bab 2 landasan teori - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2010-2-00467-ti...
TRANSCRIPT
41
41
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Human Error & Criticality Analysis
Human Error & Criticality Analysis (HECA) merupakan salah satu alat yang
digunakan untuk mengukur tingkat keandalan operator. Metode HECA terdiri dari
empat langkah utama yaitu analisis pekerjaan, pembuatan pohon kejadian Human
Reliability Analysis (HRA), estimasi Human Error Probability (HEP), dan analisis
lembar kerja HECA. Untuk menunjang penelitian yang dilakukan untuk tugas akhir,
pada bab ini akan diuraikan teori-teori mengenai kesalahan manusia (human error),
analisis keandalan manusia (human reliability analysis), metode HECA, kepuasan
kerja, dan hierarki kebutuhan Maslow. Selain itu, akan diuraikan pula teori-teori
lainnya yang juga digunakan di dalam penelitian ini.
2.1.1 Kesalahan Manusia
Menurut Sanders, kesalahan manusia adalah suatu perilaku atau keputusan
manusia yang tidak diinginkan atau yang tidak sesuai, yang dapat
42
mengurangi atau mempunyai potensi untuk mengurangi efektivitas, keselamatan, atau
performansi sistem. Walaupun terdapat beberapa pendapat yang cenderung
memandang kesalahan manusia disebabkan karena kelalaian operator semata-mata,
namun sebenarnya ada pihak lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan,
seperti perancang peralatan, manajer, pengawas, dan personil pemeliharaan. Oleh
karena itu, dalam membicarakan mengenai kesalahan manusia, perlu
dipertimbangkan keseluruhan sistem dan tidak memusatkan hanya kepada operator
tersebut saja.
Penyebab utama kesalahan manusia adalah manusia mempunyai variabilitas
yang tidak dapat dihindarkan. Pada dasarnya seorang manusia adalah sebuah variabel,
dalam arti tidak ada seorangpun yang dapat mengerjakan sesuatu sama persis untuk
kedua kalinya. Adanya variabilitas dapat mengakibatkan fluktuasi acak yang
berpotensi cukup besar untuk menghasilkan kesalahan. Namun hal ini dapat
dikendalikan dengan meningkatkan keterampilan melalui pelatihan.
2.1.2 Karakteristik Human Error
Walaupun terdapat beberapa persamaan antara manusia (dengan berbagai
organ / bagian tubuh dan fungsinya) dengan mesin (dengan berbagai komponen dan
fungsinya) dalam hal kecenderungan berbuat kegagalan, yang mendorong ke arah
kesamaan metode analisis, namun proses kegagalan manusia mempunyai
keistimewaan tertentu.
43
Perbedaan yang paling utama mungkin adalah kesalahan manusia berulang
secara acak, sedangkan kegagalan mesin dan peralatan berulang secara tetap / pasti.
Manusia dapat menangani kesalahannya sendiri dan berusaha agar kegagalan tersebut
tidak sampai merusak keseluruhan sistem. Berbeda dengan manusia, mesin tidak
dapat menangani kesalahannya sendiri dan kegagalan mesin selalu terkait dengan
kegagalan yang pertama kali terjadi.
Perbedaan kedua adalah manusia mampu meningkatkan performansinya
secara terus-menerus melalui pembelajaran, lain halnya dengan mesin yang tidak
mampu ”belajar” dengan sendirinya. Pembelajaran dan peningkatan performansi
dapat dilakukan oleh manusia dalam berbagai situasi.
Performansi manusia dan tekanan kerja adalah sebuah hubungan yang
nonlinear. Ketika tekanan kerja menurun, tingkat performansi meningkat. Selain itu,
performansi manusia dengan sendirinya terkait dengan data performansi masa lalu,
terutama ketika manusia mempunyai target performansi yang rendah. Oleh karena itu,
parameter dari variabel manusia harus diperoleh dalam kondisi yang mendekati
kenyataan operasional, dengan mempertimbangkan fisik yang nyata, emosional,
intelektual, dan karakteristik tingkah laku dari manusia yang mengoperasikan mesin
tersebut. (sumber : Human Error, 1997)
44
2.1.3 Klasifikasi Human Error
Klasifikasi human error yang dikemukakan oleh Swain dan Guttman (1983)
adalah sebagai berikut:
1. Kesalahan “penghilangan” (errors of omission)
Kesalahan yang terjadi akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu karena
seseorang lupa untuk melakukan sebuah bagian dari pekerjaan. Sebagai contoh,
seorang tukang listrik meninggal karena ia lupa memutuskan salah satu kabel
sumber listrik ketika ia memasang kerangka baja pada suatu cabang stasiun listrik,
atau seseorang lupa meletakkan kertas saringan dalam sebuah mesin pembuat kopi
(coffee maker) ketika sedang membuat kopi.
2. Kesalahan ”ketidaktepatan” (errors of comission)
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang melakukan pekerjaan dengan tidak tepat.
Sebagian besar orang melakukan jenis kesalahan ini. Sebagai contoh, seseorang
memasukkan persneling maju ketika ia hendak memundurkan mobilnya.
3. Kesalahan akibat seseorang melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan atau yang tidak diperlukan (extraneous act)
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak
dilakukan karena hal tersebut dapat mengalihkan perhatian manusia dan dapat
menimbulkan potensi kerusakan. Sebagai contoh, seseorang yang mendengarkan
45
musik dan terus bernyanyi di dalam mobilnya sehingga ia melewatkan putaran
balik yang seharusnya ia lewati.
4. Kesalahan urutan (sequential error)
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan
urutan yang semestinya. Sebagai contoh, kasus operator derek yang hendak
mengangkat satu blok batu dengan berat 24 ton. Seharusnya ia mengangkat derek
ke atas terlebih dahulu baru kemudian memutarnya 90°, namun ia malah
memutarnya terlebih dahulu dan sebelum ia mengangkatnya ke atas, derek tersebut
sudah terbalik.
5. Kesalahan pemilihan waktu (timing error)
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang gagal untuk melaksanakan suatu tindakan
dalam waktu yang ditentukan, baik terlalu cepat atau terlalu lambat. Sebagai
contoh, seseorang terlambat menginjak rem ketika mobil di depannya tiba-tiba
berhenti.
