bab 2 landasan teori dan kerangka pemikiranthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2007-2-00352-mn_bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
7
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan,
dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan perusahaan, namun untuk lebih
lanjutnya lagi sebenarnya pemasaran juga bertanggung jawab dalam mengelola permintaan.
Para manajer pemasaran berusaha mempengaruhi tingkat, waktu, dan komposisi permintaan
agar bisa memenuhi tujuan organisasi.
Menurut Kotler (2002, p10), Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu
individu dan kelompok menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa
yang bernilai dengan pihak lain.
Tugas pemasar adalah menyusun program pemasaran atau rencana untuk mencapai
tujuan yang diinginkan oleh perusahaan. Program pemasaran terdiri dari sejumlah keputusan
mengenai kombinasi alat pemasaran yang akan dipergunakan. Bauran pemasaran adalah
kumpulan alat-alat pemasaran yang dipergunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan
pemasarannya di dalam pasar sasaran. Menurut Kotler, et al, (2004, p20), alat-alat ini bisa
digolongkan ke dalam empat kelompok besar yang disebut 4P pemasaran : produk (product),
penetapan harga (price), penempatan (place), dan promosi (promotion).
Keputusan bauran pemasaran harus dibuat untuk mempengaruhi saluran dagang dan
juga konsumen akhir. Biasanya bauran pemasaran ditawarkan mempergunakan suatu bauran
komunikasi pemasaran, yang terdiri dari promosi penjualan, iklan, penjualan pribadi,
hubungan masyarakat, dan pemasaran langsung.
8
2.1.1.1 Pengertian Jasa
Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu barang fisik (Kotler,
2002, p.486).
Menurut Sudarminto (2002, p.24), jasa adalah setiap kegiatan yang dapat ditawarkan
oleh suatu pihak kepada pihak yang lainnya, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan seseorang memiliki sesuatu.
Secara umum jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh
suatu pihak kepada pihak yang lain di mana produk yang ditawarkan bisa berupa produk fisik
atau tidak, di mana jika produk itu berupa produk fisik yang di dalam tahapannya akan
melalui beberapa perubahan sehingga nantinya akan memuaskan keinginan konsumen
tersebut.
Pengelompokan produk sebagai barang atau jasa ini didasarkan pada seberapa besar
suatu produk dapat ditunjukkan dalam bentuk fisik, semakin besar bukti fisik yang dapat
dilihat maka produk tersebut cenderung dikenal sebagai barang, dan sebaliknya semakin
kecil bukti fisik yang dapat dilihat maka produk tersebut cenderung dikenal sebagai jasa.
2.1.1.2 Karakteristik Jasa
Secara umum, jasa mempunyai empat karakteristik pokok yang membedakannya
dengan barang menurut Philip Kotler ( dalam Supranto, 2001, p.227-228 ) yaitu:
1. Tidak Berwujud (Intangible)
Suatu jasa mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan dan dinikmati sebelum
dibeli oleh konsumen. Misalnya: telepon dalam jasa komunikasi, pesawat dalam jasa
angkutan udara, makanan dalam jasa restoran, dan lain sebagainya.
9
2. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparibility)
Pada umumnya jasa yang dihasilkan dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila
dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, maka dia akan tetap
merupakan bagian dari jasa tersebut. Dengan demikian kunci keberhasilan bisnis jasa
ada pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya.
3. Bervariasi (Variability)
Jasa senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa penyedia jasa, penerima
jasa dan kondisi dimana jasa tersebut diberikan.
4. Tidak Tahan Lama / Mudah Lenyap (Perishability)
Daya tahan suatu jasa tergantung suatu situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor.
Misalnya: Kursi kereta api yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni akan hilang begitu
saja karena tidak dapat disimpan untuk dipergunakan diwaktu yang lain.
