bab 2 e-business - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2012-2-00227-si...
TRANSCRIPT
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 E-Business
2.1.1 Pengertian E-Business
E-Business adalah penggunaan internet dan jaringan serta teknologi informasi lainnya
untuk mendukung e-commerce, komunikasi dan kerjasama perusahaan, dan berbagai proses
yang dijalankan melalui web, baik dalam jaringan perusahaan maupun dalam para pelanggan
serta para mitra bisnisnya (O’Brien, 2008, p314).
2.1.2 Arsitektur aplikasi Perusahaan
Banyak perusahaan yang kini menggunakan teknologi informasi untuk
mengembangkan system lintas fungsi perusahaan terintegrasi, yang melintasi berbagai batas
fungsi tradisional agar dapat merekayasa ulang dan meningkatkan proses bisnis yang penitng
di semua lintas fungsi perusahaan (O’Brien, 2008, p318).
Gambar 2.1 Arsitektur Aplikasi lintas fungsi perusahan.
(Sumber: O’Brien(2008). Pengantar Sistem Informasi.p319)
7
Gambar diatas mengilustrasikan hubungan antar aplikasi perusahaan lintas fungsi yang
banyak di gunakan saat ini. Arsitektur ini tidak memberikan rincian atau cetak biru aplikasi
yang lengkap, akan tetapi memberi kerangka kerja konseptual yang membantu untuk
membayangkan berbagai komponen dasar, proses, dan interface dari aplikasi e-business, dan
hubungannya satu sama lain. Arsitektur aplikasi ini juga menunjukkan berbagai peran yang
dimainkan sistem bisnis dalam mendukung pelanggan, supplier, mitra, dan karyawan
perusahaan.
Aplikasi-aplikasi tersebut adalah (O’Brien, 2008, p318) :
• ERP (Enterprise Resource Planning) atau Perencanaan Sumber Daya Perusahaan.
Aplikasi ini berfokus pada efisiensi produksi internal perusahaan, distribusi, dan
proses keuangannya.
• CRM (Customer Relationship Management) atau Manajemen Hubungan Pelanggan.
Aplikasi ini berfokus atas proses mendapatkan dan mempertahankan pelanggan yang
berharga melalui proses pemasaran, penjualan dan layanan.
• PRM (Partnership Relationship Management) atau Manajemen Hubungan Mitra.
Aplikasi ini bertujuan untuk mendapatkan dan memelihara para mitra yang dapat
meningkatkan penjualan dan distribusi produk serta layanan perusahaan.
• SCM (Supply Chain Management) atau Manajemen Rantai Pasokan. Aplikasi ini
berfokus pada pengembangan sumber dan proses dan proses mendapatkannya yang
paling efisien dan efektif dengan para supplier untuk berbagai produk serta jasa yang
dibutuhkan oleh perusahaan.
• KM (Knowledge Management) atau Manajemen Pengetahuan. Aplikasi ini berfokus
untuk memberi para karyawan perusahaan berbagai alat untuk mendukung kerja sama
kelompok dan pengambilan keputusan.
2.2 Supply Chain Management
2.2.1 Supply Chain
Supply chain adalah Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan yang
bekerja secara bersama-sama untuk membuat dan menyalurkan produk atau jasa kepada
pelanggan akhir. Rangkaian atau jaringan ini terbentang dari supplier (di bagian hulu) sampai
retailer / toko (pada bagian hilir).
8
Sedangkan menurut Pujawan, Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan
yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke
tangan pemakai akhir (Pujawan, 2005, p5).
Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama
adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya
adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai di produksi,
mereka dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Yang
kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah
aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tentang
ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh
pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan
yang mengirim maupun yang menerima. Perusahaan pengapalan harus membagi informasi
seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor untuk kepentingan
perencanaan yang lebih akurat.
Gambar 2.2 Simplifikasi model supply chain dan 3 macam aliran
(Sumber: Pujawan(2005).Supply Chain Management.p5)
9
2.2.2. Supply Chain Management
Supply Chain Management merupakan perhatian utama di banyak industri,
perusahaan menyadari pentingnya menciptakan suatu hubungan yang terintegrasi antara
supplier dan pelanggan. Menurut Global Supply Chain Forum (GSFC), Supply Chain
Management didefinisikan sebagai "integrasi proses bisnis utama dari pengguna akhir melalui
supplier yang menyediakan produk, layanan, dan informasi yang menambah nilai untuk
pelanggan dan stakeholder lainnya " (Chan & Qi, 2003) (Misra, Khan, & Singh. 2010. p102).