2.1.4 Penyebab Kesalahan Manusia
Kesalahan manusia seringkali diakibatkan karena adanya keterbatasan dalam
perancangan sistem. Oleh karena itu, untuk membuat sebuah sistem manusia-mesin
yang dapat diandalkan, faktor perancangan yang dapat menyebabkan munculnya
46
kesalahan manusia harus diteliti. Beberapa faktor perancangan yang dapat
menyebabkan munculnya kesalahan manusia adalah sebagai berikut (sumber : Human
Error, 1997) :
1. Kerumitan pekerjaan
Pekerjaan yang rumit membutuhkan proses penjiwaan yang berbeda.
Bagaimanapun, manusia secara umum mempunyai keterbatasan performansi dan
proses penerimaan informasi yang sama. Keterbatasan kapasitas inilah yang
menyebabkan manusia dapat membuat banyak kesalahan ketika diberikan tugas
yang lebih rumit. Keterbatasan kapasitas dalam memori jangka pendek dan
permasalahan daya ingat dalam memori jangka panjang benar-benar
mempengaruhi keandalan performansi manusia. Urutan tugas yang rumit
membutuhkan memori manusia lebih banyak. Prosedur tertulis dan checklist yang
detail dapat digunakan untuk membantu operator dalam mengingat semua elemen
pekerjaan sehingga mereka dapat melakukannya sesuai urutan yang tepat.
2. Situasi sering salah (error-likely)
Menurut Swain dan Guttmann, situasi error-likely dikenal sebagai situasi kerja
dimana rancang-bangun manusia (human engineering) sangat kurang tepat
sehingga dapat menyebabkan kesalahan sering terjadi. Situasi ini menghadapkan
operator pada keadaan yang tidak sesuai dengan kemampuan, keterbatasan,
pengalaman, dan harapan mereka. Sebagai contoh, desain yang mengabaikan
populasi mayoritas dapat menyebabkan kesalahan sering terjadi.
47
Pendekatan situasi kerja ini berasal dari filosofi perancangan human engineering
dimana sistemlah yang harus disesuaikan dengan manusia, bukan sebaliknya.
Pendekatan situasi kerja menekankan pada identifikasi kondisi-kondisi pemicu
kesalahan serta penanganannya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa kesalahan
lebih sering terjadi karena sifat alaminya daripada karena kesalahan operator. Oleh
karena itu, kecelakaan terjadi dikarenakan situasi kerja, bukan orang.
Situasi pekerjaan dan karakteristik peralatan yang dapat mempengaruhi operator
untuk lebih sering melakukan kesalahan meliputi:
Ruangan kerja yang tidak cukup luas dan masalah tata letak yang tidak tepat
Kondisi lingkungan yang buruk
Pelatihan, alat bantu pekerjaan, dan prosedur yang kurang jelas
Pengawasan yang sangat kurang (minim).
3. Karakteristik tingkah laku
Variabel individual yang dapat dihubungkan dengan tingginya tingkat kesalahan
dalam mengerjakan berbagai tugas adalah karakteristik manusia secara
keseluruhan. Salah satunya adalah atribut manusia, seperti keterampilan dan sikap
kerja ketika mereka sedang bekerja. Karakteristik lain misalnya faktor tingkah
laku, yang meliputi usia, perbedaan jenis kelamin, tingkat kecerdasan, kemampuan
perseptual, kondisi badan, ketahanan tubuh, pendalaman tugas, pelatihan atau
48
pengalaman, tingkatan keterampilan, motivasi, status emosional, tingkat tekanan,
dan faktor sosial. Faktor tingkah laku seperti adanya tekanan kerja dan kurangnya
pengalaman dapat menyebabkan probabilitas terjadinya kesalahan meningkat
sebanyak 10 kali.
2.1.5 Analisis Keandalan Manusia (Human Reliability Analysis)
Menurut Meister (1984), reliabilitas manusia digunakan untuk merujuk
kepada sebuah metodologi, sebuah konsep teoritis, dan sebuah pengukuran. Sebagai
sebuah metodologi, reliabilitas manusia adalah sebuah prosedur untuk menyusun
suatu analisis kuantitatif untuk memprediksi kesalahan manusia. Sebagai sebuah
konsep teoritis, reliabilitas manusia memberikan penjelasan bagaimana sebuah
kesalahan terjadi. Sebagai sebuah pengukuran, reliabilitas manusia menunjukkan
probabilitas kesuksesan manusia dalam menjalankan seluruh atau sebagian elemen
pekerjaan.
Analisis keandalan manusia digunakan untuk menggabungkan dan
menyajikan informasi dari berbagai faktor di atas dengan jalan pemikiran yang logis.
Perusahaan menggunakan analisis keandalan manusia untuk menentukan apakah
faktor-faktor tersebut berada dalam kontrol yang baik. Jika tahap pengontrolan dan
tingkat keandalan manusia dapat ditingkatkan, maka analisis ini menunjukkan
bagaimana caranya untuk mencapai kondisi kerja yang terkontrol dengan baik.
Beberapa teknik perhitungan probabilitas kesalahan manusia (human error
49
probability) dalam melakukan pekerjaan dapat memberikan estimasi besarnya
kemungkinan terjadinya sebuah kesalahan manusia.
Salah satu alasan melakukan analisis keandalan manusia adalah bahwa
kesalahan manusia merupakan penyebab utama dari kekacauan (bukan hanya
kecelakaan kerja, namun juga kerusakan pabrik, penurunan kualitas produk, dan
kerusakan lingkungan) dan membutuhkan pengontrolan. Sekedar menghilangkan
laporan kerja juga dapat diindikasikan sebagai kesalahan manusia yang tidak dapat
diterima dalam sebuah perusahaan. Dengan memperhatikan hal keselamatan kerja
menunjukkan bahwa sebuah perusahaan telah bertanggung jawab mengurangi
kesalahan manusia. Secara umum, adalah sebuah keuntungan bagi suatu perusahaan
untuk mengerti mengenai penyebab sebuah kesalahan dan langkah-langkah yang
harus diambil untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan.
Langkah-langkah dasar melakukan sebuah analisis keandalan manusia adalah
sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah
2. Penguraian pekerjaan yang ada
3. Identifikasi kesalahan dan konsekuensinya
4. Estimasi probabilitas kesalahan operator (human error probability)
5. Penarikan kesimpulan dan perancangan usulan perbaikan untuk mengurangi
kesalahan.
