bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/58698/2/bab ii.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara...

31
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ginjal Ginjal merupakan organ utama ekskresi bahan-bahan yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh, ginjal bekerja pada plasma yang mengalir melaluinya untuk menghasilkan urin, mempertahankan bahan-bahan yang masih diperlukan oleh tubuh dan mengeluarkan bahan-bahan yang tidak dibutuhkan melalui urin (Sherwood, 2014). 2.1.1 Anatomi (Drake RL, Vogl AW, Mitchell AW, 2014) Gambar 2.1 Letak Ginjal Ginjal mempunyai bentuk seperti kacang dan terletak di rongga retroperitonial, tepatnya pada kedua sisi kolumna vertebralis pada vertebrae thorakalis ke 12 sampai vertebrae lumbalis ke 3, posisi ginjal kanan sedikit lebih rendah dibanding ginjal sebelah kiri disebabkan oleh

Upload: others

Post on 22-Mar-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ginjal

Ginjal merupakan organ utama ekskresi bahan-bahan yang sudah tidak

dibutuhkan oleh tubuh, ginjal bekerja pada plasma yang mengalir melaluinya

untuk menghasilkan urin, mempertahankan bahan-bahan yang masih

diperlukan oleh tubuh dan mengeluarkan bahan-bahan yang tidak dibutuhkan

melalui urin (Sherwood, 2014).

2.1.1 Anatomi

(Drake RL, Vogl AW, Mitchell AW, 2014)

Gambar 2.1

Letak Ginjal

Ginjal mempunyai bentuk seperti kacang dan terletak di rongga

retroperitonial, tepatnya pada kedua sisi kolumna vertebralis pada

vertebrae thorakalis ke 12 sampai vertebrae lumbalis ke 3, posisi ginjal

kanan sedikit lebih rendah dibanding ginjal sebelah kiri disebabkan oleh

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

6

adanya organ hepar yang letaknya di atas ginjal kanan. Terdapat

kelenjar adrenal (kelenjar suprarenal) di atas ginjal. Ginjal orang

dewasa berukuran antara 12-13 cm, lebarnya ± 6 cm dan beratnya

antara 120-150 gram (Marieb & Hoehn, 2015).

(Drake, Vogl & Mitchell, 2014)

Gambar 2.2

Anatomi Ginjal

Ginjal memiliki 2 bagian yaitu korteks dan medula. korteks terletak

di bagian luar dan mengandung jutaan alat penyaring yang disebut

nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Di bagian

dalam ginjal terdapat medula, terdiri dari beberapa piramida ginjal

dengan basis menghadap korteks dan apeks yang menonjol ke medial.

Piramida ginjal berfungsi untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang

kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal.

Permukaan medial ginjal yang cekung terdapat hilus, yang merupakan

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

7

tempat keluar-masuknya vasa renalis dan tempat keluarnya pelvis

renalis (Tortora & Derrickson, 2011).

Ginjal mempunyai tiga lapis jaringan penyokong yang

mengelilinginya, yaitu (Marieb & Hoehn, 2015) :

1. Fascia renalis, merupakan lapisan terluar berupa jaringan ikat

fibrosa padat yang menyandarkan ginjal dan kelenjar adrenal ke

struktur sekitarnya.

2. Perirenal fat capsule, merupakan massa lemak yang mengelilingi

ginjal dan bantalannya terhadap pukulan.

3. Fibrous capsule, merupakan kapsul transparan yang mencegah

infeksi di daerah sekitarnya menyebar ke ginjal.

(Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF, 2012)

Gambar 2.3

Mikroskopis Ginjal

Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis, merupakan cabang

langsung dari aorta abdominalis, sedangkan yang mengalirkan darah

balik adalah vena renalis (Marieb & Hoehn, 2015). Asal persyarafan

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

8

ginjal dari pleksus simpatikus renalis dan tersebar sepanjang cabang-

cabang arteri vena renalis. Serabut aferen yang berjalan melalui pleksus

renalis masuk ke medulla spinalis melalui Nervus Torakalis X, XI, dan

XII (Netter & Frank, 2014).

2.1.2 Fisiologi

Ginjal memiliki beberapa fungsi, yaitu ekskresi produk sisa

metabolit tubuh, mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh,

pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit,

pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit,

memelihara keseimbangan asam basa, dan ekskresi senyawa asing

seperti obat-obatan (Sherwood, 2014).

Organ ini melakukan fungsi yang paling penting dengan cara

menyaring plasma dan memisahkan zat dari filtrat dengan kecepatan

yang bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh. Akhirnya ginjal

membuang zat-zat yang tidak diinginkan dari filtrat dengan cara

mengekskresikannya ke dalam urin, sementara zat yang dibutuhkan

dikembalikan ke dalam darah (Price & Wilson, 2012).

