bab 2-revisi 12-post sidang
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata
2.1.1 Bola mata
Bola mata berbentuk seperti bola dunia menempati rongga orbita
dengan bagian anteriornya menonjol keluar. Proyeksi keluar dari bagian
anterior bola mata ini mewakili sekitar seperenam dari total luas bola mata
dan disebut dengan kornea (bersifat transparan). Bagian posterior kornea dari
depan ke belakang adalah bilik mata anterior, iris dan pupil, bilik mata
posterior, lensa, ruang postrenal (vitreous), dan retina (Drake, 2004).
Bilik mata anterior dan posterior
Bilik mata anterior merupakan daerah yang berada tepat dibelakang
kornea sampai bagian depan dari iris. Bagian terbuka di tengah iris
disebut pupil. Bagian belakang iris dan di sebelah depan lensa merupakan
bilik mata posterior. Bilik mata anterior dan posterior saling terhubung satu
sama lain melalui pupil. Bagian tersebut dipenuhi dengan cairan (humor
akuos), yang disekresi ke bilik mata posterior, mengalir ke bilik mata
anterior melalui pupil, dan diserap ke dalam sinus vena sklera (kanal
Schlemm), yang merupakan saluran vena melingkar di perbatasan antara
kornea dan iris (Drake, 2004).
Lensa
Lensa terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya
berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi (terfokusnya objek dekat pada retina) dengan tebal
4 mm dan diameter 9 mm. Lensa memisahkan seperlima bagian anterior
bola mata dari empat-perlima bagian posteriornya. Lensa bersifat
transparan, elastis, dan cembung. Perlekatan lensa ke lateral ini membuat
lensa memiliki kemampuan untuk mengubah kemampuan refraksinya
sehingga dapat mempertahankan tajam penglihatan (Vaughn & Asbury,
2004; Drake, 2004).
Badan Kaca (vitreous body)
5
Empat-perlima bagian posterior dari bola mata, dari lensa ke retina,
diduduki oleh ruang postrenal (vitreous). Segmen ini berisi substansi
transparan dan mirip agar-agar yaitu badan vitreous (vitreous humor).
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dan retina. Badan kaca tediri dari 99% air dan 1% terdiri dari
2 komponen, yaitu: kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah
mempertahankan bola mata agar tetap bulat dan meneruskan sinar dari
lensa ke retina. Substansi ini, tidak seperti humor akuos, tidak dapat
digantikan (Drake, 2004; Vaughn & Asbury, 2004; Ilyas, 2010)
2.1.2 Dinding bola mata
Komponen internal yang mengelilingi bola mata adalah dinding bola
mata. Dinding tersebut terdiri dari tiga lapisan: lapisan fibrosa (luar), lapisan
vaskular (tengah), dan lapisan retina (dalam) (Drake, 2004).
2.1.2.1 Lapisan fibrosa luar (outer scleral layer)
Lapisan ini terdiri dari:
Sklera
Selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Permukaan luar
sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang elastis
dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh
darah sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam
terdapat lapisan pigmen berwarna coklat, yaitu lamina fuska,
yang membatasi sklera dengan koroid (Vaughn & Asbury, 2004;
Ilyas, 2010).
Kornea
Selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea rata-
rata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54
mm di bagian tengah. Kornea berfungsi sebagai membran
pelindung dan merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam
bola mata menuju ke retina. Kornea terdiri dari lima lapisan,
yaitu : epitel, membran Bowman, stroma, membran Descement
dan endotel (Vaughn & Asbury, 2004).
2.1.2.2 Lapisan vaskular tengah (uveal tract layer)
6
Lapisan ini terdiri dari:
Iris
Mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang
berbentuk bulat di tengahnya, yang disebut pupil. Iris
mempunyai kemampuan untuk mengatur banyaknya cahaya
yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan
mengecilkan dan melebarkan pupil (Vaughn & Asbury, 2004).
Badan siliar
Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid
terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar
berfungsi untuk akomodasi, jika otot-otot ini berkontraksi ia
menarik proses siliar dan koroid ke depan dan ke dalam,
mengendorkan Zonula Zinnii sehingga lensa menjadi lebih
cembung. Fungsi prosesus siliaris adalah memproduksi cairan
mata (humor akuos) (Ilyas, 2010).
Koroid
Koroid adalah suatu membran yang berwarna coklat tua, yang
terletak diantara sklera dan retina terbentang dari ora serata
sampai papil saraf optik. Berisi pembuluh-pembuluh darah
dalam jumlah yang sangat besar, yang berfungsi untuk memberi
nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya
(Vaughn & Asbury, 2004; Ilyas, 2010).
2.1.2.3 Lapisan retina (inner retinal layer)
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang
mengandung reseptor yang menerima rangsang dari cahaya. Retina
dialiri darah dari 2 sumber, yaitu lapisan koriokapiler yang mengaliri
darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3 bagian dalam
retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina sentral. Sel-sel
pada lapisan retina yang paling luar berhubungan langsung dengan
cahaya. Sel-sel tersebut adalah sel-sel kerucut (cone) dan batang
(rod). Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan terang, warna dan
penglihatan sentral. Sedangkan sel batang berfungsi untuk
penglihatan dalam keadaan redup atau gelap (Misbach, 1999;
Vaughn & Asbury, 2004).
7
2.1.3 Vaskularisasi mata
Sistem arteri mata berasal dari beberapa sumber, yaitu arteri
silliaris posterior, arteri siliaris anterior dan arteri retina sentralis.
Sedangkan untuk aliran venanya sebagian besar berhubungan dengan
lapisan koroid. Empat vena besar (the vorticose veins) terlibat dalam
proses ini. Vena tersebut keluar melalui sklera dari masing-masing
kuadran posterior bola mata dan masuk ke vena oftalmika superior dan
inferior. Ada juga vena retina sentralis yang menyertai arteri retina
sentralis (Drake, 2004).
