bab 2 landasan teori 2.1 perceived organizational support...
TRANSCRIPT
10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Perceived Organizational Support (POS)
2.1.1.1 Definisi POS
Perceived organizational support (POS) dapat didefinisikan sebagai persepsi
karyawan mengenai sejauh mana organisasi memberi dukungan kepada karyawan
dan sejauh mana kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan saat dibutuhkan.
Menurut Eisenberger dan Rhoades (2002) dalam jurnal Wu Wann Yih dan Sein
Htaik (2011) bahwa perceived organizational support mengacu pada persepsi
karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli
pada kesejahteraan mereka. Perceived organizational support juga dianggap sebagai
sebuah keyakinan global yang dibentuk oleh tiap karyawan mengenai penilaian
mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi yang dibentuk berdasarkan pada
pengalaman mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, penerimaan sumber
daya, interaksi dengan agen organisasinya (misalnya supervisor) dan persepsi
mereka mengenai kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka.
Berdasarkan penelitian Eisenberger et al dalam jurnal Wu Wann Yih dan Sein
Htaik (2011) menyatakan bahwa karyawan menganggap pekerjaan mereka sebagai
hubungan timbal balik yang mencerminkan ketergantungan relatif yang melebihi
kontrak formal dengan organisasinya yang berarti bahwa karyawan dan organisasi
11 terlibat dalam hubungan timbal balik. Karyawan melihat sejauh mana organisasi
akan mengakui dan menghargai usaha mereka, mendukung kebutuhan socio-
emotional mereka dan sebagai karyawan mereka akan memperlakukan organisasinya
dengan baik.
Sedangkan Menurut Robbins (2008, p103) dukungan organisasional yang
dirasakan adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin organisasi mengahargai
kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Kecuali jika manajemen
tidak mendukung bagi karyawan, karyawan dapat melihat tugas-tugas tersebut
sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan memperlihatkan hasil kerja yang
tidak efektif untuk organisasi.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa POS adalah sejauh
mana dukungan organisasi yang dirasakan karyawan atas kontribusi mereka terhadap
organisasi dan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan karyawan yang akan
mempengaruhi dukungan karyawan terhadap organisasinya.
2.1.1.2 Aspek-aspek yang Mempengaruhi POS
Sigit (2003, p19-21) menjelaskan beberapa faktor kompleks yang masuk dalam
persepsi di antaranya:
- Hallo Effect ialah memberikan tambahan penilaian (judgement) kepada
seseorang atau sesuatu yang masih bertalian dengan hasil persepsi yang telah
dibuat. Halo effect juga dapat diartikan adanya atau hadirnya sesuatu, sehingga
kesimpulan yang dibuat tidak murni.
- Attribution, Atribusi mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab
perilaku orang lain atau dirinya sendiri. Atribusi adalah proses kognitif dimana
orang menarik kesimpulan mengenai faktor yang mempengaruhi atau masuk
12
akal terhadap perilaku orang lain. Ada dua jenis atribusi yaitu atribusi
disposisional, yang menganggap perilaku seseorang berasal dari faktor internal
seperti ciri kepribadian, motivasi, atau kemampuan, dan atribusi situasional
yang menghubungkan perilaku seseorang dengan faktor eksternal seperti
peralatan atau pengaruh sosial dari orang lain.
- Stereotyping ialah memberi sifat kepada seseorang semata-mata atas dasar sifat
yang ada pada kelompok, rasa tau bangsa secara umum sebagaimana pernah di
dengar atau diketahui dari sumber lain. Stereotip menghubungkan ciri yang
baik atau tidak baik pada orang yang sedang dinilai.
- Projection , ialah suatu mekanisme meramal, apa yang akan dilakukan oleh
orang yang dipersepsi, dan sekaligus orang yang mempersepsi itu melakukan
persiapan pertahanan untuk melindungi dirinya terhadap apa yang akan
diperbuat orang yang di persepsi.
2.1.1.3 Dimensi POS
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002)
mengindikasikan bahwa 3 kategori utama dari perlakuan yang dipersepsikan oleh
karyawan memiliki hubungan dengan perceived organizational support. Ketiga
kategori utama ini adalah sebagai berikut:
1. Keadilan
Keadilan prosedural menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan
bagaimana mendistribusikan sumber daya di antara karyawan. (Greenberg, dalam
Rhoades & Eisenberger 2002). Shore dan Shore (dalam Rhoades & Eisenberger,
2002) menyatakan bahwa banyaknya kasus yang berhubungan dengan keadilan
13 dalam distribusi sumber daya memiliki efek kumulatif yang kuat pada perceived
organizational support dimana hal ini menunjukkan bahwa organisasi memiliki
kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan. Cropanzo dan Greenberg (dalam
Rhoades & Eisenberger, 2002) membagi keadilan prosedural menjadi aspek keadilan
struktural dan aspek sosial. Aspek struktural mencakup peraturan formal dan
keputusan mengenai karyawan. Sedangkan aspek sosial seringkali disebut dengan
keadilan interaksional yang meliputi bagaimana memperlakukan karyawan dengan
penghargaan terhadap martabat dan penghormatan mereka.
2. Dukungan supervisor
Karyawan mengembangkan pandangan umum tentang sejauh mana atasan
menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Kottke &
Sharafinski, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). Karena atasan bertindak sebagai
agen dari organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan dan
mengevaluasi kinerja bawahan, karyawan pun melihat orientasi atasan mereka
sebagai indikasi adanya dukungan organisasi (Levinson dkk., dalam Rhoades &
Eisenberger, 2002).
3. Penghargaan Organisasi dan Kondisi Pekerjaan
Bentuk dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan ini adalah sebagai
berikut:
a. Pelatihan. Pelatihan dalam bekerja dilihat sebagai investasi pada karyawan yang
nantinya akan perceived organizational support (Wayne dkk., dalam Rhoades &
Eisenberger, 2002).
14 b. Gaji, pengakuan, dan promosi. Sesuai dengan teori dukungan organisasi,
kesempatan untuk mendapatkan hadiah (gaji, pengakuan, dan promosi) akan
meningkatkan kontribusi karyawan dan akan meningkatkan perceived
organizational support (Rhoades & Eisenberger, 2002).
c. Keamanan dalam bekerja. Adanya jaminan bahwa organisasi ingin
mempertahankan keanggotaan di masa depan memberikan indikasi yang kuat
terhadap perceived organizational support (Griffith dkk., dalam Eisenberger and
Rhoades, 2002).
d. Peran stressor. Stress mengacu pada ketidakmampuan individu mengatasi
tuntutan dari lingkungan. Stres terkait dengan tiga aspek peran karyawan dalam
organisasi yang berkorelasi negatif dengan perceived organizational support,
yaitu: tuntutan yang melebihi kemampuan karyawan bekerja dalam waktu
tertentu (work-overload), kurangnya informasi yang jelas tentang tanggung
jawab pekerjaan (role-ambiguity), dan adanya tanggung jawab yang saling
bertentangan (role-conflict) (Lazarus & Folkman, dalam Rhoades &Eisenberger,
2002).