50
Beberapa keuntungan dari analisis keandalan manusia adalah:
1. Menyediakan sebuah analisis logis yang mencakup faktor-faktor yang
mempengaruhi performansi manusia.
2. Memberikan rekomendasi menuju ke arah kemajuan atau pengembangan.
3. Mendukung masalah keselamatan kerja: meningkatkan perhatian pada keamanan
pekerjaan yang kritis.
Selain keuntungan, terdapat pula beberapa kerugian dari analisis keandalan
manusia, diantaranya sebagai berikut:
1. Menghabiskan banyak waktu dan biaya ketika memberikan tingkat resiko dari
kesalahan manusia dalam melakukan pekerjaannya.
2. Membutuhkan masukan dari para ahli (perusahaan).
2.1.6 Metode Human Error & Criticality Analysis (HECA)
Menurut Yu et.al., metode HECA dirancang untuk mengidentifikasi jenis
pekerjaan kritis dan jenis kesalahan yang dapat muncul, dan untuk menentukan
hubungan antara keduanya, serta untuk menyediakan informasi mengenai keandalan
sistem untuk dapat meningkatkan performansi sistem tersebut. Metode HECA terdiri
dari empat langkah utama, yaitu: analisis pekerjaan, pembuatan pohon kejadian
human reliability analysis (HRA), estimasi human error probability (HEP), dan
analisis lembar kerja HECA.
Proses analisis HECA dilakukan berdasarkan prosedur standar yang ada dari
perusahaan, seperti standard assembly procedure (SAP) atau Standard Operation
51
Procedure (SOP). Dengan menggunakan pohon kejadian HRA, hasil laporan HECA
seperti daftar pekerjaan kritis, daftar kesalahan kritis, informasi tingkat keandalan,
dan pohon kejadian HRA dapat diselesaikan. Proses implementasi metode HECA
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam suatu pekerjaan
berdasarkan pada SAP atau SOP yang ada.
2. Analisis pekerjaan melalui SAP atau SOP. Proses pemberian kode dan penguraian
pekerjaan ditunjukkan dalam lembar kerja (worksheet) HECA kolom pertama.
Untuk setiap pekerjaan yang ada, selanjutnya diidenfikasikan jenis kesalahan yang
berhubungan dan efek dari kesalahan tersebut, yang ditunjukkan dalam kolom
kedua dan ketiga. Contoh lembar kerja (worksheet) HECA dapat dilihat pada tabel
2.1.
3. Membuat rancangan pohon kejadian HRA. Rancangan pohon kejadian HRA
menggambarkan jalur sukes dan gagal dari suatu pekerjaan. Pohon kejadian ini
menjadi dasar untuk analisis kuantitatif lebih lanjut.
52
Tabel 2.1 Contoh Lembar Kerja (Worksheet) HECA
Human tasks Human error modes Error effects λij βij γij
1 Assembling the pin
with ceramic set using
the epoxy resin
1.1.1 Misuse epoxy resin which is
out of spec.
Reject in process 0.005 1.0
1.1.2 Did not paste the epoxy
resin correctly
Reject in process 0.05 0.55 0.01
1.1.3 Did not cure the epoxy resin
correctly
Reject in process 0.05 0.55
1.1.4 Misuse the pin which is out
of spec.
Reject in process 0.005 1.0 0.001
2 Grinding the pin with
grinding machine
2.1.1 Did not set up the grinding
plate correctly
Reject in process 0.05 1.0
2.1.2 Over or under grind the pin Malfunction 0.005 1.0
53
Tabel 2.2 Contoh Lembar Kerja (Worksheet) HECA (Lanjutan)
Human tasks Human error modes Error effects λij βij γij
3 Welding the hot wire
[Pt-Ir (80/20)]
3.1.1 Did not weld correctly Reject in process 0.05 1.0
3.1.2 Did not control the hot wire
correctly
Reject in process 0.05 1.0
3.1.3 Misuse the hot wire Reject in process 0.00005 1.0
3.1.4 Detach them careless Reject in process 0.005 1.0
… … … … … … … …
(Sumber : Application of Human Error & Criticality Analysis for Improving the Initiator Assembly Process)
54
4. Estimasi HEP untuk setiap jenis kesalahan ke-j dalam pekerjaan ke-i (λij),
estimasi probabilitas kerusakan mesin atau peralatan yang berhubungan dengan
kesalahan ke-j dalam melakukan tugas ke-i (γij), dan estimasi probabilitas efek
kesalahan ke-j dari setiap pekerjaan ke-i (βij).
a. Probabilitas kesalahan operator (λij)
Dalam penelitian ini, nilai λij diperoleh melalui data historis yang dimiliki
perusahaan mengenai kesalahan operator. Dari data tersebut, kemudian
dilakukan perhitungan probabilitas Sampling dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Ps = CU
dimana: Ps = probabilitas sampling
C = banyaknya produk yang mengalami kesalahan
U = banyaknya produk yang diteliti
Nilai Ps akan dikonversi ke dalam kategori tertentu yang telah ditentukan
sebelumnya. Berdasarkan MIL-STD-882C dan NUREG/CR-1278-F,
probabilitas kesalahan operator dibagi ke dalam 5 kategori. Pembagian
kategori ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
55
Tabel 2.3 Nilai Probabilitas Kesalahan Operator (λij)
Level Kategori Keterangan Nilai Ps Nilai λij
A Frequent Kemungkinan gagal tinggi 1.0 – 0.1 0.5
B Probable Kemungkinan gagal sedang 0.1 – 0.01 0.05
C Occasional Kemungkinan gagal kecil 0.01 – 0.001 0.005
D Remote Kemungkinan gagal jarang 0.001 – 0.0001 0.0005
E Improbable Kejadian sangat jarang 0.0001 – 0.0 0.00005
(Sumber : Application of Human Error & Criticality Analysis for Improving the Initiator Assembly
Process)
b. Probabilitas kegagalan mesin atau peralatan (γij)
Probabilitas kegagalan mesin atau peralatan diperoleh dengan menggunakan
rumus.
γij = R O
dimana: γij = probabilitas kerusakan mesin
R = jumlah hari mesin rusak dalam periode waktu tertentu
O = jumlah hari mesin beroperasi dalam periode waktu tertentu
c. Probabilitas efek kesalahan (βij)
Berdasarkan standar militer MIL-STD-1629A, nilai βij dapat dibagi menjadi
empat tingkat kualitatif dengan jarak nilai kuantitatif yang dihubungkan
dengan setiap tingkatnya (Tabel 2.3). Nilai βij diperoleh dari penentuan
kategori efek kesalahan oleh kelompok ahli dalam perusahaan.