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

9

(Sherwood, 2014)

Gambar 2.4

Nefron

Terdapat tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urin

yakni filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Proses

pertama dimulai dengan filtrasi cairan yang hampir bebas protein dari

kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Semua zat dalam plasma

kecuali protein difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada

filtrat glomerulus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan plasma

(Sherwood, 2014). Filtrat glomerulus yang terbentuk di korpuskel ginjal

akan masuk ke dalam Tubulus Kontortus Proksimal (TKP). Di TKP,

akan terjadi absorpsi seluruh glukosa dan asam amino, ±85% NaCl, dan

air dari filtrat selain fosfat dan kalsium. Mekanisme absorpsi ini terjadi

secara transport aktif yang melibatkan pompa Na+/K+ ATPase

(Mescher, 2014).

Sewaktu filtrat mengalir melewati tubulus, bahan-bahan yang

bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus.

Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian dalam tubulus (lumen

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

10

tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorbsi tubulus. Bahan-bahan

yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa

oleh kapiler peritubular ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk

diresikulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5

liter direabsorbsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis

ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin (Guyton & Hall, 2014).

Proses ketiga adalah sekresi tubulus, pemindahan selektif bahan-

bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Hanya sekitar

20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke

dalam kapsul Bowman, 80% sisanya mengalir melalui arteriol eferen ke

dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus adalah mekanisme untuk

mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi

sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler

peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada di tubulus

sebagai hasil filtrasi (Sherwood, 2014).

Ekskresi merupakan proses pengeluaran bahan-bahan dari tubuh,

merupakan hasil dari tiga proses pertama di atas. Semua konstituen

plasma yang terfiltrasi atau disekresikan tetapi tidak direabsorbsi akan

tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk dieksresikan

sebagai urin lalu akan dikeluarkan dari tubuh. Sedangkan semua bahan

yang difiltrasi dan kemudian direabsorbsi atau tidak difiltrasi sama

sekali, akan masuk ke darah vena dari kapiler peritubulus dan

dipertahankan di dalam tubuh (Sherwood, 2014).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

11

(Sherwood, 2014)

Gambar 2.5

Proses-proses Dasar di Ginjal

2.1.3 Histologi

Ginjal dibagi menjadi korteks di sebelah luar yang berwarna gelap

dan medula di sebelah dalam yang berwarna terang. Korteks dilapisi

oleh jaringan ikat regular padat, kapsul ginjal. Korteks mengandung

tubulus kontortus proksimal dan distal, glomerulus serta medullary

rays. Medula terdiri dari beberapa piramid ginjal. Bagian basal piramid

terletak dekat dengan korteks dan apeksnya membentuk papila ginjal

menonjol ke dalam struktur berbentuk corong, kaliks minor. Terdapat

arteri dan vena interlobaris pada sinus renalis yang merupakan cabang

dari arteri dan vena renalis. Pembuluh darah ini masuk ke ginjal

menjadi arteri dan vena arkuata melengkung di bagian dasar piramid

kemudian membentuk pembuluh darah interlobularis yang berjalan

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

12

secara radial ke dalam korteks ginjal dan nantinya membentuk kapiler

glomerulus (Eroschenko, 2015).

(Eroschenko, 2015)

Gambar 2. 6

Penampang Histologi Ginjal Normal

2.1.3.1 Korpuskulum ginjal

Korpuskulum ginjal terdiri dari glomerulus, berkas kapiler

yang terbentuk dari arteriol aferen glomerulus ditopang oleh

Tubulus

Proksimal

Duktus

koligens

Glomerulus

Kapsul

Ginjal

Basis

Piramidis

Arteri dan Vena

Arkuata

Arteri Interlobularis

Vena Interlobularis

Papila

Renalis

Epitel

Silindris

Kaliks minor dan

epitel transisional

Jaringan ikat dan

adiposa sinus renalis

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

13

jaringan ikat halus dan dilingkupi oleh kapsul glomerulus

(Bowman). Lapisan internal (viseral) kapsul menyelubungi

kapiler glomerulus dengan epitel termodifikasi yang disebut

podosit. Lapisan parietal/eksternal membentuk permukaan luar

kapsul tersebut yang merupakan epitel skuamosa. Setiap

korpuskel ginjal memiliki kutub vaskular, tempat masuknya

arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen, serta memiliki

kutub urin, tempat tubulus kontortus proksimal berasal. Epitel

skuamosa kutub urin berubah menjadi epitel selapis kuboid

tubulus proksimal (Mescher, 2014).

(Eroschenko, 2015)

Gambar 2.7

Korpuskulum dan Tubulus Ginjal

Tubulus

Proksimal

Tubulus

Distal

Glomerolus

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

14

2.1.3.2 Tubulus kontortus proksimal

Tubulus kontortus proksimal mempunyai lumen kecil tak rata

dan satu lapisan sel kuboid dengan sitoplasma granular

eosinofilik. Sel-sel tersebut dilapisi oleh brush-border yang

berguna untuk reabsobsi tetapi tidak selalu terlihat dalam

sediaan. Batas-batas sel di tubulus kontortus proksimal juga

tidak jelas (Eroschenko, 2015).

