bab 2 tinjauan pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 teori
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan ( Agency Theory )
Teori keagenan menurut Jensen dan Meckling ( 1976 ) adalah “suatu
kontrak di bawah satu atau lebih yang melibatkan agent untuk melaksanakan
beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang
pegambilan keputusan kepada agent”. Baik maupun agent diasumsikan orang
ekonomi rasional dan semata – mata termotivasi oleh kepentingan pribadi.
mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer atau
agent. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan
keinginan pemegang saham. Tujuan utama dari teori keagenan ( agency theory )
adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak – pihak yang melakukan hubungan
kontrak dapat mendesain kontrak yag tujuannya untuk meminimalisasi biaya
sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian.
Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi
karena pihak – pihak yang saling bekerja sama mempunyai tujuan yang berbeda.
Teori keagenan ( agency theory ) ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan
yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan ( Eisenhardt, 1989 dalam Ernati
2009). Pertama adalah masalah keagenan yang muncul pada saat keinginan –
keinginan atau tujuan – tujuan principal dan agent saling berlawanan dan
merupakan hal yang sulit bagi principal untuk melakukan verifikasi apakah agent
Universitas Sumatera Utara
telah melakukan sesuatu dengan tepat. Kedua, masalah pambagian dalam
menanggung risiko yang timbul dimana principal dan agent memiliki sikap yang
berbeda terhadap risik. Inti dari hubungan keagenan adalah di dalam hubungan
keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan ( pihak
principal ) yaitu pemegang saham dengan pihak pengendalian ( pihak agent )
yaitu manajer yang mengelola perusahaan.
Ross ( 1973 ) menyatakan bahwa bisa dikatakan hubungan keagenan
muncul di antara dua ( atau lebih ) bagian dimana salah satu ditunjuk sebagai agen
yang bertindak atas nama atau sebagai perwakilan untuk pihak lain ( principal )
yang merupakan pemegang saham dalam perusahaan. Perusahaan yang
melakukan pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan
mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham. Perbedaan ini dapat terjadi karena manajer tidak perlu ikut menanggung
risiko sebagai akibat adanya pengambilan keputusan yang salah, begitu pula jika
mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Risiko tersebut sepenuhnya
ditanggung oleh para pemilik yaitu pemegang saham, karena pihak manajemen
tidak ikut menanggung risiko maka mereka cenderung untuk membuat keputusan
yang tidak optimal. Begitupun halnya dengan keuntungan yang diperoleh
perusahaan yang tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh manajer, sehingga
manajer tidak hanya berkonsentrasi pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan
keputusan pendanaan untuk peningkatan kemakmuran pemegang saham,
melainkan bertindak untuk mengejar kepentingannya sendiri. Para manajer
Universitas Sumatera Utara
memupunyai kecederungan untuk memperoleh keuntungan sebesar – besarnya
dengan biaya pihak lain.
Menurut Eisenhardt ( 1989 ) teori keagenan ( agency theory ) dilandasi
oleh beberapa asumsi. Asumsi – asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu, asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi.
Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan
sendiri ( self interest ), memiliki keterbatasan rasionalitas ( bounded rationality )
dan tidak menyukai risiko ( risk averse ). Asumsi keorganisasian menekankan
bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya asimetri informasi
antara principal dan agent, sedangkan asumsi informasi menekankan bahwa
informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Menurut Praptitorini dan Januarti ( 2007 ) mengemukakan bahwa pihak
ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara dan agent. Pihak
ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manajer ( agent ) apakah sudah
bertindak dengan tepat sesuai denga keinginan principal ( pemilik atau pemegang
saham ). Auditor adalah salah satu pihak yang mampu menjembatani kepentingan
pihak pemegang saham ( principal ) dengan kepentingan pihak manajemen (
agent ) dalam mengelola keuangan perusahaan. Auditor melakukan fungsi
monitoring pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan tahunan. Data
– data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pengguna
laporan keuangan yang mencerminkan kinerja perusahaan dan kondisi keuangan
perusahaan terlah mendapat pernyataan wajar dari auditor ( Komalasari, 2007 ).