56
Tabel 2.4 Nilai Probabilitas Efek Kesalahan (βij)
Level Kategori Probabilitas Nilai βij
B1 Actual loss βij = 1.0 1.0
B2 Probable loss 0.1 < βij < 1.0 0.5
B3 Possible loss 0.0 < βij < 0.1 0.05
B4 No effect βij = 0.0 0.0
(Sumber : Application of Human Error & Criticality Analysis for Improving the
Initiator Assembly Process)
5. Menghitung HEP (Human Error Probability) setiap pekerjaan (λij) melalui
pohon kejadian HRA, diantaranya dengan:
a. Menghitung indeks kritis (criticality indexes) untuk setiap kesalahan dan
indeks kritis (criticality indexes) untuk setiap uraian pekerjaan (CIi).
• Indeks kritis (criticality indexes) untuk setiap kesalahan (CIij)
menggunakan rumus CIij = λij x βij apabila tidak menggunakan mesin
atau CIij = λij x γij x βij apabila menggunakan mesin.
dimana: CIij = indeks kritis kesalahan ke-j dalam pekerjaan ke-i
λij = probabilitas kesalahan ke-j dalam pekerjaan ke-i
γij = probabilitas kerusakaan mesin yang digunakan sewaktu
kesalahan ke-j terjadi dalam pekerjaan ke-i
βij = probabilitas efek kesalahan ke-j dalam pekerjaan ke-i
57
• Indeks kritis (criticality indexes) untuk setiap uraian pekerjaan (CIi)
menggunakan rumus CIi = 1 - Πj (1 - λij x βij ) apabila tidak
menggunakan mesin atau CIi = 1 - Πj (1 - λij x γij x βij ) apabila
menggunakan mesin.
dimana: CIi = indeks kritis pekerjaan ke-i
Πj = hasil perkalian sebanyak j kesalahan
b. Menghitung keandalan operator untuk setiap uraian pekerjaan (Ri) dengan
menggunakan rumus Ri = 1 - CIi dan keandalan operator keseluruhan (Rm)
menggunakan rumus Rm = Πi (Ri).
dimana: Ri = tingkat keandalan operator untuk uraian pekerjaan ke-i
CIi = indeks kritis pekerjaan ke-i
Rm = tingkat keandalan operator secara keseluruhan
Πi = hasil perkalian sebanyak i pekerjaan
dan menyelesaikan lembar kerja HECA.
6. Analisis keandalan operator melalui pohon kejadian HRA.
7. Menampilkan HECA dengan membuat lembar kerja (worksheet) HECA yang
memuat jenis pekerjaan, jenis kesalahan, efek kesalahan, nilai probabilitas
kesalahan operator (λ), nilai probabilitas kerusakan mesin (γ), nilai
probabilitas efek kesalahan (β), tingkat kritis (CI), dan keandalan operator (R).
8. Meringkas semua pekerjaan kritis, kesalahan kritis, informasi keandalan
operator, dan pohon kejadian HRA.
58
2.2 Teori Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan
prestasi kerja. Kepuasan kerja ini dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan
kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah
kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil
kerja, penempatan, perlakukan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang
baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan ini
akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa, walaupun balas jasa
itu penting.
Kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan kerja karyawan yang
menikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari
hasil kerjanya, agar ia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang
lebih suka menikmati kepuasannya di luar pekerjaan lebih mempersoalkan balas
jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya.
Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja
yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan
pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang lebih menikmati kepuasan kerja
kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas
jasanya dirasa adil dan layak.
Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dalam sejumlah cara,
diantaranya :
59
1. Keluar (Exit)
Perilaku yang diarahkan ke arah meninggalkan organisasi. Mencakup
pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
2. Suara (Voice)
Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran
mperbaikan, membahas problem-problem dengan atasan dan beberapa bentuk
kegiatan serikat buruh.
3. Kesetiaan (Loyalty)
Pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara
membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan
manajemennya untuk melakukan hal yang tepat.
4. Pengabaian (Neglect)
Secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau
datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi dan tingkat kekeliruan
yang meningkat.
Teori kepuasan merupakan teori yang menjelaskan tentang apa motivasi
itu dan faktor-faktor apa yang menyebabkan karyawan berperilaku. Teori ini
berusaha menjawab pertanyaan mengenai kebutuhan apa aja yang dipunyai
seseorang dan yang perlu dipuaskan, serta apa saja yang mendiring seseorang
untuk memperlihatkan perilaku tertentu.
Penganut teori kepuasan ini cukup banyak, yang satu sama yang lain
sebenarnya tidak memiliki kaitan. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang
mereka lakukan, ternyata hasil penemuannya dapat dimasukkan dalam teori ini.
60
Oleh sebab itu teori ini sering juga disebut dengan teori kebutuhan. Beberapa
contoh penganut teori ini antara lain (sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia) :
a. F.W. Taylor dengan teori motivasi konvensional.
b. Abraham H. Maslow dengan teori hierarki kebutuhan.
c. Frederick Herzberg dengan teori model dua faktor.
d. Clayton P. Alderfer dengan teori ERG.
e. Douglas McGregor dengan teori X dan teori Y.
f. David McClelland dengan teori motivasi prestasi.
g. Claude S. George dengan teori keadilan.
h. Victor H. Vroom dengan teori harapan.
Namun pada penelitian ini, penulis hanya menggunakan teori hierarki
kebutuhan Maslow sebagai acuan. Oleh sebab itu, pada sub bab berikutnya akan
dijelaskan mengenai teori hierarki kebutuhan Maslow.
2.2.1 Teori hierarki kebutuhan Maslow
Hersey dan Blanchard (1988) berpendapat bahwa perilaku seseorang pada
saat tertentu biasanya ditentukan oleh kekuatan tuntutan kebutuhannya. Untuk itu
para pemimpin atau manajer perlu memahami tingkatan kebutuhan seorang
pekerja atau bawahannya sebagai sesuatu hal yang sangat penting dalam
kelangsungan hidupnya. Maslow (1943,1954) telah mengembangkan teori
hierarki kebutuhan manusia berdasarkan suatu anggapan bahwa seseorang pada
galibnya menginginkan barang-barang dan dimotivasi oleh keinginannya untuk
memuaskan jenis kebutuhan tertentu. Dari asusmsi ini, Maslow kemudian
61
mengajukan suatu dalil bahwa kebanyakan individu didorong oleh intensitas
pemenuhan berbagai kebutuhan berikut (Steers dan Porter, 1983) :
• Kebutuhan pisiologik (physiological needs), sebagai paling dasar, seperti
sandang, pangan, papan, dan sex.
