bab 3

21
III-1 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Secara konseptual dampak program BLP dan BLBU terhadap perbaikan struktur lahan pertanian, produktivitas, kesempatan kerja, pendapatan dan pertumbuhan perekonomian lokal dapat divisualisasikan seperti pada Gambar 3.1. Dampak ini terjadi pada dua level, yaitu (a) level usahatani dan keluarga petani dan (b) level perekonomian desa. Gambar 3.1. Dampak Program BLP dan BLBU Program terhadap Produktivitas Lahan, Kesempatan Kerja, Pendapatan Petani dan Pertumbuhan Perekonomian Lokal Lahan pertanian miskin bahan organik HYV dan pupuk anorganik Perbaikan struktur fisik, kimia dan biologi lahan Peningkatan Produktivitas Lahan meningkat Pemberian pupuk organik Penggunaan pupuk anorganik berlebihan Pabrik pupuk organik lokal berkembang Peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan buruh serta pendapatan pengusaha UKM Permintaan bahan baku untuk pupuk organik Peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan buruh, serta pendapatan petani Peningkatan konsumsi dan investasi masyarakat Peningkatan laju pertumbuhan perekonomian lokal dan pemerataan pendapatan

Upload: tu-tunk-kusumah

Post on 22-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 3 metode

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 3

III-1

BAB III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Secara konseptual dampak program BLP dan BLBU terhadap perbaikan struktur

lahan pertanian, produktivitas, kesempatan kerja, pendapatan dan pertumbuhan

perekonomian lokal dapat divisualisasikan seperti pada Gambar 3.1. Dampak ini terjadi pada

dua level, yaitu (a) level usahatani dan keluarga petani dan (b) level perekonomian desa.

Gambar 3.1. Dampak Program BLP dan BLBU Program terhadap Produktivitas

Lahan, Kesempatan Kerja, Pendapatan Petani dan Pertumbuhan

Perekonomian Lokal

Lahan pertanian miskin bahan organik

HYV dan pupuk anorganik

Perbaikan struktur fisik, kimia dan biologi lahan

Peningkatan Produktivitas Lahan

meningkat

Pemberian pupuk organik

Penggunaan pupuk anorganik berlebihan

Pabrik pupuk organik lokal berkembang

Peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan

buruh serta pendapatan pengusaha UKM

Permintaan bahan baku untuk pupuk organik

Peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan buruh, serta

pendapatan petani

Peningkatan konsumsi dan investasi masyarakat

Peningkatan laju pertumbuhan perekonomian lokal dan pemerataan pendapatan

Page 2: Bab 3

III-2

3.1.1. Dampak Pada Level Usahatani dan Keluarga Petani

Pengaruh pada level usahatani dan keluarga tani disebabkan oleh pemberian pupuk

organik (BLP) pada lahan pertanian yang mengalami degradasi sifat fisik, kimia, dan biologi

sebagai akibat dari pemberian pupuk organik yang berlebihan dalam kurun waktu yang

panjang. Kondisi ini mengakibatkan produktivitas lahan menurun dan mengalami stagnasi

pada level yang rendah.

Komposisi tanah ideal untuk pertumbuhan tanaman terdiri atas 50% bahan padat

mineral, 25% berisi air, 20% berisi udara dan sisanya berupa bahan organik (Soepardi, 1983).

Menurut Tisdale and Nelson (1985) secara kimia tanah subur mengandung bahan organik

(BO) tidak kurang dari 2%. Ini artinya meskipun Bahan Organik (BO) memiliki kandungan

relatif sedikit dibanding material tanah lainnya, tetapi memiliki arti yang sangat besar.

Namun demikian, tanah-tanah di Indonesia terutama yang bertekstur kasar, umumnya

memiliki kandungan Bahan Organik (BO) relatif rendah (<1,5%). Padahal menurut

Handayanto (1999) pada sistem pertanian berkelanjutan minimal kadar Bahan Organik (BO)

dalam tanah 2%.

Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Stevenson,

1992). Pemberian bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah keras menjadi gembur,

sehingga lebih mudah menyerap dan menyimpan air (Blair at al, 2003). Bahan Organik (BO)

dapat memantapkan agregat tanah sehingga lebih stabil. Bahan Organik (BO) dapat

meningkatkan daya serap dan kemampuan tanah dalam menahan unsur hara sehingga

menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Unsur hara N, P, dan S dapat diikat oleh Bahan Organik

(BO) dan menjadi sulit terbawa air (tercuci). Selain itu, mineralisasi Bahan Organik (BO)

dalam tanah akan melepaskan sejumlah hara NPK yang berguna bagi tanaman (Tisdale and

Nelson, 1985). Pemberian Bahan Organik (BO) juga meningkatkan pertumbuhan dan

aktivitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi

mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Beberapa mikroorganisme yang berkembang

dalam tanah memiliki kontribusi besar dalam penyediaan hara tanaman (Tian, 1997).

Singkatnya, pemberian pupuk organik pada lahan akan memperbaiki struktur fisik,

kimia dan biologi lahan. Pemulihan kondisi lahan membuat penggunaan pupuk anorganik

pada lahan tersebut akan menjadi lebih efisien. Sehingga, kuantitas pemupukan tidak perlu

sebesar sebelum pemberian pupuk organik pada lahan tersebut. Dengan demikian, pemberian

bantuan bibit bersertifikat (BLBU) yang didukung dengan pemberian pupuk anorganik

Page 3: Bab 3

III-3

(BLPA) dengan kuantitas yang lebih rendah pada lahan yang telah pulih kondisinya karena

pemberian pupuk organik (BLPO) akan dapat meningkatkan produktivitas lahan.

Peningkatan produktivitas lahan tersebut akan mengakibatkan dua hal terjadi, yaitu

(a) peningkatan penggunaan tenaga kerja pada tingkat usahatani, pengolahan dan pemasaran

outputnya, dan (b) peningkatan pendapatan petani sebagai pengelola usahatani. Peningkatan

kesempatan kerja meningkatkan pendapatan kaum pekerja yang bekerja di usahatani dan

pengolahan dan pemasaran outputnya. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya konsumsi

mereka. Peningkatan konsumsi ini akan menggerakkan perekonomian lokal untuk bertumbuh

lebih cepat.

