bab 12 sifat dasar & perambatan cahaya
DESCRIPTION
Fisika DasarTRANSCRIPT
Rosari Saleh dan Sutarto
Medan listrik dan medan magnet dapat merambat
melalui ruang dalam bentuk gelombang
elektromagnetik dengan kecepatan 3 x 108 m/s.
Kecepatan tersebut tidak lain adalah kecepatan cahaya.
Kesimpulan mencengangkan kedua yang diperoleh
Maxwell adalah bahwa cahaya itu sendiri tidak lain
adalah gleombang elektromagnetik. Pada bab ini kita
akan mempelajari bagaimana sifat-sifat dasar cahaya
dan rambatannya dalam medium tertentu. Karena
cahaya merupakan gelombang gelombang
elektromagnetik, cahay dapat merambat melalui ruang
hampa.
Cahaya memiliki sifat-sifat gelombang seperti dapat
dipantulkan, mengalami pembiasan dan lain
sebagainya. Sebelum penemuan Einstein, cahaya
dipercaya sebagai kuantitas yang bersifat gelombang.
Dalam eksperimen yang dilakukannya, efek fotolistrik,
Einstein berhasil membuktikan bahwa cahay juga
memiliki sifat partikel karena dapat berinteraksi
dengan elektron pada permukaan logam.
Bab yang akan dipelajari:
1. Sifat Dasar Cahaya 2. Kecepatan Rambat Cahaya 3. Pengukuran Kecepatan Rambat Cahaya 4. Kapan Gelombang Cahaya dianggap sebagai
Berkas Cahaya 5. Refleksi dan Refraksi 6. Refleksi Internal Total 7. Hamburan Cahaya 8. Prinsip Huygens 9. Prinsip Fermat
Tujuan Pembelajaran:
1. Menjelaskan konsep cahaya dan menghubungkannya dengan gelombang permukaan.
2. Menjelaskan hukum refleksi dan refraksi cahaya.
3. Menjelaskan kondisi yang menghasilkan refleksi total pada bidang batas.
4. Menjelaskan terbentuknya cahaya terpolarisasi dari cahaya biasa.
5. Menggunakan prinsip Huygens dalam menganalisa refleksi dan refraksi.
Rosari Saleh dan Sutarto
Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya | 259
Rosari Saleh dan Sutarto
Cahaya bukanlah fenomena asing bagi kita. Setiap hari kita selalu bersinggungan dengan cahaya. Fakta bahwa untuk dapat melihat suatu benda harus ada seberkas cahaya yang dipantulkan dari benda ke mata kita makin mempertegas betapa pentingnya peran cahaya dalam kehidupan kita. Saat berada di hutan belantara yang lebat, kita dapat melihat alur-alur cahaya matahari di pagi hari membentuk berkas garis lurus.
Sebuah sendok yang dimasukkan ke dalam gelas yang diisi air dari sudut pandang tertentu, sendok tersebut terlihat seolah-olah patah. Jika air dalam gelas dituang kemudian kita melihat sendok maka sendok tersebut terlihat utuh. Efek sendok patah disebabkan karena cahaya menjalar pada dua medium yang berbeda yaitu dari udara kemudian ke air. Peristiwa semacam itu disebabkan karena cahaya mengalami refraksi. Pada Bab Bunyi, kita telah mempelajari bahwa salah satu sifat bunyi adalah dapat dipantulkan. Jika Anda menghadap ke sebuah tebing atau berada pada sebuah gedung kemudian Anda berteriak, maka Anda akan mendengar bunyi pantulan yang sama persis dengan teriakan Anda. Cahaya juga memiliki sifat semacam itu yaitu dapat dipantulkan. Namun demikian, tidak semua permukaan dapat memantulkan cahaya. Salah satu jenis permukaan yang dapat memantulkan cahaya contohnya adalah cermin.
Berkas-berkas cahaya yang terdiri dari berbagai warna membentuk formasi setengah lingkaran di angkasa luas setelah hujan reda, sungguh sangat indah dipandang mata. Dari mana asalnya warna-warna cahaya menakjubkan tersebut? Berkas-berkas cahaya warna-warni yang lazim disebut pelangi itu ternyata adalah hasil dispersi cahaya matahari oleh butiran-butiran air hujan. Fenomena semacam itu ternyata dapat dapat diamati menggunakan prisma segitiga. Jika prisma tersebut kita cahayai dengan berkas cahaya putih maka pada layar akan terlihat deretan warna-warna yang sama dengan warna yang menyusun pelangi. Peristiwa sederhana tersebut ternyata telah memberikan pemahaman baru bahwa seberkas cahaya putih merupakan komposisi dari beberapa cahaya dengan warna yang berbeda-beda. Masih banyak lagi fenomena yang terkait dengan cahaya.
