bab 3 analisis prasasti...
TRANSCRIPT
-
Universitas Indonesia
BAB 3
ANALISIS PRASASTI PUCANGAN
Pada bab ini pemisahan baris tidak lagi berdasarkan urutan baris pada
prasasti, namun berdasarkan tanda akhir kalimat pada prasasti agar kata-kata yang
bersangkutan tidak terpotong dan menjadi jelas maknanya. Satu kalimat tersebut
akan dinamakan bait.
Pada Bab ini pula dilakukan pemisahan kata sesuai dengan kaidah tata
bahasa Sansekerta yang pada tahap selanjutnya akan dianalisis. Pemisahan kata
tersebut dilakukan untuk mempermudah pengenalan kata yang kemudian dengan
sendirinya akan mempermudah penerjemahan kalimat. Pemisahan kata dilakukan
terhadap beberapa kata yang seharusnya dipisahkan dengan kata yang lain atau
sebaliknya. Buku acuan yang dipergunakan sebagai pedoman tata bahasa
Sansekerta adalah buku Tata Bahasa Sansekerta Ringkas karya Haryati Soebadio,
Sanskrit Grammar karya William Dwight Whitney dan Sanskrit Grammar for
Students karya A.A.Macdonell. Pada pemisahan kata juga perlu mengetahui arti
suatu kata agar pemisahannya tepat sehingga menjadi suatu kalimat yang benar,
dalam hal ini digunakan Kamus Bahasa Sansekerta A.A. Macdonell dengan judul
A Practical Sanskrit Dictionary.
Kemungkinan pembacaan yang benar dan pembacaan dari para ahli akan
dicantumkan untuk mempermudah pemisahan kata, pelengkapan kalimat dan
penganalisisan. Kata-kata yang tidak terbaca saat ini akan diganti kata yang sesuai
dengan konteks kalimat, termasuk pemilihan bacaan dari para ahli terdahulu yang
telah dibahas pada bab 2 bagian alih aksara. Kata-kata tersebut akan tertulis cetak
miring (italic). Bila ada kesalahan tulis citralekha maka pada bait abklats tidak
akan diubah, namun akan diubah pada bait pemisahan kata yang terdapat dibawah
bait abklats. Bila kata-kata pada abklats kini tidak terbaca dan juga tidak ada
pendapat dari para ahli terdahulu, maka akan ditandai dengan tanda, _________
(garis bawah panjang) yang berarti, tidak terbaca.
43
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
Pada kata Sansekerta yang diberikan tanda (*) berarti kata tersebut
mengandung penjelasan yang akan ditulis pada bagian catatan. Pada kata
Sansekerta yang diberikan tanda [ ] berarti kata tersebut kemungkinan besar
merupakan kesalahan tulis citralekha yang kemudian diperbaiki kemungkinan
katanya sesuai kaidah tata bahasa dan kata-kata Sansekerta.
Pada beberapa bait dalam analisa prasasti akan terlihat adanya suatu kata
mejemuk atau yang umumnya disebut kompositum. Kompositum adalah
gabungan beberapa kata yang dirangkai menjadi kalimat namun hanya kata
terakhir yang diberikan kasus. Ujung kata bisa berupa substansif (kata benda),
kata sifat (ajektif) maupun kata keterangan (adverbium). Dalam menggabungkan
kata-kata tersebut berlaku juga aturan sandhi luar. Bila menjadi kata terakhir
dalam kompositum kata-kata yang berakhiran –an menghilangkan konsonan
terakhir (menjadi –a) dan akar-akar yang berakhiran –i atau –ī berubah menjadi –a
(deklinasi mengikuti deva- atau dana) (Subadio:88).
Kompositum dalam bahasa Sansekerta dapat dibagi atas tiga golongan
menurut hubungan arti antara kata-katanya:
1. Kompositum Dvandva (gabungan setara)
Kompositum Dvandva terdiri dari dua kata atau lebih yang digabungkan
setara (ini dan itu). Kedua kata digabungkan dengan ”dan” kemudian
umumnya diterjemahkan ini dan itu, ini atau itu, dan juga meskipun
demikian. Kata-kata yang dapat digabungkan dalam dvandva kebanyakan
berupa substantif (kata benda), kadang-kadang ajektif ,dan jarang
adverbium. Misalnya, devāsurās (dewa dan raksasa), śayyāsanabhogās
(rebah, duduk, dan makan), śuklakrṣ̣ṇa (terang dan gelap), dakṣiṇapaścima
(selatan-barat) (Whitney.1952:485488). Selain mengandung kesetaraan,
adapula yang berarti ”pengulangan kata”, contohnya dive-dive atau dvayi-
dvayi (hari demi hari) (Whitney.1952:488) atau kumbha-kumbha (kendi-
kendi).