• Kebutuhan rasa aman (safety needs), sebagai kebutuhan perlinfungan terhadap
keamanan lingkungan fisik dan jiwa, bebas dari rasa takut.
• Kebutuhan sosial (belongingness needs), menyangkut kebutuhan akan rasa
persahabatan atau diterima dalam suatu kelompok tertentu.
• Kebutuhan penghargaan (esteem needs), sebagai kebutuhan akan rasa hormat,
dihargai keberadaannya dalam kelompok.
• Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs), sebagai kebutuhan untuk
menunjukkan kemampuan diri atau berprestasi.
Teori hierarki kebutuhan (need hirarchy theory) yang dikemukakan
Maslow dalam bukunya Motivation dan Personality pada dasarnya terdiri dari
beberapa anggapan, yaitu (sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia, 1996):
a. Manusia merupakan makhluk berkeinginan. Mereka dimotivasi oleh suatu
keinginan untuk memuaskan berbagai kebutuhan. Kebutuhan yang tidak
terpuaskan akan mempengaruhi tingkah laku. Kebutuhan yang sudah
terpuaskan tidak lagi berfungsi sebagai motivasi.
b. Kebutuhan seseorang tersusun secara berurutan dalam satu hierarki, mulai dari
yang paling dasar sampai yang paling tinggi.
62
c. Kebutuhan seseorang bergerak dari tingkat lebih rendah ke tingkat berikutnya,
setelah kebutuhan yang lebih rendah itu secara minimal terpuaskan.
Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan yang secara luas tidak terpenuhi
cenderung menciptakan ketegangan dalam diri seseorang yang kemudian
mendorongnya untuk berperilaku sebagai jalan keluar untuk mengurangi
ketegangan dan usahanya menjaga keseimbangannya. Jika salah satu kebutuhan
atau sejumlah kebutuhan terpenuhi, maka potensi atau kekuatan memotivasi dari
kebutuhan tersebut cenderung berkurang atau hilang, hingga kebutuhan itu
diaktifkan kembali. Sebagai contoh, jika kebutuhan fisiologik (makan) sudah
terpenuhi, maka kebutuhan itu tidak lagi berpotensi untuk memotivasi perilaku,
sampai orang yang bersangkutan lapar kembali atau pada saat tertentu orang
tersebut dimotivasi oleh kebutuhan lain. Dengan perkataan lain, kebutuhan-
kebutuhan tersebut mengalami perputaran.
Secara khusus Maslow berpendapat bahwa kebutuhan seseorang
mempunyai hierarki yang berurutan. Artinya jika kebutuhan yang lebih rendah
sudah terpenuhi atau terpuaskan, maka ia cenderung bergerak ke hirarki yang
lebih tinggi pada satu tingkatan tertentu dan berusaha memuaskannya untuk
menaiki tingkat kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi. Atau, secara diagram
proses hirarkik tersebut digambarkan oleh Hersey dan Blanchard (1988) sebagai
berikut.
63
Gambar 2.1 Dominasi Kebutuhan Fisiologik dalam Hierarki Kebutuhan
(Sumber : Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Hersey and
Blanchard, 1988:33-35)
Dari gambar 2.1 di atas dapat dipahami bahwa kebutuhan fisiologik
merupakan kebutuhan dengan tingkatan yang paling tinggi. Kebutuhan ini
merupakan tingkat paling dasar yang diperkenalkan oleh Maslow. Kebutuhan
paling dasar ini berupa kebutuhan makan, minum, perumahan, pakaian, yang
harus dipenuhi seseorang dalam upayanya untuk mempertahankan diri dari
kelaparan, kehausan, kedinginan, kepanasan, dan sebagainya. Keinginan untuk
memenuhi kebutuhan dasar tersebut mempunyai kekuatan yang tinggi untuk
memotivasi perilaku seseorang hingga kebutuhan ini terpuaskan. Dan ini memberi
makna bahwa kekuatan kebutuhan yang lain kurang mempengaruhi motivasi
individu. Setelah kebutuhan dasar ini terpuasakan, maka tingkatan kebutuhan lain
yang lebih tinggi menjadi penting artinya untuk memotivasi perliaku individu.
Pada saat kebutuhan fisiologik terpenuhi, maka individu akan bergerak ke
tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi yaitu rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman
dan keselamatan meliputi kebutuhan akan keamanan jiwa dan kebutuhan akan
keamanan terhadap harta benda. Kebutuhan keamanan jiwa raga merupakan
kebutuhan yang selalu menjadi dambaan setiap manusia termasuk para karyawan
Aktualisasi diri
Penghargaan
Sosial
Keamanan
Fisiologik
64
yang bekerja dalam perusahaan. Apalagi para karyawan yang bekerja dalam
bidang yang berbahaya, seperti tukang listrik, tukang las, pemadam kebakaran,
pekerja bangunan yang tinggi dan sebagainya. Untuk itu perusahaan haruslah
menyediakan alat pelindung atau alat pengaman bagi para karyawan yang bekerja
pada bidang yang berbahaya.
Sedangkan keamanan harta benda juga merupakan harapan setiap orang
dimanapun mereka berada. Walaupun nilai hartanya tidak seberapa, tetapi ia tetap
tidak senang apabila hartanya itu dicuri ataupun hilang. Upaya yang dapat
dilakukan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan akan keamanan ini dapat
melalui :
a. Selalu memberikan informasi agar para karyawan dalam bekerja bersikap hati-
hati dan waspada.
b. Menyediakan tempat kerja yang aman dari keruntuhan, kebakaran, dan
sebagainya.
c. Memberikan perlindungan asuransi jiwa, terutama bagi karyawan yang
bekerja pada tempat rawan kecelakaan.
d. Memberi jaminan kepastian kerja, bahwa selama mereka bekerja dengan baik
maka tidak akan di PHK, dan adanya jaminan kepastian pembinaan karier.
