bab 2 tinjauan pustaka - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00700-tias bab...

23
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Teknik pengukuran kerja diperlukan untuk menghitung waktu baku (Standard Time) penyelesaian pekerjaan dalam rangka memilih alternatif metoda kerja yang terbaik. Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata - rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk : 1. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja. 2. Menyeimbangkan lintasan produksi. 3. Estimasi biaya - biaya untuk upah karyawan/pekerja. 4. Penjadwalan produksi dan penganggaran. 5. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan / pekerja yang berprestasi. 6. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

Upload: phungbao

Post on 19-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknik Pengukuran Kerja

Pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan

manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Teknik

pengukuran kerja diperlukan untuk menghitung waktu baku (Standard Time)

penyelesaian pekerjaan dalam rangka memilih alternatif metoda kerja yang terbaik.

Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang

memiliki tingkat kemampuan rata - rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :

1. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja.

2. Menyeimbangkan lintasan produksi.

3. Estimasi biaya - biaya untuk upah karyawan/pekerja.

4. Penjadwalan produksi dan penganggaran.

5. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan /

pekerja yang berprestasi.

6. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

7

Pada dasarnya teknik pengukuran kerja dapat dikelompokkan ke dalam

dua bagian, yaitu :

1. Pengukuan kerja secara langsung.

2. Pengukuran kerja secara tidak langsung.

2.2 Pengukuran Waktu Kerja Jam Henti

Pengukuran waktu kerja jam henti (stop watch time study) diperkenalkan oleh

Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metoda baik diaplikasikan untuk

pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari

hasil pengukuran akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus

pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standar penyelesaian

pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti

itu. Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Ergonomi, Studi Gerak dan

Waktu (2003, p171) secara garis besar, langkah-langkah untuk pelaksanaan

pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan sebagai berikut:

o Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan

beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang

dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.

o Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian

pekerjaan seperti lay out, karakteristik/ spesifikasi mesain atau

peralatan kerja lain yang digunakan dan lain-lain.

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

8

o Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk

menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.

o Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti

apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi

syarat atau tidak?, test pula keseragaman data yang diperoleh.

o Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang

ditunjukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh

waktu kerja normal.

o Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan

fleksibilitas. Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi

kondisi-kondisi seperti kebutuhan personil yang bersifat pribadi,

faktor kelelahan, keterlambatan material, dan lain-lainnya.

o Tetapkan waktu kerja baku (standard time) yaitu jumlah total antara

waktu normal dan waktu longgar.

Berdasarkan langkah-langkah terlihat bahwa pengukuran kerja dengan jam

henti ini merupakan cara pengukuran yang obyektif karena disini waktu ditetapkan

berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak hanya sekedar diestimasi secara subyektif.

Dalam hal ini berlaku juga asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:

o Metoda dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan

dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku

ini untuk pekerjaan serupa.

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

9

o Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan

kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang

akan dibebani dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat

keterampilan dan kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan

tersebut. Untuk ini persyaratan mutlak pada waktu memilih operator

yang akan dianalisis waktu kerjanya benar-benar memiliki tingkat

kemampuan yang rata-rata.

o Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda

dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.

o Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai

untuk seluruh periode kerja yang ada.

Peralatan yang dibutuhkan untuk aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti

ini adalah antara lain jam henti (stop-watch), papan pengamatan, lembar pengamatan,

dan alat tulis serta penghitung (calculator).

Setelah semua pengukuran telah selesai dan data yang diinginkan telah ada,

maka langkah berikutnya adalah perhitungan waktu baku. Cara untuk mendapatkan

waktu baku dari data-data tersebut adalah :

a. Hitung Waktu Siklus

Waktu Siklus merupakan waktu yang diperlukan dalam membuat satu

produk.

b. Hitung Waktu Normal

Wn = Ws x p

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

10

Wn = Waktu Normal

Ws = Waktu Siklus

p = Faktor Penyesuaian

c. Hitung Waktu Baku

Setelah perhitungan diatas selesai, waktu baku bagi penyelesaian

pekerjaan didapatkan dengan :

Wb = Wn + 1

2.2.1 Penyesuaian

Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Ergonomi, Studi Gerak dan

Waktu (2003, p196), penyesuaian adalah proses dimana penganalisis pengukuran

waktu membandingkan penampilan operator (kecepatan atau tempo) dalam

pengamatan dengan konsep pengukur sendiri tentang bekerja secara wajar.

