bab 1 untuk
DESCRIPTION
taskTRANSCRIPT
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Hujan merupakan komponen utama dalam siklus hidrologi, dapat digambarkan
bahwa hujan mempunyai hubungan dengan aliran. Oleh sebab itu, karakteristik hujan
dan DAS sangat berhubungan erat dengan debit aliran yang tejadi. Karakteristik
hujan meliputi tebal hujan, intensitas hujan dan durasi hujan. Sedangkan untuk
karakteristik DAS meliputi tataguna lahan, topografi dan jenis tanah.
Hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan memberi kontribusi terhadap debit aliran.
Debit aliran adalah perubahan dari air hujan yang melimpas dipermukaan (surface
runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) dan air tanah (groundwater flow)
(Sri Harto, 1993).
Data hujan dapat diperoleh dari instansi yang melakukan pengamatan terhadap data
hujan melalui stasiun hujan. Instansi tersebut seperti Pengelola Bandara, Dinas
Pengairan, Dinas Pertanian, Balai Besar Wilayah Sungai, Balai Pengelola Sumber
Daya Air, Balai Penelitian dan Teknologi Pengelola Daerah Aliran Sungai, Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG), dan Jasa Tirta (Sobriyah, 2012).
Data debit merupakan informasi penting bagi pengelola sumber daya air. Informasi
ini akan untuk pengambilan keputusan kelayakan pembangunan atau rekonstruksi
infrastruktur dan jaringan sungai.
Pengembangan sumber daya air merupakan bagian dari kebutuhan irigasi yang erat
kaitannya dengan sifat tanah sekitar, kondisi iklim, jenis tanaman yang
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
5
dikembangkan dan efisiensi irigasi tersebut. Air irigasi berfungsi memenuhi
kebutuhan tanaman untuk berkembang dengan baik. Kebutuhan air tergantung curah
hujan, jenis tanaman, pengolahan tanah dan cara penyalurannya (Vicky Tri Jayanti,
2013).
Kebutuhan akan sumber daya air berdasarkan amanat dari Undang-Undang No. 7
Tahun 2004 mengenai sumber daya air mnyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
pokok merupakan prioritas diatas kebutuhan lainnya. Kebutuhan pokok tersebut
ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau Pemda sesuai
kewenangan (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Balai Data Dan Informasi Sumber
Daya Air, 2010).
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pada DAS Alang oleh Pramesti (2013)
Analisis Banjir Tahunan DAS Alang dengan menggunakan metode Gama I, Nabilah
(2013) Analisis Banjir Tahunan di DAS Alang Sub DAS Bengawan Solo Hulu 3
Menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Snyder, Nurhidayah (2010) Pola
Distribusi Hujan Jam-Jaman di Sub DAS Alang menggunakan metode Modified-
Mononobe dan Sinta (2013) Penelusuran Banjir di Sungai Alang Sub DAS Bengawan
Solo Hulu 3 menggunakan metode Muskingum-Cunge.
2.2 Landasan Teori
2.2.1. Data
Menurut Cahya Suryana (2010) data merupakan bahan baku informasi untuk
memberikan gambaran spesifik mengenai objek penelitian. Data dikelompokkan
dalam dua jenis yaitu :
a) Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari
sumber datanya. Teknik pengumpulan data primer antara lain observasi,
wawancara, diskusi terfokus, dan penyebaran kuesioner.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
6
b) Data skunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber yang telah ada.
Data dapat diperoleh melalui instansi terkait, buku, laporan, jurnal, dan lain-
lain.
2.2.2. Kepanggahan Data
Menurut Sri harto (1993) Data hujan yang akan digunakan terlebih dahulu harus
dilakukan uji kepanggahan. Data yang tidak sesuai akibat gangguan alat pencatat
perlu dikoreksi dan data yang hilang atau kosong perlu diisi dengan perbandingan
data sekitar yang dianggap mendekati. Metode penguji konsistensi data tersebut
adalah metode Lengkung Massa Ganda (Double Mass Curve) untuk menguji
konsistensi curah hujan.