Pada tahap ini rasa aman menjadi kebutuhan utama yang memotivasi atau
mendominasi perilaku individu. (Gambar 2.2)
65
Gambar 2.2 Dominasi Kebutuhan Keamanan dalam Hierarki Kebutuhan
(Sumber : Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Hersey and
Blanchard, 1988:33-35)
Setelah kebutuhan fisiologik dan rasa aman terpenuhi, maka tingkatan
kebutuhan akan bergeser ke kebutuhan sosial (Gambar 2.3). Manusia sebagai
mahluk sosial, tidak hanya membutuhkan rasa aman dan kebutuhan fisiologik,
akan tetapi mereka ingin bergaul dan diterima oleh orang lain atau kelompok lain.
Beberapa jenis kebutuhan yang termasuk dalam kebutuhan sosial, yaitu :
a. Kebutuhan untuk disayangi, dicintai dan diterima oleh orang lain (sense of
belonging).
b. Kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain (sense of importance).
c. Kebutuhan untuk diikutsertakan dalam pergaulan (sense of participation).
d. Kebutuhan untuk berprestasi (sense of achievment).
Pada tahap ini kebutuhan sosial mendominasi tingkatan kebutuhan dan
merupakan penggerak utama perilaku seseorang. Ini berarti bahwa seseorang akan
terdorong untuk mencari hubungan-hubungan diluar dirinya, sebagai relasi yang
dapat memuaskan tuntutan kebutuhannya.
Aktualisasi diri
Penghargaan
Sosial
Keamanan
Fisiologik
66
Gambar 2.3 Dominasi Kebutuhan Sosial dalam Hierarki Kebutuhan
(Sumber : Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Hersey and
Blanchard, 1988:33-35)
Rangkaian kebutuhan berikutnya setelah kebutuhan sosial terpenuhi adalah
kebutuhan penghargaan (Gambar 2.4). Pada tahap ini kebutuhan sosial meningkat
menjadi kebutuhan untuk diberi penghargaan atau dihormati oleh orang lain.
Dengan demikian kebutuhan akan harga diri menjadi dominan dalam perilaku
individu. Artinya, seseorang berinteraksi dengan orang lain, pada tahap ini,
didorong oleh keinginan untuk memperoleh penghargaan atau penghormatan dari
relasinya, sebagai faktor utama yang memberi kepuasan dirinya.
Persoalan yang sering muncul pada tahap ini adalah bahwasanya sumber
penghargaan bisa muncul sebagai akibat dari perilaku negatif. Misalnya,
seseorang dapat berperilaku mengacau atau merusak, bila ia menganggap perilaku
itu dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhannya pada tahap ini.
Aktualisasi diri
Penghargaan
Sosial
Keamanan
Fisiologik
67
Gambar 2.4 Dominasi Kebutuhan Penghargaan dalam Hierarki Kebutuhan
(Sumber : Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Hersey and
Blanchard, 1988:33-35)
Setelah penghargaan terpenuhi individu akan bergerak ke tingkatan
kebutuhan yang lebih tinggi yaitu aktualisasi diri (Gambar 2.5). Pada tahap ini
individu mulai berusaha mengoptimalkan kemampuan dirinya, apapun
kemampuan tersebut. Biasanya mereka akan bertindak buakan atas dorongan
orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri. Maslow
menyatakan, apa yang dapat dilakukan oleh seseorang, ia harus melakukannya.
Seorang pemimpin misalnya, harus mampu memimpin bawahannya dengan
berhasil; seorang wartawan harus mampu meliput suatu peristiwa dan membuat
laporannya. Oleh karena itu aktualisasi diri menurut Hersey dan Blanchard (1988)
adalah keinginan untuk mencapai sesuatu sesuai dengan batas kemampuannya.
Pada tahap ini dapat dipahami bahwa perilaku seseorang didominasi oleh
keinginan atau kebutuhan untuk berprestasi. Pemenuhan kebutuhan ini akan
memberi kepuasan kepada individu yang bersangkutan.
Aktualisasi diri
Penghargaan
Sosial
Keamanan
Fisiologik
68
Gambar 2.5 Dominasi Kebutuhan Aktualisasi Diri dalam Hierarki Kebutuhan
(Sumber : Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Hersey and
Blanchard, 1988:33-35)
Dengan demikian, teori hierarki kebutuhan Maslow dapat disimpulkan,
antara lain (Drs. Gouzali Saydam, Bc.TT, 1996) :
a. Kelima kebutuhan tersebut perlu diketahui dan dipahami oleh setiap pimpinan,
dan berusaha memuaskannya seoptimal mungkin. Keberhasilan melakukan ini,
berarti yang bersangkutan telah berhasil menyelaraskan pencapaian tujuan
perusahaandengan tujuan pribadi orang-orangnya yang ada dalam perusahaan.
b. Suatu kebutuhan tidak harus terpenuhi secara maksimal sebelum kebutuhan
berikutnya muncul untuk mempengaruhi perilaku seseorang. Dengan demikian
ternyata bahwa setiap orang mempunyai derajat kepuasan dan ketidakpuasan
yang relatif dalam semua kebutuhan dasar pada saat yang sama.
2.3 Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien
Aktualisasi diri
Penghargaan
Sosial
Keamanan
Fisiologik
69
bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden. Kuesioner dapat berupa pertanyaan/ pernyataan
tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau
dikirim melalui pos atau internet.
Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan
kuesioner sebagai teknik pengumpulan data yaitu : prinsip penulisan, pengukuran
dan penampilan fisik.
1. Prinsip penulisan kuesioner
Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu : isi dan tujuan pertanyaan,
bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka-negatif positif,
pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal-hal yang sudah lupa,
pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan pertanyaan.
a. Isi dan tujuan pertanyaan
Yang dimaksud di sini adalah, apakah isi pertanyaan tersebut merupakan
bentuk pengukuran atau bukan? Kalau berbentuk pengukuran, maka dalam
membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus memiliki skala
pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variabel
yang diteliti.
b. Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner harus disesuaikan
dengan kemampuan berbahasa responden. Kalau sekiranya responden
tidak dapat berbahasa Indonesia, maka kuesioner jangan disusun dengan
70
bahasa Indonesia. Jadi bahasa yang digunakan dalam kuesioner harus
memperhatikan jenjang pendidikan responden, keadaan sosial budaya dan
“frame of reference” dari responden.
c. Tipe dan bentuk pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam kuesioner dapat terbuka atau tertutup, dan
bentuknya dapat menggunakan kalimat positif atau negatif. Pertanyaan
terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk
menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Sebaliknya
pertanyaan tertutup, adalah pertanyaan yang mengharapkan jawaban
singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternative
jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia.
