bab 2 ggga
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI GgGA
Gangguan Ginjal Akut (GgGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan
metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan
atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeotasis tubuh. 4
Diagnosis AKI berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila
terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien
dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkatan >20% bila kreatinin
awal >2,5 mg%. The Acute Dialysis Quality Initiations group membuat RIFLE
system yang mengklasifikasikan AKI kedalam tiga kategori menurut beratnya
(Risk Injury Failure) serta dua kategori akibat klinik (Loss dan End-stage renal
disease).2
Tabel 1. Klasifikasi AKI Menurut The Acute Dialysis Quality
Initiative Group2
Kriteria Laju Filtrasi
Glomelurus
Kriteria Jumlah Urin
Risk Peningkatan serum
kreatinin 1,5 kali
<0,5 ml/kg/jam selama 6
jam
Trauma Peningkatan serum
kreatinin 2 kali
<0,5 ml/kg/jam selama
12 jam
Gagal Peningkatan serum
kreatinin 3 kali atau
<0,5 ml/kg/jam selama
24 jam atau anuria
3
kreatinin 355 Ωmol/l selama 12 jam
Loss Gagal ginjal akut
persisten; kerusakan total
fungsi ginjal selama lebih
dari 4 minggu
ESRD Gagal ginjal terminal
lebih dari 3 bulan
Pada dasarnya kriteria RIFLE terdiri (bellomo dkk, 2002; Bellomo dkk, 2004;
Bell dkk, 2005; van Biesesn dkk, 2006).
1. Tiga kriteria yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal
berdasarkan kenaikan kreatinin serum, penurunan LFG, dan penurunan
produksi urin dalam satuan waktu. (R= Risk, I=Injury, F=Failure). Ketiga
kriteria ini diharapkan dapat menegakkan diagnosis AKI secara dini
(sensitivity factors).
2. Dua kriteria yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal (L=Loss dan
E=End-Stage renal failure). Kedua kriteria ini diharapkan dapat
menentukan secara spesifik prognosis fungsi ginjal selanjutnya (specivity
factors).5,7
Risk (risiko) = R
Adalah jika kadar kreatinin serum meningkat 1,5 kali lebih tinggi
atau Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) menurun lebih dari 25 % dibanding
keadaan sebelumnya. Kriteria lain adalah produksi urin menurun menjadi
<0,5 cc/kgBB/jam selama 6 jam. Selanjutnya Mehta dkk. (2007)
menambahkan satu kriteria lain, yaitu kenaikan kadar kreatini serum >0,3
mg/dl, tanpa melihat kadar sebelumnya. Jika didapatkan salah satu hal
tersebut di atas makan dicurigai adanya risiko terjadinya AKI (RIFLE-R).
Tahap ini adalah yang paling penting untuk diketahui secara dini. Jika
4
diagnosis AKI ditegakkan pada tahap ini maka biasanya AKI masih
reversible sehingga dapat dicegah penurunan fungsi ginjal lebih lanjut.
Seringkali pada tahap ini belum ada gejala klinik yang menonjol. Jika
dibiarkan maka keadaan AKI dapat menjadi progresif menuju kriteria
yang lebih buruk. 5,7
Injury (gangguan) = I
Pada tahap ini telah terjadi gangguan (injury) pada ginjal yang
meungkin akan menimbulkan AKI yang menetap (RIFLE-I). Pada tahap
ini biasanya sudah mulai terlihat gejala klinik AKI.5,7
Failure (gagal) = F
Pada tahap ini kemungkinan sudah terjadi gagal ginjal (RIFLE-F).
pada tahap ini biasanya sudah ditemukan berbagai gejala klinik, antara lain
:overhidrasi, hiperkalemi, asidosis, atau uremi. Pengelolaan pada tahap ini
biasanya sudah menggunakan terapi penganti ginjal (“renal replacement
therapy”).5,7
Loss (L) dan End Stage Failure (E)
Jika penurunan fungsi menetap lebih dari 4 minggu maka ini disebt
sebagai Loss (L). Jika penurunan fungsi ginjal menetap lebih dari 3 bulan
maka disebut sebagai End-Stage Renal (E). 5,7
Tabel 2. Kriteria RIFLE menurut Acute Kidney Injury Network (AKIN)2, 5,11
Tahap Kriteria serum kreatinin Kriteria Urine Output (UO)
1 Kenaikan serum kreatini ≥ 0,3 UO<0,5 cc/kg/BB selama lebih
5
mg/dl atau kenaikan 1,5 sampai 2
kali kadar sebelumnya
dari 6 jam
2 Kenaikan serum kreatinin 2
sampai 3 kali kadar sebelumnya
UO<0,5 cc/kg/BB selama lebih
dari 12 jam
3 Kenaikan serum kreatinin 3 kali
kadar sebelumnya, atau serum
kreatinin ≥4 mg/dl dengan
peningkatan akut paling sedikit
sebesar 0,5 mg/dl.
UO<0,3 cc/kg/BB selama lebih
dari 24 jam atau anuri selama 12
jam
Kriteria yang dibuat oleh AKIN di atas sebenarnya tidak berbeda dengan
kriteria RIFLE. Kriteria RIFLE-R sama dengan tahap 1, kriteria RIFLE-I sama
dengan tahap 2 dan kriteria RIFLE-F sama dengan tahap kriteria RIFLE-L dan E
dihilangkan karena dianggap sebagi prognosis bukan tahapan penyakit.