2.1.2 Kepuasan Kerja
2.1.2.1 Definisi Kepuasan Kerja
Koesmono dalam jurnal Brahmasari dan Suprayetno (2008) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau
karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis
pekerjan,kompensasi dan hubungan antar teman kerja serta hubungan sosial ditempat
kerja dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah
15 dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja atau
bekerja.
Menurut Fathoni (2006, p.128) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaan. Sikap ini dicerminkan oleh
moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
Menurut Robbins (2007, p73) kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang dihasilkan berdasarkan evaluasi
terhadap karakteristik-karakteristik pekerjaan tersebut. Seseorang dengan kepuasan
kerja tinggi memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya, dan seseorang yang
tidak puas memiliki perasaan negatif terhadap pekerjaannya.
Malthis dan Jackson (2006, p.243) mendefinisikan kepuasan adalah “ a
positive emotional state resulting from evaluating one’s job experience”. (Artinya
emosi yang positif sebagai hasil dari evaluasi pengalaman kerja). Menurut Gibson
dalam Wibisono (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang
dimiliki pekerja tentang pekerjaan. Sedangkan Luthans (2006,p.243) menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik
pekerjaan karyawan memberikan hal yang dinilai penting. Secara komprehensif
kepuasan kerja didefinisikan oleh Locke yang dikutip oleh Luthans (2006, p. 243)
yang mengemukakan bahwa “Job satisfaction is a result of employees perception of
how well their job provides those things which are viewed as important”. Pernyataan
tersebut menjelaskan sebagai suatu keadaan emosi yang menyenangkan atau bersifat
positif yang muncul/dihasilkan dari penilaian terhadap suatu kerja atau pengalaman.
Berdasarkan hal tersebut, tiga dimensi kepuasan kerja:
16
1. kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional terhadap situasi
kerja
2. kepuasan kerja seringkali menentukan seberapa besar hasil yang akan
dicapai atau diharapkan
3. kepuasan kerja mencerminkan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan
itu sendiri
2.1.2.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Menurut pendapat Smith, et al dalam Luthans (2006, p. 244) menyatakan
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
1. The work itself
“The work itself is the extent to which the job provides the individual with
interesting tasks, opportunities for learning, and the chance to accept
responsibility”. Pekerjaan itu sendiri, yaitu tingkat dimana suatu pekerjaan
dapat memberikan pekerjanya tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar,
dan kesempatan untuk menerima atau memperoleh tanggung jawab. Dari
pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama lain dari kepuasan kerja. Secara
umum, pekerjaan dengan jumlah pekerjaan yang moderat akan menghasilkan
kepuasan kerja yang relatif. Pekerjaan dengan variasi yang sangat kecil
menyebabkan karyawan merasakan kejenuhan dan keletihan.
Sebaliknya, pekerjaan yang terlalu banyak variasi dan terlalu cepat
menyebabkan para karyawan merasa tertekan secara psikologis. Sebagian besar
karyawan menginginkan pekerjaan yang memberikan ketenangan, tetapi
17
mereka tidak menginginkan patah semangat beberapa hari setelah bekerja.
Pekerjaan yang menyediakan sejumlah otonomi kepada karyawan akan
memberikan kepuasan kerja yang tinggi. Sebaliknya, kontrol manajemen atas
metode dan langkah-langkah kerja yang berlebihan akan mengarah kepada
ketidakpuasan kerja.
2. Pay
Berkenaan dengan pemberian kompensasi yang berupa imbalan uang yang
diterima dan sejauh mana seimbang bila dibandingkan dengan rekan yang lain
dalam organisasi. Luthans (2006, p. 244) menyatakan bahwa gaji merupakan
faktor signifikan dalam kepuasan kerja. Uang tidak hanya membantu karyawan
untuk memperoleh kebutuhan dasar mereka tetapi juga kebutuhan mereka yang
lebih tinggi. Karyawan sering melihat gaji sebagai cerminan memperhatikan
kontribusi mereka pada organisasi. Pemberian gaji harus adil, dalam hal ini
pengertian adil adalah sesuai dengan pertimbangan: berat atau ringannya
pekerjaan, besar kecilnya pekerjaan, dan perlu tidaknya ketrampilan dalam
pekerjaan.
3. Promotion Opportunities
Luthans (2006, p. 244) menyatakan bahwa promosi adalah proses pemindahan
karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain yang lebih tinggi. Promosi akan
selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi dari
jabatan yang diduduki sebelumnya. Dikatakan bahwa kesempatan promosi
tampaknya mempunyai pengaruh yang bervariasi dalam kepuasan kerja. Hal ini
disebabkan promosi dapat berperan dalam bentuk yang berbeda. Sebagai
contoh, individu yang dipromosikan berdasarkan senioritas sering merasakan
18
kepuasan kerja yang tidak sebesar individu yang dipromosikan berdasarkan
kinerja.
4. Supervision
Luthans (2006, p. 245) menyatakan adanya dua gaya pengawasan yang
berperan dalam kepuasan kerja karyawan. Pertama, perhatian terhadap
karyawan. Pengawasan yang befokus pada karyawan yang di ukur berdasarkan
seberapa besar seorang pengawas mementingkan kepentingan individu
memperhatikan karyawan melaksanakan pekerjaan, memberikan nasehat,
membimbing dan berkomunikasi dengan karyawan baik secara informal
maupun secara formal. Kedua, partisipasi karyawan. Bila pihak manajemen
memberikan kesempatan pada karyawan untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan mengenai pekerjaan mereka sendiri dalam banyak
kasus membawa karyawan ke tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi.
Contohnya, dengan memperhatikan karyawan melaksanakan pekerjaan,
memberikan nasehat, membimbing dan berkomunikasi dengan karyawan baik
secara informal maupun secara formal. Kedua, partisipasi karyawan. Bila pihak
manajemen memberikan kesempatan pada karyawan untuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan mengenai pekerjaan mereka sendiri dalam
banyak kasus membawa karyawan ketingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi.
Dalam pengawasan kemauan atasan dalam memberikan petunjuk dan
dukungan kepada bawahan merupakan hal penting yang tak dapat dilupakan.
5. Coworkers
Tingkat kerjasama dan saling mendukung antar rekan kerja merupakan faktor
yang dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Luthans (2006, p. 245)
menyatakan bahwa rekan kerja yang ramah dan mudah diajak kerja sama
19
merupakan sumber sederhana dalam kepuasan kerja. Kelompok kerja yang
“baik” membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan.
6. Kondisi kerja
Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, cahaya lampu, kondisi kerja
yang tidak mengenakan dan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Dalam
hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, dan peralatan
kerja yang nyaman untuk digunakan. Dalam kondisi seperti ini, kebutuhan-
kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja.