Gambar 2.1 Anatomi Mata Manusia (Khurana, 2007)
2.2 Fisiologi Pembentukan dan Aliran Humor Akuos
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor
akuos, tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata, dan tekanan vena
episkleral (American Academy of Opthalmology, 2006). Humor akuos adalah
suatu cairan yang jernih yang mengisi bilik mata anterior dan posterior.
Volumenya adalah sekitar 250 µL.Humor akuos diproduksi oleh korpus siliare
melalui mekanisme transfer aktif dan pasif. Cairan ini masuk ke bilik mata
posterior dan mengalir ke bilik mata anterior melalui pupil. Kemudian
8
mengalami proses drainase melalui aliran trabekular dan uveoskleral (melalui
sela-sela sklera). Sebagian besar cairan ini keluar melalui jalinan trabekular
menuju kanal Schlemm dan dilanjutkan ke vena episklera (Vaughn & Asbury,
2004).
Berikut ini adalah gambar dari struktur segmen anterior dan gambar
aliran humor akuos pada mata
Gambar 2.2. Aliran Humor Akuos pada Mata (Medline, 2008)
Gambar 2.3. Struktur Segmen Anterior (Medline, 2008)
Humor akuos memiliki peranan penting, yaitu sebagai nutrisi dan juga
berfungsi untuk mengeluarkan sisa metabolismenya, selain itu berfungsi
untuk menjaga bentuk bola mata dan mempertahankan TIO agar tetap
berada dalam batas normal (10 – 24 mmHg) (Vaughn & Asbury, 2004).
Pada glaukoma kronik sudut terbuka, hambatan akuos humornya
terletak pada jaringan trabekulum. Pada glaukoma akut hambatan terjadi
9
karena iris perifer menutup sudut mata bilik depan, hingga jaringan
trabekulum tidak dapat dicapai oleh akuos (Ilyas, 2010).
Gambar 2.4 Sudut Tertutup
Gambar 2.5 Sudut Terbuka
2.3 Glaukoma
2.3.1 Pengertian glaukoma
Menurut Vaughn & Asbury (2004), glaukoma adalah penyakit saraf
optik yang ditandai oleh adanya kerusakan struktur diskus optikus atau serat
saraf retina disertai kelainan lapang pandangan. Kerusakan saraf optik
(neuropati optik) tersebut biasanya disebabkan oleh efek peningkatan
tekanan okular pada papil saraf optik. (James, Chew & Bron, 2006).
Sedangkan Ilyas (2010), mendefinisikan glaukoma sebagai penyakit mata
yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan
lapang pandangan yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola
mata yang tidak normal.
10
Peningkatan tekanan bola mata merupakan faktor risiko yang terutama
dan tidak merupakan penyakit glaukoma itu sendiri. Didalam mata terdapat
cairan mata yang terdiri dari 99,9% air murni (akuos humor) bening yang
mengalir terus. Pengaliran cairan ini didalam bola mata seperti air yang
berada di dalam kolam tertutup yang bertukar dan mengalir terus. Bila terjadi
gangguan pengeluaran cairan maka air akan terbendung di dalam kolam.
Demikian pula jika cairan mata tidak dapat keluar maka tekanan di dalam bola
mata akan naik dan merusak saraf penglihatan (Ilyas, 2007).
Gambar 2.6 Peninggian Tekanan di dalam Bola Mata
2.3.2 Klasifikasi glaukoma
2.3.2.1 Glaukoma primer
Pada glaukoma primer, penyebab timbulnya glaukoma tidak diketahui.
Glaukoma primer dibagi atas 2 bentuk yaitu glaukoma sudut tertutup atau
glaukoma sudut sempit dan glaukoma sudut terbuka, yang disebut juga
sebagai glaukoma simpleks atau glaukoma kronik (Ilyas, 2008; Ilyas, 2010).
2.3.2.1.1 Glaukoma sudut tertutup
A. Sudut tertutup akut
Terjadi pada pasien dengan sudut bilik mata sempit. Pada
glaukoma sudut tertutup terjadi penutupan pengaliran keluar cairan
11
mata secara mendadak. Tekanan yang mendadak ini akan
memberikan rasa sakit yang sangat di mata dan di kepala serta
perasaan mual dan muntah (Ilyas, 2008; Ilyas, 2010; Radjamin dkk,
1993).
Keadaan mata menunjukkan tanda-tanda peradangan seperti
kelopak mata bengkak, mata merah, tekanan bola mata sangat tinggi
yang mengakibatkan pupil lebar, kornea suram dan edem, iris sembab
meradang, penglihatan kabur disertai dengan adanya halo (pelangi
disekitar lampu) (Ilyas, 2010).
Serangan glaukoma mudah terjadi pada keadaan ruang yang
gelap seperti bioskop yang memungkinkan pupil melebar, dan akibat
mengkonsumsi beberapa obat tertentu seperti antidepresan, influenza,
antihistamin, antimuntah serta obat yang melebarkan pupil. Keluhan ini
hilang bila pasien masuk ruang terang atau tidur karena terjadi miosis
yang mengakibatkan sudut bilik mata terbuka (Depkes, 2007).
Hanya pembedahan yang dapat mengobati glaukoma sudut
tertutup akut. Tindakan pembedahan harus dilakukan pada mata
dengan glaukoma sudut tertutup akut karena serangan dapat berulang
kembali pada suatu saat (Ilyas, 2010).
B. Sudut tertutup kronik
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi
jalan keluar cairan mata tanpa gejala yang nyata. Pada keadaan ini
perlahan-lahan terbentuk jaringan parut antara iris dan jalur keluar
cairan mata. Tekanan bola mata akan naik bila terjadi gangguan
jumlah cairan keluar akibat bertambahnya jaringan parut (Ilyas, 2007).
C. Sudut tertutup dengan hambatan pupil
Sudut tertutup dengan hambatan pupil adalah glaukoma dimana
ditemukan keadaan sudut bilik mata depan yang tertutup disertai
dengan hambatan pupil. Bila usia bertambah tua maka lensa akan
bertambah cembung sehingga bilik mata depan akan bertambah
dangkal. Posisi lensa yang kedepan akan mendorong iris ke depan,
oleh karena itu diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk mendorong
cairan mata (akuos humor) keluar melalui celah iris (Ilyas, 2003).