3.1.2. Dampak pada Level Perekonomian Desa

Menelusuri dampak program BLP dan BLBU jauh lebih kompleks pada level

perekonomian desa dari pada menelusuri dampaknya pada level usahatani. Peningkatan

kesempatan kerja meningkatkan pendapatan kaum pekerja yang bekerja di usahatani yang

meliputi pengolahan dan pemasaran outputnya. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya

pengeluaran konsumsi dan tabungan mereka. Melalui sektor perbankan tabungan akan

disalurkan ke dunia usaha yang akan menggunakannya untuk membiaya investasi usahanya.

Peningkatan pengeluaran konsumsi dan investasi tersebut akan mengakibatkan timbulnya

efek pengganda (multiplier effects) pada perekonomian.

Di sisi lain, permintaan pupuk organik oleh petani lokal akan mendorong

berkembangnya industri pupuk organik lokal dan meningkatkan pendapatan pemilik

perusahaan pupuk organik tersebut. Berkembangnya industri pupuk organik lokal juga akan

meningkatkan kesempatan kerja lokal dan permintaan bahan baku untuk produksi pupuk

organik yang berdampak pada peningkatan pendapatan kaum pekerja lokal dan pemasok

bahan pupuk organik. Selanjutnya, peningkatan pendapatan pemilik pabrik pupuk, kaum

pekerja dan pemasok bahan baku akan berdampak pada peningkatan permintaan barang

konsumsi dan tabungan mereka.

Melalui sektor perbankan akan disalurkan dana untuk dunia usaha yang akan

menggunakannya untuk membiaya investasi usahanya. Peningkatan pengeluaran konsumsi

dan investasi tersebut akan mengakibatkan timbulnya efek pengganda (multiplier effects)

pada perekonomian. Peningkatan pengeluran konsumsi dan investasi oleh berbagai kelompok

yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam program BLP dan BLBU, serta efek

pengganda yang diakibatkannya akan menjadi pemicu perekonomian lokal untuk bertumbuh

dengan cepat. Singkatnya, program BLP dan BLBU akan memberikan dampak yang sangat

Page 4: Bab 3

III-4

signifikan peningkatan pendapatan petani, buruh tani dan industri pupuk organik, serta

pertumbuhan perekonomian lokal.

3.1.3. Masalah Dampak Program terhadap Distribusi Pendapatan antar Kelompok

Hal yang perlu dicermati adalah pelaksanaan program BLP dan BLBU tidak hanya

berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga akan berdampak pada distribusi

pendapatan. Evaluasi dampak program terhadap distribusi pendapatan antar kelompok sangat

penting untuk mendapat perhatian mengingat bahwa salah satu tujuan pokok dari program ini

adalah untuk meningkatkan pendapatan kelompok petani pangan dan buruh taninya. Dalam

kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi sering diikuti dengan memburuknya

distribusi pendapatan antar kelompok dimana kelompok miskin yang sesungguhnya

merupakan sasaran pemerintah untuk ditingkatkan pendapatannya justru mendapatkan porsi

peningkatan pendapatan yang tidak signifikan.

Oleh karena itu, dampak suatu program pemerintah (kebijakan publik) tidak hanya

penting dilihat dari hanya besarnya dampak, tetapi juga dari sisi distribusinya. Agar hal

tersebut dapat dianalisis secara simultan, maka metode analisis yang akan digunakan adalah

Social Accounting Matrix (SAM) yang di Indonesia disebut Sistem Neraca Sosial Ekonomi

(SNSE) Indonesia. SAM mula-mula dikembangkan oleh Richard Stone dan kawan-kawan

pada tahun 1953 di Cambridge University, Inggris (Pyatt dan Round 1985). Pada dasarnya,

pendekatan SAM adalah pengembangan Input Output (IO) dengan mengakomodasikan efek

umpan balik dari sektor (neraca) rumah tangga dan mengembangkan kerangka analisis yang

memungkinkan penelusuran distribusi pendapatan berdasarkan kelompok rumah tangga.

Dengan perkataan lain, SAM memungkinkan untuk melakukan analisis pertumbuhan (PDB,

lapangan kerja) dan distribusi secara simultan.

Kerangka teoritis dari SAM diawali dengan adanya kebutuhan dasar (basic needs)

dari masyarakat/rumah tangga berupa kebutuhan akan berbagai produk/komoditi. Untuk

memenuhi kebutuhan tersebut, masyarakat melakukan pembelian kepada sektor-sektor

produksi (Gambar 3.2). Hal ini mendorong sektor-sektor produksi untuk beraktivitas guna

menghasilkan berbagai kebutuhan masyarakat. Sektor produksi membutuhkan input antara

(intermediate inputs) dan faktor produksi. Faktor produksi secara garis besar terdiri dari

tenaga kerja dan modal. Tenaga kerja dimiliki oleh sektor rumah tangga, sedangkan modal

dimiliki oleh rumah tangga, lembaga keuangan, maupun pemerintah. Balas jasa yang

diterima kedua faktor produksi dikenal sebagai pembagian balas jasa berdasarkan faktor

produksi atau dikenal sebagai distribusi pendapatan faktorial. Penjumlahan kedua nilai balas

Page 5: Bab 3

III-5

jasa tersebut dikenal sebagai nilai tambah dan penjumlahan semua nilai tambah dalam suatu

negara dikenal sebagai produk domestik bruto (PDB).

Gambar 3.2. Sistem Modular SAM

Rumah tangga menerima pendapatan baik dari gaji/upah maupun pendapatan dari

imbalan atas kapital yang dimiliki. Dengan mengelompokkan rumah tangga berdasarkan

strata tertentu, maka distribusi pendapatan rumah tangga dapat dideskripsikan. Jika

masyarakat dikelompokkan berdasarkan tingkat pendapatan, maka distribusi pendapatan

berdasarkan golongan pendapatan dapat diidentifikasi. Rumah tangga menggunakan

pendapatan mereka untuk pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan, investasi, ataupun untuk

tabungan. Tabungan tersebut pada dasarnya merupakan proses pembentukan modal yang

dapat dimanfaatkan oleh sektor produksi.