Pengkajian terhadap fenomena cahaya telah dimulai sejak lama. Dari catatan sejarah diketahui bahwa Galileo telah mulai melakukan investigasi terhadap kecepatan rambat cahaya. Galileo melakukan eksperimen pengukuran kecepatan cahaya berdasarkan alasan yang logis bahwa
260 | Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya |
Rosari Saleh dan Sutarto
cahaya tidak dengan tiba-tiba muncul. Cahaya ditransmisikan dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini tentu saja mengail ide bahwa cahaya harus memiliki suatu nilai batas kecepatan tertentu.
Newton, orang paling brilian pada zamannya, turut mengemukakan idenya mengenai cahaya. Dalam sudut pandangnya, Newton mengasumsikan bahwa cahaya merupakan segerombolan partikel. Dengan model teori semacam ini, fenomena-fenomena cahaya yang dapat diamati pada saat itu dapat dijelaskan dengan sangat memuaskan. Masih pada masa Newton, sudut pandang lain yang berusaha menjelaskan cahaya dikemukakan oleh Christian Huygens. Bermula dari ide Robert Hooke bahwa cahaya dihasilkan dari osilasi suatu medium yang entah apa namanya, Huygens kemudian mencetuskan ide bahwa cahaya merupakan gelombang bukan partikel seperti yang diwartakan oleh teori Newton.
Dengan berkembangnya zaman yang diiringi dengan kemajuan ilmu pengetahuan, berbagai eksperimen dan pengataman dilakukan untuk menguji kebenaran teori-teori cahaya. Sekitar 114 tahun setelah Huygens mengemukan teori gelombang cahaya, Thomas young berhasil mengklarifikasi kebenaran teori gelombang Huygens melalui eksperimennya yang terkenal hingga sekarang, percobaan celah ganda Young. Eksperimen tersebut menghasilkan pola interferensi dan difraksi yang notabenenya tidak tercakup dalam teori partikel Newton. Peristiwa interferensi dan difraksi merupakan fenomena yang hanya dimiliki oleh gelombang. Karena cahaya memiliki sifat-sifat gelombang maka disimpulkan bahwa cahaya adalah gelombang, bukan partikel. Teori gelombang terbukti dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa seperti pemantulan, pembiasan, dan sejenisnya yang dahulu dijelaskan dari sudut pandang cahaya sebagai partikel.
Maxwell yang berhasil mensintesis hasil ekpserimen dalam sebuah teori tunggal, teori elektromagnetik, mengemukakan bahwa medan listrik dan medan magnet dapat menjalar melalui ruang dalam bentuk gelombang. Hipotesis Maxwell ini mendapat konfirmasi yang menggembirakan karena hipotesis tersebut ternyata benar. Medan listrik dan medan magnet dapat merambat melalui ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Salah seorang yang berjasa dalam penemuan besar itu adalah Hertz, yang namanya kemudian digunakan sebagai satuan frekuensi. Analisis secara lebih teliti terhadap empat
Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya | 261
Rosari Saleh dan Sutarto
persamaan Maxwell yang rumit itu ternyata membawa pada kesimpulan lain yang tidak kalah mencengangkan. Gelombang elektromagnetik bergerak dengan kecepatan 3 x 108 m/s. Kecepatan itu tidak lain adalah kecepatan cahaya. Mungkinkah gelombang elektromagnetik itu adalah cahaya? Atau sebaliknya, mungkinkah cahaya itu adalah gelombang elektromagnetik? Kedua-duanya benar. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Teori Maxwell ini menjadi pukulan pamungkas terhadap teori partikel Newton. Pada zaman itu cahaya diyakini sebagai gelombang dan oleh karenanya penjelasan terhadap fenomena cahaya didasarkan pada konsep cahaya sebagai gelombang. Namun demikian, hampir 100 tahun setelah Thomas Young melakukan eksperimennya yang terkenal itu, salah satu hasil percobaan yang menjadi cikal bakal lahirnya fisika modern, percobaan efek listrik oleh Albert Einstein, menemukan bahwa cahaya memiliki sifat-sifat partikel. Berbagai eksperimen lainnya kemudian mengkonfirmasi temuan Einstein tersebut. Sekali lagi, para ilmuwan dan sekolah-sekolah harus merevisi buku ajarnya khususnya pada bab gelombang. Karena cahaya memiliki kedua sifat partikel dan gelombang maka harus ada teori yang mampu menjelaskan perilaku dobel tersebut. Teori tersebut adalah mekanika kuantum, salah satu pencapaian intelektual manusia yang gemilang yang berhasil mendobrak logika pemikiran mekanistik dan deterministik yang selama beratus-ratus tahun mendominasi pemikiran manusia.