2.1.3 Organizational Citizenship Behavior (OCB)
2.1.3.1 Definisi OCB
Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku pekerja diluar
dari apa yang menjadi tugasnya. Organizational citizenship behavior lebih banyak
ditentukan oleh kepemimpinan dan karakteristik lingkungan kerja daripada oleh
kepribadian kerja (Wibowo, 2007, p328). Menurut Robbins, (2006, p31) OCB
adalah perilaku yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seseorang
pegawai, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.
OCB merupakan perilaku yang berdasarkan kesukarelaan yang tidak dapat
dipaksakan pada batas-batas pekerjaan dan tidak secara resmi menerima penghargaan
tetapi mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan produktivitas dan
keefektifan organisasi (Organ, et al, 2006).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organizational
citizenship behavior merupakan: Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan
20 tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan
organisasi, perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance,
tidak diperintahkan secara formal dan tidak berkaitan secara langsung dan terang-
terangan dengan sistem reward yang formal.
2.1.3.2 Dimensi OCB
Dimensi organizational citizenship behavior (Organ, et al. 2006, p120) adalah
sebagai berikut:
1. Altruism
Perilaku Pegawai dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan
dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi
maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi
pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya. Seperti
menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat, membantu
pelanggan dan para tamu jika mereka membutuhkan bantuan, membantu orang
lain yang pekerjaannya overload, membantu proses orientasi karyawan baru
meskipun tidak diminta, meluangkan waktu untuk membantu orang lain
berkaitan dengan permasalahan pekerjaan.
2. Conscientiousness
Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan
perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas
Pegawai. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari panggilan
tugas. Seperti patuh terhadap peraturan yang berlaku diperusahaan, tiba lebih
awal sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai dan berbicara
21
seperlunya dalam percakapan di telepon, mempergunakan waktu kerja dengan
baik tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan diluar pekerjaannya.
3. Sportmanship
Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam
organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang mempunyai
tingkatan yang tinggi dalam spotmanship akan meningkatkan iklim yang
positif diantara pegawai, pegawai akan lebih sopan dan bekerja sama dengan
yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih
menyenangkan. Seperti kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh dengan
menahan diri dari aktivitas mengeluh dan mengumpat dan tidak membesar-
besarkan permasalahan di luar proporsinya
4. Civic virtue
Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi
Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada
seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni. Seperti
mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan dalam organisasi dan
membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi, dan
memberikan perhatian terhadap kegiatan yang membantu image perusahaan.
5. Courtessy
Perilaku meringankan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi
orang lain. Seperti: Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar
terhindar dari masalah-masalah interpersonal, membantu teman kerja
mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjaannya dengan cara
memberi konsultasi dan informasi. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah
orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain.
22
Beberapa pengukuran lain mengenai ke lima dimensi organizational citizenship
behavior menurut Luthans (2006) adalah :
1. Altruism - Menolong teman kerja ketika sakit.
2. Conscientiousness - Pulang telat untuk menyelesaikan pekerjaan.
3. Sportmanship - Menceritakan kegagalan tim project dan mendengarkan saran
dari anggota yang mungkin dapat membuat sukses.
4. Courtesy - Mampu mengerti dan berempati kepada keadaan perusahaan
meskipun dihasut.
5. Civic Virtue - Menjadi sukarelawan untuk program komunitas perusahaan.
2.1.3.3 Manfaat OCB
Menurut Organ, et al (2006, p199) OCB dapat membawa manfaat bagi
perusahaan, yaitu:
1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja.
Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian
tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan
tersebut.
2. OCB menungkatkan produktivitas manajer.
Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer
mendapatkan saran dan umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut
untuk meningkatkan efektivitas kerja.
3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara
keseluruhan.
23
a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam
suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya
manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti
membuat perencanaan.
b. Karyawan yang menampilkan conscentioussness yang tinggi hanya
membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat
mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti
lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang
lebih penting.
c. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong
manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan
keluhan-keluhan kecil karyawan.
4. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan -kegiatan
kelompok kerja.
Menampilkan Perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif
dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi diantara anggota
kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kelompok.
5. OCB meningkatkan kinerja organisasi dan kemampuan organisasi untuk
menarik dan mempertahankan karyawan yang baik.
a. Perilaku menolong dapat meningkatkan kebersamaan serta perasaan saling
memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja
organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan
karyawan yang baik.
24
b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku
sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan
kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi.
6. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.
Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang
mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas dari kinerja
organisasi.
2.1.4 Komitmen Organisasi
2.1.4.1 Definisi Komitmen Organisasi
Mowday, Steers dan Porter dalam Sopiah (2008, p155) mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai daya relatif dari keberpihakan dan keterlibatan
seseorang terhadap suatu organisasi. Berdasarkan pendapat Mathis dan Jackson
dalam Sopiah (2008, p155) memberikan definisi, ”Organizational Commitment is
the degree to which employees believe in and accept organizational goals and desire
to remain with the organization”. (Komitmen organisasional adalah derajat yang
mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap
tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi).
Steers dan Porter dalam Sopiah (2008, p156) mengatakan bahwa suatu bentuk
komitmen yang muncul dalam diri karyawan tidak hanya bersifat loyalitas yang pasif,
tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi yang memiliki tujuan
memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Hal
inilah yang membedakan komitmen dengan attachment (keikatan/keterikatan).
Attachment merupakan bentuk komitmen yang rendah, dimana individu dalam
25 bergabung dan membantu organisasi sangat tergangung adanya imbalan (umpan
balik) yang diterima. Keikatan menunjuk pada keanggotaan yang bersifat pasif.
Meyer dan Allen dalam Sopiah (2008, p157) merumuskan suatu definisi
mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang
merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan
memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya
dalam berorganisasi.
Dari definisi-definisi di atas, diketahui bahwa komitmen organisasi merupakan
sebuah proses terus menerus berlanjut dimana partisipan organisasi mengungkapkan
perhatian untuk organisasi, dan sikap tentang loyalitas karyawan kepada organisasi
mereka dan keinginan untuk bertahan menjadi karyawan dalam organisasi tersebut.
2.1.4.2 Bentuk-bentuk Komitmen Organisasi
Meyer, Allen dan Smith dalam Sopiah (2008, p157) menyatakan bahwa ada 3
(tiga) komponen komitmen organisasi, yaitu:
1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari
organisasi karena adanya ikatan emosional
2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu
organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-kenuntungan lain, atau
karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.
3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan
bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa
komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
26
Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang
berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan
organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu
karyawan dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi
tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki
komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka
harus melakukannya.
Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan
komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen
organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan
yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki
keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi.
Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian
finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak
maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari
pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki
karyawan. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan
untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.
Kanter dalam Sopiah (2008, p158), mengemukakan beberapa bentuk komitmen
organisasi sebagai berikut :
1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen
yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan
organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada
organisasi;
27 2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap
organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam
organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang
dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat;
3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada
norma anggota organisasi yang memberikan perilaku yang diinginkannya.