Kebutuhan Dasar

Pengeluaran Rumahtangga

terhadap Keinginan

Injeksi

Distribusi Pendapatan Rumahtangga dan Institusi

Lainnya

Pengeluaran Komoditas dan

Permintaan Akhir PENGELUARAN INVESTASI

DAN KONSUMSI PEMERINTAH

Faktor-faktor Produksi, PDB,

Distribusi Pendapatan Faktorial Aktivitas

Produksi

Swasta Pemerintah

Ekspor, Impor, dan Neraca

Pembayaran

Page 6: Bab 3

III-6

3.1.4. Kerangka Analisis Multiplier IRSAM Mengenai Dampak Pembangunan

Pedesaan, Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja

Kerangka dasar SNSE terdiri dari empat neraca yaitu; (i) neraca faktor produksi, (ii)

neraca institusi, (iii) neraca sektor produksi, dan (iv) neraca lainnya (BPS, 1999). Tabel 3.1

memberikan suatu kerangka SNSE secara agregatif. Setiap sel dengan isian Tij merupakan

suatu sub sistem yang menggambarkan transaksi yang terjadi diantara berbagai neraca.

Sebagai contoh, T13 merupakan subsistem yang menguraikan distribusi pendapatan (nilai

tambah) menurut jenis faktor-faktor produksi pada setiap sektor kegiatan ekonomi. Artinya

dalam melakukan proses produksi menghasilkan barang dan jasa yang berjumlah y3 (total

output), sektor produksi membutuhkan partisipasi faktor-faktor yang dibayar dengan balas

jasa sebesar T13. Untuk neraca faktor produksi nilai T13 merupakan penerimaan, sedangkan

untuk neraca sektor produksi nilai tersebut merupakan pengeluaran.

Tabel 3.1. Skema Tabel SNSE Secara Agregatif

PENERIMAAN

PENGELUARAN

Neraca Endogen Neraca

Eksogen Jumlah Faktor

Produksi Institusi

Sektor

Produksi

1 2 3 4 5

Neraca

Endogen

Faktor

Produksi 1 0 0 T13 T14 y1

Institusi 2 T21 T22 0 T24 y2

Sektor

Produksi 3 0 T32 T33 T34 y3

Neraca Eksogen 4 I1 I2 I3 I4 y4

Jumlah 5 y’1 y’3 y’3 y’4

Sumber: BPS, 1999.

Pada Tabel 3.1 tersebut notasi Tij digunakan untuk menunjukkan matriks transaksi

yang diterima oleh neraca baris ke-i dari neraca kolom ke-j. Sedangkan notasi yi

menunjukkan total penerimaan neraca ke-i, dan y’i menunjukkan total pengeluaran neraca ke-

i. Sesuai dengan ketentuan yi harus sama dengan y’i untuk setiap i=j.

Di dalam tabel SNSE terdapat beberapa matriks. Matriks T merupakan matriks

transaksi antar blok dalam neraca endogen. Matriks X menunjukkan pendapatan neraca

endogen dari neraca eksogen. Matriks L menunjukkan pengeluaran neraca endogen untuk

neraca eksogen, disebut juga leakages. Matriks Y merupakan pendapatan total dari neraca

endogen. Sedangkan matriks Y’ merupakan pengeluaran total dari neraca endogen.

Page 7: Bab 3

III-7

Distribusi pendapatan neraca endogen dalam tabel SNSE dapat dibuat suatu persamaan

sebagai berikut:

Y = T + X ............................................................................................. (1)

dimana T merupakan matriks transaksi yang menunjukkan terjadinya transaksi antar neraca

seperti T13 T21 dan T32 dan transaksi yang terjadi dalam neraca yang sama seperti T22 dan T33.

Hubungan atau Transaksi antar blok dalam SNSE dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.3.Transaksi Antar blok dalam SNSE

Matriks T sebagai matriks transaksi antar blok di dalam neraca endogen dapat ditulis

juga dalam bentuk matriks sebagai berikut:

0 0 T13

T = T21 T22 ......................................................................... (2)

0 T32 T33

Pada baris satu, T13 menunjukkan penerimaan faktor produksi dan kegiatan produksi.

Pada baris ke dua, T21 menunjukkan penerimaan institusi dari faktor produksi dan T22

menunjukkan penerimaan institusi dari institusi itu sendiri. Pada baris ke tiga, T32

menunjukkan penerimaan kegiatan produksi dari institusi dan T33 menunjukkan penerimaan

kegiatan produksi dari kegiatan produksi itu sendiri.

Matriks transaksi T di atas menunjukkan aliran penerimaan dan pengeluaran yang dinyatakan

dalam satuan moneter. Apabila setiap sel dalam matriks T dibagi dengan jumlahnya, maka

akan didapatkan sebuah matriks baru yang menunjukkan besarnya kecenderungan rataan

pengeluaran (average expenditure propensities), Aij dapat dirumuskan sebagai pengeluaran

sektor (neraca) ke-j untuk sektor ke-i dibagi total pengeluaran ke-j; atau bila dirumuskan

adalah sebagai berikut:

Aij = Tij / Yj .................................................................................... (3)

Kegiatan T33

Institusi T22

Faktor Produksi

T11

T32

T21

T13

Page 8: Bab 3

III-8

dimana : Aij adalah kecenderungan rataan pengeluaran neraca ke-j untuk neraca ke-i, Tij

adalah pengeluaran rataan neraca ke-j untuk neraca ke-i, dan Yj adalah total pengeluaran

neraca ke-j.

