bab 2 - bina nusantara | library & knowledge...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Kualitas
Konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif
kesempurnaan atau kebaikan sebuah produk atau jasa. Terdapat beberapa definisi
dari kualitas yaitu :
Menurut Goetsch & Davis (1994) dalam buku karangan Tjiptono &
Chandra (2011:164) kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.
Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah
keseluruhan kelengkapan dan karakteristik dari produk atau layanan yang
mempengaruhi kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan baik yang
dinyatakan maupun tersirat (Kotler, et al., 2004:94).
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka terlihat jelas bahwa suatu
produk atau jasa dikatakan berkualitas jika dapat memenuhi atau melampaui
kebutuhan dan harapan pelanggan. Perusahaan yang memuaskan sebagian besar
kebutuhan pelanggannya pada sebagian besar waktu disebut sebagai perusahaan
berkualitas.
Terdapat beberapa perspektif kualitas menurut Garvin (1988) dalam buku
Tjiptono & Chandra (2011), yaitu :
12
1. Transcendental Approach
Kualitas dipandang sebagai sesuatu yang bisa dirasakan atau diketahui,
namun sukar didefinisikan, dirumuskan, ataupun diukur. Sudut pandang
ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni
drama, seni tari, dan seni rupa. Dalam konteks organisasi pemasaran,
perspektif ini sulit digunakan sebagai dasar manajemen kualitas.
2. Product based Approach
Kualitas merupakan karakteristik atau atribut obyektif yang dapat diukur.
Perspektif ini sangat obyektif sehingga memiliki kelemahan yaitu tidak
bisa digunakan untuk menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan,
dan preferensi individual.
3. User based Approach
Kualitas bergantung pada orang yang menilainya sehingga produk yang
paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi. Perspektif ini bersifat subyektif dan menyatakan
bahwa setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan keinginan masing-
masing yang berbeda satu sama lain, sehingga penilaian tentang kualitas
dari masing-masing orang berbeda-beda jika suatu produk dinilai
berkualitas baik oleh suatu individu belum tentu dinilai sama oleh orang
lain.
13
4. Manufacturing based Approach
Perspektif ini menekankan penyesuaian spesifikasi produksi dan operasi
yang disusun secara internal, yang sering kali dipicu oleh keinginan untuk
meningkatkan produktivitas dan menekan biaya. Dalam perspektif ini
standar-standar kualitas ditentukan oleh perusahaan dan bukan
konsumen.
5. Value based Approach
Perspektif ini memandang kualitas dari aspek nilai dan harga. Kualitas
dalam perspektif ini bersifat relatif sehingga produk yang memiliki
kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai karena
produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat untuk dibeli.
2.2 Jasa
Definisi jasa sangat bermacam-macam. Dalam bahasa Indonesia service
bisa diterjemahkan sebagai jasa, layanan, dan servis tergantung pada konteks
kalimatnya. Dalam bahasa Inggris, istilah service juga bisa diartikan secara
berbeda-beda.
Berikut ini adalah beberapa definisi jasa menurut para ahli yaitu:
Definisi jasa dalam buku karangan Kotler & Armstrong (2008:266) yaitu
semua kegiatan atau manfaat yang dapat ditawarkan suatu pihak kepada pihak
lain, yang pada dasarnya tak berwujud (intangible) dan tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu.
14
Menurut Gronroos (2000) dalam buku Tjiptono & Chandra (2011:17)
jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang
biasanya terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau
sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan
sebagai solusi atas masalah pelanggan.
Melalui definisi-definisi di atas, jasa merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang bersifat intangible atau tidak berwujud dan hanya bisa dirasakan oleh
penggunanya sehingga tidak menimbulkan kepemilikan atas jasa tersebut.
2.2.1 Karakteristik-karakteristik Jasa
Dalam buku Kotler & Armstrong (2008:292-293), jasa memiliki
karakteristik-karakteristik khusus yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan
ketika merancang program pemasaran. Karakteristik-karakteristik khusus jasa
yaitu :
1. Jasa tidak berwujud
Jasa tidak berwujud berarti bahwa jasa tidak dapt dilihat, dirasakan,
diraba, didengar, atau dibaui sebelum jasa itu dibeli.