D. Sudut tertutup tanpa hambatan pupil
12
Glaukoma sudut tertutup tanpa hambatan pupil adalah
glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
tertutup, tanpa disertai dengan hambatan pupil. Pada umumnya sudut
bilik mata depan sudah sempit sejak semula (bersifat herediter),
sehingga menyebabkan gangguan pengaliran cairan bilik mata depan
ke jaring trabekulum.
Hambatan aliran cairan mata (akuos humor) dapat terjadi
karena penutupan sudut bilik mata yang dapat terjadi sedikit demi
sedikit sampai tertutup sama sekali atau mendadak tertutup sama
sekali. Masing-masing keadaan memberikan gambaran klinik yang
berbeda-beda antara lain:
1) Penutupan Sudut Mendadak (Acute Angle Closure)
Penutupan sudut terjadi secara mendadak atau tiba-tiba
sehingga aliran cairan mata (akuos humor) dari bilik mata depan
menjadi terhalang sama sekali. Faktor pencetus dapat berupa
keadaan emosi yang terlalu gembira, sesudah menonton film di
bioskop, berada dalam ruangan yang gelap atau minum terlalu
banyak.
2) Penutupan Sudut Intermittent (Intermittent Angle Closure)
Pada umumnya sudut bilik depan sudah sempit sejak
semula dan dapat menyebabkan gangguan aliran cairan mata
(akuos humor) menuju ke jaring trabekulum. Perjalanan
penyakit biasanya berupa serangan-serangan yang singkat dan
hilang timbul. Sesudah setiap kali serangan sudut bilik mata
depan terbuka kembali, akan tetapi keadaan sudut bilik mata
depan tidak terbuka kembali seperti semula (menjadi lebih
sempit).
3) Penutupan Sudut Menahun (Chronic Angle Closure)
Dapat terjadi karena penutupan sudut yang perlahan-
lahan atau merupakan kelanjutan serangan intermittent yang
sudah menimbulkan sinekia (perlekatan iris dengan kornea
pada sudut bilik mata) yang luas. Dapat juga terjadi karena
serangan mendadak yang tidak diatasi dengan baik (Ilyas,
2003).
13
2.3.2.1.2 Glaukoma sudut terbuka
A. Glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks)
Glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) adalah glaukoma
yang penyebabnya tidak ditemukan dan disertai dengan sudut bilik
mata depan yang terbuka. Pada umumnya glakoma sudut terbuka
kronik (simpleks) ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun, walaupun
penyakit ini kadang kadang ditemukan pada usia yang lebih muda.
Diduga glaukoma diturunkan secara dominan atau resesif pada kira-
kira 50% penderita. Secara genetik penderitanya adalah homozigot.
Pada penderita glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) 99%
hambatan terdapat pada jaring trabekulum dan kanal Schlemm. Mata
tidak merah dan sering penderita tidak memberikan keluhan sehingga
terdapat gangguan susunan anatomik tanpa disadari penderita.
Gangguan akibat tingginya tekanan bola mata terjadi pada kedua
mata, sehingga ditemukan gejala klinik akibat tekanan yang tinggi.
Pada glaukoma simpleks terdapat perjalanan penyakit yang lama,
akan tetapi berjalan progresif sampai berakhir dengan kebutaan (Ilyas,
2003; Ilyas, 2010).
B. Glaukoma steroid
Pemakaian kortikosteroid topikal ataupun sistemik dapat
mencetuskan glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks). Gejala dan
tampilan klinisnya mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer.
Pemakaian kortikosteroid sistemik dapat meningkatkan TIO pada
beberapa individu walaupun lebih jarang bila dibandingkan pemakaian
kortikosteroid topikal. Glaukoma akibat kortikosteroid dapat
berkembang kapan saja selama pemakaian kortikosteroid jangka
panjang (AAO, 2006). Pada pasien glaukoma steroid keadaan mata
yang terlihat dari luar putih atau normal, namun pada pemeriksaan
terlihat kelainan funduskopi berupa ekskavasi papil glaukomatosa dan
kelainan pada lapang pandangan. Bila steroid diberhentikan, biasanya
TIO akan menurun (Ilyas, 2008).
C. Glaukoma tekanan rendah (normal)
Glaukoma bertekanan rendah (normal) adalah suatu keadaan
dimana ditemukan penggaungan papil saraf optik dan kelainan lapang
14
pandangan yang khas glaukoma tetapi disertai dengan tekanan bola
mata yang tidak tinggi (normal) (Ilyas, 2003).
Penyebab dari tipe glaukoma bertekanan rendah (normal),
berhubungan dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah saraf optik
mata, yang dapat mengakibatkan kematian dari sel-sel saraf optik yang
bertugas membawa impuls/rangsang dari retina menuju ke otak (Ilyas,
2003).
D. Glaukoma pigmen atau miopia
Sindrom dispersi pigmen terdiri dari deposisi pigmen pada
endotelium kornea dalam pola spindel vertikal (Krukenberg spindle), di
jalinan trabekular dan di lensa perifer, dan, biasanya ada kelainan
transluminasi pada daerah perifer tengah iris. Pola spindel pada
kornea posterior tersebut disebabkan oleh arus konveksi humor akuos
dan kemudian terjadi fagositosis pigmen oleh endothelium kornea.
Glaukoma pigmen terjadi paling sering pada laki-laki kulit putih yang
menderita miopi antara usia 20 – 50 tahun. Glaukoma ini memiliki ciri
adanya peningkatan TIO secara luas, yang dapat meningkat hingga 50
mmHg pada mata yang tidak diterapi. Pada pemeriksaan gonioskopi
ditemukan pigmentasi yang nyata dan padat pada jaring trabekulum.
Pada stadium permulaan ditemukan tekanan intraokuler yang tinggi
dan adanya halo (pelangi disekitar lampu) karena adanya edema pada
kornea. Sesudah stadium permulaan dapat diatasi biasanya TIO dapat
terkontrol (Ilyas, 2003; AAO, 2006).
.