2. Kompositum Tatpuruṣa (keterangan pelengkap)
Kompositum Tatpuruṣa selalu terdiri dari dua kata saja. Kata pertama
merupakan keterangan tambahan dari kata kedua yang bila diuraikan maka
kasus kata pertama berbeda dengan kasus kata kedua. Kata pertama dalam
44
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
kompositum ini selalu berupa substantif dan kata kedua boleh merupakan
substantif atau ajektif. Misalnya, devasenā (tentara dewa), rājendra
(pemimpin para raja), nagaragamana (pergi ke kota), indragupta
(dilindungi oleh Indra) (Whitney.1952:489)
3. Kompositum Karmadhāraya (keterangan langsung, penyifatan biasa)
Kompositum Karmadhāraya selalu terdiri dari dua kata saja yang bila
diuraikan, maka kedua kata akan berkasus sama, seperti sebuah kata benda
dengan kata sifatnya. Kata pertama merupakan keterangan biasa pada kata
kedua. Kata pertamanya dibentuk dari semua nomen (katanama) :
substantif, ajektif dan sebagainya juga merupakan kata yang tidak di
deklinasikan (adverbium, partikel), kata kedua terdiri dari substantif atau
ajektif (Soebadio.1983:95). Misalnya, nīlotpala (lotus biru), gṛhanaraka
(rumah neraka, rumah yang seperti neraka), mahaṛsī (petapa agung),
rājarsī (raja yang juga petapa) (Whitney1952:494-495).
Setiap kompositum-kompositum tersebut yang kata terakhirnya berupa
substantif dengan seluruhnya dapat dijadikan keterangan pada substantif lain
diluar kompositum tersebut, maka kompositum itu tidak lagi berdiri sendiri
melainkan mendapat nilai ajektif dan dinamakan Bahuvrīhi. Kompositum
Bahuvrīhi dapat dinyatakan dengan menambahkan kata ”mempunyai” atau
dengan awalan ”ber-” pada arti katannya. Bisa juga kata pertamanya berupa
ajektif verbal maupun kata yang tidak dideklinasikan. Misalnya:
Kompositum Tatpuruṣa: prajā.kāmas (keinginan untuk mendapat anak), menjadi
Kompositum Bahuvrīhi: prajā.kāmas rājā (raja yang mempunyai keinginan
mendapatkan anak).
Lihat pada kata kāmas yang berupa substantif, dapat dijadikan keterangan pada
suatu kata benda lain, yaitu rājā (Soebadio.1983:98-99)
Adapula kompositum yang terdiri atas berbagai macam campuran
kompositum, dan seringkali kita bertemu dengan kompositum ini yang
panjangnya tidak terbatas. Kompositum tersebut jika diuraikan maka akan terdiri
dari beberapa kompositum yang disambung-sambung, sehingga dapat dinamakan
Kompositum Campuran.
45
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
3.1.Analisis Bahasa Sansekerta Pada Prasasti Pucangan
1. //svasti//tribhirapiguṇairupetonṛṇāvvidhānesthitautathāpralayeaguṇaiti
yaḥprasiddhastasmaidhātrenamassatatam
//svasti// tribhir api guṇair upeto nṛṇāvvidhāne sthitau tathā pralaye aguṇa iti yaḥ
prasiddhas tasmai dhātre namassatatam
svasti* : Hidup! Selamat! (Hail!)
tribhir : tri- (m) = tiga
Instrumentalis Singularis (tribhis )= dengan ketiga
bentuk pertengahan (in-pausā) : tribhiḥ
Dikenai hukum sandhi -iḥ bertemu vokal atau konsonan bersuara
menjadi –ir.