2.2.2.1.Metode Lengkung Massa Ganda (Double Mass Curve)
Konsistensi data hujan di uji dengan menggunakan metode Lengkung Massa Ganda
(Double mass Curve). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan lokasi
stasiun hujan atau perubahan prosedur pengukuran yang berpengaruh terhadap jumlah
hujan terukur. Apabila data hujan dinyatakan memiliki konsistensi maka data tersebut
kemungkinan tidak memiliki perubahan lokasi selama pencatatan dilakukan dan juga
sebaliknya.
Metode ini dilakukan dengan cara membandingkan hujan tahunan kumulatif di
stasiun y terhadap stasiun referensi x. Stasiun biasanya adalah nilai rerata dari
beberapa stasiun di dekatnya. Nilai kumulatif tersebut digambarkan pada sistem
koordinat katesian x-y dan kurva yang terbentuk diperiksa untuk melihat perubahan
kemiringan. Kemiringan kurva patah/berubah, berarti pencatatan di stasiun y tidak
konsisten dan perlu dikoreksi. Koreksi dilakukan dengan mengalikan data setelah
kurva berubah dengan perbandingan setelah dan sebelum kurva patah (Bambang
Triatmodjo, 2009).
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
7
Gambar 2.1 Contoh Lengkung Massa Ganda (Double Mass Curve) yang
Tidak Panggah
2.2.3. Analisis Hujan Wilayah
Data hujan yang diperoleh dari alat penangkar hujan merupakan hujan titik (point
rainfall). Untuk menggambarkan hujan wilayah pada kawasan yang luas maka
dibutuhkan alat penangkar hujan lebih dari satu buah (Samirta Mayangsari
Radityaningsih, 2012).
Ketelitian hasil pengukuran hujan akan tergantung pada variabilitas spasial curah
hujan, dengan demikian, diperlukan lebih banyak lagi alat-alat penakar hujan,
terutama di daerah dengan kemiringan lereng besar dan daerah-daerah yang banyak
menerima tipe hujan lebat (thunderstorms) dibandingkan tipe curah hujan frontal
(Asdak, 1995).
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
8
Metode Thiessen memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili
luasan disekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah
sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat
pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. metode ini digunakan apabila
penyebaran stasiun hujan daerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan curah hujan
rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari setiap stasiun.
Metode poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rerata kawasan.
Poligon Thiessen adalah tetap unutk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila
terdapat perubahan jaringan stasiun hujan, seperti pemindahan atau penambahan
stasiun, maka harus dibuat lagi poligon yang baru (Bambang Triatmodjo, 2009).
P1
P2
A2
P3A3
A1
Gambar 2.2 Poligon Thiessen
n
i i
ii
n
nn
A
pA
AAAA
pApApApAP
1321
332211
......
......
(2.1)
Dengan :P = hujan wilayah (mm),P1, P2, P3..... Pn = tinggi curah hujan di pos 1,2,3,....n,A1, A2, A3..... An = luas daerah pengaruh pos 1,2,3,....n.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
9
2.2.4. Analisis Debit
Debit di suatu lokasi yang ditinjau dapat diperkirakan berdasarkan data hujan. Debit
aliran di sungai berasal dari hujan yang jatuh di DAS, sehingga dengan mengetahui
kedalaman hujan dan kehilangan air seperti penguapan dan infiltrasi.
Ketersediaan air adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus ada di
suatu lokasi di sungai dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu (periode)
tertentu. Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan besaran tertentu yang
mempunyai kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan
(Bambang Triatmodjo, 2009).
Untuk memperkirakan besarnya air aliran puncak (peak runoff, Qp), metode rasional
adalah salah satu teknik yang dianggap baik. Metode ini relatif mudah
menggunakannya dan karena ia lebih diperuntukkan pemakaiannya pada DAS dengan
ukuran kecil, kurang dari 300 ha maka untuk ukuran DAS yang lebih besar perlu
dibagi menjadi beberapa bagian sub DAS.
