bab 1 koordinasi lintas sektoral

13
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang berada disekitar cincin api pasifik sehingga besar kemungkinan terjadinya gempa dan letusan gunung berapi. Indonesia juga merupakan salah satu Negara dengan gunung api terbanyak di dunia. Gunung-gunung api di Indonesia terbentang dari bagian barat sampai bagian timur Indonesia dari gunung Peut Sague di provinsi NAD sampai gunung Serua di Provinsi Maluku untuk itu diperlukan kewaspadaan masyarakat Indonesia karena sewaktu-waktu dapat terjadi letusan gunung berapi (Ekspedisi Cincin Api Kompas, 2013). Cari referensi tentang gunung api di Indonesia . Posisi geografi Gunung Api Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo Sumatera Utara merupakan gunung api jenis strata B dimana sejarah letusannya tidak diketahui dengan puncaknya berada pada koordinat 3o 10’ 1

Upload: my-ikhae

Post on 26-Nov-2015

93 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

koordinasi lintas sektoral dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung SInabungmasalah penanggulangan bencana

TRANSCRIPT

8

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangIndonesia merupakan salah satu Negara yang berada disekitar cincin api pasifik sehingga besar kemungkinan terjadinya gempa dan letusan gunung berapi. Indonesia juga merupakan salah satu Negara dengan gunung api terbanyak di dunia. Gunung-gunung api di Indonesia terbentang dari bagian barat sampai bagian timur Indonesia dari gunung Peut Sague di provinsi NAD sampai gunung Serua di Provinsi Maluku untuk itu diperlukan kewaspadaan masyarakat Indonesia karena sewaktu-waktu dapat terjadi letusan gunung berapi (Ekspedisi Cincin Api Kompas, 2013). Cari referensi tentang gunung api di Indonesia .

Posisi geografi Gunung Api Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo Sumatera Utara merupakan gunung api jenis strata B dimana sejarah letusannya tidak diketahui dengan puncaknya berada pada koordinat 3o 10 LU, 98o 23,5 BT dengan ketinggian 2.460 meter dari permukaan laut.Pada tahun 2010 Erupsi Gunung Sinabung terjadi pada tanggal 29 Agustus 2010 yang menyebabkan korban meninggal 2 (dua) jiwa dan pengungsi sebanyak 27.472 yang tersebar di 21 titik pengungsian (Herianto, 2010).

Kronologis letusan Gunung Sinabung secara umum dalam perioda tahun 2012-2013 cenderung mengalami beberapa kali fluktuasi. Sejak tanggal Juli-September 2013 aktivitas kegempaan Gunung Sinabung menunjukkan ada fluktuasi lagi. Tanggal 1-31Agustus 2013. 489 kali kejadian Gempa Vulkanik Dalam (VA), 24 kali kejadian Gempa Hembusan, 47 kali Gempa Tektonik Lokal (TL), 60 kali kejadian Gempa Tektonik Jauh (TJ). Tanggal 1-14 September 2013. 255 kali kejadian Gempa Vulkanik Dalam (VA), 16 kali kejadian Gempa Hembusan, 5 kali Gempa Tektonik Lokal (TL), 24 kali kejadian Gempa Tektonik Jauh (TJ).

Sampai saat ini Gunung Sinabung dalam status awas (level IV) dengan rekomendari radius 5 KM. Berdasarkan Laporan Status Gunung Sinabung pada 15 Januari 2014 (www.karokab.go.id) kondisinya adalah cuaca berawan angin perlahan-sedang ke arah selatan-tenggara. Teramati tinggi kolom erupsi 700 meter, luncuran awan panas sejauh 2-4,5 km ke arah Selatan-Tenggara.