Selama pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja

yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa

kesungguhan, sangat lambat karena disengaja, sangat cepat seolah dikejar waktu, atau

menjumpai kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Hal-hal inilah yang

mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu cepat atau lambat dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan.Waktu siklus yang telah kita cari adalah waktu yang

diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang diselesaikan secara wajar dan benar oleh

operator. Bila ketidakwajaran terjadi, maka pengukur harus menilainya dan

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

11

berdasarkan penilaian inilah penyesuaian dilakukan.

Westing house company (1927) memperkenalkan sistem penyesuaian yang

lebih lengkap dibandingkan dengan sistem yang telah ada, seperti sistem Bedaux.

Pada sistem Westinghouse, selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) yang telah

dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia,

Westinghouse juga menambahkan dengan kondisi kerja (working condition) dan

keajegan (consistency) dari operator dalam melakukan kerja. Untuk ini Westinghouse

telah berhasil membuat suatu tabel penyesuaian yang berisikan nilai-nilai angka yang

berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Untuk

menormalkan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja dengan jumlah ke empat

rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukkan oleh operator.

Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara

kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya

sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal

yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan

merupakan aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan.

Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas

dengan tabel masing-masing. Yang dimaksud usaha disini adalah kesungguhan

yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau condition pada cara Westinghouse

adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan

kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha, dan

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

12

konsistensi merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja

merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa

banyak kemampuan merubahnya.

Faktor konsistensi atau consistency perlu diperhatikan karena kenyataan

bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

semuanya sama, waktu penyelesaiaan yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah

dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama

ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika

variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan.

2.2.2 Kelonggaran

Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Ergonomi, Studi Gerak dan

Waktu (2003, p201), waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-

mata menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik bekerja menyelesaikan

pekerjaan pada kecepatan/ tempo kerja yang normal. Walaupun demikian pada

prakteknya kita akan melihat bahwa tidaklah mungkin operator tersebut akan

mampu bekerja secara terus-menerus sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama

sekali. Kenyataan yang terjadi adalah operator akan sering menghentikan kerja dan

membutuhkan waktu-waktu khusus untuk keperluan seperti personal needs, istirahat

melepas lelah, dan alasan-alasan lain yang di luar kontrolnya. Kelonggaran yang

dibutuhkan yang akan menginterupsi proses produksi ini dapat diklasifikasikan

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

13

menjadi personal allowance, fatique allowance, dan delay allowance. Waktu baku

yang akan ditetapkan merupakan besar waktu normal dengan kelonggaran-kelonggaran

yang dibutuhkan.

1. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi (Personal Allowance)

Yang termasuk dalam kelonggaran pribadi adalah hal-hal seperti minum

sekedar hanya untuk menghilangkan rasa haus, untuk menghilangkan ketegangan

atau kejemuan dalam bekerja. Kebutuhan seperti ini adalah hal yang mutlak, bila

dilarang akan mengakibatkan pekerja stress dan tidak dapat bekerja dengan baik

sehingga produktivitas menurun. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang relatif ringan-

dimana operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi,

sekitar 2 sampai 5% (atau 10 sampai 24 menit) setiap jari akan dipergunakan

untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat personil ini.

Meskipun jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil yang diperlukan

ini akan bervariasi tergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan

jenis pekerjaan yang dilaksanakan, akan tetapi kenyataannya untuk pekerjaan-

pekerjaan yang berat dan kondisi kerja yang tidak enak (terutama untuk

temperatur tinggi) akan menyebabkan kebutuhan waktu untuk personil ini lebih

besar lagi. Allowance untuk hal ini dapat lebih besar dari 5%.

2. Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatique (Fatique Allowance)

Rasa fatique tercermin bila menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun

kualitas. Bila rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk

menghasilkan performance normalnya maka usaha yang dikeluarkan pekerja

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

14

lebih besar dari keadaan normal dan hal ini akan menambahkan rasa fatique.

Dalam hal ini waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat akan sangat

tergantung pada individu yang bersangkutan, interval waktu dari siklus kerja

dimana pekerja akan memikul beban kerja secara penuh, kondisi lingkungan fisik

pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya.

3. Kelonggaran untuk Hambatan-Hambatan yang Tak Terhindarkan (Delay

Allowance) Yang termasuk dalam hambatan yang tak terhindarkan adalah menerima atau

meminta petunjuk pengawas, melakukan penyesuaian mesin, memperbaiki

kemacetan-kemacetan singkat, mengasah peralatan gerinda, dan lain-lain. Hal-hal

seperti ini hanya dapat diusahakan serendah mungkin.