2.1.3.3 Gelung nefron (Ansa Henle)

Lanjutan dari tubulus kontortus proksimal berbentuk tubulus

lurus yang lebih pendek dan memasuki medula dan menjadi

gelung nefron. Gelung ini adalah struktur yang berbentuk U

dengan segmen desenden dan segmen asenden, keduanya terdiri

atas selapis epitel kuboid di dekat korteks, tetapi berupa epitel

skuamosa di dalam medula (Mescher, 2014).

Di kutub vaskular, terdapat sel epitelioid termodifikasi

dengan granula sitoplasma menggantikan sel otot polos di tunika

media arteriol aferen glomerulus. Sel-sel ini adalah sel

jukstaglomerulus (Eroschenko, 2015).

2.1.3.4 Tubulus kontortus distal

Tubulus kontortus distal memiliki perbedaan dengan tubulus

kontortus proksimal, yakni tidak memiliki brush border dan

ukuran yang lebih kecil. Sel-sel pada tubulus yang lebih kecil ini

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

15

membuat jumlah sel dan intinya tampak lebih banyak di dinding

epitelnya (Eroschenko, 2015).

Tubulus ini mengadakan kontak dengan kutub vaskular di

korpuskel ginjal sehingga mengakibatkan terjadinya modifikasi

dari Tubulus Kontortus Distal (TKD) yaitu bentuknya menjadi

silindris dan intinya berhimpitan. Bagian dengan susunan sel-sel

yang lebih padat dan lebih gelap di tubulus kontortus distal ini

dinamai makula densa (Mescher, 2014).

2.1.3.5 Tubulus duktus koligens

Tubulus koligens yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid.

Di sepanjang perjalanannya, tubulus dan koligens terdiri atas

sel–sel yang tampak pucat dan batas sel yang jelas (Eroschenko,

2015).

2.1.3.6 Interstitium ginjal

Celah yang terdapat di antara tubulus uriniferus, dan

pembuluh darah dan limfe disebut interstitium ginjal. Celah ini

berada di ruang kecil di korteks ginjal yang melebar hingga

medula. Pada bagian ini terdapat sedikit jaringan fibroblas dan

sedikit serat kolagen. Di dalam medula ini terdapat substansi

dasar berhidrasi tinggi yang kaya dengan proteoglikan, serta

terdapat sel-sel sekresi yang disebut sel interstitial (Mescher,

2014).

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

16

(Eroschenko, 2015)

Gambar 2.8

Korteks ginjal

2.2. Kotrimoksazol

2.2.1 Sifat fisikokimia

(UI, 2009).

Gambar 2.9

Struktur kimia kotrimoksazol:(a) Struktur Kimia Sulfametoksazol,

(b) Struktur Kimia Trimetoprim

Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari antibiotika trimetropin

dan sulfametoksazol. Sulfametoksazol yang mempunyai rumus molekul

C10H11N3O3S merupakan derivate sulfisoksazol yang umumnya

a b

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

17

digunakan dalam bentuk kombinasi tetap dengan trimetropim,

sedangkan trimetropim yang mempunyai rumus molekul C14H18N4O3

adalah suatu diamino-pirimidin yang bersifat basa lemah dengan pKa

7,3 dan sedikit larut dalam air (Mariana Y & Setiabudy R, 2016)..

2.2.2 Mekanisme kerja

Kotrimoksazol memiliki dua mekanisme kerja dari kedua obat

tersebut, sulfametoksazol menghambat sintesis asam folat dan

pertumbuhan bakteri dengan menghambat susunan asam dihidrofolat

dari asam para-aminobenzen, sedangkan trimetoprim menghambat

terjadinya reduktasi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat yang

secara tidak langsung mengakibatkan penghambatan enzim pada siklus

pembentukan asam folat. Kombinasi tersebut mempunyai aktivitas

bakterisidal yang besar karena menghambat pada dua tahap biosintesa

asam nukleat dan protein yang sangat esensial untuk mikroorganisme.

Kotrimoksazol mempunyai spektrum aktivitas luas dan efektif terhadap

bakteri gram-positif dan gram-negatif, misalnya Streptococci,

Staphylococci, Pneumococci, Neisseria, Bordetella, Klebsiella, Shigella

dan Vibrio cholera (Mariana Y & Setiabudy R, 2016).

2.2.3 Farmakokinetika

Trimetoprim biasanya diberikan secara oral, baik tunggal maupun

dikombinasikan dengan sulfametoksazol, kombinasi ini merupakan

bentuk terakhir yang dipilih karena trimetoprim dan sulfametoksazol

memiliki waktu paruh yang hampir sama. Trimetoprim diabsorbsi

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

18

dengan baik dari usus dan didistribusikan secara luas dalam cairan-

cairan dan jaringan-jaringan tubuh, termasuk cairan serebrospinal.