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengurangi masalah keagenan dalam perusahaan, maka diperlukan
biaya yang disebut dengan biaya keagenan. Menurut Jensen dan Meckling ( 1976
) terdapat tiga macam biaya keagenan ( agency cost ), diantaranya adalah biaya
pengawasan oleh principal, biaya bonding, dan kerugian residual.
2.1.2 Auditing
Menurut Arens dan Loebbecke ( 2003 ), auditing adalah “pengumpulan
dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat
kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang ditetapkan”. Auditing harus
dilakukan oleh pihak yang kompeten dan independen. Dari definisi ini mencakup
beberapa kata atau frase kunci yaitu informasi dan kriteria yang telah ditetapkan,
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, dan orang yang kompeten dan
independen.
Maurtz dan Sharaf ( 1961 ) mengemukakan bahwa “auditing is analytical,
not constructive; it is critica, investigative, concerned with the basis for
accounting measurement and assertion”. Terjemahaanya adalah auditing bersifat
analitikal, tidak bersifat menyusun atau membangun, bersifat kritikal (
mempertanyakan ), investigatif ( menyelidik ), berurusan dengan dasar – dasar
pengukuran dan aseri akuntansi. Auditing berhubungan dengan verification (
memeriksa keakuratan atau ketelitian ), pemeriksaan data keuangan untuk menilai
kejujurannya dalam mencerminkan peristiwa dan kondisi. Data keuangan pada
dasarnya asersi mengenai fakta yang intangible ( assertion of intangible ).
Universitas Sumatera Utara
Verification harus menerapkan teknik dan metode pembuktian. Pembuktian adalah
bagian dari field of logic ( bidang logika ) yang oleh sebagian orang diistilahkan
sebagai science of proof atau ilmu pembuktian.
Pengertian menurut Mulyadi ( 2002 ) ialah “suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan
tentang kegiatan dan kejadian ekonomi”. Tujuaanya adalah untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan, serta penyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan. Menurut (Mulyadi, 2002), berdasarkan beberapa pengertian
auditing di atas maka audit mengandung unsur-unsur:
Suatu proses sistematis, artinya audit merupakan suatu langkah atau
prosedur yang logis, berkerangka dan terorganisasi. Auditing dilakukan
dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi dan
bertujuan.
Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, artinya proses
sistematik ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan
yang dibuat oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi
tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.
Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi, artinya pernyataan
mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi merupakan hasil proses
akuntansi.
Universitas Sumatera Utara
Menetapkan tingkat kesesuaian, artinya pengumpulan bukti mengenai
pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut
dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian antara pernyataan
dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat dikuantifikasikan,
kemungkinan pula bersifat kualitatif.
Kriteria yang telah ditetapkan, artinya kriteria atau standar yang dipakai
sebagai dasar untuk menilai pernyataan (berupa hasil akuntansi) dapat
berupa peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif, anggaran
atau ukuran prestasi yang ditetapkan oleh manajemen, prinsip akuntansi
berterima umum (PABU) di Indonesia.
Penyampaian hasil (atestasi), dimana penyampaian hasil dilakukan secara
tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report)
Pemakai yang berkepentingan, pemakai yang berkepentingan terhadap
laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan, misalnya
pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor, organisasi buruh
dan kantor pelayanan pajak
Pengertian auditing menurut ASOBAC ( A Statement of Basic Auditing
Concepts ) ialah “suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi
bukti – bukti secara objektif mengenai asersi – asersi tentang berbagai tindakan
dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi – asersi
Universitas Sumatera Utara
tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada
para pemakai yang berkepentingan”.
Menurut Sukrisno Agoes ( 2004 ), auditing adalah “suatu pemeriksaan
yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan
pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.