12 – 1 Kecepatan Cahaya
Berbagai percobaan, dan juga beradam metode, dilakukan para ilmuwan untuk mengetahui kecpeatan cahaya. Galileo menggunakan cara tradisional untuk melakukan pengukuran kecepatan cahaya. Dengan bantuan temannya yang ia minta untuk berdiri di atas puncak sebuah bukit, Galileo berada pada bukti lainnya yang berjarak sekitar 3 km, Galileo berusaha mengukur seberapa lama waktu yang digunakan cahaya untuk merambat. Walaupun secara prinsip metode yang digunakan Galileo valid namun karena keterbatasan alat ukur Galileo tidak dapat menghasilkan sebuah angka yang menyatakan kecepatan cahaya. Pengukuran lainnya yang lebih sistematis dan modern, paling tidak lebih modern dibanding cara yang digunakan Galileo, adalah pengukuran yang dilakukan oleh Ole Reomer. Reomer menggunakan metode astronomi untuk menghitung kecepatan cahaya
262 | Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya |
Rosari Saleh dan Sutarto
berdasarkan data pengamatan terhadap pergerakan planet Jupiter. Reomer berhasil menghitung besar kecepatan cahaya yaitu sebesar 2 x 108 m/s. Walaupun tidak tepat dengan hasil pengukuran yang diperoleh dengan alat modern, namun setidaknya pengukuran tersebut telah berhasil mengkonfirmasi pernyataan bahwa kecepatan cahaya adalah terbatas, artinya memiliki suatu nilai tertentu. Hasil yang diperoleh Reomer terhitung cukup akurat karena orde angka yang ia peroleh sama dengan orde pengukuran yang akurat.
Percobaan lainnya dilakukan oleh Hippolyte Fizeau pada tahun 1849. Fizeau menggunakan instrumen seperti tampak pada gambar berikut ini:
Gambar 12.1 Skema percobaan yang digunakan Fizeau untuk mengukur kecepatan cahaya.
Seberkas cahaya dilewatkan melalui celah. Dengan menggunakan cermin ½ pemantul (cermin yang jika terkena cahaya maka sebagian cahaya akan diteruskan sedangkan sebagiannya lagi dipantulkan) cahaya dating diterukan ke cermin pemantul. Cahaya dipantulkan dari cermin menuju ke cermin ½ pemantul dan menuju ke pengamat. Roda yang digunakan memiliki gerigi dan celah yang jika cahaya mengenai gerigi maka tidak ada cahaya yang terpantul ke pengamat atau menuju ke cermin. Dari metode ini kecpeatan cahaya ditentukan dengan persamaan:
lvDc 2
=
Pengamat
Cermin pemantul
Cermin ½ pemantul
Sumber cahaya
Roda putar
Celah sempit
Cahaya terpantul
Cahaya datang
Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya | 263
Rosari Saleh dan Sutarto
Yang mana v menyatakan kecepatan linier roda, D menyatakan jarak roda ke cermin, l menyatakan jarak antar celah pada roda, dan c adalah kecepatan cahaya. Berdasarkan data hasil yang diperolehnya, Fizeau berhasil menghitung kecepatan cahaya sebesar 3,1 x 108 m/s. Hasil pengukuran Fizeau lebih akurat dibanding dengan hasil hitungan Reomer. Dibanding dengan data yang diterima saat ini, kecepatan cahaya c = 299.792.458 m/s, hasil hitungan Fizeau hanya beberapa persen meleset. Alat yang digunakan Fizeau dimodifikasi oleh Foucolt untuk mengukur kecpeatan cahaya. Hasil yang diperoleh Foucolt tidak juah berbeda dengan hasil yang diperoleh Fizeau. Foucolt melakukan pengukuran kecepatan cahaya pada tahun 1850.