Norma yang dimiliki organisasi mampu memberikan sumbangan terhadap
perilaku yang diinginkannya.
2.1.4.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi
Dessler dalam Sopiah (2008, p159-161) mengemukakan sejumlah cara yang
bisa dilakukan untuk membangun komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1. Make it charismatic: Jadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang
karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam
berperilaku, bersikap dan bertindak.
2. Build the tradition: Segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai
suatu tradisi yang secara terus-menerus dipelihara, dijaga oleh generasi
berikutnya.
3. Have comprehensive grievance procedures: Bila ada keluhan atau komplain
dan pihak luar ataupun dan internal organisasi maka organisasi harus memiliki
prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.
4. Provide extensive two-way communications: Jalinlah komunikasi dua arah di
organisasi tanpa memandang rendah bawahan.
5. Create a sense of community: Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai
suatu community di mana di dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa
memiliki, kerja sama, berbagi, dll.
28 6. Build value-based homogeneity: Membangun nilai-nilai yang didasarkan
adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang sama,
misalnya untuk promosi maka dasar yang digunakan untuk promosi adalah
kemampuan, ketrampilan, minat, motivasi, kinerja, tanpa ada diskri-minasi.
7. Share and share alike: Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana
antara karyawan level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda atau
mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dll.
8. Emphasize barn raising, cross-utilization, and teamwork: Organisasi sebagai
suatu community harus bekerja sama, saling berbagi, saling mem¬beri manfaat
dan memberikan kesempatan yang sama pada anggota organisasi. Misalnya
perlu adanya rotasi sehingga orang yang bekerja di "tempat basah" perlu juga
ditempatkan di "tempat yang kering". Semua anggota organisasi merupakan
suatu tim kerja. Semuanya harus mem¬berikan kontribusi yang maksimal demi
keberhasilan organisasi tersebut.
9. Get together: Adakan acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi
sehingga kebersamaan bisa tedalin. Misalnya, sekali-kali produksi dihentikan
dan semua karyawan terlibat dalam event rekreasi bersama keluarga,
pertandingan olah raga, seni, dll. yang dilakukan oleh semua anggota
organisasi dan keluarganya.
10. Support employee development: Hasil studi menunjukkan bahwa karyawan
akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi mem-
perhatikan perkembangan karier karyawan dalam jangka panjang.
11. Commit to Actualizing: Setiap karyawan diberi kesempatan yang sama untuk
mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas
masing-masing.
29 12. Provide first-year job challenge: Karyawan masuk ke organisasi dengan
membawa mimpi dan harapannya, kebutuhannya. Berikan bantuan yang
kongkret bagi karyawan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dan
mewujudkan impiannya. Jika pada tahap-tahap awal karyawan memiliki
persepsi yang positif terhadap organisasai maka karyawan akan cenderung
memiliki kinerja yang tinggi pada tahap-tahap berikutnya.
13. Enrich and empower. Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara
monoton karena nitinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan.
Hal ini tidak baik karena akan menurunkan kinerja karyawan. Misalnya dengan
rotasi kerja, memberikan tantangan dengan memberikan tugas, kewajiban dan
otoritas tambahan, dll.
14. Promote from within. Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan
pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan sebelum merekrut karyawan
dan luar perusahaan.
15. Provide developmental activities. Bila organisasi membuat kebijakan untuk
merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu
akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang personalnya,
juga jabatannya.
16. The question of employee security. Bila karyawan merasa aman, baik fisik
maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya. Misalnya,
karyawan merasa aman karena perusahaan membuat kebijakan memberikan
kesempatan karyawan bekerja selama usia produktif. Dia akan merasa aman
dan tidak takut akan ada pemutusan hubungan kerja. Dia merasa aman karena
keselamatan keija diperhatikan perusahaan.
30 17. Commit to peoplefirst values. Membangun komitmen karyawan pada
organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara
instan. Oleh karena itu perusahaan hams benar-benar memberikan perlakuan
yang benar pada masa awal karyawan memasuki organisasi. Dengan demikian
karyawan akan mempunyai persepsi yang positif terhadap organisasi.
18. Put it in writing. Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi,
sejarah, strategi, dli. organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan
sekedar bahasa lisan.
19. Hire "Right-Kind" managers. Bila pimpinan ingin menanamkan nilai-nilai,
kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dll pada bawahan, sebaiknya
pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-
hari.
20. Walk the talk. Tindakan jauh lebih efektif dan sekedar kata-kata. Bila pimpinan
ingin karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai
berbuat sesuatu, tidak sekedar kata-kata atau berbicara.
Minner dalam Sopiah (2008, p161) menjelaskan bahwa proses terjadinya
komitmen organisasi itu berbeda. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fase initial commitment, yaitu adanya faktor yang berpengaruh terhadap
komitmen karyawan pada tahap ini adalah:
a. Karakteristik individu
b. Harapan-harapan pada organisasi
c. Karakteristik pekerjaan
2. Fase commitment during early employment yang terjadi pada karyawan yang
telah bekerja selama beberapa tahun. Faktor yang berpengaruh terhadap
komitmen karyawan pada tahap ini diantaranya:
31 a. Pengalaman kerja yang dirasakan pada tahap awal bekerja
b. Bagaimana pekerjaannya
c. Bagaimana sistem penggajiannya
d. Bagaimana gaya supervisinya
e. Bagaimana hubungan dia dengan rekan kerjanya ataupun hubungan dia dengan
pimpinannya.
Semua faktor diatas akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab
karyawan pada organisasi yang pada akhirnya akan menghasilkan komitmen
karyawan pada awal memasuki dunia kerja.
3. Fase commitment during later career. Faktor yang berpengaruh terhadap
komitmen karyawan pada tahap ini berkaitan dengan:
a. Investasi
b. Modal kerja
c. Hubungan sosial yang tercipta di organisasi
d. Pengalaman selama bekerja.
Faktor diatas akan berpengaruh pada kelangsungan keanggotaan seseorang atau
karyawan dalam organisasinya.
2.1.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Menurut David dalam Sopiah, (2008, p163) mengemukakan empat faktor yang
mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
kerja, kepribadian, dll;
2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran,
tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll;
32 3. Karekteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi
(sentralisasi/desentralisasi), kehadiran serikat pekerja;
4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap
tingkat komitmen karyawan pada organisasi.
Steers dalam Sopiah, (2008, p163) menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi
komitmen seorang karyawan antara lain :
1. Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi
kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan
2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan
rekan sekerja; dan
3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara
pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang
organisasi.
2.1.5 Iklim Organisasi
2.1.5.1 Definisi Iklim Organisasi
Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kalinya dipakai oleh
Kurt Lewin pada tahun 1930-an, yang menggunakan istilah iklim psikologi
(psychological climate), kemudian istilah iklim organisasi dipakai oleh R. Tagiuri
dan G. Litwin. Menurut R.Tagiuri dan G.Litwin dalam Wirawan (2007, p121):
“iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal yang secara relatif terus
berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan
dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi”.
