bab 2

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Cekat Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gig restorasi ini telah lama disebut dengan gigitiruan jembatan. 2.1.1 Komponen-komponen Gigitiruan Cekat Gigitiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu retainer, konektor, abutment , dan sadel, yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pontik, adalah gigi buatan pengganti dari gigi atau gigi-geligi yang h Dapat dibuat dari porselen, akrilik atau logam, atau gabungan bahan ini. 2. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer d intrakoronal atau ekstrakoronal. 3. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. K dapat berupa sambungan yang disolder, struktur cor (alumina derajat ti jika terbuat dari porselen seluruhnya). 4. Abutment , adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan menahan gigitiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor sepe membran periodontal, panjang serta jumlah akar. 5. Sadel, adalah daerah diantara gigi-gigi penyangga, yang terutam tulang alveolar yang ditutupi oleh jaringan lunak. Tulang alve berubah kontur selama beberapa bulan setelah hilangnya gigi. K tekstur sadel akan mempengaruhi desain pontik. 2.1.2 Macam-macam Desain GTC. Adapun 5 macam desain dariGTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adal

Upload: andreey-weny

Post on 21-Jul-2015

113 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Gigi Tiruan Cekat Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada

gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi.Jenis restorasi ini telah lama disebut dengan gigitiruan jembatan.

2.1.1 Komponen-komponen Gigitiruan Cekat Gigitiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor, abutment, dan sadel, yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pontik, adalah gigi buatan pengganti dari gigi atau gigi-geligi yang hilang. Dapat dibuat dari porselen, akrilik atau logam, atau gabungan dari bahanbahan ini. 2. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer dapat dibuat intrakoronal atau ekstrakoronal. 3. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor dapat berupa sambungan yang disolder, struktur cor (alumina derajat tinggi, jika terbuat dari porselen seluruhnya). 4. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan gigitiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran periodontal, panjang serta jumlah akar. 5. Sadel, adalah daerah diantara gigi-gigi penyangga, yang terutama adalah tulang alveolar yang ditutupi oleh jaringan lunak. Tulang alveolar akan berubah kontur selama beberapa bulan setelah hilangnya gigi. Kontur dan tekstur sadel akan mempengaruhi desain pontik.

2.1.2 Macam-macam Desain GTC. Adapun 5 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah:

a. Fixed-fixed bridge Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang.GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang hilang.Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang.Seperti pada gambar 1, Fixed-fixed bridge dengan menggunakan bahan porselen pada gigi insisivus sentralis.

Gambar 1. Gambaran fixed-fixed bridge pada gigi Insisivus sentralis (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 115)

b. Semi fixed bridge Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan menahan perlekatan intracoronal yang memungkinkan derajat kecil pergerakan antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi

Gambar 2. Gambaran semi-fixed bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p.118)

c. Cantilever bridge Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan

Gambar 3. Gambaran cantilever bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 120)

d. Spring cantilever bridge Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi

pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang.

Gambar 4. Gambaran spring cantilever bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill

livingstone;2001.p. 122)

e. Compound bridge Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan bersatu menjadi suatu kesatuan.

2.1.3 Indikasi dan Kontraindikasi Pemakaian GTC. Adapun indikasi dan kontraindikasi dari GTC, yaitu : 1. Kehilangan satu atau lebih gigi 2. Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga ke daerah edentulus

3. Gigi di sebelah daerah edentulus miring 4. Splint bagi gigi yang memiliki ketebalan email yang cukup untuk dietsa.

Kontraindikasi pemakaian GTC : 1. Pasien yang tidak kooperatif 2. Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang 3. Kelainan jaringan periodonsium 4. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga 5. Diastema yang panjang 6. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama 7. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.

2.2

Jaringan Periodontal Normalnya, jaringan periodontal yang memberikan dukungan yang

diperlukan untuk mempertahankan fungsi gigi terdiri dari empat komponen utama, yaitu gingiva, ligamentum periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Masing-masing komponen dari jaringan periodontal jaringan, komposisi biokimia, dan komposisi kimianya. berbeda lokasi, tekstur

Gambar 5. Diagram anatomi gingiva (Sumber: Itoiz ME, Carranza FA. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA,th

editors.

Clinical

periodontology. 9

ed. Philadelphia :

WB Saunder Co; 2002. p.17)

2.2.1. Gingiva. Gingiva adalah bagian dari mukosa mulut yang melapisi tulang alveolar dari rahang atas dan rahang bawah serta di sekeliling leher gigi.Gingiva secara anatomi dibagi menjadi marginal gingiva (tepi gusi), sulkus gingiva, attached gingiva (bagian dari yang melekat), serta interdental gingiva atau interdental papilla.