Sedangkan matriks A =

0 0 A13

A21 A22 0 ......................................................................... (4)

0 A32 A33

Persamaan (1) dan (3) di atas dapat dikerjakan lebih lanjut:

Y = AY + X ..................................................................................... (5)

atau Ai = Tij / Yj ........................................................................ (6)

maka (I-A) Y = X .................................................................................. (7)

atau Y = (I-A)-1

X ........................................................................ (8)

jika Ma = (I-A)-1

........................................................................... (9)

maka Y = Ma X ........................................................................... (10)

Matriks A berisi koefisien-koefisien yang menunjukkan pengaruh langsung dari

perubahan yang terjadi pada sebuah sektor terhadap sektor yang lain. Sedangkan Ma disebut

juga pengganda neraca (accounting multiplier ) merupakan pengganda yang menunjukkan

pengaruh perubahan pada sebuah sektor terhadap sektor lainnya setelah melalui keseluruhan

sistem SNSE. Besarnya nilai pengganda SNSE menunjukkan besarnya keterkaitan

intersektoral dalam perekonomian (Bautista, 2000). Perhitungan total pengganda neraca

setiap sektor terdiri dari beberapa elemen nilai pengganda neraca yaitu:

Activity atau gross output multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total

efek atau dampak terhadap output dalam perekonomian secara keseluruhan akibat adanya

peningkatan permintaan output pada suatu sektor i dalam blok produksi.

Household Income Multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total efek

atau dampak terhadap pendapatan rumah tangga dimana nilai pengganda ini diperoleh dari

penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur yang termasuk kelompok

rumah tangga (termasuk elemen blok institusi) sepanjang kolom sektor i.

Private Income Multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total efek atau

dampak terhadap pendapatan pihak swasta dimana nilai pengganda ini diperoleh dari

penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur swasta (termasuk elemen blok

institusi) dalam kolom sektor i.

Page 9: Bab 3

III-9

Factorial Multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total efek atau

dampak terhadap penerimaan blok faktor produksi dimana nilai pengganda ini diperoleh dari

penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur yang termasuk blok

faktor produksi (yang terdiri dari tenaga kerja dan modal) sepanjang kolom sektor i. Blok

faktor produksi ini terdiri dari tenaga kerja dan modal.

Dalam penelitian ini, besarnya dampak BLP dan BLBU akan menjadi fokus

perhatian. Program BLP dan BLBU terhadap perekonomian wilayah, penciptaan lapangan

kerja, dan pertumbuhan ekonomi dianalisis dengan melihat dampak subsidi benih dan pupuk

terhadap faktor produksi (tenaga kerja dan bukan tenaga kerja), dampak subsidi benih dan

pupuk terhadap institusi (rumah tangga, pemerintah, dan swasta), serta dampak subsidi benih

dan pupuk terhadap aktivitas produksi.

3.2. Metode Analisis

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak suatu program, maka salah satu

pendekatan yang logis untuk digunakan adalah dengan membandingkan nilai dari indikator-

indikator pada periode sebelum dengan sesudah program BLP dan BLBU diterapkan

(pendekatan ”before and after”). Untuk itu, metode analisis yang akan digunakan adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.2. Isu, Metode Analisis dan Indikator Observasi

No. Isu yang Diteliti Metode Analisis Indikator Observasi

1 Dampak Progam BLP dan BLBU terhadap

produktivitas dan

pendapatan petani

Analisis perbandingan antara usahatani sebelum

menggunakan BLP dan BLBU

dengan usahatani yang telah

menggunakannya (’before and after” approach)

Penggunaan tenaga kerja per ha

B/C per ha usahatani per musim tanam

R/C per ha usahatani per

musim tanam

2 Respon petani dan

instansi terkait Analisis persepsi terhadap

pelaksanaan BLP dan BLBU dan prestasi kerja

Persepsi positif

Persepsi negatif

Saran-saran perbaikan 3 Dampak penggunaan

pupuk organik

terhadap perbaikan

kimia dan struktur lahan

Analisis perbandingan struktur tanah, hara makro (NPK),

kadar bahan organik dan pH

tanah, serta jumlah mikroba tanah tanpa dan dengan

menggunakan pupuk organik

(’with and without” approach)

Parameter Kimia, fisika, dan biologi

Page 10: Bab 3

III-10

No. Isu yang Diteliti Metode Analisis Indikator Observasi

4 Dampak terhadap

kinerja industri pupuk

organik lokal yang bermitra dengan PT

Pertani

Analisis deskriptif dan tabulasi

mengenai kondisi kinerja

sebelum dan sesudah bermitra dengan PT Pertani (’before and

after” approach)

Produksi pupuk organik per

tahun

Total penerimaan mitra

Jumlah karyawan tetap

Jumlah penggunaan tenaga

kerja per tahun

Sebaran asal daerah tenaga

kerja perusahaan mitra

Manfaat, hambatan-hambatan untuk

berkembang, dan saran

perbaikan. 5. Program BLP dan

BLBU terhadap

perekonomian wlayah,

penciptaan lapangan kerja, dan

pertumbuhan ekonomi

Analisis Social Accounting Matrix (SAM)

Dampak subsidi benih dan pupuk terhadap faktor

produksi

Dampak subsidi benih dan pupuk terhadap institusi

Dampak subsidi benih dan pupuk terhadap aktivitas

produksi 6 Rumusan kebijakan

publik untuk

pengembangan

industri pupuk organik

lokal dan penyempurnaan

program BLP dan

BLBU

Analisis deskriptif dan tabulasi -

7 Rumusan kebijakan publik untuk

penyempurnaan

program BLP dan BLBU

Analisis deskriptif dan tabulasi -

3.3. Sumber Data, Metode Penarikan Sampel Responden dan Ukuran Sampel

Sampel penelitian ini terdiri dari berbagai objek. Untuk mengetahui dampak

penggunaan pupuk organik pada fisik, kimia dan biologi tanah; dilakukan pemilihan sampel

lokasi yang merepresentasikan sebaran program dan jenis tanah serta usahatani. Sementara

untuk mendapatkan dampak BLP pada produktivitas dan pendapatan usahatani dilakukan

pemilihan sampel untuk petani responden. Pemilihan mengikuti sebaran program dan jenis

usahatani petani dengan membandingkan before and after. Demikian pula untuk

merepresentasikan industri pupuk organik, mengikuti sebaran industri pupuk organik yang

telah menjalin kerjasama dengan PT Pertani dan yang belum.