Menurut Simchi-levi Supply Chain Management adalah serangkaian pendekatan
yang digunakan untuk mengefisiensikan integrasi antara supplier, produsen, gudang, dan toko
sehingga barang yang diproduksi dan didistribusikan pada jumlah yang tepat, dan pada waktu
yang tepat untuk meminimalkan biaya sistem yang besar tetapi dapat mencapai tingkat
layanan yang diinginkan (Simchi-Levi, 2003, p1).
Kalau Supply Chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang
terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke
pemakai akhir, Supply Chain Management adalah metode, alat, atau pendekatan
pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa Supply Chain Management menghendaki
pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi (Pujawan, 2005,
p7).
Supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah
perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan mitra
dagang. Dengan tujuan, guna memenuhi kepuasan pelanggan, serta bekerjasama membuat
produk yang murah, pengiriman cepat dan kualitas yang bagus.
Dengan demikian Supply Chain Management adalah suatu konsep yang menyangkut
pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan pola pendistribusian produk secara
tradisional. Pola yang baru ini menyangkut aktivitas pendistribusian, jadwal produksi, dan
logistic untuk memaksimalkan profitabilitas dan memaksimalkan pelayanan.
2.2.3. Area Cakupan Supply Chain Management
Pada hakikatnya Supply Chain Management mencakup lingkup pekerjaan dan
tanggung jawab yang luas. Kalau kita kembali pada definisi supply chain dan supply chain
management diatas maka kita bisa katakan secara umum bahwa semua kegiatan yang terkait
10
dengan aliran material, informasi, dan uang di sepanjang supply chain adalah kegiatan-
kegiatan dalam cakupan Supply Chain Management. Apabila kita mengacu pada sebuah
perusahaan manufaktur, kegiatan – kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi Supply
Chain Management (Pujawan, 2005, p8) adalah:
Tabel 2.1 Fungsi-fungsi utama supply chain.
Bagian Cakupan Kegiatan antara lain
Pengembangan Produk Melakukan riset pasar, merancang
produk baru, melibatkan supplier
dalam perancangan produk baru.
Pengadaan Memilih supplier, mengevaluasi
kinerja supplier, melakukan
pembelian bahan baku dan
komponen, memonitor supply risk,
membina dan memelihara hubungan
dengan supplier.
Perencanaan & Pengendalian Demand Planning, peramalan
permintaan, perencanaan kapasitas,
perencanaan produksi dan
persediaan.
Operasi / Produksi Eksekusi Produksi, pengendalian
kualitas
Pengiriman / Distribusi Perencanaan jaringan distribusi,
penjadwalan pengiriman, mencari
dan memelihara hubungan dengan
perusahaan jasa pengiriman,
memonitor service level di tiap pusat
distribusi.
(Sumber: Pujawan(2005).Supply Chain Management.P9)
11
• Pengembangan Produk (Product Development)
Bagian ini sangat penting artinya bagi perusahaan-perusahaan yang ada pada
kelompok industri inovatif. Pada industri inovatif, jumlah produk baru yang
diluncurkan tiap tahun bisa cukup banyak. Siklus hidup produk (product life cycle)
pada industri ini biasanya sangat pendek. Beberapa industri yang termasuk dalam
klasifikasi ini adalah garmen, komputer, elektronik (misalnya camcorder dan digital
camera), industri pengepakan (packaging), dan sebagainya.
• Bagian Pembelian (Procurement)
Secara tradisional bagian pengadaan atau pembelian dianggap bagian yang kurang
strategis. Bagian ini sering hanya diasosiasikan dengan kegiatan-kegiatan administrasi
(klerikal) seperti meminta penawaran dari supplier (Request for Quotation, RFQ),
mencetak purchase order (PO), mengirimkan PO ke supplier, dan sebagainya.
