bab 3
DESCRIPTION
bab 3 metodeTRANSCRIPT
![Page 1: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/1.jpg)
III-1
BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Secara konseptual dampak program BLP dan BLBU terhadap perbaikan struktur
lahan pertanian, produktivitas, kesempatan kerja, pendapatan dan pertumbuhan
perekonomian lokal dapat divisualisasikan seperti pada Gambar 3.1. Dampak ini terjadi pada
dua level, yaitu (a) level usahatani dan keluarga petani dan (b) level perekonomian desa.
Gambar 3.1. Dampak Program BLP dan BLBU Program terhadap Produktivitas
Lahan, Kesempatan Kerja, Pendapatan Petani dan Pertumbuhan
Perekonomian Lokal
Lahan pertanian miskin bahan organik
HYV dan pupuk anorganik
Perbaikan struktur fisik, kimia dan biologi lahan
Peningkatan Produktivitas Lahan
meningkat
Pemberian pupuk organik
Penggunaan pupuk anorganik berlebihan
Pabrik pupuk organik lokal berkembang
Peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan
buruh serta pendapatan pengusaha UKM
Permintaan bahan baku untuk pupuk organik
Peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan buruh, serta
pendapatan petani
Peningkatan konsumsi dan investasi masyarakat
Peningkatan laju pertumbuhan perekonomian lokal dan pemerataan pendapatan
![Page 2: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/2.jpg)
III-2
3.1.1. Dampak Pada Level Usahatani dan Keluarga Petani
Pengaruh pada level usahatani dan keluarga tani disebabkan oleh pemberian pupuk
organik (BLP) pada lahan pertanian yang mengalami degradasi sifat fisik, kimia, dan biologi
sebagai akibat dari pemberian pupuk organik yang berlebihan dalam kurun waktu yang
panjang. Kondisi ini mengakibatkan produktivitas lahan menurun dan mengalami stagnasi
pada level yang rendah.
Komposisi tanah ideal untuk pertumbuhan tanaman terdiri atas 50% bahan padat
mineral, 25% berisi air, 20% berisi udara dan sisanya berupa bahan organik (Soepardi, 1983).
Menurut Tisdale and Nelson (1985) secara kimia tanah subur mengandung bahan organik
(BO) tidak kurang dari 2%. Ini artinya meskipun Bahan Organik (BO) memiliki kandungan
relatif sedikit dibanding material tanah lainnya, tetapi memiliki arti yang sangat besar.
Namun demikian, tanah-tanah di Indonesia terutama yang bertekstur kasar, umumnya
memiliki kandungan Bahan Organik (BO) relatif rendah (<1,5%). Padahal menurut
Handayanto (1999) pada sistem pertanian berkelanjutan minimal kadar Bahan Organik (BO)
dalam tanah 2%.
Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Stevenson,
1992). Pemberian bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah keras menjadi gembur,
sehingga lebih mudah menyerap dan menyimpan air (Blair at al, 2003). Bahan Organik (BO)
dapat memantapkan agregat tanah sehingga lebih stabil. Bahan Organik (BO) dapat
meningkatkan daya serap dan kemampuan tanah dalam menahan unsur hara sehingga
menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Unsur hara N, P, dan S dapat diikat oleh Bahan Organik
(BO) dan menjadi sulit terbawa air (tercuci). Selain itu, mineralisasi Bahan Organik (BO)
dalam tanah akan melepaskan sejumlah hara NPK yang berguna bagi tanaman (Tisdale and
Nelson, 1985). Pemberian Bahan Organik (BO) juga meningkatkan pertumbuhan dan
aktivitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi
mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Beberapa mikroorganisme yang berkembang
dalam tanah memiliki kontribusi besar dalam penyediaan hara tanaman (Tian, 1997).
Singkatnya, pemberian pupuk organik pada lahan akan memperbaiki struktur fisik,
kimia dan biologi lahan. Pemulihan kondisi lahan membuat penggunaan pupuk anorganik
pada lahan tersebut akan menjadi lebih efisien. Sehingga, kuantitas pemupukan tidak perlu
sebesar sebelum pemberian pupuk organik pada lahan tersebut. Dengan demikian, pemberian
bantuan bibit bersertifikat (BLBU) yang didukung dengan pemberian pupuk anorganik
![Page 3: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/3.jpg)
III-3
(BLPA) dengan kuantitas yang lebih rendah pada lahan yang telah pulih kondisinya karena
pemberian pupuk organik (BLPO) akan dapat meningkatkan produktivitas lahan.
Peningkatan produktivitas lahan tersebut akan mengakibatkan dua hal terjadi, yaitu
(a) peningkatan penggunaan tenaga kerja pada tingkat usahatani, pengolahan dan pemasaran
outputnya, dan (b) peningkatan pendapatan petani sebagai pengelola usahatani. Peningkatan
kesempatan kerja meningkatkan pendapatan kaum pekerja yang bekerja di usahatani dan
pengolahan dan pemasaran outputnya. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya konsumsi
mereka. Peningkatan konsumsi ini akan menggerakkan perekonomian lokal untuk bertumbuh
lebih cepat.
3.1.2. Dampak pada Level Perekonomian Desa
Menelusuri dampak program BLP dan BLBU jauh lebih kompleks pada level
perekonomian desa dari pada menelusuri dampaknya pada level usahatani. Peningkatan
kesempatan kerja meningkatkan pendapatan kaum pekerja yang bekerja di usahatani yang
meliputi pengolahan dan pemasaran outputnya. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya
pengeluaran konsumsi dan tabungan mereka. Melalui sektor perbankan tabungan akan
disalurkan ke dunia usaha yang akan menggunakannya untuk membiaya investasi usahanya.
Peningkatan pengeluaran konsumsi dan investasi tersebut akan mengakibatkan timbulnya
efek pengganda (multiplier effects) pada perekonomian.