2. Jasa tak terpisahkan
Jasa tak terpisahkan berarti bahwa jasa tidak dapat dipisahkan dari
penyedianya, tanpa mempedulikan apakah penyedia jasa itu orang atau
mesin.
15
3. Variabilitas jasa
Variabilitas jasa berarti bahwa kualitas jasa bisa sangat beragam,
tergantung pada siapa yang menyediakan jasa itu dan kapan, di mana, dan
bagaimana jasa itu disediakan.
4. Jasa dapat musnah
Jasa dapat musnah berarti bahwa jasa tidak disimpan untuk dijual atau
digunakan beberapa saat kemudian.
2.3 Kualitas Pelayanan
Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir
dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa (Kotler,
2000 dalam buku Tjiptono & Chandra, 2011:180).
Lewis & Booms (1983) dalam buku Tjiptono & Chandra (2011:180)
mendefinisikan kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang
diberikan sesuai dengan ekspektasi pelanggan.
Melalui definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu
pelayanan atau jasa akan dikatakan berkualitas jika jasa atau pelayanan yang
diberikan kepada pelanggan mampu memenuhi harapan atau ekspektasi dari
pelanggan tersebut.
Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu jasa yang
diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan atau dipersepsikan
16
(perceived service) (Parasuraman, et al., 1985 dalam buku Tjiptono & Chandra,
2011:180).
Apabila jasa yang dirasakan sesuai dengan jasa yang diharapkan maka
kualitas jasa bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif, jika jasa yang
dirasakan melebihi jasa yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan
sebagai kualitas ideal, namun jika jasa yang dirasakan lebih tidak sesuai dengan
jasa yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan negatif atau buruk
(Tjiptono & Chandra, 2011).
Menurut Gronroos dalam buku Tjiptono & Chandra (2011) kualitas suatu
jasa yang dipersepsikan pelanggan terdiri dari atas dimensi-dimensi utama yaitu :
1. Technical quality, berkaitan dengan kualitas output jasa yang
dipersepsikan pelanggan.
Technical quality dapat dijabarkan lagi menjadi tiga tipe (Zeithaml,
Parazuraman, Berry, 1990) :
a. Search quality, komponen kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan
sebelum dibeli dan digunakan.
b. Experience quality, komponen kualitas yang hany bisa dievaluasi
pelanggan setelah dibeli dan atau dikonsumsi.
c. Credence quality, komponen kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan
sekalipun jasa telah dikonsumsi.
2. Functional quality, berkaitan dengan kualitas cara penyampaian jasa.
17
Kualitas jasa yang diberikan sangat mempengaruhi kepuasan dari
pelanggan sebuah perusahaan. Namun ada beberapa gap atau kesenjangan yang
dapat menyebabkan kegagalan dalam penyampaian jasa kepada pelanggan.
Dalam buku Tjiptono, Fandy (2007) kesenjangan-kesenjangan yang ada antara
lain adalah :
1. Gap pertama (knowledge gap) adalah kesenjangan antara harapan
konsumen dan persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan. Pihak
manajemen perusahaan tidak selalu dapat memahami harapan pelanggan
secara akurat.
2. Gap kedua (standards gap) adalah kesenjangan antara persepsi
manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa.
Dalam situasi tertentu manajemen mungkin dapat memahami secara tepat
apa yang diinginkan pelanggan, namun mereka tidak menyusun standar
kinerja yang jelas.
3. Gap ketiga (delivery gap) adalah kesenjangan antara spesifikasi kualitas
jasa dan penyampaian jasa. Gap ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu
karyawan kurang terlatih sehingga belum menguasai tugasnya, beban
kerja yang terlampau berlebihan, standar kinerja tidak dapat dipenuhi
oleh karyawan, atau bahkan karyawan tidak bersedia memenuhi standar
kinerja yang ditetapkan.
4. Gap keempat (communication gap) adalah kesenjangan antara
penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Sering kali harapan
18
pelanggan dipengaruhi iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat
perusahaan sehingga hal ini menyebabkan harapan pelanggan terlalu
besar dan sulit terpenuhi. Jika harapan pelanggan tidak terpenuhi maka
akan menimbulkan persepsi negatif terhadap kualitas jasa yang diberikan
oleh perusahaan yang bersangkutan.
