bab 2 studi pustaka - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2014-1-01380-sp...
TRANSCRIPT
7
BAB 2
STUDI PUSTAKA
2.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas
Pasal 1 UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(UULLAJ) menyatakan pengertian kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di
jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta
benda.
Kecelakaan juga dapat didefiniskan sebagai suatu kejadian yang terjadi dalam
waktu atau periode tertentu dengan kondisi melibatkan diri sendiri atau orang lain,
kendaraan, maupun obyek benda lain yang dapat merugikan jika mengakibatkan
korban manusia atau benda. Kecelakaan disebabkan oleh berbagai macam faktor
yang tidak sengaja terjadi (random multy factor event) dalam waktu tertentu dan
tidak dapat diramalkan secara pasti di mana dan kapan kecelakaan lalu lintas dapat
terjadi. Faktor ketidak sengajaan inilah yang sering kali mempengaruhi naluri
pengguna jalan untuk tidak meningkatkan kesadaran dalam serangkaian tindakan
untuk menjamin keselamatannya.
2.2 Jenis dan Bentuk Kecelakaan
Kecelakaan dapat diklasifikasikan berdasarkan korban kecelakaan, waktu
terjadinya kecelakaan, lingkungan saat kecelakaan terjadi, lokasi kecelakaan, tipe
tabrakan (Satiagraha, A, 2009 dalam Simanungkalit, R. P. dkk, 2011).
2.2.1 Kecelakaan Berdasarkan Korban Kecelakaan
Menurut PT. Jasa Marga, kecelakaan berdasarkan korban kecelakaan
digolongkan berdasarkan kondisi korban dalam hal ini adalah manusia sebagai
pengguna jalan raya yang melakukan perjalanan dan mengalami kecelakaan,
penggolongan tersebut meliputi:
• Kecelakaan dengan korban luka ringan (Slight injury)
Luka ringan atau Slight injury adalah korban kecelakaan lalu lintas yang tidak
mengalami luka atau keadaan membahayakan jiwa korban, dan korban tidak
memerlukan pertolongan atau perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Luka
ringan dapat digolongkan dalam beberapa kondisi, antara lain :
8
• Luka bakar pada tubuh korban kurang dari 15%
• Luka lecet dengan pendarahan sedikit tapi penderita masih sadar.
• Keseleo dari anggota badan yang ringan dan tanpa komplikasi.
• Penderita tersebut dalam keadaan sadar tidak pingsan atau muntah-
muntah.
• Kecelakaan dengan korban luka berat (Serious injury)
Luka berat atau Serious injury adalah korban kecelakaan dengan kondisi
membahayakan jiwa korban dan memerlukan pertolongan atau perawatan
lebh lanjut di rumah sakit. Luka berat dapat digolongkan dalam beberapa
kondisi, antara lain :
• Luka bakar pada badan korban dengan luas sama atau lebih dari 25%.
• Luka yang menyebabkan penderita menurun kondisinya, seperti luka
yang terjadi pada kepala dan leher.
• Patah tulang anggota badan dengan komplikasi, dan disertai oleh rasa
sakit dan pendarahan yang serius.
• Pendarahan yang serius lebih dari 500 cc.
• Kecelakaan dengan korban meninggal dunia (Fatal injury)
Meninggal dunia atau Fatal injury adalah korban kecelakaan dengan keadaan
mengalami kematian secara fisik. Korban meninggal dunia akibat tabrakan di
jalan adalah korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal di lokasi kejadian,
atau meninggal di rumah sakit dalam rentang waktu 24 jamdari saat tabrakan
terjadi.
2.2.2 Kecelakaan Berdasarkan Waktu Terjadinya
Berdasarkan waktu terjadinya kecelakaan, kecelakaan ditetapakan menurut
satu periode waktu. waktu kecelakaan dapat digolongkan ke dalam hari atau tanggal
kejadian hingga jam atau menit terjadinya kecelakaan.
2.2.3 Kecelakaan Berdasarkan Lingkungan
Keadaan lingkungan dan cuaca sering kali mempengaruhi jenis dan tingkat
parah kecelakaan, dengan cuaca yang tidak menentu dan tidak terduga mampu
9
membuat pengguna jalan tidak terkontrol dalam mengendarai kendaraannya. Berikut
ini berbagai keadaan lingkungan yang mungkin berpengaruh :
• Cuaca (cerah, berawan, berkabut, gerimis, hujan lebat, bersalju)
• Pencahayaan (terang, gelap, berdebu, lampu jalan)
• Permukaan jalan (kering, basah, bersalju, ber-es)
2.2.4 Kecelakaan Berdasarkan Lokasi
Lokasi kecelakaan dapat terjadi di berbagai tempat. Di jalan tol, kecelakaan
dapat terjadi di ruas jalan di mana saja. Lokasi terjadinya kecelakaan dapat dibagi
dalam beberapa bagian.
• Lokasi jalan lurus 1 lajur, 2 lajur maupun 1 lajur searah atau berlawanan arah.
• Tikungan jalan.
• Persimpangan jalan.
2.2.5 Kecelakaan Berdasarkan Tipe Tabrakan
PT. Jasa Marga selaku perencana dan pengelola jalan tol memiliki klasifikasi
jenis kecelakaan yang terjadi. Beberapa jenis kecelakaan atau tabrakan, yaitu :
depan-depan, depan-belakang, tabrakan sudut, tabrakan sisi, lepas kontrol, tabrak
lari, tabrak massal, tabrak pejalan kaki, tabrak parkir, dan tabrakan tunggal.
a. Tabrakan depan – depan adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang
tengah melaju dimana keduanya saling beradu muka dari arah yang
berlawanan, yaitu bagian depan kendaraan yang satu dengan bagian depan
kendaraan lainnya.
b. Tabrakan depan – samping adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang
tengah melaju dimana bagian depan kendaran yang satu menabrak bagian
samping kendaraan lainnya.
c. Tabrakan depan – belakang adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang
tengah melaju dimana bagian depan kendaraan yang satu menabrak bagian
belakang kendaraan di depannya dan kendaraan tersebut berada pada arah
yang sama.
d. Tabrakan samping – samping adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan
yang tengah melaju dimana bagian samping kendaraan yang satu menabrak
bagian yang lain.
10
e. Menabrak penyeberangan jalan adalah jenis tabrakan antara kendaraan yang
tengah melaju dan pejalan kaki yang sedang menyeberang jalan.
f. Tabrakan sendiri adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju
mengalami kecelakaan sendiri atau tunggal.
g. Tabrakan beruntun adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah
melaju menabrak mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang melibatkan
lebih dari dua kendaraan secara beruntun.
Kecelakaan lalu lintas ini pada umumnya tidak terjadi akibat penyebab
tunggal, terdapat sejumlah hal yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan.
Klasifikasi kecelakaan berdasarkan posisi terjadinya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Kecelakaan Berdasarkan Posisi Terjadinya
Gambar / Lambang Klasfikasi
Keterangan
Tabrak depan • Terjadi pada jalan lurus yang
berlawanan arah
Tabrak belakang
• Terjadi pada saat ruas jalan searah • Pengereman mendadak • Jarak kendaraan yang tidak terkontrol • Terjadi pada jalan lurus dan searah • Pelaku menyiap kendaraan
Tabrak samping
• Terjadi pada jalan lurus lebih dari 1 lajur dan pada persimpangan jalan
• Kendaraan yang mau menyiap
Tabrak sudut
• Tidak tersedia pengaturan lampu lalu lintas atau rambu- rambu pada persimpangan jalan
• Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi
Kehilangan kontrol
• Terjadi pada saat pengemudi kehilangan konsentrasi
• Kendaraan mengalami hilang kendali (Sumber : Djoko Setijowarno, 2013 dalam Rekayasa Dasar Transportasi)
2.3 Faktor- Faktor Penyebab Kecelakaan
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melakukan perjalanan.