Pertanyaan tertutup akan memandu responden untu menjawab dengan
cepat, dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data
terhadap seluruh kuesioner yang telah terkumpul. Pertanyaan/pernyataan
dalam kuesioner perlu dibuat positif dan negatif agar responden dalam
memberikan jawaban setiap pertanyaan lebih serius, dan tidak mekanistis.
d. Pertanyaan tidak mendua
Setiap pertanyaan dalam kuesioner jangan mendua sehingga menyulitkan
responden untuk memberikan jawaban.
71
e. Tidak menanyakan yang sudah lupa
Setiap pertanyaan dalam instrumen kuesioner, sebaiknya juga tidak
menanyakan hal-hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau
pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berfikir berat.
f. Pertanyaan tidak menggiring
Pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya juga tidak menggiring ke jawaban
yang baik saja atau ke yang jelek saja.
g. Panjang pertanyaan
Pertanyaan dalam kuesioner juga sebaiknya tidak terlalu panjang, sehingga
akan membuat jenuh responden dalam mengisi. Bila jumlah variabel
banyak, sehingga memerlukan instrumen yang banyak, maka instrumen
tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala pengukuran
yang digunakan, dan cara mengisinya.
h. Urutan pertanyaan
Urutan pertanyaan dalam kuesioner, dimulai dari yang umum menuju ke
hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit, atau
diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara psikologis
mempengaruhi semangat responden untuk menjawab. Kalau pada awalnya
sudah diberi pertanyaan yang sulit, atau spesifik, maka responden akan
patah semangat untuk mengisi kuesioner yang telah mereka terima. Urutan
72
pertanyaan yang diacak perlu dibuat jika tingkat kematangan responden
terhadap masalah yang ditanyakan sudah tinggi.
2. Prinsip pengukuran
Kuesioner yang diberikan kepada responden adalah merupakan instrumen
penelitian, yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. Oleh
karena itu instrumen kuesioner tersebut harus dapat digunakan untuk
mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variabel yang diukur.
Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel, maka perlu diuji
validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Instrumen yang tidak valid dan
reliabel bula digunakan untuk mengumpulkan data, akan menghasilkan data
yang tidak valid dan reliabel pula.
3. Penampilan fisik kuesioner
Penampilan fisik kuesioner sebagai alat pengumpula data akan mempengaruhi
respon atau keseriusan responden dalam mengisi kuesioner. Kuesioner yang
dibuat di kertas buram, akan mendapat respon yang kurang menarik dari
responden, bila dibandingkan kuesioner yang dicetak dalam kertas yang
bagusa dan berwarna. Tetapi kuesioner yang dicetak di kertas yang bagus dan
berwarna akan menjadi lebih mahal.
73
2.3.1 Skala Likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial.dalam penelitian
fenomena sosial ini dapat ditetapkan secara spesifik oleh peneliti yang selanjutnya
disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata
antara lain :
1. Sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju
2. Setuju, sering, kadang-kadang, hampir tidak pernah, tidak pernah
3. Sangat positif, positif, netral, negatif, sangat negatif
4. Baik sekali, cukup baik, kurang baik, sangat tidak baik
Instrumen penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam
bentuk checklist ataupun pilihan ganda. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka
jawaban itu dapat diberi skor misalnya :
1. Sangat setuju/ selalu/ sangat positif diberi skor 5
2. Setuju/ sering/ positif diberi skor 4
3. Ragu-ragu/ kadang-kadang/ netral diberi skor 3
4. Tidak setuju/ hampir tidak pernah / negatif diberi skor 2
5. Sangat tidak setuju/ tidak pernah / sangat negatif diberi skor 1
74
Dalam penyusunan instrumen untuk variabel tertentu, sebaiknya butir-butir
pertanyaan dibuat dalam bentuk kalimat positif, negatif, atau netral, sehingga
responden dapat menjawab dengan serius dan konsisten. Dengan cara demikian
makan kecenderungan responden untukmenjawab pada kolom tertentu dari bentuk
checklist dapat dikurangi. Dengan model ini juga responden akan selalu membaca
pertanyaan setiap item instrumen dan juga jawabannya. Pada bentuk checklist,
sering jawaban tidak dibaca, karena letak jawaban suah menentu. Tetapi dengan
bentuk checklist, maka akan didapat keuntungan dalam hal inis ingkat dalam
pembuatannya, hemat kertas, mudah mentabulasikan data, dan secara visual lebih
menarik. Data yang diperoleh dari skala tersebut adalah berupa data interval.
2.4 Validitas dan Realibilitas Instrumen
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur
apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila
digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan
data yang sama. Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam
pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan
reliabel. Jadi instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel.
Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Reliabilitas instrumen
merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu walaupun
75
instrumen yang valid umumnya reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen
perlu dilakukan.
Instrumen yang baik harus valid dan reliabel. Instrumen yang valid harus
mempunyai validitas internal dan eksternal. Instrumen yang memiliki validitas
internal atau rasional, bila criteria yang ada dalam instrumen secara rasional
(teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur. Instrumen memiliki validitas
eksternal bila criteria di dalam instrumen disusun berdasarkan fakta-fakta empiris
yang telah ada.
2.4.1 Pengujian Validitas Instrumen
Pengujian validitas instrumen terdiri dari :
a. Pengujian Validitas Konstruksi
Untuk menguji validitas konstruk, maka dapat digunakan pendapat paea ahli
(judgement experts). Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang
aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka
selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta pendapatnya tentang
instrumen yang telah disusun itu.
Setelah pengujian konstruk dari ahli selesai, maka diteruskan uji instrumen.
Instrumen tersebut dicobakan pada sampel dari mana populasi diambil. Jumlah
anggota sampel yang digunakan sekitar 30 orang. Setelah data ditabulasikan
maka pengujian validitas konstruk dilakukan dengan analisis faktor, yaitu
76
dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dalam suatu factor, dan
mengkorelasikan antar skor factor dengan skor total.
b. Pengujian Validitas Isi
Untuk item yang berbentuk test, maka pengujian validitas isi dapat dilakukan
dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajarn yang telah
diajarkan. Pada setiap instrumen terdapat butir-butir pertanyaan atau
pernyataan. Untuk emnguji validitas butir-butir instrumen lebih lanjut, maka
setelah dikonsultasikan denagn ahli, maka selanjutnya diujicobakan, dan
dianalisis dengan analisis item.
c. Pengujian Validitas Eksternal
Validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan (untuk
mencari kesamaan) antara criteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta
empiris yang ada terjadi di lapangan.