2.3.2.2 Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebab
timbulnya. Glaukoma sekunder dapat disebabkan atau dihubungkan dengan
kelainan-kelainan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau pada
saat itu, seperti : kelainan lensa, kelainan uvea, trauma, pembedahan dan
lain-lain (Ilyas, 2008).
2.3.2.2.1 Glaukoma dibangkitkan lensa
Glaukoma dibangkitkan lensa merupakan salah satu bentuk
daripada glaukoma sekunder. Glaukoma ini terjadi bersamaan dengan
kelainan lensa, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata
15
(akuos humor) ke sudut bilik mata akibat mencembungnya lensa mata
(Ilyas, 2008).
2.3.2.2.2 Glaukoma neovaskuler
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sekunder yang
disebabkan oleh bertumbuhnya jaringan fibrovaskuler (neovaskuler) di
permukaan iris. Neovaskuler ini menuju ke sudut bilik depan dan
berakhir pada jaring trabekulum. Glaukoma neovaskuler dapat
diakibatkan oleh berbagai hal, misalnya: kelainan pembuluh darah,
penyakit peradangan pembuluh darah, penyakit pembuluh darah
sistemik, serta penyakit tumor mata (Ilyas, 2003).
2.3.2.2.3 Glaukoma dengan hambatan pupil
Glaukoma dengan hambatan pupil adalah glaukoma sekunder
yang timbul akibat terhalangnya pengaliran cairan mata (akuos humor)
dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Hambatan ini dapat
bersifat total dan relatif. Pada hambatan yang bersifat total, glaukoma
terjadi akibat perlekatan iris dengan lensa ataupun iris dengan badan
kaca. Hal ini biasanya terjadi sesudah peradangan. Pada hambatan
yang bersifat relatif, glaukoma terjadi akibat iris dan pangkal iris
terdorong kedepan, sehingga menutup sudut bilik mata depan.
Akibatnya terjadi tekanan yang lebih tinggi di bilik mata belakang
dibandingkan dengan bilik mata depan (Ilyas, 2003).
2.3.2.3 Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital merupakan suatu keadaan tingginya tekanan
bola mata akibat terdapatnya gangguan perkembangan embriologik segmen
depan bola mata. Gangguan perkembangan embriologik dapat berupa
kelainan akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut bilik
mata depan pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan
kanal Schlemm, dan kelainan akibat tidak sempurnanya pembentukan
pembuluh darah bilik yang menampung cairan bilik mata (Ilyas, 2008; Ilyas,
2000).
Akibat pembendungan cairan mata, tekanan bola mata meninggi pada
saat bola mata sedang dalam perkembangan sehingga terjadi pembesaran
16
bola mata yang disebut sebagai buphthalmos (Ilyas, 2008; Radjamin dkk,
1993).
Gejala-gejala glaukoma kongenital biasanya sudah dapat terlihat pada
bulan pertama atau sebelum berumur 1 tahun. Kelainan pada glaukoma
kongenital terdapat pada kedua mata. Rasa silau dan sakit akan terlihat pada
bayi yang menderita glaukoma kongenital, hal ini terlihat pada suatu sikap
seakan-akan ingin menghindari sinar sehingga bayi tersebut akan selalu
menyembunyikan kepala dan matanya (Ilyas, 2008).
2.3.2.4 Glaukoma absolut
Glaukoma absolut adalah suatu keadaaan akhir semua jenis glaukoma
dimana tajam penglihatan sudah menjadi nol atau sudah terjadi kebutaan
total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, mata keras
seperti batu dan disertai dengan rasa sakit (Vaughn & Asbury, 2004; Ilyas,
2007).
Gambar 2.7 Klasifikasi Glaukoma Berdasarkan Etiologi (Vaughn & Asbury, 2004; Ilyas, 2008; Ilyas, 2007)
2.3.3 Epidemiologi glaukoma
2.3.3.1 Distribusi frekuensi
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat diobati, akan tetapi
bila diketahui sejak dini dan segera dilakukan tindakan medis maka glaukoma
17
dapat dikontrol untuk mencegah kerusakan lanjut atau kebutaan pada mata
(Ilyas, 2007).
Berdasarkan penelitian Saaddine dkk (2002) di Amerika Serikat, angka
prevalensi glaukoma lebih tinggi pada usia >65 tahun (11,7%) dibanding
dengan usia 50-64 tahun (4,9%).
Prevalensi nasional Glaukoma adalah 0,5% (berdasarkan keluhan
responden). Sebanyak 9 provinsi mempunyai prevalensi Glaukoma diatas
prevalensi nasional, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo (Riskesdas Nasional,
2007).
2.3.3.2 Faktor risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi glaukoma antara lain adalah:
A. Usia
Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan yang
umumnya menyerang orang berusia diatas 40 tahun. Risiko
terkena glaukoma akan meningkat pada umur 40, mungkin
disebabkan karena penurunan fasilitas dari aliran akuos humor
(Khurana, 2007).
B. Jenis Kelamin
Glaukoma sudut tertutup dengan hambatan pupil pada orang
kulit putih ditemukan bahwa pria 3 kali berisiko daripada wanita,
sedangkan pada orang kulit hitam, penderita pria sama
resikonya dengan wanita (Ilyas , 2003).
C. Ras
Berdasarkan ras, orang kulit hitam mempunyai resiko 7 kali
lebih besar terserang glaukoma dibandingkan orang kulit putih
Hal ini diduga karena orang kulit hitam memiliki diskus optikus
yang lebih lebar dan serat saraf lebih banyak. Beberapa
hipotesis mengatakan peningkatan ukuran diskus optikus
tersebut berhubungan dengan peningkatan stres mekanik pada
daerah saraf optik. Pada orang kulit putih ditemukan bahwa
glaukoma primer sudut terbuka, berisiko 4 kali lebih besar
daripada glaukoma primer sudut tertutup, sedangkan pada
18
orang Indonesia glaukoma primer sudut tertutup berisiko lebih
besar daripada glaukoma sudut terbuka (Ilyas, 2007; Ilyas,
2008; Ilyas, 2010; AAO, 2006).