2.1.1.3 Jenis-jenis Jasa
Jasa pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga macam sebagaimana dikemukakan
oleh Lovelock ( dalam Sudarminto, 2002, p.25-26 ), yang membedakannya adalah sebagai
berikut:
1. Rented Good Service
Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan suatu produk berdasarkan tarif
yang ditetapkan selama jangka waktu tertentu. Konsumen hanya dapat menggunakan
produk tersebut, sedangkan kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan atau
perorangan yang menyewakannya. Contoh: perusahaan penyewaan mobil, penyewaan
hotel, komputer, apartemen dan sebagainya.
10
2. Owned Goods Service
Dalam jenis ini, produk-produk yang dimiliki konsumen dikembangkan atau dirawat oleh
perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan bentuk produk (barang) yang
dimiliki konsumen. Contoh: jasa perbaikan mobil / sepeda motor, salon kecantikan dan
sebagainya.
3. Non-Goods Service
Dalam jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik)
yang ditawarkan kepada pelanggan. Contohnya jasa bank, jasa asuransi, jasa
pendidikan, jasa ekspedisi dan sebagainya.
2.1.1.4 Bauran Pemasaran Jasa
Definisi bauran pemasaran menurut Kotler (2002, p18) adalah seperangkat alat
pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan
pemasarannya di pasar sasaran.
Definisi bauran pemasaran menurut Lamb, Hair, dan McDaniel (2002, p55) adalah
paduan strategi produk, distribusi, promosi, dan penentuan harga yang bersifat unik
yang dirancang untuk menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar
yang dituju.
Definisi bauran pemasaran menurut Madura (2002, p83) adalah kombinasi dari
strategi produk, penentuan harga, distribusi, dan promosi yang digunakan untuk menjual
berbagai produk.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah
seperangkat program pemasaran yang diterapkan oleh perusahaan untuk mencapai
tujuan pemasaran dan memuaskan pasar yang dituju melalui empat elemen, yaitu
11
produk, harga, distribusi, dan promosi. Berikut adalah uraian empat elemen tersebut
yang lebih dikenal dengan sebutan 4P:
1. Produk (Product)
Menurut Kotler (2002, p394), produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan
kepada pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan.
2. Harga (Price)
Menurut Lamb, Hair, dan McDaniel (2001, p268), harga adalah sesuatu yang
diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang atau jasa.
3. Distribusi (Place)
Distribusi termasuk segala aktivitas perusahaan untuk membuat produk
tersedia bagi konsumen sasaran.
4. Promosi (Promotion)
Menurut Lamb, Hair, dan McDaniel (2001, p145), promosi adalah komunikasi
dari para pemasar yang menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan
para calon pembeli suatu produk dalam rangka mempengaruhi pendapat
mereka dan memperoleh suatu tanggapan.
Pendekatan pemasaran 4P dapat diterapkan untuk barang, tetapi elemen-elemen
tambahan perlu diperhatikan dalam bisnis jasa. Kotler (2005, pp116-118)
mengungkapkan bahwa Booms dan Bitner mengusulkan 3P tambahan untuk pemasaran
jasa:
Orang (people)
Karena sebagian besar jasa diberikan oleh orang, maka pemilihan, pelatihan,
dan motivasi karyawan dapat menghasilkan perbedaan yang sangat besar
dalam kepuasan pelanggan. Idealnya, karyawan seharusnya memperlihatkan
12
kompetensi, sikap kepedulian, sikap tanggap, inisiatif, kemampuan
memecahkan masalah, dan niat baik.
Bukti fisik (physical evidence)
Perusahaan-perusahaan juga mencoba memperlihatkan mutu jasanya melalui
bukti fisik dan penyajian. Perusahaan-perusahaan jasa dapat memilih di antara
berbagai proses yang berbeda-beda untuk menyerahkan jasanya.