Langkah pertama menentukan waktu longgar adalah menentukan besarnya

kelonggaran untuk ketiga hal di atas yaitu untuk kebutuhan pribadi,

menghilangkan rasa lelah dan hambatan yang tidak terhindarkan. Kesemuanya,

yang biasanya masing-masing dinyatakan dalam persentase dijumlahkan dan

kemudian mengalikan jumlah ini dengan waktu normal yang telah dihitung

sebelumnya.

2.3 Line Balancing

2.3.1 Definisi Line Balancing

Line Balancing adalah suatu keadaan proses operasi produksi yang saling

bergantungan dan mempunyai waktu penyelesaian pada setiap stastiun kerja yang

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

15

sama atau kira-kira sama, sehingga diharapkan penyelesaian proses produksi dari

stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya berjalan dengan lancar dan dengan kecepatan

yang tetap atau seimbang. Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi

massal, dimana dalam proses produksinya harus dibagikan kepada seluruh operator

sehingga beban kerja operator merata. Jadi dalam line balancing mempelajari

bagaimana kita merancang suatu lintasan produksi agar tercapai keseimbangan beban

yang dialokasikan pada setiap stasiun kerja dalam menghasilkan produk.

Istilah Line Balancing atau penyeimbangan lini atau dengan nama lain

assembly line balancing adalah suatu metode penugasan terhadap sejumlah pekerja

ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam suatu lini produksi

sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu stasiun yang besarnya tidak melebihi

waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Hubungan atau saling keterkaitan antara satu

pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu precedence diagram

atau diagram pendahulu.

2.3.2 Bagian-bagian Line Balancing

1. Work Elemen

Merupakan bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses perakitan.

Umumnya digunakan symbol N dalam mendefinisikan jumlah total dari

elemen kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu perakitan dan

simbol i untuk elemen kerjanya.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

16

2. Workstation (WS)

Adalah lokasi pada lini perakitan atau pembuatan suatu produk dimana

pekerjaan diselesaikan baik dengan manual maupun otomatis.

3. Cycle Time (CT)

Cycle Time atau waktu siklus adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan

untuk menghasilkan sebuah unit pada tiap stasiun. Jika waktu yang

dibutuhkan untuk elemen-elemen kerja pada satu stasiun melampaui waktu

siklus lini, maka stasiun tersebut mengalami keterlambatan. Cycle Time

dinyatakan dalam :

 

4. Tack Time

Takt Time dapat didefinisikan sebagai waktu maksimum yang diijinkan

untuk memproduksi sebuah produk untuk memenuhi permintaan. Kecepatan

aliran produksi diharapkan untuk lebih cepat atau sama dengan takt time.

Dalam lingkungan lean manufacturing, waktu kecepatan diatur hingga

sejajar dengan takt time. Takt time dinyatakan dengan :

 

 

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

17

5. Station Time (ST)

Station Time atau waktu stasiun adalah jumlah waktu dari elemen-

elemen kerja yang ditunjukan pada stasiun kerja yang sama. Waktu

stasiun tidak boleh melampaui waktu siklus.

6. Waktu Mengaggur

Waktu Menganggur adalah selisih antara waktu stasiun dengan

waktu perstasiun kerja. Perbedaan antara waktu stasiun dengan waktu

siklus disebut juga dengan idle time (ID).

7. Precedence Constrains

Merupakan suatu aturan dimana suatu elemen kerja dapat dikerjakan

apabila satu atau beberapa elemen kerja telah dikerjakan terlebih dahulu.

8. Precedence Diagram

Merupakan suatu aturan kerja pada Precedence constrains yang

ituangkan dalam bentuk gambar.

9. Efisiensi Lini (Line Efficiency)

Adalah perbandingan dari total waktu perstasiun kerja terhadap

keterkaitan waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja, yang dinyatakan

dalam persentase.

   

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

18

Dimana :

STk = Total waktu baku di stasiun kerja ke-k

Wmaks = Waktu baku terbesar di stasiun kerja

10. Balance Delay

Merupakan perbandingan antara waktu menggangur dengan waktu

siklus dan jumlah stasiun kerja, atau dengan kata lain jumlah antara

balance delay dan line efficiency sama satu.