D. Riwayat Keluarga
Mempengaruhi tekanan intraokular, mungkin oleh karena
multifaktorial (Khurana, 2007).
E. Diabetes Mellitus
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) dipercaya meningkatkan
terjadinya resiko terkena glaukoma. Penderita Diabetes Mellitus
(DM), beresiko 2 kali lebih sering terkena glaukoma. Beberapa
sumber terpercaya beranggapan bahwa keterlibatan pembuluh
darah kecil pada diabetes-lah yang dapat menyebabkan saraf
optik menjadi lebih rentan terhadap kerusakan yang ditimbulkan
oleh tekanan. Sebesar 50% dari penderita Diabetes mengalami
penyakit mata dengan resiko kebutaan 25 kali lebih besar
(Khurana, 2007; Drake, 2004; PERDAMI, 2008; AAO. 2006).
F. Hipertensi
Penderita hipertensi pun berisiko lebih tinggi terserang
glaukoma daripada yang tidak mengidap penyakit hipertensi.
Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa tekanan
darah sistemik yang tinggi ada kaitannya dengan sedikit
peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan tekanan
intraokular merupakan faktor risiko utama terjadinya glaukoma.
Beberapa mekanisme patofisiologi telah diusulkan untuk
menjelaskan hubungan antara hipertensi dan glaukoma.
Kerusakan langsung mikrovaskuler dari hipertensi sistemik bisa
menganggu aliran darah ke diskus optikus. Gagasan ini
didukung oleh studi yang menghubungkan glaukoma dengan
aliran darah okular yang abnormal dan penyempitan pembuluh
darah retina (Ilyas, 2007; Khurana, 2007; Costa, Arcieri &
Harris, 2009).
G. Trauma
Kelainan mata seperti kelainan lensa, kelainan uvea, trauma,
pembedahan katarak atau radang mata dan lain-lain, dapat
19
menyebabkan terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder adalah
glaukoma yang dapat disebabkan atau dihubungkan dengan
kelainan mata yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu
(Ilyas, 2008; Ilyas, 2000).
H. Miopi
Bentuk anatomi dari mata merupakan faktor kunci untuk
berkembangnya glaukoma. Bentuk anatomi mata orang yang
dengan miop (berkaca mata minus) biasanya yang lebih sering
terkena glaukoma (Ilyas, 2000).
I. Obat-obatan
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya glaukoma
adalah pemakaian obat-obatan yang mengandung steroid
secara rutin dalam jangka waktu yang lama (Khurana, 2007).
2.3.4 Gejala glaukoma
Kebanyakan penderita tidak memberikan gejala pada mata kecuali bila
keadaan dimana terjadi gangguan penglihatan. Bila saraf optik mulai rusak
akan terjadi pengecilan lapang pandangan dan bila kerusakan telah lanjut
maka akan terjadi kebutaan. Pada glaukoma sudut sempit dimana tekanan
bola mata mendadak naik maka akan terdapat keluhan penglihatan kabur,
rasa sakit yang berat, sakit kepala, halo, rasa mual dan muntah (Ilyas, 2007).
Pada glaukoma kronik dengan sudut bilik mata depan terbuka
kerusakan saraf optik terjadi perlahan-lahan hampir tanpa keluhan subyektif.
Biasanya kalau sudah memberikan keluhan, keadaan glaukomanya sudah
lanjut (Ilyas, 2010).
Glaukoma akut sangat mengancam terjadinya kebutaan karena
datangnya tiba-tiba, atau mungkin didahului gejala prodromal. Gejala
prodromal hanya sebentar dan hilang sendiri. Pasien mengeluh mata kabur
sebentar pada satu mata atau melihat warna pelangi disekitar lampu atau lilin.
Kepalanya sakit sedikit di sebelah mata yang bersangkutan. Bola mata juga
terasa agak nyeri. Keluhan-keluhan ini hanya berlangsung setengah sampai
dua-tiga jam untuk kemudian hilang. Prodroma akan kembali lagi dan tiap kali
akan berlangsung lebih lama dan datangnya makin sering hingga pada suatu
saat keadaan tidak pulih lagi tetapi menjadi serangan akut (Ilyas, 2010).
20
2.3.5 Kerusakan saraf optik
Terdapat 1.200.000 sel saraf optik yang tersusun di belakang bola
mata. Dokter mata dapat melihat saraf optik dengan alat oftalmoskop melalui
manik mata yang dilebarkan. Warna dan bentuk mangkok (papil) optik dapat
menentukan adanya kerusakan akibat glaukoma disertai berat kerusakan
yang terjadi (Ilyas, 2007).
Pada glaukoma, tepi mangkok optik luar menjadi tipis akibat mangkok
optik tengah menjadi besar. Bila mangkok optik membesar akibat tekanan
bola mata pada glaukoma berarti terjadi kerusakan dari ribuan saraf yang
terdapat pada tepi mangkok optik. Kerusakan ini biasanya juga disertai
dengan perdarahan kecil pada mangkok optik (Ilyas, 2007).
Ekskavasi papil saraf optik biasanya dinyatakan dalam perbandingan
dengan lebarnya mangkok optik. Bila rasio perbandingan lebih besar dari 0,4
atau c (cup)/d (disc) rasio > 0,4 maka keadaan ini adalah patologis. Bila
terdapat perbedaan gaung (ekskavasi) dan mangkok optik pada kedua mata
maka mata tersebut mungkin menderita glaukoma (Ilyas, 2007).
2.3.6 Defek lapang pandangan
Gangguan penglihatan terjadi akibat gangguan peredaran darah
terutama pada papil saraf optik. Pembuluh darah retina yang mempunyai
tekanan sistolik 80mmHg dan diastolik 40 mmHg akan kolaps bila tekanan
bola mata 40 mmHg. Akibatnya akan terjadi gangguan peredaran darah
serabut saraf retina, yang akan mengganggu fungsinya (Ilyas, 2008).