2.2 Lowballing cost
Menurut DeAngelo ( 1981 ), pengertian dari lowballing cost adalah
“penetapan fee yang lebih rendah ( discount ) dari penetapan fee yang seharusnya
diberikan oleh Kantor Akuntan Publik ( KAP ) dengan kliennya dengan tujuan
memperoleh klien yang lebih banyak dan lebih cepat”. Lowballing cost pasti
terjadi pada saat biaya transaksi, yaitu pada saat perusahaan membiayai penugasan
pertama kali auditor ( auditor start-up costs ) dan juga biaya pada pergantian
auditor dari auditor sebelumnya ( client switching costs ).
Menurut AICPA ( 1978 ), lowballing adalah “suatu praktek dimana
auditor mengenakan fee awal penugasan audit di bawah harga semestinya dengan
tujuan untuk memperoleh bisnis”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut ACCA ( Association of Chatered Certified Accountants, 2006 )
mengemukakan
“Lowballing is the ‘loss-leading’ practice in which auditors compete for
clients by reducing their fees for statutory audits. Lower audit fees are
then compensated by the auditor carrying out more lucrative non-audit
work (e.g. consultancy and tax advice). Audits may even be offered for
free. Such ‘predatory pricing’ may undercut an incumbent auditor to
secure an appointment into which higher price consultancy services may
be sold.”
Terjemahannya adalah Lowballing adalah suatu praktek yang merugikan di mana
auditor bersaing untuk klien dengan mengurangi biaya mereka untuk audit hukum.
Biaya audit yang lebih rendah kemudian dikompensasi oleh auditor melakukan
lebih menguntungkan non-audit kerja (misalnya konsultasi dan saran pajak).
Audit bahkan mungkin akan ditawarkan secara gratis. Seperti predatory pricing
dapat melemahkan kewajiban auditor untuk mengamankan janji di mana harga
yang lebih tinggi layanan konsultasi dapat dijual. Ada risiko ketidakmampuan jika
pekerjaan non-audit yang tidak terwujud dan perusahaan lowballing datang di
bawah tekanan untuk memotong sudut atau resor untuk praktik tidak teratur
(misalnya pemalsuan audit kertas kerja) untuk tetap dalam anggaran. Namun,
kurangnya kualitas audit hanya dapat ditemukan jika situasi muncul bahwa
perusahaan runtuh dan auditor
dibebankan dengan kelalaian.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Fee Audit
Lowballing cost sangat berkaitan erat dengan fee audit karena dari
besarnya suatu fee yang diterima auditor pada awal penugasan audit dapat
diketahui apakah terjadi praktik lowballing cost atau tidak.
Menurut DeAngelo ( 1981 ) dan Dye ( 1991 ), pengertian fee audit adalah
“pendapatan ( fee ) yang besarnya bervariasi karena tergantung dari beberapa
faktor dalam penugasan audit seperti ukuran perusahaan klien ( client size ),
kompleksitas audit yang dihadapi auditor ( audit complexity ), risiko audit yang
dihadapi auditor ( audit risk ), dan reputasi kantor akuntan publik yang melakukan
jasa audit ( The Big 4 Auditors )”.
Menurut Sankaraguruswamy dan Whisenant ( 2003 ), fee audit adalah
“pendapatan ( fee ) yang besarnya bervariasi karena tergantung dari beberapa
faktor dalam penugasan audit, seperti keuangan klien ( financial of client ), ukuran
perusahaan klien ( client size ), ukuran auditor atau KAP ( The Big 4 Auditors ),
keahlian yang dimiliki auditor mengenai industri ( industry expertise ), efisiensi
teknologi yang dimiliki auditor ( technological efficiency of auditors )”.
Menurut Mulyadi ( 2002 ), besarnya fee anggota tergantung pada risiko
penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan
untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan
pertimbangan prosesional lainnya.”
Universitas Sumatera Utara
2.4 Ukuran Kompleksitas Perusahaan
Ukuran perusahaan klien ( client size ) adalah besar kecilnya perusahaan
klien yang sedang diaudit oleh auditor atau KAP. Variabel indikator untuk
mewakili faktor ukuran perusahaan adalah total aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan klien tersebut ( Craswell et al. 1995 ).
