bab 2 tinjauan pustaka 2.1 definisi penyakit...

18
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyakit Hirschsprung Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon kongenital adalah salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari). 15 Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon) berupa gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik. Pergerakan dalam usus besar didorong oleh otot. Otot ini dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus yang disebut sel ganglion. Pada bayi yang lahir dengan penyakit Hirschsprung tidak ditemui adanya sel ganglion yang berfungsi mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot polos dalam usus distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot di bagian usus besar tidak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak mendorong keluar feses). 17,19 Gambar 2.1 Foto penderita penyakit Hirschsprung berumur 3 hari 2.2 Embriologi Kolon Dalam perkembangan embriologis normal, sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neural ke saluran gastrointestinal bagian atas kemudian melanjutkan ke arah Universitas Sumatera Utara

Upload: danglien

Post on 10-Apr-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon kongenital

adalah salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur

0-28 hari).15 Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon)

berupa gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik. Pergerakan dalam usus

besar didorong oleh otot. Otot ini dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus yang disebut

sel ganglion. Pada bayi yang lahir dengan penyakit Hirschsprung tidak ditemui

adanya sel ganglion yang berfungsi mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot

polos dalam usus distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot di

bagian usus besar tidak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak mendorong keluar

feses).17,19

Gambar 2.1 Foto penderita penyakit Hirschsprung berumur 3 hari

2.2 Embriologi Kolon

Dalam perkembangan embriologis normal, sel-sel neuroenterik bermigrasi dari

krista neural ke saluran gastrointestinal bagian atas kemudian melanjutkan ke arah

Universitas Sumatera Utara

distal. Sel-sel saraf pertama sampai di esofagus dalam gestasi minggu kelima. Sel-sel

saraf sampai di midgut dan mencapai kolon distal dalam minggu kedua belas. Migrasi

berlangsung mula-mula ke dalam pleksus Auerbach, selanjutnya sel-sel ini menuju ke

dalam pleksus submukosa. Sel-sel krista neural dalam migrasinya dibimbing oleh

berbagai glikoprotein neural atau serabut-serabut saraf yang berkembang lebih awal

daripada sel-sel krista neural.

Glikoprotein yang berperan termasuk fibronektin dan asam hialuronik, yang

membentuk jalan bagi migrasi sel neural. Serabut saraf berkembang ke bawah

menuju saluran gastrointestinal dan kemudian bergerak menuju intestine, dimulai dari

membran dasar dan berakhir di lapisan muskular.11

Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri

berasal dari usus belakang. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita

yang disebut taenia yang berukuran lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga

kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus (kantong kecil) dan biasa disebut

haustra (bejana). Kolon tranversum dan kolon sigmoideum terletak intraperitoneal

dan dilengkapi dengan mesentrium.

Gangguan rotasi usus embrional dapat terjadi dalam perkembangan embriologik

sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesentrium yang lengkap. Keadaan ini

memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya

dapat terjadi dengan mesentrium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya

yang sempit.20

Universitas Sumatera Utara

2.3 Anatomi dan Fisiologi Kolon

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang

sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar

lebih besar daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), namun semakin dekat

dengan anus diameternya pun semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum,

kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat

pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus

besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan

mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus.

Kolon terbagi atas kolon asenden, tranversum, desenden, dan sigmoid. Kolon

membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut

dengan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista

iliaka dan membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke

kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian utama usus yang terakhir

disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke

bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan

dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis

ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci).21

Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses

akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan

elektrolit. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses

yang sudah terdehidrasi sampai berlangsungnya defekasi. Kolon mengabsorpsi

sekitar 800 ml air per hari dengan berat akhir feses yang dikeluarkan adalah 200 gram

Universitas Sumatera Utara

dan 80%-90% diantaranya adalah air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak

terabsorpsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang tidak terabsorpsi.21,22

Gambar 2.2 Anatomi Usus besar (Kolon)

2.4 Epidemiologi

2.4.1 Distribusi dan Frekuensi

Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran hidup dan

merupakan penyebab tersering obstruksi saluran cerna bagian bawah pada neonatus.

