bab 2 tinjauan pustaka 2.1. pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25013/3/chapter...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pelayanan Publik
Davidow dalam Waluyo ( 2007:127) mendefenisikan pelayanan sebagai hal-
hal yang jika diterapkan terhadap sesuatu produk, akan meningkatkan daya atau nilai
terhadap pelanggan . Pelayanan yang baik membutuhkan instruktur pelayanan uang
sangat baik pula. Sedangkan menurut Boediono ( 2003: 60), pelayanan adalah suatu
proses bantuan kepada orang lain dengn cara-cara tertentu yang memerlukan
kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptnaya kepuasan dan keberhasilan.
Pelayanan umum menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan aparatur
Negara ( Men-PAN) No.81 tahun 1993 adalah segala bentuk kegiatan pelayanan
umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah dan lingkungan
Baan Usaha Milik Negara / Daerah dalam bentuk barabg atau jasa, baik dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009, dinyatakan pelayanan publik
adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Menurut Nurmandi (1999: 14) Pelayanan publik mempunyai beberapa ciri yaitu :
a. Tidak dapat memilih konsumen, artinya setiap masyarakat yang datang dan
membutuhkan pelayanan harus diperlakukan secara baik
Universitas Sumatera Utara
b. Peranannya dibatasi oleh undang-undang, artinya dalam menjalankan tugas
melayani kepentingan masyarakat, tetap ada norma, aturan dan ketentuan yang
menjadi batas dan dasar.
c. Politik menginstitusionalkan konflik, artinya berbagai konflik dan
permasalahan yang terjadi sering merupakan dampak dari politik.
d. Pertanggungjawaban yang kompleks, karena mengatasnamakan negara maka
dalam pelayanan publik ada berbagai prosedur yang tetap harus dijalankan.
e. Sangat sering diteliti.
f. Semua tindakan harus mendapat justifikasi.
g. Tujuan atau output sulit diukur atau ditentukan.
Dalam UU No 25 tahun 2009 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik
sekurang-kurangnya meliputi:
a. pelaksanaan pelayanan;
b. pengelolaan pengaduan masyarakat;
c. pengelolaan informasi;
d. pengawasan internal;
e. penyuluhan kepada masyarakat; dan
f. pelayanan konsultasi
2.1.1. Asas Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa,
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan ((Keputusan
MENPAN Nomor 63 Tahun 2004) sebagai berikut:
a. Transparansi
Universitas Sumatera Utara
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan
dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
b.Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
dengan tetap berpegangan pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
d.Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan,
gender dan status ekonomis.
f. Keseimbangan Hak dan
Pemberian dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
2.1.2. Kelompok Pelayanan Publik
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 membedakan jenis pelayanan
menjadi empat kelompok. Adapun empat kelompok tersebuta dalah sebagai berikut:
a. Kelompok Pelayanan Administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status
kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap
suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku
Universitas Sumatera Utara
Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat
Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya.
b. Kelompok Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon,
penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.
c. Kelompok Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan
kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.
2.1.3. Paradigma Dalam Pelayanan Publik
Pada masa sekarang ini, telah terjadi berbagai perkembangan paradigma
tentang pelayanan publik. Dalam konteks perkembangan Ilmu Administrasi Publik,
terdapat tiga aliran atau periode yaitu The Old Publik Administration, New Publik
Managemant dan The New Pulic Service. The Old Publik Administration
menempatkan masyarakat sebagai klien yamg tidak mempunyai kekuatan (powerless)
sehingga harus patuh terhadap semua ketentuan birokrasi.
( Mardiasmo, 2003:6) Sedangkan dalam paradigma New Publik Managemant
meletakkan mekanisme pasar sebagai pedoman dalam pelayanan publik. Dalam
paradigma ini konsep Reinventing Goverment yang merupakan hasil pemikiran David
Osborne dan Ted Gaebler, menjadi dasar dalam pelayanan publik. Paradigma yang
sekarang adalah The New Pulic Service yang menempatkan warga masyarakat sebagai
warganegara (citizens) yang memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan publik yang
memadai dari negara. Secara tegas The New Pulic Service menyodorkan doktrin baru
dalam Studi Administrasi Publik yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Melayani warganegara, bukan konsumen.
