bab 1 pendahuluan latar belakang - binus...
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Revolusi industri 4.0 yang sudah dimulai sejak awal 2018 telah menjadi fokus
baru bagi seluruh sektor industri karena memberikan dampak yang signifikan dimana
industri ini menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber. Hal ini
merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur,
sehingga pada era ini industri mulai menyentuh dunia virtual, membentuk konektivitas
antar manusia, mesin dan dat, yang dikenal dengan nama Internet of Things (IoT).
Revolusi industri 4.0 mendorong terbukanya pasar baru dan menjanjikan
keuntungan jangka panjang berupa efisiensi dan produktivitas. Sehingga proses
mendapatkan barang dan jasa akan menjadi lebih efektif dan efisien bagi konsumen.
Untuk itu perusahaan harus dapat memaksimalkan pemanfaatan teknologi baru dan
berkembang untuk mencapai tingkat efisiensi produksi dan konsumsi yang lebih
tinggi. Dengan begitu ekspansi bisnis ke pasar-pasar baru juga dapat lebih mudah
dilakukan. Revolusi ini merupakan sebuah perubahan besar di berbagai sektor industri
salah satunya pada industri ekonomi bisnis dimana teknologi informasi dan
komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya guna mencapai efisiensi setinggi-tingginya
sehingga menghasilkan model bisnis baru berbasis digital.
Berbagai laporan ekonomi di berbagai negara semakin mengakui pentingnya
teknologi dalam meningkatkan produktivitas. Berbagai pakar dalam bidang teknologi
sudah memperkirakan bahwa ke depannya teknologi akan berperan penting terutama
setelah banyak industri yang merekapitulasi biaya dan hal-hal lain terkait bisnis
mereka dengan menggunakan teknologi. Tidak hanya dalam bidang industri skala
besar, banyak perusahaan skala kecil seperti startup bisnis dan skala menengah (UKM)
muncul dengan penggunaan teknologi. Perkembangan dan kemajuan teknologi
informasi (TI) ini telah memacu organisasi untuk mengembangkan bisnis dan
menjalankannya dengan cara yang lebih maju, cepat, dan mudah sehingga aktivitas
bisnis pun dapat menjadi lebih efisien.
Teknologi dan akses yang mudah, cepat, dan mengurangi biaya untuk
memasarkan suatu bisnis mengubah cara pebisnis di berbagai negara dalam melakukan
2
bisnis. Biaya untuk transaksi bisnis yang lebih murah serta peningkatan infrastruktur
komunikasi antar negara mendukung suatu praktik bisnis yang disebut globalisasi.
Globalisasi ini akan semakin kompleks seiring dengan kebutuhan masyarakat yang
semakin tinggi akan aplikasi yang berspesifikasi tinggi.
Tingginya kebutuhan perangkat digital dalam berbagai aspek kehidupan manusia
secara tidak langsung telah menciptakan sebuah industri raksasa di bidang teknologi
digital yang melibatkan hampir seluruh negara-negara besar di dunia, dengan nilai
bisnis yang meningkat secara eksponensial. Berbagai studi dan riset menyimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang positif antara perkembangan industri TIK (Teknologi
Informasi Komunikasi) dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara, salah satunya
dipresentasikan dengan relasi atau kontribusi positif antara pertumbuhan industri TIK
dengan peningkatan GDP (Gross Domestic Product). Hal ini semakin memperlihatkan
betapa penting dan strategisnya peranan industri tersebut dalam meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat suatu negara. Sehingga tidak heran jika hampir seluruh negara
meletakkan TIK sebagai salah satu pilar pembangunan yang penting untuk
diperhatikan kinerjanya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh manajemen konten yang
menyediakan layanan media daring yang terhubung dengan berbagai situs jejaring
sosial HootSuite pada Januari 2019, dapat dilihat bahwa pada Gambar 1.1 di bawah
terdapat rangkuman data pengguna digital di seluruh dunia dengan total populasi 7.6
milyar yang terbagi menjadi empat kategori. Kategori pengguna Mobile Unik
sebanyak 5.1 milyar, pengguna Internet sebanyak 4.3 milyar, pengguna Media Sosial
Aktif sebanyak 3.8 milyar, dan pengguna Media Sosial Mobile 3.2 milyar.
Gambar 1.1 Data Tren Internet dan Media Sosial 2019 di Dunia
Sumber: Indonesian Digital Report, 2019
3
Dari gambaran di atas, menunjukkan bahwa begitu pesatnya perkembangan
internet, yang memunculkan banyak bentuk media baru yang berbasis internet.
Menurut McQuail (2000:127), terdapat empat kategori pengelompokan media baru.
Pertama, media komunikasi interpersonal yang terdiri dari telepon, handphone, e-mail.
Kedua, bermain interaktif seperti komputer, videogame, dan permainan dalam internet.
Ketiga, media pencarian informasi yang berupa portal atau search engine. Keempat,
media partisipasi kolektif seperti penggunaan internet untuk berbagi dan pertukaran
informasi.
Sejalan dengan revolusi industri 4.0, keempat kategori tersebut semakin marak
digunakan. Mobile device atau yang kerap lebih dikenal sebagai perangkat smartphone
semakin dilengkapi dengan teknologi yang mumpuni untuk melakukan hal-hal yang
sebelumnya hanya bisa dilakukan di perangkat komputer. Pekerjaan yang dulu
dilakukan di depan komputer kini bisa dilakukan di mana dan kapan saja, tidak terikat
ruang dan waktu. Kultur dinamis dan praktis yang ditawarkan oleh mobile device atau
perangkat smartphone ini diprediksi akan menguasai perkembangan industri dunia
ICT (Information and Communication Technology).
Mobile application atau aplikasi dalam perangkat smartphone menjadi bidang
dengan potensi besar dalam industri ICT. Penciptaan program aplikasi merupakan
terobosan penting dalam perkembangan perangkat smartphone, ia membuka jalan bagi
pemanfaatan maksimal dari kultur dinamis dan praktis yang ditawarkan oleh perangkat
smartphone.
Berdasarkan laporan yang dilakukan oleh App Annie pada 2017 yang lalu,
dijelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara pengguna aplikasi mobile
paling aktif di dunia. Indonesia berada di jajaran teratas bersaing dengan deretan
negara-negara yang sudah lebih maju seperti Tiongkok, India, Brazil, dan Korea
Selatan. Lama pengguna aplikasi smartphone tersebut hampir mencapai 250 menit
(atau lebih dari empat jam) dalam satu hari. Gambar 1.2 di bawah menunjukkan
Indonesia berada di posisi negara keempat di bawah Tiongkok, India, dan Amerika
Serikat dalam penggunaan aplikasi hitungan harian.
Laporan ini dapat memberikan gambaran bagaimana aplikasi smartphone di
Indonesia mendapatkan perhatian yang besar diantara para pengguna gadget di dunia.
4
Smartphone tanpa aplikasi yang bagus tentu akan kalah bersaing untuk mendapatkan
hati pengguna (customer). Oleh karena itu, aplikasi smartphone yang bagus harus
dapat diciptakan dan dikembangkan agar aplikasinya dapat terus digunakan.