Di sisi lain, permintaan pupuk organik oleh petani lokal akan mendorong
berkembangnya industri pupuk organik lokal dan meningkatkan pendapatan pemilik
perusahaan pupuk organik tersebut. Berkembangnya industri pupuk organik lokal juga akan
meningkatkan kesempatan kerja lokal dan permintaan bahan baku untuk produksi pupuk
organik yang berdampak pada peningkatan pendapatan kaum pekerja lokal dan pemasok
bahan pupuk organik. Selanjutnya, peningkatan pendapatan pemilik pabrik pupuk, kaum
pekerja dan pemasok bahan baku akan berdampak pada peningkatan permintaan barang
konsumsi dan tabungan mereka.
Melalui sektor perbankan akan disalurkan dana untuk dunia usaha yang akan
menggunakannya untuk membiaya investasi usahanya. Peningkatan pengeluaran konsumsi
dan investasi tersebut akan mengakibatkan timbulnya efek pengganda (multiplier effects)
pada perekonomian. Peningkatan pengeluran konsumsi dan investasi oleh berbagai kelompok
yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam program BLP dan BLBU, serta efek
pengganda yang diakibatkannya akan menjadi pemicu perekonomian lokal untuk bertumbuh
dengan cepat. Singkatnya, program BLP dan BLBU akan memberikan dampak yang sangat
![Page 4: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/4.jpg)
III-4
signifikan peningkatan pendapatan petani, buruh tani dan industri pupuk organik, serta
pertumbuhan perekonomian lokal.
3.1.3. Masalah Dampak Program terhadap Distribusi Pendapatan antar Kelompok
Hal yang perlu dicermati adalah pelaksanaan program BLP dan BLBU tidak hanya
berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga akan berdampak pada distribusi
pendapatan. Evaluasi dampak program terhadap distribusi pendapatan antar kelompok sangat
penting untuk mendapat perhatian mengingat bahwa salah satu tujuan pokok dari program ini
adalah untuk meningkatkan pendapatan kelompok petani pangan dan buruh taninya. Dalam
kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi sering diikuti dengan memburuknya
distribusi pendapatan antar kelompok dimana kelompok miskin yang sesungguhnya
merupakan sasaran pemerintah untuk ditingkatkan pendapatannya justru mendapatkan porsi
peningkatan pendapatan yang tidak signifikan.
Oleh karena itu, dampak suatu program pemerintah (kebijakan publik) tidak hanya
penting dilihat dari hanya besarnya dampak, tetapi juga dari sisi distribusinya. Agar hal
tersebut dapat dianalisis secara simultan, maka metode analisis yang akan digunakan adalah
Social Accounting Matrix (SAM) yang di Indonesia disebut Sistem Neraca Sosial Ekonomi
(SNSE) Indonesia. SAM mula-mula dikembangkan oleh Richard Stone dan kawan-kawan
pada tahun 1953 di Cambridge University, Inggris (Pyatt dan Round 1985). Pada dasarnya,
pendekatan SAM adalah pengembangan Input Output (IO) dengan mengakomodasikan efek
umpan balik dari sektor (neraca) rumah tangga dan mengembangkan kerangka analisis yang
memungkinkan penelusuran distribusi pendapatan berdasarkan kelompok rumah tangga.
Dengan perkataan lain, SAM memungkinkan untuk melakukan analisis pertumbuhan (PDB,
lapangan kerja) dan distribusi secara simultan.
Kerangka teoritis dari SAM diawali dengan adanya kebutuhan dasar (basic needs)
dari masyarakat/rumah tangga berupa kebutuhan akan berbagai produk/komoditi. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, masyarakat melakukan pembelian kepada sektor-sektor
produksi (Gambar 3.2). Hal ini mendorong sektor-sektor produksi untuk beraktivitas guna
menghasilkan berbagai kebutuhan masyarakat. Sektor produksi membutuhkan input antara
(intermediate inputs) dan faktor produksi. Faktor produksi secara garis besar terdiri dari
tenaga kerja dan modal. Tenaga kerja dimiliki oleh sektor rumah tangga, sedangkan modal
dimiliki oleh rumah tangga, lembaga keuangan, maupun pemerintah. Balas jasa yang
diterima kedua faktor produksi dikenal sebagai pembagian balas jasa berdasarkan faktor
produksi atau dikenal sebagai distribusi pendapatan faktorial. Penjumlahan kedua nilai balas
![Page 5: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/5.jpg)
III-5
jasa tersebut dikenal sebagai nilai tambah dan penjumlahan semua nilai tambah dalam suatu
negara dikenal sebagai produk domestik bruto (PDB).
Gambar 3.2. Sistem Modular SAM
Rumah tangga menerima pendapatan baik dari gaji/upah maupun pendapatan dari
imbalan atas kapital yang dimiliki. Dengan mengelompokkan rumah tangga berdasarkan
strata tertentu, maka distribusi pendapatan rumah tangga dapat dideskripsikan. Jika
masyarakat dikelompokkan berdasarkan tingkat pendapatan, maka distribusi pendapatan
berdasarkan golongan pendapatan dapat diidentifikasi. Rumah tangga menggunakan
pendapatan mereka untuk pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan, investasi, ataupun untuk
tabungan. Tabungan tersebut pada dasarnya merupakan proses pembentukan modal yang
dapat dimanfaatkan oleh sektor produksi.
Kebutuhan Dasar
Pengeluaran Rumahtangga
terhadap Keinginan
Injeksi
Distribusi Pendapatan Rumahtangga dan Institusi
Lainnya
Pengeluaran Komoditas dan
Permintaan Akhir PENGELUARAN INVESTASI
DAN KONSUMSI PEMERINTAH
Faktor-faktor Produksi, PDB,
Distribusi Pendapatan Faktorial Aktivitas
Produksi
Swasta Pemerintah
Ekspor, Impor, dan Neraca
Pembayaran
![Page 6: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/6.jpg)
III-6
3.1.4. Kerangka Analisis Multiplier IRSAM Mengenai Dampak Pembangunan
Pedesaan, Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja
Kerangka dasar SNSE terdiri dari empat neraca yaitu; (i) neraca faktor produksi, (ii)
neraca institusi, (iii) neraca sektor produksi, dan (iv) neraca lainnya (BPS, 1999). Tabel 3.1
memberikan suatu kerangka SNSE secara agregatif. Setiap sel dengan isian Tij merupakan
suatu sub sistem yang menggambarkan transaksi yang terjadi diantara berbagai neraca.