Karena trimetoprim lebih larut dalam lemak dibandingkan

sulfametoksazol, maka volume distribusi trimetoprim lebih banyak

dibandingkan sulfametoksazol. Jika 1 bagian trimetoprim diberikan

dengan 5 bagian sulfametoksazol, maka konsentrasi plasma puncaknya

adalah pada rasio 1 : 20 yang merupakan konsentrasi optimal (Katzung,

2014).

2.2.4 Efek samping

Efek samping penggunaan kotrimoksazol biasanya berupa gangguan

kulit, gangguan lambung-usus dan stomatitis. Pada dosis tinggi efek

sampingnya juga berupa demam dan gangguan fungsi hati dan efek-

efek vaskular (neutropenia dan trombositopenia) sehingga penggunaan

lebih dari dua minggu hendaknya disertai dengan pengawasan darah.

Efek lainnya juga dapat menyebabkan acute interstitial nephritic,

Risiko kristaluria dapat dihindari dengan meminum lebih dari 1,5 liter

air sehari (Mariana Y & Setiabudy R, 2016).

2.2.5 Kegunaan

Kegunaan kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim merupakan

pengobatan yang efektif untuk infeksi-infeksi saluran kemih dengan

komplikasi, prostatitis dan infeksi saluran cerna (Katzung, 2014).

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

19

2.2.6 Bentuk sediaan

Bentuk sediaan kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral yang

mengandung 400mg sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim atau

800mg sulfametoksazol dan 160mg trimetoprim. Untuk anak- anak

tersedia dalam bentuk suspensi oral yang mengandung 200mg

sulfametoksazol dan 40mg trimetoprim / 5ml, serta tablet pediatrik yang

mengandung 100mg sulfametoksazol dan 20mg trimetoprim. Untuk

pemberian intravena tersedia sediaan infus yang mengandung 400mg

sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim / 5ml (KEMENKES RI, 2016).

2.2.7 Dosis

Dosis dewasa 800mg sulfametoksazol dan 160mg trimetoprim setiap

12 jam. Pada infeksi yang berat diberikan dosis lebih besar. Dosis yang

dianjurkan untuk anak-anak ialah sulfametoksazol 40mg/kg/BB/hari

dan 8mg/kg/BB/hari trimetoprim (Mariana Y & Setiabudy R, 2016).

2.3 Acute Intertitial Nephritic

2.3.1 Definisi

Acute interstitial nephritic (AIN) merupakan kerusakan parenkim

ginjal karena suatu inflamasi akut yang bersifat eksudat dan disertai

dengan adanya cairan pada jaringan interstitial, eksudat tersebut tidak

bersifat purulen dan lesi yang timbul dapat bersifat difus atau lokal.

(Raghavan R & Eknoyan G, 2014).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

20

2.3.2 Etiologi

Banyak penyebab dari AIN diantaranya akibat cedera langsung oleh

obat, reaksi terhadap infeksi sistemik, infeksi ginjal langsung (virus dan

bakteri), respon imun humoral (anti-tubular basement membran),

keturunan dan gangguan metabolisme, obstruksi dan refluks pada tahap

akut. Perubahan serupa juga bisa diamati dalam ginjal pada penyakit

sistemik seperti Systemic lupus Erythematosus (SLE) dan reaksi rejeksi

dari transplantasi ginjal (Raghavan R & Eknoyan G, 2014 ).

2.3.3 Patogenesis

Mekanisme AIN dipengaruhi oleh Immune-Mediated yang memulai

dan mempertahankan kerusakan interstitial. Antigen yang memulai

kerusakan Immune-Mediated dapat berasal dari eksogen atau endogen.

Antigen eksogen dapat terperangkap langsung atau bersirkulasi dengan

bentuk imun komplek yang terdeposit pada interstitial ginjal, kemudian

berikatan dengan antigen tubular sebagai hapten atau meniru antigen

interstitial yang akhirnya menyebabkan reaksi imun. Kelainan ini

termasuk imunitas seluler dari hipersensitivitas tipe lambat dan

kemungkinan termasuk jenis sitotoksisitas langsung, imunitas humoral

seperti pembentukan antibodi anti-TBM (tubular basement membrane),

dan lain-lain yang kemungkinan termasuk pelengkap aktivasi dan

peningkatan ekspresi komplek major histokompatibilitas (MHC)

antigen kelas I atau kelas II (Sudhana, 2017).

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

21

Beberapa studi melaporkan obat-obatan yang menginduksi ATN

mempunyi peranan sekitar 6,54 dari penemuan biopsi nontransplantasi.