Persamaan matematik metode Rasional untuk memperkirakan besarnya air aliran
(Asdak, 1995 : 150), adalah sebagai berikut :
CiAQ 00278,0 ... (2.2)
Dengan :
Q = air aliran (debit) puncak (m3/detik)C = koefisien air aliranI = intensitas hujan (mm/jam)A = luas wilayah DAS (ha)
Nilai koefisien air aliran C juga menentukan bagian curah hujan yang akan mengalir
sebagai air aliran. Besar kecilnya nilai C tergantung pada permeabilitas dan
kemampuan tanah dalam menampung air. Nilai yang kecil menunjukkan bahwa
sebagian besar air tampungan untuk waktu tertentu. Sementara tanah/daerah dengan
nilai C besar menunjukkan bahwa hampir semua air hujan akan menjadi air aliran.
Daerah bervegetasi umumnya mempunyai nilai C kecil, sedang pada daerah
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
10
pembangunan dengan sebagian besar tanah beraspal atau bentuk permukaan tanah
yang kedap air (impervious) lainnya mempunyai nilai C besar.
Tabel 2.1 Nilai koefisien air aliran C untuk persamaan rasional
Tataguna lahan C Tataguna lahan C
Perkantoran
Daerah pusat kota
Daerah sekitar kota
Perumahan
Rumah tunggal
Rumah susun, terpisah
Rumah susun, bersambung
Pinggiran kota
Daerah industri
Kurang padat industri
Padat industri
Taman, kuburan
Tempat bermain
Daerah stasiun KA
Daerah tak berkembang
Jalan raya
Beraspal
Berbeton
Berbatu bata
Trotoar
Daerah beratap
0,70-0,95
0,50-0,70
0,30-0,50
0,40-0,60
0,60-0,75
0,25-0,40
0,50-0,80
0,60-0,90
0,10-0,25
0,20-0,35
0,20-0,40
0,10-0,30
0,70-0,95
0,80-0,95
0,70-0,85
0,75-0,85
0,75-0,95
Tanah Lapang
Berpasir, datar, 2%
Berpasir, agak rata, 2-7%
Berpasir, miring, 7%
Tanah berat, datar, 2%
Tanah berat, agak rata, 2-7%
Tanah berat, miring, 7%
Tanah pertanian, 0-30%
Tanah kosong
Rata
Kasar
Ladang Garapan
Tanah berat tanpa vegetasi
Tanah berat dengan vegetasi
Berpasir tanpa vegetasi
Berpasir dengan vegetasi
Padang Rumput
Tanah berat
Berpasir
Hutan/bervegetasi
Tanah Tidak Produktif, >30%
Rata, kedap air
Kasar
0,05-0,10
0,10-0,15
0,15-0,20
0,13-0,17
0,18-022
0,25-0,35
0,30-0,60
0,20-0,50
0,30-0,60
0,20-0,50
0,20-0,25
0,10-0,25
0,15-0,45
0,05-0,25
0,05-0,25
0,70-0,90
0,50-0,70
Sumber : Asdak, 1995
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
11
2.2.5. Analisis Data Curah Hujan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan
2.2.5.1. Jaringan Syaraf Tiruan
Menurut Hermawan (2006) JST adalah sistem komputasi yang arsitektur dan
operasinya diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologis di dalam otak. JST
merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba
menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. JST dapat
digambarkan sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-
linear, klasifikasi data cluster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari
koleksi model jaringan syaraf biologi.
JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi,
dengan asumsi bahwa (Siang J.J, 2005) :
1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron),
2. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-
penghubung,
3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau
memperlemah sinyal,
4. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi
(biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlah input yang
diterima.
JST ditentukan oleh 3 hal (Siang J.J, 2005), yakni :
1. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan),
2. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training
atau learning atau algoritma),
3. Fungsi aktivasi.
Neuron dalam jaringan syaraf tiruan sering disebut dengan istilah simpul. Setiap
simpul akan mengirim dan menerima sinyal dari simpul-simpul yang lain melalui
sinyal penghubung. Kekuatan hubungan yang terjadi antara setiap simpul yang biasa
disebut dengan nama bobot. Model-model JST sangat tergantung dari arsitektur
jaringan dan algoritma pelatihan.
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
12
Arsitektur berfungsi untuk mengarahkan tujuan sinyal atau data di dalam jaringan.