Definisi dan Klasifikasi GgGA Menurut KDIGO5
Menurut KDIGO, GgGA atau AKI didefinisikana sebagai
Kenaikan kreatinin serum ≥0,3 mg/dl (≥26,5 µmol/L)dalam 48 jam
atau
Kenaikan kreatinin serum ≥1,5 kali nilai dasar, dan
diketahui/diasumsikan terjadi dalam 7 hari atau
Produksi urin menurun menjadi <0,5cc/kgBB/jam selama lebih
dari 6 jam
Berdasarkan kriteria RIFLE dan AKIN, KDIGO memberikan rekomendasi
klasifikasi AKI sebagai berikut5
Tabel 3. Klasifikasi AKI berdasarkan Kriteria RIFLE dan AKIN
(KDIGO)
6
Tahap Kriteria kreatinin serum (SCr) Kriteria urin output
1 Kenaikan kreatini serum 1,5-1,9
kali nilai dasar atau kenaikan
≥0,3 mg/dL (≥26,5 µmol/L)
UO < 0,5 ml/kgBB/jam
selama 6-12 jam
2 Kenaikan kreatinin serum 2-2,9
kali nilai dasar
UO <0,5 ml/kgBB/jam
selama lebih dari 12 jam
3 Kenaikan kreatinin serum 3 kali
nilai dasar ATAU kenaikan
kreatinin serum 4 mg/dL (353,6
µmol/L) dengan peningkatan
akut minimal 0,5 mg/dL (44
µmol/L) ATAU inisiasi TPG
ATAU pasien <18 tahun,
penurunan LFG menjadi < 35
ml/menit per 1,73
UO < 0,3 ml/kgBB/jam
selama lebih dari 24 jam
ATAU anuri selama 12 jam
Rekomendasi klasifikasi AKI oleh KDIGO dibuat berdasarkan
kombinasi kriteria RIFLE dan AKIN. Data penelitian mendukung validitas
kriteria RIFLE dan kriteria AKIN untuk mengidentifikasi kelompok pasien
yang dirawat dirumah sakit dengan peningkatan resiko kematian dan/ atau
kebutuhan untuk TPG. Banyak studi epidemiologi multicenter secara
kolektif menggunakan lebih dari 500.000 subjek untuk membuktikan
bahwa kriteria RIFLE dan/atau kriteria AKIN sebagai metode valid untuk
mendiagnosis dan mengklasifikasikan derajat AKI. Joannidis et all15 pada
tahun 2009 membandingkan kriteria RIFLE dengan dan tanpa kriteria
AKIN, dan didapatkan hasil5 :
1. Klasifikasi AKI berdasarkan kedua kriteria berhubungan dengan
peningkatan angka mortalitas yang serupa diantara keduanya.
2. Kedua kriteria tersebut mengidentifikasi pasien yang “sedikit” berbeda
yaitu kriteria RIFLE gagal mendeteksi 9% kasus yang dapat terdeteksi
7
dengan kriteria RIFLE dan kriteria AKIN gagal mendeteksi 26,9 %
kasus yang dapat terdeteksi oleh kriteria RIFLE.
Semua data penelitian yang telah disebutkan di atas memberikan gambaran
rasional akan penggunaan kedua kriteria RIFLE dan AKIN untuk
mengidentifikasi pasien dengan AKI.5
2.2 EPIDEMIOLOGI GANGGUAN GINJAL AKUT4
2.2.1. Distribusi GgGA
a. Distribusi Menurut Orang
GgGA dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis
kelamin, umur ataupun ras. Menurut penelitian Bates dkk (2000), Boston,
Amerika serikat, GgGA paling banyak diderita oleh laki-laki (71,7%),
sedangkan perempuan ada sebesar 28,3%. Berdasarkan ras jumlah
penderita yang berkulit putih adalah sebesar 82,5%, dan rata-rata terjadi
pada penderita yang berumur 45 tahun.
Menurut penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032
penderita GgGA, 51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar
48,2%. Berdasarkan ras, jumlah penderita yang berkulit putih ada sebesar
62,3%, kulit hitam 14,4% dan yang lainnya berjumlah 23,4%.
Berdasarkan umur, penderita GgGA paling banyak diderita oleh kelompok
umur 60-82 tahun.
Menurut penelitian Ravindra L. Mehta dkk (2002), dari empat
rumah sakit yang ada di California Selatan, penderita GgGA yang laki-laki
ada sebesar 71,6% sedangkan perempuan sebesar 28,4%. Berdasarkan ras
jumlah penderita yang berkulit putih adalah sebesar 59,5% dan paling
tinggi terjadi pada mereka yang berusia > 65 tahun (39,0%).
8
Menurut penelitian Sushrut S.Waikar dkk (2006), di Amerika
Serikat, dari 439.192 orang penderita GgGA, 80,45% adalah penderita
berkulit putih, dimana 53,70% dari jumlah tersebut adalah laki-laki.
Penderita yang berkulit hitam sebesar 19,5% dimana 50,3% dari jumlah
penderita yang berkulit hitam tersebut adalah laki-laki.
b. Distribusi Menurut Tempat
Menurut penelitian Atef dkk (1990), dari dua propinsi yang ada di
Iran dengan jumlah populasi sebanyak 2,3 juta orang, terdapat kasus
GgGA yaitu sebanyak 30 orang dimana 12 diantaranya meninggal, dengan
angka insidensi 13 kasus/1.000.000 penduduk (CFR = 40%).