Pengukuran lainnya yang tak kalah militant adalah pengukuran yang dilakukan oleh Michelson. Namun, pada saat itu, Michelson lebih termotivasi untuk mengetahui kebenaran hipotesisi eter sebagai medium rambatan cahaya. Michelson menemukan bahwa kecepatan cahaya adalah konstan dan besarnya sekitar 3,0 x 108 m/s. Dari banyak sekali hasil ekperimen yang dilakukan, saat ini nilai kecepatan cahaya yang diterima adalah sebesar c = 2,99792458 x 108 m/s. Dalam prakteknya, nilai tersebut kadang dibulatkan menjadi 3,0 x 108 m/s.
12 – 2 Kapan Cahaya dianggap Sebagai Berkas Cahaya?
Pada Bab 13 kita telah mempelajari tentang gelombang elektromagnetik. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Suatu gelombang elektromagnetik menjalar dalam arah tertentu dimana medan listrik dan medan magnet bergetar pada arah yang tegak lurus dengan arah rambat gelombang tersebut. Secara umum, gelombang elektromagnetik memiliki bentuk persamaan cos (kz – ωt). Pada Bab 15 Gelombang Mekanik kita telah mempelajari tentang terbentuknya gelombang berdiri. Pada gelombang berdiri terdapat mode-mode pembentukan perut dan simpul gelombang. Gelombang elektormagnetik memiliki fitur yang sama dengan gelombang berdiri. Pada gelombang elektromagnetik pola perut dan simpul terbentuk oleh medan magnet dan medan listrik. Walaupun tidak sama persis dengan pola perut dan simpul pada gelombang berdiri (pada tali), namun pola-pola tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
264 | Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya |
Rosari Saleh dan Sutarto
Gambar 12.2 Pola perut dan simpul gelombang pada gelombang elektromagnetik.
Diasumsikan bahwa medan listrik dan medan magnet memiliki fase getar yang sama. Bagian yang membentuk perut gelombang, pada segmen dimana amplitude medan magnet dan medan listrik kedua-duanya maksimum, dapat dianggap sebagai muka gelombang. Muka gelombang merepresentasikan bidang yang normalnya sejajar dengan arah rambat medan listrik (dan juga medan magnet). Jika diasumsikan bahwa gelombang elektromagnetik merambat pada arah z maka bidang gelombang tersebut adalah bidang xy. Muka gelombang dapat dipilih untuk berbagai keadaan amplitude medan listrik. Muka gelombang dapat juga didefinisikan pada titik dimana amplitude medan listrik minimum. Dari sudut pandang yang lebih teknis, muka gelombang didefinisikan sebagai titik dimana bidang (kz – ωt) bernilai konstan. Misal kz – ωt = 0, maka kita peroleh z = ωt/k = ct. Dengan memilih nilai kz – ωt = 0 berarti kita mendefinisikan muka gelombang pada saat amplitude medan listrik dan medan magnet maksimum. Dari persamaan z = ωt/k = ct, dapat diketahui bahwa gelombang elektormagnetik tersebut dapat dianggap sebagai rambatan muka-muka gelombang pada arah z
Arah rambat cahaya
Perut
Medan magnet
Muka gelombang
Medan listrik
Simpul
Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya | 265
Rosari Saleh dan Sutarto
dimana jarak yang ditempuh selama t merepresentasikan jarak yang ditempuh pada arah z.
12 – 3 Refleksi dan Refraksi
Refleksi atau pemantulan
Refleksi dan refraksi merupakan dua sifat cahaya. Refleksi, yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai pantulan, merupakan proses dimana berkas cahaya yang mengenai suatu permukaan dibelokkan sedemikian rupa sehingga arah rambatannya berubah dimana sudut datang cahaya tersebut sama dengan sudut pantulnya diukur relatif terhadap normal bidang. Perhatikan Gambar 12.3.
Pada peristiwa pemantulan, sudut cahaya datang adalah selalu sama dengan sudut cahaya pantul diukur relatif terhadap normal bidang sehingga pada ilustrasi di atas sudut θ sama dengan sudut θ’. Pernyataan tersebut dikenal sebagai hukum pemantulan.
Refraksi atau pembiasan
Anda masih ingat salah satu ilustrasi yang digunakan sebagai pembuka Bab 12, disebutkan bahwa sendok yang dimasukkan dalam gelas yang berisi air akan terlihat seolah-olah patah. Efek sendok patah ini disebabkan oleh refraksi atau pembiasan cahaya. Perhatikan ilustrasi berikut ini:
Gambar 12.4 Diagram pembentukan refraksi pada kaca. Cahaya datang dari udara menuju kaca. Sebagian cahaya dipantulkan sedangkan sebagian lagi dibiaskan.
