bab 1 untuk

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Hujan merupakan komponen utama dalam siklus hidrologi, dapat digambarkan bahwa hujan mempunyai hubungan dengan aliran. Oleh sebab itu, karakteristik hujan dan DAS sangat berhubungan erat dengan debit aliran yang tejadi. Karakteristik hujan meliputi tebal hujan, intensitas hujan dan durasi hujan. Sedangkan untuk karakteristik DAS meliputi tataguna lahan, topografi dan jenis tanah. Hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan memberi kontribusi terhadap debit aliran. Debit aliran adalah perubahan dari air hujan yang melimpas dipermukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) dan air tanah (groundwater flow) (Sri Harto, 1993). Data hujan dapat diperoleh dari instansi yang melakukan pengamatan terhadap data hujan melalui stasiun hujan. Instansi tersebut seperti Pengelola Bandara, Dinas Pengairan, Dinas Pertanian, Balai Besar Wilayah Sungai, Balai Pengelola Sumber Daya Air, Balai Penelitian dan Teknologi Pengelola Daerah Aliran Sungai, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), dan Jasa Tirta (Sobriyah, 2012). Data debit merupakan informasi penting bagi pengelola sumber daya air. Informasi ini akan untuk pengambilan keputusan kelayakan pembangunan atau rekonstruksi infrastruktur dan jaringan sungai. Pengembangan sumber daya air merupakan bagian dari kebutuhan irigasi yang erat kaitannya dengan sifat tanah sekitar, kondisi iklim, jenis tanaman yang

Upload: okada-arle-sandi

Post on 16-Nov-2015

220 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

task

TRANSCRIPT

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

    2.1 Tinjauan Pustaka

    Hujan merupakan komponen utama dalam siklus hidrologi, dapat digambarkan

    bahwa hujan mempunyai hubungan dengan aliran. Oleh sebab itu, karakteristik hujan

    dan DAS sangat berhubungan erat dengan debit aliran yang tejadi. Karakteristik

    hujan meliputi tebal hujan, intensitas hujan dan durasi hujan. Sedangkan untuk

    karakteristik DAS meliputi tataguna lahan, topografi dan jenis tanah.

    Hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan memberi kontribusi terhadap debit aliran.

    Debit aliran adalah perubahan dari air hujan yang melimpas dipermukaan (surface

    runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) dan air tanah (groundwater flow)

    (Sri Harto, 1993).

    Data hujan dapat diperoleh dari instansi yang melakukan pengamatan terhadap data

    hujan melalui stasiun hujan. Instansi tersebut seperti Pengelola Bandara, Dinas

    Pengairan, Dinas Pertanian, Balai Besar Wilayah Sungai, Balai Pengelola Sumber

    Daya Air, Balai Penelitian dan Teknologi Pengelola Daerah Aliran Sungai, Badan

    Meteorologi dan Geofisika (BMG), dan Jasa Tirta (Sobriyah, 2012).

    Data debit merupakan informasi penting bagi pengelola sumber daya air. Informasi

    ini akan untuk pengambilan keputusan kelayakan pembangunan atau rekonstruksi

    infrastruktur dan jaringan sungai.

    Pengembangan sumber daya air merupakan bagian dari kebutuhan irigasi yang erat

    kaitannya dengan sifat tanah sekitar, kondisi iklim, jenis tanaman yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    5

    5

    dikembangkan dan efisiensi irigasi tersebut. Air irigasi berfungsi memenuhi

    kebutuhan tanaman untuk berkembang dengan baik. Kebutuhan air tergantung curah

    hujan, jenis tanaman, pengolahan tanah dan cara penyalurannya (Vicky Tri Jayanti,

    2013).

    Kebutuhan akan sumber daya air berdasarkan amanat dari Undang-Undang No. 7

    Tahun 2004 mengenai sumber daya air mnyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan

    pokok merupakan prioritas diatas kebutuhan lainnya. Kebutuhan pokok tersebut

    ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau Pemda sesuai

    kewenangan (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Balai Data Dan Informasi Sumber

    Daya Air, 2010).

    Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pada DAS Alang oleh Pramesti (2013)

    Analisis Banjir Tahunan DAS Alang dengan menggunakan metode Gama I, Nabilah

    (2013) Analisis Banjir Tahunan di DAS Alang Sub DAS Bengawan Solo Hulu 3

    Menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Snyder, Nurhidayah (2010) Pola

    Distribusi Hujan Jam-Jaman di Sub DAS Alang menggunakan metode Modified-

    Mononobe dan Sinta (2013) Penelusuran Banjir di Sungai Alang Sub DAS Bengawan

    Solo Hulu 3 menggunakan metode Muskingum-Cunge.

    2.2 Landasan Teori

    2.2.1. Data

    Menurut Cahya Suryana (2010) data merupakan bahan baku informasi untuk

    memberikan gambaran spesifik mengenai objek penelitian. Data dikelompokkan

    dalam dua jenis yaitu :

    a) Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari

    sumber datanya. Teknik pengumpulan data primer antara lain observasi,

    wawancara, diskusi terfokus, dan penyebaran kuesioner.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    6

    6

    b) Data skunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber yang telah ada.

    Data dapat diperoleh melalui instansi terkait, buku, laporan, jurnal, dan lain-

    lain.

    2.2.2. Kepanggahan Data

    Menurut Sri harto (1993) Data hujan yang akan digunakan terlebih dahulu harus

    dilakukan uji kepanggahan. Data yang tidak sesuai akibat gangguan alat pencatat

    perlu dikoreksi dan data yang hilang atau kosong perlu diisi dengan perbandingan

    data sekitar yang dianggap mendekati. Metode penguji konsistensi data tersebut

    adalah metode Lengkung Massa Ganda (Double Mass Curve) untuk menguji

    konsistensi curah hujan.

    2.2.2.1.Metode Lengkung Massa Ganda (Double Mass Curve)

    Konsistensi data hujan di uji dengan menggunakan metode Lengkung Massa Ganda

    (Double mass Curve). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan lokasi

    stasiun hujan atau perubahan prosedur pengukuran yang berpengaruh terhadap jumlah

    hujan terukur. Apabila data hujan dinyatakan memiliki konsistensi maka data tersebut

    kemungkinan tidak memiliki perubahan lokasi selama pencatatan dilakukan dan juga

    sebaliknya.

    Metode ini dilakukan dengan cara membandingkan hujan tahunan kumulatif di

    stasiun y terhadap stasiun referensi x. Stasiun biasanya adalah nilai rerata dari

    beberapa stasiun di dekatnya. Nilai kumulatif tersebut digambarkan pada sistem

    koordinat katesian x-y dan kurva yang terbentuk diperiksa untuk melihat perubahan

    kemiringan. Kemiringan kurva patah/berubah, berarti pencatatan di stasiun y tidak

    konsisten dan perlu dikoreksi. Koreksi dilakukan dengan mengalikan data setelah

    kurva berubah dengan perbandingan setelah dan sebelum kurva patah (Bambang

    Triatmodjo, 2009).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    7

    7

    Gambar 2.1 Contoh Lengkung Massa Ganda (Double Mass Curve) yang

    Tidak Panggah

    2.2.3. Analisis Hujan Wilayah

    Data hujan yang diperoleh dari alat penangkar hujan merupakan hujan titik (point

    rainfall). Untuk menggambarkan hujan wilayah pada kawasan yang luas maka

    dibutuhkan alat penangkar hujan lebih dari satu buah (Samirta Mayangsari

    Radityaningsih, 2012).

