bab 2 refrat print.doc

46
REFERAT PENATALAKSANAAN SEPSIS Oleh: Alwidya Rosyid (G99141138) Ifanemagasaro M (G99141139) Adigama Priamas F (G99141140) Tatas Bayu M (G99141141) Pembimbing dr. Dhani Redhono H, Sp. PD-KPTI, FINASIM

Upload: shelly-lavenia

Post on 13-Sep-2015

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

REFERAT PENATALAKSANAAN SEPSIS

Oleh:Alwidya Rosyid

(G99141138)

Ifanemagasaro M (G99141139)

Adigama Priamas F(G99141140)

Tatas Bayu M (G99141141)

Pembimbing

dr. Dhani Redhono H, Sp. PD-KPTI, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDIS U R A K A R T A2015

HALAMAN PENGESAHANLaporan Referat Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:PENATALAKSANAAN SEPSISOleh:Alwidya Rosyid

(G99141138)

Ifanemagasaro M (G99141139)

Adigama Priamas F(G99141140)

Tatas Bayu M (G99141141)

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal :

Pembimbing,

dr. Dhani Redhono H, Sp. PD-KPTI, FINASIM

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan inflamasi). Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, sepsis dengan hipotensi, dan syok septik.

Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal.

Sepsis adalah penyebab tersering di perawatan pasien di unit perawatan intensif. Sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidennya diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya. Syok akibat sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit pelayanan intensif di Amerika Serikat (Fitch SJ, 2002). Penelitian epidemiologi sepsis di AS menyatakan insiden sepsis sebesar 3/1.000 populasi yang meningkat lebih dari 100 kali lipat berdasarkan umur (0,2/1.000 pada anak-anak, sampai 26,2/1.000 pada kelompok umur > 85 tahun). Angka perawatan sepsis berkisar antara 2 sampai 11% dari total kunjungan ICU. Angka kejadian sepsis di Inggris berkisar 16% dari total kunjungan ICU. Insidens sepsis di Australia sekitar 11 tiap 1.000 populasi. Sepsis berat terdapat pada 39 % diantara pasien sepsis. Angka kematian sepsis berkisar antara 25 - 80 % diseluruh dunia tergantung beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, penyakit penyerta, riwayat trauma paru akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis infeksinya yaitu nosokomial, polimikrobial atau jamur sebagai penyebabnya.( Reinhardt et al, 2005).

Sepsis dapat mengenai berbagai kelompok umur, pada dewasa, sepsis umumnya terdapat pada orang yang mengalami immunocompromised yang disebabkan karena adanya penyakit kronik maupun infeksi lainnya. Mortalitas sepsis di negara yang sudah berkembang menurun hingga 9% namun, tingkat mortalitas pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masih tinggi yaitu 50-70% dan apabila terdapat syok septik dan disfungsi organ multiple, angka mortalitasnya bisa mencapai 80%.

Pada satu penelitian, insiden dari sepsis bakterimia (baik garam negatif maupun positif) meningkat dari 3,8/1000 pada tahun 1970 menjadi 8,7/1000 pada tahun 1987. Antara tahun 1980 dan 1992, peningkatan insiden infeksi nosokomial meningkat 6,7 kasus per 1000 menjadi 18,4/1000. Peningkatan jumlah pasien yang mengalami immunocompromised dan peningkatan dari penggunaan diagnsosis invasif dan teraupeutik merupakan salah satu faktor predisposisi dalam meningkatnya insiden sepsis yang apabila telat ditangani dapat menjadi sepsis berat dan menjadi syok sepsis yang sebagian besar berujung pada kematian. Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.Oleh karena itu, sangatlah penting untuk dapat memahami Sepsis dan Syok Sepsis mulai dari definisi, penyebab hingga penatalaksanaannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.

Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:

Hyperthermia/hypothermia (>38C; 20/menit) Tachycardia (pulse >100/menit) >10% cell immature Suspected infectionBiomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); Creactive Protein (CrP).

Tabel 1. Kriteria SIRS

Sepsis adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi. Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi yang tidak terbatas hanya pada laktat asidosis, oliguria maupun perubahan mental akut. (PAPDI,2006). Sedangkan syok sepsis adalah sepsis dengan hipotensi yang ditandai dengan penurunan TDS< 90 mmHg atau penurunan >40 mmHg dari tekanan darah awal tanpa adanya obat-obatan yang dapat menurunkan tekanan darah. (PAPDI,2006).