Normal bidang
Udara
Kaca
Cahaya pantul Cahaya datang
Sudut datang Sudut pantul
Cahaya b
n1
n2
Normal bidang
Cermin datar
Cahaya pantul
Cahaya datang
Sudut datang
Sudut pantul
Gambar 12.3 Proses pemantulan cahaya. Cahaya datang mengenai cermin datar dan dipantulkan.
266 | Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya |
Rosari Saleh dan Sutarto
Pembiasan cahaya sebenarnya adalah pristiwa pembelokan arah rambat cahaya karena cahaya masuk ke medium dimana indeksi bias medium tersebut berbeda dengan indeks bias medium dimana cahaya merambat sebelumnya. Pada Gambar 12.4, cahaya datang dari medium udara dan masuk ke medium kaca. Indeksi bias kaca dan udara berbeda. Cahaya mengalami pembelokan lintasan karena perbedaan indeks bias tersebut.
Apa itu indeks bias? Dalam percobaan yang dilakukannya, Fizeau berhasil mengamati bahwa kecepatan cahaya di udara dan di medium transparan memiliki besar yang berbeda. Kecepatan cahaya cenderung lebih kecil ketika cahaya tersebut merambat melalui medium. Jika c menyatakan kecpeatan cahaya di ruang hampa dan v menyatakan kecepatan cahaya di medium maka indeks bias merupakan perbandingan dari dua kecpeatan tersebut.
vcn = (12–1)
Cahaya yang merambat dari satu medium ke medium yang lain mengalami perubahan kecepatan. Kecepatan cahaya berhubungan dengan frekuensi (f) dan panjang gelombang (λ) dimana:
c = λf (12–2)
Hubungan antara sudut datang dan sudut bias pada proses pembiasan diberikan oleh persaaan Snellius:
2211 sinsin θθ nn = (12–3)
Persamaan (12–3) disebut juga dengan hukum Snellius. n1 dan n2 masing-masing menyatakan indeks bias medium (1) dan medium (2). Pada ilustrasi di atas, medium (1) adalah udara sedangkan medium (2) adalah kaca. Medium (1) merujuk pada medium dimana cahaya mula-mula merambat. Medium (2) merujuk pada medium dimana cahaya dibiaskan. Jika n1 > n2 maka cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Hal ini sama artinya dengan sudut bias lebih besar dibanding sudut cahaya datang. Jika n1 < n2 maka cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Sudut bias lebih kecil dibanding cahaya datang.
Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya | 267
Rosari Saleh dan Sutarto
12 – 4 Refleksi Internal Total dan Dispersi
Refleksi Internal Total
Ketika cahaya datang dari medium dengan indeks bias yang besar merambat ke medium yang memiliki indeks bias lebih kecil maka cahaya akan dibiaskan pada sudut yang lebih besar dari sudut datangnya. Peristiwa pembiasan biasanya selalu disertai dengan peristiwa pemantulan atau refleksi. Perbedaan antara refleksi dan refraksi adalah refleksi terjadi pada medium yang sama sedangkan pembiasan terjadi pada medium yang berbeda. Pada suatu nilai sudut tertentu, cahaya datang tidak ada yang dibiaskan, seluruh cahaya dipantulkan. Peristiwa semacam itu disebut dengan pemantulan sempurna. Perhatikan ilustrasi berikut ini:
Gambar 12.5 Skema terjadinya pemantulan internal total.
Perhatikan bahwa semakin besar sudut cahaya datang maka semakin besar pula sudut cahaya bias dan pada suatu nilai sudut datang tertentu tidak ada cahaya yang dibiaskan dan juga tidak ada cahaya yang dipantulkan, lihat garis cahaya nomor (4). Sudut dimana cahaya datang tidak
θ2 θ4
θ1’
Sudut kritis
n2
n1
Normal bidang
Cahaya pantul
Cahaya datang
Sudut datang
Sudut bias
Cahaya bias
Cahaya bias
Cahaya bias
θ3
268 | Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya |
Rosari Saleh dan Sutarto
dipantulkan maupun dibiaskan disebut sudut kritis, θk. Pada Gambar 12.5 sudut kritis sama dengan θ3. Dari sudut pandang pembiasan cahaya, kita dapat menganggap bahwa pada saat cahaya datang dengan sudut θ3, cahaya dibiaskan dengan sudut 900 relatif terhadap normal bidang. Dari persamaan Sellius kita peroleh:
1
2
3211
23
0'3
'3231
sin
dan sin
90sinsin
nn
nnnn
nn
k
k
=
≡⟩→=
=→=
θ
θθθ
θθθ
Persamaan (12–4) adalah persamaan untuk mencari sudut kritis dari suatu bahan tertentu. Perhatikan bahwa pemantulan internal total hanya dapat terjadi jika cahaya merambat dari medium yang memiliki indeks bias besar menuju ke medium yang memiliki indeks bias lebih kecil, n2 > n1.