Pembuluh darah kecil papil akan menciut sehingga peredaran darah
papil terganggu yang akan mengakibatkan ekskavasi glaukomatosa pada
papil saraf optik. Akibat keadaan ini perlahan-lahan terjadi gangguan lapang
pandangan dengan gambaran skotoma khas untuk glaukoma. Akan terlihat
skotoma berbentuk busur ke arah temporal (skotoma Bjerrum), yang bertemu
antara busur atas dan bawah pada rafe saraf yang disebut sebagai skotoma
jejaring Rone. Pada suatu keadaan akan terjadi keadaan sedemikian rupa
sehingga seluruh lapang pandangan gelap (Ilyas, 2008).
2.3.7 Diagnosis glaukoma
21
Untuk mengetahui ada atau tidaknya glaukoma maka dokter mata
akan melakukan pemeriksaan dasar glaukoma seperti pemeriksaan saraf
optik, tekanan bola mata, dan lapang pandangan. Bila dua dari tiga
pemeriksaan diatas tidak normal maka diagnosis glaukoma sudah dapat
dibuat (Ilyas, 2007).
Beberapa uji yang sering dilakukan pada mata untuk membuat
diagnosis antara lain :
a) Membuat anamnesis pribadi atau riwayat pada keluarga. Dokter
mata akan menanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita glaukoma. Dalam anamnesis dibutuhkan pula riwayat
medis dan pribadi (Ilyas, 2007).
b) Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer atau
dengan alat pengukur tekanan bola mata lainnya (Ilyas, 2007).
Dikenal empat bentuk tonometri, untuk mengetahui tekanan
intraokular yaitu:
1. Digital (palpasi) tonometri, dengan jari telunjuk, kurang tepat
karena tergantung faktor subyektif (Ilyas, 2010; Ilyas, 2009).
2. Schiotz tonometri, dengan memberi beban atau indentasi pada
permukaan kornea. Menggunakan alat ini pemeriksaannya
cepat dan mudah. Kelemahannya adalah apabila hasil
pembacaan menjadi terlalu rendah, misalnya pada miopia tinggi
(Ilyas, 2010; Ilyas, 2009; Ilyas, 2007).
3. Aplanasi tonometri, dengan tonometer aplanasi Goldmann,
mendatarkan permukaan kecil kornea. Untuk mengukur tekanan
mata harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai
kornea rata dan jumlah tenaga yang diberikan (Ilyas, 2009;
Ilyas, 2010).
4. Tonometri udara (air puff tonometry), yang paling kurang tepat,
kurang teliti karena dipergunakan di ruang terbuka (Ilyas, 2009).
c) Dokter mata akan melakukan pemeriksaan dan melihat kerusakan
yang terjadi pada saraf optik dengan menggunakan oftalmoskopi.
Oftalmoskopi adalah alat untuk memeriksa fundus mata, khususnya
untuk memperhatikan keadaan papil saraf optik. Papil saraf optik
yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi.
22
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, kelainan papil saraf optik ditandai
dengan adanya saraf optik yang pucat atau atrofi dan saraf atrofi
tergaung. Rasio penggaungan dan besar papil (cup/disk ratio)
adalah perbandingan antara besarnya penggaungan papil saraf
optik dengan besar atau lebarnya papil. Bila besarnya rasio
cup/disk ini lebih dari 0,4 atau besarnya rasio C/D vertikal lebih
besar dari 0,2 terhadap rasio C/D horizontal maka keadaan ini
dianggap patologis (Ilyas, 2007; Ilyas, 2009; Ilyas, 2010).
d) Kampimetri (pemeriksaan lapang pandangan) (Ilyas, 2009). Akibat
yang ditimbulkan oleh glaukoma dapat dinilai dari kerusakan lapang
pandangan, oleh karena itu pemeriksaan lapang pandangan adalah
sangat penting (Ilyas, 2010). Dua cara pemeriksaan lapang
pandangan yang umumnya dikenal yaitu:
1. Perimeter Goldmann dan Octopus untuk pemeriksaan lapang
pandangan sampai perifer. Pemeriksaan ini lebih berarti kalau
glaukoma sudah lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut
kerusakan lapang pandangan akan ditemukan di daerah tepi,
yang kemudian meluas ke tengah (Ilyas, 2010; Ilyas, 2009).
2. Layar Bjerrum untuk pemeriksaan lapang pandangan sentral,
yang meliputi daerah luas 30 derajat dari titik fiksasi. Skotoma-
skotoma para sentral (skotoma Bjerrum) dalam tahap dini
ditemukan dengan cara ini. Skotoma ini setengah melingkari titik
fiksasi kemudian meluas ke tengah dan akan bergabung
dengan skotoma para sentral. Dalam tahap seperti ini tajam
penglihatan sentral masih tetap normal. Kemudian kerusakan
lapang pandangan akan meluas ke seluruh jurusan dan di
sekitar titik fiksasi yang tadinya masih terhindar, kerusakan akan
meluas ke tengah. Pada suatu ketika keadaan menjadi demikian
rupa, sehingga seluruh lapang pandangan habis, kecuali suatu
pulau kecil (± 5 derajat) yang tersisa disekitar titik fiksasi. Dalam
keadaan lanjut seperti ini pun, tajam penglihatan masih normal.
Keadaan ini dinamakan tunnel vision (penglihatan terowong).
e) Pemeriksaan gonioskopi, yaitu pemeriksaan sudut bilik mata dengan
menggunakan lensa gonioskopi yang disebut goniolens dengan
23
suatu sistem prisma dan penyinaran. Dalam hal glaukoma,
gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik
mata depan. Alat ini dapat membedakan sudut terbuka dan sudut
tertutup. Begitu pula dapat diperiksa apakah ada perlekatan iris
bagian perifer dan kelainan lainnya. (Ilyas, 2010; Ilyas, 2008; Ilyas,
2007; Ilyas, 2009).
Selain pemeriksaan-pemeriksaan di atas, ada beberapa pemeriksaan
lainnya yang menyokong adanya glaukoma pada seseorang, antara lain yaitu
dengan uji variasi diurnal. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
apakah tekanan bola mata pasien meninggi pada satu saat dalam satu hari
yang mengakibatkan timbulnya gejala glaukoma pada penderita tanpa
tingginya tekanan bola mata pada saat pemeriksaan rutin (Ilyas, 2009).