1. Marginal gingiva Marginal gingiva atau unattched gingiva adalah sambungan tepi atau pinggiran dari gingiva yang mengelilingi gigi berbentuk seperti lingkaran. Dalam 50% kasus, marginal gingiva dibatasi dengan attached gingiva oleh depresi linear yang dangkal disebut free gingiva groove. Biasa lebarnya sekitar 1 mm dari dinding jaringan lunak sulkus gingiva.Marginal gingiva dapat dipisahkan dari permukaan gigi dengan probe periodontal. 2. Sulkus gingiva Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang di sekitar gigi yang dibatasi oleh permukaan gigi pada satu sisi dan lapisan epitel margin bebas dari sisi lain gingiva. Sulkus ini berbentuk V dan hanya sedikit saja yang dapat dimasuki oleh probe periodontal.Determinasi klinik dari kedalaman sulkus gingiva merupakan parameter diagnostik yang penting.Dalam kondisi benarbenar normal atau ideal, maka kedalaman sulkus gingiva dapat mencapai 0.

3. Attached gingiva. Attached gingiva merupakan suatu lanjutan dari marginal gingiva.Attached gingiva berbatas tegas, elastik dan melekat erat pada periosteum dari tulang alveolar. Aspek permukaan dari attached gingiva meluas ke mukosa alveolar dibatasi oleh mucogingiva junction. Lebar dari attached gingiva merupakan parameter klinik penting lainnya. Yang dapat diukur sesuai jarak antara mucogingivajunction dan proyeksi dari permukaan dasar luar dari sulkus dengan menggunakan probe periodontal.

Lebar dari attached gingiva dari aspek fasial berbeda pada tiap daerah dalam rongga mulut. Attached gingiva pada daerah insisivus rahang atas 3,5-4,5 mm dan pada insisivus rahang bawah sebesar 3,3-3,9 mm dan lebih sempit pada daerah posterior ( 1,9 mm pada rahang atas dan 1,8 pada rahang bawah). Mucogingiva junction tetap tidak bergerak hingga dewasa, perubahan lebar attached gingiva disebabkan oleh perubahan posisi coronal end. Lebar dari attached gingiva meningkat sesuai umur dan pada gigi yang supraerupsi. Dari aspek lingual alveolar, akhir dari attached gingiva dihubungkan oleh mukosa membran dasar mulut.

4. Papila Interdental Gingiva interdental menempati embrasure gingiva yang terletak pada daerah interproksimal di bawah daerah kontak gigi.Interdental gigi dapat berbertuk piramida atau berbentuk kol.Bentuk ruang interdental gingiva tergantung dari titik kontak antara gigi dan ada tidaknya resesi gingiva. Permukaan fasial dan lingual lonjong ke daerah kontak proksimal dan berbentuk cembung pada daerah mesial dan distal. Ujung lateral dari interdental gingiva dibentuk oleh kontibuitas marginal gingiva ke gigi sebelahnya. Jika terjadi diastem, gingiva berbentuk datar membulat di atas tulang interdental dan halus tanpa papila interdental.

2.2.2. Ligamentum Periodontal Ligamentum periodontal adalah jaringan ikat yang mengelilingi akar dan terhubung ke tulang. Ligamentum periodontal akan terus berlanjut dengan jaringan ikat pada gingiva dan kemudian berhubungan dengan ruang sumsum melalui pembuluh darah dalam tulang. Fungsi dari ligamentum periodontal adalah sebagai fisik formatif dan perubahan bentuk, nutrisi dan sensoris.

2.2.3. Sementum. Jaringan mesensim yang membentuk dan melapisi bagian luar akar anatomi gigi. Terdapat dua macam sementum, yaitu sementum aselular atau primer dan

sementum selular atau sementum sekunder.Kedua sementum tersebut terdiri dari kalsifikasi matriks interfibril dan fibril kolagen.

2.2.4. Tulang alveolar. Tulang alveolar dibentuk selama pertumbuhan janin oleh proses ossifikasi intramembranous dan terdiri dari kalsifikasi matriks dengan osteosit tertutup dalam suatu ruang atau celah yang disebut lacuna.