Sedangkan algoritma belajar menjelaskan untuk mengubah bobot koneksi sehingga
dapat memperoleh pasangan masukan-keluaran yang diharapkan. Perubahan bobot
koneksi dapat dilakukan melalui berbagai cara tergantung jenis algoritma yang
digunakan. Dengan mengatur nilai bobot diharapkan kinerja jaringan yang
mempelajari beberapa pola akan memperoleh pasangan masukan-keluaran signifikan
(Charismahendra Adipradana, 2013).
2.2.5.2. Perancangan Arsitektur Jaringan
Arsitektur jaringan yang digunakan merupakan jaringan layar jamak atau banyak
lapisan (multi layer network). Dalam jaringan ini terdiri dari bagian input dan output,
ada bagian lain yang disebut layar tersembunyi. Layar tersembunyi ini tersebut bisa
saja lebih dari satu, sebagai contoh perhatikan Gambar 2.3 di bawah ini :
P1
P2
Pn
X11
Q
Lapisanmasukan
Lapisantersembunyi 1
Lapisantersembunyi 2
Lapisankeluaran
Wp1-11
Wp1-12
Wx11-21
Wx11-22
X12 X22
X21 Wx21-1
Wx22-1
Gambar 2.3 Jaringan Layar Jamak (multi layer network)
Pada Gambar 2.3. Diperlihatkan jaringan unit masukan (P1, P2,.., Pn), layar
tersembunyi berupa satu lapisan dan bisa lebih yang terdiri dari beberapa unit (X11,
X21,.., Xn) dan 1 buah unit keluaran. Jaringan Layar Jamak dapat menyelesaikan
masalah yang lebih kompleks dibandingkan dengan Layar Tunggal, meskipun
kadangkala proses pelatihan lebih kompleks dan lama (Siang J.J,, 2005).
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
13
2.2.5.3. Algoritma Belajar dan Pelatihan
Belajar Untuk JST merupakan suatu proses dimana parameter-parameter bebas JST
diadaptasikan melalui suatu proses perangsangan berkelanjutan oleh lingkungan
dimana jaringan berada. Proses pembelajaran atau pelatihan tersebut merupakan
proses perubahan bobot antar neuron sehingga sebuah jaringan dapat menyelesaikan
sebuah masalah. Semakin besar bobot keterhubungannya maka akan semakin cepat
menyelesaikan suatu masalah (Rezkal, 2013).
Dalam menyelesaikan suatu permasalahan, JST memerlukan algoritma belajar atau
pelatihan. Pelatihan ini merupakan sebuah konfigurasi jaringan dapat dilatih untuk
mempelajari data historis yang ada. Dengan pelatihan ini, data yang diperoleh dan
dimodelkan oleh nilai-nilai bobot koneksinya. Jenis pelatihan yang dilakukan adalah
memodifikasi bobotnya atau biasa disebut dengan pelatihan dengan supervisi
(Supervised Training). Dalam pelatihan dengan supervisi, terdapat sejumlah pasangan
data (masukan target keluaran) yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh
bobot yang diinginkan. Dalam setiap pelatihan, masukan data kedalam jaringan akan
diproses menjadi sebuah data keluaran. Selisih antara keluaran jaringan dengan target
(keluaran yang diinginkan) merupakan kesalahan yang terjadi. Jaringan akan
memodifikasi bobot sesuai dengan kesalahan tersebut (Siang J.J, 2005).
2.2.5.4. Fungsi Aktivasi
Prabowo dkk (2012) menyebutkan bahwa fungsi aktivasi menentukan hasil keluaran
suatu neuron, maka fungsi aktivasi yang berbeda akan menghasilkan hasil yang
berbeda pada suatu jaringan syaraf tiruan. Menurut Siang (2005) argumen fungsi
aktivasi adalah net masukan (kombinasi linier masukan dan bobotnya). Jika net
ii wx maka fungsi aktivasinya adalah ii wxfnetf . Salah satu fungsiaktivasi yang sering dipakai adalah sebagai berikut :
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
14
Fungsi Treshold (batas ambang)
.... (2.3)
2.2.5.5. Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation
Menurut Siang (2005) Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan
keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan
selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar
terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai
selama pelatihan.