Dispersi cahaya
Fenomena yang kita lihat pada saat kita melewatkan cahaya ke sebuah prisma adalah salah satu contoh dari peristiwa disperse. Dispersi sendiri dapat diartikan sebagai proses pemisahan cahaya. Berdasarkan jumlah komposisinya cahaya dibedakan menjadi dua cahaya monokromatik dan polikromatik. Cahaya putih, misalnya cahaya matahari, merupakan contoh cari cahaya polikromatik. Jika cahaya polikromatik dilewatkan pada prisma maka cahaya tersebut terurai menjadi beberapa warna cahaya. Cahaya yang terurai itu masing-masing memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Perhatikan Gambar 12.6. Peristiwa dispersi disebabkan karena setiap cahaya yang memiliki panjang gelombang berbeda akan dibiaskan dengan sudut yang berbeda pula, tengok kembali persamaan Snellius. Jika kita nyatakan persamaan tersebut dalam variabel panjang gelombang maka akan kita peroleh persamaan berikut:
2
2
1
1
2112
22
11
sinsinmakonstan/saselalu variabel, sinsin
sinsin
λθ
λθ
λθθ
θθ
=
=→=
=
ffvvvvc
vc
Pada Gambar 12.7a sebuah cahaya monokromatik
(12–4)
Gambar 12.6 Seberkas cahaya putih dilewatkan pada prisma. Terlihat bahwa cahaya putih tersebut terurai menjadi beberapa warna. Ini merupakan contoh peristiwa dispersi cahaya.
Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya | 269
Rosari Saleh dan Sutarto
dilewatkan pada prisma dan mengalami pembiasan dengan sudut bias atau deviasi total relatif terhadap sudut mula-mula adalah δ. Pada Gambar 12.7b cahaya polikromatik dilewatkan pada prisma dan cahaya tersebut terurai menjadi beberapa komponen antara lain biru dan merah.
Gambar 12.7 Dispersi cahaya oleh prisma. Cahaya dengan panjang gelombang berbeda dibiaskan pada sudut yang berbeda pula. Perbedaan sudut bias menyebabkan perbedaan lintasan cahaya.
Cahaya merah dan biru memiliki panjang gelombang yang berbeda sehingga kedua cahaya tersebut dibelokkan dengan sudut yang berbeda pula.
Peristiwa alam yang menunjukkan gejala dispersi salah satunya adalah pelangi. Sinar matahari yang mengenai butir-butir air hujan terdispersi dan terurai menjadi beberapa warna. Pelangi dapat kita anggap sebagai sebuah pertunjukan alam yang ilmiah dan tentu saja menyenangkan. Berikut ini akan sedikit disinggung secara skematis bagaimana proses terbentuknya pelangi di angkasa luas.
Pelangi yang terbentuk karena cahaya matahari yang terdispersi oleh air hujan. Cahaya matahari terurai menjadi warna-warna yang indah di angkasa. Sinar matahari (polikromatik) mengenai butiran air hujan yang berbentuk bola. Butiran air hujan bersifat transparan dan memiliki indeks bias yang berbeda dengan udara sehingga ketika cahaya matahari melewati butiran air tersebut maka cahaya matahari akan dibiaskan. Karena cahaya matahari terdiri dari berbagai komponen cahaya monokromatik, maka masing-masing cahaya terbias pada sudut yang berbeda-beda. Pada skema di atas hanya ditunjukkan dua macam warna saja yaitu ungu dan merah. Cahaya yang terbias dalam sudut yang berbeda-beda itulah yang dimaksud
Prisma pembias Prisma pembias
Cahaya monokromatik Cahaya polikromatik Sudut bias/deviasi
Sudut bias/deviasi
Merah
Biru
270 | Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya |
Rosari Saleh dan Sutarto
dengan proses dispersi. Hasil dari proses tersebut adalah apa yang sering kita sebut sebagai pelangi.