Gambar 1. Derajat sepsis

Derajat Sepsis1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan .2 gejala sebagai berikut:

a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; 20/menit)c) Tachycardia (nadi >100/menit)d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia 10% cell imature2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria bahkan anuria.4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik 40 mmHg).5. Syok septik

Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan (Guntur, 2008).

Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis

Sindroma sepsisSyok Sepsis

Takipneu, respirasi 20x/m

Takikardi 90x/m

Hipertermi 38 C

Hipotermi 35,6 C

Hipoksemia

Peningkatan laktat plasma

Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1 jam

Sindroma sepsis ditambah dengan

gejala:

Hipotensi 90 mmHg

Tensi menurun sampai 40 mmHg dari

baseline dalam waktu 1 jam

Membaik dengan pemberian cairan

danpenyakit shock hipovolemik, infark

miokard dan emboli pulmonal sudah

disingkirkan

(Dikutip dari Glauser, 1991)

B. ETIOLOGI

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan presentase 60-70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun yang terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. (Guntur, 2008).

Gmabar 2. Etiologi Sepsis 7

Tabel 2. Mikroorganisme yang sering menyebabkan sepsis. 2Sistem pendekatan sepsis dikembangkan dengan menjabarkan menjadi dasar predisposisi, penyakit penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau disingkat menjadi PIRO (predisposing factors, insult, response and organ dysfunction)seperti pada tabel 3.

Gambar 3. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada sepsis 10

Tabel 3. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada sepsis 10C. PATOGENESIS

Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang berat. Hal ini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan berlangsung terus menerus dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena proses ini menggambarkan penyebaran infeksi melalui pembuluh darah dan dikatakan peradangan karena semua tanda respon sepsis adalah perluasan dari peradangan biasa.

Ketika jaringan terinfeksi, terjadi stimulasi perlepasan mediator-mediator inflamasi termasuk diantaranya sitokin. Sitokin terbagi dalam proinflamasi dan antiinflamasi. Sitokin yang termasuk proinflamasi seperti TNF, IL-1,interferon yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Sedangkan sitokin antiinflamasi yaitu IL-1-reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan. Namun ketika keseimbangan ini hilang maka respon proinflamasi akan meluas menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endothelial, disfungsi mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi dan kerusakan organ akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan konskuensi dari kelebihan respon antiinflamasi adalah alergi dan immunosupressan. Kedua proses ini dapat mengganggu satu sama lain sehingga menciptakan kondisi ketidak harmonisan imunologi yang merusak.

Gambar 4. Ketidakseimbangan homeostasis pada sepsis

Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika bakteri gram negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin dengan lipopolisakarida (LPS) yang secara langsung dapat mengikat antibodi dalam serum darah penderita sehingga membentuk lipo-polisakarida antibody (LPSab). LPSab yang beredar didalam darah akan bereaksi dengan perantara reseptor CD 14+ dan akan bereaksi dengan makrofag dan mengekspresikan imunomodulator. (Guntur, 2008).Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka dapat berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC (Major Histocompatibility Complex). Antigen yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit Th2) dengan perantara T-cell Reseptor. (Guntur, 2008).Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai immodulator akan mengeluarkan IFN-, IL2 dan M-CSF (Macrophage Colony Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN 1 dan TNF yang merupakan sitokin proinflamantori. IL-1 yang merupakan sebagai imuno regulator utama juga memiliki efek pada sel endothelial termasuk didalamnya terjadi pembentukkan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang menyebabkan neutrofil tersensitisasi oleh GM-CSF mudah mengadakan adhesi.10 Neutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk kedalam radikal bebas (nitrat oksida) sehingga mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga endotel menjadi nekrosis dan terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan gangguan vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan organ multipel. (Guntur, 2008).

Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-, IL-8, IL-6 menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik Oksigen Reaktif) sebagai hasil metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme asam amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. ROS penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan dan bisa menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi, kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi.

