggal prematur gigi sulung, semakin besar akibatnya pada gigi
permanen.
2) Persistensi Gigi Sulung
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decicuous
teeth berarti gigi sulung yang sudah melewati waktu nya tanggal
tetapi tidak tanggal. Perlu diingat bahwa waktu tanggal gigi sulung
sangat bervariasi. Keadaan yang jelas menunjukkan persistensi gigi
sulung adalah apabila gigi permanen pengganti telah erupsi tetapi
gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi
sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada di rongga mulut, perlu
diketahui anamnesis pasien, dengan melakukan wawancara medis
kepada orang tua pasien apakah dahulu pernah terdapat gigi yang
bertumpuk di regio tersebut.
3) Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi
permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen
sedang terbentuk dapat terjadi gangguan pembentukan enamel,
30
sedangkan bila mahkota gigi permanen telah terbentuk dapat
terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk
(biasanya bengkok). Gigi yang mengalami dilaserasi biasanya tidak
dapat mencapai oklusi yang normal bahkan kalau parah tidak dapat
dirawat ortodontik dan tidak ada pilihan lain kecuali dicabut.
4) Kebiasaan Buruk (bad habit)
Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari,
berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat
menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda lain
dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi.
Faktor yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama kebiasaan
berlangsung dan frekuensi. Beberapa kebiasan buruk yang dapat
menyebabkan maloklusi , yaitu :
a) Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak
mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan
tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila
kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan
terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa insisivus atas
proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung atas
sempit, serta retroklinasi insisivus bawah. Maloklusi yang
terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan bagaimana
pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap.
31
b) Kebiasaan menopang dagu dapat mengakibatkan pertumbuhan
mandibula tidak sempurna, tidak simetrisnya antara tulang
rahang kanan dan kiri karena dalam kebiasaannya hal itu
dilakukan pada sebagian sisi saja sehingga hanya sebagian
rahang yang mendapatkan tekanan dan menyebabkan
pertumbuhan rahang yang tidak sempurna.
c) Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan
proklinasi insisivus atas disertai jarak gigit yang bertambah
dan retroklinasi insisivus bawah.
d) Kebiasaan mendorong lidah, sebetulnya bukan merupakan
kebiasaan tetapi lebih berupa adaptasi terhadap adanya gigitan
terbuka misalnya karena mengisap jari. Dorongan lidah pada
saat menelan tidak lebih besar daripada yang tidak
mendorongkan lidahnya sehingga kurang tepat untuk
mengatakan bahwa gigitan terbuka anterior terjadi karena
adanya dorongan lidah pada saat menelan.
e) Kebiasaan menggigit kuku juga dapat menyebabkan maloklusi
tetapi biasanya dampaknya hanya pada satu gigi
2.6 Dampak Maloklusi
mengakibatkan gangguan mastikasi, penelanan, bicara, TMJ, penguyahan,
estetik, mudah trauma, serta gangguan social. Maloklusi juga dapat
mengakibatkan timbulnya penyakit lain seperti karies.
32
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Oklusi normal adalah keadan dimana susunan gigi dalam lengkung
geligi teratur baik serta terdapat hubungan yang harmonis antara gigi
atas dengan gigi bawah, hubungan seimbang antara gigi, tulang rahang
terhadap tulang tengkorak dan otot sekitarnya yang dapat memberikan
keseimbagan fungsional sehingga diperoleh estetik yang baik.
2. Overjet adalah jarak horizontal antara gigi insisivus atas dan bawah
pada keadaan oklusi di ukur pada ujung insisivus atas. Nilai rata-rata
overjet pada oklusi normal kurang lebih 2 atau 1-3.
3. Overbite adalah jarak vertical antara ujung gigi insisivus atas dan
bawah. Dipengaruhi oleh derajat perkembangan vertical dari segmen
dento-alveolar anterior. Idealnya, gigi insisivus bawah harus berkontak
dengan sepertiga permukaan palatal dari insisivus atas atau 2-3 mm,
pada keadaan oklusi.
4. Klasifikasi maloklusi menurut angle berdasar hubungan antero-
posterior lengkung gigi-gigi atas dan bawah, dan tidak melibatkan
hubungan lateral serta vertical, gigi berjejal, dan malposisi lokal dari
gigi-gigi.yang dibagi menjadi 3 kelas yaitu: kelas I, II dan III
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi maloklusi terbagi menjadi 2 yaitu,
factor local (anomaly jumlah,bentuk,dan ukuran gigi) dan factor umum
(herediter,kelainan kogenital,kebiasaan buruk, penyakit).
33
6. Diagnose dilakukan dengan menanyakan keluhan utama, riwayat
medis, anamnesis subjektif, pemeriksaan klinis data pembuatan model,
data pemeriksaan foto rontgen, cephalometrik,profilwajah.
7. Dampak maloklusi mengakibatkan gangguan mastikasi, penelanan,
bicara, TMJ, penguyahan, estetik, mudah trauma, serta gangguan
social. Maloklusi juga dapat mengakibatkan timbulnya penyakit lain
seperti karies.
34
DAFTAR PUSTAKA
Balajhi, S.I. 2006. Orthodontic the art and science, publishing home New Delhi
3rd. Page 121-123
.Mc.Donals. 2006. Dentistry for the child and adolescent. Mosby: U.S.A page
613-614
W.J.B Houston.1994. Ortodonti wlather. Jakarta : Hipokrates
T.D Foster.1997.Buku Ajar Ortodonsi. Jakarta : EGC
J.A.Salzmann, D.D.S.,F.A.P.H.A.1792.Orthodontics in Daily Practice.
Philadhelphia : J.B. Lippincott company
Moyers, R.E. 1998. Handbook of Orthodontics,4th edition. Chicago, London, Boca
Raton : Year Book Medical Publisher,Inc.
35