Sebagai contoh, T13 merupakan subsistem yang menguraikan distribusi pendapatan (nilai
tambah) menurut jenis faktor-faktor produksi pada setiap sektor kegiatan ekonomi. Artinya
dalam melakukan proses produksi menghasilkan barang dan jasa yang berjumlah y3 (total
output), sektor produksi membutuhkan partisipasi faktor-faktor yang dibayar dengan balas
jasa sebesar T13. Untuk neraca faktor produksi nilai T13 merupakan penerimaan, sedangkan
untuk neraca sektor produksi nilai tersebut merupakan pengeluaran.
Tabel 3.1. Skema Tabel SNSE Secara Agregatif
PENERIMAAN
PENGELUARAN
Neraca Endogen Neraca
Eksogen Jumlah Faktor
Produksi Institusi
Sektor
Produksi
1 2 3 4 5
Neraca
Endogen
Faktor
Produksi 1 0 0 T13 T14 y1
Institusi 2 T21 T22 0 T24 y2
Sektor
Produksi 3 0 T32 T33 T34 y3
Neraca Eksogen 4 I1 I2 I3 I4 y4
Jumlah 5 y’1 y’3 y’3 y’4
Sumber: BPS, 1999.
Pada Tabel 3.1 tersebut notasi Tij digunakan untuk menunjukkan matriks transaksi
yang diterima oleh neraca baris ke-i dari neraca kolom ke-j. Sedangkan notasi yi
menunjukkan total penerimaan neraca ke-i, dan y’i menunjukkan total pengeluaran neraca ke-
i. Sesuai dengan ketentuan yi harus sama dengan y’i untuk setiap i=j.
Di dalam tabel SNSE terdapat beberapa matriks. Matriks T merupakan matriks
transaksi antar blok dalam neraca endogen. Matriks X menunjukkan pendapatan neraca
endogen dari neraca eksogen. Matriks L menunjukkan pengeluaran neraca endogen untuk
neraca eksogen, disebut juga leakages. Matriks Y merupakan pendapatan total dari neraca
endogen. Sedangkan matriks Y’ merupakan pengeluaran total dari neraca endogen.
![Page 7: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/7.jpg)
III-7
Distribusi pendapatan neraca endogen dalam tabel SNSE dapat dibuat suatu persamaan
sebagai berikut:
Y = T + X ............................................................................................. (1)
dimana T merupakan matriks transaksi yang menunjukkan terjadinya transaksi antar neraca
seperti T13 T21 dan T32 dan transaksi yang terjadi dalam neraca yang sama seperti T22 dan T33.
Hubungan atau Transaksi antar blok dalam SNSE dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.3.Transaksi Antar blok dalam SNSE
Matriks T sebagai matriks transaksi antar blok di dalam neraca endogen dapat ditulis
juga dalam bentuk matriks sebagai berikut:
0 0 T13
T = T21 T22 ......................................................................... (2)
0 T32 T33
Pada baris satu, T13 menunjukkan penerimaan faktor produksi dan kegiatan produksi.
Pada baris ke dua, T21 menunjukkan penerimaan institusi dari faktor produksi dan T22
menunjukkan penerimaan institusi dari institusi itu sendiri. Pada baris ke tiga, T32
menunjukkan penerimaan kegiatan produksi dari institusi dan T33 menunjukkan penerimaan
kegiatan produksi dari kegiatan produksi itu sendiri.
Matriks transaksi T di atas menunjukkan aliran penerimaan dan pengeluaran yang dinyatakan
dalam satuan moneter. Apabila setiap sel dalam matriks T dibagi dengan jumlahnya, maka
akan didapatkan sebuah matriks baru yang menunjukkan besarnya kecenderungan rataan
pengeluaran (average expenditure propensities), Aij dapat dirumuskan sebagai pengeluaran
sektor (neraca) ke-j untuk sektor ke-i dibagi total pengeluaran ke-j; atau bila dirumuskan
adalah sebagai berikut:
Aij = Tij / Yj .................................................................................... (3)
Kegiatan T33
Institusi T22
Faktor Produksi
T11
T32
T21
T13
![Page 8: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/8.jpg)
III-8
dimana : Aij adalah kecenderungan rataan pengeluaran neraca ke-j untuk neraca ke-i, Tij
adalah pengeluaran rataan neraca ke-j untuk neraca ke-i, dan Yj adalah total pengeluaran
neraca ke-j.
Sedangkan matriks A =
0 0 A13
A21 A22 0 ......................................................................... (4)
0 A32 A33
Persamaan (1) dan (3) di atas dapat dikerjakan lebih lanjut:
Y = AY + X ..................................................................................... (5)
atau Ai = Tij / Yj ........................................................................ (6)
maka (I-A) Y = X .................................................................................. (7)
atau Y = (I-A)-1
X ........................................................................ (8)
jika Ma = (I-A)-1
........................................................................... (9)
maka Y = Ma X ........................................................................... (10)
Matriks A berisi koefisien-koefisien yang menunjukkan pengaruh langsung dari
perubahan yang terjadi pada sebuah sektor terhadap sektor yang lain. Sedangkan Ma disebut
juga pengganda neraca (accounting multiplier ) merupakan pengganda yang menunjukkan
pengaruh perubahan pada sebuah sektor terhadap sektor lainnya setelah melalui keseluruhan
sistem SNSE. Besarnya nilai pengganda SNSE menunjukkan besarnya keterkaitan
intersektoral dalam perekonomian (Bautista, 2000). Perhitungan total pengganda neraca
setiap sektor terdiri dari beberapa elemen nilai pengganda neraca yaitu:
Activity atau gross output multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total
efek atau dampak terhadap output dalam perekonomian secara keseluruhan akibat adanya
peningkatan permintaan output pada suatu sektor i dalam blok produksi.