Gambar 5. Patogenesis sepsis 13

Gambar 6. Pengaktifan komplemen dan sitokin pada sepsis 12

HUBUNGAN INFLAMASI DENGAN KOAGULASI

Sepsis akan mengaktifkan Tissue Factor yang memproduksi trombin yang merupakan suatu substansi proinflamasi. Trombin akhirnya menghasilkan suatu gumpalan fibrin di dalam mikrovaskular. Sepsis selain mengaktifkan tissue factor, dia juga menggangu proses fibrinolisis melalui pengaktifan IL-1 dan TNF dan memproduksi suatu plasminogen activator inhibitor-1 yang kuat mengahambat fibrinolisis. Sitokin proinflamasi juga mengaktifkan activated protein C (APC) dan antitrombin. Protein C sebenarnya bersirkulasi sebagai zimogen yang inaktif tetapi karena adanya thrombin dan trombomodulin, dia berubah menjadi enzyme-activated protein C. Sedangkan APC dan kofaktor protein S mematikan produksi trombin dengan menghancurkan kaskade faktor Va dan VIIIa sehingga tidak terjadi suatu koagulasi. APC juga menghambat kerja plasminogen activator inhibitor-1 yang menghambat pembentukkan plasminogen menjadi plasmin yang sangat penting dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Semua proses ini menyebabkan kelainan faktor koagulasi yang bermanisfestasi perdarahan yang dikenal dengan koagulasi intravaskular diseminata yang merupakan salah satu kegawatan dari sepsis yang mengancam jiwa. 14

Gambar. 7. Sepsis menyebabkan suatu kematian organ 14

Gambar 8. Sepsis menyebabkan gangguan koagulasi 14D. GEJALA KLINIS

1. Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.2. Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas hangat.3. Disertai tanda-tanda sepsis.4. Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status mental.

Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik, takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis (tersangka sepsis).

Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).

Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan tekanan darah).

Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. (anonim, 2008)

Perubahan hemodinamikTanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu.

Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).

Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2 (pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septic dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.

Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia, mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen) (Guntur, 2008).

E. DIAGNOSIS

Dalam mendiagnosis sepsis, diperlukan anamnesa dan pemeriksaan yang menyeluruh.

Tabel 4. Sepsis menurut Society of Critical Care Medicine 7F. DATA LABORATORIUM

Tabel. 5. Data laboratorium yang merupakan indikator pada sepsis G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencangkup stabilisasi pasien langsung (perbaikan hemodinamik), pemberian antibiotik, pengobatan fokus infeksi dan resusitasi serta terapi suportif apabila telah terjadi disfungsi organ. 10 Perbaikan hemodinamik harus segera dilakukan seperti airway, breathing circulation

3 kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis (Leksana,2006), yaitu :

Terapi cairan

Karena sepsis dapat menyebabkan syok disertai demam, venadilatasi dan diffuse capillary leackage ( inadequate preload sehingga terapi cairan merupakan tindakan utama

Terapi vasopresor

Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan perfusi organ tidak adekuat) dapat diberikan vasopresor potensial seperti norepinefrin, dopamine, epinefrin dan phenylephrine

Terapi inotropik

Bila resusitasi cairan adekuat tetapi kontraktilitas miokard masih mengalami gangguan dimana kebanyakan pasien akan mengalami cardiac output yang turun sehingga diperlukan inotropik seperti dobutamin, dopamine dan epinefrin.

Antibiotik

Sesuai jenis kuman atau tergantung suspek tempak infeksinya 10

Tabel 6. Antibiotik berdasarkan sumber infeksi (Sepsis Bundle: Antibiotic Selection Clinical Pathway from the Nebraska Medical Centre)

Fokus infeksi awal harus diobati

Hilangkan benda asing yang menjadi sumber infeksi. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang menjadi gangrene, bila perlu dokonsultasikan ke bidang terkait seperti spesialis bedah, THT dll. (Guntur,2007) Terapi suportif, mencangkup :15 Pemberian elektrolit dan nutrisi

Terapi suportif untuk koreksi fungsi ginjal

Koreksi albumin apabila terjadi hipoalbumin

Regulasi ketat gula darah

Heparin sesuai indikasi

Proteksi mukosa lambung dengan AH-2 atau PPI

Transfuse komponen darah bila diperlukan

Kortikosteroid dosis rendah (masih kontroversial)