Menurut Puspaningrum (2006) Pelatihan pada jaringan syaraf backpropagation,
feedfoward (umpan maju) dilakukan dalam rangka perhitungan bobot sehingga pada
akhir pelatihan akan diperoleh bobot-bobot yang baik. Selama proses pelatihan,
bobot-bobot diatur secara iteratif untuk meminimumkan error (kesalahan) yang
terjadi. Error (kesalahan) dihitung berdasarkan rata-rata kuadrat kesalahan atau Mean
Square Error (MSE). Rata-rata kuadrat kesalahan juga dijadikan dasar perhitungan
unjuk kerja fungsi aktivasi. Sebagian besar pelatihan untuk jaringan feedfoward
(umpan maju) menggunakan gradien dari fungsi aktivasi untuk menentukan
bagaimana mengatur bobot-bobot dalam rangka meminimumkan kinerja. Gradien ini
ditentukan dengan menggunakan suatu teknik yang disebut backpropagation.
3 fase pelatihan Backpropagation menurut Puspaningrum (2006) sebagai berikut :
1. Fase 1, yaitu propagasi maju.
Pola masukan dihitung maju mulai dari input layer hingga output layer
menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan.
2. Fase 2, yaitu propagasi mundur.
Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan
kesalahan yang terjadi. Kesalahan yang terjadi itu dipropagasi mundur.
axjika
axjikaxf
0
1
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
15
Dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di output
layer.
3. Fase 3, yaitu perubahan bobot.
Modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase
tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi.
2.2.6. Matlab
Menurut Siang J.J (2005) Matlab merupakan perangkat lunak yang cocok dipakai
sebagai alat komputasi yang melibatkan matriks dan vektor. Fungsi-fungsi yang ada
pada Matlab akan mempermudah menyelesaikan permasalahan pada sistem linier,
program linier dengan simpleks, hingga sistem yang kompleks seperti peramalan
runtun waktu (time series), pengolahan citra, dsb. Matlab juga menyediakan fungsi
khusus untuk menyelesaikan JST sehingga pemakai tinggal memasukkan vektor
masukan, target model, dan parameter yang diinginkan (learning rate, threshold, bias
dll).
2.2.7. Analisis Keandalan Model
Korelasi merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengukur kekuatan
hubungan dua variabel. Korelasi tidak secara otomatis menunjukkan hubungan
kausalitas antar variabel. Hubungan dalam korelasi dapat berupa hubungan linier
positif dan negatif. Interpretasi koefesien korelasi akan menghasilkan makna
kekuatan, signifikansi dan arah hubungan kedua variabel yang diteliti. Untuk melihat
kekuatan koefisien korelasi didasarkan pada jarak yang berkisar antara 0 - 1. Untuk
melihat signifikansi hubungan digunakan angka signifikansi / probabilitas / alpha.
Untuk melihat arah korelasi dilihat dari angka koefisien korelasi yang menunjukkan
positif atau negatif (Jonathan Sarwono, 2006). Berikut adalah rumus korelasi :
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
16
.. (2.4)
Dengan :r = Koefisien korelasin = Jumlah datax = Debit simulasi (m3/s)y = Debit lapangan (m3/s)
Keterangan :
0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel>0 0,25 : Korelasi sangat lemah>0,25 0,5 : Korelasi cukup>0,5 0,75 : Korelasi kuat>0,75 0,99 : Korelasi sangat kuat
1 : Korelasi sempurna
Keandalan merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui validitas hasil
penelitian. Keandalan tersebut dapat diukur melalui Analisis reliabilitas (Zulganef,
2004). Dalam analisis matematik, rasio jumlah item terhadap total varian disebut
reliabilitas. Analisis dilakukan pada peubah durasi, intensitas, dan frekuensi.
Rumus umum yang digunakan adalah persamaan Cronbach (Zulganef, 2004), sebagai
berikut :
)(21
1 2
2
iji
ir n
n .. (2.5)
Dengan :r = keandalan modeln = jumlah datai2 = jumlah varian i (merupakan jumlah diagonal),ij = kovarian item i dan j,i2 + 2(ij) = total varian
222 )()()()( yynxxn
nr
2
yxxy