5. Gap kelima (service gap) adalah kesenjangan antara jasa yang
dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila
pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang
berbeda, atau bisa juga mereka keliru mempersepsikan kualitas jasa
tersebut.
2.3.1 Dimensi Kualitas Jasa
Dalam suatu kualitas jasa terdapat dimensi-dimensi yang menjadi tolak
ukur dari kualitas suatu jasa. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988)
dalam buku Tjiptono & Chandra (2011) menyatakan bahwa terdapat lima
dimensi utama pada kualitas jasa, antara lain :
1. Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat
kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang
disepakati.
2. Daya Tanggap (responsiveness), berkenaan dengan ketersediaan dan
kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan
19
merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan
diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.
3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu
menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan
perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya.
4. Empati (empathy), berarti bahwa perusahaan memahami masalah para
pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta
memberikan perhatian personla kepada para pelanggan dan memiliki jam
operasi yang nyaman.
5. Bukti Fisik (tangible), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,
perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan
karyawan.
2.4 Konsep Kepuasan
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang timbul dari
membandingkan persepsi tentang kinerja (atau hasil) dari suatu produk dengan
harapan yang dimiliki (Kotler, et al. 2004:68).
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya
cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa
diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai”
(Tjiptono & Chandra, 2011:292).
20
Melalui definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan
merupakan perasaan yang timbul dan dirasakan oleh konsumen sebagai hasil dari
upaya pemenuhan kebutuhan atas produk ataupun jasa.
2.4.1 Perilaku Konsumen
Definisi-definisi perilaku konsumen antara lain adalah :
Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam
mendapatkan, menggunakan (memakai, mengkonsumsi) dan menghabiskan
produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului dan mengikuti
tindakan ini (Supranto & Limakrisna, 2007:4).
Perilaku konsumen menurut Schiffman & Kanuk (2000) dalam buku
karangan Tjiptono, Fandy (2007:40) adalah perilaku yang ditunjukkan oleh
konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan
menghentikkan konsumsi produk, jasa, dan gagasan.
Berdasarkan definisi tersebut perilaku konsumen dapat diartikan sebagai
suatu tindakan atau perilaku yang dimiliki oleh konsumen dalam membuat suatu
keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk atau jasa.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut
Kotler & Armstrong (2008:159-176). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen yaitu :
21
1. Faktor Budaya
Faktor budaya memiliki pengaruh yang luas dan mendalam pada perilaku
konsumen. Budaya adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang
yang paling dasar.
a. Sub budaya
Masing-masing busaya mengandung sub budaya yang lebih kecil atau
kelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan pengalaman
hidup dan situasi yang umum. Sub budaya meliputi kebangsaan, agama,
kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak sub budaya membentuk
segmen pasar yang penting dan pemasar sering merancang produk dan
program pemasaran yang dibuat untuk kebutuhan mereka.
2. Faktor Sosial
Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti
kelompok kecil, keluarga, serta peran dan status sosial konsumen.
a. Kelompok
Kelompok yaitu dua atau lebih orang yang berinteraksi untuk mencapai
tujuan pribadi atau tujuan bersama. Kelompok yang mempunyai
pengaruh langsung dan tempat di mana seseorang menjadi anggotanya
maka disebut kelompok keanggotaan. Sebaliknya kelompok referensi
bertindak sebagai titk perbandingan atau titik referensi langsung
(berhadapan) atau tidak langsung dalam membentuk sikap atau
22
perilaku seseorang sehingga pemasar selalu mencoba mengidentifikasi
kelompok referensi yang menjadi pasar sasaran mereka.
b. Keluarga
Anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembelian.
Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat dan telah diteliti secara ekstensif.
c. Peran dan Status
Seseorang menjadi anggota banyak kelompok yaitu keluarga, klub, dan
organisasi. Posisi seseorang dalam masing-masing kelompok dapat
didefinisikan dalam peran dan status. Peran terdiri dari kegiatan yang
diharapkan dilakukan seseorang sesuai dengan orang-orang di
sekitarnya. Masing-masing peran membawa status yang
mencerminkan nilai umum yang diberikan kepadanya oleh masyarakat.
Orang biasanya memilih produk yang sesuai dengan peran dan status.