Household Income Multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total efek
atau dampak terhadap pendapatan rumah tangga dimana nilai pengganda ini diperoleh dari
penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur yang termasuk kelompok
rumah tangga (termasuk elemen blok institusi) sepanjang kolom sektor i.
Private Income Multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total efek atau
dampak terhadap pendapatan pihak swasta dimana nilai pengganda ini diperoleh dari
penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur swasta (termasuk elemen blok
institusi) dalam kolom sektor i.
![Page 9: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/9.jpg)
III-9
Factorial Multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total efek atau
dampak terhadap penerimaan blok faktor produksi dimana nilai pengganda ini diperoleh dari
penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur yang termasuk blok
faktor produksi (yang terdiri dari tenaga kerja dan modal) sepanjang kolom sektor i. Blok
faktor produksi ini terdiri dari tenaga kerja dan modal.
Dalam penelitian ini, besarnya dampak BLP dan BLBU akan menjadi fokus
perhatian. Program BLP dan BLBU terhadap perekonomian wilayah, penciptaan lapangan
kerja, dan pertumbuhan ekonomi dianalisis dengan melihat dampak subsidi benih dan pupuk
terhadap faktor produksi (tenaga kerja dan bukan tenaga kerja), dampak subsidi benih dan
pupuk terhadap institusi (rumah tangga, pemerintah, dan swasta), serta dampak subsidi benih
dan pupuk terhadap aktivitas produksi.
3.2. Metode Analisis
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak suatu program, maka salah satu
pendekatan yang logis untuk digunakan adalah dengan membandingkan nilai dari indikator-
indikator pada periode sebelum dengan sesudah program BLP dan BLBU diterapkan
(pendekatan ”before and after”). Untuk itu, metode analisis yang akan digunakan adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.2. Isu, Metode Analisis dan Indikator Observasi
No. Isu yang Diteliti Metode Analisis Indikator Observasi
1 Dampak Progam BLP dan BLBU terhadap
produktivitas dan
pendapatan petani
Analisis perbandingan antara usahatani sebelum
menggunakan BLP dan BLBU
dengan usahatani yang telah
menggunakannya (’before and after” approach)
Penggunaan tenaga kerja per ha
B/C per ha usahatani per musim tanam
R/C per ha usahatani per
musim tanam
2 Respon petani dan
instansi terkait Analisis persepsi terhadap
pelaksanaan BLP dan BLBU dan prestasi kerja
Persepsi positif
Persepsi negatif
Saran-saran perbaikan 3 Dampak penggunaan
pupuk organik
terhadap perbaikan
kimia dan struktur lahan
Analisis perbandingan struktur tanah, hara makro (NPK),
kadar bahan organik dan pH
tanah, serta jumlah mikroba tanah tanpa dan dengan
menggunakan pupuk organik
(’with and without” approach)
Parameter Kimia, fisika, dan biologi
![Page 10: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/10.jpg)
III-10
No. Isu yang Diteliti Metode Analisis Indikator Observasi
4 Dampak terhadap
kinerja industri pupuk
organik lokal yang bermitra dengan PT
Pertani
Analisis deskriptif dan tabulasi
mengenai kondisi kinerja
sebelum dan sesudah bermitra dengan PT Pertani (’before and
after” approach)
Produksi pupuk organik per
tahun
Total penerimaan mitra
Jumlah karyawan tetap
Jumlah penggunaan tenaga
kerja per tahun
Sebaran asal daerah tenaga
kerja perusahaan mitra
Manfaat, hambatan-hambatan untuk
berkembang, dan saran
perbaikan. 5. Program BLP dan
BLBU terhadap
perekonomian wlayah,
penciptaan lapangan kerja, dan
pertumbuhan ekonomi
Analisis Social Accounting Matrix (SAM)
Dampak subsidi benih dan pupuk terhadap faktor
produksi
Dampak subsidi benih dan pupuk terhadap institusi
Dampak subsidi benih dan pupuk terhadap aktivitas
produksi 6 Rumusan kebijakan
publik untuk
pengembangan
industri pupuk organik
lokal dan penyempurnaan
program BLP dan
BLBU
Analisis deskriptif dan tabulasi -
7 Rumusan kebijakan publik untuk
penyempurnaan
program BLP dan BLBU
Analisis deskriptif dan tabulasi -
3.3. Sumber Data, Metode Penarikan Sampel Responden dan Ukuran Sampel
Sampel penelitian ini terdiri dari berbagai objek. Untuk mengetahui dampak
penggunaan pupuk organik pada fisik, kimia dan biologi tanah; dilakukan pemilihan sampel
lokasi yang merepresentasikan sebaran program dan jenis tanah serta usahatani. Sementara
untuk mendapatkan dampak BLP pada produktivitas dan pendapatan usahatani dilakukan
pemilihan sampel untuk petani responden. Pemilihan mengikuti sebaran program dan jenis
usahatani petani dengan membandingkan before and after. Demikian pula untuk
merepresentasikan industri pupuk organik, mengikuti sebaran industri pupuk organik yang
telah menjalin kerjasama dengan PT Pertani dan yang belum.
![Page 11: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/11.jpg)
III-11
3.3.1. Dampak Program BLP dan BLBU terhadap Peningkatan Produktivitas dan
Pendapatan Petani.
Lokasi penelitian terdiri atas 7 provinsi, dimana setiap provinsi dipilih masing-masing
2 kabupaten, dan selanjutnya untuk tiap kabupaten dipilih 1 hingga 3 kecamatan contoh.