Proses (process)
Mengingat proses yang rumit dalam pemasaran jasa, maka pemasaran yang
dilakukan tidak hanya membutuhkan pemasaran ekternal yang tertuju kepada
konsumen; tetapi juga pemasaran internal untuk pihak internal perusahaan
khususnya karyawan; dan pemasaran interaktif yang menggambarkan
kemampuan karyawan melayani klien.
2.1.1.5 Tugas Perusahaan Jasa
Karena jasa biasanya mempunyai kualitas pengalaman dan kepercayaan yang
tinggi, akan terdapat lebih banyak risiko dalam pembeliannya. Kotler (2005, pp119-130)
berpendapat bahwa hal ini mengandung beberapa konsekuensi. Pertama, konsumen jasa
umumnya mengandalkan cerita dari mulut ke mulut daripada iklan. Kedua, mereka
sangat mengandalkan harga, petugas, dan petunjuk fisik untuk menilai mutunya. Ketiga,
mereka sangat setia pada penyedia jasa yang memuaskan mereka. Oleh karena itu,
perusahaan jasa menghadapi tiga tugas yang saling berinteraksi:
Mengelola diferensiasi persaingan
Pemasar sering mengeluh tentang sulitnya membedakan jasa mereka. Sejauh
pelanggan melihat suatu jasa cukup homogen, mereka akan kurang peduli
13
dengan penyedianya dibandingkan dengan harganya. Namun jasa dapat
dibedakan. Alternatif persaingan harga yang dapat dilakukan adalah
mengembangkan tawaran yang inovatif, penyerahan yang lebih cepat dan
lebih baik, atau citra jasa yang terdiferensiasi.
Mengelola mutu jasa
Mutu jasa suatu perusahaan diuji dalam setiap pertemuan jasa. Jika karyawan-
karyawan eceran merasa bosan, tidak dapat menjawab pertanyaan sederhana,
atau saling berkunjung pada saat pelanggan sedang menunggu, pelanggan
akan berpikir dua kali untuk melakukan bisnis lagi dengan penjual tersebut.
Pelanggan menciptakan harapan-harapan layanan dari pengalaman masa lalu,
cerita dari mulut ke mulut, dan iklan. Pelanggan membandingkan jasa yang
dipersepsikan dengan jasa yang diharapkan. Jika persepsi berada di bawah
jasa yang diharapkan, pelanggan akan kecewa. Jika persepsi jasa memenuhi
atau melebihi harapan mereka, mereka akan cenderung menggunakan
penyedia tersebut lagi.
Ada 5 penentu mutu jasa:
- Keandalan: kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara
meyakinkan dan akurat.
- Daya tanggap: Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa
dengan cepat.
- Jaminan: Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka
menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.
- Empati: Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus
kepada masing-masing pelanggan.
14
- Benda berwujud: Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan
bahan komunikasi.
Mengelola produktivitas
Ada tujuh pendekatan untuk meningkatkan produktivitas jasa:
- Meminta penyedia jasa bekerja lebih terampil. Perusahaan tersebut dapat
merekrut dan mengembangkan pekerja yang lebih terampil melalui
pemilihan dan pelatihan yang lebih baik.
- Meningkatkan kuantitas jasa dengan melepas sebagian mutu.
- Mengindustrialisasikan jasa dengan menambah peralatan dan
menstandardisasi produksi.
- Mengurangi atau menghilangkan kebutuhan jasa dengan menemukan
solusi produk.
- Merancang jasa yang lebih efektif.
- Memberikan insentif kepada pelanggan untuk mengganti tenaga kerja
perusahaan dengan tenaga kerja mereka sendiri.
- Memanfaatkan kekuatan teknologi untuk memberi akses kepada
pelanggan ke layanan yang lebih baik dan menjadikan pekerja jasa lebih
produktif.
2.1.1.6 Kualitas Jasa
Salah satu elemen penting yang menjadi pertimbangan utama bagi konsumen dalam
melakukan pembelian suatu produk atau jasa adalah kualitas produk atau jasa tersebut.