2.3

Dampak Desain GTC yang Buruk Desain gigitiruan yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan

pengaruh buruk pada beberapa jaringan di rongga mulut, terutama pada jaringan gingiva, misalnya : a. Tidak adanya rest, dan rest yang jelek atau patah karena preparasi yang tidak cukup, umumnya dapat mengakibatkan migrasi dari komponen-komponen logam ke apikal sehingga terjadi gingivitis hiperplasia. Jika migrasi dibiarkan berlanjut, maka dapat terjadi dehiscence dan penetrasi akar.. b. Celah antara lengan cengkram dan tepi gingiva menyebabkan makanan terperangkap dan meningkatkan kemungkinan besar pembusukan makanan dan gingivitis. c. Penempatan cengkram atau konektor yang terlalu cepat ke tepi gingiva. d. Adanya penimbunan sisa makanan diantara pinggiran basis gigitiruan dan gigi alami. Timbunan sisa makanan akan mendorong tepi gingiva keluar dari perlekatannya terhadap inflamasi jaringan akibat toksin yang dibentuk oleh mikroorganisme yang berinkubasi. e. Penekanan atau penutupan basis yang terlalu menekan pada tepi gingiva dapat mengakibatkan trauma mekanik, respon inflamasi dan jika dalam keadaan kronik, dapat mempercepat terbentuknya poket. f. Kontrol plak yang kurang dari pasien g. Kurangnya perawatan di rumah, baik pada kebersihan gigitiruan cekat maupun kebersihan mulut yang menyebabkan respon tidak menguntungkan karena makanan terperangkap. Dengan berkurangnya perawatan di rumah,

maka masalah jaringan periodontal sering mengikuti gingivitis dan karies gigi. h. Konstruksi GTC yang tidak benar mempengaruhi kondisi kesehatan rongga mulut, menghambat kemampuan saliva sebagai self-cleaning, trauma mekanis pada gingiva, mengalami kesulitan dalam membersihkan rongga mulut yang dapat menimbulkan bau mulut.

2.4

Gingivitis Gingivitis adalah penyakit yang paling sering terjadi, baik dalam bentuk

akut maupun kronis, dan biasanya disebabkan oleh plak bakteri.Peradangan jaringan periodontal yang disebut periodontitis dapat disebabkan karena masuknya kuman melalui tepi gingiva langsung atau merupakan kelanjutan dari peradangan gusi yang tidak dirawat.Selain dari peradangan gingiva, trauma oklusi, atropi periodontal dan manifestasi penyakit sistemik juga dapat terjadi.Trauma oklusi hampir selalu terjadi bersamaan dengan peradangan gusi.Trauma oklusi menghasilkan 2 macam gejala klinis, yaitu meningkatnya pergerakan gigi dan melebarnya ruang periodontal.Poket periodontal merupakan suatu penyakit unit perlekatan periodontal yang disebabkan oleh pembesaran jaringan gingiva dan pergerakan perlekatan epitel ke arah apikal sampai kehilangan perlekatan jaringan ikat dan kadang-kadang sampai kehilangan dukungan tulang alveolar.

2.4.1. Tahap-tahap Gingivitis Urutan perkembangan gingivitis terjadi dalam tiga tahap yang berbeda. Tentu, dari satu tahap akan berkembang ke tahap selanjutnya. a. Tahap 1. Initial Lesion Manifestasi pertama dari inflamasi gingiva adalah perubahan konsistensi vaskular, terutama dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah.Perubahan inflamasi awal ini terjadi sebagai respon dari leukosit terhadap aktivitas mikrobial dan stimulasi subquent sel endotel.Secara klinis, respon awal gingiva terhadap plak bakteri tidak terlihat.

b. Tahap II. Early Lesion Dengan berjalannya waktu, tanda klinis eritema mungkin akan muncul, terutama karena proliferasi kapiler dan peningkatan pembentukan loop kapiler antara rete pegs atau ridge. Perdarahan saat probing mungkin akan terlihat jelas. c. Tahap III. Established Lesion Pada gingivitis kronik (tahap III), pembuluh darah membesar dan padat, vena terganggu, dan aliran darah menjadi lamban.Hasilnya adalah anoksemia lokal gingiva yang superimposif berwarna kebiruan pada gingiva. Kesehatan gigi dan gingiva serta pencegahan seperti kerusakan gigi dan penyakit periodontal memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan umum dan kesejahteraan penduduk. Meskipun telah terjadi penurunan yang signifikan dalam peningkatan kerusakan gigi di 30 tahun terakhir, namun terus terjadi peningkatan kerusakan gigi antara rentan populasi, karena terdapat perbedaan akses terhadap perawatan gigi dikalangan penduduk. Di Australia, ketersediaan dokter gigi sangat rendah di luar kota besar. Pada saat yang sama, mereka yang tinggal di daerah terpencil dan masyarakat adat, sering memiliki tingkat kerusakan gigi dan edentulous yang lebih tinggi daripada populasi metropolitan. Kurangnya kesadaran kesehatan gigi menjadi faktor utama dalam tingginya kerusakan gigi yang terjadi. Pulau Kodingareng merupakan salah satu pulau di Kota Makassar dengan jumlah penduduk sekitar 4170 jiwa, dengan mata pencaharian 90% sebagai nelayan, dan sisanya usaha lainnya. Warga menggunakan listrik dengan generator yang beroperasi selama 12 jam, dengan fasilitas kesehatan berupa 1 buah Puskesmas pembantu, pos obat desa (POD) melalui program NGO Plan Internasional. Namun demikian, pelayanan kesehatan di Pulau Kodingareng masih belum maksimal, karena faktor dari Puskesmas pembantu yang belum naik statusnya menjadi Puskesmas, selain itu fasilitas seperti pembangunan asrama untuk staf kesehatan masih dalam perencanaan. Pelayanan kesehatan yang ada di Pulau Kodingareng dapat berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut masyarakat serta perawatan-perawatan yang