Menurut penelitian Schiffl dkk (2002), di negara Jerman pada
tahun 1998 terdapat 172 orang penderita GgGA, dimana 59 orang
diantaranya meninggal (CFR = 34,3%). Menurut penelitian Katherine L.
O’Brien dkk (1996) di Haiti terdapat kasus GGA sebanyak 109 orang.
c. Distribusi Menurut Waktu
Menurut penelitian Cengiz Utaz, pada tahun 1991 - 1997 di salah
satu rumah sakit di Kayseri, Turkey, ditemukan penderita GgGA yaitu
berjumlah 323 orang penderita. Menurut Jay L. Xue dkk pada tahun 1992-
2001 di salah satu rumah sakit yang ada di Amerika Serikat ditemukan
255.228 orang yang menderita penyakit GgGA.
Menurut Sushrut S. Waikar pada tahun 2004, dari 3 rumah sakit
yang ada di Amerika Serikat ditemukan 99.629 orang yang menderita
GgGA. Menurut penelitian Fernando Liano, di Madrid, Spanyol, pada
tahun 1977-1980 terdapat 202 orang penderita, dan pada tahun 1991
meningkat menjadi 748 orang penderita.
2.3 ETIOLOGI GANGGUAN GINJAL AKUT
9
Penyebab gangguan ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-
renal (uropati obstruksi akut) 2,6
1. GgGA pre-renal
Terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal Hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomelurus dan kemudian
diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Ini disebabkan
oleh
- Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka
bakar, diare, asupan kurang, pemakaian diuretik yang berlebihan.
- Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark
miokardium, tamponade jantung, dan emboli paru.
- Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera dan
pemberian obat antihipertensi
- Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses
pembedahan, penggunaan obat anestesi, obat penghambat
prostaglandin, sindrom hepatorenal, obstruksi pembuluh darah ginjal,
disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal, embolisme,
thrombosis, dan vaskulitis.
- Pada wanita hamil disebabkan oleh sindrom HELLP, perlengketan
plasenta dan perdarahan postpartum yang biasanya terjadi pada
trimester 3.
2. GgGA Renal
Penyebab gagal ginjal akut renal dibagi antara lain
- Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna,
emboli kolesterol, vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik,
sindrom uremia hemolitik, krisis ginjal, sclerodema, dan toksemia
kehamilan.
- Penyakit pada glomerulus, terjadi pada glomerulonephritis.
10
- Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotoksik
3. GgGA post-renal
Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu
- Sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal,
striktura bilateral, pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral,
nekrosis papiler lateral.
- Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura
ureter, kanker kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih
“neurogenik”.
Gambar 1. GgGA post-renal
2.4 PATOFISIOLOGI GANGGUAN GINJAL AKUT
11
2.4.1 GgGA pre-renal
Patofisiologi GgGA pre-renal menggambarkan reaksi dari fungsi
ginjal yang sebelumnya normal akibat kekurangan cairan. Berkurangnya
perfusi ginjal dan berkurangnya volume efektif arterial akan menimbulkan
perangsangan aktivitas system saraf simpatis dan juga system renin
angiotensin aldosterone. Perangsangan system renin angiotensin
aldosterone akan mengakibatkan peningkatan kadar angiotensin II yang
akan menimbulkan vasokontriksi arteriol aferen glomerulus ginjal. Tetapi
efeknya akan meningkatkan hormone-hormon vasodilator prostaglandin
sebagai upaya kontraregulasi. Vasokontriksi pada post-glomerulus serta
lajufiltrasi glomerulus (LFG) agar tetap normal. Beberapa faktor-faktor
gangguan hemodinamik yang akan meningkatkan kadar angiotensin II,
akan merangsang pula system saraf simpatis sehingga terjadi reabsorbsi air
dan garam di tubulus proksimal ginjal. Pada keadaan tersebut terjadi
perangsangan sekresi dari hormone-hormon aldosterone dan vasopressin
sehingga mengakibatkan peningkatan reabsorbsi natrium, urea, dan air
pada segmen distal dari nefron. 7
Profil urin yang klasik pada pasien dengan azotemia pre-renal
adalah terdapatnya kadar natrium dalam urin rendah (<20 meq/L),
“fractional exrection of natrium” rendah (<1), “fractional excretion of
urea” rendah (<35%) dan osmolaritas urin yang tinggi. Mekanisme
regulasi tersebut diatas dapat terganggu atau tidak dapat lagi dipertahankan
apabila pasien GgGA pre-renal mengalami gangguan hipoperfusi ginjal
yang berat atau berlangsung lama. (Abuelo J.G, 2007, Khalil P,2008,
Lameire N, 2005).7
2.4.2 GgGa Intrinsik
1. Acute Tubular Necrosis (ATN)
12
Diawali oleh “fase oliguria” yang terjadi dalam 24 jam pertama
setelah terjadinya gangguan (injury) pada ginjal. Keadaan ini dapat
berlangsung dan berakhir selama 1-2 minggu. Selanjutnya diikuti oleh
“fase diuresis” yang ditandai dengan bertambahnya volume urin secara
progresif dan menandakan akan terjadi perbaikkan fungsi ginjal.