Page 11: Bab 3

III-11

3.3.1. Dampak Program BLP dan BLBU terhadap Peningkatan Produktivitas dan

Pendapatan Petani.

Lokasi penelitian terdiri atas 7 provinsi, dimana setiap provinsi dipilih masing-masing

2 kabupaten, dan selanjutnya untuk tiap kabupaten dipilih 1 hingga 3 kecamatan contoh.

Pemilihan lokasi berdasarkan data distribusi subsidi. Selanjutnya, pemilihan responden

petani dilakukan secara acak sederhana rata-rata 12 orang petani per kecamatan sampel,

masing-masing untuk petani padi, jagung dan kedelai. Sebagaimana dipaparkan pada Tabel

3.4. total sampel petani padi adalah 330 orang, dimana dari setiap petani diperoleh dua

informasi usahatani padi untuk perbandingan before and after. Jumlah usahatani padi yang

dianalisis berjumlah 660 rumah tangga. Namun, untuk responden petani jagung penerima

bantuan BLP dan BLBU, sampel hanya dipilih dari 4 provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara,

Bengkulu, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Jumlah petani sampel di keempat provinsi tersebut

sama dengan responden petani padi. Total sampel responden petani jagung adalah 150 orang

dengan jumlah usahatani yang dianalisis sebanyak 300 unit. Sementara total sampel

responden Kedelai adalah 120 orang dengan jumlah usaha tani yang dianalisis sebanyak 240

unit yang terangkum dari 4 provinsi terpilih.

Responden adalah yang menerima bantuan BLP pada tahun 2010.. Responden dipilih

dari daftar penerima bantuan yang dimiliki oleh petugas pertanian setempat. Usahatani yang

dijadikan contoh adalah contoh petani yang dipilih secara acak. Perbandingan antara

usahatani sebelum menggunakan pupuk organik dengan yang menggunakan pupuk organik,

dilakukan untuk persil lahan yang sama. Metode pengambilan sampel berdasarkan Metode

Purposive Sampling. Responden terpilih merupakan responden yang mendapatkan Bantuan

Langsung Pupuk (BLP) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) untuk petani padi

dan jagung, serta UPSUS Kedelai untuk petani kedelai. Responden petani padi dan jagung

merupakan petani yang memperoleh bantuan benih, pupuk organik granul, dan pupuk

organik cair. Sementara, responden petani kedelai dipilih petani yang mendapatkan bantuan

benih, pupuk Rhizobium dan Soil Netralizer

Page 12: Bab 3

III-12

Tabel 3.3. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Usahatani Padi di Seluruh Provinsi

Lokasi Studi.

Provinsi Kabupaten; Kecamatan Usahatani Padi

Sebelum Sesudah

1. Sumatera Utara 1. Deli Serdang; Sibiru-biru 30 30

2. Lampung 1. Lampung Timur; Raman Utara 30 30

2. Lampung Utara; Abung Timur 30 30

3. Bengkulu 1. Bengkulu Tengah; Karang Tinggi 30 30

4. Jawa Barat

1. Cianjur; Cikalong Kulon dan Mande 30 30

2. Sukabumi; Surade, Cibitung, dan Jampang

Kulon 30 30

5. Jawa Tengah 1. Grobogan; Penawangan 30 30

2. Brebes; Songgom 30 30

6. Jawa Timur 1. Bondowoso; Tegal Ampel dan Wonosari 30 30

2. Banyuwangi; Licin dan Sempu 30 30

7. Sulawesi Selatan 1. Gowa; Patta Lassang dan Bonto Marannu 30 30

Total 330 330

Berdasarkan Tabel 3.6. sebaran dan jumlah sampel untuk usahatani padi tersebar di

tujuh provinsi di Indonesia, tujuh provinsi tersebut diantaranya Provinsi Sumatera Utara,

Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dari

setiap provinsi terdiri dari satu sampai dengan tiga kecamatan. Untuk masing-masing

kecamatan dipilih 30 sampel responden sebelum mendapatkan bantuan BLP dan BLBU serta

30 responden setelah mendapatkan bantuan BLP dan BLBU. Jumlah total responden untuk

komoditi padi sebelum mendapatkan bantuan BLP dan BLBU sebanyak 330 responden, dan

jumlah total responden untuk komoditi padi setelah mendapatkan bantuan BLP dan BLBU

sebanyak 330 responden. Sehingga total jumlah sampel usaha tani sebanyak 660 rumah

tangga.

Page 13: Bab 3

III-13

Tabel 3.4. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Usahatani Jagung di Seluruh Provinsi

Lokasi Studi.

Provinsi Kabupaten; Kecamatan Usahatani Jagung

Sebelum Sesudah

1. Sumatera Utara 1. Deli Serdang; Pancur Batu dan Sibiru-biru 30 30

2. Bengkulu 1. Kepahiang; Kepahiang 30 30

3. Jawa Barat

1. Cianjur; Cikalong Kulon dan Mande 30 30

2. Sukabumi; Surade, Cibitung, dan Jampang

Kulon 30 30

4. Jawa Timur 1. Bondowoso; Tegal Ampel 30 30

Total 150 150

Berdasarkan Tabel 3.7. sebaran dan jumlah sampel untuk usahatani jagung tersebar di

tujuh provinsi di Indonesia, tujuh provinsi tersebut diantaranya Provinsi Sumatera Utara,

Bengkulu, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Dari setiap provinsi terdiri dari satu sampai dengan

tiga kecamatan. Untuk masing-masing kecamatan dipilih 30 sampel responden sebelum

mendapatkan bantuan dan 30 responden setelah mendapatkan bantuan. Jumlah total

responden sebelum mendapatkan bantuan BLBU sebanyak 150 responden, dan jumlah total

responden untuk komoditi jagung setelah mendapatkan bantuan BLBU sebanyak 150

responden. Sehingga total jumlah sampel usaha tani sebanyak 300 rumah tangga.