Selain itu, dikenal beberapa cara untuk membangkitkan glaukoma
yang tidak jelas tinggi tekanannya. Uji ini disebut sebagai uji provokasi (Ilyas,
2008; Ilyas, 2009).
Uji provokasi dilakukan khusus untuk jenis glaukoma, misalnya untuk:
1. Glaukoma sudut terbuka, digunakan uji steroid, uji priskol dan uji
minum air (water drinking test). Pada uji minum air, pemeriksaan
dilakukan dengan pasien diminta minum air sebanyak 1 liter
dalam waktu 5 menit. Bila tekanan bola mata sebelum dan
sesudah minum air ini berbeda 8 mmHg berarti pasien
menderita glaukoma (Ilyas, 2008; Ilyas, 2009).
2. Glaukoma sudut sempit atau tertutup, digunakan uji kamar
gelap, uji midriatik, uji homatropin dan uji pilokarpin. Pada uji
midriatika, pasien matanya ditetesi dengan midriatika. Midriasis
akan mengakibatkan sudut bertambah tertutup dan bertambah
kemungkinan terbendungnya akuos humor. Kemudian diukur
tekanan bola matanya setiap ¼ jam selama 2 jam. Bila terjadi
perubahan tekanan bola mata lebih dari 8 mmHg berarti pasien
menderita glaukoma (Ilyas, 2008; Ilyas, 2009)
2.3.8 Penatalaksanaan medis terhadap penanggulangan glaukoma
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma,
namun pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Penderita
24
glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, operasi laser dan
pembedahan. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan
penglihatan yang lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma
maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan
penglihatan (PERDAMI, 2008).
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk penanggulangan
terhadap penderita glaukoma antara lain adalah:
2.3.8.1 Pengobatan glaukoma sudut tertutup
Pertama-tama harus diingat bahwa glaukoma sudut tertutup
akut merupakan masalah pembedahan. Pengobatan dengan obat
harus dilaksanakan sebagai tindakan pertolongan darurat.
1. Pengobatan dengan obat-obatan:
Miotik: yang paling mudah didapat adalah pilokarpin 2-4%
tetes mata yang diteteskan tiap menit 1 tetes selama 5
menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6 jam. Hasil
pilokarpin adalah miosis dan karenanya melepaskan iris dari
jangkauan trabekulum. Sudut bilik mata depan akan terbuka.
Carbonic anhidrase inhibitor: yang biasa dipakai adalah
tablet asetazolamid, @ 250 mg, 2 tablet sekaligus, kemudian
disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam. Fungsi
asetazolamid adalah mengurangi pembentukan akuos
humor.
Obat hiperosmotik: yang paling mudah adalah larutan
gliserin, 50% yang diberikan oral. Dosis 1-1,5 gram/kg BB.
Gliserin ini harus diminum sekaligus. Karena gliserin terlalu
manis hingga dapat menyebabkan rasa mual, boleh
diteteskan jeruk nipis. Obat hiperosmotik lain yaitu Mannitol
20%, lebih jarang dipakai. Fungsi obat ini untuk
mempertinggi daya osmosis plasma.
Morfin: suntikan 10-15 mg mengurangi rasa sakit dan
mengecilkan pupil (Ilyas, 2010).
2. Bedah laser
Pada glaukoma sudut tertutup terdapat hambatan relatif
pengaliran keluar cairan dari bilik mata belakang melalui pupil ke bilik
25
mata depan. Iridotomi merupakan suatu tindakan bedah glaukoma
yang sering dilakukan pada glukoma sudut tertutup. Iridotomi laser
dilakukan untuk mendapatkan lubang pada bagian iris yang berwarna.
Pada keadaan ini dibuat sebuah lubang kecil pada selaput pelangi
perifer (Ilyas, 2007).
3. Pembedahan
Sebelum pembedahan, tiap glaukoma akut harus diobati terlebih
dahulu. Dengan cara seperti tersebut di atas tekanan bola mata yang
tadinya sangat tinggi diturunkan dahulu sampai di bawah 25 mmHg.
Jenis pembedahan yang dilakukan yaitu:
a. Iridektomi perifer
Indikasi: Pembedahan ini digunakan untuk glaukoma dalam fase
prodromal, glaukoma akut yang baru terjadi atau untuk tindakan
pencegahan pada mata sebelahnya yang masih sehat.
Teknik: Pada prinsipnya dibuat lubang di bagian perifer iris.
Maksudnya adalah untuk menghindari hambatan pupil. Iridektomi
ini biasanya dibuat di sisi temporal atas.
b. Pembedahan filtrasi
Indikasi: Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah
berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium glaukoma
kongestif kronik.
Trepanasi Elliot: sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat di
daerah kornea-skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan
tujuan agar akuos mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang
subkonjungtiva.
Sklerotomi Scheie: kornea-skleral dikauterisasi agar luka tidak
menutup kembali dengan sempurna, dengan tujuan agar akuos
mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat trabekulum sehingga
terbentuk celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam
kanal Schlemm.
2.3.8.2 Pengobatan glaukoma sudut terbuka
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan secara teratur
dan pembedahan hanya dilakukan apabila pengobatan tidak mencapai
26
hasil memuaskan. Tujuan pengobatan glaukoma ialah untuk
melindungi penglihatan dengan menurunkan tekanan bola mata yang
merusak saraf optik. Pada glaukoma sudut terbuka obat-obatan
diberikan satu demi satu atau kalau perlu kemudian baru di kombinasi.
1. Pengobatan dengan obat-obatan (AAO, 2006).
Miotik:
- Pilokarpin 2 – 4%, 3 – 6 kali 1 tetes sehari (membesarkan
pengeluaran cairan mata – outflow)
- Eserin 1/4 - 1%, 3 – 6 kali 1 tetes sehari (membesarkan
pengeluaran cairan mata – outflow)
Simpatomimetik
- Epinefrine 0,5 – 2%, 1 – 2 kali 1 tetes sehari
(mempercepat aliran keluar akuos humor)
Beta-blocker
- Timolol maleate 0,25 – 0,50%, 1 – 2 kali tetes sehari
(menurunkan produksi akuos humor)
Carbonic anhidrase inhibitor
- Asetazolamid 250 mg, 4 kali 1 tablet (menurunkan
produksi akuos humor).