Gambar 1.2 Rata-rata penggunaan dan pengunduhan aplikasi smartphone bulanan
Sumber: App Annie Retrospective Report, 2017
Menurut Jaede Tan, Asia Pacific Regional Director of App Annie, pada
November 2017 yang lalu pasar Indonesia memiliki potensi menjadi pasar aplikasi
smartphone mengungguli negara Inggris dan Amerika Serikat karena masyarakatnya
masih baru saja mengenal smartphone sehingga masyarakat masih mencari-cari dan
mengunduh banyak aplikasi. Namun kemudian para pengguna mulai membentuk
kebiasaan saat menggunakan aplikasi. Dimana mereka cenderung mengunduh banyak
aplikasi tetapi hanya menggunakan beberapa saja. Seperti pada Gambar 1.2 di atas,
terdata bahwa di Indonesia, rata-rata orang hanya aktif menggunakan 39 aplikasi per
bulan.
Tan kemudian menyarankan agar saat sebuah bisnis meluncurkan aplikasinya,
mereka harus benar-benar memahami data dan yang terpenting harus dapat benar-
5
benar memberikan solusi. Sebab saat ini biaya untuk mendapatkan pengunduh
(customer acquisition) atau bahkan mendapatkan konsumen (consumer conversion)
sangatlah tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Persaingan aplikasi smartphone semakin sengit. Berdasarkan data dua tahun
yang lalu, sudah ada dua juta aplikasi smartphone yang telah dirilis di seluruh dunia
namun hanya sekitar empat puluh aplikasi saja yang mampu bertahan untuk disimpan
oleh pengguna di smartphonenya.
Melihat tren ini yang semakin berkembang pesat dengan pangsa pasar yang
berpotensi, banyak perusahaan dan individu yang berkompetisi untuk menjadi
Software Developer — individu atau organisasi yang mengembangkan aplikasi
perangkat smartphone. Hingga saat ini, terdapat dua sistem operasi perangkat
smartphone terbesar di dunia yaitu Android dan iOS. Hal ini dapat dibuktikan dengan
data statistik yang terlampir pada Gambar 1.3 dan dirincikan pada Gambar 1.4 serta
Tabel 1.1. Data ini diperoleh dari hasil penelitian tim GlobalStats statcounter secara
global yang terhitung pada bulan Oktober 2019.
Gambar 1.3 Pangsa pasar sistem operasi perangkat smartphone di seluruh dunia bulan
Oktober 2019
Sumber: GlobalStats statcounter, 2019
Pada Gambar 1.3 di atas, terlampir pangsa pasar (world wide market share)
sistem operasi perangkat smartphone di seluruh dunia dengan data pengguna Android
sebesar 76.67% dan data pengguna iOS sebesar 22.09%. Sisa 1.24% pangsa pasar
sistem operasi perangkat smartphone ini dikuasai oleh beberapa sistem operasi lainnya
seperti KaiOS, Samsung, dan Windows. Dari gambaran tersebut, dapat dikatakan
bahwa Android menguasai lebih dari setengah pangsa pasar sistem operasi perangkat
smartphone dunia. Namun keduanya juga memiliki pangsa pasar yang cukup stabil
6
dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat lebih detail dari grafik statistik yang terdapat
pada Gambar 1.4 di bawah. Grafik tersebut menunjukkan detail pangsa pasar sistem
operasi perangkat smartphone di seluruh dunia selama setahun tercatat dari Oktober
2018 hingga Oktober 2019.
Gambar 1.4 Grafik pangsa pasar sistem operasi perangkat smartphone di seluruh
dunia selama Oktober 2018-2019
Sumber: GlobalStats statcounter, 2019
Dari grafik di atas, garis merah menunjukkan pangsa pasar Android selama
setahun dari Oktober 2018 hingga Oktober 2019. Sedangkan garis abu-abu di
bawahnya menunjukkan pangsa pasar iOS selama setahun. Keduanya terlihat stabil
dari bulan ke bulan. Sisanya saling menumpuk dekat garis X-Axis. Rincian persentase
grafik pangsa pasar khusus Android dan iOS di atas terlampir dalam Tabel 1.1 di
bawah.
Tabel 1.1 Rincian persentase grafik pangsa pasar Android dan iOS secara global
Date Android iOS
2018-10 74.69 22.34
2018-11 72.35 24.44
2018-12 75.16 21.98
7
2019-01 74.45 22.85
2019-02 74.15 23.28
2019-03 75.33 22.4
2019-04 75.22 22.76
2019-05 75.34 22.66
2019-06 76.03 22.04
2019-07 76.08 22.01
2019-08 76.23 22.17
2019-09 76.24 22.48
2019-10 76.67 22.09
Sumber: GlobalStats statcounter, 2019
Dari data rincian yang terlampir pada tabel di atas, dapat dilihat fluktuasi yang
tidak signifikan dari bulan ke bulan. Namun semua data yang terlampir dari Gambar
1.3, Gambar 1.4, dan Tabel 1.1 masih merupakan data global secara keseluruhan
pangsa pasar dunia. Untuk melihat dan memanfaatkan peluang yang ada tentunya para
pebisnis harus mengenali keberagaman pangsa pasar yang ada di Indonesia. Hal ini
penting dilakukan sebelum memulai sebuah proyek atau bisnis di suatu negara untuk
melihat kompetitor yang berada di pangsa pasar yang sama. Hal ini dapat dibuktikan
dengan data statistik yang terlampir pada Gambar 1.5 dan dirincikan pada Gambar 1.6
serta Tabel 1.2 di bawah.
Gambar 1.5 Pangsa pasar sistem operasi perangkat smartphone di Indonesia sampai
Oktober 2019
Sumber: GlobalStats statcounter, 2019
Gambar 1.5 di atas menunjukkan hasil penelitian tim GlobalStats statcounter, di
Indonesia yang terhitung pada bulan Oktober 2019, bahwa 94.17% pangsa pasar
8
sistem operasi perangkat smartphone di Indonesia dikuasai oleh Android kemudian
diikuti dengan iOS sebesar 5.27%. Sisa 0.56% terbagi ke empat sistem operasi
perangkat smartphone lainnya seperti Nokia dan Series 40 yang mana masing-masing
memiliki pangsa pasar sebesar 0.1%, sistem operasi Tizen 0.09%, dan sistem operasi
Windows sebesar 0.06%.
Gambar 1.6 Grafik pangsa pasar sistem operasi perangkat smartphone di Indonesia
dari bulan Januari hingga Desember 2016
Sumber: GlobalStats statcounter, 2019
Dari grafik di atas, garis merah menunjukkan pangsa pasar Android selama
setahun terhitung dari bulan Januari 2016 hingga Desember 2016. Sedangkan garis
abu-abu yang berada di salah satu tumpukan di bawahnya menunjukkan pangsa pasar
iOS pada awal hingga akhir tahun 2016. Dari grafik tersebut terlihat bahwa pangsa
pasar iOS terlihat jauh lebih stabil dari bulan ke bulan dibandingkan pangsa pasar
Android. Hal ini dikarenakan Android mengeluarkan banyak macam perangkat
smartphone yang mampu menjangkau pasar Indonesia dalam periode waktu yang
cepat. Banyak jenis perangkat smartphone Android yang diproduksi dalam periode
satu tahun dengan jangka jarak yang cukup singkat di setiap jenis perangkat
smartphonenya. Hal ini disebabkan karena ambisi Android yang ingin menguasai atau
menjangkau seluruh pangsa pasar gadget Indonesia dengan menawarkan perangkat
9
smartphone untuk kaum menengah ke bawah, menengah, dan menengah ke atas.