Dewasa ini anggapan tersebut sudah sangat banyak berubah. Bagian pembelian
semakin dianggap strategis oleh banyak perusahaan besar maupun kecil di dunia. Ini
dikarenakan bagian ini punya potensi untuk menciptakan daya saing perusahaan
ataupun supply chain, bukan hanya dari perannya dalam mendapatkan bahan baku
dengan harga murah, tetapi juga dalam upaya meningkatkan time to market (dalam
perancangan produk baru), meningkatkan kualitas produk (dengan bekerjasama
dengan supplier untuk menjalankan program-program kualitas), dan meningkatkan
responsiveness (dengan memilih supplier-supplier yang bukan hanya murah, tetapi
juga responsif).
• Perencanaan dan Pengendalian (Planning and Control)
Perencanaan dan pengendalian dalam supply chain memainkan peranan yang
sangat vital. Bagian inilah yang banyak bertugas untuk menciptakan koordinasi taktis
maupun operasional sehingga kegiatan produksi, pengadaan material, maupun
pengiriman produk bisa dilakukan dengan efisien dan tepat waktu. Dengan
banyaknya perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara global dan memiliki
pabrik di beberapa tempat, koordinasi rencana produksi menjadi sangat penting.
Dalam cakupan planning and control ini berbagai keputusan yang berkaitan
dengan persediaan (inventory) juga harus dibuat. Selain keputusan yang bersifat
tradisional seperti beberapa tingkat persediaan pengaman (safety stock) dan berapa
reorder point untuk setiap jenis item atau stock keeping unit (SKU), manajer juga
12
dituntut untuk bisa menentukan dimana persedian harus disimpan, dalam bentuk apa
sebaiknya disimpan (apakah lebih banyak dalam bentuk produk akhir atau dalam
bentuk bahan baku), serta siapa seharusnya memiliki tanggung jawab dalam
pengelolaan persediaan.
• Operasi / Produksi
Bagian ini bertugas secara fisik melakukan transformasi dari bahan baku, bahan
setengah jadi, atau komponen menjadi produk jadi. Kegiatan produksi dalam konteks
supply chain tidak harus dilakukan di dalam perusahaan.
Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang melakukan outsourcing, yakni
memindahkan kegiatan produksi ke pihak subkontraktor. Perusahaan kemudian
berkonsentrasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memang menjadi core
competency mereka. Dengan demikian, produktivitas tenaga kerja dan sumber daya
lainnya akan bisa ditingkatkan karena semua pihak akan berkonsentrasi pada
kompetensi mereka masing-masing.
• Pengiriman / Distribusi
Pada saat produk sudah selesai diproduksi, tugas berikutnya dalam lingkup supply
chain adalah mengirim produk tersebut agar sampai di tangan pelanggan pada waktu
dan tempat yang tepat. Pengiriman produk ke pelanggan atau pemakai akhir tentunya
melibatkan kegiatan transportasi. Aktivitas pengiriman ini bisa dilakukan sendiri
oleh perusahaan atau dengan menyerahkannya ke perusahaan jasa transportasi.
Dalam cakupan kegiatan distribusi, perusahaan harus bisa merancang jaringan
distribusi yang tepat. Keputusan tentang perancangan jaringan distribusi harus
mempertimbangkan tradeoff antara aspek biaya, aspek fleksibilitas, dan aspek
kecepatan respon terhadap pelanggan.
2.2.4 Manfaat Supply Chain Management
Banyak manfaat yang bisa di dapat jika kita mengaplikasikan Supply Chain
Management pada proses bisnis kita. Beberapa manfaat tersebut adalah (O’Brien. 2008.
p334):
• Pemrosesan yang lebih cepat dan akurat.
• Pengurangan tingkat persediaan
• Waktu yang lebih cepat untuk mencapai pasar
13
• Biaya transaksi dan bahan baku yang lebih rendah
• Hubungan strategis dengan para supplier
Semua manfaat dari Supply Chain Management ini ditujukan untuk membantu
perusahaan memperoleh kelincahan dan responsivitas dalam memenuhi permintaan pelanggan
dan kebutuhan para mitra bisnis.