Gambar 12.8 Skema sederhana terbentuknya pelangi.
12 – 5 Prinsip Huygens
Huygens melakukan investigasi tentang perilaku cahaya pada tahun 1690. Huygens bertolak pada pemikiran bahwa cahaya merupakan gelombang. Lihat Gambar 12.9, diasumsikan bahwa cahaya membentuk gelombang bidang. Segmen gelombang AA’ merupakan muka gelombang. Setelah bergerak selama ∆t maka muka
Sinar matahari
Butiran air hujan
Sudut deviasi cahaya ungu
Sudut deviasi cahaya merah
Proses dispersi cahaya
Ungu
Merah
Gambar 12.9 Model rambatan gelombang cahaya sebagai gelombang bidang. Setiap titik pada muka gelombang berfungsi sebagai smber muka gelombang berikutnya.
Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya | 271
Rosari Saleh dan Sutarto
gelombang tersebut menghasilkan muka gelombang baru yaitu BB’ dimana setiap muka gelombang memiliki jari-jari sebesar c∆t.
Muka gelombang BB’ akan menghasilkan muka gelombang lainnya, misalnya CC’, pada arah rambatnya dimana muka gelombang tersebut memiliki karakteristik fisis yang sama dengan muka gelombang sumber. Karateristik itu meliputi frekuensi, panjang gelombang dan cepat rambat gelombang.
Bukan hanya gelombang datar saja, prinsip Huygens dapat juga diterapkan untuk berbagai jenis gelombang misalnya gelombang bola seperti pada Gambar 12.10.
Setiap titik pada muka gelombang menjadi sumber bagi gelombang di depannya (pada arah yang sama dengan arah rambatnya) yang bergerak dengan kecepatan cahaya. Sebuah titik pada muka gelombang tersebut akan menghasilkan gelombang lainnya juga dengan karakteristik yang sama dengan gelombang asalnya.
12 – 6 Prinsip Fermat
Prinsip Fermat menyatakan bahwa cahaya selalu menempuh lintasan terpendek. Dengan kata lain, ketika cahaya merambat dari satu titik ke titik lainnya, cahaya akan cenderung melalui lintasan yang membutuhkan waktu tempuh paling kecil. Ini sama saja dengan menyatakan bahwa jarak lintasan yang ditempuh cahaya adalah jarak terpendek yang mungkin.
Prinsip Fermat dapat kita gunakan untuk menurunkan persamaan Snellius. Prinsip Fermat dapat diterapkan pada proses refleksi dan refraksi. Perhatikan Gambar 12.11. Waktu yang dibutuhkan cahaya untuk menempuh lintasan AOB adalah tAO + tOB. Berdasarkan prinsip Fermat, waktu tempuh tersebut harus sama dengan jika cahaya menempuh lintasan AB. Waktu yang digunakan untuk menempuh lintasan AB kita misalkan tAB maka:
tAB = tAO + tOB (12–5)
Perhatikan bahwa waktu yang digunakan untuk menempuh lintasan AO dan OB dapat dituliskan dengan:
Arah rambat gelombang
Sumber gelombang
Muka gelombang
Gambar 12.10 Pembentukan muka gelombang pada gelombang bola.
O
Gambar 12.11 Berkas cahaya yang merambat pada dua medium yang memiliki indeks bias berbeda.
272 | Bab 12 Sifat Dasar dan Perambatan Cahaya |
Rosari Saleh dan Sutarto
( ) ⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ −+++= 22
222
11 sadnsdnc
t AO
Agar waktu yang digunakan untuk menempuh lintasan AB minimum maka:
( )( )
( )( )
( )( )
2211
222122
22
222
1
22
222
1
sinsin
sin&sin
0221
0
θθ
θθ
nnsad
as
sd
ssad
asn
sd
sn
sad
san
sd
snc
dsdt AB
=
=−+
−=
+→
−+
−=
+
=⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
−+
−+
+=
=
Persamaan terakhir yang kita peroleh tidak lain adalah persamaan Snellius yang digunakan untuk menganalisis pembiasan dan pemantulan cahaya.
Bab 12 Gravitasi Gambar Cover Bab 12 Gravitasi Sumber: http://www.topwallpapers.com
Gambar Sumber Gambar 12.1 Skema percobaan yang digunakan Fizeau untuk mengukur kecepatan cahaya.