Sehingga tidak heran jika pangsa pasarnya mampu mencapai angka 70% ke atas setiap
bulannya. Rincian persentase grafik pangsa pasar khusus Android dan iOS di atas
terlampir dalam Tabel 1.2 di bawah.
Tabel 1.2 Rincian persentase grafik pangsa pasar Android dan iOS di Indonesia
Date Android iOS
2016-01 75.61 2.91
2016-02 76.36 2.77
2016-03 77.61 2.67
2016-04 79.05 2.55
2016-05 79.87 2.38
2016-06 77.1 3.28
2016-07 73.8 3.5
2016-08 72.51 3.94
2016-09 72.34 3.97
2016-10 73.25 4.09
2016-11 74.03 4.26
2016-12 76.46 4.09
Sumber: GlobalStats statcounter, 2019
Jika menggabungkan antara Tabel 1.2 yang menunjukkan rincian grafik
kondisi pangsa pasar sistem operasi perangkat smartphone di Indonesia pada tahun
2016 dengan Gambar 1.5 yang menunjukkan grafik kondisi pangsa pasar sistem
operasi perangkat smartphone di Indonesia tercatat hingga bulan Oktober 2019 maka
dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan pangsa pasar Android terus berkembang
bahkan mampu menguasai hingga lebih dari 90% pangsa pasar di Indonesia. Hal ini
membuktikan bahwa pangsa pasar sistem operasi perangkat smartphone di Indonesia
didominasi oleh Android. Namun meskipun begitu, faktor utama yang mempengaruhi
pengguna untuk melakukan pemilihan sistem operasi perangkat smartphonenya
cenderung dititikberatkan pada harga dari produk yang ditawarkannya. Sebagai negara
berkembang, banyak penduduk Indonesia yang masih berpenghasilan rendah dan hal
ini kurang sesuai dengan target pasar iOS yang menawarkan produk dengan range
10
harga untuk pasar elite. Sehingga Android mampu mendominasi pasar Indonesia
karena harga produk yang ditawarkan lebih sesuai dengan kondisi pasar Indonesia.
Dewasa ini, selain spesifikasi dan harga yang ditawarkan, sistem operasi (OS)
telah menjadi salah satu faktor penting bagi para pengguna smartphone dalam
menentukan pilihannya. Kinerja sistem operasi sudah terbukti mampu mempengaruhi
banyak hal. Mulai dari user ecperience (UX), fitur-fitur yang ditawarkan, hingga
jadwal pembaruan softwarenya. Menurut Vines dari Priceprice.com, terdapat beberapa
aspek yang membuat iOS lebih unggul dibandingkan Android. Berikut adalah
beberapa keunggulan iOS dibandingkan Android:
1. iOS memiliki sistem keamanan dan privasi yang lebih maksimal karena Apple
sangat memprioritaskan privasi di atas segalanya sehingga celah keamanannya
juga lebih minim dibandingkan sistem operasi lainnya. Hal ini dibuktikan dari
perjalanan iOS yang berhasil membuat tidak ada satu hacker pun yang mampu
membobol fitur keamanan iOS, bahkan teknisi sekelas FBI sekalipun. Sistem
keamanannya juga mampu melindungi pengguna dari serangan berbagai jenis
malware yang berasal dari aplikasi-aplikasi ilegal. Berbeda dengan Android
yang mengizinkan pengguna mengunduh aplikasi dari berbagai sumber, iOS
lebih membatasi akses penggunanya untuk mengunduh aplikasi dari sumber-
sumber kredibel yang sudah melalui proses penyaringan. Sehingga, untuk
membuat sebuah aplikasi di Android akan lebih mudah untuk dipublikasikan
dalam Play Store dibandingkan membuat dan mengembangkan sebuah aplikasi
di iOS yang memiliki banyak aturan, syarat dan ketentuan untuk dipubilkasikan
dalam App Store. Maka dari itu, untuk dapat berhasil masuk dan
mempublikasikan aplikasi dalam App Store jauh lebih sulit dibandingkan Play
Store.
2. Kinerja smartphone iOS lebih optimal dari Android karena performa
smartphone iOS jauh lebih cepat, stabil, dan terasa halus sekalipun digunakan
untuk mengakses aplikasi yang berat.
3. Update software panjang dan lebih cepat sangat dibutuhkan karena teknologi
berkembang dengan pesat, jika tidak ada pembaruan maka pengguna dapat
ketinggalan jaman. Dalam setiap pembaruannya, Apple selalu menyertakan
sistem keamanan lengkap dengan menawarkan berbagai fitur-fitur baru yang
dibawa oleh seri iPhone terbaru.
11
4. Memiliki masa pemakaian yang lebih lama, karena iOS mendapatkan jatah
pembaruan software sampai empat tahun dari waktu rilis, sehingga pengguna
tidak perlu repot untuk membeli smartphone baru jika ingin menikmati fitur
baru. Terlepas dari itu, ketika sudah bosan dan ingin membeli smartphone baru,
harga jual iOS juga tidak terpaut jauh dari harga barunya, jadi pelanggan tidak
akan terlalu rugi. Namun hal ini berbanding terbalik dengan harga jual Android
yang sangat tidak tentu. Harga yang ditawarkan mudah jatuh dalam waktu yang
singkat.
5. Banyak aplikasi populer yang tersedia lebih dulu di iOS. Data membuktikan
aplikasi populer kerap kali tersedia lebih dulu di iOS kemudian baru meluncur
di Play Store untuk perangkat Android.
Penjelasan kelima poin di atas kemudian dapat menunjukkan bagaimana iOS
mampu berhasil meluncurkan aplikasi-aplikasi smartphone yang laku dan ramai di
pasaran. Mulai dari aplikasi berupa games biasa hingga aplikasi yang dibuat untuk
mengatasi masalah dan memberikan solusi bagi para penggunanya. Namun perlu juga
diketahui bahwa tidak banyak aplikasi yang mampu bertahan di App Store karena
jarang dipakai, hanya dipakai sekali, bahkan tidak sedikit aplikasi yang hanya diunduh
namun tidak dipakai. Skenario terakhirnya adalah aplikasi yang sudah ada di App Store
itu tidak diunduh sama sekali karena branding atau promosi yang kurang gencar dari
tim pembuat aplikasinya. Kasus-kasus seperti ini seringkali disebut sebagai proyek
gagal (fail project) oleh para pengembang aplikasinya (developer). Dari sini dapat
dilihat bahwa banyak proyek yang gagal memenuhi tujuan. Tingkat keberhasilan
proyek hanya mencapai 64% (Project Management Institute, 2015). Hal ini karena
proyek tidak dikelola dengan baik. Lingkup kerja melebihi kesepakatan, tidak selesai
tepat waktu, menghasilkan hasil buruk, menghabiskan sumber daya dan biaya (Project
Management Institute, 2017) merupakan beberapa hal yang menyebabkan banyak
proyek gagal pada umumnya. Padahal proyek adalah kegiatan yang memiliki batasan
lingkup kerja, waktu, dan sumber daya. Kondisi-kondisi tersebut merugikan para
stakeholder (pemangku kepentingan) dan perusahaan. Pengelolaan proyek harus
disertai dengan pemahaman manajemen proyek (project management) yang baik.