2.2.5 Penyebab Masalah Pada Supply Chain Management
Dibalik dari semua manfaat itu ada pula tantangan yang dapat menjadi masalah pada
Supply Chain Management. Berikut merupakan penyebab masalah dalam manajemen Supply
Chain Management (O’Brien. 2008. p335):
• Kurangnya pengetahuan perencanaan permintaan yang memadai, alat, dan petunjuk.
• Perkiraan yang tidak akurat atau yang terlalu optimis.
• Data produksi, persediaan, dan data lainnya yang tidak akurat.
• Kurangnya kerja sama yang memadai diantara departemen pemasaran, produksi, dan
manajemen persediaan dalam perusahaan, dan dengan para supplier, distributor serta
pihak lainnya.
2.3 Pengadaan (Procurement)
2.3.1 Pengertian Pengadaan
Berbagai rumusan tentang definisi pengadaan telah banyak dikemukakan oleh para
pakar, pada prinsipnya, pengadaan adalah kegiatan untuk mendapatkan barang, atau jasa
secara transparan, efektif, dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya.
Yang dimaksud barang disini meliputi peralatan dan juga bangunan baik untuk kepentingan
public maupun privat. (LKPP, 2011, p11)
2.3.2 Cakupan Aktivitas Pengadaan
Aktivitas pengadaan tidak terbatas pada proses pengadaan, namun cakupan aktivitas
pengadaan meliputi lima kegiatan utama, yaitu rencana pengadaan, proses pengadaan,
penerimaan dan penyimpanan, serta pemakaian dan manajemen aset, dan tiga transaksi, yaitu
transaksi pembelian barang / jasa (kontrak), transaksi penerimaan barang / jasa, dan transaksi
pengeluaran atau penggunaan barang / jasa (LKPP, 2011, p16).
14
Gambar 2.3 Cakupan aktivitas Pengadaan
(Sumber: LKPP (2011).Senarai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.p15 )
2.3.3 Proses Pembelian
Proses pembelian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui proses tender dan
pembelian rutin. Proses pembelian rutin biasanya berlaku untuk item-item yang suppliernya
sudah jelas karena ada kesepakatan jangka panjang antara supplier dengan perusahaan.
Sedangkan proses tender (dan juga lelang) dilakukan untuk item-item yang suppliernya masih
harus dipilih. Berikut akan dijelaskan selintas proses pembelian untuk kedua model tersebut
(Pujawan, 2005, p141) :
15
• Pembelian Rutin
Pembelian rutin dilakukan untuk item-item yang kebutuhannya berulang
(repetitive). Biasanya item-item yang seperti ini relative standar sehingga proses
pembelian tidak lagi melibatkan perancangan spesifikasi. Baik perusahaan maupun
supplier sama-sama memiliki data yang lengkap tentang item-item tersebut (meliputi
nama, nomor kode, spesifikasi, delivery lead time, harga per unit, dan sebagainya).
Proses pembelian meliputi langkah-langkah berikut :
1. Bagian yang membutuhkan mengirimkan permintaan pembelian ke bagian
pengadaan dalam bentuk dokumen yang bernama Purchase Requisition (PR)
atau material requisition (MR).
2. Bagian pengadaan akan mengevaluasi MR / PR yang diterima. Kecuali ada
kendala yang menghambat, MR / PR ini kemudian akan ditindaklanjuti oleh
bagian pengadaan dengan mengirimkan purchase order (PO) ke supplier yang
dianggap tepat.
3. Begitu supplier sepakat untuk memenuhi PO tersebut, bagian pengadaan harus
secara proaktif memonitor perkembangan pengirimannya agar tidak terjadi
keterlambatan.
4. Pada saat pesanan datang, bagian gudang berkewajiban untuk mengecek benar
tidaknya item yang dikirim serta jumlah dan kualitasnya.
5. Bagian akuntansi kemudian akan menyelesaikan proses pembayaran sesuai
dengan term pembayaran yang berlaku.