Pada produk fisik atau barang, kualitas dapat dilihat secara obyektif dan diukur secara
kuantitatif , misalnya dengan melihat daya tahan, kemampuan, cacat fisik yang dapat
15
diamati secara langsung. Dengan demikian konsumen dapat mengukur kualitas barang
dengan cara melihat, meraba, atau mencobanya.
Tetapi pada jasa, kualitas bersifat abstrak dan sulit untuk diukur. Kualitas jasa dapat
ditunjukkan pada saat pemasar menyampaikan jasa tersebut yang menjadi satu paket
dengan pelayanan yang diberikan.
Menurut Tjiptono (2000, pp59-60), definisi kualitas jasa berpusat pada upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang
mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected service dan preceived service. Apabila jasa yang
diterima atau dirasakan (preceive service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas
jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan
pelanggan maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa
yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan
buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia
jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
2.1.1.7 Pengukuran Kualitas dari Jasa
Langkah pertama yang dilakukan dalam mengukur kualitas adalah menentukan apa
yang diukur. Model pengukuran terhadap kualitas yang paling banyak digunakan adalah
model pengukuran yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithhaml, dan Berry. Mereka
menyatakan ada lima dimensi pengukuran dari kualitas jasa, yaitu tangible (bukti fisik),
reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), dan empathy
(empati), (Parasuraman, Zeithhaml, dan Berry. 1988).
1. Tangibles (Bukti Fisik), pengukurannya meliputi:
1. Pernyataan tentang peralatan yang modern dan memadai.
16
2. Pernyataan mengenai fasilitas fisik yang bagus, bersih, dan memadai.
3. Pernyataan tentang fasilitas fisik yang menunjang kegiatan bisnis.
4. Pernyataan tentang karyawan yang rapi dan sopan.
2. Reliability (Keandalan), pengukurannya meliputi:
1. Pernyataan tentang ketepatan jasa yang diberikan.
2. Pernyataan tentang ketepatan waktu pelayanan.
3. Pernyataan tentang kesungguhan dalam melayani konsumen.
4. Pernyataan tentang dapat dipercaya atau tidaknya dalam melayani konsumen.
5. Pernyataan tentang administrasi yang akurat.
3. Responsiveness (Daya Tanggap), pengukurannya meliputi:
1. Pernyataan tentang kecepatan pelayanan.
2. Pernyataan tentang ketepatan pelayanan.
3. Pernyataan tentang sikap untuk membantu konsumen.
4. Pernyataan tentang penyediaan waktu untuk melayani konsumen.
4. Assurance (Jaminan), pengukurannya meliputi:
1. Pernyataan tentang pengetahuan yang dimiliki karyawan
2. Pernyataan tentang perasaan aman dan nyaman konsumen jika berhubungan dengan
karyawan.
3. Pernyataan tentang sikap sopan karyawan terhadap konsumen.
4. Pernyataan tentang kualitas pekerjaan karyawan.
5. Empathy (Empati), pengukurannya meliputi:
1. Pernyataan tentang pelayanan kepada konsumen secara individual.
2. Pernyataan tentang perhatian karyawan secara pribadi kepada konsumen.
17
3. Pernyataan tentang penyediaan karyawan yang dapat bertindak sebagai penasehat
pribadi.
4. Pernyataan tentang pemahaman kebutuhan konsumen.
5. Pernyataan tentang mengutamakan kepentingan konsumen.
Pengukuran kualitas dari jasa berarti mengevaluasi suatu pelayanan dengan
seperangkat standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalam model Parasuraman et. al
(1985, 1988, 1990, 1994) telah dibuat skala multi-item yang diberi nama SERVQUAL (service
quality). Alat ini dimaksudkan untuk mengukur ekspektasi konsumen dan persepsi konsumen
juga kesenjangan (gap) yang ada pada model kualitas jasa.