2. Mengutamakan kebutuhan publik.
3. Nilai-nilai kewarganegaraan lebih berharga daripada kewirausahaan.
4. Berfikir strategis, bertindak demokratis.
5. Menyadari bahwa akuntabilitas bukan merupakan hal yang sederhana.
6. Lebih melayani daripada mengarahkan.
7. Mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, bukan sekedar mengejar
produktivitas. (Denhardt & Denhardt, 2003 ).
Gambar 1 : Model Perubahan paradigma Dalam Pelayanan publik
PIRAMIDA I PIRAMIDA II PENGUASA PELAYAN
Masyarakat Pengguna
Manager Masyarakat Pengguna
Pekerja Pekerja
Manager
Sumber : Modul Reformasi Manajemen Pelayanan Publik, Kerjasama Pemko Binjai dengan PPs MAP UMA, Medan
2.1.4. Kualitas Pelayanan Publik
Universitas Sumatera Utara
Kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting dalam organisasi jasa Hal
ini disebabkan oleh kualitas pelayanan merupakan salah satu alat yang digunakan
untuk mengukur kinerja organisasi jasa.Sedangkan bagi organisasi atau perusahaan
yang menghasilkan barang, pengukuran kinerja dapat diukur dengan mengukur
kualitas dari barang tersebut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
KEP/25PAN/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM), dari hasil pengujian akademis/ilmiah yang dilaksanakan
Kementrian PAN dengan BPS dapat diperoleh 14 (empat belas) unsure yang relevan,
valid dan reliable sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran
indeks kepuasan masyarakat yang dapat diberlakukan untuk semua jenis pelayanan
termasuk pelayanan kesehatan, yaitu :
1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;
2) Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya;
3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan
tanggungjawabnya);
4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang
berlaku;
5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;
Universitas Sumatera Utara
6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang
dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada
masyarakat;
7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan yang dilayani.
8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling
menghargai dan menghormati;
10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya
biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;
11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang telah ditetapkan;
12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan;
13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada
penerima pelayanan.
14) Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat
merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang
diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
Kualitas pelayanan secara umum harus memenuhi harapan-harapan pelanggan
dan memuaskan kebutuhan mereka. Namun demikian meskipun definisi ini
berorientasi pada konsumen, tidak berarti bahwa dalam menentukan kualitas
pelayanan penyedia jasa harus menuruti semua keinginan konsumen. Dengan kata
lain, dalam menetapkan kualitas pelayanan, perusahaan harus mempertimbangkan
selain untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan, juga tersedia sumberdaya dalam
perusahaan.
Menurut UU No. 25 tahun 2009, penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan:
1. kepentingan umum;
2. kepastian hukum; kesamaan hak;
3. keseimbangan hak dan kewajiban;
4. keprofesionalan;
5. partisipatif;
6. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
7. keterbukaan;
8. akuntabilitas;
9. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok
10. rentan;
11. ketepatan waktu; dan
12. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
2.1.5. Konsep Kinerja Pelayanan Publik
Keban dalam H.A Nasir (2009:26) menjelaskan bahwa kinerja (performance)
dapat didefenisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “ the degree of
Universitas Sumatera Utara
occomplishmnet “ atau dengan kata lain kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan
organisasi. Selanjutnya dikemukakan behwa dalam instansi pemerintah khususnya
penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas dan efisiensi
pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, memonitor para kontraktor,
menyesuaikan budget, mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan kebutuhan
masyarakat yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik.