Tabel 3.5. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Usahatani Kedelai di Seluruh Provinsi

Lokasi Studi

Provinsi Kabupaten; Kecamatan Usahatani Kedelai

Sebelum Sesudah

1. Sumatera Utara 1. Langkat; Binjai 15 15

2. Kota Binjai; Binjai Timur 15 15

2. Bengkulu 1. Kepahiang; Ujan Mas 30 30

3. Jawa Tengah 1. Kendal; Kangkung 30 30

4. Sulawesi Selatan 1. Sidrap; Pitu Riawa 30 30

Total 120 120

Berdasarkan Tabel 3.8. sebaran dan jumlah sampel untuk usahatani kedelai tersebar

di empat provinsi di Indonesia, empat provinsi tersebut diantaranya Provinsi Sumatera

Utara, Bengkulu, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Dari setiap provinsi terdiri dari satu

sampai dengan 2 Kabupaten. Dari setiap kabupaten terdiri dari satu kecamatan. Untuk

Page 14: Bab 3

III-14

masing-masing kecamatan dipilih 30 sampel responden. Untuk masing-masing provinsi

dipilih 30 sampel responden sebelum mendapatkan bantuan UPSUS Kedelai serta 30

responden setelah mendapatkan bantuan UPSUS Kedelai. Jumlah total responden untuk

komoditi kedelai sebelum mendapatkan bantuan UPSUS Kedelai sebanyak 120 responden,

dan jumlah total responden untuk komoditi kedelai setelah mendapatkan bantuan UPSUS

Kedelai sebanyak 120 responden. Sehingga total julah sampel usaha tani kedelai sebanyak

240 rumah tangga.

3.3.2. Pengukuran Tingkat Kepuasan Petani

Untuk mengukur tingkat kepuasan petani digunakan Customer Satisfaction Index

(CSI). CSI merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mendukung peneliti

agar dapat mengetahui tingkat kepuasan petani secara menyeluruh. Pengukuran CSI terdiri

dari beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan petani akan setiap atribut produk

benih BLBU dan pupuk BLP yang mempengaruhi kepuasan petani dengan menggunakan

skala likert

2. Menghitung rata-rata skor kepentingan dan rata-rata skor kepuasan masing-masing

atribut.

3. Weighting Factors (WF), adalah suatu fungsi dari Mean Importance Score (MISi)

masing-masing atribut dalam bentuk persentase yang berasal dari total Mean Importance

Score (MIS-t) dari semua atribut produk yang diuji.

𝑊𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟𝑠 WF = MISi

Total MIS 𝑥 100%

Dimana i = atribut ke-i

4. Weight Score (WS), ialah fungsi dari Mean Satisfaction Score (MSS) yang dikalikan

dengan Weighting Factors (WF)

WS = MSS x WF

5. Weight Average Total (WAT), ialah fungsi dari total Weight Score (WS) dari semua

atribut

WAT = WS1 + WS2 + …..WS ke-i

Page 15: Bab 3

III-15

6. Customer Satisfaction Index (CSI), ialah fungsi dari Weighted Average (WA) dibagi

dengan skala maksimum yang digunakan atau Highest Scale (HS), dalam hal ini skala

empat (4).

CSI = WA

HS 𝑥 100%

Pada umumnya apabila nilai CSI diatas 50 persen dapat dikatakan bahwa

pelanggan, dalam hal ini petani sudah merasa puas, demikian sebaliknya apabila nilai CSI

dibawah 50 persen dikatan belum puas. Nilai CSI dalam penelitian ini dibagi kedalam

lima kriteria dari tidak puas sampai dengan sangat puas (Tabel….). Kriteria ini mengikuti

modifikasi kriteria yang dibuat oleh PT Sucofindo dalam melakukan survey kepuasan

pelanggan.

Tabel 3.6. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index

Nilai CSI Kriteria CSI

0,81- 1,00

0,66- 0,80

0,51- 0,65

0,35- 0,50

0,00- 0,34

Sangat Puas

Puas

Cukup Puas

Kurang Puas

Tidak Puas

3.3.3. Dampak Pemberian Pupuk Organik terhadap Perbaikan Sifat Kimia dan

Struktur Tanah

Dampak pemberian pupuk organik yang disalurkan ke petani, baik cair maupun

granul, yang menjadi bagian dari BLP diamati di 4 provinsi, meliputi Sumatera Utara,

Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Pupuk organik diberikan pada

tanaman padi sawah, jagung dan kedelai pada saat tanam dengan dosis bervariasi antara 50-

300 kg/ha untuk pupuk organik granul (POG) dan 1-2 liter/ha untuk pupuk organik cair

(POC). Area padi sawah yang diberi pupuk organik pada kajian ini merupakan sawah

berpengairan setengah teknis dan tadah hujan, sementara untuk kedelai dan jagung berada

pada area tegalan (tanpa pengairan teknis). Hampir di setiap lokasi, pemberian POG dan

POC merupakan yang pertama (tahun ke-1).

Evaluasi dampak pemberian pupuk (organik, rhizobium, dan soil netralizer) terhadap

perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi dari lahan pertanian yang diusahakan dilihat dari

perubahan atau perbedaan sifat-sifat tersebut dibandingkan dengan sifat-sifat yang sama dari

lahan pertanian yang tidak diberi pupuk atau bantuan.

Page 16: Bab 3

III-16

Gambaran sifat fisik, kimia dan biologi diperoleh dengan melakukan analisis tanah

dari contoh-contoh tanah terganggu yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm

dan dari contoh tidak terganggu pada kondisi jenis komoditas yang sama dan karakteristik

lahan (perlakuan pemupukan, pengelolaan lahan, dan kelerengan) yang relatif sama. Jumlah

contoh tanah yang diambil pada setiap provinsi, kabupaten dan kecamatan terpilih.