Perjalanan yang dilakukan memerlukan waktu, moda dan tempat untuk
memindahkan barang atau jasa. Faktor- faktor penyebab terjadinya kecelakaan di
jalan tol tidak terlepas dari peran manusia sebagai pemakai jalan atau pengguna jalan
atau pengemudi kendaraan. Manusia berkontribusi dengan kendaraan, jalan, dan
11
lingkungan sebagai bagian dari pergerakan dan unsur lalu lintas. Ketiga unsur
tersebut harus berkembang secara seimbang karena jika salah satu unsur ditinggalkan
atau diabaikan akan terjadi kesenjangan yang mengarah kepada kecelakaan lalu
lintas.
Faktor penyebab kecelakaan dapat digolongkan dalam beberapa bagian, yaitu
faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalan dan faktor lingkungan. Faktor- faktor
tersebut merupakan bagian dari kecelakaan lalu lintas sebagai penyebab utama
kematian dan kerugian materi jika interaksi yang terjadi tidak berfungsi dengan baik.
Kecelakaan lalu lintas dapat diakibatkan dari situasi- situasi konflik dengan
melibatkan pengemudi dan kendaraan dengan kondisi pengemudi melakukan
tindakan mengelak atau menghindar dari sesuatu.
Menurut Austroad (2002), Warpani (1999) dan Pignataro (1973) dalam
Indriastuti, A. K. dkk (2008), secara umum faktor utama yang paling berkontribusi
dalam kecelakaan lalu lintas antara lain faktor manusia (pengemudi dan pejalan
kaki), kendaraan, jalan dan lingkungan jalan.
Hubungan interaksi faktor- faktor penyebab kecelakaan dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Untuk komposisi faktor penyebab kecelakaan didapat dari berbagai
penelitian yang pernah ada dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Gambar 2.1 Faktor Penyebab Kecelakaan dan Interaksinya (Sumber : Rencana Umum Keselamatan Trasnportasi Darat, Dephub, 2006 dalam
Pamungkas, N.S, 2009)
Manusia
Jalan dan Lingkungan
Kendaraan
Kecelakaan lalu lintas: penyebab utama kematian
& kerugian material
interaksi interaksi
interaksi
12
Tabel 2.2 Komposisi Faktor Penyebab Kecelakaan
Faktor Penyebab
Keterangan Persentase (%)
Pengemudi Lengah, mengantuk, tidak terampil, mabuk, kecepatan tinggi, tidak menjaga jarak, kesalahan pejalan, gangguan binatang.
93,52
Kendaraan Ban pecah, kerusakan system rem, kerusakan system kemudi, as/ kopel lepas, system lampu tidak berfungsi.
2,76
Jalan
Persimpangan, jalan sempit, akses yang tidak dikontrol/ dikendalikan, marka jalan kurang/ tidak jelas, tidak ada rambu batas kecepatan, permukaan jalan licin.
3,23
Lingkungan
Lalu lintas campuran antara kendaraan cepat dengan kendaraan dengan pejalan, pengawasan dan penegakan hhukum belum efektif, pelayanan gawat darurat yang kurang cepat. Cuaca : gelap, hujan. Kabut, asap.
0,49
(Sumber : Dirjen Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, 1998) 2.3.1 Faktor Pemakai Jalan
Menurut analisis data statistik baik di Indonesia maupun luar negeri,
penyebab kecelakaan lalu lintas yang terbesar adalah faktor manusia sebagai
pengemudi. Kemampuan pengemudi yang memiliki rentang yang amat lebar dalam
hal kemampuan mendengar, melihat, menilai dan bereaksi terhadap informasi. Ada
pengemudi yang daya tangkap pendengar dan penglihatannya sangat tinggi ada pula
yang sangat kurang. Ada pengemudi yang sangat cepat menilai dan beraksi terhadap
informasi, namun ada pula yang sangat lambat. Hal inilah yang sering kali menjadi
kendala bagi pengemudi untuk terhindar dari bahaya kecelakaan.
Untuk kemampuan daya tangkap penglihatan pengemudi terhadap beberapa
kriteria yang penting, yaitu :
• Kemampuan melihat objek secara rinci, adalah pada kerucut penglihatan 3°
sampai 5° jelas sedangkan pada kerucut penglihatan 10° sampai 12° agak
jelas. Namun kemampuan melihat di luar kerucut dapat mencapai 160°. Hal
ini bermanfaat bagi pengemudi dapat melihat kaca spion tanpa sepenuhnya
memalingkan kepala ke kiri atau ke kanan.
13
• Kemampuan membedakan warna, kemampuan membedakan warna sangat
dibutuhkan oleh pengemudi, untuk membedakan fungsi rambu lalu lintas dan
marka jalan.
• Kemampuan untuk pulih dari silau, silau dapat menggangu pandangan
pengemudi di jalan. Hal ini dapat terjadi pada siang maupun malam. Di siang
hari sumber silau adalah matahari dan pada malam hari sumber silau adalah
lampu kendaraan dari lawan arah. sumber silau pada malam hari akan sangat
berbahaya jika terjadi hujan atau berkabut di jalan.
• Kemampuan menaksir kecepatan dan jarak, kemampuan menaksir kecepatan
dan jarak sangat penting dalam gerakan menyiap, menetapkan celah yang
aman untuk melihat simpang tidak bersinyal, melakukan gerakan menyatu,
dll.
Sejumlah kemampuan yang dimiliki pengemudi sangat penting dalam
menjalankan kendaraan, dengan mempercepat, memperlambat dan menghentikan
kendaraan. Faktor pengemudi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan, antara lain :
a. Pengemudi mabuk, adalah keadaan di mana pengemudi mabuk (drunk driver)
karena dalam pengaruh alkohol atau obat- obatan dan pengemudi mengelami
keadaan tidak terkontrol dan mulai hilang kesadaran.
b. Pengemudi mengantuk atau lelah (fatqued or overly tired driver), adalah
keadaan di mana pengemudi kurang istirahat dengan kondisi fisik lelah atau
pengemudi kurang tidur namun pengemudi tetap melakukan perjalanan.
c. Pengemudi lengah (emotional or distracted driver), adalah keadaan di mana
pengemudi memiliki konsentrasi yang terbagi. Hal ini mungkin dapat terjadi
karena pengemudi melamun, mengambil sesuatu, melakukan komunikasi
dengan penumpang atau berkomunikasi dengan ponsel.
d. Pengemudi kurang terampil (unskilled driver), adalah keadaan di mana
pengemudi kurang mengetahui atau memperkiraan kendaraan yang
digunakannya. Misalnya kemampuan pengereman, kemampuan menjaga
jarak dengan kendaraan lain atau kemampuan menyelip.
Dirjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan menyatakan bahwa usia
21-25 tahun merupakan penyebab terbesar kecelakaan yaitu 21,98 % dan persentase
terkecil penyebab kecelakaan pada kelompok usia 36 sampai dengan usia 40 tahun.
Dapat di simpulkan bahwa penyebab kecelakaan ada pada masa remaja atau masa
muda. Pada usia ini pengemudi dikatakan kurang terampil dimana pengemudi pada
14
usia muda kurang dapat memperkiraan kondisi sebelum terjadi kecelakaan lalu lintas.