    Ketelitian hasil pengukuran hujan akan tergantung pada variabilitas spasial curah

    hujan, dengan demikian, diperlukan lebih banyak lagi alat-alat penakar hujan,

    terutama di daerah dengan kemiringan lereng besar dan daerah-daerah yang banyak

    menerima tipe hujan lebat (thunderstorms) dibandingkan tipe curah hujan frontal

    (Asdak, 1995).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    8

    8

    Metode Thiessen memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili

    luasan disekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah

    sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat

    pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. metode ini digunakan apabila

    penyebaran stasiun hujan daerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan curah hujan

    rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari setiap stasiun.

    Metode poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rerata kawasan.

    Poligon Thiessen adalah tetap unutk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila

    terdapat perubahan jaringan stasiun hujan, seperti pemindahan atau penambahan

    stasiun, maka harus dibuat lagi poligon yang baru (Bambang Triatmodjo, 2009).

    P1

    P2

    A2

    P3A3

    A1

    Gambar 2.2 Poligon Thiessen

    n

    i i

    ii

    n

    nn

    A

    pA

    AAAA

    pApApApAP

    1321

    332211

    ......

    ......

    (2.1)

    Dengan :P = hujan wilayah (mm),P1, P2, P3..... Pn = tinggi curah hujan di pos 1,2,3,....n,A1, A2, A3..... An = luas daerah pengaruh pos 1,2,3,....n.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    9

    9

    2.2.4. Analisis Debit

    Debit di suatu lokasi yang ditinjau dapat diperkirakan berdasarkan data hujan. Debit

    aliran di sungai berasal dari hujan yang jatuh di DAS, sehingga dengan mengetahui

    kedalaman hujan dan kehilangan air seperti penguapan dan infiltrasi.

    Ketersediaan air adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus ada di

    suatu lokasi di sungai dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu (periode)

    tertentu. Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan besaran tertentu yang

    mempunyai kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan

    (Bambang Triatmodjo, 2009).

    Untuk memperkirakan besarnya air aliran puncak (peak runoff, Qp), metode rasional

    adalah salah satu teknik yang dianggap baik. Metode ini relatif mudah

    menggunakannya dan karena ia lebih diperuntukkan pemakaiannya pada DAS dengan

    ukuran kecil, kurang dari 300 ha maka untuk ukuran DAS yang lebih besar perlu

    dibagi menjadi beberapa bagian sub DAS.

    Persamaan matematik metode Rasional untuk memperkirakan besarnya air aliran

    (Asdak, 1995 : 150), adalah sebagai berikut :

    CiAQ 00278,0 ... (2.2)

    Dengan :

    Q = air aliran (debit) puncak (m3/detik)C = koefisien air aliranI = intensitas hujan (mm/jam)A = luas wilayah DAS (ha)

    Nilai koefisien air aliran C juga menentukan bagian curah hujan yang akan mengalir

    sebagai air aliran. Besar kecilnya nilai C tergantung pada permeabilitas dan

    kemampuan tanah dalam menampung air. Nilai yang kecil menunjukkan bahwa

    sebagian besar air tampungan untuk waktu tertentu. Sementara tanah/daerah dengan

    nilai C besar menunjukkan bahwa hampir semua air hujan akan menjadi air aliran.

    Daerah bervegetasi umumnya mempunyai nilai C kecil, sedang pada daerah

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    10

    10

    pembangunan dengan sebagian besar tanah beraspal atau bentuk permukaan tanah

    yang kedap air (impervious) lainnya mempunyai nilai C besar.