 

 

11. Smoothness Index

Merupakan suatu index yang menunjukkan kelancaran relative dari suatu

keseimbangan lini perakitan. Rumus perhitungan smoothness index adalah :

 

2.4 Metode Keseimbangan Lini Produksi

Dalam menyeimbangkan suatu lini produksi terdapat beberapa metode yang

dapat digunakan, salah satunya adalah metode heuristic. Model heuristic ini

menggunakan aturan-aturan yang logis dalam memecahkan masalah. Inti dari

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

19

pendekatan secara heuristic ini adalah untuk mengaplikasikan kegiatan yang dapat

mengurangi bentuk permasalahan secara efektif, sehingga model ini dirancang untuk

menghasilkan strategi yang relative baik dengan dengan mengacu pada batasan-

batasan tertentu. Model heuristic ini banyak digunakan dalam masalah yang berkaitan

dengan keseimbangan lini produksi. Kriteria pokok pendekatan dengan metode ini

adalah pemecahan yang lebih baik dan lebih cepat.

Berikuti ini adalah beberapa metode heuristic yang umum dikenal dalam

menyelesaikan masalah keseimbangan lini, yaitu :

2.4.1 Metode Helgeson Bernie atau Rangked Positional Weight (RPW)

Pendekatan ini menggunakan cara penjumlahan waktu dari operasi-operasi

yang terkontrol dalam sebuah stasiun kerja dengan operasi tertentu yang disebut

sebagai bobot posisi. Pengurutan operasi yang menurun dilakukan menurut bobot

posisinya yang mengarah. Pada teknik perancangan dari teknik pengurutan bobot

posisi (ranked positional weight technique). Metode heuristic ini mengutamakan

waktu elemen kerja yang terpanjang, dimana elemen kerja ini akan diprioritaskan

terlebih dahulu untuk ditempatkan dalam stasiun kerja yang kemudian diikuti oleh

elemen kerja yang lain yang memiliki waktu elemen yang lebih rendah.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang perlu dlakukan dalam menyelesaikan

keseimbangan lini dengan metode ini :

1. Tentukan precedence diagram sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

2. Tentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

20

pekerjaannya dari suatu operasi dengan memperhatikan precedence

diagram. Cara penentuan bobot posisinya adalah sebagai berikut:

Bobot (RPW) = Waktu Operasi Tersebut + Waktu Proses Operasi

Berikutnya

3. Urutkan elemen operasi berdsarkan bobot posisi yang telah didapatkan pada

langkah kedua. Pengurutannya dimulai dari elemen operasi yang memiliki

bobot posisi yang terbesar.

4. Lanjutkan dengan penempatan elemen pekerjaan yang memiliki bobot

posisi terbesar sampai yang terkecil kesetiap stasiun kerja.

5. Jika pada setiap stasiun kerja terdapat waktu yang berlebihan (dalam hal

ini waktu tiap stasiun kerja melebihi waktu maksimumnya), maka ganti

elemen kerja yang dalam stasiun kerja tersebut ke stasiun kerja berikutnya

selama tidak menyalahi diagram precedence.

6. Ulangi lagi langkah ke-4 dan ke-5 diatas sampai seluruh elemen

pekerjaan telah ditempatkan kedalam stasiun kerja.

2.4.2 Metode Region Approach

Pendekatan ini melibatkan pertukaran antara pekerjaan setelah dipeoleh

keseimbangan lintasan mula-mula. Dengan pendekatan ini kombinasi dari pekerjaan

yang sesuai untuk pertukaran akan menjadi dangat kaku dan tidak layak untuk

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

21

jaringan yang besar. Sebagai dasar pembobotannya adalah OPC yang ditransformasikan

menjadi precedence diagram dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Tentukan precedence diagram sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

2. Pembagian operasi kedalam precedence diagram dalam beberapa region atau

daerah dari kiri kekanan, dengan syarat dalam satu daerah tidak boleh ada

operasi yang saling bergantungan. Kumpulkan semua pekerjaan kewilayah

precedence yang terakhir. Hal ini akan menjamin bahwa pekerjaan dengan

sedikit ketergantungan akan paling sedikit dipertimbangkan untuk pekerjaan

yang paling akhir dalam penjadwalannya.

3. Pengurutan waktu pekerjaan dari yang paling maksimum ke yang paling

minimum kedalam setiap wilayah precedence. Ini akan menjamin pekerjaan

terbesar akan diprioritaskan terlebih dahulu, memberikan kesempatan untuk

memperoleh kombinasi yang paling baik dengan pekerjaan-pekerjaan yang

lebih kecil.

Gambar 2.1 Pembagian Pos/Wilayah Pada Region Approach

I IV V VI VII III II

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

22

4. Pengelompokkan pekerjaan-pekerjaan dengan urutan sebagai berikut :

• Mula-mula wilayah paling kiri.