Saat ini, proyek-proyek ICT mendukung berbagai kegiatan organisasi yang
berkisar dari mempertahankan sistem yang ada hingga mengembangkan ide-ide
inovatif yang memanfaatkan teknologi yang muncul seperti pencetakan 3-D (3-D
12
printing) atau komputasi awan (cloud computing) dan komputasi bergerak (mobile
computing). Proyek ICT dapat relatif mudah seperti meningkatkan network atau
mengembangkan situs web sederhana, sementara aplikasi perusahaan besar, mahal,
dan berisiko seperti ERP (enterprise resource planning atau perencanaan sumber daya
perusahaan) dan CRM (customer relationship management atau manajemen hubungan
pelanggan) dapat mendukung proses dan kegiatan bisnis inti di seluruh organisasi.
Selain itu, media sosial dan big data analytics semakin mendefinisikan kembali
hubungan pelanggan dan meningkatkan pengalaman pelanggan. Sejumlah perusahaan
berharap bahwa realitas alternatif atau bagaimana orang menggunakan teknologi
dalam kehidupan sehari-hari mereka akan diintegrasikan ke dalam produk konsumen
seperti smartphones, smart watches, dan smart glasses.
Maka dari itu, sebagai seorang manajer proyek (project manager) atau anggota
tim proyek, yang akan terlibat dalam proyek yang lebih dinamis, lebih tersebar secara
geografis, dan lebih beragam secara etnis atau budaya daripada sebelumnya. Risiko
dan imbalan pada era yang serba dinamis ini akan lebih besar daripada masa lalu. Oleh
karena itu, seperangkat keterampilan manajemen teknis, nonteknis, dan proyek yang
solid yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dan disesuaikan dengan lingkungan
yang baru dan dinamis ini akan diperlukan untuk berhasil mengelola proyek-proyek
ICT.
Pemahaman dan penguasaan mengenai project management yang baik mampu
meningkatkan tingkat kesuksesan proyeknya terutama dalam proyek-proyek ICT.
Salah satu kesalahan yang seringkali terjadi dan mengakibatkan kegagalan dalam
manajemen proyek khususnya pada proyek ICT adalah ketidakmampuan project
manager ataupun anggota terlibat dalam tim untuk mempertimbangkan atau
mengabaikan risiko-risiko yang mungkin timbul dan terjadi dalam proses pengerjaan
proyeknya.
Menurut buku Guide of the Project Management Body of Knowledge
(PMBOK Guide), meskipun ICT (Information and Communication Technology)
menjadi lebih dapat diandalkan, lebih cepat, dan lebih murah, namun biaya,
kompleksitas, dan risiko dalam mengelola proyek-proyek ICT terus menjadi tantangan
bagi banyak organisasi. Banyak cerita kegagalan proyek ICT yang dialami oleh
organisasi atau perusahaan skala besar maupun kecil dalam dunia industri ekonomi
13
bisnis. Kegagalan proyek-proyek tersebut seringkali berakhir dengan tuntutan hukum
yang merugikan banyak pihak, baik pihak internal maupun pihak eksternal dalam
organisasi seperti merusak karir sumber daya manusianya dan merusak hubungan
dengan para pemangku kepentingan.
Menurut buku Information Technology Project Management edisi kelima yang
ditulis oleh Jack T. Marchewka, jumlah alasan penyebab proyek gagal hampir tidak
terbatas. Secara umum, sebuah proyek tidak gagal karena satu alasan, tetapi karena
sejumlah besar masalah, isu-isu, dan tantangan yang dibangun di atas satu sama lain.
Namun, seperti yang dipaparkan dalam Tabel 1.3 di bawah, sebagian besar alasan
kegagalan proyek dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori: orang, proses,
teknologi, dan organisasi.
Tabel 1.3 Contoh Alasan Penyebab Kegagalan Proyek
Orang Proses Teknologi Organisasi • Kurangnya
dukungan dari Top level management
• Keterlibatan pengguna yang tidak efektif
• Kurangnya keterampilan
• Kurang pengalaman • Komunikasi buruk
• Kurang akuntabilitas • Pembagian peran
dan tanggung jawab yang tidak jelas
• Sasaran pemangku kepentingan yang bertentangan
• Keputusan yang buruk
• Tujuan dan target yang tidak jelas
• Perencanaan yang buruk
• Kurangnya kontrol
• Persyaratan yang tidak jelas
• Mengubah persyaratan
• Pengujian yang tidak memadai
• Tidak ada atau tidak mengikuti Manajemen proyek dan proses pengembangan produk
• Eksekusi yang buruk
• Usang / Kuno • Tidak terbukti • Tidak
Kompatibel
• Kurang terarah
• Mengubah prioritas
• Kurang pendanaan
• Persaingan untuk pendanaan
• Politik dalam organisasi
• Birokrasi • Kurang
pengawasan • Manajemen
perubahan yang buruk
Sumber: Information Technology Project Management 5th Edition, 2019
14
Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing kategori:
1. Orang — Orang adalah pemangku kepentingan suatu proyek, dan
pemangku kepentingan dapat memiliki peran dan minat yang beragam
dalam keberhasilan atau kegagalan proyek. Dukungan dari manajemen
puncak atau eksekutif tingkat tinggi secara konsisten peringkat sebagai
salah satu kriteria paling penting untuk keberhasilan proyek. Dukungan
manajemen tingkat atas sangat penting dalam hal memperoleh dan
mempertahankan dukungan keuangan untuk proyek. Dukungan nyata oleh
manajemen senior juga penting dalam hal dukungan emosional dan
negosiasi atau penyelesaian konflik organisasi. Pengguna dapat dianggap
sebagai pelanggan proyek. Pengguna adalah pemangku kepentingan
proyek yang penting yang harus dilibatkan dalam keputusan penting
karena mereka mungkin memiliki pengetahuan penting tentang bisnis dan
proses yang tidak dimiliki oleh orang yang lebih teknis. Bekerja sama
secara erat, para pengguna dan pengembang dapat lebih memahami
peluang bisnis dan keterbatasan teknologi. Keterlibatan pengguna yang
tidak efektif dapat menyebabkan peluang yang terlewatkan, harapan yang
tidak realistis, atau kurangnya dukungan. Masalah terkait orang lain yang
berkontribusi pada kegagalan proyek termasuk komunikasi yang buruk,
serta tidak memiliki orang yang tepat di tim proyek sehubungan dengan
keterampilan, pengalaman, atau kemampuan pengambilan keputusan.
Seringkali konflik muncul jika pemangku kepentingan memiliki tujuan
atau kepentingan yang bersaing atau jika peran, tanggung jawab, dan
akuntabilitas tidak didefinisikan dengan baik.