Persentase usia pengemudi yang terlibat dalam kecelakaan disajikan dalam Tabel
2.3.
Tabel 2.3 Kelompok Usia Pengemudi yang Terlibat Kecelakaan
Kelompok Usia Persentase (%)
16 – 20 19,41
21 – 25 21,98
26 – 30 14,60
31 – 35 9,25
36 - 40 7,65
41 – 75 18,91
(Sumber : Dirjen Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, 1998)
Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1993 tentang kendaraan dan pengemudi
memuat ketentuan- ketentuan bagi pengemudi menyangkut penggolongan,
persyaratan dan tata cara memperoleh Surat Ijin Mengemudi atau SIM. Ketentuan
usia untuk mendapatkan hak mengemudi kendaraan, yaitu :
a. Usia 16 tahun, dapat memiliki SIM C
b. Usia 17 tahun, dapat memiliki SIM A
c. Usia 20 tahun, dapat memiliki SIM B.I untuk mengemudikan mobil bus dan
mobil barang, dan SIM B.II untuk mengemudikan traktor atau kendaraan
bermotor dengan kereta tempelan atau gandengan.
Selain pengemudi, pejalan kaki atau pemakai jalan lain juga merupakan unsur
penting dalam suatu lalu lintas dan dapat juga menjadi penyebab terjadinya
kecelakaan. Karakteristik dari pejalan kaki adalah kecepatan berjalannya, hal ini
sangat berpengaruh saat pejalan kaki menyeberang jalan. Faktor yang berpengaruh
saat pejalan kaki menyeberang jalan adalah faktor usia dan jenis kelamin. Warpani S
(Simposium IV FSTPT Universitas Udayana, Bali) dalam Tahir, A (2006)
menyatakan biasanya makin tua usia pengemudi umumnya mempunyai tingkat
disiplin dan kematangan mengemudi lebih baik. Berbeda bila dibandingkan dengan
usia muda yang agak rentan kecelakaan karena pada umumnya mereka mengemudi
kendaraan kurang hati- hati. Usia manusia selaku pengguna jalan mempengaruh
kinerja dan kesehatan seseorang, dalam kelompok usia tertentu secara umum
15
memiliki tingkat kinerja dan keadaaan kesehatan yang tinggi diperkirakan akan
memiliki tingkat kecepatan yang tinggi. Sedangkan untuk faktor jenis kelamin,laki-
laki cenderung memiliki tingkat kemampuan kecepatan lebih tinggi dibandingkan
dengan perempuan.
Fasilitas penunjang keselamatan pejalan kaki adalah trotoar di sepanjang
bahu jalan. Trotoar dibuat agar pejalan kaki tidak berjalan secara regular disepanjang
jalan. Selain trotoar, jembatan penyeberangan jalan dan jalur khusus bagi pejalan
kaki juga merupakan salah satu prasarana penunjang keselamatan dan menghindari
pejalan kaki dari kecelakaan lalu lintas.
2.3.2 Faktor Kendaraan
Kendaraan merupakan sarana angkutan atau moda yang dibutuhkan pengguna
jalan untuk melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam
kaitannya dengan keselamatan lalu lintas, kendaraan yang digunakan di jalan raya
seharusnya sudah mendapatkan ijin dari Dinas Perhubungan Darat. Ijin ini terkait
dengan jumlah muatan penumpang atau barang, berat kendaraan atau massa uji
berkala.
Banyak faktor penyebab kecelakaan terjadi karena kendaraan yang
dikemudikan oleh pengemudi mengalami kerusakan teknis atau tidak terkontrol.
Beberapa karakteristik penyebab kecelakaan oleh kendaraan, meliputi :
• Ban, kondisi ban yang gundul dapat menyebkan kebocoran pada ban atau
kendaraan terpeleset saat kondisi jalan licin. Apabila tekanan angin pada ban
berlebihan, ban akan mudah meledak jika tekanan angina pada ban kurang
dapat menyebabkan kendaraan tidak stabil/ tidak kentrol saat bermanuver.
• Alat kendali kendaraan (rem, kopling, kemudi) tidak dalam kondisi baik.
Sebelum kendaraan digunakan, pengemudi harus mengecek dan memastikan
kendaraan baik dan aman digunakan. Rem dan kopling yang sudah tipis dapat
mengakibatkan kendaraan mudah terselipi, dan pengemudi dapat kehilangan
keseimbangan dan kendali atas kendaraannya
• Lampu kendaraan, lampu kendaraan sangat penting jika dioperasikan dalam
cuaca gelap, di saat malam atau cuaca buruk. Fungsi dari lampu kendaraan
adalah untuk penerangan jalan saat berkendara dan sebagai sinyal pada
pengendara lain yang datang dari arah berlawanan atau searah. Jika lampu
16
kendaraan tidak berfungi, maka akan membahayakan perjalanan pengendara
serta pengguna jalan lain dan memungkinkan terjadi kecelakaan.
• Spesifikasi kendaraan, spesifikasi kendaraan meliputi berat, ukuran dan daya
kendaraan. Kendaraan yang berat dengan muatan yang berlebihan akan
menimbulkan olah gerak yang lambat dan sulit untuk melakukan pergerakan
dan menghindari kendaraan lain atau jalanan yang rusak sehingga dapat
memungkinkan terjadinya kecelakaan di jalan raya.
2.3.3 Faktor Jalan
Jalan merupakan komponen utama berlangsungnya proses kegiatan
transportasi. Berdasarkan UU RI No. 38 tahun 2004, jalan adalah prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Sedangkan menurut UU RI No.
22 tahun 2009, jalan adalah seluruh bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air.
Serta di atas permukan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
Pengertian jalan menurut undang- undang dapat didefenisikan bahwa jalan
sangat penting untuk mewujudkan aktifitas lalu lintas. Namun, jalan juga dapat
menjadi penyebab kendala berlalu lintas dengan baik dan dapat juga menjadi faktor
terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan yang disebabkan oleh faktor jalan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh perkerasan jalan,
• Lebar perkerasan yang tidak memenuhi syarat.
• Permukaan jalan yang licin dan bergelombang.
• Permukaan jalan yang berlubang.
b. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh alinyemen jalan,
• Tikungan yang terlalu tajam.
• Tanjakan dan turunan yang terlalu curam.
c. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pemeliharaan jalan,
• Jalan rusak.
17
• Perbaikan jalan yang menyebabkan kerikil dan debu berserakan.
d. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh penerangan jalan,
• Tidak adanya lampu penerangan jalan pada malam hari.
• Lampu penerangan jalan yang rusak dan tidak diganti.
e. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh rambu-rambu lalu lintas,
• Rambu ditempatkan pada tempat yang tidak sesuai.
• Rambu lalu lintas yang ada kurang atau rusak.
• Penempatan rambu yang membahayakan pengguna jalan.
2.3.4 Faktor Lingkungan
Pengaruh lingkungan terhadap pengemudi dapat menjadi penyebab
kecelakaan lalu lintas. Pada jalan tol, pengemudi cenderung mempercepat laju
kendaraan dikarenakan kondisi jalan yang bebas hambatan, kendaraan yang tidak
berhenti pada lokasi yang disediakan, benda- benda asing seperti paku, batu, dll juga
dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Pengaruh lingkungan pada penyebab
kecelakaan lalu lintas di dominan oleh faktor cuaca. Asap tebal dan berkabut saat
hujan lebat dapat menghalangi pandangan pengumudi merupakan contoh pengaruh
cuaca yang tidak terduga dan tidak menguntungkan untuk keselamatan pengguna
jalan. Oleh sebab itu, perancangan jalan raya dan pengoperasian jalan raya harus
memperhatikan kondisi geometrik jalan, rambu jalan, hingga kondisi lingkungan
jalan untuk meminimalkan kejadian kecelakaan.
Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kondisi lingkungan, diklasifikasi
dalam beberapa bagian, antara lain :
a. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor alam :
• Jalan licin dan berair akibat hujan.
• Adanya angin yang bertiup dari samping kendaraan.
• Adanya kabut tebal di jalan.
• Adanya perpindahan waktu dari siang ke malam hari (twilight time),
saat dimana pengemudi yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan alam.
b. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor lain :
• Oli atau minyak yang tumpah di jalan.
• Hewan yang berkeliaran di jalan.
18
• Kebiasaan dan perilaku yang buruk sebagai pemakai jalan dan
rendahnya kesadaran akan tertib berlalu lintas di jalan.
2.4 Daerah Rawan Kecelakaan
Daerah rawan kecelakaan adalah daerah yang mempunyai potensi terjadinya
kecelakaan lalu lintas yang banyak dan dapat menghasilkan angka kecelakaan yang
tinggi pada suatu ruas jalan. Geometrik jalan yang tidak memenuhi syarat (tikungan
ganda dengan jarak pandang terbatas, lebar jalan yang telalu sempit dan tidak
mempunyai bahu jalan) merupakan kriteria daerah rawan kecelakaan. Daerah rawan
kecelakaan dipengaruhi oleh volume lalu lintas, kapasitas jalan dan lapis perkerasan
jalan.
Pusdiklat Perhubungan Darat (1998) mengelompokan daerah rawan
kecelakaan menjadi tiga bagian, yaitu: lokasi rawan kecelakaan (hazardous sites),
rute rawan kecelakaan (hazardous routes), dan wilayah rawan kecelakaan
(hazardous area).
2.4.1 Lokasi Rawan Kecelakaan (Hazardous Sites)
Menurut Dwiyogo dan Prabowo (2006) dalam Aswad,Y. dkk (2011) lokasi
rawan kecelakaan lalu lintas adalah lokasi tempat sering terjadi kecelakan lalu lintas
dengan tolak ukur tertentu, yaitu ada titik awal dan titik akhir yang meliputi ruas
(penggal jalur rawan kecelakaan lalu lintas) atau simpul (persimpangan) yang
masing- masing mempunyai jarak panjang atau residu tertentu. Ruas jalan di dalam
kota ditentukan maksimal 1 (satu) kilometer dan di luar kota ditentukan maksimum 3
(tiga) kilometer dan simpul (persimpangan) dengan radius 100 meter.
Pengelompokan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas menurut Pusdiklat Perhubungan
Darat (1998), meliputi :
• Black site atau section, adalah ruas rawan kecelakaan lalu lintas.
• Black spot, adalah titik pada ruas rawan kecelakaan lalu lintas (0,03 km – 1,0
km)
Menurut Pedoman Penanganan Lokasi Rawan Kecelakaan Lalu Lintas (Pd T-
09-2004-B), suatu lokasi dapat dinyatakan sebagai lokasi rawan kecelakaan apabila:
a. Memiliki angka kecelakaan yang tinggi.
b. Lokasi kejadian kecelakaan relatif bertumpuk.
19
c. Lokasi kecelakaan berupa persimpangan, atau segmen ruas jalan sepanjang
100-300 m untuk jalan perkotaan, atau segmen ruas jalan sepanjang 1 km
untuk jalan antar kota.
d. Kecelakaan terjadi dalam ruang dan rentang waktu yang relatif sama.
e. Memiliki penyebab kecelakaan dengan faktor yang spesifik.
Ketentuan kerawanan kecelakaan lalu lintas pada ruas dan simpul dapat
dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Ketentuan Lokasi Rawan Kecelakaan
Lokasi Rawan Kecelakaan Dalam Kota Luar Kota Pada ruas dan simpul jalan Minimal dua kecelakaan
lalu lintas dengan akibat meninggal dunia atau lima kecelakaan lalu lintas dengan akibat luka/ rugi material (pertahun).
Minimal tiga kecelakaan lalu lintas dengan akibat meninggal dunia atau lima kecelakaan lalu lintas dengan akibat luka/ rugi material (pertahun).
(Sumber : Pedoman Penyusunan Lokasi Rawan Kecelakaan Lalu Lintas, 1990) 2.4.2 Rute Rawan Kecelakaan (Hazardous Routes)
Panjang rute kecelakaan biasanya ditetapkan lebih dari 1 kilometer. Kriteria
yang dipakai oleh Pusdiklat Perhubungan Darat (1998) dalam menentukan rute
rawan kecelakaan (hazardous routes) adalah sebagai berikut :
a. Jumlah kecelakaan melebihi suatu nilai tertentu dengan mengabaikan variasi
panjang rute dan variasi volume kecelakaan.
b. Jumlah kecelakaan per kilometer melebihi suatu nilai tertentu dengan
mengabaikan volume kendaraan.
c. Tingkat kecelakaan (per kendaraan-kilometer) melebihi nilai tertentu.
2.4.3 Wilayah Rawan Kecelakaan (Hazardous Area)
Luas wilayah rawan kecelakaan (hazardous area) biasanya ditetapkan
berkisar 5 km². Kriteria dipakai oleh Pusdiklat Perhubungan Darat (1998) dalam
penentuan wilayah rawan kecelakaan adalah sebagai berikut :
a. Jumlah kecelakaan per km² per tahun dengan mengabaikan variasi panjang
jalan dan variasi volume lalu lintas.
b. Jumlah kecelakaan per penduduk dengan mengabaikan variasi panjang jalan
dan variasi volume kecelakaan.
20
c. Jumlah kecelakaan per kilometer jalan dengan mengabaikan volume lalu
lintas.
d. Jumlah kecelakaan per kendaraan yang dimiliki oleh penduduk di daerah
tersebut (hal ini memasukkan faktor volume lalu lintas secara kasar).
2.5 Kecelakaan di Jalan Tol
2.5.1 Pengertian Jalan Tol
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 15 Tahun 2005, jalan tol adalah jalan umum
yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang
penggunanya diwajibkan membayar tol. Konsep dari jalan tol adalah untuk
mempercepat dan mempermudah pergerakan pengguna jalan dan membayar tol
merupakan salah satu aspek pengembangan pertumbuhan ekonomi di wilayah
tersebut. Menurut Pasal 2 UU No. 15 Tahun 2005, tujuan dari jalan tol yaitu
meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan
pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat
perkembangannya. Karakteristik jalan tol berbeda dengan jalan arteri atau primer,
beberapa persyaratan teknis yang sangat penting untuk jalan tol diatur menurut Pasal
5 Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005 sebagai berikut :
a. Jalan tol mempunyai tingkat pelayanan keamanan dan kenyamanan yang
lebih tinggi dari jalan umum yang ada dan dapat melayani arus lalu lintas
jarak jauh dengan mobilitas yang tinggi.
b. Jalan tol yang digunakan untuk lalu lintas antar kota didesain berdasarkan
kecepatan rencana paling rendah 80 kilometer per jam dan untuk jalan tol di
wilayah perkotaan didesain dengan kecepatan rencana paling rendah 60
kilometer per jam.
c. Jalan tol didesain untuk mampu menahan muatan sumbu terberat (MST)
paling rendah 8 ton.
d. Setiap ruas jalan tol harus dilakukan pemagaran, dan dilengkapi dengan
fasilitas penyebrangan jalan dalam bentuk jembatan atau terowongan.
e. Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna jalan tol, harus
diberi bangunan pengaman yang memiliki kekuatan dan struktur yang dapat
menyerap energi benturan kendaraan.