Penyakit yang lebih sering ditemukan memperlihatkan predominasi pada laki-laki

dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1. Insidens penyakit Hirschsprung

bertambah pada kasus-kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6% (berkisar

antara 2-18%). Sementara untuk distribusi ras setara untuk bayi berkulit putih dan

Amerika keturunan Afrika.23,24

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan Iqbal dkk. (2010) di Rumah Sakit Sheikh Zayed,

Pakistan menunjukkan proporsi penyakit Hirschsprung lebih tinggi pada anak laki-

laki (70,59% ; 12 dari 17 orang) daripada anak perempuan (29,41% ; 5 dari 17

orang). Penelitian tersebut juga menunjukkan proporsi penyakit Hirschsprung lebih

banyak ditemukan pada umur < 2 tahun (58,83% ; 10 dari 17 orang) dibandingkan

dengan umur > 2 tahun (41,17% ; 7 dari 10 orang).25

Berdasarkan penelitian Hidayat dalam kurun waktu 3 tahun (2005-2008) di

Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo terhadap 28 kasus penyakit Hirschsprung

menunjukkan proporsi jenis kelamin laki-laki adalah 42,85% (12 dari 28 kasus) dan

pada perempuan adalah 57,15% (16 dari 28 kasus).26

Menurut penelitian Kartono yang menangani penyakit Hirschsprung di RS

Cipto Mangunkusumo memperlihatkan proporsi penyakit Hirschprung lebih banyak

ditemukan pada pasien berumur 0-1 bulan yaitu sebesar 29,71% (52 dari 175 orang)

sedangkan untuk umur 1 bulan-1 tahun sebesar 22,85% (40 dari 175 orang). Kartono

juga mencatat penderita penyakit Hirschsprung sebanyak 131 orang (74,85%)

berjenis kelamin lelaki sedangkan perempuan yang berjumlah 44 orang (25,15%).11

Hasil penelitian Sari di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2005-2009 tercatat

ada 50 orang anak yang menderita penyakit Hirschsprung dan dijadikan sampel

penelitian. Dari 50 orang sampel tersebut, distribusi tertinggi pada kelompok usia 0-2

tahun yaitu sebanyak 40 orang (80%). Ada 36 orang (72%) berjenis kelamin laki-laki

dan 14 orang (28%) berjenis kelamin perempuan yang tercatat menderita penyakit

Hirschsprung.27

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Determinan Penyakit Hirschsprung

2.4.2.1 Faktor Bayi

2.4.2.1.1 Umur Bayi

Bayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompok umur yang paling rentan

terkena penyakit Hirschsprung karena penyakit Hirschsprung merupakan salah satu

penyebab paling umum obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari).15

2.4.2.1.2 Riwayat Sindrom Down

Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari

sindrom yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang paling

umum beresiko menyebabkan terjadinya penyakit Hirshsprung adalah Sindrom

Down. 2-10% dari individu dengan penyakit Hirschsprung merupakan penderita

sindrom Down. Sindrom Down adalah kelainan kromosom di mana ada tambahan

salinan kromosom 21. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur wajah, cacat jantung

bawaan, dan keterlambatan perkembangan anak.28,29

2.4.2.2 Faktor Ibu

2.4.2.2.1 Umur

Umur ibu yang semakin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat

meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Bayi dengan

Sindrom Down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang

mendekati masa menopause.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2.2.2 Ras/Etnis

Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat

dekat (sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal).

Perkawinan pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau incest.

Perkawinan incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan

memperbesar kemungkinan anak lahir dengan kelainan kongenital.30

2.5 Etiologi

Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal bagian

atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal.

Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat dan

tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal bermigrasi ke dalam dinding

usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di dalam dinding usus.31

Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit

Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia

endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan

dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari

faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -3. 32

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Dilatasi kolon akibat tidak ditemukannya sel saraf pada bagian akhir usus

Pleksus Myenterik (Auerbach) dan Pleksus Submukosal (Meissner)

2.6 Patofisiologi

Istilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan primer

dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa

(Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada satu segmen kolon atau lebih.

Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga

pendorong (peristaltik), yang menyebabkan akumulasi/ penumpukan isi usus dan

distensi usus yang berdekatan dengan kerusakan (megakolon). Selain itu, kegagalan

sfingter anus internal untuk berelaksasi berkontribusi terhadap gejala klinis adanya

obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat padat (feses), cairan, dan gas.12

Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang

aganglionik mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi usus

fungsional. Di bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran

dinding usus dengan penimbunan tinja dan gas yang banyak.

Penyakit Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi kraniokaudal pada

prekursor sel ganglion sepanjang saluran gastrointestinal antara usia kehamilan

Universitas Sumatera Utara

minggu ke-5 dan ke-12. Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat

distensi pada dinding usus, yang berkontribusi menyebabkan enterokolitis (inflamasi

pada usus halus dan kolon), yang merupakan penyebab kematian pada bayi/anak

dengan penyakit Hirschsprung.8

2.7 Gambaran Klinis

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran mekonium yang

terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang

terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan.

Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus,

sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk

waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat

berkurang ketika mekonium dapat dikeluarkan segera.11

Distensi abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus dan dapat disebabkan

oleh kelainan lain seperti atresia ileum. Muntah yang berwarna hijau disebabkan oleh

obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan gangguan pasase

usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans neonatal, atau peritonitis

intrauterine. Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita

penyakit Hirschsprung yang dapat menyerang pada usia berapa saja namun yang

paling tinggi saat usia dua-empat minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia

satu minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feses berbau busuk, dan

disertai demam.12,18

Universitas Sumatera Utara

2.8 Penatalaksanaan

Sampai pada saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat

dilakukan dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan tetapi

untuk menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa anus atau pemasangan

pipa lambung dan irigasi rektum. Pemberian antibiotika dimaksudkan untuk

pencegahan infeksi terutama untuk enterokolitis dan mencegah terjadinya sepsis.

Cairan infus dapat diberikan untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan

asam basa tubuh.33

Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama

dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi definitif.

Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah komplikasi

dan kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan menghilangkan

distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien. Tahapan kedua adalah

dengan melakukan operasi definitif dengan membuang segmen yang ganglionik

dengan bagian bawah rektum.

Dikenal beberapa prosedur tindakan definitif yaitu prosedur Swenson’s

sigmoidectomy, prosedur Duhamel, prosedur Soave’s Transanal Endorectal Pull-

Through, prosedur Rehbein dengan cara reseksi anterior, prosedur Laparoskopic

Pull-Through, prosedur dan prosedur miomektomi anorektal.11

Setelah diagnosis penyakit Hirschsprung ditegakkan maka sejumlah tindakan

praoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila penderita dalam keadaan

dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi dengan

pemberian cairan intravena, antibiotik, dan pemasangan pipa lambung. Apabila

Universitas Sumatera Utara

sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis maka cairan resusitasi cairan

dilakukan secara agresif, pemberian antibiotik broad spektrum secara ketat kemudian

segera dilakukan tindakan dekompresi usus.33

2.9 Komplikasi11,33

Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan

atas kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi sfingter.

Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita penyakit

Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan invasi bakteri

dan translokasi. Perubahan-perubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin,

kenaikan aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium difficile atau rotavirus

dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan yang sangat berat

enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik yang ditandai dengan demam,

muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen, dehidrasi dan syok. Terjadinya ulserasi

nekrosis akibat iskemia mukosa diatas segmen aganglionik akan menyebakan

terjadinya sepsis, pnematosis dan perforasi usus.