Model konseptual SERVQUAL yang digunakan untuk membantu menganalisis sumber
masalah kualitas dan memahami cara-cara memperbaiki kualitas jasa dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
18
Sumber: Parasuraman, A., et al. (1985), dalam Tjiptono, 2000, p.82
Gambar 2.1 Model Konseptual SERVQUAL
Komunikasi dari Mulut ke mulut
Jasa Yang Dirasakan
Jasa Yang Diharapkan
Kebutuhan Personal
Pengalaman Masa Lalu
Penyampaian Jasa
Persepsi Manajemen
Komunikasi Eksternal
Penjabaran Spesifikasi
KONSUMEN
PEMASAR
Gap 5
Gap 3
Gap 4
Gap 1
Gap 2
19
Lima gap utama yang terangkum pada gambar 2.1 meliputi:
1. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap)
Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi pelanggan terhadap
kualitas jasa secara tidak akurat. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain:
informasi yang didapatkan dari riset pasar dan analisis permintaan kurang akurat;
interpretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai ekspektasi pelanggan; tidak
adanya analisis permintaan; buruknya aliran informasi ke atas dari staf kontak pelanggan
ke pihak manajemen.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi
kualitas jasa (standards gap)
Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen
terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain: tidak adanya standar kerja yang
jelas; prosedur perencanaan yang tidak memadai; manajemen perencanaan yang buruk;
kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam organisasi; kurangnya dukungan dan
komitmen manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas jasa; kekurangan sumber
daya; dan situasi permintaan yang berlebihan.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap)
Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses
produksi dan penyampaian jasa. Sejumlah penyebabnya antara lain: spesifikasi kualitas
terlalu rumit; para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut; spesifikasi tidak
sejalan dengan budaya korporat yang ada; kurang terlatihnya karyawan; beban kerja
terlalu berlebihan; standar kinerja yang terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi
karyawan.
20
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (communications gap)
Gap ini berarti janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak
konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya: perencanaan komunikasi pemasaran tidak terintegrasi
dengan operasi jasa; organisasi gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkannya,
sementara kampanye komunikasi pemasaran sesuai dengan spesifikasi tersebut; dan
kecenderungan untuk melakukan ” over- promise, under-deliver ”.
5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap)
Gap ini berarti jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap
ini bisa menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk (negatively
confirmed quality) dan masalah kualitas; komunikasi dari mulut ke mulut yang negatif;
dampak negatif terhadap citra korporat atau citra lokal; dan kehilangan pelanggan.
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja / prestasi perusahaan berdasarkan
kriteria yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru menginterpretasikan kualitas jasa
bersangkutan.
2.1.2 Kepuasan Konsumen
Kepuasan Pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan
manajemen. Kata kepuasan itu sendiri berasal dari bahasa latin ” satis ” (artinya cukup baik,
memadai) dan ” facio ” (melakukan atau membuat). Jadi kepuasan biasa diartikan sebagai
upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai. (Tjiptono, 2005, p.195).
Menurut Olson ( 1999, p.157 ), kepuasan konsumen adalah konsep penting dalam
konsep pemasaran dan penelitian konsumen sudah menjadi pendapat umum bahwa
konsumen sudah merasa puas dengan suatu produk jasa atau merek, mereka cenderung
akan terus membeli dan menggunakan serta memberitahu orang lain tentang pengalaman
21
mereka yang menyenangkan dengan produk tersebut. Jika mereka tidak dipuaskan, mereka
cenderung beralih ke merek lain serta mengajukan keberatan pada produsen, pengecer, dan
bahkan menceritakannya pada konsumen lainnya.
Berdasarkan pendapat Irawan ( 2002, p.3 ), kepuasan konsumen adalah hasil
akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk dan jasa. Oleh karena
itu setiap transaksi atau pengalaman baru, akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan
konsumen karena kepuasan konsumen mempunyai dimensi waktu karena hasil akumulasi.