Kompleksitas jasa audit yang diberikan ( Audit Complexity ) adalah ukuran
rumit tidaknya transaksi yang dimiliki oleh klien Kantor Akuntan Publik ( KAP )
untuk diaudit ( Mulyadi, 2002 ). Variabel indikator untuk mewakili faktor audit
complexity adalah jumlah anak perusahaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan (
klien ) karena jika perusahaan memiliki anak perusahaan maka transaksi yang
dimiliki klien semakin rumit karena perlu membuat laporan konsolidasi ( Beams,
2000 ).
2.5 Risiko audit
Menurut Mulyadi ( 2002 ), risiko penugasan audit ( Audit risk ) adalah
“risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material”. Menurut Mulyadi ( 2002 ), Material adalah
“besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat
dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas pengaruh
terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi
tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu”. Variabel indikator untuk
Universitas Sumatera Utara
mewakili risiko audit adalah berupa rasio keuangan yaitu rasio cepat ( quick ratio
), dan perputaran piutang usaha ( account receivable turnover ).
Rasio cepat ( Quick ratio )
Perusahaan dengan nilai rasio cepat rendah akan lebih berisiko karena
perusahaan tidak liquid dan akan menyebabkan biaya fee audit menjadi
tinggi ( Craswell dan Francis, 1996 ). Quick ratio adalah rasio yang
mengukur likuiditas aktiva lancar perusahana atas pelunasan hutang lancar
perusahaan. Rumus:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡 = 𝐾𝑎𝑠 + 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎 𝑘𝑙𝑖𝑒𝑛
𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
Pengertian:
Kas : aktiva lancar yang meliputi uang
kertas/logam dan benda-benda lain yang
dapat digunakan sebagai media tukar/alat
pembayaran yang sah dan dapat diambil
setiap saat.
Piutang usaha klien : tuntutan terhadap pihak lain yang berupa
uang, barang-barang atau jasa-jasa yang
dijual secara kredit.
Hutang lancar : kewajiban-kewajiban yang akan diselesaikan
pembayarannya dalam jangka waktu kurang
dari satu tahun.
Universitas Sumatera Utara
Perputaran piutang usaha ( Account receivable turnover )
Menurut Warren Reeve (2005:407), perputaran piutang adalah “Usaha
(account receivable turn over) untuk mengukur seberapa sering
piutang usaha berubah menjadi kas dalam setahun”. Jika tingkat
perputaran piutang usaha tinggi, maka kemungkinan besar adanya
kesalahan atau kecurangan yang terjadi dan dapat menyebabkan
kesulitan dalam melaksanakan audit.
Rumus:
𝐴𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑡𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
Pengertian:
Penjualan : suatu transfer hak atas benda-benda
Rata – rata piutang : menjumlahkan piutang awal periode dengan
piutang akhir periode dibagi dua.
2.6 Reputasi Kantor Akuntan Publik ( KAP )
Menurut Craswell et al ( 1995 ), di dalam KAP yang memiliki reputasi
atau nama besar ( The Big 8 Auditors ), auditor akan menghasilkan tingkat
kualitas audit yang melebihi baik persyarata minimal keprofesionalan dan kualitas
dari KAP yang tidak memiliki nama besar ( non The Big 8 Auditors ). Menurut
Diacon ( 2002 ), auditor yang berkualitas tinggi membuat sedikit kesalahan audit
daripada auditor yang berkualitas rendah sehingga memiliki biaya audit yang
Universitas Sumatera Utara
lebih tinggi daripada auditor berkualitas rendah. Pada tahun 1999 masih terdapat 8
KAP yang mempunyai reputasi atau nama besar yang disebut The Big 8, namun
pada tahun 2003 jumlahnya menjadi 4 KAP yang memiliki nama besar yang
disebut dengan The Big 4. Variabel indikator untuk mewakili faktor nama besar
KAP adalah nama KAP yang mengaudit klien termasuk dalam The Big 4. Pada
tahun 2012, empat KAP yang termasuk The Big 4 Auditors adalah:
KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernest & Young.
KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche
Tohmatsu.
KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG
KAP Tanudireja Wibinasa & Rekan berafiliasi dengan
PricewaterhouseCoopers.