Infeksi pada penyakit Hirschsprung bersumber pada kondisi obstruksi usus letak

rendah. Distensi usus mengakibatkan hambatan sirkulasi darah pada dinding usus,

sehingga dinding usus mengalami iskemia dan anoksia. Jaringan iskemik mudah

terinfeksi oleh kuman, dan kuman menjadi lebih virulen. Terjadi invasi kuman dari

lumen usus, ke mukosa, sub mukosa, lapisan muscular, dan akhirnya ke rongga

peritoneal atau terjadi sepsis. Keadaan iskemia dinding usus dapat berlanjut yang

Universitas Sumatera Utara

akhirnya menyebabkan nekrosis dan perforasi. Proses kerusakan dinding usus mulai

dari mukosa, dan dapat menyebabkan enterokilitis.

Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita

penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling

tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu.

Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam.

Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis

enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi. Kejadian

enterokolitis berdasarkan prosedur operasi yang dipergunakan Swenson sebesar

16,9%, Boley-Soave sebesar 14,8%, Duhamel sebesar 15,4% dan sebesar Lester

Martin 20%. Gambaran klinis distensi abdomen ada sebanyak 29 orang, diare

sebanyak 38 orang, darah pada feses sebanyak 2 orang , muntah sebanyak 31 orang,

dan panas ada sebanyak 22 orang.

2.10 Prognosis

Kelangsungan hidup pasien dengan penyakit Hirschsprung sangat bergantung

pada diagnosis awal dan pendekatan operasi. Secara umum prognosisnya baik, 90%

pasien dengan penyakit Hirschsprung yang mendapat tindakan pembedahan

mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang masih mempunyai

masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen.

Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar

20%.23,24

Universitas Sumatera Utara

2.11 Pencegahan

2.11.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer pada penderita HIrschsprung dapat dilakukan dengan cara:

a. Health Promotion

Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang disebabkan oleh pengaruh

genetik yang tidak terlepas dari pola konsumsi serta asupan gizi dari ibu hamil

sehingga ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan disarankan berhati-

hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alcohol yang dapat memberikan

pengaruh terhadap kelainan tersebut. Pada tahap health promotion ini, sebagai

pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah perlunya perhatian terhadap

pola konsumsi sejak dini terutama sejak masa awal kehamilan. Menghindari

mengkonsumsi makanan yang bersifat karsinogenik, mengikuti penyuluhan mengenai

konsumsi gizi seimbang serta olah raga dan istirahat yang cukup

b. Spesific Protection

Pada tahap ini pencegahan dilakukan walaupun belum dapat diketahui adanya

kelainan maupun tanda-tanda yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung.

Pencegahan lebig mengarah pada perlindungan terhadap ancaman agent penyakitnya

misalnya melakukan akses pelayanan Antenatal Care (ANC) terutama pada skrining

ibu hamil beresiko tinggi, imunisasi ibu hamil, pemberian tablet tambah darah dan

pemeriksaan rutin sebagai upaya deteksi dini obstetric dengan komplikasi.

2.11.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan guna mengetahui adanya penyakit

Hisrchsprung dan menegakkan diagnosis sedini mungkin. Keterlambatan diagnosis

Universitas Sumatera Utara

dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang merupakan penyebab kematian seperti

enterokolitis, perforasi usus, dan sepsis. Pada tahun 1946 Ehrenpreis menekankan

bahwa diagnosa penyakit Hirschsprung dapat ditegakkan pada masa neonatal.