Pemilihan lokasi berdasarkan data distribusi subsidi. Selanjutnya, pemilihan responden
petani dilakukan secara acak sederhana rata-rata 12 orang petani per kecamatan sampel,
masing-masing untuk petani padi, jagung dan kedelai. Sebagaimana dipaparkan pada Tabel
3.4. total sampel petani padi adalah 330 orang, dimana dari setiap petani diperoleh dua
informasi usahatani padi untuk perbandingan before and after. Jumlah usahatani padi yang
dianalisis berjumlah 660 rumah tangga. Namun, untuk responden petani jagung penerima
bantuan BLP dan BLBU, sampel hanya dipilih dari 4 provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara,
Bengkulu, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Jumlah petani sampel di keempat provinsi tersebut
sama dengan responden petani padi. Total sampel responden petani jagung adalah 150 orang
dengan jumlah usahatani yang dianalisis sebanyak 300 unit. Sementara total sampel
responden Kedelai adalah 120 orang dengan jumlah usaha tani yang dianalisis sebanyak 240
unit yang terangkum dari 4 provinsi terpilih.
Responden adalah yang menerima bantuan BLP pada tahun 2010.. Responden dipilih
dari daftar penerima bantuan yang dimiliki oleh petugas pertanian setempat. Usahatani yang
dijadikan contoh adalah contoh petani yang dipilih secara acak. Perbandingan antara
usahatani sebelum menggunakan pupuk organik dengan yang menggunakan pupuk organik,
dilakukan untuk persil lahan yang sama. Metode pengambilan sampel berdasarkan Metode
Purposive Sampling. Responden terpilih merupakan responden yang mendapatkan Bantuan
Langsung Pupuk (BLP) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) untuk petani padi
dan jagung, serta UPSUS Kedelai untuk petani kedelai. Responden petani padi dan jagung
merupakan petani yang memperoleh bantuan benih, pupuk organik granul, dan pupuk
organik cair. Sementara, responden petani kedelai dipilih petani yang mendapatkan bantuan
benih, pupuk Rhizobium dan Soil Netralizer
![Page 12: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/12.jpg)
III-12
Tabel 3.3. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Usahatani Padi di Seluruh Provinsi
Lokasi Studi.
Provinsi Kabupaten; Kecamatan Usahatani Padi
Sebelum Sesudah
1. Sumatera Utara 1. Deli Serdang; Sibiru-biru 30 30
2. Lampung 1. Lampung Timur; Raman Utara 30 30
2. Lampung Utara; Abung Timur 30 30
3. Bengkulu 1. Bengkulu Tengah; Karang Tinggi 30 30
4. Jawa Barat
1. Cianjur; Cikalong Kulon dan Mande 30 30
2. Sukabumi; Surade, Cibitung, dan Jampang
Kulon 30 30
5. Jawa Tengah 1. Grobogan; Penawangan 30 30
2. Brebes; Songgom 30 30
6. Jawa Timur 1. Bondowoso; Tegal Ampel dan Wonosari 30 30
2. Banyuwangi; Licin dan Sempu 30 30
7. Sulawesi Selatan 1. Gowa; Patta Lassang dan Bonto Marannu 30 30
Total 330 330
Berdasarkan Tabel 3.6. sebaran dan jumlah sampel untuk usahatani padi tersebar di
tujuh provinsi di Indonesia, tujuh provinsi tersebut diantaranya Provinsi Sumatera Utara,
Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dari
setiap provinsi terdiri dari satu sampai dengan tiga kecamatan. Untuk masing-masing
kecamatan dipilih 30 sampel responden sebelum mendapatkan bantuan BLP dan BLBU serta
30 responden setelah mendapatkan bantuan BLP dan BLBU. Jumlah total responden untuk
komoditi padi sebelum mendapatkan bantuan BLP dan BLBU sebanyak 330 responden, dan
jumlah total responden untuk komoditi padi setelah mendapatkan bantuan BLP dan BLBU
sebanyak 330 responden. Sehingga total jumlah sampel usaha tani sebanyak 660 rumah
tangga.
![Page 13: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/13.jpg)
III-13
Tabel 3.4. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Usahatani Jagung di Seluruh Provinsi
Lokasi Studi.
Provinsi Kabupaten; Kecamatan Usahatani Jagung
Sebelum Sesudah
1. Sumatera Utara 1. Deli Serdang; Pancur Batu dan Sibiru-biru 30 30
2. Bengkulu 1. Kepahiang; Kepahiang 30 30
3. Jawa Barat
1. Cianjur; Cikalong Kulon dan Mande 30 30
2. Sukabumi; Surade, Cibitung, dan Jampang
Kulon 30 30
4. Jawa Timur 1. Bondowoso; Tegal Ampel 30 30
Total 150 150
Berdasarkan Tabel 3.7. sebaran dan jumlah sampel untuk usahatani jagung tersebar di
tujuh provinsi di Indonesia, tujuh provinsi tersebut diantaranya Provinsi Sumatera Utara,
Bengkulu, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Dari setiap provinsi terdiri dari satu sampai dengan
tiga kecamatan. Untuk masing-masing kecamatan dipilih 30 sampel responden sebelum
mendapatkan bantuan dan 30 responden setelah mendapatkan bantuan. Jumlah total
responden sebelum mendapatkan bantuan BLBU sebanyak 150 responden, dan jumlah total
responden untuk komoditi jagung setelah mendapatkan bantuan BLBU sebanyak 150
responden. Sehingga total jumlah sampel usaha tani sebanyak 300 rumah tangga.