2.7 Pendapat auditor
Menurut Mulyadi ( 2002 ), pendapat auditor terdiri dari:
Pendapat Wajar tanpa Pengecualian
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal material,
posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Ini adalah pendapat yang
dinyatakan dalam laporan audit baku. Laporan audit dengan pendapat
Universitas Sumatera Utara
wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut ini
dipenuhi:
1. Semua laporan – neraca, laporan laba rugi, laporan ekuitas
pemilik, laporan arus kas – terdapat dalam laporan
keuangan.
2. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat
dipenuhi auditor.
3. Bukti cukup dapat dikumpulkan auditor, dan auditor telah
melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga
memungkinkannya untuk melaksanakan tiga standar
pekerjaan lapangan
Pendapat Wajar dengan Pengecualian
Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:
1. Tidak adanya bukti kompoten yang cukup atau adanya
pembatasan ruang lingkup audit yang mengakibatkan
auditor berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan
pendapat.
2. Auditor, yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan
keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia, yang berdampak material,
dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat
tidak wajar.
Universitas Sumatera Utara
Pendapat tidak wajar
Dengan pendapat tidak wajar, auditor menyatakan bahwa laporan
keuangan tidak menyajikan secara wajar dalam posisi laporan keuangan,
hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum.
Tidak memberikan pendapat
Dengan pernyataan tidak memberi pendapat, auditor menyatakan bahwa ia
tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pernyataan tidak
memberikan pendapat diberikan oleh auditor jika auditor tidak
melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan
auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pernyataan tidak
memberikan pendapat juga dapat diberikan auditor jika auditor dalam
kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Pendapat Wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan
karena keraguan tentang kelangsungan hidup entitas.
Menurut SA Seksi 341 Pertimbangan Auditor atas Kemampuan Entitas dalam
Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya membahas tanggung jawab auditor
untuk menilai dan mengungkapkan kemampuan entitas yang diaudit dalam
mempertahankan kelangsungan hidup. Adanya satu atau lebih peristiwa atau
keadaan berikut ini dapat menyebabkan keraguan besar terhadap kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya:
1. Kerugian signifikan yang terjadi secara terus menerus dari usaha entitas
atau kekurangan modal kerja.
2. Ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya pada saat
jatuh tempo
3. Kehilangan customer utama, terjadinya bencana yang tidak dicakup
dalam asuransi, atau kesulitan besar dalam hubungan dengan buruh.
4. Tuntutan pengadilan, pemberlakuan aturan perundangan, atau hal – hal
semacam yang memungkinkan membahayakan kelangsungan hidup
entitas.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Penelitian terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan praktik lowballing (
audit fee yang rendah ) antara lain:
Tabel 2.1
Peneliti Terdahulu
Nama Judul Hasil Penelitian
DeAngelo ( 1981 ) Auditor Independence, “
Lowballing “, and Disclosure
Regulation
KAP yang besar akan berusaha
untuk menyajikan kualitas audit
yang lebih baik dibandingkan
dengan KAP yang kecil
Chandra dan Arijit
( 1994 )
Audit Pricing, Lowballing, and
Auditor Turnover: A Dynamic
Analysis
Klien hanya dapat melakukan
penawaran harga untuk satu
periode sekali
Craswell dan
Francis ( 1999 )
Pricing Initial Audit
Engagement: A Test of
Competing Theories “
Fee audit yang dipublikasikan
akan menghalangi praktik
lowballing yang terjadi pada awal
penugasan audit
Universitas Sumatera Utara
Derek K. Chan
( 1999 )
“ Lowballing” and Efficiency
in a Two Period Specialization
Model of Auditing Competition
Lowballing terjadi hanya pada
segemen pasar tertentu dimana
kantor akuntan publik bersaing
secara ketat dan implikasi
ekonomi untuk melarang praktik
lowballing
Johnstone dan
Bedard ( 2001 )
Engagement planning, bid
pricing, and client response in
the market for initial attest
engagements
Risiko klien yang tinggi
berhubungan dengan pemakaian
bekerja spesialis, keterlibatan
tenaga ahli, dan fee audit yang
tinggi, tetapi tidak berhubungan
dengan tambahan jam audit
Beaulieu ( 2001 ) The effects of judgements of
new clients’ integrity upon risk
judgements,audit evidence and
fees
Penliaian risiko yang rendah
berhubungan dengan pengurangan
upaya audit dan fee yang lebih
rendah
Stephen et al.