Recombinant Human Activted Protein C :

Merupakan antikoagulan yang menurut hasil uji klinis Phase III menunjukkan drotrecogin alfa yang dapat menurunkan resiko relative kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ akut yang terkait sebesar 19,4% yang dikenal dengan nama zovant. (Leksana,2006)H. KOMPLIKASI

MODS (disfungsi organ multipel)

Penyebab kerusakan multipel organ disebabkan karena adanya gangguan perfusi jaringan yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan gangguan fungsi ginjal dimana pembuluh darah memiliki andil yang cukup besar dalam pathogenesis ini.

Gambar 9. Sepsis menyebabkan MODS 16

Gambar 10. MODS karena sepsis 16 KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata)Patogenesis sepsis menyebabkan koagulasi intravaskuler diseminata disebabkan oleh faktor komplemen yang berperan penting seperti yang sudah dijelaskan pada patogenesis sepsis diatas. Disungsi hati dan jantung, neurologi

ARDS

Kerusakan endotel pada sirkulasi paru menyebabkan gangguan pada aliran darah kapiler dan perubahan permebilitas kapiler, yang dapat mengakibatkan edema interstitial dan alveolar. Neutrofil yang terperangkap dalam mirosirkulasi paru menyebabkan kerusakan pada membran kapiler alveoli. Edema pulmonal akan mengakibatkan suatu hipoxia arteri sehingga akhirnya akan menyebabkan Acute Respiratory Distress Syndrome.

Gambar 11. Patofisiologi sepsis menyebabkan ARDS Gastrointestinal :Pada pasien sepsis di mana pasien dalam keadaan tidak sadar dan terpasang intubasi dan tidak dapat makan, maka bakteri akan berkembang dalam saluran pencernaan dan mungkin juga dapat menyebabkan suatu pneumonia nosokomial akibat aspirasi. Abnormalitas sirkulasi pada sepsis dapat menyebabkan penekanan pada barier normal dari usus, yang akan menyebabkan bakteri dalam usus translokasi ke dalam sirukulasi (mungkin lewat saluran limfe). Gagal ginjal akut

Pada hipoksia/iskemi di ginjal terjadi kerusakan epitel tubulus ginjal. vaskular dan sel endotel ginjal sehingga memicu terjadinya proses inflamasi yang menyebabkan gangguan fungsi organ ginjal. 17

Syok septik Sepsis dengan hipotensi dan gangguan perfusi menetap walaupun telah dilakukan terapi cairan yang adekuat karena maldistribusi aliran darah karena adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan sehingga terjadi hipovelemia relatif. Hipotensi disebabkan karena Endotoksin dan sitokin (khususnya IL-1, IFN-, dan TNF-) menyebabkan aktivasi reseptor endotel yang menginduksi influx kalsium ke dalam sitoplasma sel endotel, kemudian berinteraksi dengan kalmodulin membentuk NO dan melepaskan Endothelium Derived Hyperpolarizing Factor (EDHF) yang meyebabkan hiperpolarisasi, relaksasi dan vasodilatasi otot polos yang diduga menyebabkan hipotensi.ALGORITMA PENATALAKSANAAN RESUSITASI DAN SEPSIS

BAB III

PENUTUP

Sepsis adalah penyebab tersering perawatan pasien di unit perawatan intensif. Sepsis dapat mengenai siapa saja namun paling rentan pada orang-orang yang mengalami imunokompromis dengan penyakit kronik. Sepsis adalah sindrom inflamasi sistemik yang sangat mengancam jiwa. Permulaan dari infeksi yang berlanjut dengan SIRS lalu terjadilah sepsis yang apabila terlambat ditangani dapat menjadi sepsis yang berat yang kemudian berakibat syok septic yang menyebabkan komplikasi-komplikasi seperti disfungsi organ multipel yang berakhir dengan kematian. Ketika seseorang mengalami infeksi, tubuh akan kompensasi dengan mengeluarkan respon-respon infeksi seperti proinflamasi dan antiinflamasi.