3. Faktor Pribadi
a. Umur
Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang hidup
mereka. Selera makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering
berhubungan dengan usia.
23
b. Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang mereka beli.
Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang
mempunyai minat di atas rata-rata pada produk dan jasa mereka.
c. Gaya hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam
kegiatan, minat, dan pendapatnya. Gaya hidup melibatkan pengukuran
dimensi AIO utama pelanggan – activities atau kegiatan (belanja,
olahraga, acara sosial), interest atau minat (makanan, pakaian,
rekreasi), opinions atau pendapat (masalah sosial, bisnis, produk).
4. Faktor Psikologis
a. Motivasi
Motif (atau dorongan) adalah kebutuhan dengan tekanan kuat yang
mendorong seseorang untuk mencari kepuasan atas kebutuhan
tersebut.
b. Persepsi
Persepsi adalah proses di mana orang memilih, mengatur, dan
menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia
yang berarti.
24
c. Pembelajaran
Pembelajaran adalah perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul
dari pengalaman.
d. Keyakinan dan Sikap
Keyakinan adalah pikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang
sesuatu. Sikap adalah evaluasi, perasaan, dan tendensi yang relatif
konsisten dari seseorang terhadap sebuah objek atau ide.
2.5 Kepuasan Pelanggan
Pelanggan menurut Cambridge International Dicionaries adalah
seseorang yang membeli suatu barang atau jasa sedangkan menurut Webster’s
1928 Dictionary pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke
tempat yang sama untuk membeli suatu barang atau peralatan (Lupiyoadi,
Rambat, 2001:143).
Jadi pelanggan dapat diartikan sebagai seseorang yang secara kontinu dan
berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya
dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar
produk atau jasa tersebut.
Menurut Gaspersz dalam buku Hutasoit, C. S. (2011), terdapat beberapa
tipe konsumen, antara lain yaitu:
25
1. Konsumen Internal, merupakan orang yang berada dalam perusahaan dan
memiliki pengaruh pada performansi pekerjaan atau perusahaan.
Contohnya divisi pembelian, divisi produksi, dan divisi penjualan.
2. Konsumen Antara, merupakan orang yang bertindak sebagai perantara
dan bukan sebagai pemakai akhir produk. Contoh konsumen jenis ini
adalah distributor.
3. Konsumen Eksternal, yaitu orang yang membeli atau menggunakan
produk itu dan sering juga disebut konsumen nyata.
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana sebuah produk atau
jasa dapat memenuhi atau melampaui harapan pelanggan (Gerson, R. F., 2004).
Menurut Cadotte, et al. (1987) dalam buku Tjiptono, Fandy (2007:349)
kepuasan pelanggan adalah perasaan yang timbul sebagai hasil evaluasi terhadap
pengalaman pemakaian produk atau jasa.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kepuasan pelanggan terjadi jika pelanggan merasa bahwa produk atau jasa yang
digunakan sesuai atau bahkan melebihi harapan dari pelanggan tersebut.
Menurut Noel, Hayden dalam bukunya Consumer Behaviour, “Satisfied
customers are often repeat purchasers and this leads to greater profitability”.
Maksud dari pernyataan ini yaitu konsumen atau pelanggan yang merasa puas
merupakan pembeli yang melakukan pembelian secara rutin dan hal ini
26
menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan (Noel, Hayden,
2009:150).
Menurut Giese & Cote (2000) dalam buku karangan Tjiptono & Chandra
(2011:292), kepuasan pelanggan memiliki tiga komponen yaitu :
1. Kepuasan pelanggan merupakan respon (emosional atau kognitif).
2. Respon tersebut menyangkut fokus tertentu (ekspektasi, produk, dan
pengalaman konsumsi).
3. Respon terjadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan
produk atau jasa, berdasarkan pengalaman akumulatif).
Secara singkat, kepuasan pelanggan terdiri atas tiga komponen yaitu
respon menyangkut fokus tertentu yang ditentukan pada waktu tertentu.
2.5.1 Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Ada beberapa metode yang bisa digunakan oleh setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya. Menurut Kotler, et al. (2004)
dalam buku Tjiptono & Chandra (2011) empat metode untuk mengukur
kepuasan pelanggan yaitu :
1. Sistem keluhan dan saran
Penyediaan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para
pelanggan untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan.