( 2002 )
Highballing and Lowballing in
Audit Pricing: The Impact of
Error
Klien yang memiliki informasi
lebih tentang keuangan
perusahaannya daripada auditor
akan dapat menyebabkan praktik
lowballing agar auditor mendapat
informasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kevan dan Jeff
( 2003 )
Audit Pricing and Audit
Quality : The Influence of The
Introduction of Price
Competition
Persaingan harga audit akan
menyebabkan audit fee yang
rendah, lowballing pada awal
penugasan audit, eliminasi dari
premi fee, dan merendahkan
tingkatan industri
Presha et al ( 2003 ) Gender Differences in
Auditor’s Attidutes Toward
Lowballing : Implications for
Future Practice
Kaum perempuan akan lebih
menolak praktik lowballing
daripada kaum pria.
Sankaraguruswamy
( 2003 )
Pricing Initial Audit
Engagement: Empirical
Evidence Following Public
Disclosure of Audit Fees“
Harga penugasan awal audit pada
kantor akuntan publik di Amerika
Serikat jika dipublikasikan akan
lebih konsisten dengan teori
DeAngelo ( 1981 )
Darius ( 2012 ) An Experimental Investigation
of the Influence of Audit Fee
Structure and Auditor
Selection Rights on Auditor
Independence and Client
Investment Decisions
Lowballing adalah sebuah
ancaman pada independensi
auditor dan kinerja manajer dalam
laporan regulasi
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka konseptual
Penelitian ini akan menguji hubungan ukuran kompleksitas perusahaan,
pendapat auditor, reputasi kantor akuntan publik, dan risiko audit dengan praktik
lowballing yang dilakukan oleh auditor.
Hubungan antara ukuran kompleksitas perusahaan, pendapat auditor,
reputasi kantor akuntan publik, dan risiko audit dengan praktik lowballing yang
dilakukan oleh auditor dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Penjelasan gambar:
Dari kerangka konseptual diatas, peneliti menggunakan ukuran perusahaan,
jumlah cabang perusahaan, pendapat auditor, reputasi kantor akuntan publik,rasio
cepat dan rasio perputaran piutang usaha sebagai variabel independen, sedangkan
praktik lowballing ( audit fee yang rendah ) sebagai variabel dependen.
H7
H4
H3
H1
H2
Praktik
Lowballing Reputasi kantor akuntan publik
Ukuran perusahaan
Jumlah cabang perusahaan
Pendapat Auditor
H5 Rasio cepat
Rasio perputaran piutang usaha H6
Universitas Sumatera Utara
2.10 Hipotesis Penelitian
Menurut Erlina ( 2008 ), hipotesis adalah “ungkapan atau pernyataan yang
dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau
konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomema – fenomena yang
dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Hipotesis merupakan
penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah
terjadi atau akan terjadi. Berdasarkan perumusan masalah dalam kerangka
konseptual sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Ukuran kompleksitas perusahaan mempengaruhi praktik lowballing
H2: Jumlah cabang perusahaan mempengaruhi praktik lowballing
H3: Pendapat auditor periode sebelumnya dapat mempengaruhi praktik
lowballing
H4: Reputasi kantor akuntan publik dapat mempengaruhi praktik
lowballing
H5: Rasio cepat mempengaruhi praktek lowballing
H6: Rasio perputaran piutang usaha mempengaruhi praktik lowballing
H7: Ukuran perusahaan, jumlah cabang perusahaan, pendapat auditor,
reputasi Kantor Akuntan Publik (KAP) , rasio cepat, dan rasio
perputaran piutang usaha berpengaruh secara bersama – sama
maupun secara partial terhadap praktik lowballing
Universitas Sumatera Utara