21
f. Setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan larangan yang
dinyatakan dengan rambu lalu lintas, marka jalan, dan/atau alat pemberi
isyarat lalu lintas.
g. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan berdasarkan
peraturan lalu lintas dan angkutan jalan.
h. Ketentuan persyaratan teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut peraturan Mentri.
2.5.2 Spesifikasi Jalan Tol dan Dampaknya Terhadap Kecelakaan
Jalan tol merupakan jalan umum yang perancangan dan pembangunannya
harus mengikuti spesifikasi yang baik dan nyaman, menurut Pasal 6 Peraturan
pemerintah No. 15 Tahun 2005 spesifikasi jalan tol antara lain :
• Tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan
prasarana transportasi lainnya.
• Jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara
efisien dan semua jalan masuk dan keluar harus terkendalu secara penuh.
• Jarak antar simpang susun paling rendah 5 km untuk jalan tol luar perkotaan
dan paling rendah 2 km untuk jalan tol perkotaan.
• Jumlah jalur sekurang- kurangnya 2 lajur per arah.
• Menggunakan pemisah tengah atau median.
• Lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur lalu
lintas sementara dalam keadaan darurat.
• Pada setiap jalan tol harus tersedia sarana komunikasi, sarana deteksi
pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan dengan segera sampai ke
tempat kejadian, serta upaya pengamanan terhadap pelanggaran, kecelakaan,
dan gangguan keamaan lainnya.
• Pada jalan tol antar kota harus tersedia tempat istirahat dan pelayanan untuk
kepentingan pengguna jalan tol.
• Tempat istirahat serta pelayanan tersebut disediakan paling sedikit 1 untuk
setiap jarak 50 km pada setiap jurusan.
• Setiap tempat istirahat dan pelayanan dilarang dihubungkan dengan akses
apapun dari luar jalan tol.
22
Jalan tol juga mempunyai persyaratan teknis untuk membantu pengguna atau
pengemudi di jalan tol. Persyaratan teknis yang kaitannya dengan terjadinya
kecelakaan, seperti :
a. Kecepatan
Berkendara dengan kecepatan tinggi antara 80-100 km/jam dan berkendara
dengan tujuan akhir yang jauh sehingga memakan waktu perjalanan yang
lama dapat memberikan pengaruh terhadap pengemudi maupun
kendaraannya:
• Pengemudi berkurang konsentrasinya karena dalam waktu yang relatif
lama tidak ada gangguan yang membutuhkan perhatiannya.
• Pandangan bebas jauh kedepan akan menyebabkan ukuran jarak
menjadi tidak lagi cocok dengan keadaan sehari-hari. Salah tafsir
terhadap jarak dan kecepatan mungkin saja terjadi.
b. Lebar lajur
Lebar lajur jalan tol menggunakan standar 3,5 meter - 3,75 meter.
Dimaksudkan agar dapat menampung gerakan mobil dengan kecepatan rata-
rata 80-100 km/jam.
c. Median dan bahu jalan
Median atau jalur pemisah arus lalu lintas yang terdapat di jalan tol minimal
sebesar 2,75 meter. Bahu jalan tepi luar disediakan dengan standar antara 1,5
meter sampai dengan 3 meter. Bahu jalan berfungsi sebagai lajur berhenti
darurat (emergency stop land). Lebar bahu jalan tepi dalam disediakan 0,5
meter sampai dengan 1,5 meter.
d. Alinyemen
Dalam merencanakan pembangunan jalan, penentuan alinyemen (horizontal
maupun vertikal) sangat penting untuk mewujudkan bentuk jalan yang aman
dan nyaman. Tikungan dijalan tol dibuat dengan radius besar agar dapat
dilalui dengan kecepatan 80 km/jam.
e. Perkerasan jalan
Perkerasan jalan tol selalu diusahakan rata dan mulus agar tidak terjadi
gangguan terhadap gerakan roda. Kerataan dan kemulusan ini pada waktu
hujan atau bila terkena tumpahan cairan akan menyebabkan efek hidro
panning, jalan menjadi licin.
23
f. Lingkungan
Lingkungan alam dan penduduk sekitar jalan tol mempunyai pengaruh yang
tidak sedikit terhadap keamanan pemakai jalan. Pembuatan pagar dan
jembatan penyebrangan diharapkan agar penduduk sekitarnya
Pengguna jalan tol juga telah diatur dalam pasal 38 Peraturan Pemerintah No.
15 Tahun 2005, sebagai berikut :
a. Jalan tol hanya diperuntukan bagi pengguna jalan yang menggunakan
kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
b. Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokan
berdasarkan jenis angkutan dan tonasenya.
c. Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Mentri pada Keputusan Mentri Pekerjaan Umum Nomor
370/KPTS/M/2007.
2.6 Analisis Data Kecelakaan
Analisis data menitik beratkan kepada kajian antara tipe kecelakaan yang
dikelompokkan atas tipe kecelakaan dominan (Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah, 2004).
2.6.1 Pendekatan Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan pendekatan 5W + 1H, yaitu why (penyebab
kecelakaan), what (tipe tabrakan), where (lokasi kecelakaan), who (pengguna jalan
yang terlibat), when (waktu kejadian) dan how (kejadian kecelakaan).
a. Why (Penyebab Kecelakaan),
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor dominan penyebab
suatu kecelakaan. Faktor-faktor ini antara lain:
• Terbatasnya jarak pandang pengemudi.
• Pelanggaran terhadap rambu lalu lintas.
• Kecepatan tinggi seperti melebihi batas kecepatan yang
diperkenankan.
• Kurang antisipasi terhadap kondsi lalu lintas seperti mendahului tidak
aman.
• Kurang konsentrasi.
24
• Parkir di tempat yang salah.
• Kurangnya penerangan.
• Tidak memberi tanda kepada kendaraan lain, dsb.
b. What (Tipe Tabrakan),
Analisis tipe tabrakan bertujuan untuk mengetahui tipe tabrakan yang
dominan di suatu lokasi kecelakaan. Tipe tabrakan yang akan diketahui antara
lain:
• Menabrak orang (pejalan kaki).
• Tabrak depan – depan.
• Tabrak depan – belakang.
• Tabrak depan – samping.
• Tabrak samping – samping.
• Tabrak belakang – belakang.
• Tabrak benda tetap di badan jalan.
• Kecelakaan sendiri atau lepas kendali.
c. Who (Keterlibatan Pengguna Jalan),
Keterlibatan pengguna jalan di dalam kecelakaan dikelompokkan sesuai
dengan tipe pengguna jalan atau tipe kendaraan, antara lain:
• Pejalan kaki.
• Mobil penumpang umum.
• Mobil angkutan barang.
• Bus.
• Sepeda motor.
• Kendaraan tak bermotor (sepeda, becak, kereta dorong, dsb)
d. Where (Lokasi Kejadian),
Lokasi kejadian kecelakaan atau yang dikenal dengan Tempat Kejadian
Perkara (TKP) mengacu kepada lingkungan lokasi kecelakaan seperti:
• Lingkungan permukiman.
• Lingkungan perkantoran atau sekolah.
• Lingkungan tempat perbelanjaan.
• Lingkungan pedesaan
• Lingkungan pengembangan, dsb.
25
e. When (Waktu Kejadian Kecelakaan),
Waktu kejadian kecelakaan dapat ditinjau dari kondisi penerangan di TKP
atau jam kejadian kecelakaan dibagi atas:
• Malam gelap atau tidak ada penerangan.