Untuk dapat melakukan penilaian kinerja organisasi publik yang bersifat
multidimensional ( dwiyanto dalam H.A. Nasir, 2009:8), menyatakan diperlukan
penilaian kinerja dengan memperhatikan seluruh dimensi kinerja yang ada. Untuk itu
Dwiyanto merekomendasikan bahwa untuk mengukur kinerja sebuah organisasi dapat
digunakan beberapa variabel dengan sumber data dan metodologi sebagai berikut:
a. Produktivitas
Produktivitas yang dimaksud adalah konsep produktivitas yang tidak hanay
mengukur efisiensi, namun juga diperluas sehingga mencakup efektivitas pelayanan
yaitu seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan. Penilaian
produktivitas organisasi dilakukan pada tingkat organisasi dengan menggunakan
dokumen-dokumen seperti catatan dan laporan-laporan organisasi yang tersedia di
organisasi tersebut. Penilaian produktivitas ini dapat dilakukan antara lain
berdasarkan catatan mengenai penggunaan sumber daya organisasi dan hasil-hasil
yang diperoleh organisasi.
b. Kualitas Layanan
Kualitas layanan sering sekali membentuk image masyarakat terhadap
organisasi pelayanan publik. Banyak image negatif yang terbentuk mengenai
organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kulaitas layanan
Universitas Sumatera Utara
yang diterima dari organisasi publik. Oleh karena itu kepuasan masyarakat terhadap
layanan publik dapat dijadikan sebagai indikator kinerja organisasi publik.
Sumber utama dari kualitas layanan adalah penilaian pengguna jasa atau
masyarakat. Namun, uji silang juga dapat dilakukan dengan memeriksa laporan dan
dokumen organisasi mengenai pelayanan yang diberikan. Survei adalah salah satu
cara yang dapat digunakan untui mencari data mengenai kualitas layanan dengan
mengukur tingkat kepuasan mereka terhadap kualitas layanan organisasi.
c. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat,menyusun agenda dan proiritas pelayanan dan mengembangkan program-
program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan keselarasan antara program dan
kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Data untuk menilai
responsivitas bisa bersumber dari masyarakat dan organisasi. Data organisasi dipakai
untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, sedangkan data
masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasikan jenis kegiatan
dengan masyarakat.
d. Responsibilitas
Responsibilitas akan menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi
publik itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau
yang sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit maupun yang eksplisit.
Karena itu bisa saja responsibilitas akan bertentangan dengan responsivitas, yaitu
ketika prinsip-prinsip harus dijalankan maka respon terhadap kebutuhan masyarakat
akan diabaikan, atau sebaliknya. Responsibiltas sebuah organisasi dapat dinilai
dengan menganalisa dokumen-dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Dalam hal
Universitas Sumatera Utara
ini dicoba untuk mencocokkan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan
prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.
e. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik mangacu pada seberapa besar kebijakan dan kegiaan organisasi
publik tunduk pada pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa
para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat dengan sendirinya haru mampu
mewujudkan apa yang menjadi kepentingan masyarakat. Kinerja organisasi publik
tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang bisa dikembangkan oleh organisasi
atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja juga seharusnya diukur dari
eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu
kegiatan organisasi akan memiliki akuntabilitas yang tinggi bila kegiatan tersebut
dianggap benar dan sesuia dengan nilai-nilai dan norma yang berkembang dalam
masyarakat.
2.1.6. Biaya Pelayanan Publik
Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
tahun 2003 diamanatkan agar penetapan besaran biaya pelayanan publik perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat
b. Nilai/harga yang berlaku atas barang dan atau jasa
c. Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan publik yang memerlukan
tindakan seperti penelitian, pemeriksaaan, pengukuran dan pengajuan
d. Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan memperhatikan prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Penilaian Kualitas Pelayanan
Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli dalam upaya untuk
menemukan definisis penilaian kualitas. Parasuraman (1985;88) mendefinisikan
penilaian kualitas pelayanan sebagai pertimbangan global atau sikap yang
berhubungan dengan keunggulan (superiority) dari suatu pelayanan (jasa). Dengan
kata lain, penilaian kualitas pelayanan adalah sama dengan sikap individu secara
umum terhadap kinerja perusahaan. Penilaian kualitas pelayanan adalah tingkat dan
arah perbedaan antara persepsi dan harapan pelanggan. Selisih antara persepsi dan
harapan inilah yang mendasari munculnya konsep gap (perception-expectation gap).