Fishbane, P.M., et.al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern Physics, 3rd Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page: 975.
Gambar 12.2 Pola perut dan simpul gelombang pada gelombang elektromagnetik.
Fishbane, P.M., et.al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern Physics, 3rd Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page: 977.
Gambar 12.3 Proses pemantulan cahaya. Cahaya datang mengenai cermin datar dan dipantulkan.
Fishbane, P.M., et.al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern Physics, 3rd Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page: 979.
Gambar 12.4 Diagram pembentukan refraksi pada kaca. Cahaya datang dari udara menuju kaca. Sebagian cahaya dipantulkan sedangkan sebagian lagi dibiaskan.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 731.
Gambar 12.5 Skema terjadinya pemantulan internal total.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 742.
Gambar 12.6 Seberkas cahaya putih dilewatkan pada prisma. Terlihat bahwa cahaya putih tersebut terurai menjadi beberapa warna. Ini merupakan contoh peristiwa dispersi cahaya.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 737.
Gambar 12.7 Dispersi cahaya oleh prisma. Cahaya dengan panjang gelombang berbeda dibiaskan pada sudut yang berbeda pula. Perbedaan sudut bias menyebabkan perbedaan lintasan cahaya.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 737.
Gambar 12.8 Skema sederhana terbentuknya pelangi.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 739.
Gambar 12.9 Model rambatan gelombang cahaya sebagai gelombang bidang. Setiap titik pada muka gelombang berfungsi sebagai smber muka gelombang berikutnya.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 740.
Gambar 12.10 Pembentukan muka gelombang pada gelombang bola.
Tipler, P.A. and Mosca, G. Physics For Scientist and Engineers: Extended Version, 5th Edition. W.H. Freeman & Company. Page: 1040.
Gambar 12.11 Berkas cahaya yang merambat pada dua medium yang memiliki indeks bias berbeda.
Tipler, P.A. and Mosca, G. Physics For Scientist and Engineers: Extended Version, 5th Edition. W.H. Freeman & Company. Page: 1041.
Daftar Pustaka
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt
Brace College Publisher.
Dick, Greg, et.al. 2001. Physics 11, 1st Edition. Canada: McGraw-Hill Ryerson.
Dick, Greg, et.al. 2001. Physics 12, 1st Edition. Canada: McGraw-Hill Ryerson.
Fishbane, P.M., et.al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern
Physics, 3rd Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Huggins, E.R. 2000. Physics 2000. Moose Mountain Digital Press. Etna, New
Hampshire 03750.
Tipler, P.A. and Mosca, G. Physics For Scientist and Engineers: Extended Version,
5th Edition. W.H. Freeman & Company.
Young, Freedman. 2008. Sears and Zemanky’s University Physics with Modern
Physics, 12th Edition. Pearson Education Inc.
Crowell, B. 2005. Electricity and Magnetism. Free Download at:
http://www.lightandmatter.com.
Crowell, B. 2005. Optics. Free Download at: http://www.lightandmatter.com.
Halliday, R., Walker. 2006. Fundamental of Physics, 7th Edition. USA: John Wiley &
Sons, Inc.
Pain, H.J. 2005. The Physics of Vibrations and Waves, 6th Edition. John Wiley &
Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19
8SQ, England.
Mason, G.W., Griffen, D.T., Merril, J.J., and Thorne, J.M. 1997. Physical Science
Concept, 2nd Edition. Published by Grant W. Mason. Brigham Young
University Press.
Cassidy, D., Holton, G., and Rutherford, J. 2002. Understanding Physics, Springer–
Verlag New York, Inc.
Serway, R.A. and Jewet, J. 2003. Physics for Scientist and Engineers, 6th Edition.
USA: Brooks/Cole Publisher Co.
Vanderlinde, J. 2005. Classical Electromagnetic Theory, 2nd. Kluwer Academic
Publisher, Dordrecht.
Griffith, D.J. 1999. Introduction to Electrodynamics, 3rd Edition. Prentice Hall, Upper
Saddle River, New Jersey 07458.
Reitz, J.R., Milford, F.J., and Christy, R. W. 1993. Foundations of Electromagnetic
Theory, 4th Edition. USA: Addison-Wesley Publishing Company.
Bloomfield, L. 2007. How Everything Works: Making Physics Out of The Ordinary.
USA: John Wiley & Sons, Inc.