Kalau tidak berhasil, frekwensi tetes mata dinaikkan atau
presentase obat ditingkatkan atau ditambah dengan obat tetes lain
seperti epinefrine atau tablet asetazolamid.
2. Bedah Laser
Bedah laser pada glaukoma dengan argon laser trabekuloplasti
bertambah populer pada saat ini. Prosedur pelaksanaannya memakan
waktu kira-kira 20 menit tanpa rasa sakit dan tidak perlu dirawat.
Tindakan laser akan menurunkan tekanan pada 80% pasien dengan
glaukoma sudut terbuka. Bedah laser yang sering dilakukan adalah
trabekuloplasti laser. Trabekuloplasti laser dilakukan dengan
membakar daerah anyaman trabekulum yang akan mempercepat
pengaliran cairan mata keluar. Akan tetapi umumnya hasil tidak jelas
pada glaukoma sudut terbuka (Ilyas, 2007).
27
3. Pembedahan
Apabila obat-obatan yang maksimal tidak berhasil menahan
tekanan bola mata rata-rata di bawah 21 mmHg dan lapang
pandangan terus mundur maka dilakukan pembedahan. Tujuan
pembedahan adalah membuat filtrasi jalan keluar cairan mata (Ilyas,
2007; Ilyas, 2010).
Jenis pembedahan yang dipakai adalah trepanasi Elliot atau
pembedahan sklerotomi Scheie. Akhir-akhir ini operasi yang popular
adalah trabekulektomi. Pada trabekulektomi ini cairan mata tetap
terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau
salurannya diperluas. Sebuah saluran dibuat untuk memungkinkan
cairan mata keluar dan masuk di bawah konjungtiva. Tindakan ini
dapat menyelamatkan sisa penglihatan yang ada tapi tidak
memperbaiki lapang pandangan yang telah rusak (Ilyas, 2007; Ilyas,
2010).
2.4 Hipertensi
2.4.1 Pengertian hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi, yang di bawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent
Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan
gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Sustrani
dkk, 2004).
2.4.2 Kriteria dan klasifikasi hipertensi
Menurut Seventh Report Of The Joint National Committee On
Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure
(JNC VII) batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg sistolik dan
80–90 mmHg diastolik. Dan seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila
tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg untuk tekanan sistoliknya dan
90 mmHg untuk tekanan diastoliknya. Selain klasifikasi tersebut, hipertensi
juga bisa diklasifikasikan menurut perubahan yang terjadi pada retina mata.
Tabel 2.1
28
Klasifikasi hipertensi berdasarkan adanya perubahan pada retina mataKlasifikasi Perubahan pada Retina
Grup 1
Grup 2
Grup 3
Grup 4
Konstriksi arteriol retina
Konstriksi dan sklerosis arteriol retina
Kondisi seperti pada grup 2 ditambah
dengan adanya perdarahan dan eksudasi
Edema papil arteriol retina
Tabel 2.2
Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas
18 Tahun Menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On
Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure
(2003)
Kategori Tekanan darah sistolik
(mmHg)
Tekanan darah diastolik
(mmHg)
Normal <120 < 80
Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi Stadium 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Stadium 2 ≥160 ≥100
2.4.3 Gejala hipertensi
Gejala–gejala hipertensi antara lain sakit kepala, jantung berdebar-
debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja,
mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering
buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging (tinnitus) dan dunia
terasa berputar (Sustrani dkk, 2004).
2.5 Hubungan tekanan darah dan glaukoma
Hubungan antara tekanan darah dan prevalensi terjadinya serta
progresifitas dari Glaukoma masih menjadi kontroversi. Hipotesis vaskular
atau iskemik mendalilkan bahwa kerusakan glaukomatosa dapat disebabkan
atau difasilitasi oleh tidak memadainya perfusi dari bagian proksimal saraf
optik. Untuk menjelaskan hubungan antara tekanan darah dan glaukoma
tersebut, maka diperlukan pemahaman tentang konsep autoregulasi.
29
Autoregulasi adalah istilah yang diterapkan untuk fenomena fisiologis di mana
terjadi perubahan resistansi secara dinamis untuk menjaga aliran di suatu
tingkat tetap, sesuai yang dibutuhkan oleh aktivitas lokal maupun metabolik
meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi. Misalnya, ketika tekanan
arteri berubah atau ketika tekanan vena dipengaruhi oleh TIO.
Menurut Anderson, ketika tekanan vena pada mata meningkat akibat
TIO, maka perbedaan tekanan arteriovenosus menjadi berkurang, dan suplai
nutrisi dipertahankan hanya karena autoregulasi aliran darah. Iskemik yang
diinduksi TIO dapat terjadi bila autoregulasi mengalami gangguan, baik akibat
adanya defisiensi bawaan atau sebagai akibat dari penyakit vasospastic.
Autoregulasi juga bisa terganggu jika suatu penyakit lain telah banyak
menggunakan kapasitas autoregulasi, sehingga hanya sedikit yang tersisa
untuk menanggapi masalah tambahan dari TIO. Pada Glaukoma, terjadinya
peningkatan TIO lebih tinggi dari tekanan vena orbita akan mengurangi
tekanan perfusi dari intraokular, yang akan menyebabkan permasalahan pada
sirkulasi.
Beberapa mekanisme patofisiologi telah diusulkan untuk menjelaskan
hubungan antara hipertensi dan Glaukoma. Kerusakan langsung
mikrovaskuler dari hipertensi sistemik bisa menganggu aliran darah ke diskus
optikus. Gagasan ini didukung oleh studi yang menghubungkan glaukoma
dengan aliran darah okular yang abnormal, dan penyempitan pembuluh darah
retina. Hipertensi dapat pula menganggu autoregulasi dari sirkulasi arteri
siliaris posterior, yang memang sudah terganggu pada penyakit Glaukoma.
30