Hipersensitivitas lambat seperti mekanisme penyebab AIN yang

disebabkan oleh obat-obatan, terutama antibiotika. Sel T yang

membawa antigen CD4 dan CD8 telah diidentifikasi oleh ginjal sebagai

drug-induced AIN. Variabilitas ini mungkin berhubungan dengan bahan

yang dikaitkan atau perjalanan saat dilakukan biopsi. Sel-sel T telah

terbukti membawa penanda aktivasi dan oleh karena itu dianggap

menjadi sel efektor dalam proses hipersensitivitas. Juga ditemukan sel-

sel B sampai batas tertentu (Brewster UC & Rastegar A, 2015).

2.3.4 Diagnosis

Saat ini dignosis AIN memerlukan temuan patologis edema

interstitial, tubulitis dan infiltrasi sel intersisil. Dari volume urin

menunjukkan polyuria (>2000 mL/hari) sedangkan secara mikroskopi

urin ditemukan hematuria, piuria, dan eosinofiluria.75% kejadian AIN

disebabkan oleh agen Farmakologis, Pada pemeriksaan laboratorium

ditandai dengan adanya peningkatan ureum kreatinin dan penurunan

laju filtrasi (Brewster UC & Rastegar A, 2015).

Acute Interstitial Nephritic biasanya menunjukkan gambaran acute

kidney injury (AKI), kadang-kadang secara klinis muncul manifestasi

infeksi sistemik seperti demam arthralgia, eosinofilia dan ruam,

biasanya sebagai konsekeuensi hipersentitivits obat (Chamarthi G et al.,

2018)

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

22

2.3.5 Acute intertitial nephritic sebagai efek samping kotrimoksazol

Obat-obatan dengan efek nefrotoksik langsung dapat merangsang

terjadinya cedera ginjal melalui berbagai mekanisme. Mekanisme

tersering adalah obat-obatan yang diekskresikan oleh ginjal langsung

memberikan efek toksik kepada tubulus ginjal, menyebabkan cedera

seluler atau menyebabkan terjadinya inflamasi di interstitial ginjal.

Sebagian besar studi menunjukkan bahwa adanya infiltrasi sel radang

pada interstitial disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap

antigen yang sebagian besar adalah obat (Krishnan & Perazella, 2015).

Infiltrasi sel radang pada AIN lebih dominan sel-sel mononuclear

diantaranya sel limfosit, sel plasma, makrofag dan eosinofil pada

intersisil, serta adanya tubulitis dan non-necrotizing granulomas (Fogo

et al., 2016).

Infiltrasi sel radang interstitial dapat disebabkan oleh berbagai obat

yang berbeda, namun antibiotik seperti kotrimoksazol diketahui sebagai

obat yang dianggap sebagai antigen tersering dari terjadinya infiltrasi

sel radang interstitial. Kotrimoksazol juga merupakan antibiotik yang

bersifat bakterisidal. Secara umum antibiotik yang bersifat bakterisidal

dapat meningkatkan ROS dengan melibatkan siklus metabolisme asam

trikarboksilat atau siklus krebs yang menyebabkan deplesi NADH.

Adanya deplesi NADH juga akan mengakibatkan deplesi GSH, yaitu

antioksidan dalam tubuh yang merupakan mekanisme proteksi dalam

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

23

menetralkan radikal bebas. Penurunan GSH dapat menyebabkan

peningkatan ROS intraseluler. (Vatansever et al, 2013).

Kerusakan sel ginjal bisa disebabkan oleh adanya peningkatan stres

oksidatif yang dikarenakan adanya peningkatan Reactive Oxygen

Species (ROS), Reactive Nitrogen Species (RNS), dan penurunan kadar

antioksidan di dalam tubuh (Palipoch, 2013). ROS adalah senyawa

pengoksidasi turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif. ROS dapat

menyebabkan kerusakan pada semua makromolekul utama dalam sel

tubuh dan dapat berujung pada peroksidasi lipid. Salah satu akibat

signifikan dari peroksidasi lipid adalah peningkatan permeabilitas

membran yang mengarah pada influx Ca2+ serta ion lainnya dan

kemudian terjadi pembengkakan sel (Gorlach et al., 2015)

Peningkatan ROS dapat berkontribusi pada proses kerusakan ginjal

baik secara langsung maupun tidak langsung melalui peningkatan

inflamasi. Inflamasi dapat memberikan umpan balik untuk

meningkatkan pembentukan ROS atau merangsang produksi sitokin dan

faktor pertumbuhan (Hosohata, 2016). Sitokin adalah polipeptida yang

mengatur banyak proses biologis penting bertindak sebagai mediator

peradangan dan respon kekebalan tubuh. Sitokin berhubungan erat

dengan perbaikan jaringan yang rusak dan berpotensi sebagai biomarker

nefrotoksisitas karena mereka terlibat dalam kerusakan dan perbaikan,

selain itu, ROS juga memodulasi produksi sel T helper (Th) 2 dan

produksi IL-4 (Yarosz EL & Chang CH, 2018). Aktivasi sel Th 2 yang

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

24

akan memproduksi sitokin pro inflamasi seperti IL-4 dan IL-5, aktivasi

makrofag, sel mast dan respon eosinofil nantinya akan menimbulkan

infiltrasi sel radang pada interstitial (Krishnan M & Perazella MA,

2015).