Seorang konsumen yang puas adalah konsumen yang merasa mendapatkan nilai dari
pemasok, produsen / penyedia jasa. Nilai dapat berasal dari produk, pelayanan, sistem atau
sesuatu yang bersifat emosi. Jika konsumen mendapatkan produk yang berkualitas dan kalau
nilai tersebut bagi konsumen adalah kenyamanan, maka kepuasan akan datang apabila
pelayanan yang diperoleh benar-benar nyaman. Kalau nilai dari konsumen adalah harga yang
murah, maka konsumen akan puas kepada produsen yang memberikan harga kompetitif.
2.1.2.1 Faktor-Faktor Pendorong Kepuasan Konsumen
Menurut Irawan ( 2002, p.37-40 ), faktor-faktor pendorong kepuasan konsumen
terbagi atas lima bagian, yaitu:
1. Kualitas Produk
Konsumen merasa puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk ternyata
kualitas produk tersebut baik. Sebagai contoh, konsumen akan merasa puas terhadap
televisi yang dibeli apabila menghasilkan gambar dan suara yang baik, awet atau
tidakcepat rusak, memiliki banyak fitur, tidak ada gangguan, dan desain yang
menarik.
22
2. Harga
Untuk konsumen yang sensitif terhadap harga, biasanya harga yang murah adalah
sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan nilai uang yang
tinggi, komponen harga ini relatif tidak penting bagi mereka yang tidak sensitif
terhadap harga.
Bagi mereka yang tidak peduli dengan harga, mereka lebih menyukai harga yang
sedikit mahal namun kualitasnya baik daripada harga yang murah tetapi kualitasnya
tidak sesuai dengan keinginannya.
Persaingan dalam harga akan mendapatkan perhatian konsumen sepanjang kualitas
barang adalah sama. Kualitas produk dan harga seringkali tidak mampu menciptakan
keunggulan bersaing dalam hal kepuasan konsumen. Kedua aspek ini relatif mudah
ditiru dengan teknologi yang hampir standar, setiap perusahaan biasanya mempunyai
kemampuan untuk menciptakan kualitas produk yang hampir sama dengan para
pesaing. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang lebih mengandalkan aspek yang
ketiga yaitu kualitas pelayanan.
3. Kualitas Pelayanan
Untuk memuaskan pelanggan , suatu perusahaan hendaknya terlebih dahulu harus
dapat memuaskan karyawan agar produk yang dihasilkan tidak rusak kualitasnya dan
pelayanan kepada pelanggan dapat diberikan lebih baik lagi, jika karyawan merasa
puas akan lebih mudah lagi bagi mereka untuk menerapkan kepada pelanggan
bagaimana rasa puas itu.
4. Faktor Emosional
Faktor ini relatif penting karena kepuasan pelanggan timbul pada saat ia sedang
mengkonsumsi produk, misalnya produk makanan. Suatu produk makanan akan dapat
memberikan kepuasan karena merek yang sudah terkenal, kualitas yang baik dan
23
harga yang tidak murah karena harga yang mahal identik dengan kualitas produk
yang tinggi dan sebaliknya, serta pelayanan yang diberikan.
5. Kemudahan
Konsumen akan semakin puas apabila tempat penjualan produk mudah dicapai, dan
juga nyaman.
2.1.2.2 Alat Mengukur Kepuasan Konsumen
Menurut Kotler (1994, dalam Tjiptono 2000 p.149), ada empat metode dalam
mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem Keluhan dan Saran
Sebuah perusahaan yang berfokus pada pelanggan,mempermudah pelanggannya untuk
memberi saran dan keluhan. Dalam menyampaikan saran dan keluhan dapat melalui
nomor telepon gratis untuk memaksimalkan kemudahan yang diharapkan oleh pelanggan.
Arus informasi ini menyediakan banyak gagasan yang baik bagi perusahaan-perusahaan
ini dan memungkinkan mereka bertindak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah.