Tabel 3.5. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Usahatani Kedelai di Seluruh Provinsi
Lokasi Studi
Provinsi Kabupaten; Kecamatan Usahatani Kedelai
Sebelum Sesudah
1. Sumatera Utara 1. Langkat; Binjai 15 15
2. Kota Binjai; Binjai Timur 15 15
2. Bengkulu 1. Kepahiang; Ujan Mas 30 30
3. Jawa Tengah 1. Kendal; Kangkung 30 30
4. Sulawesi Selatan 1. Sidrap; Pitu Riawa 30 30
Total 120 120
Berdasarkan Tabel 3.8. sebaran dan jumlah sampel untuk usahatani kedelai tersebar
di empat provinsi di Indonesia, empat provinsi tersebut diantaranya Provinsi Sumatera
Utara, Bengkulu, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Dari setiap provinsi terdiri dari satu
sampai dengan 2 Kabupaten. Dari setiap kabupaten terdiri dari satu kecamatan. Untuk
![Page 14: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/14.jpg)
III-14
masing-masing kecamatan dipilih 30 sampel responden. Untuk masing-masing provinsi
dipilih 30 sampel responden sebelum mendapatkan bantuan UPSUS Kedelai serta 30
responden setelah mendapatkan bantuan UPSUS Kedelai. Jumlah total responden untuk
komoditi kedelai sebelum mendapatkan bantuan UPSUS Kedelai sebanyak 120 responden,
dan jumlah total responden untuk komoditi kedelai setelah mendapatkan bantuan UPSUS
Kedelai sebanyak 120 responden. Sehingga total julah sampel usaha tani kedelai sebanyak
240 rumah tangga.
3.3.2. Pengukuran Tingkat Kepuasan Petani
Untuk mengukur tingkat kepuasan petani digunakan Customer Satisfaction Index
(CSI). CSI merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mendukung peneliti
agar dapat mengetahui tingkat kepuasan petani secara menyeluruh. Pengukuran CSI terdiri
dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan petani akan setiap atribut produk
benih BLBU dan pupuk BLP yang mempengaruhi kepuasan petani dengan menggunakan
skala likert
2. Menghitung rata-rata skor kepentingan dan rata-rata skor kepuasan masing-masing
atribut.
3. Weighting Factors (WF), adalah suatu fungsi dari Mean Importance Score (MISi)
masing-masing atribut dalam bentuk persentase yang berasal dari total Mean Importance
Score (MIS-t) dari semua atribut produk yang diuji.
𝑊𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟𝑠 WF = MISi
Total MIS 𝑥 100%
Dimana i = atribut ke-i
4. Weight Score (WS), ialah fungsi dari Mean Satisfaction Score (MSS) yang dikalikan
dengan Weighting Factors (WF)
WS = MSS x WF
5. Weight Average Total (WAT), ialah fungsi dari total Weight Score (WS) dari semua
atribut
WAT = WS1 + WS2 + …..WS ke-i
![Page 15: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/15.jpg)
III-15
6. Customer Satisfaction Index (CSI), ialah fungsi dari Weighted Average (WA) dibagi
dengan skala maksimum yang digunakan atau Highest Scale (HS), dalam hal ini skala
empat (4).
CSI = WA
HS 𝑥 100%
Pada umumnya apabila nilai CSI diatas 50 persen dapat dikatakan bahwa
pelanggan, dalam hal ini petani sudah merasa puas, demikian sebaliknya apabila nilai CSI
dibawah 50 persen dikatan belum puas. Nilai CSI dalam penelitian ini dibagi kedalam
lima kriteria dari tidak puas sampai dengan sangat puas (Tabel….). Kriteria ini mengikuti
modifikasi kriteria yang dibuat oleh PT Sucofindo dalam melakukan survey kepuasan
pelanggan.
Tabel 3.6. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index
Nilai CSI Kriteria CSI
0,81- 1,00
0,66- 0,80
0,51- 0,65
0,35- 0,50
0,00- 0,34
Sangat Puas
Puas
Cukup Puas
Kurang Puas
Tidak Puas
3.3.3. Dampak Pemberian Pupuk Organik terhadap Perbaikan Sifat Kimia dan
Struktur Tanah
Dampak pemberian pupuk organik yang disalurkan ke petani, baik cair maupun
granul, yang menjadi bagian dari BLP diamati di 4 provinsi, meliputi Sumatera Utara,
Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Pupuk organik diberikan pada
tanaman padi sawah, jagung dan kedelai pada saat tanam dengan dosis bervariasi antara 50-
300 kg/ha untuk pupuk organik granul (POG) dan 1-2 liter/ha untuk pupuk organik cair
(POC). Area padi sawah yang diberi pupuk organik pada kajian ini merupakan sawah
berpengairan setengah teknis dan tadah hujan, sementara untuk kedelai dan jagung berada
pada area tegalan (tanpa pengairan teknis). Hampir di setiap lokasi, pemberian POG dan
POC merupakan yang pertama (tahun ke-1).
Evaluasi dampak pemberian pupuk (organik, rhizobium, dan soil netralizer) terhadap
perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi dari lahan pertanian yang diusahakan dilihat dari
perubahan atau perbedaan sifat-sifat tersebut dibandingkan dengan sifat-sifat yang sama dari
lahan pertanian yang tidak diberi pupuk atau bantuan.
![Page 16: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/16.jpg)
III-16
Gambaran sifat fisik, kimia dan biologi diperoleh dengan melakukan analisis tanah
dari contoh-contoh tanah terganggu yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm
dan dari contoh tidak terganggu pada kondisi jenis komoditas yang sama dan karakteristik
lahan (perlakuan pemupukan, pengelolaan lahan, dan kelerengan) yang relatif sama. Jumlah
contoh tanah yang diambil pada setiap provinsi, kabupaten dan kecamatan terpilih.