Menurut Krishnan & Perazella (2015), obat menjadi immunogenik

bergantung kemampuan setiap obat tersebut dalam berpartisipasi pada

beberapa mekanisme seperti:

1) Obat diikat oleh molekul besar seperti protein untuk menjadi

substansi aktif yang bersifat antigenik. Protein tersebut berada di

sirkulasi maupun di jaringan seperti ginjal. Proses pengikatan obat

oleh protein tersebut disebut proses haptenisisasi. Adanya ikatan

tersebut mampu menstimulasi respon dari sel limfosit T. Proses

haptenisasi ini dapat terjadi di sirkulasi dan ikatan substansi aktif

yang bersifat antigenik ini dapat terperangkap di ginjal selama proses

filtrasi.

2) Dalam beberapa kasus, obat dapat bertindak sebagai prohapten dan

membutuhkan metabolisme suatu senyawa reaktif yang kemudian

dapat diikat oleh protein spesifik untuk mengalami proses

haptenisasi. Tubulus proksimal diketahui mampu menghidrolisis dan

memetabolisme antigen eksogen seperti obat dan menyajikannya ke

APC melalui MHC.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

25

3) Beberapa obat juga dapat bersifat neo-antigen yang menyebabkan

efek toksik secara langsung yang dapat merusak struktur interstitial

ginjal.

4) Obat juga mampu memiliki kemampuan sebagai Antigen-mimicry

yakni obat meniru antigen endogen yang terdapat pada Renal

Tubular Epitel atau interstitium dan menginduksi respon imun yang

akan diarahkan pada sumber antigen.

5) Obat dapat menstimulasi produksi antibodi dan disimpan serta

beredar di interstitial sebagai kompleks antigen-antibodi.

2.3.6 Penggunaan kotrimoksazol terhadap jumlah infiltrasi sel radang

Seringkali ginjal mengalami kerusakan akibat paparan berbagai

macam bahan toksik dan penggunaan obat-obatan kimia maupun herbal

dalam dosis yang berlebihan, secara histologis, ginjal terdapat empat

komponen yakni glomerulus, tubulus, interstitial dan pembuluh darah

(Hosohata, 2016).

Pola kerusakan ginjal akibat induksi obat bergantung dimana

kerusakan yang terkena pada empat komponen tersebut. Namun,

sebagian besar diketahui bahwa kerusakan ginjal akibat induksi obat

yakni interstitial ginjal dan tubulus proksimal. Pada umumnya, proses

kekebalan humoral dan seluler berperan dalam kerusakan jaringan sela

(interstitial). Mekanisme kerusakan jaringan melibatkan efektor yang

terdiri dari aktivasi komplemen dan kemotaksis sel pengakibat

(Krishnan & Perazella, 2015).

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

26

Beberapa tanda kerusakan pada ginjal salah satunya dapat dilihat

melalui adanya infiltrasi sel radang interstitial. Infiltrasi sel radang

yaitu penyusupan sel atau masuknya sel-sel radang dari luar jaringan.

Secara mikroskopik, jaringan infiltrasi sel seluruhnya ditandai dengan

adanya sel radang berwarna keunguan (Sugihartini N & Fajri MA,

2016).

(Seely JC & Brix A, 2014)

Gambar 2.10

Infiltrasi Sel Radang Interstitial

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

27

Mozaffari & Rashidi (2007) melaporkan bahwa pada penelitiannya,

kelompok tikus yang menerima kotrimoksazol, secara histopatologis

menunjukkan adanya Acute Interstitial Nephritic. Penelitian tersebut

dilakukan selama 10 hari dengan hasil sebagi berikut :

(Mozaffari & Rashidi, 2007)

Gambar 2.11

Perbandingan histologi ginjal yang diinduksi dengan ginjal normal : a.

Acute Intertstitial Nephritic akibat diinduksi oleh kotrimoksazol,

b. Histologi ginjal tikus normal

(Keterangan : R= sel Radang; G = Glomerulus; T = Tubulus)

Penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa jaringan interstitial

ginjal rentan terhadap kerusakan oleh obat-obatan salah satunya

kotrimoksazol. Selain itu jumlah sel inflamasi pada interstitial juga

digambarkan pada penelitian Ndagu dkk (2013) , kelompok tikus yang

menerima induski aspirin menyebabkan acute interstitial nephritic

yang secara histopatologis ginjal tikus ditunjukkan oleh gambar 2.18

a b

G

T

R

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

28

(Ndagu et al, 2013)