2. Proses — Proses termasuk satu set manajemen proyek dan proses
pengembangan produknya. Proses manajemen proyek menentukan tujuan
dan sasaran proyek serta membantu mengembangkan dan melaksanakan
rencana proyek yang realistis. Proses produk fokus pada produk, proses,
atau sistem baru yang akan dirancang, dibangun, diuji, dan
diimplementasikan. Proses yang tidak didefinisikan atau diikuti dapat
menyebabkan kualitas yang buruk dalam hal solusi tidak memberikan nilai
yang diharapkan atau tidak memenuhi jadwal, anggaran, atau tujuan
kualitas. Seringkali, persyaratan yang tidak didefinisikan dengan benar
15
mengarah pada pekerjaan tambahan atau produk, proses, atau sistem yang
tidak diminta atau tidak dibutuhkan oleh pemangku kepentingan.
Singkatnya, proyek ini tidak dilaksanakan dengan baik.
3. Teknologi — hanya 3 persen dari kegagalan proyek ICT yang dapat
dikaitkan dengan tantangan teknis. Namun, proyek menghadapi risiko
kegagalan jika suatu teknologi usang, tidak terbukti, atau tidak kompatibel
dengan pengembangan produk, proses, atau sistem proyek. Memilih
teknologi yang tepat berarti memiliki alat yang tepat untuk pekerjaan dan
bahwa produk, proses, atau sistem tidak terhalang oleh teknologi yang
tidak dapat diskalakan, integratif, dikelola, atau didukung di masa depan.
4. Organisasi — Masalah dalam organisasi juga dapat menyebabkan
kegagalan proyek. Kurangnya arahan yang jelas dalam hal strategi dapat
memungkinkan organisasi untuk mendanai proyek yang salah atau
mengabaikan pemenang potensial. Dalam lingkungan yang dinamis,
perubahan persyaratan dalam hal undang-undang, persaingan, atau
permintaan pelanggan dapat menciptakan target bergerak untuk produk,
layanan, atau sistem proyek ketika prioritas organisasi berubah. Pendanaan
dapat berdampak pada proyek jika unit bisnis dalam organisasi bersaing
untuk dana terbatas atau jika organisasi mengalami penurunan keuangan.
Manajemen dapat menciptakan masalah sendiri karena kurangnya
pengawasan atau melalui birokrasi aturan dan kebijakan yang terlalu rumit
dan tak tergoyahkan. Selain itu, tidak memiliki rencana organisasi untuk
mempersiapkan para pemangku kepentingan untuk perubahan organisasi
yang direncanakan proyek dapat menyebabkan tenggat waktu yang
terlewati karena konflik dan perlawanan dari para pemangku kepentingan.
Maka dari itu, sebagai seorang manajer proyek (project manager) atau anggota
tim proyek, yang akan terlibat dalam proyek yang lebih dinamis, lebih tersebar secara
geografis, dan lebih beragam secara etnis atau budaya daripada sebelumnya. Risiko
dan imbalan pada era yang serba dinamis ini akan lebih besar daripada masa lalu.
Seperangkat keterampilan manajemen teknis, nonteknis, dan proyek yang solid yang
didasarkan pada pengalaman masa lalu dan disesuaikan dengan lingkungan yang baru
dan dinamis ini akan diperlukan untuk berhasil mengelola proyek-proyek ICT.
16
Meminimalisir probabilitas kegagalan dalam setiap proyek ICT, dapat
dilakukan dengan menganalisis risiko dalam setiap tahap perencanaannya (planning).
Sehingga project manager harus dapat mengukur, menghitung, memperkirakan, dan
mengantisipasi segala risiko kemungkinan yang dapat timbul. Hal ini harus
dipertimbangkan dari segala sudut pandang (setiap pemangku kepentingan) yang
berbeda sehingga ada mitigasi untuk risiko yang akan timbul. Namun tidak hanya pada
tahap perencanaan saja, pada tahap eksekusi pengembangan proyeknya juga
diperlukan controlling, monitoring, dan evaluasi. Hal ini dilakukan agar risiko yang
terjadi dengan kondisi yang tidak diperkirakan sebelumnya dapat segera ditangani dan
proyek dapat tetap berjalan. Hingga pada akhirnya proyek dapat tetap selesai tepat
waktu dengan memenuhi segala requirement dari product ownernya. Oleh karena itu,
manajemen risiko proyek terutama terkait dengan risiko biaya, waktu, dan cakupan
pekerjaan proyek dalam project management merupakan komponen yang harus
dipahami dan dipelajari untuk diantisipasi.
Manajemen risiko proyek dapat memberikan dampak positif pada pemilihan
proyek, penentuan ruang lingkup proyek, dan pengembangan jadwal yang realistis
(realistic timeline) serta perkiraan biaya. Hal ini dapat membantu para pemangku
kepentingan proyek (stakeholders) untuk lebih memahami sifat proyek yang sedang
dikerjakan, melibatkan anggota tim dalam menentukan kekuatan (strength) dan
kelemahan (weakness) proyek, serta membantu mengintegrasikan bidang pengetahuan
manajemen proyek lainnya. Perencanaan yang baik dipercaya dapat memberikan
performa yang baik juga ketika mengeksekusikan strategi perencanaannya. Namun
sayangnya, hal-hal yang sudah direncanakan jarang berjalan sesuai rencana karena
proyek tersebut harus beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis. Di sinilah peran
manajemen risiko proyek dapat membantu mengoptimalkan hasil proyek meskipun
dihadapkan pada lingkungan yang dinamis karena manajemen risiko proyek berfokus
pada identifikasi, analisis, dan pengembangan strategi untuk merespons risiko proyek
secara efisien dan efektif.
Namun, perlu diingat bahwa tujuan manajemen risiko bukanlah untuk
menghindari risiko dengan cara apa pun, tetapi untuk membuat keputusan yang terbaik
mengenai risiko apa yang layak diambil dan untuk merespons risiko tersebut dengan
cara yang tepat. Maka dari itu, manajemen risiko proyek juga menyediakan sistem
peringatan dini untuk masalah-masalah yang akan datang dan yang perlu ditangani
17
atau diselesaikan. Meskipun begitu, banyak organisasi yang kurang waspada dalam
mengidentifikasi peluang dan akhirnya mendapati diri mereka dalam keadaan krisis
yang ditandai dengan ketidakmampuan membuat keputusan yang efektif dan tepat
waktu. Hal ini dikarenakan para pemangku kepentingan proyek gagal untuk
merencanakan hal-hal yang tidak terduga dan cenderung mengatasi risiko setelah
risiko tersebut menjadi masalah.
Analisis risiko proyek dalam proyek ICT dapat dilaksanakan dalam kerangka
yang dipakai oleh proyek ICT itu sendiri. Sehingga analisis risiko itu akan mengikuti
tahapan skema kerja proyek ICT tersebut. Salah satu skema kerangka proyek ICT itu
adalah scrum. Scrum adalah sebuah kerangka kerja untuk mengembangkan,
menghantarkan, dan mengelola produk yang kompleks dimana orang-orang dapat
mengatasi masalah kompleks adaptif, dan disaat yang bersamaan mereka juga
menghantarkan produk dengan nilai setinggi mungkin secara produktif dan kreatif.