Berdasarkan pertimbangan ini maka dapat diketahui karekteritik contoh tanah yang diambil
pada lokasi terpilih seperti terlihat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Karakteristik Contoh Tanah
No Komoditas Perlakukan Pemupukan Jenis Contoh Tanah
1 Padi
Demplot
Kesuburan Tanah, Biologi
Tanah dan Ring Sample (sifat fisik)
Lahan Petani yang mendapat
bantuan Pupuk dan Benih
Kesuburan Tanah, Biologi
Tanah dan Ring Sample (sifat fisik)
Lahan Tanpa Bantuan
Kesuburan Tanah, Biologi
Tanah dan Ring Sample
(sifat fisik)
2 Kedelai
Demplot
Kesuburan Tanah, Biologi
Tanah dan Ring Sample
(sifat fisik)
Lahan Petani yang mendapat
bantuan Pupuk dan Benih
Kesuburan Tanah, Biologi Tanah dan Ring Sample
(sifat fisik)
Lahan Tanpa Bantuan Kesuburan Tanah, Biologi Tanah dan Ring Sample
(sifat fisik)
Pada komoditas Jagung contoh tanah tidak diambil karena dari hasil temuan lapang
komoditas ini tidak mendapatkan pupuk, sehingga tidak perlu dilakukan analisis dampak
pemberian pupuk. Contoh tanah diambil pada setiap provinsi dan di kabupaten atau
kecamatan terpilih. Selain itu, contoh tanah hanya diambil pada 1 atau 2 desa tergantung dari
jumlah desa yang mendapatkan bantuan pada setiap kecamatan. Sebaran dan total contoh
tanah yang diambil pada setiap provinsi dan pada 2 komoditas (kedelai dan padi sawah)
dapat dilihat pada Tabel 2. Pengambilan contoh tanah juga mempertimbangkan keterwakilan
komoditi di suatu provinsi, sehingga pada provinsi dimana terdapat 2 komoditi (kedelai dan
padi sawah) ditetapkan sebagai lokasi pengambilan contoh tanah, sedangkan provinsi dengan
1 komoditas tidak dipilih sebagai lokasi pengambilan contoh tanah, kecuali bila karakteristik
lahan sangat berbeda, misalnya pada Provinsi Jawa Barat ditemukan pemberian bantuan
pupuk pada lahan kering. Lahan demplot bantuan pupuk tidak ditemukan pada semua lokasi,
sehingga contoh tanah dari lahan demplot tidak harus ada pada setiap lokasi pengambilan
![Page 17: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/17.jpg)
III-17
contoh tanah. Total jumlah contoh tanah adalah 37 yang terdiri dari contoh kesuburan tanah,
contoh biologi tanah, dan contoh tidak terganggu (ring sample).
Tabel 3.8. Sebaran dan Jumlah Contoh Tanah
Provinsi/Kabupaten
Kedelai Padi
Jumlah* Demplot Pupuk
Tanpa Pupuk
Demplot Pupuk Tanpa Pupuk
1. Sumatera Utara
a. Deli Serdang 2 2 4
b. Kota Binjai 2 1 3
c. Langkat
2. Bengkulu
a. Kepahiang 2 1 3
b. Bengkulu
Tengah
2 1 3
3. Lampung
a. Lampung
Timur
b. Lampung Utara
4. Jawa Barat
a. Sukabumi 1 2 1 4
b. Cianjur 1 2 1 4
5. Jawa Timur
a. Bondowoso
b. Banyuwangi
6. Jawa Tengah
a. Kendal 1 2 1 4
b. Grobokan 1 2 1 4
7. Sulawesi Selatan
a. Sidrap 1 2 1 4
b. Gowa 1 2 1 4
Total 37
Pengambilan contoh tanah terganggu untuk kesuburan dan biologi tanah dilakukan
sebagai berikut:
a. Permukaan tanah dibersihkan dari rumput atau ranting atau sampah;
b. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0 sampai 20 cm sebanyak 300 gram pada 5 titik
berbeda yang menyebar pada lahan terpilih dengan mengunakan bor, cangkul atau
sekop.
c. Kelima contoh tanah tersebut dicampur dengan baik dan merata dalam kantong plastik
besar atau tempat ember.
d. Dari contoh tanah yang sudah tercampur baik tersebut diambil separo atau kurang lebih
750 gram untuk contoh tanah kesuburan dan biologi tanah, kemudian masing-masing
dimasukan dalam kantong plastik (ukuran 1 kg) dan diikat kuat dengan gelang karet.
![Page 18: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/18.jpg)
III-18
e. Kedua contoh tanah tersebut diberi label (misalnya Biologi-Demplot-Padi-Desa A,
Kesuburan-Demplot-Padi-Desa A, dst.)
f. Kalau tersedia GPS receiver lokasi pengambilan contoh tanah ditetapkan dan dicatat
koordinat geografis.
Sementara, pengambilan contoh tanah tidak terganggu diambil dengan ring sample
dan dilakukan dengan mengikuti langhah-langkah berikut:
a. Permukaan tanah dibersihkan dari rumput atau ranting atau sampah;
b. Ring Sample diletakkan pada tanah dengan bagian yang runcing menghadap ke tanah
(kebawah), kemudian dibuat lingkaran dengan titik pusat pada ring sample dengan garis
tengah 2 kali lebih besar.
c. Lingkaran diluar ring sample digali sedalam kurang lebih 30 cm, sehingga terbentuk
lubang lingkaran.
d. Kemudian Ring Sample ditekan vertikal dengan hati-hati dengan menggunakan penekan
ring sample (kayu), kalau ternyata sulit untuk menekannya dapat dipukul-pukul dengan
palu kayu perlahan-l;ahan.
e. Setelah tanah yang berada di dalam ring sample sudah muncul di atas bibir ring bagian
atas maka penekanan dihentikan, kemudian bawahnya dipotong dengan pisau atau atau
sekop.
f. Ring yang sudah berisi tanah tersebut kemudian diratakan dikedua sisinya dengan pisau
tajam dan tipis (cutter), sehingga kedua permukaan betul-betul rata dengan kedua bibir
ring sample.
g. Terakhir kedua bagian muka tanah tersebut ditutup dengan tutup ring yang terbuat dari
plastik dan diberi label.
h. Kalau tersedia GPS receiver perlu dicatat koordinat geografis dari lokasi pengambilan
contoh tanah tsb.