Gambar 2.12

Gambaran mikroskopis ginjal tikus yang diinduksi aspirin yang sebagai

kontrol positif (pewarnaan HE; 400x) nampak adanya a. kongesti b.

peradangan, c. perdarahan, d. nekrosis

Hasil tersebut menunjukkan gambaran acute interstitial nephritic

secara histologis. Zat kimia yang disekresi secara aktif dari darah ke

urin, akan diakumulasikan dulu di dalam tubulus proksimal atau pada

saat zat kimia ini direabsorbsi dari urin maka akan melalui sel epitel

tubulus dengan konsentrasi tinggi sehingga zat-zat toksik ini

menyebabkan kerusakan ginjal, terutama di tubulus ginjal karena pada

tubulus ginjal merupakan tempat terjadinya proses reabsorpsi dan

ekskresi dari zat-zat toksik tersebut (Ndagu et al, 2013)

2.4 Kurma (Phoenix dactylifera)

2.4.1. Taksonomi

Secara taksonomi kurma ‘ajwa dapat dilihat sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

29

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Spermatophytina

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Arecidae

Superordo : Lilianae

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Phoenix

Spesies : Phoenix dactylifera L

(Deshpande NM & Deshpande MM, 2017).

Kurma atau Phoenix dactylifera berasal dari bahasa Yunani,

kata“Phoenix” yang artinya buah merah atau ungu, dan kata

“dactylifera”berasal dari kata“daktulos” yang artinya jari, jadi Phoenix

dactylifera berarti buah yang bewarna merah atau ungu dan berbentuk

seperti jari.

(Rahmani et al., 2014).

Gambar 2.13

Buah kurma (Phoenix dactylifera)

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

30

2.4.2 Morfologi

Pohon kurma (Phoenix dactylifera) adalah salah satu pohon tertua di

wilayah Arab dan dibudidayakan secara luas. Buah kurma adalah buah

tunggal, lonjong, dan memiliki satu biji. Morfologi buah kurma bahwa

panjang buah berkisar dari min 2,80 cm hingga maksimal 5,92 cm.

Selain itu, terdapat 5 warna dalam buah kurma kurma yaitu berwarna

kuning cerah, kuning dengan bintik-bintik merah, oranye, merah terang,

dan redscarlet. Diameter buah kurma 0,40 cm hingga 1,37 cm.

Kebanyakan tanaman kurma tumbuh di negara-negara Arab dan

menjadi identitas di Negara tersebut maka seolah-olah kurma hanya

dapat hidup di daerah tersebut. Pada kenyataannya kurma dapat juga

tumbuh di Indonesia sama halnya seperti di Arab (Rahmani et al.,

2014)

(Rahmani et al., 2014).

Gambar 2.14

Pohon kurma (Phoenix dactylifera)

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

31

2.4.3 Jenis-jenis kurma

Berbagai jenis kurma (Phoenix dactylifera) ditemukan di seluruh

dunia terutama Khodry, Khalas, Ruthana, Sukkary, Sefri, Segae, ‘ajwa,

Hilali dan Munifi. Kurma dan konstituennya menunjukkan peran dalam

pencegahan penyakit melalui aktivitas anti-oksidan, anti-inflamasi, dan

anti-bakteri. Jenis kurma yang banyak beredar di Indonesia adalah

kurma ‘ajwa atau sering disebut kurma nabi, kurma ini berwarna gelap

dan terkenal karena rasanya yang manis serta disebutkan dalam banyak

hadits (Rahmani et al., 2014).

(Rahmani et al., 2014)

Gambar 2.15

Jenis-Jenis Kurma

2.4.4 Kurma ‘ajwa (Phoenix dactylifera L.)

Kurma ‘ajwa adalah jenis kurma tumbuh di Arab Saudi / Al-

Madinah Al-Munawara dan memiliki nilai signifikan dalam beberapa

jenis penyembuhan penyakit (Rahmani et al., 2014). Buah kurma jenis

‘ajwa, memiliki ciri berbentuk elips berdiameter 1,845 cm, dengan berat

5,131 gr, panjang 2,459 cm, daging buah setebal 0,466 cm, berwarna

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

32

merah terang ketika belum matang dan berwarna coklat atau sawo

matang ketika buah matang, serta tekstur daging lembut (Assirey,

2014).

2.4.4.1 Manfaat kurma ‘ajwa (Phoenix dactylifera L).

Buah kurma berperan penting dalam netralisasi radikal bebas

dan akhirnya menekan berbagai jenis perkembangan penyakit.

Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa ekstrak

kurma mengandung aktivitas antioksidan, antimikroba dan anti-

mutagenik. Dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

kurma memiliki konsentrasi polifenol tertinggi di antara buah-

buahan kering yang dapat memainkan peran penting dalam

menyerap dan menetralkan radikal bebas. Selain dari manfaat

yang telah disebutkan buah kurma juga berperan sebagai

antimikroba, antiinflamasi, antidiabetes, dan perlindungan

terhadap ginjal (Rahmani et al., 2014).