api : sebagai penegas arti
guṇair** : guṇa- (m) = guṇa/sifat yang baik (good quality, fundamental
quality)
guṇaiḥ : Instrumentalis Pluralis = dengan segala guṇa
Dikenai hukum sandhi -iḥ bertemu vokal atau konsonan bersuara
menjadi –ir
upeto : √i- ajektif verbal + upa = upeta = yang diberkati dengan
(endowed with)
Dikenai hukum sandhi –a dimuka i- menjadi -e-. Kemudian
diberikan kasus Nominatif Singularis menjadi upetas, bentuk
pertengahannya upetaḥ, kemudian mengalami hukum sandhi -aḥ
dimuka konsonan bersuara menjadi –o
46
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
nṛṇāv*** : √nṛ- (m) = manusia
Genitif Pluralis: nṛṇām = (milik) para manusia
Dikenai sandhi m (bukan akar) luluh menjadi konsonan yang
mengikutinya, apapun jenisnya
(Whitney.1950:40, d), (Macdonell.1959:19)
vidhāne : vidhāna- (n) = takdir, ciptaan, dunia (destiny, creation, order)
Lokatif Absolut = ketika takdir
sthitau : √sthā ajektif verbal = telah menetap, berada di, ditentukan/
dibuat, ditetapkan
tathā : kt.keterangan = demikian, hingga, juga
pralaye : pralaya- (m) = penghancuran
Lokatif Absolut = ketika penghancuran
aguṇa : a + guṇa-
a – : (awalan negatif) = tidak, tanpa negatif prefix
(Macdonall.1950:1)
guṇa- (m) = sifat dasar yang bijak (kebajikan)
iti : kt.keterangan = hingga, demikian
yaḥ : prononema = ya-
Nominatif Singularis = yang
Kompositum Karmadhāraya = aguṇa.iti.yaḥ= yang demikian tidak ada guṇa
47
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
prasiddhas : √sidh- ajektif verbal + pra- = yang telah diatur/ ditetapkan, yang
telah terkenal
Diberikan kasus Nominatif Singularis
tasmai : tad- (m) = dia
Datif Singularis = bagi dia/ baginya
dhātre **** : dhatṛ- (m) = pencipta, Brahma (creator, Brahma)
Datif Singularis =untuk pencipta, Brahma
namas : namas- (n) = hormat (adoration)
satatam : kt.keterangan = selalu, selamanya
Kompositum Karmadhāraya = namas.satatam = hormat selalu
Terjemahan:
Selamat! Hormat selalu baginya, yang diberkati dengan ketiga guṇa ketika takdir
(milik) para manusia telah ditetapkan, hingga ketika kehancuran telah diatur,
demikian bagi Pencipta (Brahma) tidak memiliki guṇa.
Catatan:
* Kata svasti sering digunakan pada prasasti-prasasti masa Hindu-Buddha.
Kata tersebut sering kali diartikan “selamat”. Pada kamus Sansekerta, svasti
(su+asti) bisa merupakan kata benda feminin yang bermakna “kebaikan,
sukses, beruntung”. Bisa merupakan kata keterangan, bermakna
“kesenangan, keberhasilan”, sedangkan bila diletakkan di awal kata ataupun
kalimat bermakna “hidup!” (Macdonell.1954:372). Menurut Whitney, kata
svasti merupakan suatu interjeksi atau kata seru yang bermakna “hidup!
hail!” kata tersebut termasuk ke dalam golongan kata benda atau kata sifat
yang karakternya menyerupai seruan (1950:417), begitupun Macdonell
48
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
“hail!, farewell!” (1959:158). Jadi, oleh karena itulah kata ini sering
diartikan “Selamat” dalam terjemahan Indonesia.
** Guṇa adalah untaian (strand), tiga unsur pokok dari prakŗti, yaitu; sattva,
“penerangan” (yang memperjelas), kecenderungan untuk bersatu, tamas,
“kegelapan”, kecenderungan untuk mengganggu, rajas “berputar”,
kecenderungan untuk menggerakkan (Kramrisch,1981:473).