Kelainan sedimen urin pada ATN adalah terdapatnya sel-sel epitel
tubulus, “granular cast” yang kasar yang disebut “ muddy brown
cast”. 7
2. ATN-Iskemik (Ischemic Referfusion)
Diawali oleh tahap pre-renal yang kemudian diikuti dengan
keadaan yang lebih menonjol yang terjadi akibat hipotensi
berkepanjangan serta iskemik ginjal, disebut sebagai tahap inisiasi
(initiation). Tahap ini ditandai oleh kerusakan sel-sel epitel dan
endotel. Tahap inisiasi akan diikuti oleh “tahap ekstensi” (ekstension)
dimana terjadi bukan hanya gangguan iskemik saja. Tahap ini akan
dimediasi oleh terjadinya kerusakan endotel mikrovaskular dan
aktivasi dari jalur-jalur inflamasi. Kemudian tahap ekstensi akan
diikuti oleh “tahap pemeliharaan” (maintanance) dimana pada keadaan
ini sel-sel epitel dan endotel akan mengalami perbaikan dan
“redifferentiation” sehingga terjadi perbaikan fungsi ginjal atau “fase
perbaikan” (recovery).7
3. ATN Nefrotoksik
ATN nefrotoksik dapat disebabkan baik oleh toksin endogen
maupun eksogen. Pada hemolysis intravascular berat atau
rhabdomyolisis dapat terjadi ATN akibat sumbatan dari pigeman heme
endogen dari hemoglobin maupun myoglobin. Toksin eksogen jarang
sekali menimbulkan ATN dan biasanya ditimbulkan akibat
13
penggunaan antibiotika golongan aminoglukosida atau amphotericine,
radiokontras, serta obat-obatan khemoterapi.7
4. ATN yang Berhubungan dengan Sepsis (GgGA-Sepsis)
Patogenesis GgGA sepsis berhubungan dengan faktor-faktor
hemodinamik aliran darah di ginjal. Pada keadaan syok septik terjadi
pemeliharaan dari peran adenosine triphosphate (ATP) sehingga dapat
disimpulkan bahwa iskemia atau kegagalan bioenergik bukanlah
penyebab utama dari menurunnya LFG pada sepsis, tetapi perubahan
keadaan hemodinamik inter-renal memang terjadi dan berperan dalam
penurunan fungsi ginjal (Wan L, 2008; Langenberg C, 2006).7
2.4.3 GgGA Post-Renal
Gagal ginjal post-renal, GgGA post-renal merupakan 10% dari
keseluruhan GgGA. GgGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-
renal dan ekstrarenal.8 GgGA terjadi akibat sumbatan dari system traktus
urogenitalis. Sumbatan dapat terjadi pada tingkat buli-buli dan uretra atau
disebut juga sumbatan tingkat bawah, atau terjadi pada ureter dan pelvis
ginjal yang disebut dengan sumbatan tingkat atas. Sifat sumbatannya dapat
total dan akan disertai anuria, atau parsial yang biasanya tidak memiliki
manifestasi klinik. Untuk mengevaluasi keadaan-keadaan tersebut di atas
memerlukan pemeriksaan pencitraan yang spesifik.7
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi
peningkatan alirandarah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal
dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah
1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darahginjal dibawah normal akibat
pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pe lv i s ginjal tetap
meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase
14
kronik,ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan
tekanan pelvis ginjalke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah
ginjal setelah 24 jam adalah 50%dari normal dan setelah 2 minggu tinggal
20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator
inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis
interstisial ginjal.8
Gambar 2. GgGA post-renal
2.5 MANIFESTASI KLINIS13,14
Gejala klinis yang terjadi pada penderita AKI, yaitu :
a) Penderita tampak sakit dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia) bahkan sampai kejang dan penurunan kesadaran
b) oligouria bila produksi urine > 40 ml/hari
c) anuri bila produksi urin < 50 ml/hari
d) nokturia (buang air kecil di malam hari)
e) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
f) Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
g) Tremor tangan
h) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi
15
i) Nafas mungkin berbau urin dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik
j) Gejala klinis sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
Tahapan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:13
1. Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam
sesudahterjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2
liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin
sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai
kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini
penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh
penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan
oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain
sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu
penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan
biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin,
elektrolit (terutama K dan Na).
2. Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai
lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam.
Stadium ini berlangsung 2 hingga 3 minggu. Volume kemih yang tinggi
pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea dan
juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang
sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air
yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresis, kadar urea darah dapat terus
meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi
produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia
16
sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis
yang benar.
3. Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan AKI berlangsung sampai satu tahun dan
selama masa itu, produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi
ginjal membaik secara bertahap, anemia dan fungsi ginjal sedikit demi
sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap menderita penurunan
laju filtrasai glomerulus yang permanen.
2.6 PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan untuk dapat membedakan GgGA pre-renal,
renal, dan post-renal. Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit
untuk mengetahui saat mu l a in ya GgGA se r t a f ak to r - f ak to r
pence tu s yan g t e r j ad i . 6
Hal yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis GgGA adalah9,15 :
1) Anamnesis yang baik, serta pemeriksaan jasmani yang teliti yang
ditujukan untuk mencari penyebab AKI, misalnya: operasi kardiovaskular,
angiografi, riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi tenggorokan, infeksi
saluran kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.