33
Sedangkan Litwin dan Stringer dalam Wirawan (2007, p121) menyatakan
bahwa iklim organisasi sebagai "a concept describing the subjective nature or
quality of the organizational environment. Its properties can be perceived or
experienced by members of the organization and reported by them in an appropriate
questionare”. Iklim organisasi merupakan suatu konsep yang melukiskan sifat
subjektif atau kualitas lingkungan organisasi. Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan
dan dipahami oleh anggota organisasi dan dilaporkan melalui kuesioner yang tepat.
Berdasarkan pendapat Wirawan (2007,p 122): “Iklim Organisasi merupakan
persepsi anggota organisasi secara induvidu dan kelompok dan mereka yang secara
tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi di
lingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan prilaku
organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja
organisasi”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa iklim
organisasi merupakan suatu konsep yang melukiskan sifat subjektif atau kualitas
lingkungan organisasi.
Menurut Saragih dan Akib (2004), Iklim organisasi merupakan persepsi
bersama secara objektif yang mencirikan kehidupan dalam organisasi. Selanjutnya
Sohein dalam Saragih dan Akib (2004) menyatakan bahwa iklim organisasi berbeda
dengan budaya organisasi, karena budaya organisasi lebih memperhatikan nilai-nilai,
tradisi, dan sebagainya yang mencerinkan fundamen organisasi yang lebih. Iklim
organisasi menjelaskan pola perilaku relatif baru yang diperlihatkan dalam
lingkungan organisasi sehari-hari, seperti yang dialami, dipahami, dan ditafsirkan
oleh individu.
34
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa ciri
yang terdapat dalam lingkungan kerja dan timbul terutama karena kegiatan
organisasi, dan mempengaruhi perilaku karyawan organisasi.
2.1.5.2 Dimensi-dimensi Iklim Organisasi
Iklim organisasi secara objektif eksis, terjadi di setiap organisasi, dan
mempengaruhi perilaku anggota organisasi, tetapi hanya dapat di ukur secara tidak
langsung melalui persepsi anggota organisasi. Dimensi iklim organisasi adalah unsur,
faktor, sifat atau karakteristik variabel iklim organisasi. Studi yang dilakukan oleh
para pakar iklim organisasi menunjukkan paling tidak 460 jenis lingkungan kerja
dengan iklim organisasinya sendiri-sendiri (Rob Altman dalam Wirawan, 2007).
1. Keadaan lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah lingkungan yang
berhubungan dengan tempat, peralatan, proses kerja- Persepsi karyawan
mengenai tempat kerjanya menciptakan persepsi karyawan mengenai iklim
organisasi.
2. Keadaan lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah interaksi antara anggota
organisasi. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan formal, informasi
kekeluargaan, atau profe sional.
3. Pelaksanaan sistem manajemen. Sistem manajemen adalah pola proses
pelaksanaan manajemen organisasi. Indikator faktor manajemen yang
mempengaruhi iklim organisasi jumlahnya sangat banyak, misalnya
karakteristik organisasi (lembaga pendidikan, rumah sakit, militer, dan
sebagainya) yang berbeda menimbulkan iklim organisasi yang berbeda.
4. Produk. Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.
Produk suatu organisasi sangat menentukan iklim organisasi. misalnya, iklim
35
organisasi dinas kebersihan yang produknya berupa layanan pemebersihan
sampah, berbeda dengan iklim organisasi perusahaan perbankan yang
produknya adalah layanan keuangan.
5. Konsumen yang dilayani. Konsumen yang dilayani dan untuk siapa produk
ditujukan, mempengaruhi iklim organisasi.
6. Kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi. persepsi mengenai kondisi fisik
dan kejiwaan anggota organisasi sangat mempengaruhi iklim organisasi.
termasuk dalam kondisi fisik adalah kesehatan, kebugaran, keenergikan, dan
ketangkasan. Kondisi fisik sangat mempengaruhi iklim organisasi lembaga
militer dan kepolisian. Kondisi kejiwaan merupakan faktor yang menentukan
terjadinya iklim organisasi. kondisi kejiwaan misalnya adalah komitmen, moral,
kebersamaan, dan keseriusam anggota organisasi.
7. Budaya organisasi. Baik budaya organisasi maupun iklim organisasi
mempengaruhi perilaku organisasi anggota organisasi yang kemudian
mempengaruhi kinerja mereka. Misalnya jika kode etik dilaksanakan dengan
sistematis, maka akan mempengaruhi persepsi karyawan mengenai lingkungan
sosialnya lalu terjadilah iklim etis dalam lingkungan organisasi. demikian juga
dalam budaya organisasi terdapat norma tertulis, tetapi banyak dilanggar oleh
anggota organisasi dan tanpa sanksi, sehingga menimbulkan iklim organisasi
negatif.
Robert stringer dalam Wirawan (2007, p131) berpendapat bahwa karakteristik
atau dimensi iklim organisasi mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk
berperilaku tertentu. Oleh karena itu, iklim organisasi dapat dilukiskan dan di ukur
dalam pengertian tersebut. Ia mengatakan bahwa untuk mengukur iklim organisasi
terdapat enam dimensi yang diperlukan.
36 a. Structure. Struktur organisasi merefleksikan apakah suatu organisasi
diorganisasikan secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang
jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi dan
pekerjaan mereka didefinisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka
merasa tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan
mempunyai kewenangan mengambil keputusan.
b. Standards. Standar-standar dalarn suatu organisasi mengukur tekanan untuk
meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki oleh anggota
organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar-standar tinggi
artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan
kinerja Standar-standar rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk
kinerja.
c. Responsibility. Tanggung jawab merefleksikan perasaan karyawan bahwa
mereka menjadi "bos diri sendiri" dan tidak memerlukan keputusannya
dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya. Persepsi tanggung jawab tinggi
menunjukkan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan
masalahya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukan bahwa pengambilan
risiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.
d. Recognition. Pengakuan mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa
dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Pengakuan
merupakan ukuran penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas
penyelesaian pekerjaan. Iklim organisasi yang menghargai kinerja
berkarakteristik keseimbangan antara imbalan dan kritik. Pengakuan rendah
artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak
konsisten.
37 e. Support. Dukungan merefleksikan percaya dan saling mendukung yang terus
berlangsung diantara anggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika anggota
organisasi merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik dan
merasa memperoleh bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalan
menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa terisolasi
atau tersisih sendiri.
f. Komitnen. Komitmen (commitment) merefleksikan perasaan bangga anggota
terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan
organisasi. perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal.
Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi
dan tujuannya.
Menurut Likert dalam Yulianti (2004) mengemukakan bahwa iklim
organisasi dapat dideteksi menjadi 4 yaitu: sangat autokratis, sedikit tidak autokratis,
konsultatif dan partisipatif.