*** Kata nṛṇāvvidhāne merupakan gabungan kata nṛṇām dan vidhāne. Akhiran
m- pada kata nṛṇām kemungkinan besar menjadi –v di depan v-. Walaupun
tidak ada contoh secara jelas, namun teori Whitney yang menjelaskan bahwa
-m luluh menjadi konsonan yang mengikutinya, apapun jenisnya (1950:40)
dapat digunakan pada kasus ini. Teori tersebut juga digunakan oleh
Macdonell yang menjelaskan bahwa visarga dan -m mengadaptasikan ke
dalam organ (pengucapan) sesuai konsonan yang mengikutinya. Dalam hal
ini -m merupakan labial semivokal yang termasuk dalam kategori konsonan
(selain y, r, l). Keterkaitan tersebut diambil karena pada beberapa bait
ditemukan hal yang serupa. Menurut teori tersebut, berarti –m akan
beradaptasi dengan v- dan menjadi -v. Selain itu dalam hal pengucapan, kata
nṛṇāmvidhāne hampir menyerupai pengucapan nṛṇāvvidhāne dan terasa
lebih mudah mengucapkan nṛṇāvvidhāne karena m telah luluh menjadi v.
Pada kasus ini kemungkinan besar mengacu pada teori kedua ahli.
**** Kata dhātre berasal dari kata dhatṛ- (m) = pencipta, yang di identifikasikan
sebagai dewa Brahma. Pada prasasti nama dewa Brahma diungkapkan
dengan julukan tersebut, yaitu dhatr ̣ “pencipta”. Lihat bait pujian untuk
dewa Siwa yang selain menggunakan julukan juga langsung menyebut nama
dewa tersebut.
2. agaṇitavikramaguruṇāpraṇamyamānassurādhipenasadāpiyastrivikra
maitiprathitolokenamastasmai
agaṇitavikramaguruṇā praṇ[ā]m[ā]ya mānassurādhipena sadā api yas
trivikramaitiprathito loke namastasmai
49
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
agaṇita : gaṇita+ a
a- = awalan negatif = tanpa
gaṇita (n) = perhitungan
agaṇita (n) = tanpa perhitungan
vikrama * : vikrama- (m) = langkah, kekuatan, keberanian (stride, might,
prowess)
guruṇā **
: guru- (kt.sifat) = yang besar
Diberikan kasus instrumentalis singularis untuk menjelaskan
vikrama. Diberikan kasus Instrumentalis Singularis untuk
menjelaskan vikrama
praṇ[ā]m[ā]ya***
: praṇāma- (m) = tunduk, hormat (bow, obeisance, reverence
salutation “with the object”)
Datif Singularis praṇāmāya = untuk taat, hormat (pada sesuatu)
mānas : mānas- (n) = pikiran
surādhipena : sura+adhipa- (m) = raja para dewa, Indra
Instrumentalis Singularis = oleh atau dengan raja para dewa, Indra
“agaṇita.vikrama.guruṇā.praṇāmāya.mānas.surādhipena” adalah kompositum
yang terdiri atas:
Kompositum Karmadhāraya = agaṇita.vikrama.guruṇā = dengan langkah yang
besar tanpa perhitungan
Kompositum Karmadhāraya = sura.adhipa = raja dewa
Kompositum Bahuvrīhi= mānas.(sura.adhipena) = oleh pikiran (milik) raja para
dewa
sadā : kt.keterangan = selalu
50
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
api : kt.keterangan = juga
yas : prononema = ya- = yas
Nominatif Singularis = yang
trivikrama****
: trivikrama- (n) = tiga langkah Wisnu
(kt.sifat) = yang telah mengambil tiga langkah
(m) = Wisnu
iti : penegas kata sebelumnya
prathito : √prath- ajektif verbal = yang dikenal
Diberikan akhiran kasus Nominatif Singularis (prathitas) yang
mengambil bentuk pertengahan (prathitaḥ). Dikenai sandhi akhiran
aḥ- dimuka konsonan bersuara menjadi o-
Kompositum Karmadhāraya = trivikrama.iti.prathito = demikianlah triwikrama
(tiga langkah) yang dikenal
loke : loka- (m) = dunia
Lokatif Singularis = di dunia
namas : namas- (n) = hormat
tasmai : tad- (m) = dia
Datif Singularis = baginya/ bagi dia
Kompositum Tatpuruṣa = namas.tasmai = hormat baginya
51
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
Terjemahan:
Hormat baginya, demikianlah triwikrama (tiga langkah, Wisnu) yang dikenal di
dunia oleh langkah (nya) yang besar tanpa perhitungan, juga yang selalu hormat
oleh pikiran raja para dewa (Indra) ***** .