Berbagai teknologi tersedia untuk menegakkan diagnosis penyakit

Hirschsprung. Dengan melakukan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang

teliti, pemeriksaan radiografik, serta pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap

rektum, diagnosis penyakit Hirschsprung pada sebagian besar kasus dapat

ditegakkan.11,12

2.11.2.1 Anamnesis11

Adapun tanda-tanda yang dapat dilihat pada saat melakukan anamnesis adalah

adanya keterlambatan pengeluaran mekonium pertama yang pada umumnya keluar

> 24 jam, muntah berwarna hijau, adanya obstipasi masa neonatus. Jika terjadi pada

anak yang lebih besar obstipasi semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan

terhambat. Selain itu perlu diketahui adanya riwayat keluarga sebelumnya yang

pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal

sebelum usia dua minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi.

2.11.2.2 Pemeriksaan Fisik11

Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi.

Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan

menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan tampak perut anak sudah kembali

normal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui bau dari feses, kotoran yang

menumpuk dan menyumbat pada usus bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.

Universitas Sumatera Utara

2.11.2.3 Pemeriksaan Radiologi11,12

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting pada penyakit

Hirschsprung. Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya pemeriksaan enema

barium merupakan pemeriksaan diagnostik terpenting untuk mendeteksi penyakit

Hirschsprung secara dini pada neonatus. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai

gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi masih sulit untuk

membedakan usus halus dan usus besar.

Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa penyakit

Hirschsprung adalah enema barium, dimana akan dijumpai tiga tanda khas yaitu

adanya daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya

bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah

daerah dilatasi, serta terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit

Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah

24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feses. Gambaran khasnya adalah

terlihatnya barium yang membaur dengan feses ke arah proksimal kolon. Sedangkan

pada penderita yang tidak mengalami Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi

kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Foto polos abdomen pada penderita penyakit Hirschsprung

Gambar 2.5 Foto barium enema pada penderita penyakit Hirschsprung

2.11.2.4 Pemeriksaan Patologi Anatomi11

Diagnosis patologi-anatomik penyakit Hirschsprung dilakukan melalui

prosedur biopsi yang didasarkan atas tidak adanya sel ganglion pada pleksus

myenterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner). Di samping itu akan

terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut saraf (parasimpatik). Akurasi

Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan akan semakin tinggi apabila menggunakan pengecatan

immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada

serabut saraf parasimpatik.

Biasanya biopsi hisap dilakukan pada tiga tempat yaitu dua, tiga, dan lima

sentimeter proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, maka

dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam

laporannya, Polley (1986) melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa ada hasil

negatif palsu dan komplikasi.

2.11.2.5 Manometri Anorektal8,11

Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif yang

mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan sfingter

anorektal. Dalam praktiknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil

pemeriksaan klinis, radiologis, dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini

memiliki dua komponen dasar yaitu transuder yang sensitif terhadap tekanan seperti

balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau komputer.

Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung

adalah hiperaktivitas pada segmen dilatasi, tidak adanya kontraksi peristaltik yang

terkoordinasi pada segmen usus aganglionik, sampling reflex tidak berkembang yang

artinya tidak dijumpainya relaksasi sfingter interna setelah distensi rektum akibat

desakan feses atau tidak adanya relaksasi spontan.

Universitas Sumatera Utara

(a) (b)

Gambar 2.6 (a) Hasil pemeriksaan manometri anorektal pada pasien tanpa penyakit

Hirschsprung sedangkan gambar 2.6 (b) menunjukkan hasil

pemeriksaan manometri anorektal pada penderita penyakit

Hirschsprung

2.12 Kerangka Konsep

Adapun kerangkan konsep penelitian karakteristik bayi yang mengalami

penyakit Hirschsprung di RSUP H. Adam Malik tahun 2010-2012, sebagai berikut :

Karakteristik Bayi yang Mengalami Penyakit Hirschsprung

Sosiodemografi

1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Daerah Asal 4. Asal Rujukan

Status Rawatan

1. Keluhan Utama 2. Gambaran Klinis 3. Pemeriksaan Penunjang 4. Penatalaksanaan Medis 5. Komplikasi 6. Sumber Biaya 7. Lama Rawatan Rata-rata 8. Keadaan Sewaktu Pulang

Universitas Sumatera Utara