Parameter sifat kimia yang akan diamati adalah pH, C (karbon organik ), N
(nitrogen), P(posfor), K (kalium), KTK (Kapasitas Tukar Kation), KB (Kejenuhan Basa),
unsur mikro seperti Fe (besi), Mn (mangan), Cu (tembaga), dan Zn (seng), sedangkan
parameter sifat fisik yang akan diamati terbatas pada bobot isi. Sementara, parameter sifat
biologi terdiri total mikroba, respirasi, dan rhizobium. Parameter analisis tanah dan metode
analisis sifat-sifat tanah disajikan pada Tabel 3.5.
![Page 19: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/19.jpg)
III-19
Tabel 3.9. Parameter Sifat-sifat Tanah dan Metoda Analisis yang Digunakan dalam
Studi
No. Parameter Metode
Kimia
1 pH (H2O dan KCl) pH-meter
2 C-organik (%) Walkley dan Black
3 N-total (%) Kjeldahl
4 P2O5 cadangan (mg/100g) Ekstrak HCl 25%
5 K2O cadangan (mg/100g) Ekstrak HCl 25%
6 P2O5 tersedia (ppm) Bray 1
7 K2O tersedia (ppm) Morgan
8 KTK (me/100g) Ekstrak NH4Oac pH 7
9 KB (%) Perhitungan
10 Fe, Mn, Cu, dan Zn (ppm) Ekstrak HCl, AAS
Fisika
11 Bobot Isi Ring sample
Biologi
12 Total mikroba Plate count agar
13 Respiransi Titrasi
14 Rhizobium Plate count agar
15 Azotobacter Plate count agar
Parameter setiap sifat-sifat tanah diatas yang diperoleh dari analisis contoh tanah akan
dievaluasi dengan membandingkankannya dengan kriteria tingkat kesuburan dari PPT dan
membandingkan antar parameter sifat kimia, fisik dan biologi dari lahan yang diberi pupuk
dan tanpa pupuk. Evaluasi pertama untuk melihat apakah lahan yang dianalisis merupakan
lahan dengan tingkat kesuburan rendah, sedang dan tinggi, sedangkan evaluasi yang kedua
untuk mendapatkan gambaran apakah ada perubahan terhadap sifat kimia, fisik, dan biologi
sebagai dampak dari pemberian pupuk.
3.3.4. Dampak Program BLBU dan BLP terhadap Pengembangan dan Kinerja Pabrik
Pupuk Organik
Pelaksanaan program BLBU dan BLP telah mendorong berkembangnya pabrik pupuk
skala mitra di berbagai daerah. Sejauh ini, sebagian dari pabrik pupuk organik ini telah
bermitra dengan PT Pertani dalam memproduksi dan menyalurkan pupuk organik. Untuk
menganalisis dampak program ini terhadap perkembangan dan kinerja pabrik-pabrik pupuk
organik, maka akan dilakukan interview mendalam dengan 2 mitra pupuk organik di masing-
masing wilayah yang menjadi lokasi penelitian. Adapun rincian dari sampelnya di tampilkan
pada tabel di bawah ini. Namun, karena persebaran lokasi pabrik pupuk organik yang
bermitra dengan PT Pertani tidak selalu mengikuti lokasi kabupaten studi, maka pemilihan
![Page 20: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/20.jpg)
III-20
mitra PT. Pertani contoh akan didasarkan pada pertimbangan skala produksi pupuk
organiknya.
Adapun untuk sebaran wilayah mitra produsen pupuk yang menjadi sampel terdapat
di 5 provinsi yang meliputi 7 (tujuh) kabupaten. Mitra PT Pertani yang memproduksi Pupuk
Organik Granul (POG) terdapat di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Deli Serdang
sebanyak 2 mitra, sebanyak 3 (tiga) mitra terdapat di Provinsi Jawa Barat Kabupaten
Sukabumi, satu mitra terdapat di Provinsi Jawa Timur Kabupaten Mojokerto, dan di Provinsi
Sulawesi Selatan terdapat 2 mitra di Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Gowa.
Sementara untuk mitra produsen Pupuk Organik Cair yang menjadi sampel terdapat di
Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Magelang. Mitra produsen pupuk soil netralizer yang
menjadi sampel sebanyak satu mitra yang terdapat di Provinsi Jawa Barat Kabupaten Cianjur
dan mitra yang memproduksi rhizobium terdapat 2 unit pabrik di Kabupaten Cianjur yang
dijadikan sampel.
Tabel 3.10. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Mitra Produsen Pupuk Organik di
Seluruh Provinsi Lokasi Studi
No. Provinsi Jumlah Contoh Mitra sampel
1 Sumatera Utara 3
2 Jawa Barat 6
3 Jawa Tengah 2
4 Jawa Timur 2
5 Sulawesi Selatan 2
Total 15
3.3.5. Respon Instansi Terkait
Respon dari berbagai instansi yang terkait, seperti Dinas Pertanian Kabupaten,
Penyuluh Pertanian, kepala desa, dan LSM akan di kaji dari informasi primer berupa opini
dari pimpinan atau pihak yang dianggap memiliki kompetensi yang paling baik pada lembaga
yang bersangkutan. Pemilihan responden dilakukan secara metode purposive. Diskusi
ataupun tanya-jawab dilakukan dengan metode interview mendalam. Interview akan dipandu
dengan kuesioner yang telah dikembangkan oleh tim peneliti terlebih dahulu.
![Page 21: Bab 3](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022062409/55cf9dba550346d033aeedc4/html5/thumbnails/21.jpg)
III-21
3.3.5. Dampak Progam BLP dan BLBU terhadap Perekonomian Wilayah, Penciptaan
Lapangan Kerja, dan Pertumbuhan Ekonomi
Data yang digunakan untuk menganalisis dampak ini adalah data sekunder dan data
primer. Data ini bersumber dari (a) Tabel Input Output / SAM Indonesia tahun 2005,
(b) Koefisien teknis beberapa komoditi perkebunan utama indonesia (c) Koefisien teknis
beberapa industri hilir perkebunan Indonesia. Data tersebut diharapkan dapat diperoleh dari
BPS, produsen pupuk, benih, dan hasil survey.