1. Iklim organisasi yang autokratis yaitu proses kepemimpinan yang terjadi sama
sekali tidak memberikan keyakinan dan kepercayaan pada bawahan,
memotivasi dengan ancaman, sentralisasi dan sama sekali tidak mendorong
partisipasi bawahan dan tidak merasa terikat untuk mengembangkan bawahan.
2. Iklim organisasi yang sedikit tidak autokratis adalah proses kepemimpinan
yang hanya sedikit memberikan kepercayaan pada bawahan tetapi masih tetap
memotivasi dengan ancaman, masih sentralisasi, sedikit mendorong partisipasi
dan tidak terikat mengembangkan bawahannya.
3. Iklim organisasi yang konsultatif adalah proses kepemimpinan yang mulai
memberikan kepercayaan pada bawahan, tidak sentralisasi, motivasi sudah
38
tidak didasarkan pada ancaman dan mengikutsertakan bawahan dalam proses
pengambilan keputusan.
4. Iklim organisasi yang partisipatif adalah proses kepemimpinan yang lebih
komplek dari ketiga iklim terdahulu, pimpinan memberikan kepercayaan,
bawahan merasa bebas membahas permasalahan pekerjaan, motivasi lewat
metode partisipatif, interaksi secara terbuka, desentralisasi dan pimpinan
memikirkan pengembangan bawahan.
2.1.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi adalah:
a. Karakteristik internal
Terdiri dari kondisi dalam organisasi yang diatur dan telah ditetapkan dalam
mencapai tujuan organisasi. Karakteristik internal dikenal melalui beberapa dimensi:
• Formalisasi, yaitu tingkat penggunaan dokumentasi tertulis
• Spesialisasi, yaitu derajat pembagian tugas
• Sentralisasi, yaitu berupa pembagian kekuasaan dan proses pengambilan
keputusan
• Otoritas, yaitu berupa pembagian tugas dan pengambilan keputusan
• Profesionalisme, yaitu menggambarkan tingkat pendidikan anggota
• Konfigurasi, yaitu menunjukkan pembagian anggota ke dalam bagian-bagian.
b. Karakteristik organisasi secara keseluruhan
Organisasi sebagai suatu sistem terbuka, dalam upaya pencapaian tujuan
memiliki karakteristik tertentu sebagai totalitas dapat dilakukan melalui penelaahan
39 terhadap ukuran organisasi, teknologi yang digunakan dan lingkungan yang dihadapi
organisasi, faktor umum organisasi, ukuran organisasi, teknologi dan lingkungan
akan mempengaruhi iklim yang dirasakan anggota, karena secara langsung ataupun
tidak, anggota pun berinteraksi dengan faktor-faktor tersebut.
c. Karakteristik individu
Seperti yang diungkapkan di atas, bahwa iklim organisasi tercipta dari hasil
interaksi individu dalam organisasi. iklim merupakan suasana yang dirasakan orang-
orang yang terlibat dalam organsiasi. Dengan demikian karakteristik individu seperti
persepsi, sifat, kemampuan, akan mempengaruhi iklim organisasi. demikian juga
dengan pengalaman masa lalu, harapan serta nilai-nilai yang dianut setiap individu
akan berpengaruh terhadap proses interkasi. Karakteristik individu yang satu dengan
yang lain berbeda, akan memberi warna pada iklim yang terbentuk.
Besar kecilnya organisasi ditentukan oleh jumlah anggota yang terlibat dalam
proses kegiatan organisasi. Dalam organisasi yang kecil memungkinkan frekuensi
tatap muka antara individu menjadi lebih tinggi, sehingga tingkat keakraban menjadi
lebih tinggi. Komunikasi lebih intensif sehingga memungkinkan terbentuknya
suasana yang berbeda dengan organisasi yang berukuran besar.
2.1.6 Kinerja Karyawan
2.1.6.1 Definisi Kinerja Karyawan
Menurut Hasibuan (2007, p94): “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”.
40 Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan
minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas,
serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas
semakin besarlah prestasi kerja karyawan yang bersangkutan.
Menurut Mathis dan Jackson (2006, p78) kinerja karyawan adalah kontribusi
yang diberikan karyawan kepada perusahaan yang dapat diidentifikasi dari hasil
kerja karyawan. Amstrong & Baron dalam Wibowo (2007, p2) mengatakan bahwa
kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan
strategi organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi ekonomi.
Sedangkan pengertian kinerja menurut Wibowo (2007, p2) adalah tentang
melakukan pekerjaan dan hasil dari yang dicapai dari pekerjaan tersebut.
Selanjutnya Mangkunegara (2009, p9) menyatakan bahwa kinerja karyawan
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepada karyawan tersebut.
2.1.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan baik itu secara individual
ataupun kemampuan maupun usaha yang dicurahkan juga dukungan yang diterima
karyawan. Menurut Mathis dan Jackson (2006, p113-114) ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi bagaimana seseorang bekerja antara lain:
41 1. Kemampuan individual.
Komponen kemampuan individual terdiri dari bakat, minat, dan faktor
kepribadian individu. tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dimiliki
seseorang karyawan berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan
interpersonal dan kecakapan teknis. Dengan demikian, kemungkinan seorang
karyawan akan mempunyai kinerja yang baik, jika karyawan tersebut memiliki
tingkat keterampilan baik maka karyawan tersebut akan menghasilkan kinerja yang
baik pula.
2. Usaha yang dicurahkan.
Komponen usaha yang dicurahkan terdiri dari motivasi, etika kerja, komitmen,
kehadiran dan rancangan tugas. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi
yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Karyawan
yang mempunyai tingkat keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan tetapi tidak
akan bekerja dengan baik jika dengan sedikit upaya saja. Hal ini berkaitan dengan
perbedaan antara tingkat keterampilan dengan tingkat upaya. Tingkat keterampilan
merupakan cermin dari apa yang dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan
cermin apa yang dilakukan.
3. Dukungan organisasional
Komponen dukungan organisasional terdiri dari pelatihan dan pengembangan,
peralatan dan teknologi, iklim organisasi, standar kinerja, dan manajemen dan rekan
kerja. Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi sebanyak mereka
memberikan kontribusi pada organisasi.
Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen
tersebut ada di dalam diri karyawan. Akan tetapi kinerja akan berkurang apabila
salah satu faktor tersebut dikurangi atau tidak ada. Menurut Mangkunegara (2009,
42 p13) mengemukakan bahwa beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation):
• Faktor Kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya karyawan yang memiliki IQ diatas
rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai
kinerja maksimal.
• Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) karyawan terhadap situasi kerja
(situation) dilingkungan organisasinya. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan kerja.
2.1.6.3 Elemen-elemen Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2006, p378), kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum
untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut:
1. Kualitas dari hasil.
Mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran
mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya.
Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.
43 2. Kuantitas dari hasil.
Jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif
melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan
dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.
3. Ketepatan waktu dari hasil.
Waktu harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan secara optimal.
Penundaan penggunaan waktu dapat menimbulkan berbagai konsekuensi biaya
besar dan kerugian.