27
Misalnya penempatan kotak saran di lokasi-lokasi strategis atau saluran
telepon khusus bebas pulsa.
2. Ghost Shopping
Metode ini menyewa beberapa orang untuk berperan atau berpura-pura
sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing kemudian
setelah itu mereka akan melaporkan ke perusahaan yang menyewa
mereka mengenai segala sesuatu yang telah mereka amati.
3. Lost customer analysis
Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli
atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami alasan hal itu
terjadi. Ini dilakukan dengan tujuan agar perusahaan dapat mengevaluasi
dan mengambil kebijakan untuk perbaikan atau penyempurnaan
selanjutnya.
4. Survei kepuasan pelanggan
Sebagian besar riset kepuasan dilakukan dengan menggunakan metode
survei baik survei melalui pos, telepon, maupun wawancara langsung.
Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dari pelanggan
tentang tingkat kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan.
2.5.2 Komponen Utama Kepuasan Pelanggan
Menurut Handi Irawan dalam buku karangan Hutasoit (2011) terdapat
lima komponen utama dari kepuasan pelanggan yaitu:
28
1. Mutu Produk
Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Mutu Pelayanan
Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang
baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
3. Faktor Emosional
Faktor emosional berkaitan dengan kebanggaan setelah menggunakan
suatu produk atau jasa. Dengan kata lain, penggunaan produk atau jasa itu
dapat meningkatkan harga diri, derajat atau status tertentu.
4. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
pelanggannya.
5. Biaya dan kemudahan
Biaya dan kemudahan yang dimaksud yaitu biaya yang dikeluarkan di
luar dari harga yang harus dibayar untuk produk atau jasa tersebut.
Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan efisien
dalam mendapatkan suatu pelayanan dari perusahaan.
29
2.6 Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pelanggan
Kualitas jasa dan kepuasan pelanggan merupakan hal yang memegang
peranan penting untuk kesuksesan dan eksistensi perusahaan. Banyak akademisi
dan peneliti yang sepakat bahwa kepuasan pelanggan merupakan ukuran spesifik
untuk setiap transaksi, situasi atau interaksi yang bersifat jangka pendek,
sedangkan kualitas jasa merupakan sikap yang dibentuk dari evaluasi
keseluruhan terhadap kinerja perusahaan dalam jangka panjang (Parasuraman, et
al., 1985; Hoffman & Bateson, 1997 dalam buku karangan Tjiptono & Chandra,
2011:309).
Akan tetapi, hubungan antara kedua konsep tersebut kerapkali belum
jelas. Sejumlah peneliti melontarkan isu seputar apakah kualitas jasa dan
kepuasan pelanggan merupakan konstruk yang sama atau berbeda. Ada beberapa
pakar yang meyakini bahwa kepuasan pelanggan menimbulkan kualitas jasa.
Kepuasan pelanggan terhadap pengalaman jasa tertentu akan mengarah pada
evaluasi atau sikap keseluruhan terhadap kualitas jasa sepanjang waktu (Bitner,
1990; Oliver, 1981; Parasuraman, et al., 1988 dalam buku Tjiptono & Chandra,
2011:310).
Oliver (1993) berpendapat bahwa kualitas jasa merupakan anteseden bagi
kepuasan pelanggan, terlepas dari apakah kedua konstruk itu diukur pada
pengalaman spesifik maupun sepanjang waktu sedangkan menurut Dabholkar, et
al. (2000) kepuasan pelanggan berperan sebagai mediator dalam hubungan
antara kualitas jasa dan minat berperilaku. Ada juga pandangan lain yang
30
mengatakan bahwa kualitas jasa dan kepuasan pelanggan ditentukan oleh atribut
yang sama (Bowers, et al.,1994; Spreng & Singh, 1993; Zeithaml, 2000).
Menurut Siddiqui & Sharma (2010), jika kualitas pelayanan ditingkatkan
maka akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan dari nasabah suatu
perusahaan asuransi.
2.7 Kerangka Pemikiran Teoritis
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kualitas Pelayanan
Reliability
Assurance
Responsiveness
Empathy
Tangibles
Kepuasan Pelanggan
Mutu Produk
Harga
Mutu Pelayanan
Faktor Emosional
Biaya dan Kemudahan
31