• Malam ada penerangan.
• Siang terang.
• Siang gelap (hujan, berkabut, dsb)
• Subuh atau senja.
f. How (Kejadian Kecelakaan),
Suatu kecelakaan lalu lintas terjadi pada dasarnya didahului oleh suatu
manuver pergerakan tertentu antara lain:
• Gerak lurus.
• Memotong atau menyiap kendaraan lain.
• Berbelok (kiri atau kanan).
• Berputar arah.
• Berhenti (mendadak, menaik-turunkan penumpang).
• Keluar masuk tempat parker.
• Bergerak terlalu lambat, dsb.
2.6.2 Pembobotan Tingkat Kecelakaan
Teknik pemeringkatan dilakukan dengan menggunakan statistik kendali mutu
(quality control statistic) atau pembobotan berdasarkan nilai kecelakaan.
Pembobotan atau weighting merupakan nilai yang digunakan untuk menghitung
indeks kecelakaan berdasarkan karakteristik kecelakaan yang terjadi, seperti:
perhitungan korban meninggal dunia, luka berat dan luka ringan. Pembobotan tingkat
kecelakaan lalu lintas terdiri dari :
• Pembobotan tingkat kecelakaan menggunakan Angka Ekivalen Kecelakaan
(AEK)
Menurut Pedoman Penanganan Lokasi Rawan Kecelakaan Lalu Lintas (Pd T-
09-2004-B), pembobotan tingkat kecelakaan menggunakan angka ekivalen
kecelakaan dengan perbandingan :
MD : LB : LR : K = 12 : 3 : 3 : 1 …………………………………(2.1)
Dimana :
26
MD = Meninggal dunia
LB = Luka berat
LR = Luka ringan
K = Kecelakan dengan kerugian materi
b. Pembobotan tingkat kecelakaan menurut Departemen Perhubungan
Pembobotan yang digunakan mengacu pada standar pembobotan dari
Transport Research Laboratory (1997), yaitu: korban meninggal dunia
berbobot 3, korban luka berat berbobot 2, dan korban luka ringan berbobot 1.
MD : LB : LR = 3 : 2 : 1 …………………………………(2.2)
Dimana :
MD = Meninggal dunia
LB = Luka berat
LR = Luka ringan
c. Pembobotan jumlah kecelakaan menurut Departemen Perhubungan
Pembobotan terhadap data jumlah kecelakaan dapat digolongkan
berdasarkan:
JKM : JPJ : JK = 12 : 3 : 1 …………………………………(2.3)
Dimana :
JKM = Jumlah Korban Manusia
JPK = Jumlah Pelaku kecelakaan
JK = Jumlah Kecelakaan
2.6.3 Analisis Data dengan Statistik Deskriptif
Iqbal Hasan (2001) dalam http://statistikceria.blogspot.com menjelaskan
Statistik deskriptif atau statistik deduktif adalah bagian dari statistik yang
mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga muda dipahami.
Statistik deskriptif berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Data-
data yang diperoleh didapat dari hasil survey atau pengamatan dan disajikan dalam
berbagai bentuk, seperti :
• Tabel.
• Daftar distribusi frekuensi.
• Kurva dan histogram.
Daftar distribusi frekuensi adalah pengelompokkan data menjadi tabulasi data
dengan memakai kelas- kelas data dan dikaitkan dengan masing- masing
27
frekuensinya (Supranto, 1996 dalam http://jekkoblog.blogspot.com). Distribusi
frekuensi terdiri dari grafik distribusi, ukuran nilai pusat dan ukuran dispersi.
a. Grafik distribusi
Grafik distribusi digunakan untuk membantu menggambarkan distribusi
frekuensi. Grafik batang atau poligon frekuensi dan grafik garis atau kurva
frekuensi merupakan jenis dari grafik distribusi. Grafik batang atau poligon
frekuensi dapat digunakan untuk membantu menjabarkan hubungan angka
kecelakaan dengan tahun kecelakaan. Selain itu, jenis lain dari grafik
distribusi adalah histogram. Jenis histogram dapat membantu menjabarkan
hubungan jumlah kejadian kecelakaan dengan tahun kejadian.
b. Ukuran nilai pusat
Ukuran nilai pusat terdiri dari nilai rata- rata, nilai median, nilai modus, nilai
kuartil, dll. Dalam pertumbuhan indeks kecelakaan rumus yang digunakan
untuk mencari rata- rata adalah persamaan 2.4.
n
XX i∑= ………………………………………………………………(2.4)
Dimana :
= Nilai rata- rata
= Jumlah data
n = Jumlah sampel
c. Ukuran dispersi
Ukuran dispersi atau ukuran variasi atau ukuran penyimpangan adalah ukuran
yang menyatakan seberapa jauh penyimpangan nilai-nilai data dari nilai-nilai
pusatnya atau ukuran yang menyatakan seberapa banyak nilai-nilai data yang
berbeda dengan nilai-nilai pusatnya (http://kumansite.blogspot.com). Ukuran
dispersi dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu jenis jangkauan, standar
deviasi, dan varians. Standar deviasi adalah akar dari tengah kuadrat
simpangan nilai tengah. Hasan I (2001), Standar deviasi atau simpangan baku
untuk data , , … (data tunggal) dapat ditentukan dengan metode
biasa yaitu :
• Untuk sampel besar (n > 30)
n
)X(XSd
2i∑ −
= ………………………………………………(2.5)
28
• Untuk sampel kecil (n < 30)
1-n
)X(XSd
2i∑ −
= ………………………………………………(2.6)
Dimana :
Sd = Standar deviasi
= Data
= Nilai rata- rata
= Jumlah data
2.6.4 Z-Score
Z-Score adalah bilangan z atau bilangan standar atau bilangan baku. Bilangan
z dicari dari sampel yang berukuran n, data , , … dengan rata-rata pada
simpangan baku S, sehingga dapat dibentuk data baru yaitu , , … dengan
rata-rata 0 simpangan baku 1. Nilai Z dapat dicari dengan rumus Hasan (2001):
Sd
XXZ i
i
−= ……………………….…………………………………(2.7)
Dimana :
= Nilai z-score kecelakaan pada lokasi i
Sd = Standar deviasi
= Jumlah data pada lokasi i
= Nilai rata- rata
i = 1, 2, 3 … n
2.6.5 Accident Frequency Method (AF)
Accident frequency method atau metode frekuensi kejadian menggolongkan
lokasi kecelakaan berdasarkan jumlah kecelakaan yang terjadi di lokasi tersebut.
Lokasi dengan jumlah kecelakaan tertinggi ditempatkan pada urutan teratas lokasi
rawan kecelakaan diikuti dengan lokasi rawan kecelakaan terbanyak kedua, dsb.
Tetapi metode ini tidak memperhitungkan perbedaan jumlah arus lalu lintas pada
setiap lokasi (Pamungkas, N. S., 2009) . Persamaan untuk metode frekuensi kejadian
adalah :
29
L.T
AAF = ……………………….…………………………………(2.8)
Dimana :
AF = Accident frequency (kecelakaan/km/th)
A = Jumlah Kecelakaan
L = Panjang segmen/ruas (Km)
Hasil nilai yang didapat dari metode frekuensi kejadian dilakukan pengujian
dengan metode tingkat kecelakaan atau accident rate untuk suatu ruas jalan adalah
jumlah kecelakaan setiap 100 juta km per perjalanan (Pignataro, 1973 dalam
Simanungkalit, R. P. dkk., 2011) dinyatakan dalam persamaan :
365.T.V.L
0.A100,000,00TK = ……………….…………………………………(2.9)
Dimana :
TK = Tingkat kecelakaan sepanjang jalan yang diamati
A = Jumlah Kecelakaan yang terliput
V = LHR
L = Panjang jalan (km)
T = waktu analisa (thn)
2.6.6 Cusum (Cumulative Summary)
Cusum (Cumulative Summary) adalah suatu prosedur yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasikan black spot. Grafik cusum merupakan suatu prosedur
statistik standar sebagai kontrol kualitas untuk mendeteksi perubahan dari nilai mean.