    Tabel 2.1 Nilai koefisien air aliran C untuk persamaan rasional

    Tataguna lahan C Tataguna lahan C

    Perkantoran

    Daerah pusat kota

    Daerah sekitar kota

    Perumahan

    Rumah tunggal

    Rumah susun, terpisah

    Rumah susun, bersambung

    Pinggiran kota

    Daerah industri

    Kurang padat industri

    Padat industri

    Taman, kuburan

    Tempat bermain

    Daerah stasiun KA

    Daerah tak berkembang

    Jalan raya

    Beraspal

    Berbeton

    Berbatu bata

    Trotoar

    Daerah beratap

    0,70-0,95

    0,50-0,70

    0,30-0,50

    0,40-0,60

    0,60-0,75

    0,25-0,40

    0,50-0,80

    0,60-0,90

    0,10-0,25

    0,20-0,35

    0,20-0,40

    0,10-0,30

    0,70-0,95

    0,80-0,95

    0,70-0,85

    0,75-0,85

    0,75-0,95

    Tanah Lapang

    Berpasir, datar, 2%

    Berpasir, agak rata, 2-7%

    Berpasir, miring, 7%

    Tanah berat, datar, 2%

    Tanah berat, agak rata, 2-7%

    Tanah berat, miring, 7%

    Tanah pertanian, 0-30%

    Tanah kosong

    Rata

    Kasar

    Ladang Garapan

    Tanah berat tanpa vegetasi

    Tanah berat dengan vegetasi

    Berpasir tanpa vegetasi

    Berpasir dengan vegetasi

    Padang Rumput

    Tanah berat

    Berpasir

    Hutan/bervegetasi

    Tanah Tidak Produktif, >30%

    Rata, kedap air

    Kasar

    0,05-0,10

    0,10-0,15

    0,15-0,20

    0,13-0,17

    0,18-022

    0,25-0,35

    0,30-0,60

    0,20-0,50

    0,30-0,60

    0,20-0,50

    0,20-0,25

    0,10-0,25

    0,15-0,45

    0,05-0,25

    0,05-0,25

    0,70-0,90

    0,50-0,70

    Sumber : Asdak, 1995

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    11

    11

    2.2.5. Analisis Data Curah Hujan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

    2.2.5.1. Jaringan Syaraf Tiruan

    Menurut Hermawan (2006) JST adalah sistem komputasi yang arsitektur dan

    operasinya diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologis di dalam otak. JST

    merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba

    menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. JST dapat

    digambarkan sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-

    linear, klasifikasi data cluster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari

    koleksi model jaringan syaraf biologi.

    JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi,

    dengan asumsi bahwa (Siang J.J, 2005) :

    1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron),

    2. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-

    penghubung,

    3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau

    memperlemah sinyal,

    4. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi

    (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlah input yang

    diterima.

    JST ditentukan oleh 3 hal (Siang J.J, 2005), yakni :

    1. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan),

    2. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training

    atau learning atau algoritma),

    3. Fungsi aktivasi.

    Neuron dalam jaringan syaraf tiruan sering disebut dengan istilah simpul. Setiap

    simpul akan mengirim dan menerima sinyal dari simpul-simpul yang lain melalui

    sinyal penghubung. Kekuatan hubungan yang terjadi antara setiap simpul yang biasa

    disebut dengan nama bobot. Model-model JST sangat tergantung dari arsitektur

    jaringan dan algoritma pelatihan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    12

    12

    Arsitektur berfungsi untuk mengarahkan tujuan sinyal atau data di dalam jaringan.

    Sedangkan algoritma belajar menjelaskan untuk mengubah bobot koneksi sehingga

    dapat memperoleh pasangan masukan-keluaran yang diharapkan. Perubahan bobot

    koneksi dapat dilakukan melalui berbagai cara tergantung jenis algoritma yang

    digunakan. Dengan mengatur nilai bobot diharapkan kinerja jaringan yang

    mempelajari beberapa pola akan memperoleh pasangan masukan-keluaran signifikan

    (Charismahendra Adipradana, 2013).