Berdasarkan laporan rapat evaluasi erupsi Gunung Sinabung pada 15 Januari 2014 dinyatakan bahwa jumlah pengungsi sebanyak 26.174 orang, (8.161 Kepala Keluarga), yang tersebar pada 38 pos pengungsian. Kondisi vulkanologi disebutkan terjadi gempa letusan didominasi awan panas berkisar hingga 17 kali. tremor yang terus menerus. dan aktivitas letusan yang di ikuti oleh awan panas dan tinggi letusan 2.500 - 4.500 m ke arah tenggara dan selatan. Gempa vulkanik dan gempa hybrid masih tinggi. Untuk luncuran abu vulkanik berkisar sejauh 1.000 - 4.500 m kearah selatan barat daya serta perlu diwaspadai hujan yang menyebabkan banjir lahar dingin disekitar gunung.Pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan di daerah bencana adalah sumber daya manusia kesehatan yang tidak siap siaga difungsikan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Hal ini tergambar dengan masih adanya kesan di masyarakat tentang keterlambatan petugas dalam merespon setiap kejadian bencana (Depkes RI, 2006).Kejadian bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan manusia. Kondisi tersebut menuntut ketersediaan dari tenaga kesehatan untuk selalu siap bersedia bekerja di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan yang datang secara mendadak serta bersedia bekerja. Dalam siklus atau mekanisme penanggulangan bencana, ketersediaan tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya peningkatan produktivitas sumber daya manusia kesehatan yang dilakukan sebelum kejadian bencana. Hal tersebut tentunya berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan diri tenaga kesehatan. Untuk meningkatkan kualitas non fisik seseorang diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan (Sedarmayanti, 2009).SDM kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif dibidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan (Depkes RI, 2006).Dalam Kepmenkes Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/XI/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain dengan menitikberatkan kepada upaya sebelum terjadinya bencana, yang antara lain mendorong terbentuknya unit kerja untuk penanganan masalah krisis dan masalah kesehatan lain, mengembangkan system manajemen penanganan masalah krisis dan masalah kesehatan lain, mengembangkan sistem informasi dan komunikasi penanganan masalah krisis dan kesehatan lain, menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai dan mendukung pelayanan kesehatan bagi korban, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas melalui pendidikan dan pelatihan untuk mencapai kompetensi yang layak dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana.Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan krisis di daerah bencana adalah kurangnya SDM (sumber daya Manusia) kesehatan yang dapat difungsikan dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang terjadi. Kekurangan tenaga tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain keadaan tenaga sebelum bencana yang memang sudah terbatas dari segi jumlah dan jenisnya atau adanya tenaga kesehatan yang menjadi korban saaat terjadi bencana. Pengalaman pada saat terjadi bencana gempa dan tsunami di NAD di Sumatera Utara pada 26 Desember 2004 menunjukkan betapa banyak tenaga kesehatan dan keluarganya menjadi korban sehingga upaya penanggulangan krisis menjadi terhambat karena kekurangan tenaga kesehatan (Depkes RI, 2007).SDM adalah kunci keberhasilan suatu organisasi karena kualitas produk organisasi dipengaruhi oleh kualitas dan produktifitas SDM nya dan hal yang kini harus semakin disadari adalah bahwa SDM merupakan asset yang paling tinggi pengaruhnya, karena tingkat manfaat dari sumber daya-sumber daya lainnya baik financial maupun nonfinansial sangat bergantung pada tingkat efektifitas pemanfaatan SDM.Masalah SDM Kesehatan yang dihadapi dalam penanggulangan krisis akibat bencana di Indonesia, antara lain; (1) kurangnya informasi mengenai peta kekuatan SDM Kesehatan di daerah yang terkait dengan bencana, (2) belum semua tenaga setempat termasuk Puskesmas mampu laksana dalam penanggulangan bencana, (3) masih sedikitnya peraturan yang mengatur penempatan SDM Kesehatan di daerah rawan bencana (4) distribusi SDM Kesehatan masih belum mengacu pada kerawanan suatu wilayah terhadap bencana (5) kurangnya minat SDM Kesehatan untuk bertugas di daerah bencana atau konflik karena tidak adanya jaminan keselamatan dan keamanan (6) belum semua daerah mempunyai Tim Reaksi Cepat penanggulangan krisis akibat bencana (7) masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan pelatihan-pelatihan dalam penanggulangan krisis akibat bencana (8) masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan gladi penanggulangan krisis akibat bencana (9) pelayanan kesehatan pada saat kejadian bencana seringkali terhambat karena masalah kekurangan SDM Kesehatan (10) dibutuhkan masa pemulihan yang cukup lama bagi SDM Kesehatan yang menjadi korban bencana sehingga mengganggu kelancaran pelaksanaan pelayanan kesehatan di daerah bencana (Depkes, 2006).Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 9 Januari 2014 di Kabanjahe titik pengungsi Mesjid Agung , terdapat jumlah pengungsi sebanyak 805 jiwa, GBKP Kota jumlah pengungsi 1.107 jiwa, UKA (Universitas Karo) 1.125 jiwa. Permasalahan yang terkait dengan ketersediaan SDM kesehatan yang ditemukan yaitu petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pengungsi adalah tenaga perawat sedangkan dokter yang ditugaskan tidak selalu berada (stand by) di posko kesehatan karena secara bersamaan juga harus memberikan pelayanan di puskesmas. Pos kesehatan pengungsi hanya diisi oleh petugas kesehatan (perawat) sebanyak 3 orang dengan pembagian 1 orang shif pagi, 1 orang shift siang dan 1 orang shif malam ditambah petugas pendukung. Depkes RI,(2006) telah menetapkan Pedomon pada masa tanggap darurat bencana bahwasannya untuk pelayanan kesehatan bagi pengungsi dengan jumlah sampai 5000 orang dengan pelayanan 24 jam, kebutuhan tenaga yang diusulkan sebagai berikut, dokter 2 orang, perawat 6 orang, bidan 2 orang, sanitarian 1 orang, gizi 1 orang, asisten apoteker 2 orang dan administrasi 1 orang . Menurut data per 15 Januari 2014 jumlah pengungsi erupsi Gunung Sinabung meningkat sebanyak 26.174 jiwa (8.161 KK), total jumlah kunjungan pasien di pos pelayanan kesehatan 2.111 kunjungan, total pasien rujukan ke RS mulai 15 September 2013 s/d 15 Januari 2014 sebanyak 187 orang, rawat jalan 301 orang. Jumlah pengungsi ini akan terus bertambah jika aktivitas erupsi Gunung Sinabung tidak menunjukkan penurunan . Bahkan BNPB sudah memprediksi jumlah pengungsi sebanyak 61.000 orang dengan wilayah peta terdampak mencapai 10km. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan SDM kesehatan. Indriana (2009) mengatakan kebutuhan SDM kesehatan akan meningkat sesuai dengan bertambahnya beban kerja yang diterima. Meningkatknya jumlah pengungsi akan meningkatkan beban kerja yang akan ditanggung oleh SDM kesehatan yang ada di Kab. Karo. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisa kebutuhan SDM kesehatan yang mungkin terjadi apabila erupsi Gunung Sinabung mencapai peta terdampak 10 km. Analisa kebutuhan ini dihitung berdasarkan pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Penanggulangan Bencana nomor 066 Tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan. 1.2 Permasalahan PenelitianBerdasarkan uraian latar belakang diatas bahwa ada faktor yang menunjukkan peningkatan status Gunung Sinabung yang akan berdampak pada peningkatan jumlah pengungsi dengan peta terdampak dari radius 5 KM menjadi 10 KM. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa kebutuhan SDM kesehatan untuk menangani pengungsi dengan peta terdampak radius 10 KM sehingga judul proposal yang peneliti ajukan adalah Analisa Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam menghadapi letusan Gunung Sinabung.1.3 Tujuan Penelitian1.3.1Umum

Untuk mengetahui kebutuhan SDM Kesehatan bila terjadi erupsi dengan peta terdampak radius 10 KM menurut Kepmenkes RI Nomor 066/MENKES/SK/II/2006 pada pelayanan kesehatan 8 jam di pengungsian.1.3.2Khusus1.Diketahui kebutuhan Dokter Umum bila terjadi peningkatan jumlah pengungsi pada peta terdampak radius 10 KM.

2.Diketahui kebutuhan Perawat bila terjadi peningkatan jumlah pengungsi pada peta terdampak radius 10 KM.3.Diketahui kebutuhan Bidan bila terjadi peningkatan jumlah pengungsi pada peta terdampak radius 10 KM.

4.Diketahui kebutuhan Sanitarian bila terjadi peningkatan jumlah pengungsi pada peta terdampak radius 10 KM.

5.Diketahui kebutuhan Ahli Gizi bila terjadi peningkatan jumlah pengungsi pada peta terdampak radius 10 KM.1.4 Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai bahan masukan atau informasi bagi pengelola program terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat letusan Gunung Sinabung di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karo dalam upaya menyesuaikan jumlah SDM kesehatan.

1