Dari penelitian ini ditemukan bahwa penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada
lima dimensi kualitas yaitu tangibility, reliability, responsiveness, assurance dan
emphaty. Penjelasan dari kelima dimensi tersebut adalah :
1. Tangibility, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana
komunikasi.
2. Reliability, yaitu kemampuan perusahan untuk memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan tepat waktu dan memuaskan.
3. Responsiveness, yaitu kemampuan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Assurance, mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau
keragu-raguan.
5. Emphaty, mencakup kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.8. Kualitas Pelayanan Kesehatan
Definisi rumah sakit menurut Keputusan Menteri Republik Indonesia nomor
983.MENKES/SK/1992 mengenai pedoman rumah sakit umum dinyatakan bahwa:
Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang
bersifat dasar, spesialistik dan pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan. Berikut
merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit secara lengkap, yaitu
a. Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,
b. Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis
tambahan,
c. Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman,
d. Melaksanakan pelayanan medis khusus,
e. Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,
f. Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,
g. Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,
h. Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,
i. Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal
(observasi),
j. Melaksanakan pelayanan rawat inap,
k. Melaksanakan pelayanan administratif,
l. Melaksanakan pendidikan para medis,
m. Membantu pendidikan tenaga medis umum,
n. Membantu pendidikan tenaga medis spesialis,
o. Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,
p. Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,
Universitas Sumatera Utara
Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit yang di
Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas “a, b, c, d”.
berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. Perubahan kelas rumah
sakit dapat saja terjadi sehubungan dengan turunnya kinerja atau kualitas rumahsakit
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Indonesia melalui Keputusan Dirjen Yan
Medik ( Pelayanan Medik)
Menurut Ovreveit (dalam Ester Saranga, 2000) kualitas dalam jasa kesehatan
terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan dengan apakah pelayanan yang
diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pasien), kualitas professional (yang
berkaitan apakah pelayanan yang diberikan memenuhi kebutuhan pasien sesuai
dengan yang didiagnosa oleh para professional), dan kualitas manajemen (yang
berkaitan dengan apakah jasa yang diberikan dilakukan tanpa pemborosan dan
kesalahan, pada harga yang terjangkau, dan memenuhi peraturan-peraturan resmi dan
peraturan lainnya). Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit.
Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur). BOR adalah
persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini
memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit.
2. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat).
AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga
dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada
Universitas Sumatera Utara
diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih
lanjut.
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran). TOI menurut Depkes RI
(2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi
ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada
kisaran 1-3 hari.
4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur). BTO menurut
Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya
dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
5. NDR (Net Death Rate). NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka
kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar.
Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
6. GDR ( Gross Death Rate). GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka
kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.
Indikator yang akan digunakan sebagai skala dari kepuasan pasien yaitu indikator
tinggi rendahnya kepuasan pasien ( Zahrotul, 2008:56), yang meliputi :
a. Sikap dan pendekatan petugas rumah sakit kepada pasien yaitu sikap
petugas rumah sakit kepada pasien ketika pasien pertama kali datang di
rumah sakit, keramahan yang ditunjukkan petugas rumah sakit, dan
kecepatan penerimaan pasien yang datang ke rumah sakit.
b. Kualitas pelayanan perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja
yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien berupa
pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan
Universitas Sumatera Utara
penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien
selama berada di rumah sakit.
c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi
pasien mulai masuk rumah sakit, selama perawatan berlangsung, dan
ketika keluar dari rumah sakit, kecekatan petugas dalam melayani
pasien, dan penjelasan rincian biaya yang digunakan pasien selama
berada di rumah sakit.
d. Fasilitas-fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang
inap, kualitas makanan, kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, dan
lokasi rumah sakit.
e. Fasilitas-fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang
inap, kualitas makanan, kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, dan
lokasi rumah sakit.