4. Kehadiran atau absensi.
Tingkat kehadiran merupakan sesuatu yang menjadi tolak ukur sebuah
perusahaan dalam mengetahui tingkat partisipasi karyawan pada perusahaan.
5. Kemampuan bekerja sama.
Kemampuan bekerja sama dapat menciptakan kekompakan sehingga dapat
meningkatkan rasa kerja sama antar karyawan.
2.1.6.4 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan faktor kunci dalam mengembangkan suatu
organisasi secara efektif dan efesien, karena adanya kebijakan organisasi atas
program yang lebih baik untuk sumber daya manusia mereka. Penilaian atau
pengukuran kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan
kinerja terdapat deviasi dari rencana yang ditentukan, atau apakah kinerja dapat
dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah
tercapai sesuai dengan yang diharapkan,Wibowo (2007, p319).
Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan
organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui
44 kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Setiap orang sebagai
pelaku yang melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan fungsinya harus dinilai
kinerjanya. Penilaian hanya berkepentingan untuk mengukur apa yang penting dan
relevan. Hal-hal yang diukur tergantung pada apa yang dianggap penting oleh
stakeholders dan pelanggan.
Menurut Wibowo (2007, p320) pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan
dengan cara:
1. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi.
2. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan.
3. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja.
4. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu
diberi perhatian prioritas.
5. Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas.
6. Mempertimbangkan penggunaan sumber daya.
7. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.
2.1.6.5 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Mahmudi (2010, p14), penilaian kinerja merupakan bagian terpenting
dari proses pengendalian manajemen baik organisasi publik maupun swasta. Tujuan
dilakukan penilaian kinerja adalah:
- Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
- Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
- Memperbaiki kinerja periode berikutnya
- Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pengambilan keputusan
pemberian reward dan punishment
45 - Memotivasi karyawan.
2.1.6.6 Jenis Sistem Penilaian Kinerja
Sistem penilaian kinerja dapat dikategorikan berdasarkan pengarah kinerja,
dan pengarah kinerja inilah yang menjadi fokus pengukuran. Menurut Berger dan
Berger (2007, p111-112) kategori sistem penilaian tersebut adalah:
1. Trait-based (berbasis sifat)
Diasumsikan bahwa sifat tertentu merupakan pengarah kerja, jadi yang diukur
adalah karakter pribadi pemegang pekerjaan.
2. Behaviour Based (berbasis prilaku)
Diasumsikan bahwa perilaku tertentu merupakan pengarah kinerja, jadi yang
diukur adalah apa yang dilakukan oleh pemegang pekerjaan.
3. Knowledge/Skill Based (berbasis pengetahuan/keterampilan)
Diasumsikan bahwa pengetahuan/keterampilan tertentu merupakan pengarah
kinerja, jadi yang diukur adalah apa yang diketahui/diaplikasikan oleh pemegang
pekerjaan. Apabila sifat, perilaku, keterampilan, dan pengetahuan ini terkait dengan
keberhasilan organisasi yang diharapkan, disebut sebagai kompetensi.
4. Result Based (berbasis hasil)
Diasumsikan bahwa pencapaian sasaran sama dengan kinerja, jadi yang diukur
adalah apa yang berhasil dicapai oleh pemegang pekerjaan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wu Wann-Yih dan Sein Htaik dengan
judul The Impact Of Perceived Organizational Support, Job Satisfaction, And
Organizational Commitment In Job Performance In Hotel Industry bertujuan untuk
46 membantu para pembuat keputusan dan manajer hotel menemukan faktor yang
paling mempengaruhi dalam mengembangkan kinerja karyawan pada hotel mereka.
Sampel populasi dipilih dari perusahaan yang terdaftar di Taiwan Culture and
Tourism Association. Dengan total 132 hotel yang terkumpul, dimana kuesioner
dibuat terstruktur dalam bahasa english dan chinese dan disebarkan melalui email
kepada general manager, marketing manager dan human resource manager untuk
diisi oleh karyawannya. Sebanyak 321 kuesioner yang terkumpul, dan 285 kuesioner
yang dapat digunakan untuk menganalisis data, dengan tingkat keefektifan sebesar
89%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perceived organizational support
memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, tetapi
kepuasan kerja memiliki kontribusi terhadap kinerja karyawan sebesar 48,2% dan
komitmen organisasi juga memiliki pengaruh dan kontribusi terhadap kinerja
karyawan melalui tiga konsep yaitu, komitmen afektif (6,7%), komitmen
kelanjutan(61,3%), dan komitmen normatif(48,2%).
Rentao Miao dan Heung Gil Kim melakukan penelitian dengan judul
Perceived Organizational Support, Job Satisfaction and Employee Performance: An
Chinese Emperical Study, dimana tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh dan hubungan perceived organizational support dan job satisfaction
terhadap kinerja karyawan di China. Karyawan yang dijadikan sebagai responden
dipilih secara sistematis dari beberapa departemen pada perusahaan baja di China.
Sebanyak 159 kuesioner yang disebarkan pada karyawan dan 29 kuesioner kepada
supervisor, dan jumlah kuesioner yang terkumpul hanya 130 secara keseluruhan.
Kuesioner yang disebarkan terdiri dari dua yaitu, kepada karyawan untuk mengukur
perceived organizational support dan kepuasan kerja karyawan dan kuesioner
kepada supervisor adalah untuk mengukur penilaian kinerja karyawan dan tingkat
47 organizational citizenship behavior karyawan. metode yang digunakan adalah
dengan melakukan uji kolerasi dan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perceived organizational support dan juga kepuasan kerja memiliki
hubungan dan pengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
hasil dari penelitian memiliki beberapa implikasi yang menarik bagi para manager.
Pertama, dukungasn organisasi dianggap penting untuk meningkatkan kinerja
karyawan, manager tidak dapat menghindari untuk membuat persepsi karyawan
tentang dukungan organisasi. Bagi tenaga kerja di China, untuk mendorong kinerja
karyawan maka manager organisasi perlu untuk meningkatkan dukungan organisasi
dengan menerapkan kebijakan organisasi, sikap, prosedur dan keputusan yang
mendukung dan menghargai kontribusi karyawan dan peduli terhadap kesejahteraan
karyawan. Yang kedua adalah kepuasan kerja karyawan, dimana kepuasan kerja juga
dapat meningkatkan kinerja karyawan. Dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan
kerja karyawan, maka manaher organisasi perlu secara bersamaan menangani
beberapa variabel yang memungkinkan untuk memastikan kinerja karyawannya.
Contohnya, memberikan keuntungan yang layak pada karyawan, membantu
menyelesaikan masalah mereka, melakukan job enrichment, dan mengurangi
diskriminasi ditempat kerja.