Scrum adalah kerangka kerja proses yang telah digunakan untuk mengelola
pengembangan produk kompleks sejak awal tahun 1990-an. Scrum bukanlah sebuah
proses, teknik, ataupun metodologi melainkan sebuah kerangka kerja yang dapat
menggunakan bermacam proses dan teknik di dalamnya. Scrum mengekspos ketidak-
efektifan dari manajemen produk dan teknik kerja tim, sehingga tim dapat secara terus-
menerus meningkatkan kinerja produk, tim, dan lingkungan kerja tim. Kerangka kerja
ini terdiri dari Scrum Team dan peran-peran, acara-acara, artefak-artefak dan aturan-
aturan terkait. Setiap komponen di dalam kerangka kerja ini memiliki tujuan tertentu
dan sangat penting bagi keberhasilan penggunaan scrum. Aturan scrum mengikat
peran-peran, acara-acara, dan artefak-artefak, serta menjaga hubungan dan interaksi
antar komponen tersebut.
Dewasa ini, kerangka kerja scrum sudah sangat lumrah digunakan untuk
beragam bentuk proyek di berbagai industri. Namun scrum paling sering dan familiar
untuk diimplementasikan dalam industri ICT karena scrum merupakan kerangka kerja
yang fleksibel dan strategi pengembangan proyek ICTnya menyeluruh dimana seluruh
tim bekerja sebagai satu unit dalam mencapai goal atau tujuan dan visi yang sama.
Prinsip utamanya adalah scrum mampu menerima perubahan-perubahan dadakan yang
mungkin saja terjadi dari client’s requirement. Scrum juga dapat memaksimalkan
seluruh anggota tim untuk menyesuaikan perubahan mendadak ini. Sehingga scrum
dinyatakan sebagai kerangka kerja yang paling sesuai dalam proyek pengembangan
18
sebuah aplikasi mobile (smartphone) di lingkungan yang dinamis ini. Hal ini kemudian
ditangkap dan diimplementasikan oleh sebuah institusi edukasi yang bergerak di
bidang akademi untuk industri computer software memiliki misi untuk membangun
Apps (aplikasi) Ekonomi Indonesia dengan membentuk para World Class Developer.
Program akademi yang ditawarkan berfokus pada pengembangan dan peningkatan
kemampuan terkait dengan platform iOS. Para peserta program ini diharapkan mampu
berkolaborasi dengan tim untuk menciptakan sebuah aplikasi iOS, tvOS, watchOS,
dan/atau macOS sesuai dengan hasil riset dan pengembangannya, yang kemudian akan
diterbitkan pada App Store.
Apple Developer Academy @ BINUS – institusi edukasi yang telah disebut
sebelumnya – selalu berusaha menekankan proses riset agar aplikasi mobilenya benar-
benar bisa menjawab permasalahan yang ada dan menjadi solusi untuk masalah para
pengguna. Untuk itu proses riset, proses pengembangan, dan pemahaman manajemen
proyek yang baik harus dapat diimplementasikan kepada setiap proyek pembuatan dan
pengembangan mobile applicationnya.
Sejauh ini sudah ada beberapa aplikasi mobile dari beberapa tim maupun
peserta program akademi yang telah berhasil dengan sukses masuk ke pasar Indonesia
melalui App Store dan memiliki peminat yang cukup banyak. Pencapaian ini tentu
tidak terjadi secara instan begitu saja. Meski Apple Developer Academy @ BINUS
selalu memberikan batas waktu pengerjaan proyeknya, akan tetapi beberapa tim dan
individu peserta program yang telah berhasil itu mampu menunjukkan beberapa hal
terkait dengan manajemen waktu, biaya, dan cakupan pekerjaannya. Pada aspek
manajemen waktu, mereka mampu menyelesaikan pengerjaan proyeknya tepat waktu
atau bahkan sebelum batas garis waktu yang ditentukan oleh Apple Developer
Academy @ BINUS. Sehingga akhirnya mereka mampu melakukan tahap
pengembangan berkelanjutan dan memulai future developmentnya lebih awal
dibandingkan tim atau peserta lainnya. Hal ini berkaitan dengan aspek cakupan
pekerjaan proyeknya yang kemudian menjadi lebih luas dan lebih lebar karena mulai
melakukan pengembangan-pengembangan untuk terus memperbaharui versi proyek
aplikasinya. Aspek manajemen biaya akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-
masing tim ataupun peserta program.
19
Keberhasilan yang telah dicapai oleh beberapa tim tersebut mengakui bahwa
memiliki project manager yang berpengalaman sehingga manajemen proyeknya
sangat teratur dan rapih. Alhasil, proyek dapat selesai tepat waktu. Adapun beberapa
yang mengaku bahwa ambisi masing-masing anggota tim yang ingin mengasah dan
memperdalam keterampilannya di Apple Developer Academy @ BINUS berkontribusi
besar dalam kecepatan proses pengerjaan proyeknya. Hal lain yang ikut berpengaruh
besar seperti soft skills masing-masing anggota tim dimana di dalamnya terdapat
keterampilan berkomunikasi, kepemimpinan, kolaborasi, kerjasama, dan masih
banyak lagi.
Namun apabila ditinjau lebih dalam, tidak sedikit peserta ataupun tim
pengembang aplikasi mobile di Apple Developer Academy @ BINUS yang tidak
mampu mengikuti garis waktu yang telah ditetapkan oleh Apple Developer Academy
@ BINUS. Proyek yang tidak selesai ini terpaksa menampilkan progress dan
prototipenya saja pada saat review app – hari khusus dimana setiap tim atau peserta
program akan melakukan presentasi akhir untuk menceritakan tentang aplikasi yang
telah dibuatnya kepada para VIP dari Apple Developer Academy – untuk diberi
feedback dan tinjauan kembali. Adapun kasus yang telah terjadi beberapa kali dimana
deadline yang telah ditetapkan oleh Apple Developer Academy @ BINUS terpaksa
diundur secara serentak karena masih banyak tim peserta program yang belum siap
dan selesai mengembangkan aplikasinya. Padahal dengan jadwal yang cukup ketat
dalam setiap pembuatan dan pengembangan proyeknya, banyak tim mengaku telah
menerapkan kerangka kerja scrum karena dirasa cocok dan efisien untuk pengerjaan
proyeknya yang memiliki keterbatasan dan sensitivitas terhadap variabel waktu.
Sehingga meskipun scrum diakui menjadi kerangka kerja yang paling efisien dalam
pengerjaan sebuah proyek, khususnya pada proyek-proyek ICT seperti pada
pengembangan mobile application, banyak proyek tim peserta program yang ada di
Apple Developer Academy @ BINUS yang akhirnya menjadi kurang efisien karena
tim tidak mampu mengelola risiko-risiko yang timbul dalam proses pengembangan
proyeknya. Hal ini tentu menjadi sebuah masalah yang harus diperhatikan karena dapat
merugikan seluruh pemangku kepentingan baik itu untuk keberlangsungan tim proyek
itu sendiri maupun keberlangsungan institusi atau organisasinya. Masalah bagi
keberlangsungan timnya sendiri jika dalam proses pengembangan proyek aplikasinya
yang menggunakan kerangka kerja scrum, project manager beserta seluruh anggota
20
terlibat tidak dapat menganalisis risiko manajemen waktu, biaya, dan cakupan
pekerjaannya.
Dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan “Analisis
Manajemen Waktu, Biaya, dan Cakupan Pekerjaan dalam Kerangka Kerja
Scrum untuk Pengembangan Mobile Application: Studi Kasus Proyek Aplikasi
Ollus pada Apple Developer Academy @ BINUS”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas bahwa menganalisis
manajemen proyek dapat diukur melalui tiga variabel penting dalam project scope
management yaitu cakupan pekerjaan (scope), biaya (cost), dan waktu pengerjaan
(time). Maka untuk mencapai target pengembangan mobile application menggunakan
kerangka kerja scrum, diperlukan perhatian khusus pada analisis manajemen proyek
selama proses pengerjaan proyeknya.
Berdasarkan pemaparan latar belakang terkait dengan manajemen proyek dalam
kerangka kerja scrum untuk pengembangan proyek aplikasi Ollus, maka permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana masalah manajemen proyek dalam kerangka kerja scrum pada
pengembangan proyek aplikasi Ollus?
2. Faktor-faktor apa yang mendorong munculnya permasalahan manajemen
proyek dalam kerangka kerja scrum pada pengembangan proyek aplikasi
Ollus?
3. Bagaimana strategi yang dilakukan tim Ollus untuk mengatasi permasalahan
manajemen proyek dalam kerangka kerja scrum untuk mengoptimalkan
pengembangan proyek aplikasi Ollus?
1.3 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan di Apple Developer Academy @ BINUS yang terletak di
Jalan BSD Green Office Park 9 Sampora, Cisauk, Tangerang, Banten 15345.
Untuk membuat pembahasan penelitian ini menjadi lebih terarah, maka penulis
memberi ruang lingkup pada skripsi ini. Adapun yang menjadi ruang lingkup adalah:
21
1. Studi kasus proyek yang diambil hanya satu yaitu proyek aplikasi Ollus yang
dilaksanakan hanya selama tiga bulan terhitung dari 23 September 2019 s/d
20 Desember 2019. Waktu pengerjaan proyek sangat terbatas karena periode
program akademi yang ditawarkan oleh Apple Developer Academy @
BINUS juga terbatas yaitu hanya sembilan bulan periode Maret 2019 hingga
Januari 2020.
2. Analisis manajemen proyek yang diteliti dalam penelitian ini hanya meliputi
manajemen waktu, biaya, dan cakupan pekerjaan proyeknya. Dimana proyek
aplikasi Ollus ini memiliki time constraint yang sangat tinggi.
3. Anggota tim yang membuat dan mengembangkan proyek aplikasi Ollus
masih merupakan first timer untuk menerapkan kerangka kerja scrum secara
keseluruhan. Implikasinya adalah kemungkinan risiko manajemen waktu
yang timbul menjadi lebih banyak.
4. Product owner dalam proyek aplikasi Ollus adalah group mentor yang
merupakan bagian dari pengajar di Apple Developer Academy @ BINUS
yang terdiri dari tiga orang saja sehingga informan wawancara cukup
terbatas.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan formulasi rumusan masalah yang telah disampaikan di atas, tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui masalah manajemen proyek dalam kerangka kerja scrum
pada pengembangan proyek aplikasi Ollus.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong munculnya permasalahan
manajemen proyek dalam kerangka kerja scrum pada pengembangan proyek
aplikasi Ollus.
3. Untuk mengetahui strategi yang dilakukan tim Ollus untuk mengatasi
permasalahan manajemen proyek dalam kerangka kerja scrum untuk
mengoptimalkan pengembangan proyek aplikasi Ollus.
1.5 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, manfaatnya dibagi menjadi tiga kategori agar para pembaca
dapat memahami hasil penelitiannya. Maka dari itu, manfaat penelitian ini kemudian
22
dibagi menjadi tiga kategori yaitu manfaat bagi perusahaan, manfaat bagi penulis, dan
manfaat bagi akademis. Berikut adalah penjelasan manfaat masing-masing kategori:
• Manfaat Bagi Perusahaan
Perusahaan atau instistusi Apple Developer Academy @ BINUS dapat
mengetahui permasalahan dan faktor pendorong masalahnya dalam
manajemen proyek pengembangan mobile application menggunakan
kerangka kerja scrum dan memperoleh informasi yang bermanfaat dalam
menyusun suatu perencanaan proyek dengan mengantisipasi dan
memperhitungkan risiko manajemennya.
• Manfaat Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman penulis dalam mengatasi
permasalahan sebuah proyek (project management) yang dinamis dan
memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi khususnya pada proyek
pengembangan mobile application yang menggunakan kerangka kerja
scrum. Selain itu untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis
mengenai manfaat dan penerapan project scope management, the triple
constraint theory of project management, dan proses manajemen risiko
proyek untuk mengelola risiko yang ada. Sehingga penulis memperoleh
tambahan pengetahuan tentang masalah-masalah atau risiko-risiko, faktor
penyebab, dan cara ataupun strategi pengelolaan risiko manajemen proyek
pengembangan sebuah proyek mobile application yang menggunakan
kerangka kerja scrum.
• Bagi Akademis
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk menambah
referensi sebagai bahan penelitian yang akan datang dengan materi yang
berhubungan.
1.6 State of The Art
State of The Art atau SOTA berisi tentang kumpulan penelitian sebelumnya yang
berfungsi untuk menjadi panduan penulis dalam menganalisis data yang telah
terkumpul dan memperkaya pembahasan penelitian, serta membedakannya dengan
penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis. Dalam penelitian ini disertakan enam
jurnal internasional penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan konsep project
23
risk management. Tabel 1.4 di bawah melampirkan beberapa jurnal tersebut antara
lain:
Tabel 1.4 State of The Art
No. Penulis, Tahun, Judul Jurnal, Nama Jurnal
Metode Hasil Adaptasi
1. Nitin Uikey & Ugrasmen Suman
(2015), Risk Based Scrum Method: A Conceptual
Framework, IEEE Conference Paper
Kualitatif
Literature Review
RBSM menunjukkan fungsi proses manajemen risiko untuk mencapai kesuksesan proyek yang menggunakan kerangka kerja Scrum adalah dengan memfasilitasi model dengan dengan identifikasi risiko, analisis, perencanaan respons, dan pelaksanaan/ eksekusinya. Kerangka kerja ini menjelaskan berbagai komponen baru yang ditambahkan ke model scrum seperti identifikasi risiko produk, revisi product backlog, bagan penilaian risiko dan berbagai proses manajemen risiko. RBSM adalah kerangka kerja metode Scrum berbasis risiko yang menyelesaikan kesulitan proyek Scrum dan terbukti dapat membuat organisasi tetap kompetitif dalam
Risk Based Scrum Method (RBSM) Framework yang menggabungkan proses manajemen risiko ke dalam kerangka kerja scrum beserta dengan beberapa komponen tambahannya akan menjadi dasar acuan yang kemudian akan disesuaikan kembali pada studi kasus proyek penelitian.