Berdasarkan pertimbangan ini maka dapat diketahui karekteritik contoh tanah yang diambil

pada lokasi terpilih seperti terlihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Karakteristik Contoh Tanah

No Komoditas Perlakukan Pemupukan Jenis Contoh Tanah

1 Padi

Demplot

Kesuburan Tanah, Biologi

Tanah dan Ring Sample (sifat fisik)

Lahan Petani yang mendapat

bantuan Pupuk dan Benih

Kesuburan Tanah, Biologi

Tanah dan Ring Sample (sifat fisik)

Lahan Tanpa Bantuan

Kesuburan Tanah, Biologi

Tanah dan Ring Sample

(sifat fisik)

2 Kedelai

Demplot

Kesuburan Tanah, Biologi

Tanah dan Ring Sample

(sifat fisik)

Lahan Petani yang mendapat

bantuan Pupuk dan Benih

Kesuburan Tanah, Biologi Tanah dan Ring Sample

(sifat fisik)

Lahan Tanpa Bantuan Kesuburan Tanah, Biologi Tanah dan Ring Sample

(sifat fisik)

Pada komoditas Jagung contoh tanah tidak diambil karena dari hasil temuan lapang

komoditas ini tidak mendapatkan pupuk, sehingga tidak perlu dilakukan analisis dampak

pemberian pupuk. Contoh tanah diambil pada setiap provinsi dan di kabupaten atau

kecamatan terpilih. Selain itu, contoh tanah hanya diambil pada 1 atau 2 desa tergantung dari

jumlah desa yang mendapatkan bantuan pada setiap kecamatan. Sebaran dan total contoh

tanah yang diambil pada setiap provinsi dan pada 2 komoditas (kedelai dan padi sawah)

dapat dilihat pada Tabel 2. Pengambilan contoh tanah juga mempertimbangkan keterwakilan

komoditi di suatu provinsi, sehingga pada provinsi dimana terdapat 2 komoditi (kedelai dan

padi sawah) ditetapkan sebagai lokasi pengambilan contoh tanah, sedangkan provinsi dengan

1 komoditas tidak dipilih sebagai lokasi pengambilan contoh tanah, kecuali bila karakteristik

lahan sangat berbeda, misalnya pada Provinsi Jawa Barat ditemukan pemberian bantuan

pupuk pada lahan kering. Lahan demplot bantuan pupuk tidak ditemukan pada semua lokasi,

sehingga contoh tanah dari lahan demplot tidak harus ada pada setiap lokasi pengambilan

Page 17: Bab 3

III-17

contoh tanah. Total jumlah contoh tanah adalah 37 yang terdiri dari contoh kesuburan tanah,

contoh biologi tanah, dan contoh tidak terganggu (ring sample).

Tabel 3.8. Sebaran dan Jumlah Contoh Tanah

Provinsi/Kabupaten

Kedelai Padi

Jumlah* Demplot Pupuk

Tanpa Pupuk

Demplot Pupuk Tanpa Pupuk

1. Sumatera Utara

a. Deli Serdang 2 2 4

b. Kota Binjai 2 1 3

c. Langkat

2. Bengkulu

a. Kepahiang 2 1 3

b. Bengkulu

Tengah

2 1 3

3. Lampung

a. Lampung

Timur

b. Lampung Utara

4. Jawa Barat

a. Sukabumi 1 2 1 4

b. Cianjur 1 2 1 4

5. Jawa Timur

a. Bondowoso

b. Banyuwangi

6. Jawa Tengah

a. Kendal 1 2 1 4

b. Grobokan 1 2 1 4

7. Sulawesi Selatan

a. Sidrap 1 2 1 4

b. Gowa 1 2 1 4

Total 37

Pengambilan contoh tanah terganggu untuk kesuburan dan biologi tanah dilakukan

sebagai berikut:

a. Permukaan tanah dibersihkan dari rumput atau ranting atau sampah;

b. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0 sampai 20 cm sebanyak 300 gram pada 5 titik

berbeda yang menyebar pada lahan terpilih dengan mengunakan bor, cangkul atau

sekop.

c. Kelima contoh tanah tersebut dicampur dengan baik dan merata dalam kantong plastik

besar atau tempat ember.

d. Dari contoh tanah yang sudah tercampur baik tersebut diambil separo atau kurang lebih

750 gram untuk contoh tanah kesuburan dan biologi tanah, kemudian masing-masing

dimasukan dalam kantong plastik (ukuran 1 kg) dan diikat kuat dengan gelang karet.

Page 18: Bab 3

III-18

e. Kedua contoh tanah tersebut diberi label (misalnya Biologi-Demplot-Padi-Desa A,

Kesuburan-Demplot-Padi-Desa A, dst.)

f. Kalau tersedia GPS receiver lokasi pengambilan contoh tanah ditetapkan dan dicatat

koordinat geografis.

Sementara, pengambilan contoh tanah tidak terganggu diambil dengan ring sample

dan dilakukan dengan mengikuti langhah-langkah berikut:

a. Permukaan tanah dibersihkan dari rumput atau ranting atau sampah;

b. Ring Sample diletakkan pada tanah dengan bagian yang runcing menghadap ke tanah

(kebawah), kemudian dibuat lingkaran dengan titik pusat pada ring sample dengan garis

tengah 2 kali lebih besar.

c. Lingkaran diluar ring sample digali sedalam kurang lebih 30 cm, sehingga terbentuk

lubang lingkaran.

d. Kemudian Ring Sample ditekan vertikal dengan hati-hati dengan menggunakan penekan

ring sample (kayu), kalau ternyata sulit untuk menekannya dapat dipukul-pukul dengan

palu kayu perlahan-l;ahan.

e. Setelah tanah yang berada di dalam ring sample sudah muncul di atas bibir ring bagian

atas maka penekanan dihentikan, kemudian bawahnya dipotong dengan pisau atau atau

sekop.

f. Ring yang sudah berisi tanah tersebut kemudian diratakan dikedua sisinya dengan pisau

tajam dan tipis (cutter), sehingga kedua permukaan betul-betul rata dengan kedua bibir

ring sample.

g. Terakhir kedua bagian muka tanah tersebut ditutup dengan tutup ring yang terbuat dari

plastik dan diberi label.

h. Kalau tersedia GPS receiver perlu dicatat koordinat geografis dari lokasi pengambilan

contoh tanah tsb.