• Dalam sebuah wilayah, mula-mula dikerjakan pekerjaan yang

mempunyai waktu yang terbesar.

5. Pengelompokkan operasi kedalam stasiun kerja berdasarkan syarat yang tidak

melebihi waktu maksimum yang telah ditetapkan. Pada akhir setiap stasiun

kerja, harus diputuskan apakah penggunaan waktunya dapat diterima atau

tidak. Jika tidak, periksa semua pekerjaan yang memiliki hubungan

precedence. Tentukkanlah apakah penggunaan akan meningkat bila dilakukan

pertukaran pekerjaan yang berada dalam wilayah yang sama atau sebelumnya

dengan pekerjaan yang sedang dipertimbangkan. Bila ya, lakukan pertukaran.

6. Teruskan hingga semua elemen operasi ditempatkan pada semua stasiun

kerja.

2.4.3. Metode Largest Candidate Rule (LCR)

Metode Largest Candidate Rule merupakan metode yang paling sederhana.

Adapun prosedur metode tersebut secara jelas dapat dijelaskan sebgai berikut :

1. Tentukan precedence diagram sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

2. Urutkan semua elemen operasi dari yang paling besar waktunya hingga

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

23

yang paling kecil.

3. Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang paling

atas. Elemen kerja dapat diganti atau dipindahkan kestasiun berikutnya,

apabila jumlah elemen kerja telah melebihi batas waktu siklusnya.

4. Lanjutkan proses langkah kedua, hingga semua elemen kerja telah berada

dalam stasiun kerja dan memenuhi atau lebih kecil atau sama dengan

waktu siklus (cycle time).

2.4.4. Metode J-Wagon

Metode heuristic ini mengutamakan jumlah elemen kerja bergantung

yangterbanyak, dimana elemen kerja tersebut akan diprioritaskan terlebih dahulu

untuk ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja yang lainnya

yang memiliki jumlah elemen kerja bergantung yang lebih sedikit. Apabila terdapat

dua elemen kerja yang memiliki bobot yang sama, maka akan diprioritaskan terlebih

dahulu adalah elemen kerja yang memiliki waktu pengerjaan yang lebih besar.

Sedangkan prosedur selanjutnya sama dengan metode Ranked Positional Weight,

yang berbeda hanyalah dalam penentuan bobotnya (bukan waktu operasi), tetapi

berdasarkan jumlah operasi.

Bobot (J-Wagon) = Jumlah Proses Operasi - Operasi yang Bergantung

Pada Operasi Tersebut

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

24

2.4.5. Metode Reversed Ranked Positional Weight (Reversed RPW)

Sebelum masuk metode reversed ranked positional weight (Reverse RPW),

kita harus mengenal metode ranked positional weight (RPW) terlebih dahulu. Cara

penentuan bobot dari reversed RPW dimulai dari proses akhir.

Bobot (RPW) = Waktu Proses Operasi Tersebut + Waktu Proses

Operasi-Operasi Yang Mengikutinya

Pengelompokkan operasi kedalam stasiun kerja dilakukan atas dasar urutan

RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan pembatas berupa waktu siklus dan

elemen pendahulunya. Metode heuristic ini mengutamakan waktu elemen kerja yang

terpanjang, dimana elemen kerja ini akan diprioitaskan terlebih dahulu untuk

ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja yang memiliki waktu

elemen yang lebih rendah. Proses ini dilakukan dengan memberikan bobot. Bobot ini

diberikan pada setiap elemen kerja dengan memperhatikan diagram precedence.

Dengan sendirinya elemen pekerjaan yang memiliki ketergantungan yang

besar akan memiliki bobot yang semakin besar pula. Dengan kata lain, akan lebih

diprioritaskan (Bedworth, P364).

Metode reversed RPW memiliki cara pengerjaan yang hampir sama dengan

metode RPW, hanya saja pengerjaannya dibalik. Metode ini memberikan prioritas

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

25

bagi operasi-operasi kerja yang lebih lama berada dilintasan lini. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat cara pengerjaannya sebagai berikut :

1. Gambarkan jaringan precedence sesuai dengan keadaan sebenarnya,

kemudian diagram precedence dibalik atau dicerminkan dengan urutan

sebagai berikut :

a. Elemen kerja terakhir menjadi elemen kerja pertama pada diagram

baru.

b. elemen kerja terakhir kedua menjadi elemen kerja kedua pada

diagram baru.

c. dan seterusanya.