16
Gambar 2.4 Langkah – langkah umum pembelian rutin
(Sumber: Pujawan(2005). Supply Chain Management.p143)
• Pembelian dengan Tender / Lelang
Pembelian dengan metode tender atau lelang dilakukan apabila tidak
memungkinkan untuk langsung mengirim PO ke supplier setelah ada PR atau MR
dari bagian yang membutuhkan barang atau jasa. Hal ini bisa disebabkan karena
beberapa hal. Pertama, aturan yang ada mengharuskan pembelian dilakukan dengan
proses tender atau lelang. Kedua, barang atau jasa yang akan dibeli bukan merupakan
barang atau jasa yang standar sehingga perusahaan belum memiliki supplier yang
tetap. Ketiga, barang atau jasa tersebut memiliki spesifikasi teknis yang cukup
kompleks dan tidak akan dibeli berulang-ulang (repetitive).
Tender sedikit berbeda dengan lelang. Pada proses tender, tidak ada kesempatan
bagi para peserta (supplier) untuk merevisi harga yang telah ditawarkan. Harga
penawaran biasanya bersifat rahasia dan tidak diperlihatkan ke peserta yang lain.
Sedangkan pada proses lelang, model lelang yang digunakan adalah lelang terbalik
(reverse auction). Disebut lelang terbalik karena berlawanan dengan lelang yang
pada umunya di fahami oleh masyarakat. Pada lelang terbalik, pembeli mengundang
calon-calon supplier untuk hadir. Mereka sudah menyiapkan penawaran harga untuk
barang atau jasa yang diminta oleh pembeli. Selama proses lelang, supplier akan
17
berlomba menurunkan harga. Pemenangnya adalah yang bisa menawarkan harga
yang paling rendah.
Walaupun mungkin ada variasi di dalam prakteknya, secara umum proses tender
mengikuti langkah-langkah berikut (Pujawan, 2005, p144) :
1. Bagian yang membutuhkan barang atau jasa (biasanya juga disebut user)
mendefinisikan kebutuhan secara umum.
2. Bagian yang bersangkutan (user) mengirimkan sejenis Purchase Requisition
(PR) ke bagian pengadaan.
3. Bagian pengadaan akan mengirimkan Request for Quotation (RFQ) atau Request
for Proposal (RFP) ke supplier yang potensial. Perlu juga dijelaskan disini
bahwa ada perbedaan antara RFQ dan RFP. Untuk barang atau jasa yang sudah
cukup jelas spesifikasinya biasanya perusahaan memnta penawaran harga
(RFQ). Sedangkan untuk barang / jasa yang spesifikasinya belum jelas, RFP lah
yang dikirim oleh perusahaan (Proposal yang berisi spesifikasi yang diajukan
oleh supplier).
4. Secara parallel dengan langkah di atas, bagian pengadaan dan bagian yang
membutuhkan barang / jasa tadi membuat kriteria penilaian penawaran
(quotation) atau proposal yang masuk.
5. Untuk kasus-kasus tertentu, perusahaan terkadang harus mengundang calon-
calon supplier untuk menjelaskan secara rinci tentang barang / jasa yang
dibutuhkan.
6. Setelah penawaran / proposal terkumpul, perusahaan akan melakukan proses
seleksi.
7. Setelah pemenang ditentukan, bagian pengadaan akan menindaklanjutinya
dengan membuat kontrak degan supplier.
8. Bagian pengadaan selanjutnya akan mengirimkan PO untuk secara formal
meminta pasokan barang atau jasa sejumlah tertentu dengan harga dan waktu
yang disepakati.
9. Proses selanjutnya berupa pemantauan pengiriman atau penyampaian jasa,
pembayaran, dan lain-lain tidak jauh berbeda dengan pembelian rutin.
18
Gambar 2.5 Langkah umum proses tender
(Sumber: Pujawan(2005). Supply Chain Management.p147)
2.4 Pengadaan Secara Elektronik (E-Procurement)
2.4.1 E-Procurement
Kata electronic procurement secara umum di definisikan sebagai aplikasi internet
untuk keperluan proses pengadaan. Aplikasi internet untuk proses pengadaan bisa dalam
berbagai wujud. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan yang meraup berbagai
manfaat dengan mengaplikasikan electronic procurement ini. Dengan internet perusahaan
19
bisa mengirim RFQ dan PO ke supplier, melakukan lelang secara elektronik (online),
membagi informasi-informasi yang kritis, dan sebagainya.