2) Membedakan gagal ginjal akut dan kronik, misalnya: anemia dan ukuran
ginjal yang kecil menunjukkan keadaan gagal ginjal kronik.
3) Untuk mendiagnosis AKI diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal
berupa kadar ureum, kreatinin, dan laju filtrasi glomerulus. Pada pasien
yang dirawat, selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan
untuk mengetahui apakah terjadi kehilangan atau kelebihan cairan tubuh.
Pada gagal ginjal akut yang berat, dengan menurunnya fungsi ginjal maka
ekskresi air dan garam juga berkurang sehingga dapat menimbulkan
17
edema. AKI juga dapat menyebabkan asidosis metabolik yang
dikompensasi dengan pernapasan kussmaul. Umumnya manifestasi AKI
lebih didominasi oleh faktor presipitasi atau penyakit utamanya.
4) Evaluasi pasien dengan gangguan ginjal akut
Tabel 4. Diagnosis klinik GgGA dengan etiologi Pre-renal7
Anamnesis penyakit Pemeriksaan fisik
Kehilangan volume cairan tubuh
Melalui dehidrasi, perdarahan, gastro-
intestinal, ginjal, kulit (luka bakar),
dll
Lemah badan, rasa haus
Hipotensi ortostatik, nadi cepat
dangkal, bibir kering, turgor
kurang.
Oligo-anuria
Penurunan volume efektif
pembuluh darah (cardiac output)
Misal infark miokard, kardiomiopati,
pericarditis, aritmia, disfungsi katup,
gagal jantung, emboli paru, hipertensi
pulmonal, dll.
Redistribusi cairan
Misal sindroma nefrotik, sirosis
hepatis, syok vasodilator, peritonitis,
pangkreatitis, rhabdo-miolisis, obat
vasodilator.
Sesak napas
Normotensi atau hipotensi
(tergantung autoregulasi cairan
tubuh)
Oligo-anuri
Edeme paru
Edeme tungkai
Obtruksi renovaskuler
Misal arteri renalis (stenosis
intravaskuler,embolus, laserasi
thrombus), vena renalis (thrombosis
intravaskuler, infiltrasi tumor)
Vasokontruksi intra-renal primer
Missal NSAID, siklosporin, sindrom
hepatorenal, hipertensi maligna, pre-
Biasanya urine output normal.
Bila terjadi oligo-anuri, dapat
menimbulkan gejala edema paru,
Edema tungkai
18
eklampsi, scleroderma.
Tabel 5. Diagnosis klinik GgGA dengan etiologi renal7
Anamnesis penyakit Pemeriksaan fisik
Tubular Nekrosis akut :
Obat-obatan (aminoglikosida,
cisplatin, amphotericin B), Iskemia
(apapun sebabnya), syok septik
(apapun sebabnya), obstruksi
intratubuler (rhabdominalis,
hemolysis, multiple myeloma, asam
urat, kalsium oksalat), toksin (zat
kontras radiologi, karbon
tetraklorid, etilenglikol, logam
berat).
Anamnesis sesuai etiologi
- Pada nefrotoksik ATN atau
nefritis intertisial (adanya
konsumsi obat-obatan,
penggunaan radiokontras)
- Pada iskemik ATN : keluhan
panas badan (akibat
infeksi/sepsis) atau sesak napas
(pada gagal jantung)
- Pada glomerulonephritis akut
adanya riwayat demam akibat
infeksi streptokokus, SLE, dll.
- Pada hemolysis, adanya riwayat
transfuse
Pemeriksaan fisik
- Tensi : hipertensi (gagal
jantung, hipertensi akselerasi)
Hipotensi (dehidrasi, syok)
- JVP : meningkat (gagal jantung)
Menurun (dehidrasi)
- Suhu : demam pada
infeksi/sepsis
- Kulit : butterfly rash(SLE),
purpura (vaskulitis)
- Mata : ikterik (sepsis, hepatitis)
Nefritis Intertisial akut
Obat-obatan (penisilin, NSAID,
inhibitor ACE, allopurinol,
cimetidine, H2 blockers, proton
pump inhibitor, infeksi
(streptokokus, difteri, leptospirosis),
metabolic (hiperurikemia,
nefrokalsinosis), toksin (etilene
glikol, kalsium oksalat), penyakit
autoimun (SLE, cryoglobulinemia).
Glomerulonefritis Akut
Pasca-infeksi (streptokokus,
bakteria, hepatitis B, HIV, abses
visceral), vaskulitis sistemik (SLE,
Wegener’s granulomatous,
19
poliarteritis nodusa, Henoch-
Schonlein purpura, IgA nefritis,
sindrom Goodpasture,
Glomerulonefritis membrano-
proliferative Idiopatik)
Oklusi mikrokapiler/ glomerular
dan nekrosis kortikal akut
Thrombotic thrombocytopenic
purpura, hemolytic uremic
syndrome, disseminated
intravascular coagulation,
cryoglobulinemia, emboli
kolesterol.
- Jantung L takikardia, murmur
(gagal jantung), nadi ireguler
(infark).