2.2. Pengertian Administrasi
Administrasi atau Administration ( Bahasa Inggris ) berasal dari kebudayaan
Romawi ” Administratio ”. Kemudian istilah ini banyak dipergunakan oleh
masyarakat dan bangsa-bangsa di benua Eropah. Istilah ini mulai digunakan di
Indonesia ketika masa penjajahan Belanda. Administration berasal dari kata kerja ”to
administer” yang berarti mengurus. Sedangkan dalam Bahasa Latin ( ”ad+minister”)
yang berarti pemberian jasa atau pengabdian. Menurut James M. Hutabarat (1984:17)
administrasi berarti pemberian bantuan pelayanan, pemeliharaan, perlakuan,
pelaksanaan, pimpinan, pengelolaan dan pemerintahan. Administrasi juga berarti
menyelenggarakan tatausaha seperti regitrasi, inventarisai, pembukuan,
korespondensi, kearsipan dan dokumentasi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Bentuk Wadah Administrasi
Dalam setiap penyelenggaraan kegiatan kerjasama atau administrasi, dapat dibedakan
orang-orang yang mengemban tugas dalam kegiatan yang ada menjadi 4 (empat)
golongan yaitu ( Ibid, 1984: 31) :
a. Administrator dan kepala administrasi adalah orang atau orang-orang yag
menentukan dan mempertahankan tujuan, merumuskan dan menetapkan
berbagai kebijakan yang dipakai sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
seluruh kegiatan.
b. Manajer atau pelaksana atau pimpinan kerja adalah orang-orang yang
memimpin dalam pelaksanaan penyelenggaraan kerja
c. Staff atau pembantu ahli adalah orang-orang yang bertugas membantu atau
sebagai pembantu ”otak” administrator dan menejer melalui bidang
keahliannya masing-masing.
d. Karyawan atau pekerja atau pegawai adalah orang-orang yang diberi tugas
berdasarkan bidang kejuruan, keahlian, ketrampilan serta melaksanakannya
dengan syarat-syarat seperti waktu, rencana, jadwal, biaya dan sebagainya
yang telah ditentukan oleh manajer.
2.2.2. Pelayanan Publik Dalam Konteks Administrasi Negara
Dalam pembahasan pelayanan publik, sebagai pihak yang paling proaktif
melayani pelanggan adalah birokrasi yang disamakan dengan perusahaan yang
berorientasi kepada pelanggan. Birokrasi di sini sesuai dengan keputusan Men- PAN
No. 81 tahun 1993, meliputi :
a. Instansi Pemerintah Pusat
Universitas Sumatera Utara
b. Instansi Pemerintah Daerah
c. Badan Usaha Milik Negara
d. Badan Usaha Milik Daerah
Instansi pemerintah adalah sebutan kolektif yang meliputi satuan kerja /organisasi
departemen, Lembaga Pemerintah non-departemen,instsansi pemerintah lainnya,
baik di tingkat pusat maupun daerah, termasuk Badan Usaha Milik Pusat maupun
Badan Usaha Milik Daerah
2.3. Evaluasi Pelayanan Publik
Charles O. Jones dalam Sutan Tolang Lubis ( tesis, 2007 : ), mengatakan bahwa
” evaluation is an action activity can contribute greatly to the understanding and
improvement of policy development and implementation” ( evaluasi adalah kegiatan
yang dapat menyumbangkan pengertian yang besar nilainya dan dapat pula membantu
penyempurnaan pelaksanaan kebijakan beserta perkembangannya). Sedangkan
menurut AG. Subarsono ( 2005: 119) evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat
kinerja sebuah kebijakan. Dari defenisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa evaluasi
bertujuan untuk menyempurnakan pelaksanaan dari sebuah rencana atau program.
Dengan kata lain, dengan adanya evaluasi dapat diketahui apa yang menjadi
kelemahan dan kendala-kendala dalam menerapkan sebuah kebijakan atau sebuah
program yang selanjutnya dapat dicari solusi atau cara mengatasinya.