2. Survei Kepuasan Konsumen
Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara antara lain:
a. Directly reported satisfaction
Pengukuran dilakukan secara langsung melaului pertanyaan seperti ” Ungkapan
seberapa puas Saudara terhadap pelayanan PT. ABC pada skala berikut : sangat tidak
puas, tidak puas , netral, puas, sangat puas.”
b. Derived dissatisfaction
Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan
pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka harapkan.
c. Problem analysis
24
Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok.
Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari
perusahaan. Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan.
d. Importance-performance analiysis
Cara ini diungkapkan oleh Martilla dan James dalam artikel mereka yang dimuat di
journal of marketing bulan Januari 197 yang berjudul ” Importance-performance
Analysis ”. Dalam teknik ini, responden diminta merangking berbagai elemen(atribut)
dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu
responden juga diminta merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-
masing elemen / atribut tersebut.
3. Belanja Siluman
Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak sebagai pembeli
yang potensial untuk melaporkan temuan-temuan mereka tentang kekuatan dan
kelemahan yang mereka alami dalam membeli produk perusahaan dan produk pesaing.
Para pembelanja siluman ini bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk
menguji apakah staff penjualan perusahaan menangani situasi tersebut dengan baik.
4. Analisis Kehilangan Pelanggan
Perusahaan-perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau
berganti pemasok untuk mempelajari penyebabnya. Bukan saja penting untuk melakukan
wawancara keluar ketika pelanggan pertama kali berhenti membeli, tetapi juga harus
memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan, dimana jika meningkat jelas menunjukkan
kepada perusahaan itu bahwa mereka gagal dalam hal memuaskan pelanggannya.
25
2.1.2.3 Cara Mencapai Kepuasan Konsumen
Menurut Yoeti ( 2000, p.67-72 ), ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
perusahaan agar konsumen puas, yaitu:
1. Falsafah kepuasan pelanggan
Kepuasan kepada karyawan untuk menentukan kepuasan konsumen, suatu perusahaan
pertama-tama harus patuh pada filosofi yang digunakan dalam menetapkan misi dan
tujuan perusahaan. Yang terpenting, kepuasan konsumen yang diinginkan hendaknya
diinformasikan kepada seluruh karyawan, mulai dari pesuruh sampai dengan direktur, dan
semuanya harus komitmen dan melaksanakannya bahwa memberikan kepuasan kepada
konsumen adalah tugas nomor satu.
2. Kebutuhan dan kepuasan kosumen
Sebelum suatu perusahaan menetapkan akan memberikan kepuasan kepada konsumen,
perusahaan terlebih dahulu harus mempelajari apa itu ” Kebutuhan dan Harapan ”
konsumen.
3. Ukuran dan standar kepuasan konsumen
Untuk mengarahkan karyawan dalam mencapai kepuasan konsumen, suatu perusahaan
hendaknya menentukan suatu standar dan ukuran tertentu, mengenai pelaksanaannya.
4. Orientasi karyawan
Bila karyawan merasa puas, akan lebih mudah bagi mereka menerapkan kepada
konsumen bagaimana rasa puas itu. Jadi, harus ada keseimbangan kepentingan antara
organisasi. Titik tolakya adalah kesejahteraan karyawan, bila kondisi kerja yang tidak
baik, dan kesejahteraan karyawan tidak mendapatkan perhatian, maka tidak hanya
produk yang menurun kualitasnya, pelayanan secara keseluruhan juga akan berantakan,
akibat tindakan karyawan yang tidak puas.
26
5. Training (Pelatihan)
Disamping perlunya penerimaan pegawai yang sesuai dengan pekerjaan, suatu
perusahaan memerlukan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan
mereka. Karena itu dengan adanya training akan banyak membantu karyawan,
bagaimana melakukan pekerjaan secara efisien dan memberikan pelayanan yang
disenangi oleh konsumen.