Nilai cusum dapat dicari dengan (Austroad, 1992 dalam Suthanaya P.A. dkk, 2014) :
a. Mencari nilai mean (W)
Perhitungan untuk mencari nilai mean dari data sekunder, yaitu sebagai
berikut:
L.T
XW i∑= ………….………………………………………(2.10)
Dimana :
W = Nilai mean
= Jumlah kecelakaan
L = Jumlah stasioning
T = Waktu atau periode
30
b. Mencari nilai cusum kecelakaan tahun pertama (
Perhitungan untuk mencari nilai cusum kecelakaan tahun pertama adalah
dengan mengurangi jumlah kecelakaan tiap tahun dengan nilai mean yaitu :
( )WXS 10 −= …..…………………………………………(2.11)
Dimana :
= Nilai cusum kecelakaan untuk tahun pertama
= Jumlah kecepatan tiap tahun
W = Nilai mean
c. Mencari nilai cusum kecelakaan tahun selanjutnya ()
Untuk mencari nilai cusum kecelakaan tahun selanjutnya adalah dengan
menjumlahkan nilai cusum tahun pertama dengan hasil pengurangan jumlah
kecelakaan dan nilai mean pada tahun selanjutnya yaitu :
( )[ ]WXSS 10 −+= ………………………………………(2.12)
Dimana :
S = Nilai cusum kecelakaan
= Nilai cusum kecelakaan untuk tahun pertama
= Jumlah kecelakaan tiap tahun
W = Nilai mean
2.7 Penanganan Lokasi Rawan Kecelakaan
Penanganan lokasi kecelakaan berguna untuk mengurangi angka kecelakaan
dan korban kecelakaan serta berkurangnya biaya kecelakaan berdasarkan
pertimbangan keselamatan lokasi lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna jalan
sendiri atau instansi- instansi terkait. Untuk penanganan kecelakaan lalu lintas dapat
digunakan 4 (empat) strategi dasar, yaitu : single site (memperbaiki jari- jari tikungan
yang tajam), mass action plans (pelapisan permukaan perkerasan jalan), route action
plans (perlengkapan fasilitas rambu- rambu jalan yang baik), dan area wide schemes
(pengurangan kecepatan kendaraan pada lokasi tertentu). Ketentuan situasi dan
penanganan kecelakaan pada persimpangan menurut Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah (2004) dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Penanganan Kecelakaan untuk Persimpangan
No Penyebab Kecelakaan Usulan Penanganan
Persimpangan
31
1 Pergerakan membelok • Penjaluran • Lampu- lampu isyarat lalu lintas • Larangan membelok menggunakan rambu
2 Jarak pandang yang
buruk
• Meningkatkan jarak pandang melalui perbaikan ruang bebaaas samping
• Menghilangkan penghalang atau rintangan yang mengganggu penglihatan pengemudi (tanaman, dsb)
• Menghilangkan aktivitas (berjualan,dsb) dari ROW jalan
• Memasang rambu stop pada jalan minor
3 Malam hari (gelap) • Meningkatkan penerangan (lampu jalan) • Rambu yang memantulkan cahaya • Marka yang memantulkan cahaya
(Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004)
Selain penanganan kecelakaan untuk persimpangan, Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004) juga melakukan penanganan dan usulan
kecelakaan melalui penyebab kecelakaan untuk ruas jalan. Penanganan kecelakaan
untuk ruas jalan dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Penanganan Kecelakaan untuk Ruas Jalan
No Penyebab Kecelakaan Usulan Penanganan
Ruas Jalan
1 Kecepatan tinggi
• Pengaturan batas kecepatan melalui rambu batas kecepatan
• Pengurangan kecepatan pada lokasi- lokasi yang ramai dengan pejalan kaki
• Alat- alat pengendalian kecepatan (pita penggadu/ rumble strip, rumble area, road hump)
2 Jarak pandang yang
buruk
• Perbaikan alinyemen jalan • Perbaikan ruang bebas samping (pembersihan
tanaman,dsb) • Perambuan • Marka jalan
3 Malam hari (gelap) • Rambu- rambu yang memantulkan cahaya • Marka yang mementulkan cahaya • Penerangan jalan (lampu jalan)
(Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004)
32
2.8 Perhitungan Besaran Biaya Kecelakaan Lalu Lintas dengan Metode The
Gross Output (Human Capital)
Departemen Pekerjaan Umum mengeluarkan suatu pedoman (PD T-02-2005-
B) sebagai upaya penanganan masalah kecelakaan lalu lintas dan penilaian kelayakan
ekonomi. PD T-02-2005-B mengacu pada UU RI No. 14 tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, UU RI No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dan peraturan
Pemerintah RI No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan.
Menurut PD T-02-2005-B, biaya kecelakaan lalu lintas adalah biaya yang
ditimbulkan akibat terjadinya suatu kecelakaan lalu lintas, biaya tersebut meliputi :
biaya perawatan korban, biaya kerugian harta benda, biaya penanganan kecelakaan
lalu lintas, dan biaya kerugian produktivitas korban. Besaran biaya digolongkan
dalam dua jenis yaitu : besaran biaya kecelakaan lalu lintas (BBKE) dan besaran
biaya korban kecelakaan lalu lintas (BBKO).
Besaran biaya kecelakaan lalu lintas (BBKE) adalah biaya kecelakaan lalu
lintas yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada suatu ruas jalan,
persimpangan atau suatu wilayah per tahun. Sedangkan besaran biaya korban
kecelakaan lalu lintas (BBKO) adalah biaya korban kecelakaan lalu lintas yang
diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada suatu ruas jalan,
persimpangan, atau suatu wilayah per tahun.
2.8.1 Biaya Satuan Korban Kecelakaan dan Biaya Satuan Kecelakaan Lalu
Lintas
2.8.1.1 Biaya Satuan Korban Lalu Lintas (BSK )
Biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas (BSK) adalah biaya yang
diperlukan untuk perawatan korban kecelakaan lalu lintas untuk setiap tingkat
kategori korban, sedangkan adalah tahun dasar perhitungan biaya, yaitu tahun
2003. Besar biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas pada tahun 2003 BSK( ,
dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Biaya Satuan Korban Kecelakaan Lalu Lintas BSK (
No Kategori Korban Biaya Satuan Korban (Rp/Korban) 1 Korban mati 119.016.000 2 Korban luka berat 5.826.000 3 Korban luka ringan 1.045.000
(Sumber : PD T-02-2005-B Departemen Pekerjaan Umum, 2005)
33
2.8.2 Estimasi Biaya Satuan Korban dan Biaya Satuan Kecelakaan
Biaya satuan korban kecelakaan Lalu Lintas untuk tahun tertentu ( ) dapat
dihitung menggunakan persamaan :
BSK ( ……………………………………(2.13)
Dimana :
BSK ( = Biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas pada Tahun n untuk
setiap kategori korban, dalam rupiah/korban.
= Biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas pada Tahun 2003 untuk
setiap kategori korban, dalam rupiah/ korban, dapat dilihat pada
Tabel 2.7.
g = Tingkat inflasi biaya satuan kecelakaan, dalam % (nilai default
g=11%)
= Tahun perhitungan biaya korban.
= Tahun dasar perhitungan biaya korban (Tahun 2003).
t = Selisih tahun perhitungan ( – ).
j = Kategori korban.
Biaya Satuan Kecelakaan Lalu Lintas untuk tahun tertentu ( ) dapat dihitung
menggunakan persamaan :
BSK ( ……………………………………(2.14)
Dimana :
BSK ( = Biaya satuan kecelakaan lalu lintas pada Tahun n untuk setiap
kelas kecelakaan, dalam rupiah/kecelakaan.
= Biaya satuan kecelakaan lalu lintas pada Tahun 2003 untuk setiap
kelas kecelakaan, dalam rupiah/kecelakaan, dapat dilihat pada
Tabel 2.8 dan Tabel 2.9.
g = Tingkat inflasi biaya satuan kecelakaan, dalam % (nilai default
g=11%)
= Tahun perhitungan biaya kecelakaan.
= Tahun dasar perhitungan biaya kecelakaan (Tahun 2003)
t = Selisih tahun perhitungan ( – ).
i = Kelas kecelakaan.
34
2.8.3 Besaran Biaya Korban Kecelakaan Lalu Lintas (BBKO)
Besaran biaya korban kecelakaan lalu lintas dihitung pada tahun n dengan
menggunakan persamaan :
…………...………………(2.15)
Dimana :
BBKO = Besaran biaya korban kecelakaan lalu lintas disuatu ruas jalan atau
persimpangan atau wilayah, dalam rupiah/tahun.
= Jumlah kecelakaan lalu lintas untuk setiap kategori korban, dalam
korban/tahun.
= Biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas pada Tahun n untuk
setiap kategori korban, dalam rupiah/korban.
j = Kategori korban.
2.9 Penelitian Terdahulu/ Roadmap Penelitian
Penelitian keselamatan lalu lintas berdasarkan faktor tingkat kecelakaan lalu
lintas, faktor penyebab kecelakaan dan perhitungan biaya kecelakaan lalu lintas telah
pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat
pada Tabel 2.10 dan Tabel 2.11.
7
Tabel 2.8 Roadmap Penelitian Sebelumnya
Indikator Penelitian
Jurnal Tahir, A (2006)
Jurnal Jaya, Z. dkk
(2008)
Jurnal Indriastuti, A. K. dkk
(2008)
Jurnal Yunianta, A
(2009)
Jurnal Pamungkas,N. S (2009)
Jurnal Siswanto, J. dkk (2000)
Jurnal Aswad, Y. dkk
(2011)
Simanungkalit, R. P. dkk (2011)
Jurnal Suthayana, P.A.
dkk (2011)
Topik
Studi penyebab kecelakaan lalu lintas
Identifikasi penyebab kecelakaan pada titik black spot
Karakteristik kecelakaan dan audit keselamatan
Tinjauan karakteristik lalu lintas dan daerah rawan kecelakaan
Analisa karakteristik dan faktor penyebab kecelakaaan
Analisa kecelakaan lalu lintas
Analisa kecelakaan lalu lintas dan besaran biaya kecelakaan lalu lintas
Analisa faktor penyebab kecelakaan
Analisis baya dan penanganan
lokasi rawan kecelakaan
Lokasi Kota Surabaya
Banda Aceh-Medan
Ruas jalan Ahmad Yani Surabaya
Ruas jalan raya Sentani Abepura Kota Jayapura
Jalan tol Surabaya-Gempol
Jalan tol Krapyak-Srondol, Kota Semarang
Kota Tebing Tinggi
Ruas jalan Sisingamangaraja (STA 0+000-STA 10+000) Kota Medan
Koya Denpasar
Data Tahun
Penelitian 1998 – 2002
Januari 2007 – April 2008
2006 – 2008
Survey lokasi tanggal 30 -31 Jan 2009
Januari 2006 – Mei 2009
1994 – 2000 2007 – 2011 2007 – 2011 2007 – 2011
Data Sekunder
Data dari Kasatlantas Polwiltabes
Data register kecelakaan dari Satuan lalu Lintas Resort Bireuen Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam
Data kecelakaan dari Polwiltabes Surabaya dan data volume lalu lintas dari Dinas Perhubungan
Data kecelakaan lalu lintas dari Polsekta Abepura dan data geometrik jalan raya Sentani
Data kecelakaan dari PT. Jasa Marga
Data kecelakaan dari PT. Jasa Marga
Data korban dan jumlah kecelakaan lalu lintas pertahun
Data kecelakaan berdasarkan hari, waktu kejadian (gelap/terang), tipe tabrakan, jenis kendaraan, jenis kelamin, usia,dll
Data kecelakaan lalu lintas dari
Poltabes Denpasar
(Sumber : Analisa dari Beberapa Sumber, 2014)
34
8
Indikator Penelitian
Jurnal Tahir, A (2006)
Jurnal Jaya, Z. dkk
(2008)
Jurnal Indriastuti, A.K. dkk (2008)
Jurnal Yunianta, A
(2009)
Jurnal Pamungkas,N. S (2009)
Jurnal Siswanto, J. dkk (2000)
Jurnal Aswad, Y. dkk (2011)
Jurnal
Simanungkalit, R. P. dkk
(2011)
Jurnal Suthayana, P.A. dkk (2014)
Data Primer
Pengamatan langsung di lokasi yang dianggap rawan kecelakaan
- Geometrik jalan dan speed spot
Data lalu lintas dan data kecepatan
- Data volume lalu lintas dan geometrik jalan
Data volume lalu lintas
- -
Metode
Metode pre-emtif (penangkalan), metode preventif (pencegahan), dan metode refresif (penindakan)
Metode statistika deskriptif
Metode form checking list dengan beberapa parameter
Metode yang digunanakn adalah perhitungan dan pengolahan data sekunder
Metode frekuensi kecelakaan/ accident frequency method
Metode yang digunakan adalah pengolahan data sekunder dan pengamatan saja
Metode frekuensi kecelakaan dan metode gross output
Metode statistika Uji Chi - Square
Metode statistic deskriptif (z-score, cusum, dan the gross output
Hasil
Kerugian meteri yang besar dengan waktu kejadian kecelakaan terbesar pada jam puncak siang hari.
Faktor utama kecelakaan lalu lintas adalah faktor pengemudi yang kurang trampil.
Audit keselamatan lalu lintas berdasarkan penelitian mengupayakan keselamatan lalu lintas dengan fasilitas penunjang.
Jumlah kecelakaan tertinggi terjadi pada daerah tanjakan dan penyebab kecelakaan tertinggi karena jalan dekat dengan pemukiman.
Penyebab utama terbesar kecelakan di jalan tol Surabaya-Gempol adalah faktor manusia.
Kondisi geometrik jalan berpengaruh terhadap kecelakaan lalu lintas dan perlu fasilitas tambahan pada daerah rawan kecelakaan.
Biaya korban kecelakaan yang besar merupakan pertimbangan atas keselamatan lalu lintas.
Penyebab kecelakan di jalan sisingamangaraja di dominasi oleh faktor manusia dengan jenis kelamin laki- laki dan usia di atas 46 th
Hasil yang sama dari metode Dept. Perhubungan dan AEK, frekuensi penyebab kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia.
9
Tabel 2.9 Roadmap Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)
(Sumber : Analisa dari Beberapa Sumber, 2014)
35