Edric L (2008) melakukan penelitian dengan judul A Correlational Analysis
Relating Organizational Climate to Employee Performance. Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan utnuk mengetahui apakah ada hubungan antara iklim organisasi
dengan kinerja karyawan. Populasi yang digunakan untuk melakukan penelitian ini
adalah dengan 97 peserta. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa adanya
hubungan statistik yang signifikan antara iklim organisasi dan kinerja karyawan,
berdasarkan hasil dari analisis korelasional dan analisis regresi linier. Faktor yang
48 signifikan secara statistik yang menunjukkan hubungan antara iklim organisasi dan
kinerja karyawan dan faktor-faktor penting untuk iklim organisasi adalah
akuntabilitas, kerjasama, kepemimpinan, keselarasan, adaptasi, dan kepercayaan.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan untuk kinerja karyawan adalah retensi, layanan
pelanggan, dan produktivitas. Melalui penggunaan analisis statistik, statistik
deskriptif, dan validasi konsistensi internal, penelitian ini menyimpulkan,
berdasarkan variabel disajikan sebagai iklim organisasi dan faktor kinerja karyawan
dan dipetakan masing-masing untuk setiap variabel, bahwa iklim organisasi
berkorelasi secara konklusif terhadap kinerja karyawan. Sebuah hubungan yang
signifikan masih ada, meskipun beberapa kasus korelasi lemah. Hasil yang
menunjukkan bahwa iklim organisasi memiliki korelasi terhadap kinerja karyawan
harus menyediakan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk memperluas
studi kasus ini. Hasil ini juga harus memperluas lembaga pengetahuan yang lebih
luas sehingga para pemimpin dapat sepenuhnya memahami bahwa kinerja karyawan
dipengaruhi oleh iklim di mana mereka bekerja.
Berikut ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Usman Qaisar
et.al dengan judul Exploring Effects of Organizational Commitment on Employee
Performance : Implication for Human Resource Strategy. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji dampak dari tiga komponen komitmen organisasi (afektif,
keberlanjutan dan komitmen normatif) terhadap kinerja polisi di Pakistan.
Meningkatkan komitmen organisasi antara karyawan merupakan aspek penting
sebagai akibat dari mana mereka tampil lebih baik. Penelitian ini dilakukan pada
petugas polisi yang bertugas di Islamabad Polisi Wilayah Ibu Kota di Pakistan.
Kuesioner survei secara pribadi didistribusikan di antara 200 petugas peringkat
rendah. Dengan 155 kuesioner yang dapat digunakan telah diterima. Hasil dari
49 penelitian ini menunjukkan bahwa peran komitmen organisasi memiliki efek yang
signifikan bagi kinerja polisi di Pakistan. Ketiga dimensi yaitu komitmen afektif,
kelanjutan dan normatif menunjukkan efek simultan terhadap kinerja polisi secara
signifikan positif dan para petugas yang memiliki komitmen kuat dalam tiga dimensi
dapat melakukan kinerja yang lebih baik. Penelitian ini menarik perhatian para
manajemen puncak dan pembuat kebijakan untuk mengambil langkah-langkah untuk
meningkatkan prestasi kinerja polisi melalui peningkatan komitmen. Hasil dari
peningkatan kinerja karyawan merupakan tujuan setiap organisasi,oleh karena itu
tiga dimensi komitmen organisasi merupakan faktor penting yang dapat
berkontribusi terhadap peningkatan kinerja petugas Polisi.
Lichtman (2007), melakukan penelitian dengan judul Effect Of An
Organization’s Climate On Performance Of Supply Chain Managers In Michigans:
A Perception Study. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji bagaimana
faktor iklim organisasi seperti peluang untuk personal growth, pengembangan dll
mempengaruhi tingkat dimana persepsi manajer rantai pasokan terhadap lingkungan
kerja dapat mempermudah pekerjaan mereka. Penelitian ini melibatkan 68 manajer
rantai pasokan dari 10 perusahaan Michigan yang berbeda. Penelitian dilakukan
dengan cara menyebarkan kuesioner dengan 10 pertanyaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 6 dari 10 pertanyaan pada survei secara statistik signifikan dan
positif berhubungan dengan persepsi manajer rantai pasokan terhadap lingkungan
organisasi mereka dapat mempermudah dan membantu pekerjaan mereka.
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka dan permasalahan diatas, maka skema
penelitian ini ditunjukkan oleh model gambar sebagai berikut:
50
Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran
Iklim Organisasi (X5)
• Struktur • Standar • Tanggung jawab • Penghargaan • Dukungan • komitmen
OCB (X3) • Altruism • Conscientiousness • Sportmanship • Civic cirtue • Courtesy
Komitmen Organisasi (X4)
- Komitmen afektif - Komitmen kelanjutan - Komitmen normatif
Kinerja Karyawan (Y)
• Kualitas kerja • Kuantitas kerja • Ketepatan waktu • Kehadiran • Kemampuan
bekerja sama
Kepuasan Kerja (X2)
• Gaji • Pekerjaan itu sendiri • Kesempatan promosi • Supervision • Cowokers • Kondisi kerja
POS (X1) • Keadilan • Dukungan atasan • Penghargaan organisasi
dan kondisi pekerjaan
T-1
T-2
T-3
T-4
T-5
T-6
51 2.4 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2008, p93), hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-
fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Ho : tidak ada pengaruh atau hubungan antar variabel
Ha : ada pengaruh atau hubungan antar variabel
Berdasarkan dari permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta
tinjauan pustaka, maka kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah sebagai
berikut:
1. Untuk T – 1
H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel perceived
organizational support (X1) terhadap kinerja karyawan (Y).
Ha : Adanya pengaruh secara signifikan antara variabel perceived
organizational support (X1) terhadap kinerja karyawan (Y).
2. Untuk T – 2
H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel kepuasan kerja (X2)
terhadap kinerja karyawan (Y).
Ha : Adanya pengaruh secara signifikan antara variabel kepuasan kerja (X2)
terhadap kinerja karyawan (Y).
3. Untuk T – 3
H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel Organizational
citizenship behavior (X3) terhadap kinerja karyawan (Y).
52
Ha : Adanya pengaruh signifikan antara Organizational citizenship behavior
(X3) terhadap kinerja karyawan (Y).
4. Untuk T – 4
H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel komitmen organisasi
(X4) terhadap kinerja karyawan (Y).
Ha : Adanya pengaruh signifikan antara komitmen organisasi (X4) terhadap
kinerja karyawan (Y).
5. Untuk T – 5
H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel iklim organisasi (X5)
terhadap kinerja karyawan (Y).
Ha : Adanya pengaruh signifikan antara iklim organisasi (X5) terhadap kinerja
karyawan (Y).
6. Untuk T – 6
H0 : Tidak ada pengaruh antara variabel perceived organizational support
(X1), kepuasan kerja (X2), Organizational citizenship behavior (X3), komitmen
organisasi (X4) dan iklim organisasi (X5) secara simultan terhadap kinerja
karyawan (Y).
Ha : Adanya pengaruh antara variabel perceived organizational support (X1),
kepuasan kerja (X2), Organizational citizenship behavior (X3), komitmen
organisasi (X4) dan iklim organisasi (X5) secara simultan terhadap kinerja
karyawan (Y).