- Paru : ronkhi (edema paru
Wegener)
- Abdomen : nyeri CVA, asites,
hidronefrosis
Tabel 6. Diagnosis klinik GgGA dengan etiologi post-renal7
Anamnesis penyakit Pemeriksaan fisik
Obstruksi ureter
(bilateral/unilateral)
Missal tumor, batu, bekuan darah, dll
Nyeri kolik abdomen
Dysuria, obtruksi urin
Obstruksi kantung kemih atau
uretra
Missal tumor, hipertrofi prostat,
neurogenic bladder, prolapse uteri,
batu, bekuan darah, obstruksi kateter
Demam
Pembesaran ginjal, vesika urinaria
Pembesaran prostat
Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus,
penurunan UO dan berat badan dan perlu dicari apakah berkaitan dengan
20
penggunaan OAINS, penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis
dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan takikardia, penurunan
jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering,
stig- mata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung
dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya
pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis
AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat
nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin,
asam urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala
dan tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis
akut, atau hipertensi maligna.5,7,9,10 AKI pascarenal dicurigai apabila
terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik akibat distensi
pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang
kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut.
Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan
pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya
obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat
dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf
otonom.5,7,9,10
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis gangguan ginjal akut
terdiri dari urinalisis, kimia darah, pemeriksaan radiologis, dan bila perlu dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal.
Pemeriksaan urinalisis sebaiknya dilakukan sebelum pemberian
diuretika. Adanya proteinuria (> 3 g/24 jam), eritrosit, silinder eritrosit,dan
silinder granular ditemukan pada glomerulonefritis atau vaskulitis. Bila
21
tidak ditemukan adanya elemen seluler dan proteinuria maka kemungkinan
AKI prerenal dan pascarenal.11
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma)
dan urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat
mengarahkan pada penentuan tipe AKI, seperti yang terlihat pada tabel.
Tabel 7. Kelainan analisis urin (dimodifikasi)2,5
Pemer ik saan penun j ang l a i n yang pen t i ng ada l ah
pemer ik san USG g in j a l untuk menentukan ukuran ginjal dan
untuk mengenali batu dan hidronefrosis, bila perlu lakukan biopsy
ginjal sebelum terapi akut dilakukan pada pasien dengan GgGA yang
etiologinya tidak diketahui. Angiografi (pemeriksaan rontgen
pada arteri danvena ) d i l akukan j i ka d iduga penyebabnya
adalah penyumbatan pembuluh darah. Pemeriksaan lainnya yang bisa
membantu adalah CT scan dan MRI. Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat
menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut, maka dilakukan biopsy
(pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis) misalnya pada
nekrosis tubular akut. Perlu diingat pada Angiografi, dengan
menggunakanmedium kontras dapat menimbulkan komplikasi klinis yang
ditandai dengan peningkatan absolute konsentrasi kreatinin serum
22
setidaknya 0,5 mg/dl (44,2 μmol/l)atau dengan peningkatan relative
setidaknya 25 % dari nilai dasar.6
2.7 PENATALAKSANAAN GANGGUAN GINJAL AKUT
Terapi konservatif ( suportif)
Tujuan terapi konservatif
Mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal
Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia
Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal
Memelihara keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa
Tabel 8. Tata laksana Konservatif Komplikasi GgGA2,5,7,10
Pengelolaan GgGA yang masih menjadi kontroversi7
23
Pada kasus-kasus GgGA, terutama yang disertai penyakit kritis,
atau disertai dengan gagal multi-organ, beberapa cara pengelolaan masih
menjadi kontroversi, antara lain sebagai berikut :
a. Terapi Diuretik
Diuretik yang paling sering digunakan adalah furosemide (loop
diuretic ) karena golongan thiazide tidak lagi bekerja efektif jika LFG
< 30 cc/ menit. Sampai saat ini manfaat penggunaan terapi diuretic
pada GgGA masih kontroversial. Ho dan Sheridan (2006) membuat
meta analisis mengenai pemberia diuretic pada pasien GgGA yag
dirawat diruang intensif. Mereka tidak mendapatkan manfaat klinik
pemberian diuretic. Perlu diperhatikan bahwa pemberian diuretic yang
tidak tepat indikasinya dapat menaikkan progresivitas gagal ginjal dan
kematian sebesar 77% (Barclay,2002).
Bila diputuskan akan diberikan diuretic pada pasien, maka beberapa
langkah harus diperhatikan (Bagshaw dkk, 2008)
- Pastikan bahwa fungsi ginjal pasien tidak memburuk dengan
pemberian furosemide
- Tentukan etiologi dan tahapan GgGA. Pada etiologi post-renal
tidak bermanfaat memberikan diuretic karena adanya obstruksi
saluran kemih. Pada GgGA tahap awal terapi diuretic lebih
besar kemungkinan berhasilnya. Jika diberikan pada GgGA
tahap lanjut, kemungkinan berhasilnya kecil bahkan dapat
memperpanjang masa kontriversi.
- Pastikan bahwa pasien tidak dehidrasi. Jika mungkin dipasang
dan diukur CVP (central venous pressure). Atau dilakukan tes
cairan (fluid Challenge), yaitu pemberian cairan isotonic dalam
jumlah kecil (250-300 cc) dalam 15-30 menit. Bila jumlah urin
bertambah pasien harus direhidrasi terlebih dahulu.
Dosis diuretic
24
Sebagai dosis awal dapat diberikan sebagai bolus 40 mg Furosemid
IV. Bila tida ada reaksi dosis dapat digandakan atau diberikan
secara infus (drip) cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6 jam atau drip
lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1.000
mg/hari. dosis yang lebih tinggi tidak bermanfaat bahkan dapat
menimbulkan ototoksisitas.