2. Tentukkan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen pada diagram

precedence baru sesuai dengan aturan rumus yang telah dipaparkan diatas.

3. Urutkan elemen pekerjaan berdasarkan positional weight pada langkah kedua

diatas, elemen pekerjaan yang memiliki positional weight tertinggi diurutkan

pertama kali.

4. Lanjutkan penempatan elemen pekerjaan yang memiliki positional weigh

tertinggi hingga terendah kesetiap stasiun kerja.

5. Jika pada stasiun kerja terdapat kelebihan waktu dalam hal ini waktu stasiun

melebihi waktu siklus, tukar atau ganti elemen pekerjaan yang ada dalam

stasiun kerja tersebut ke stasiun kerja berikutnya selama tidak menyalahi

diagram precedence.

6. Ulangi langkah ke-4 dan ke-5 diatas sampai seluruh elemen pekerjaan sudah

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

26

ditempatkan kedalam stasiun kerja.

7. Setelah didapatkan pembagian stasiun kerja yang baru, kemudian stasiun kerja

pertama menjadi yang terakhir, stasiun kerja kedua menjadi kedua terakhir,

dan seterusnya. Elemen-elemen yang ada didalamnya juga dikembalikan

keposisi awal.

2.5. Kapasitas dan Produktivitas Produksi

2.5.1. Pengertian Kapasitas

Menejer operasi bertanggung jawab untuk memberikan kapasitas yang cukup

guna memenuhi kebutuhan perusahaan.

Kapasitas didefinisikan sebagai kemampuan produktif dari suatu fasilitas yang

biasanya dinyatakan sebagai volume keluaran (output) perperiode waktu atau

merupakan laju produktif maksimum atau kemampuan konversi dari suatu operasi

organisasi (Handoko, P299). Definisi lain menyebutkan bahwa kapasitas adalah

kemampuan pembatas dari unit produksi untuk berproduksi dalam waktu tertentu,

dan biasanya dinyatakan bentuk keluaran persatuan waktu atau kapasitas dapat

dikatakan merupakan laju keluaran maksimum dari suatu operasi.

Keputusan mengenai kapasitas dimaksud untuk menghasilkan jumlah

produksi yang tepat, ditempat yang tepat dan dalam waktu yang tepat pula.

Keputusan kapasitas harus diambil berdasarkan perkiraan permintaan dan

perencanaan yang matang, agar ketersediaan kapasitas jangka panjang ditentukan dari

ukuran fisik yang dipakai. Sedangkan untuk jangka pendek kapasitas dapat

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

27

Gambar 2.3. Proses Produksi Satu Tingkat (one stage) & Bertingkat (multiple

stage)

diperbanyak melalui subkontrak, tambahan giliran kerja (lembur) atau menyewa

tempat. Perencanaan kapasitas tidak hanya menyangkut besarnya fasilitas, tetapi juga

menyangkut berapa orang yang dibutuhkan dalam pengoperasiannya. Dengan kata

lain, menyesuaikan antara pemenuhan permintaan pasar dan keinginan untuk menjaga

kestabilan tenaga kerja. Secara garis besar kapasitas yang ada harus dialokasikan

dengan gugus-gugus tugas melalui penjadwalan tenaga kerja dan peralatan fasilitas.

2.5.2. Penetapan Kapasitas Yang Dibutuhkan

Kapasitas produksi ditentukan oleh kemampuan mesin atau kapasitas fasilitas

produksi terpasang (Wignjosoebroto, 1995, P322). Proses produksi dapat

diselenggarakan melalui satu tahapan proses (one stage) atau melalui beberapa

tahapan proses (multiple stage).

Dalam pengaturan sistem produksi yang baik adalah dengan menentukan

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00700-TIAS Bab 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda

28

jumlah mesin atau peralatan produksi yang dibutuhkan secara tepat.

2.5.3 Pengertian Produktivitas

Peningkatan kinerja dalam suatu perusahaan dapat dicapai antara lain dengan

ukuran produktivitas. Produktivitas merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa

jauh sebuah perusahaan dapat memanfaatkan sumber-sumber terbatas yang dimiliki

(input) terhadap hasil (output) yang akan diperoleh (Hidayati, 2005). Secara sederhana

produktivitas dapat dikatakan merupakan rasio dari apa yang dihasilkan (output)

terhadap keseluruhan faktor produksi yang digunakan (input). Nilai produktivitas

ideal memiliki nilai 100%, ini memiliki arti bahwa kuantitas output yang dihasilkan

persis sama dengan kuantitas input yang digunakan.