Parameter sifat kimia yang akan diamati adalah pH, C (karbon organik ), N

(nitrogen), P(posfor), K (kalium), KTK (Kapasitas Tukar Kation), KB (Kejenuhan Basa),

unsur mikro seperti Fe (besi), Mn (mangan), Cu (tembaga), dan Zn (seng), sedangkan

parameter sifat fisik yang akan diamati terbatas pada bobot isi. Sementara, parameter sifat

biologi terdiri total mikroba, respirasi, dan rhizobium. Parameter analisis tanah dan metode

analisis sifat-sifat tanah disajikan pada Tabel 3.5.

Page 19: Bab 3

III-19

Tabel 3.9. Parameter Sifat-sifat Tanah dan Metoda Analisis yang Digunakan dalam

Studi

No. Parameter Metode

Kimia

1 pH (H2O dan KCl) pH-meter

2 C-organik (%) Walkley dan Black

3 N-total (%) Kjeldahl

4 P2O5 cadangan (mg/100g) Ekstrak HCl 25%

5 K2O cadangan (mg/100g) Ekstrak HCl 25%

6 P2O5 tersedia (ppm) Bray 1

7 K2O tersedia (ppm) Morgan

8 KTK (me/100g) Ekstrak NH4Oac pH 7

9 KB (%) Perhitungan

10 Fe, Mn, Cu, dan Zn (ppm) Ekstrak HCl, AAS

Fisika

11 Bobot Isi Ring sample

Biologi

12 Total mikroba Plate count agar

13 Respiransi Titrasi

14 Rhizobium Plate count agar

15 Azotobacter Plate count agar

Parameter setiap sifat-sifat tanah diatas yang diperoleh dari analisis contoh tanah akan

dievaluasi dengan membandingkankannya dengan kriteria tingkat kesuburan dari PPT dan

membandingkan antar parameter sifat kimia, fisik dan biologi dari lahan yang diberi pupuk

dan tanpa pupuk. Evaluasi pertama untuk melihat apakah lahan yang dianalisis merupakan

lahan dengan tingkat kesuburan rendah, sedang dan tinggi, sedangkan evaluasi yang kedua

untuk mendapatkan gambaran apakah ada perubahan terhadap sifat kimia, fisik, dan biologi

sebagai dampak dari pemberian pupuk.

3.3.4. Dampak Program BLBU dan BLP terhadap Pengembangan dan Kinerja Pabrik

Pupuk Organik

Pelaksanaan program BLBU dan BLP telah mendorong berkembangnya pabrik pupuk

skala mitra di berbagai daerah. Sejauh ini, sebagian dari pabrik pupuk organik ini telah

bermitra dengan PT Pertani dalam memproduksi dan menyalurkan pupuk organik. Untuk

menganalisis dampak program ini terhadap perkembangan dan kinerja pabrik-pabrik pupuk

organik, maka akan dilakukan interview mendalam dengan 2 mitra pupuk organik di masing-

masing wilayah yang menjadi lokasi penelitian. Adapun rincian dari sampelnya di tampilkan

pada tabel di bawah ini. Namun, karena persebaran lokasi pabrik pupuk organik yang

bermitra dengan PT Pertani tidak selalu mengikuti lokasi kabupaten studi, maka pemilihan

Page 20: Bab 3

III-20

mitra PT. Pertani contoh akan didasarkan pada pertimbangan skala produksi pupuk

organiknya.

Adapun untuk sebaran wilayah mitra produsen pupuk yang menjadi sampel terdapat

di 5 provinsi yang meliputi 7 (tujuh) kabupaten. Mitra PT Pertani yang memproduksi Pupuk

Organik Granul (POG) terdapat di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Deli Serdang

sebanyak 2 mitra, sebanyak 3 (tiga) mitra terdapat di Provinsi Jawa Barat Kabupaten

Sukabumi, satu mitra terdapat di Provinsi Jawa Timur Kabupaten Mojokerto, dan di Provinsi

Sulawesi Selatan terdapat 2 mitra di Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Gowa.

Sementara untuk mitra produsen Pupuk Organik Cair yang menjadi sampel terdapat di

Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Magelang. Mitra produsen pupuk soil netralizer yang

menjadi sampel sebanyak satu mitra yang terdapat di Provinsi Jawa Barat Kabupaten Cianjur

dan mitra yang memproduksi rhizobium terdapat 2 unit pabrik di Kabupaten Cianjur yang

dijadikan sampel.

Tabel 3.10. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Mitra Produsen Pupuk Organik di

Seluruh Provinsi Lokasi Studi

No. Provinsi Jumlah Contoh Mitra sampel

1 Sumatera Utara 3

2 Jawa Barat 6

3 Jawa Tengah 2

4 Jawa Timur 2

5 Sulawesi Selatan 2

Total 15

3.3.5. Respon Instansi Terkait

Respon dari berbagai instansi yang terkait, seperti Dinas Pertanian Kabupaten,

Penyuluh Pertanian, kepala desa, dan LSM akan di kaji dari informasi primer berupa opini

dari pimpinan atau pihak yang dianggap memiliki kompetensi yang paling baik pada lembaga

yang bersangkutan. Pemilihan responden dilakukan secara metode purposive. Diskusi

ataupun tanya-jawab dilakukan dengan metode interview mendalam. Interview akan dipandu

dengan kuesioner yang telah dikembangkan oleh tim peneliti terlebih dahulu.

Page 21: Bab 3

III-21

3.3.5. Dampak Progam BLP dan BLBU terhadap Perekonomian Wilayah, Penciptaan

Lapangan Kerja, dan Pertumbuhan Ekonomi

Data yang digunakan untuk menganalisis dampak ini adalah data sekunder dan data

primer. Data ini bersumber dari (a) Tabel Input Output / SAM Indonesia tahun 2005,

(b) Koefisien teknis beberapa komoditi perkebunan utama indonesia (c) Koefisien teknis

beberapa industri hilir perkebunan Indonesia. Data tersebut diharapkan dapat diperoleh dari

BPS, produsen pupuk, benih, dan hasil survey.