William N. Dunn ( 2003:609) menyatakan bahwa evaluasi mempunyai fungsi
sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja
kebijakan, yai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah tercapai
melalui tindakan publik.
2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai
yang mendasari pemilihan tujuan dan target.
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan
lainnya. Informasi mengenai tidak memadainya kinerja kebijakan dapat
memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan.
Menurut AG. Subarsono, (2005:120), evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat
dirinci sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat kinerja sebuah kebijakan. Melalui evaluasi dapat
diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.
2. Mengukur tingkat efisisensi sebuah kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran (output) sebuah kebijakan.
4. Mengukur dampak sebuah kebijakan.
5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan
6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang.
Untuk menjalankan evaluasi terhadap sebuah kebijakan ada beberapa kriteria
yang menjadi indikator dari proses evaluasi tersebut yaitu:
1. Efektivitas.
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti terjadinya suatu efek atau
akibat yang dikehendaki dalam sesuatu perbuatan (Ensiklopedi Administrasi,
1989:149). Efektif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dapat membawa
Universitas Sumatera Utara
hasil, berhasil guna. Sedangkan menurut Handoko (1993:7) efektivitas adalah
kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kalau seseorang melakukan suatu
perbuatan dengan maksud tertentu yang memang dikehendaki, maka orang itu
dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat sebagaimana yang dikehendakinya
(Ensiklopedi Administrasi, 1989:147).
Efektivitas pelayanan dari birokrasi pemerintah dapat dipengaruhi oleh kepuasan
masyarakat yang dilayani dan juga tingkat kedisiplinan pegawai dengan mentaati
peraturan dan prosedur yang ada sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Selain
itu, pada dasarnya cara yang terbaik untuk meneliti efektivitas ialah dengan
memperhatikan secara serempak tiga buah konsep yang saling berhubungan yaitu
optimasi tujuan, perspektif sistematika dan tekanan pada segi perilaku
manusia dalam susunan organisasi. Lain halnya dengan Sondang P. Siagian
yang menerangkan bahwa efektivitas dapat diukur dari tingkat disiplin pegawai,
apakah pegawai dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu atau tidak. Kemudian,
Manullang menambahi bahwa efektivitas dapat juga diukur melalui koordinasi
yang baik dan tingkat prestasi pegawainya, bagaimana cara pegawai
mengintepretasikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Malayu Hasibuan
(2003:14) mengatakan bahwa efektivitas juga dapat diukur dari motivasi pegawai
dalam melaksanakan pekerjaanya. Lain halnya dengan Miftah Thoha ( 1999: 19)
yang menjelaskan bahwa efektivitas suatu organisasi juga dipengaruhi oleh
perilaku-perilaku pegawai yang ada dalam organisasi tersebut. Sedangkan Kotler (
dalam Skripsi Ruswati, Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto, 2005)
berpendapat bahwa efektivitas suatu organisasi dapat dipengaruhi oleh iklim kerja,
Universitas Sumatera Utara
manajemen, pemasaran, lingkungan dan kinerja organisasi tersebut. Dari konsep
tersebut, indikator-indikator efektivitas pelayanan aparat adalah sebagai berikut :
a. Optimasi tujuan,
Efektivitas pelayanan dapat diukur dengan indikator optimasi tujuan yaitu
bagaimana kita melihat pada pencapaian target kerja, apakah sesuai dengan yang
telah direncanakan atau tidak. Kita juga melihat apakah ada keluhan yang datang
dari masyarakat tentang pelayanan yang sudah diberikan pegawai atau tidak,
sebab adanya keluhan berarti menunjukkan tujuan organisasi belum tercapai
sepenuhnya.
b. Perspektif sistematika,
Indikator lain yang digunakan untuk mengukur efektivitas pelayanan adalah
perspektif sistematika yaitu melihat pada kemampuan masing-masing pegawai
dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kedudukannya dalam organisasi
tersebut, apakah pegawai mampu mengerjakan tugasnya dengan kemampuan
sendiri, apakah pegawai memiliki keterampilan atau keahlian khusus.
c. Perilaku pegawai dalam organisasi.