Keseimbangan faktor-faktor ini dalam melawan infeksi akan menciptakan suatu proses perbaikan tubuh namun apabila terjadi ketidakseimbangan proses-proses ini dimana proses-proses ini akan saling mempengaruhi maka akan menimbulkan ketidakharmonisan imunologi yang merusak tubuh sendiri. Etiologi sepsis disebabkan oleh berbagai macam agen infeksi seperti bakteri, virus maupun parasit. Agen infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis berdasarkan epidemiologi adalah bakteri gram negative dan positif dimana mereka menghasilkan toksin-toksin yang menyebabkan kerusakan sel tubuh terutama pembuluh darah karena penyebaran mereka terutama hematogen.

Untuk mendiagnosis sepsis diperlukan pemeriksaan fisik maupun laboratorium seperti darah lengkap, faktor-faktor pembekuan darah, konsentrasi laktat dalam darah dan lain-lain. Penatalaksanaan penting dari sepsis ini adalah perbaikan hemodinamik, pemberian antibiotic, focus infeksi harus diobati dan terapi suportif seperti nutrisi, albumin dan lain-lain. Kegawatan yang paling umum disebabkan sepsis adalah kerusakan multipel organ yang disebabkan karena adanya kerusakan pembuluh darah akibat proses inflamasi-inflamasi sehingga perfusi pembuluh darah terganggu yang berakibat organ-organ akan mengalami kelainan fungsinya karena saluran nutrisi mereka terganggu oleh karena proses infeksi. Kelainan multipel organ akibat sepsis dapat mengenai otak, paru, ginjal, hati, jantung maupun darah yang dapat menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitch SJ, Gossage JR. Optimal management of septic shock: rapid recognition and institution of therapy are crucial. Postgraduate Med. 2002;3:50-9.

2. Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of severe sepsis in the United States. Crit Care Med. 2001;20:1303-31.

3. Reinhardt K, Bloos K, Brunkhorst FM. Pathophysiology of sepsis and multiple organ dysfunction. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, eds. Textbook of critical care. 15th ed. London: Elsevier Saunders Co; 2005. p.1249-57.

4. Hoyert DL, Anderson RN. Age-adjusted death rate. Natl Vital Stat Rep. 2001;49:1-6

5. Michael R Pinsky, MD, CM, FCCP, FCCM. Shock Septic. http://emedicine.medscape.com/article/168402-overview#a0156 . Diunduh 10 Maret 2015

6. Leksana, Ery. SIRS, Sepsis, Keseimbangan Asam-Basa, Syok dan Terapi cairan. Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP.dr.Kariadi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,2006.

7. Sepsis. Available from : http://www.chestnet.org/accp/pccsu/sepsis-definitions-epidemiology-etiology-and-pathogenesis?page=0,3. Diunduh pada tanggal 10 Maret 2015

8. PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.

9. Sepsis. Available from : http://www.biomerieux-diagnostics.com/servlet/srt/bio/clinical-diagnostics/dynPage?open=CNL_HCP_INF_SEP&doc=CNL_HCP_INF_SEP_G_CHP_TXT_1&pubparams.sform=1&lang=en . Diunduh pada tanggal 10 Maret 2015

10. A.Guntur.H. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI. 2007;1840-43.

11. Sepsis. Available from : http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S0103-507X2009000400013&script=sci_arttext&tlng=en. Diunduh tanggal 10 Maret 2015

12. Sepsis. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/169640-overview#showall diunduh tanggal 10 Maret 2015.

13. Sepsis. Available from : http://www.atsu.edu/faculty/chamberlain/Website/lectures/lecture/sepsis.htm. diunduh pada tanggal 10 Maret 2015

14. Sepsis. Available from : http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/infectious-disease/sepsis/. Diunduh pada tanggal 10 Maret 201515. PB PAPDI. Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Edisi I. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2010. 123-5.

16. Sepsis. Available from : http://www.medicalexhibits.com/medical_exhibits.php?exhibit=06907_07W&query=effect%20sepsis%20bacteria%20blood%20poison%20immunologic%20shock .Diunduh 10 Maret 2015.

17. Sepsis. Available from : http://jasn.asnjournals.org/content/15/10/2756.full . Diunduh 10 Maret 2015Gambar 12a dan b. Patogenesis sepsis menyebabkan gagal ginjal akut