Catatan:
* Kata vikrama atau wikrama sebagai kata benda (m) di dalam kamus
Sansekerta memiliki arti langkah (stride, step). Selain itu kata vikrama
merupakan julukan bagi Wisnu yaitu vikrama, vikrānta, krānta, visnu
krama yang diartikan sebagai “menjadi penguasa dunia (seperti Wisnu)
dengan tiga langkahnya” (Gonda.1954:55,Santiko.1993,1994:15). Namun
dalam hal ini, kata vikrama menjelaskan mengenai langkah yang besar
(peristiwa Wisnu dengan tiga langkahnya mengelilingi dunia setiap hari,
lihat ****). Memang bisa juga merupakan julukan bagi Wisnu, namun ada
kata guruṇa yang merupakan kata sifat untuk menjelaskan kata benda
(vikrama).
** Kata guruṇa berasal dari kata guru- (m) yang bermakna “orang yang
dihormati (orang tua, khususnya guru) sebagai kata benda atau sebagai
kata sifat yang berarti “yang besar, yang agung”. Namun dalam bait ini,
memang lebih tepat jika memposisikan kata guru sebagai kata sifat, yang
diberikan kasus instrumentalis singularis sehingga menjadi guruṇa, untuk
menjelaskan vikrama. Sehingga arti kedua kata tersebut bila digabungkan
menjadi “dengan langkah yang besar”.
*** Kata praṇamya kemungkinan besar adalah kata praṇāma- (m) yang
seharusnya menjadi praṇāmāya karena kasusnya datif singularis. Kata
tersebut merupakan kata berkasus datif singularis karena kata praṇamya
tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa Sansekerta.
**** Trivikrama merupakan julukan untuk dewa Wisnu terhadap langkahnya
untuk menguasai tiga dunia. Pengertian Trivikrama versi India dalam
syair-syair Veda, adalah tiga langkah Wisnu yang dilakukan setiap hari
mengelilingi zenit (langkah 1), dari zenith menuju ke barat (langkah 2),
52
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
dan dari barat kembali ketimur (langkah 3), melalui suryaloka atau
suryagṛha yang letaknya sangat tinggi sehingga tidak nampak oleh mata
manusia (Santiko.1994:14). Begitupula dengan kata vikrama pada bait ini
yang menjelaskan mengenai hal tersebut.
Di India dalam syair-syair Veda, Wisnu digambarkan sebagai dewa
yang dapat menguasai tiga dunia dengan tiga langkahnya tersebut.
Kejadian ini diungkapkan dengan istilah-istilah vikrama, vikrānta, krānta,
visnu krama yang diartikan sebagai “menjadi penguasa dunia (seperti
Wisnu) dengan tiga langkahnya” (Gonda.1954:55, Santiko.1993,1994:15).
Dengan tiga langkahnya ini Visnu Triwikrama jaman Veda, seringkali
dipuja oleh raja-raja yang menginginkan menjadi raja besar (cakravartin),
dengan upacara melakukan tiga langkah Visnu pada saat-saat tertentu
(Santiko.1994:15). Begitupula di Indonesia yang telah diketahui dari
prasasti raja Purnawarman dari Tarumanagara, yaitu prasasti Ciaruteun
dan prasasti Cidanghiang. Pada prasasti tersebut raja Purnawarman
menyebut dirinya sebagai vikranta- dan diketahui bahwa raja ini memeluk
agama Veda dengan mengkhususkan pemujaan kepada Wisnu. Sedangkan
agama Veda sendiri memuja 33 dewa dan yang dianggap terpenting
berganti-ganti tergantung keperluan si pemuja. Bentuk kepercayaan seperti
ini oleh Maxmuller disebut kat-henotheism (kat:berganti-ganti, heno:satu)
yang juga dikutip oleh Radhakrishnan.1951 dan Santiko.1994.
Mungkin seharusnya pada kata trivikrama iti mengambil bentuk sandhi
a- dimuka i- menjadi –o-, sehingga menjadi trivikrameti.