Untuk menaikkan osmolaritas intravaskuler dapat diberikan cairan
koloid, misalnya mannitol 20% atau albumin 20-25% bersamaan
dengan diuretik. Usaha menaikkan osmolaritas agar terjadi
translokasi cairan dari ekstravaskuler. Dengan meningkatnya cairan
intravaskuler diharapkan renal plasma flow meningkat dan filtrasi
glomeruli juga meningkat sehingga diuretic akan bekerja lebih
efisien.
Bila dengan cara ini produksi urin belum juga keluar harus
dipikirkan terapi penganti ginjal.
Terapi pengganti ginjal
Pasien gangguan ginjal akut (GgGA), terutama yang dalam kondisi
kritis dan dirawat di ICU seringkali disertai dengan berbagai komplikasi
berat, seperti gejala-gejala uremi, kelebihan cairan, gangguan elektrolit,
asidosis, atau hiperkatabolik. Pada banyak kasus, pasien mengalami sepsis
dan gagal multi-organ yang memerlukan alat bantu napas. Kondisi klinik
semacam ini memerlukan banyak asupan cairan, obat, atau nutrisi, padahal
pasien juga mengalami keadaan oligo atau anuri, yang membatasi asupan
cairan. Pengelolaan pasien semacam ini tidak lagi dapat dilakukan secara
konservatif (suportif), tetapi sudah membutuhkan terapi penganti ginjal.7
Strategi TPG pada pasien GgGA dalam kondisi kritis diharapkan dapat
mencapai tujuan-tujuan dibawah ini (Bellomo dan Ronco, 1998)
a. Mencegah perburukan fungsi ginjal lebih lanjut
25
b. Membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit dan pemulihan
fungsi ginjal dan fungsi organ lain yang terganggu.
c. Memungkinkan dilakukan tindakan pengobatan yang banyak
memerlukan cairan, misalnya resusitasi cairan, pemberian nutrisi dan
obat-obtan.
Berdasarkan tujuan pengobatan, Mehta (2001) membagi TPG pada pasien
GgGA yang dirawat di ICU menjadi renal support dan renal replacement.
Perbedaan tujuan pengobatan kedua jenis tindakan TPG dapat dilihat
ditabel berikut ini
Tabel 9. Tujuan pengobatan TPG2,5
Renal replacement
(penganti ginjal )
Renal support
(pembantu ginjal)
Tujuan pengobatan Mengganti fungsi
ginjal
Membantu ginjal dan
organ lain
Saat melakukan
intervensi
Tergantung parameter
biokimia
Tergantung kebutuhan
individual
Indikasi dialysis Sempit Luas
Dosis dialysis Sesuai penurunan
fungsi ginjal
Sesuai kebutuhan dan
indikasi
Lamanya pengobatan Selamanya (rutin) Sementara (sampai
GgGA membaik
Indikasi Inisiasi TPG pada GgGA2
Saat ini belum ada panduan baku berdasarkan evidence based
medicine untuk menentukan inisiasi TPG pada pasien GgGA dalam
kondisi kritis. Indikasi untuk memulai dialysis pada pasien GgGA, sangat
berbeda dengan indikasi pada pasien gagal ginjal kronik.
26
Kriteria untuk memulai Terapi Penganti Ginjal pada pasien kritis dengan
gangguan ginjal akut2 :
1. Oliguria (produksi urin <2000 mL/12 jam)
2. Anuria/oliguria berat (output urin <50 mL/12 jam)
3. Hyperkalemia (Kadar potasium >6,5 mmol/L)
4. Asidemia (keracunan asama) yang berat pH<7,1
5. Azotemia (urea >30 mmol/liter)
6. Enselofati uremik
7. Perikarditis uremik
8. Neuropati/ miopati uremikum
9. Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi >155 mmol/l atau <120
mmol/L
10. Hipertermia
11. Keracunan obat
Cat: bila didapatkan
Satu gejala diatas sudah dapat merupakan indikasi untuk inisiasi dialysis
Dua gejala di atas merupakan indikasi untuk segera inisiasi dialysis, dan
Lebih dari dua merupakan indikasi untuk segera inisiasi dialysis,
walaupun kadarnya belum mencapai yang tertera diatas.7
Tabel 10. keuntungan dan kerugian Hemodialisis intermitten
dibandingkan terapi pengganti ginjal kontinyu2
Hemodialysis intermitten Continuous renal
replacement
Keuntungan 1. Risiko rendah untuk
perdarahan
2. Lebih banyak waktu
untuk mencari
diagnosis dan
intervensi/ terapi
1. Hemodinamik lebih
stabil
2. Aritmia lebih jarang
3. Perbaikan nutrisi
4. Pertukaran gas diparu
lebih baik
27
3. Lebih cocok untuk
hyperkalemia berat
4. Biaya murah
5. Control cairan lebih
baik
6. Control biokimia
darah lebih baik
7. Waktu rawat inap
ICU lebih singkat
Kerugian 1. Ketersedian perawat
HD
2. Lebih sulit control
hemodinamik
3. Dosis dialysis tidak
mencukupi
4. Kurang control cairan
5. Nutrisis kurang
6. Tidak cocok untuk
pasien dengan
hipertensi intracranial
7. Tidak ada
“pembuangan sitokin”
8. Potensiak terjadinya
aktivasi koplemen oleh
membrane yang non
kompatibel (tidak
sesuai)
1. Masalah akses
vascular
2. Risiko tinggi