Dalam kenyataannya, aplikasi e-procurement bisa bermacam-macam dan masing-
masing punya fitur yang berbeda. Jenis aktivitas yang didukung oleh internet juga berbeda-
beda. Secara umum ada beberapa jenis aplikasi e-procurement yaitu (Pujawan, 2005, p163) :
1. E-Catalogue. Secara tradisional katalog biasanya tercetak dalam nemtuk buku atau
brosur. Dengan adanya internet, perusahaan bisa memiliki katalog elektronik. E-
Catalogue biasanya dilengkapi dengan fasilitas pencarian (search) sehingga
perusahaan akan dengan mudah mendapatkan informasi tentang produk atau jasa
yang diinginkan.
2. E-Auction. Ini adalah aplikasi untuk membantu proses lelang. Pada proses pembelian,
lelang dilakukan oleh pembeli dengan mengumpulkan calon-calon supplier. Mereka
sebelumnya sudah diberi tahu oleh pembeli tentang jumlah, spesifikasi, dan waktu
kebutuhan suatu barang atau jasa. Mereka akan mengajukan penawaran (secara
elektronik) dan selama proses lelang mereka bisa merevisi (menurunkan) harga
penawarannya. Supplier yang memberikan penawaran terendah pada akhir periode
lelang akan keluar sebagai pemenang.
3. B2B Market Exchange. Aplikasi ini memungkinkan banyak pembeli dan banyak
penjual bertemu secara virtual.
4. B2B Private Exchange. Aplikasi ini bisa digunakan untuk membantu proses transaksi
rutin dengan supplier. Perushaan bisa mengirim PO secara elektronik, mengecek
status pengiriman, melakukan transaksi pembayaran, dan sebagainya.di samping itu
perusahaan mungkin bisa menggunakan aplikasi ini untuk berbagi informasi tentang
rencana produksi dan informasi lainnya dengan supplier. Supplier juga bisa membagi
informasi ketersediaan stok dan kapasitas produksi mereka.
20
2.4.2 Proses E-Procurement Secara Umum
Gambar 2.6 Proses e-procurement secara umum
(Sumber: Turban(2010). Electronic Commerce : A Managerial Perspective. p254)
21
2.4.3 Keuntungan E-Procurement
Banyak keuntungan yang bisa di dapat dengan mengaplikasikan e-procurement dalam
proses pengadaan. Beberapa keuntungan tersebut antara lain (Pujawan, 2005, p164) :
1. Proses-proses administratif bisa dilangsungkan lebih cepat, akurat dan murah. Supplier
bisa mendapatkan pesanan dengan cepat dan akurat dimanapun mereka berada
asalkan tersambung dengan jaringan internet.
2. Perusahaan yang menggunakan sistem lelang bisa mendapatkan keuntungan berupa
harga yang jauh lebih murah karena supplier akan sedapat mungkin menurunkan
harga penawaran agar bisa jadi pemenang.
3. Perusahaan bisa mendapatkan calon-calon ssupplier yang lebih banyak dari berbagai
tempat sehingga berpeluang untuk melakukan transaksi dengan supplier yang lebih
berkompeten.
4. Perusahaan maupun supplier bisa melacak transaksi maupun proses-proses fisik
(pengiriman, dll) sehingga kedua belah pihak cepat mengetahui kalau ada masalah
yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
5. Pihak perusahaan maupun supplier bisa melakukan proses-proses tersebut darimana
saja asalkan terhubung dengan jaringan internet.
2.4.4 Tujuan E-Procurement
Tujuan dari e-procurement adalah sebagai berikut (deMin, 2002, p4) :
1. Untuk memperbaiki tingkat layanan kepada para pembeli, supplier, dan pengguna.
2. Untuk mengembangkan sebuah pendekatan pengadaan yang lebih terintegrasi melalui
rantai suplai perusahaan tersebut.
3. Untuk meminimalkan biaya-biaya transaksi terkait pengadaan melalui standarisasi,
pengecilan, dan otomatisasi proses pengadaan di dalam dan jika perlu di seluruh
instansi-instansi dan sektor-sektor.
4. Untuk mendorong kompetisi antar supplier sekaligus memelihara sumber pasokan
yang dapat diandalkan.
5. Untuk mengoptimalkan tingkatan-tingkatan inventori melalui penerapan praktek
pengadaan yang efisien.
6. Untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dalam proses pengadaan.
7. Untuk mengurangi pengeluaran putus kontrak dengan menggunakan teknologi yang
meningkatkan kewaspadaan pengguna terhadap fasilitas-fasilitas kontrak yang ada
dan membuatnya lebih mudah untuk menentangnya.
22
8. Untuk meningkatkan daya beli dengan menggunakan teknologi untuk mendukung
identifikasi peluang untuk penggabungan dan dengan memfasilitasi agregasi
kebutuhan pengguna di dalam dan diseluruh lini bisnis.
9. Mengurangi biaya-biaya transaksi dengan menggunakan teknologi untuk
mengotomatisasikan proses-proses, yang mana masih tercetak (paper-based), dan
untuk mengecilkan, dan menstandarisasi proses-proses dan dokumentasi.
2.4.5 Resiko yang Terkait Dalam Teknologi E-Procurement
Terdapat resiko yang terkait dengan teknologi e-procurement ini. Risiko ini meliputi
(Davila, Gupta, and Palmer, 2002, p17):
• Resiko Bisnis Internal
Menerapkan sebuah solusi e-procurement memerlukan bukan hanya
sistem itu sendiri, tapi yang paling penting bahwa hal itu terintegrasi dengan
infrastruktur informasi yang ada. Infrastruktur informasi internal ini meliputi
sistem akuntansi, sumber daya manusia, manajemen aset, manajemen
persediaan, hutang, perencanaan produksi, dan sistem manajemen kas.
Sebagian besar organisasi mengadopsi atau mencari untuk mengadopsi
perangkat lunak e-procurement yang telah memiliki integrasi yang signifikan
dengan sistem lain
Mengintegrasikan teknologi baru ini dengan platform yang sudah ada
harus terjadi semulus mungkin. Kegagalan untuk mengintegrasikan
menciptakan langkah-langkah kerja duplikatif dan membahayakan kehandalan
informasi organisasi.
• Resiko Bisnis Eksternal
Solusi e-procurement harus tidak hanya "bicara" dengan sistem
informasi internal, tetapi juga perlu bekerja sama dengan konstituen eksternal
terutama pelanggan dan supplier. Konstituen eksternal perlu mengembangkan
sistem internal yang memfasilitasi komunikasi melalui sarana elektronik
masalah yang menuntut investasi teknologi serta insentif bagi konstituen
tersebut.
Agar teknologi e-procurement sukses, supplier harus dapat diakses
melalui internet dan harus memberikan pilihan katalog yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan mereka. Idealnya, pemasok akan memberikan
23
e-catalog dalam format yang dibutuhkan oleh pelanggan, berisi harga khusus
atau perjanjian kontrak khusus, dan akan mengirim pembaruan secara teratur.
Namun, supplier dalam industri bermargin rendah, mungkin ragu-ragu
atau bahkan tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut tanpa jaminan aliran
pendapatan masa depan. Kurangnya supplier yang dapat diakses melalui
sistem e-procurement organisasi akan membatasi efek jaringan yang mendasari
teknologi ini, lebih jauh yang menghambat penerimaan serta penerapan
teknologi.
• Resiko Teknologi
Perusahaan juga takut kurangnya standar yang dapat diterima secara
luas dan pemahaman yang kurang jelas tentang teknologi e-procurement yang
paling cocok dengan kebutuhan masing-masing perusahaan. Kurang diterima
secara luas solusi integrasi perangkat lunak e-procurement di seluruh rantai
pasokan. Salah satu factor resiko yang penting ini tampaknya menunjukkan
kebutuhan standar yang baku dan terbuka yang akan memfasilitasi teknologi e-
procurement antar organisasi.
Tanpa standar yang diterima secara luas untuk coding, teknis, dan
proses spesifikasi, adopsi teknologi e-procurement akan lambat dan akan gagal
untuk memberikan banyak manfaat yang diharapkan.
• Resiko Proses E-Procurement
Risiko yang lain berkaitan dengan keamanan dan kontrol dari proses e-
procurement itu sendiri. Organisasi harus yakin, misalnya, bahwa tindakan
yang tidak sah tidak akan mengganggu produksi atau kegiatan rantai pasokan
lain ketika melakukan dengan teknologi e-procurement.