    2.2.5.2. Perancangan Arsitektur Jaringan

    Arsitektur jaringan yang digunakan merupakan jaringan layar jamak atau banyak

    lapisan (multi layer network). Dalam jaringan ini terdiri dari bagian input dan output,

    ada bagian lain yang disebut layar tersembunyi. Layar tersembunyi ini tersebut bisa

    saja lebih dari satu, sebagai contoh perhatikan Gambar 2.3 di bawah ini :

    P1

    P2

    Pn

    X11

    Q

    Lapisanmasukan

    Lapisantersembunyi 1

    Lapisantersembunyi 2

    Lapisankeluaran

    Wp1-11

    Wp1-12

    Wx11-21

    Wx11-22

    X12 X22

    X21 Wx21-1

    Wx22-1

    Gambar 2.3 Jaringan Layar Jamak (multi layer network)

    Pada Gambar 2.3. Diperlihatkan jaringan unit masukan (P1, P2,.., Pn), layar

    tersembunyi berupa satu lapisan dan bisa lebih yang terdiri dari beberapa unit (X11,

    X21,.., Xn) dan 1 buah unit keluaran. Jaringan Layar Jamak dapat menyelesaikan

    masalah yang lebih kompleks dibandingkan dengan Layar Tunggal, meskipun

    kadangkala proses pelatihan lebih kompleks dan lama (Siang J.J,, 2005).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    13

    13

    2.2.5.3. Algoritma Belajar dan Pelatihan

    Belajar Untuk JST merupakan suatu proses dimana parameter-parameter bebas JST

    diadaptasikan melalui suatu proses perangsangan berkelanjutan oleh lingkungan

    dimana jaringan berada. Proses pembelajaran atau pelatihan tersebut merupakan

    proses perubahan bobot antar neuron sehingga sebuah jaringan dapat menyelesaikan

    sebuah masalah. Semakin besar bobot keterhubungannya maka akan semakin cepat

    menyelesaikan suatu masalah (Rezkal, 2013).

    Dalam menyelesaikan suatu permasalahan, JST memerlukan algoritma belajar atau

    pelatihan. Pelatihan ini merupakan sebuah konfigurasi jaringan dapat dilatih untuk

    mempelajari data historis yang ada. Dengan pelatihan ini, data yang diperoleh dan

    dimodelkan oleh nilai-nilai bobot koneksinya. Jenis pelatihan yang dilakukan adalah

    memodifikasi bobotnya atau biasa disebut dengan pelatihan dengan supervisi

    (Supervised Training). Dalam pelatihan dengan supervisi, terdapat sejumlah pasangan

    data (masukan target keluaran) yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh

    bobot yang diinginkan. Dalam setiap pelatihan, masukan data kedalam jaringan akan

    diproses menjadi sebuah data keluaran. Selisih antara keluaran jaringan dengan target

    (keluaran yang diinginkan) merupakan kesalahan yang terjadi. Jaringan akan

    memodifikasi bobot sesuai dengan kesalahan tersebut (Siang J.J, 2005).

    2.2.5.4. Fungsi Aktivasi

    Prabowo dkk (2012) menyebutkan bahwa fungsi aktivasi menentukan hasil keluaran

    suatu neuron, maka fungsi aktivasi yang berbeda akan menghasilkan hasil yang

    berbeda pada suatu jaringan syaraf tiruan. Menurut Siang (2005) argumen fungsi

    aktivasi adalah net masukan (kombinasi linier masukan dan bobotnya). Jika net

    ii wx maka fungsi aktivasinya adalah ii wxfnetf . Salah satu fungsiaktivasi yang sering dipakai adalah sebagai berikut :

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    14

    14

    Fungsi Treshold (batas ambang)

    .... (2.3)

    2.2.5.5. Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

    Menurut Siang (2005) Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan

    keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan

    selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar

    terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai

    selama pelatihan.