terjadinya perdarahan
3. Imobilisasi lebih lama
4. Lebih banyak masalah
pada filter ( rupture,
penyumbatan oleh
bekuan darah)
5. Biaya mahal
Tabel 11. Berbagai jenis dan cara dialysis pada GgGA2
Jenis dan cara dialysis Dialiser Prinsip kerja
Hemodialisis
1. Konvensional Hemodialiser Klirens difusi dan
ultrafiltrasi bersamaan,
28
2. Slow long extended daily
dialysis (SLED)
3. Sequential ultrafiltration
& clearance
4. Continuous arteriovenous
hemodialysis (CAVHD)
5. Continuous venovenous
hemodialysis (CVVHD)
Hemodialiser
Hemodialiser
Hemodialiser
Hemodialiser
intermitten
Klirens difusi dan
ultrafiltrasi dengan aliran
darah dan dialisat yang
pelan, intermitten
Ultrafiltrasi diikuti klirens
difusif, intermitten
Klirens difusi dan
ultrafiltasi pelan dan
bersamaan dengan pompa
darah
Klirens difusi dan
ultrafiltasi pelan dan
bersamaan dengan pompa
darah
Hemofiltrasi
1. Continuos arterivenous
hemodialysis (CAVHF)
2. Continuos arterivenous
hemofiltration (CVVHF)
Hemofilter
Hemofilter
Klirens konvektif
berkesinambungan tanpa
pompa darah
Klirens konvektif
berkesinambungan tanpa
pompa darah
Hemodialisis dan
hemofiltrasi
1. Continuos arterivenous
hemodialysis plus
hemofiltration (CAVHDF)
2. Continuos venovenous
hemodialysis plus
hemofiltration
Hemofilter
Hemofilter
Klirens konvektif
berkesinambungan tanpa
pompa darah
Klirens konvektif dan difusi
berkesinambungan tanpa
pompa darah
29
Ultrafiltrasi
1. Isolated ultrafiltration
2. Slow continuos
ultrafiltration (SCUF)
Hemodialiser
Hemofilter
Ultrafiltrasi saja tanpa
kliren difusi dan konvektif
intermitten
Ultrafiltrasi
berkesinambungan tanpa
kliren difusi dan konvektif,
tanpa pompa (AV) atau
dengan pompa (AV).
Dialisis peritoneal
1. Berkesinambungan
2. Intermitten
Peritoneum
Peritoneum
Klirens dan ultrafiltrasi
berkesinambunga ; ganti
cairan selang beberapa jam
Klirens dan ultrafiltrasi
Intermitten ;ganti cairan tiap
jam selama 12 jam setiap 2-
3 hari.
3. Terapi Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit
dasarnya dan kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi
pemberian nutrisi berdasarkan status katabolisme diajukan oleh Druml pada
tahun 2005.9
Tabel 11. Klasifikasi dan kebutuhan nutrisi pasien GgGA9
30
2.8 PENCEGAHAN
Mengingat terapi AKI yang belum sepenuhnya memuaskan, maka
pencegahan sangat penting untuk dilakukan. Walaupun demikian sampai saat ini,
tidak ada pencegahan umum yang dapat diberikan pada seorang dengan penyakit
dasar yang dapat menyebabkan AKI,seperti usia lanjut dan seseorang dengan
PGK. Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan status
hemodinamik seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan dan
mencegah penggunaan zat nefrotoksik maupun obat yang dapat mengganggu
kompensasi ginjal pada seseorang dengan gangguan fungsi ginjal. Dopamin dosis
ginjal maupun diuretic tidak terbukti efektif mencegah terjadinya AKI.12
2.9 KOMPLIKASI GgGA5
1. Infeksi
2. Kelainan kardiovaskuler
3. Gangguan elektrolit
31
-hiperkalemia
-hiponatremia
4. System saraf
Yakni sakit kepala, kepala terasa berputar-putar. Hiperspasmia, koma atau
epilepsy.
5. System pencernaan
Mual-muntah, distensi abdomen, perdarahan saluran cerna
6. System darah
Penurunan hemopoietin yang menyebabkan anemia.
3.0 PROGNOSIS16
Prognosis gagal ginjal akut tergantung dari beberapa faktor, yaitu :
1) Penyakit dasarnya
Pada umumnya AKI yang diperoleh dari rumah sakit (hospital acquired)
mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan AKI yang didapat
dari komunitas atau lingkungan (community acquired)
2) Komplikasi
Komplikasi terutama perdarahan saluran cerna dan penyakit sistem
kardiovaskuler, infeksi sekunder disertai sindrom sepsis
3) Oligouria > 24 jam
4) Umur pasien > 50 tahun
5) Diagnosis dan pengobatan terlambat
Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan
terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal
32
multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien
dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena
itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan.
Prognosis gagal ginjal akut buruk apabila :
1) Infeksi sekunder disertai sindrom sepsis
2) Gagal ginjal akut disertai gagal multi organ
3) Umur pasien > 50 tahun terutama disertai penyakit sistem kardiovaskuler
4) Program dialisis profilaktik terlambat
33