(Rahmani et al., 2014)

Gambar 2.16

Manfaat buah kurma dalam pencegahan penyakit

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

33

2.4.4.2 Kandungan kurma ‘ajwa (Phoenix dactylifera L.)

‘Ajwa merupakan salah satu buah kurma yang memiliki

banyak keunggulan dilihat dari kandungannya. Kandungan

nutrisi yang ada pada buah kurma ‘ajwa yaitu:

Tabel 2.1. Kandungan Kimiawi Kurma ‘Ajwa (gr/100gr)

Kandungan Kimiawi gr/100gr

Moisture 22,8

Total gula 74,3

Sukrosa 3,2

Glukosa 51,3

Fruktosa 48,5

Protein 2,91

Lipid 0,47

Ash 3,43

(Assirey, 2014)

Tabel 2.2. Kandungan Mineral Kurma ‘Ajwa (mg/100gr)

Kandungan Mineral mg/100gr

Calcium

Phosphorus

Pottasium

Sodium

Magnesium

187

27

476,3

7,5

150

(Assirey, 2014)

Tabel 2.3. Kandungan Asam Amino Kurma ‘Ajwa (mg/100gr)

Ala

Arg

Asp

Cys

Glu

Gly

82

93

186

-

205

83

His

Iso

Leu

Lys

Met

Phe

26

44

57

73

27

45

Pro

Ser

Thr

Try

Tyr

Val

86

59

53

44

-

65

(Assirey, 2014)

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

34

Tabel 2.4. Kandungan Phytochemical dari bagian-bagian Kurma

Bagian

Daun

Buah

Biji

Kulit

Alkaloids

+

+

+

+

Steroids

+

+

+

-

Saponins

+

+

-

-

Flavonoids

-

+

-

+

Tannins

-

+

-

+

Carbohydrates

+

+

+

+

Sumber: (Assirey, 2014)

Tabel 2.5. Kandungan Vitamin pada Kurma ‘Ajwa

Macamnya

Vitamin A

Vitamin B1

Vitamin B2

Vitamin B3

Vitamin B5

Vitamin B6

Vitamin B9

Vitamin B12

Vitamin C

Vitamin E

Vitamin K

Jumlah/100gr

9 IU

0,046mg

0,059mg

1,134mg

0,525mg

0,147mg

17mcg

-

0,4mg

0,04mg

2,4mcg

(Hammid, 2014)

Konsentrasi polifenol yang tinggi dalam sari kurma (Phoenix

dactylifera) varietas ‘ajwa (455,88mg / 100g) adalah yang

tertinggi dibandingkan dengan verities lain berperan penting

sebagai antioksidan dan menonaktifkan radikal bebas sehingga

mencegah stress oksidatif (Rahmani et al., 2014).

2.5 Kurma Menghambat Peningkatan ROS

Kurma memiliki kandungan phenolic dan flavonoid yang bertindak

sebagai antioksidan un tuk melindungi tubuh dari spesies oksigen reaktif. Sel

dan jaringan tubuh terus terancam oleh kerusakan yang disebabkan oleh

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58698/2/BAB II.pdf · mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi

35

radikal bebas dan spesies oksigen reaktif, yang diproduksi selama

metabolisme oksigen normal atau diinduksi oleh zat eksogen. Mekanisme dan

urutan peristiwa di mana radikal bebas mengganggu fungsi seluler tidak

sepenuhnya dipahami, tetapi salah satu peristiwa paling penting tampaknya

adalah peroksidasi lipid, yang mengakibatkan kerusakan membran sel.

Kerusakan sel ini menyebabkan pergeseran muatan bersih sel, mengubah

tekanan osmotik, menyebabkan pembengkakan dan akhirnya kematian sel.

Radikal bebas dapat menarik berbagai mediator inflamasi, berkontribusi

terhadap respons inflamasi umum dan kerusakan jaringan. Untuk melindungi

diri dari spesies oksigen reaktif, organisme hidup telah mengembangkan

beberapa mekanisme pertahanan antioksidan tubuh termasuk enzim seperti

superoksida dismutase, katalase, dan glutatione peroksidase, tetapi juga

nonenzimatik seperti glutathione, asam askorbat, dan α-tokoferol.

Peningkatan produksi spesies oksigen reaktif selama cedera menghasilkan

konsumsi dan penipisan senyawa antioksidan endogen (Sani et al., 2015).

Flavonoid dapat mencegah cedera yang disebabkan oleh radikal bebas

dengan bertindak sebagai antioksidan langsung terhadap radikal bebas.

Flavonoid dioksidasi menghasilkan radikal yang lebih stabil dan kurang

reaktif. Dengan kata lain, flavonoid menstabilkan spesies oksigen reaktif

dengan bereaksi dengan senyawa reaktif radikal (Rahmani et al., 2014).