2.4.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen
Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun
internal. Secara eskternak pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability),
equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat
diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan
teknik tertentu.
77
a. Test-retest
Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan
dengan cara mencobakan instrumen beberapa kali pada responden. Jadi dalam
hal ini instrumennya sama, respondennya sama, dan waktunya yang berbeda.
Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan
yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen
tersebut sudah dinyatakan reliabel.
b. Ekuivalen
Instrumen yang ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbedam
tetapi maksudnya sama. Pengujian reliabilitas dengan cara ini cukup dilakukan
sekali, tetapi instrumennya dua, pada responden yang sama, waktu sama,
instrumen berbeda. Reliabilitas instrumen dihitungan dengan cara
mengkorelasikan antara data instrumen yang satu dengan data instrumen yang
dijadikan ekuivalen. Bila korelasi positif dan signifikan, maka instrumen dapat
dinyatakan reliabel.
c. Gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dnegan cara mencobakan dua instrumen
yang ekuivalen itu beberapa kali, ke responden yang sama. Reliabilitas
instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan uda instruemn itu, setelah itu
dikorelasikan pada pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan secara
silang.
78
d. Internal Consistency
Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan cara
mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis
dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat diguanakn untuk memprediksi
reliabilitas instrumen. Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan
teknik belah dua dari Spearman Brown (Split Half), KT. 20, KR. 21 dan Anova
Hoyt.
Rumus Spearman Brown :
ri =2rb
1+ rb
dimana : ri = reliabilitas internal seluruh instrumen
rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua
2.5 Regresi Berganda
Persamaan regresi berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah
tak bebas (Y) dengan satu lebih peubah bebas (X1, X2, X3, ..., Xp). Peubah tak
bebas dapat berupa ukuran atau kriteria keberhasilan, sedangkan peubah bebas
dapat berupa faktor-faktor penentu keberhasilan tersebut. Hubungan antara
peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan :
Yi = b0 + b1X1 + b2X2 + ..... + bpXp
79
Perhitungan regresi berganda dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
nb0 + b1 ∑=
n
1i1x + b2 ∑
=
n
1i2x = ∑
=
n
1i
y
∑∑∑∑====
=++n
1i1
n
1i212
n
1i
211
n
1i10 yxxxbxbxb
∑∑∑∑====
=++n
1i2
n
1i
222
n
1i211
n
1i20 yxxbxxbxb
2.6 Korelasi Antara Dua Peubah
Koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan
hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi
tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih tetapi
semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah.
Koefisien korelasi sering dinotasikan dengan r dan nilainya berkisar antara
-1 dan 1 (-1 ≤ r ≤ 1), nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat
hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Sedangkan nilai r yang mendekati 0
menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier.
Tanda dari nilai r dapat dilihat dari diagram pencar pengamatan dari kedua
peubah dalam kuadran dua. Bilai titik-titik pengamatan menggerombol mengikuti
garis lurus dengan kemiringan positif, maka korelasi antar kedua peubah tersebut
positif. Sebaliknya bila titik-titik pengamatan tersebut menggerombol mengikuti
garis lurus dengan kemiringan negatif, maka korelasi antar kedua peubah tersebut
bertanda negatif.
B
y
d
k
d
Beberapa po
(sumber :
Pada
yang sangat
dan gambar
kedua peuba
dan Y dapat
ola hubungan
Gam
: Perancangan
a gambar a
erat tetapi a
d, menunju
ah memiliki
dirumuskan
⎢⎢⎣
⎡=
n
r
n antar peub
mbar 2.6 Pol
n Percobaan de
dan gambar
arah hubung
ukkan kedua
hubungan ti
n sebagai ber
⎜⎝
⎛− ∑∑
∑
==
=
n
i
n
1i
2i
n
1i
xn
n
ah dapat dili
la Hubungan
engan Aplikasi
r b terlihat k
gannya berla
peubah seca
idak linier. K
rikut :
⎢⎢⎣
⎡
⎥⎥⎦
⎤⎟⎠
⎞
−
∑∑
∑
==
=
n
i
2n
1i
n
1iii
nx
xyx
ihat pada gam
n Antar Peub
i SAS dan Mini
kedua peuba
awanan. Sed
ara linier tid
Koefisien ko
⎜⎝
⎛− ∑∑
∑
==
=
n
1i
n
1
2i
n
1iii
yy
y
mbar beriku
bah
itab Jilid I)
ah memiliki
angkan pada
dak berhubun
orelasi antara
⎥⎥⎦
⎤⎟⎠
⎞2
iy
80
ut :
i hubungan
a gambar c
ngan tetapi
a peubah X
81
2.7 Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP adalah singkatan dari Analytical Hierarchy Process. AHP
merupakan salah satu tools yang paling terkenal di teori keputusan. Karena di bisa
buat ngambil keputusan secara kuantitatif, walaupun masalah yang ingin diambil
keputusannya bersifat kualitatif. Caranya adalah AHP meminta pengambil
keputusan untuk membuat hierarki dari masalahnya. AHP meminta pembuat
keputusan untuk membandingkan semua kriteria secara berpasangan, dan begitu
juga dengan alternatifnya. Penilaian itulah yang membuat jenis masalah berubah
dari kualitatif menjadi kuantitatif, karena dalam menilai/membandingkan kriteria,
pembuat keputusan harus memberi bobot untuk masing-masing kriteria. Dari
bobot-bobot itulah nanti AHP akan menghasilkan keputusan berupa alternatif
dengan bobot terbesar. Dan itulah pilihan yang terbaik.
Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli
matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan
dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan
mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan
tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu
susunan hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang
pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk
menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan
bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini
membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu
hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai
82
pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga
menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada
berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam
menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang
dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. (Saaty, 1993).
Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan
keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Lengkap
Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang
digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan.
b. Operasional
Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi
pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap
alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan
alat untuk berkomunikasi.
c. Tidak berlebihan
Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian
yang sama.
d. Minimum
Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah
pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam
analisis.