dilakukan berhubungan dengan pelaksanaan perawatan gigi dan mulut.Dengan demikian, maka pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang menggunakan gigitiruan tidak dapat dilaksanakan dengan baik jika tingkat pelayanan kesehatannya pun masih kurang. Sehingga salah satunya berdampak pada pelaksanaan perawatan gigitiruan terutama GTC. Peradangan yang dapat terjadi pada jaringan periodontal akibat pemakaian GTC dikarenakan syarat-syarat dari suatu restorasi tidak terpenuhi.Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam suatu restorasi cekat yaitu syarat biologis, syarat mekanis, dan syarat estetis.Di antara ketiga syarat tersebut yang sangat berhubungan dengan jaringan penyangga gigi adalah faktor biologis. Banyak faktor yang harus diperhatikan pada pembuatan restorasi cekat dalam hal ini adalah restorasi mahkota tiruan dan gigitiruan jembatan , antara lain yaitu faktor adaptasi tepi restorasi sangat berhubungan dengan jaringan gingiva, karena itu tepi tersebut tidak boleh menekan atau

mengiritasi jaringan gingiva. Hal penting lainnya yaitu tepi restorasi yang tidak berlebihan (over hanging), karena akan menyebabkan mudahnya terjadi retensi plak penyebab utama timbulnya peradangan. Sehingga faktor yang paling penting untuk mengendalikan dampak dari restorasi terhadap kesehatan gigi adalah lokalisasi dari tepi mahkota relatif terhadap tepi gingiva. Preparasi tepi servikal merupakan tahap preparasi yang paling penting yang menentukan keberhasilan perawatan GTC, karena pada tahap preparasi ini ditempatkan pada daerah pertemuan antara jaringan gigi penyangga dengan tepi restorasi.Letak akhiran servikal di sekitar leher gigi yang berbatasan dengan gingiva, sehingga plak mudah terakumulasi dan hal ini merupakan tahap awal terjadinya penyakit periodontal. Preparasi tepi servikal dapat diletakkan di supragingiva, subgingiva, atau setinggi puncak gingiva. Namun dari beberapa ahli bidang prostodonsia dan periodonsia menganjurkan penempatan tepi preparasi di supragingiva, karena batas preparasinya cukup jelas terlihat, lebih mudah dibersihkan dan dikontrol serta tidak mengiritasi gingiva. Selain itu, pemeliharaan dari pengguna GTC sangat berperan dalam kesehatan jaringan periodontal. Agar pemeliharaan gigitiruan cekat dilakukan

pada pasien, maka pertama dokter gigi harus memberikan dental health education (DHE) kepada pasien bagaimana cara menjaga kebersihan mulut pada umumnya dan GTC pada khususnya dengan cara menggosok gigi yang benar dan melakukan kontrol plak secara teratur. Keterbatasan sarana pelayanan kesehatan terutama pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Pulau Kodingareng, berdampak pada masyarakat yang mengandalkan jasa tukang gigi. Menurut peraturan Menteri Kesehatan No. 339/Menkes/Per/V/1989 tentang pekerjaan Tukang Gigi, tukang gigi adalah mereka yang melakukan pekerjaan di bidang penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan tidak mempunyai izin untuk melakukan pekerjaannya. Berdasarkan keputusan Dirjen Yanmed Depkes RI No. 234/ Yanmed/ KG/5/1991, wewenang tukang gigi antara lain : 1) Membuat gigitiruan lepasan dari akrilik, sebagian atau penuh. 2) Memasang gigitiruan lepasan, tidak menutupi sisa akar 3) Merujuk ke saran kesehatan yang terdekat Sedangkan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan dalam pelaksanaan praktek tukang gigi yaitu : 1) Melakukan penambalan gigi dengan bahan tambalan apapun. 2) Melakukan pembuatan dan pemasangan GTC/mahkota/tumpatan tuang dan sejenisnya. 3) Menggunakan obat-obatan yang berhubungan dengan bahan tambahan gigi, baik sementara ataupun tetap. 4) Melakukan pencabutan gigi, baik dengan suntikan maupun tanpa suntikan. 5) Melakukan tindakan-tindakan secara medik termasuk pemberian obat-obatan 6) Mewakili pekerjaannya kepada siapapun.