24
lingkungan bisnis. Kerangka ini dapat bermanfaat untuk mengidentifikasi opsi strategis terbaik untuk proyek Scrum software. Selain itu juga dapat berguna untuk perencanaan dan pengendalian proyek yang lebih baik dan untuk mengevaluasi berbagai skema perencanaan dan kinerja.
2. Breno G. Tavares, Carlos Eduardo S. da Silva, & Adler
D. de Souza (2017), Risk
Management in Scrum Projects: A
Bibliometric Study, Journal of Communications
Software and Systems Vol. 13
No.1
Kuantitatif & Kualitatif
Survey, Analisis
Bibliometrik, Literature
review
Kerangka kerja Scrum menggunakan pendekatan iteratif dan inkremental untuk mengoptimalkan prediktabilitas dan pengendalian risiko. Penggunaan sprint juga mendukung manajemen risiko karena membatasi risiko biaya per bulan.
Scrum life cycle dan risk management in scrum projects yang kemudian akan disesuaikan kembali dengan studi kasus proyek penelitiannya. Pembahasan dari salah satu jurnal referensinya yang berjudul “A Critical review and empirical study on success of risk management activity with respect to Scrum” yang berpendapat bahwa – manajemen risiko dalam Scrum tidak sebagus dalam praktik manajemen tradisional karena beberapa praktik
25
manajemen risiko tertentu tidak dapat terpenuhi kecuali aktivitas identifikasi risiko – akan menjadi pertimbangan dalam studi kasus proyek penelitian.
3. Muhammad Hammad & Irum
Inayat (2018), Integrating Risk Management in
Scrum Framework, IEEE
Conference
Kualitatif
Studi Kasus
Teknik poker risiko
Hasil penelitian menunjukkan jumlah risiko yang teridentifikasi dalam sprint berikutnya dan nilai risiko kotor (gross risk value) proyeknya meningkat secara signifikan apabila risiko tidak dimitigasi. Hal ini menunjukkan bahwa proses manajemen risiko berulang yang terintegrasi dalam kerangka kerja Scrum dapat mengarah pada proyek yang sukses dengan tingkat kegagalan yang lebih rendah.
Penjelasan dan ilustrasi dari Integration of risk management process with scrum framework yang mencakup risk repository, risk probability chart and rating matrix, dan risk register dapat menjadi panduan untuk pembahasan penelitian. Proses dan langkah eksperimen yang dilakukan dapat menjadi langkah dan acuan untuk pembahasan studi kasus proyek penelitian ini.
4. Sunil Kumar Khatri, Khushboo Bahri, & Prashant Johri (2014), Best
Practices for Managing Risk in
Adaptive Agile Process,
Proceedings of International
Conference on
Kualitatif
Literature Review
Semua risiko sesuai definisinya berpotensi membahayakan sistem jika terjadi. Setiap tingkat abstraksi mencakup urutan meetings dan kegiatan. Dengan demikian tidak ada banyak tambahan upaya dan waktu yang
Terdapat beberapa tipe risiko dalam metode Agile seperti; team structure, effort estimation, defining ownership, expatriation level. Flowchart to define risk management in
26
Reliability, Infocom
Technologies and Optimization
diperlukan, dan aktivitas risiko dapat dimasukkan selama seluruh kegiatan di setiap tingkat abstraksinya. Risiko-risiko yang dianalisis dalam meeting dapat didokumentasikan dengan format matriks sederhana yang dapat menunjukkan definisi risiko, ukuran, dampak, dan probabilitas. Aktivitas ini dapat menjadi lebih efisien jika lebih fokus pada solusi risiko daripada menganalisis dampaknya. Dengan demikian segala jenis risiko yang ditunjukkan oleh anggota dapat didokumentasikan dalam pola yang sama dan solusi yang layak. Hal ini dapat membantu dalam mengenali kemungkinan risiko yang mungkin terjadi di masa depan dan langkah-langkah untuk mengelola dan menangani risiko ini, bersama dengan ukuran, probabilitas dan dampaknya.
agile process, serta ilustrasi analisis dan dokumentasi risiko dalam siklus Scrum juga dapat menjadi salah satu pertimbangan yang kemudian akan disesuaikan dengan topik pembahasan dan studi kasus proyek penelitian.
27
Ilustrasi dan penjelasan yang dibahas menunjukkan kemungkinan tipe risiko yang dapat timbul dalam proses agile, juga mendefinisikan tingkat abstraksi dalam proses Scrum dan tingkat analisis risiko serta mendefinisikan para pemangku kepentingan di setiap tingkat. Hal ini dapat menunjukkan praktik terbaik untuk mendokumentasikan risiko dalam proses agile dan mengusulkan pedoman untuk membantu dalam mengelola risiko agar jauh lebih terstruktur dari sebelumnya.
5. Martin Tomanek & Jan Juricek
(2015), Project Risk Management Model Based on PRINCE2 and
Scrum Framework, International Jourrnal of Software
Engineering & Applications
(IJSEA) Vol. 6 No.1
Kuantitatif
Survei
Teknik manajemen risiko dalam APM dapat diperbaiki dengan menyelaraskan teknik manajemen risiko antara kerangka kerja manajemen proyek PRINCE2 dan kerangka kerja scrum. Namun terdapat beberapa teknik lain yang telah dikembangkan seperti story-risk prioritization matrix atau risk burn-down technique.
Penjelasan mengenai risiko manajemen di dalam kerangka kerja scrum dan Breakdown tahapan dalam kerangka kerja scrum untuk mengurangi risiko yang ada seperti pada sprint planning meeting yang dianggap menjadi stage paling kritikal untuk mengidentifikasi
28
risiko dan merencanakan aksi untuk mitigasinya.
6. Adrialdo Azanha, Ana Rita
Tiradentes Terra
Argoud, João Batista de Camargo
Junior & Pedro Domingos Antoniolli
(2017), Agile Project
Management with Scrum: Case
Study of a Brazilian
Pharmaceutical Company IT
Project, International
Journal of Managing Projects in
Business, Vol. 10 No.1, pp. 121-142
Eksploratif Kualitatif
Studi Kasus Wawancara, observasi,
dan pengumpulan
data dokumen
Ada beberapa manfaat dalam Agile framework seperti peningkatan motivasi dan kepuasan staf, kontrol yang lebih baik terhadap requirements khususnya kualitas delivered system yang lebih tinggi, serta menambah value organisasi. Selain itu, kerangka kerja ini memungkinkan efisiensi waktu pengembangan proyeknya hingga 75 persen dibandingkan metode tradisional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Scrum framework terbukti dapat menjadi pilihan yang layak bagi pendekatan manajemen proyek.
Dari jurnal terkait, bagian yang dapat digunakan adalah beberapa landasan teori terkait dengan Agile Project Management (APM) dan scrum framework serta hasil penelitiannya yang menunjukkan keunggulan menggunakan APM dibandingkan pendekatan tradisional.
Sumber: Penulis, 2019
1