Indikator ketiga yang digunakan untuk mengukur efektivitas pelayanan adalah
perilaku pegawai dalam organisasi, yaitu bagaimana tingkat ketelitian pegawai
dalam melaksanakan pekerjaannya, baik ketelitian dalam hal kebersihan maupun
tingkat kesalahan yang mungkin terjadi pada saat bekerja. Bagaimana kita melihat
pada kecepatan dan ketepatan waktu pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya,
bagaimana konsentrasi pegawai dalam bekerja.
Gibson (1995:27) menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan dalam
mengidentifikasikan keefektifan yaitu : pendekatan menurut tujuan dan pendekatan
Universitas Sumatera Utara
menurut teori sistem. Pendekatan menurut tujuan adalah untuk merumuskan dan
mengukur keefektifan melalui pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dengan usaha
kerjasama. Sedangkan pendekatan teori sistem menekankan pada pentingnya adaptasi
terhadap tuntutan ekstern sebagai kriteria penilaian keefektifan.
Teori yang paling sederhana ialah teori yang berpendapat bahwa efektivitas
organisasi sama dengan prestasi organisasi secara keseluruhan. Menurut pandangan
ini, efektivitas organisasi diukur berdasarkan seberapa besar keuntungan yang
diperolehnya. Dalam hal ini, misalnya keuntungan lebih besar, maka berarti
organisasi semakin efektif.
Konsep efektivitas organisasi menurut kesimpulan Gibson ( 1995:32) adalah
sebagai berikut :
a) kriteria keefektifan harus mencerminkan keseluruhan siklus masukan-proses-
keluaran
b) kriteria keefektifan harus mencerminkan hubungan timbal balik antara
organisasi dan lingkungan sekelilingnya.
Selanjutnya Gibson (ibid:34) menjelaskan kelima kategori umum kriteria keefektifan
mulai dengan dimensi waktu jangka pendek, yaitu sebagai berikut :
a. kriteria produksi
b. kriteria efisiensi
c. kriteria kepuasan
d. kriteria keadaptasian
e. kriteria pengembangan.
2. Efisiensi
Universitas Sumatera Utara
Pengertian efisiensi menurut SP.Hasibuan (1984;233-4) Efisiensi adalah
perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara
keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil
optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain
hubungan antara apa yang telah diselesaikan. Efisiensi dapat diukur dengan
menggunakan indikator :
a. Biaya atau harga yang terjangkau
b. Biaya sesuai dengan kualitas pelayanan
c. Tersedianya fasilitas-fasilitas yang memadai ( mencukupi)
d. Banyaknya konsumen yang berlangganan
3. Kecukupan, yaitu apakah hasilnya telah memenuhi kebutuhan. Dalam hal ini
berarti yang diukur adalah apakah target yang telah disusun bisa tercapai
sesuai dengan in put yang telah digunakan.
4. Pemerataan, yaitu apakah manfaatnya sudah merata dirasakan semua pihak?
Dalam hal ini berarti dasar yang digunakan untuk menciptakan pemerataan
dalam pelayanan adalah tidak adanya pendiskriminasian dalam pelayanan baik
berdasarkan agama, suku, adat maupun ras.
5. Responsivitas, yaitu seberapa jauh pencapaian hasil telah memecahkan
permasalahan? Hal ini dapat diukur dengan melihat berapa banyak
permasalahan yang dapat diselesaikan, berapa banyak pasien yang dapat
disembuhkan. Responsivitas juga dapat diukur dari kualias kerja petugas atau
karyawan yang memberikan pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
6. Ketepatan, yaitu apakah hasil-hasil yang dicapai benar-benar bermanfaat? Hal
ini dapat diukur dengan melihat apakah pelayanan yang diberikan selama ini
benar-benar bermanfaat.
Universitas Sumatera Utara