    Menurut Puspaningrum (2006) Pelatihan pada jaringan syaraf backpropagation,

    feedfoward (umpan maju) dilakukan dalam rangka perhitungan bobot sehingga pada

    akhir pelatihan akan diperoleh bobot-bobot yang baik. Selama proses pelatihan,

    bobot-bobot diatur secara iteratif untuk meminimumkan error (kesalahan) yang

    terjadi. Error (kesalahan) dihitung berdasarkan rata-rata kuadrat kesalahan atau Mean

    Square Error (MSE). Rata-rata kuadrat kesalahan juga dijadikan dasar perhitungan

    unjuk kerja fungsi aktivasi. Sebagian besar pelatihan untuk jaringan feedfoward

    (umpan maju) menggunakan gradien dari fungsi aktivasi untuk menentukan

    bagaimana mengatur bobot-bobot dalam rangka meminimumkan kinerja. Gradien ini

    ditentukan dengan menggunakan suatu teknik yang disebut backpropagation.

    3 fase pelatihan Backpropagation menurut Puspaningrum (2006) sebagai berikut :

    1. Fase 1, yaitu propagasi maju.

    Pola masukan dihitung maju mulai dari input layer hingga output layer

    menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan.

    2. Fase 2, yaitu propagasi mundur.

    Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan

    kesalahan yang terjadi. Kesalahan yang terjadi itu dipropagasi mundur.

    axjika

    axjikaxf

    0

    1

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    15

    15

    Dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di output

    layer.

    3. Fase 3, yaitu perubahan bobot.

    Modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase

    tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi.

    2.2.6. Matlab

    Menurut Siang J.J (2005) Matlab merupakan perangkat lunak yang cocok dipakai

    sebagai alat komputasi yang melibatkan matriks dan vektor. Fungsi-fungsi yang ada

    pada Matlab akan mempermudah menyelesaikan permasalahan pada sistem linier,

    program linier dengan simpleks, hingga sistem yang kompleks seperti peramalan

    runtun waktu (time series), pengolahan citra, dsb. Matlab juga menyediakan fungsi

    khusus untuk menyelesaikan JST sehingga pemakai tinggal memasukkan vektor

    masukan, target model, dan parameter yang diinginkan (learning rate, threshold, bias

    dll).

    2.2.7. Analisis Keandalan Model

    Korelasi merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengukur kekuatan

    hubungan dua variabel. Korelasi tidak secara otomatis menunjukkan hubungan

    kausalitas antar variabel. Hubungan dalam korelasi dapat berupa hubungan linier

    positif dan negatif. Interpretasi koefesien korelasi akan menghasilkan makna

    kekuatan, signifikansi dan arah hubungan kedua variabel yang diteliti. Untuk melihat

    kekuatan koefisien korelasi didasarkan pada jarak yang berkisar antara 0 - 1. Untuk

    melihat signifikansi hubungan digunakan angka signifikansi / probabilitas / alpha.

    Untuk melihat arah korelasi dilihat dari angka koefisien korelasi yang menunjukkan

    positif atau negatif (Jonathan Sarwono, 2006). Berikut adalah rumus korelasi :

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    16

    16

    .. (2.4)

    Dengan :r = Koefisien korelasin = Jumlah datax = Debit simulasi (m3/s)y = Debit lapangan (m3/s)

    Keterangan :

    0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel>0 0,25 : Korelasi sangat lemah>0,25 0,5 : Korelasi cukup>0,5 0,75 : Korelasi kuat>0,75 0,99 : Korelasi sangat kuat

    1 : Korelasi sempurna

    Keandalan merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui validitas hasil

    penelitian. Keandalan tersebut dapat diukur melalui Analisis reliabilitas (Zulganef,

    2004). Dalam analisis matematik, rasio jumlah item terhadap total varian disebut

    reliabilitas. Analisis dilakukan pada peubah durasi, intensitas, dan frekuensi.

    Rumus umum yang digunakan adalah persamaan Cronbach (Zulganef, 2004), sebagai

    berikut :

    )(21

    1 2

    2

    iji

    ir n

    n .. (2.5)

    Dengan :r = keandalan modeln = jumlah datai2 = jumlah varian i (merupakan jumlah diagonal),ij = kovarian item i dan j,i2 + 2(ij) = total varian

    222 )()()()( yynxxn

    nr

    2

    yxxy