6. Keterlibatan karyawan
Suatu perusahaan hendaknya mengikutsertakan karyawannya dalam semua usaha untuk
memberikan kepuasan konsumen, misalnya dalam hal menentukan standar indeks
kepuasan konsumen. Karyawan yang melakukan identifikasi bersama dengan perusahaan,
dan membuat program biasanya berusaha keras untuk memuaskan kebutuhan
pelanggan.
7. Penghargaan
Untuk membuat staf lebih berorientasi kepada konsumen, penghargaan perlu diberikan
kepada mereka yang berprestasi, dan memberikan kepuasan kepada konsumen. Bentuk
penghargaan dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan memberikan tanda
penghargaan, memberikan bonus atau meningkatkan jabatannya atau promosi.
2.1.2.4 Manfaat Kepuasan Konsumen
Adanya kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat (Tjiptono, 2005,
p.102), diantaranya adalah:
• Hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya menjadi baik.
• Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.
• Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.
27
• Dapat memberi rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan
bagi perusahaan.
• Reputasi perusahaan menjadi baik dimata pelanggan.
• Laba yang diperoleh dapat meningkat.
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Dalam kerangka pemikiran diatas, dapat dilihat pada kotak yang diarsir menunjukkan
komponen utama yang saling terkait antara lain:
1. Dimensi Kualitas Pelayanan Jasa. Dimensi kualitas jasa pelayanan ini terdiri dari
tangible (bukti fisik), reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance
(jaminan), dan empathy (empati), kelima dimensi ini akan dibagi lagi menjadi atribut-
atribut yang akan mewakili masing-masing dimensi. Kualitas pelayanan jasa inilah yang
Jasa Importance Performance
Matrix
Dimensi Kualitas Pelayanan: 1. Tangible 2. Reliability 3. Responsiveness 4. Assurance 5. Empathy
Harapan
Kenyataan
Persepsi Harapan dan Kenyataan Konsumen terhadap Dimensi Kualitas Pelayanan
28
akan menjadi komponen utama pembahasan dalam penelitian ini. Kualitas pelayanan jasa
ini merupakan variabel yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen dalam induatri
jasa apabila perusahaan sudah tidak bisa lagi bersaing pada harga, Irawan ( 2002, p.37-
40 ), dan dalam penelitian ini akan meneliti bengkel AHASS 1662 (PT. Serimpi Makmur
Sejati) yang menyediakan jasa perawatan dan perbaikan sepeda motor khusus merek
Honda.
2. Harapan. Harapan yang dimaksud disini adalah harapan dari konsumen mengenai
dimensi kualitas pelayanan jasa beserta atributnya yang diberikan bengkel AHASS 1662.
Komponen harapan ini diukur dengan melihat tingkat kepentingan dari masing-masing
dimensi kualitas pelayanan jasa beserta atributnya tersebut.
3. Kenyataan. Kenyataan yang dimaksud disini adalah kenyataan yang dirasakan oleh
konsumen mengenai kualitas dimensi pelayanan jasa beserta atribut yang telah diberikan
bengkel AHASS 1662 Komponen kenyataan ini diukur dengan melihat tingkat kepuasan
konsumen dari masing-masing dimensi kualitas pelayanan jasa beserta atributnya
tersebut.
4. Persepsi Harapan dan Kenyataan Konsumen Terhadap Dimensi Kualitas
Pelayanan.
Yang dimaksud persepsi harapan dan kenyataan konsumen terhadap dimensi kualitas
pelayanan dalam penelitian ini adalah:
Persepsi harapan konsumen terhadap penting atau tidak pentingnya atribut dimensi
kualitas pelayanan bengkel AHASS 1662.
Persepsi perasaan puas atau tidak puasnya konsumen pada kenyataan yang dirasakan
terhadap atribut dimensi kualitas pelayanan bengkel AHASS 1662.
Persepsi harapan dan kenyataan konsumen terhadap atribut dimensi kualitas pelayanan
ini dianalisis dengan menggunakan analisis Importance - Performance Matrix.