***** Pada terjemahannya Kern menggunakan arti “semoga penghormatan juga
baginya”. Kata semoga merupakan sebuah precativus atau harapan yang
biasanya menggunakan kata semoga. Kata precativus pembentukannya
menggunakan selipan –yā antara akar dengan akhiran. Namun kata-kata
pada bait tersebut tidak ada yang menggunakan precativus. Bila Kern
menghubungkan precativus dengan kata namas- (hormat/ penghormatan),
maka namas- merupakan sebuah kata benda, bukan akar kata.
53
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
3. yassthāṇurapyatitarāpyavepsitārthapradoguṇairjagatāmkalpadrumam
atanumadhaḥkarotitasmaiśivāyanamaḥ
yas sthāṇur apy atitara apy avepsitārthaprado guṇair jagatām kalpadrumam
atanum adhaḥ karoti tasmai śivāya namaḥ
yas : prononema = ya-
Nominatif Singularis = yang
sthāṇur* : sthāṇu- (m) = tiang, sebutan Siwa
Nominatif Singularis yang dikenai sandhi akhiran uḥ- dimuka
vokal dan konsonan bersuara menjadi ur-.
apy :api = penegas kata
Dikenai hukum sandhi i- dimuka vokal lain menjadi –y dan i-
dimuka vokal lain menjadi –y
atitara : keterangan perbandingan = yang sangat sangat = yang sangat
(extremely)
Dikenai sandhi vokal a- dimuka a- menjadi ā
apy : api = penegas kata, namun bisa bermakna “juga”
Dikenai hukum sandhi i- dimuka vokal lain menjadi –y
avepsita : ava+īpsita
ava : ava (praeverbium) = menurunkan
Dikenai hukum sandhi a- dimuka i- menjadi –e-
īpsita :(desideratif ajektif verbal √āp-) = yang didambakan, yang
diinginkan (wish for, dear)
= menurunkan yang di dambakan
54
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
artha : artha- (m) = kesejahteraan (wealth)
prado : prada- (kt.sifat) = pemberian, penganugerahan (giving,
bestowing). Diberikan akhiran kasus Nominatif Singularis yang
dikenai sandhi aḥ- dimuka konsonan bersuara menjadi –o- untuk
menjelaskan artha.
Kompositum Karmadhāraya :ava.īpsita.artha.prada = yang menurunkan
pemberian kesejahteraan yang di dambakan
guṇair : guṇa- (m)
Instrumentalis Pluralis = dengan segala guṇa
Dikenai hukum sandhi -iḥ bertemu vokal atau konsonan bersuara
menjadi –ir
jagatām : jagat- (n) = dunia
Genitif Pluralis = milik dunia
kalpadrumam**
: kalpadruma- (m) = pohon pengharapan (wishing tree)
Akusatif Singularis
atanum : a + tanu
a- (praeverbia) = tidak
tanu = kecil
atanu (kt.sifat) = tidak kecil = yang besar
Diberikan kasus Akusatif Singularis
adhaḥ karoti: √kṛ- (presens 3 singularis) (Subadio.1983:47)
adhaḥ kṛ = ia melebihi (surpass) (Macdonell.1954:9)
55
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
tasmai : tad- (m) = dia
Datif Singularis = bagi ia
śivāya : śivā-(m) = dewa Śiwa
Datif Singularis = bagi Śiwa
namaḥ : namas- (n) = hormat
Nominatif Singularis = hormat
namaḥ, bentuk pertengahan dari namas
Terjemahan:
Hormat bagi Śiwa, ia adalah sthanu yang melebihi pohon pengharapan yang
besar milik dunia, juga menurunkan anugerah kesejahteraan yang sangat di
dambakan dengan segala guṇa.
Catatan:
* Disebutkan dalam bait ini nama dewa Śiwa dan julukannya yaitu sthānụ, yang
kemungkinan besar menandakan bahwa raja Airlaṅga adalah seorang petapa
dan memuja Śiwa sebagai sthāṇu. Seperti pendapat Santiko yang mengatakan
bahwa agama raja Airlaṅga adalah Hindu Śaiwa, khususnya memuja Śiwa
dalam bentuk mahayogi dan bentuk lingga (2005:47) untuk selanjutnya agama
raja Airlaṅga dijelaskan pada bab 4. Sthānụ adalah kata dari √sthā, yang
bermakna “yang berdiri” dan “tonggak”. Merupakan simbol nyata dari Rudra
(Lord of Yoga). Bentuknya yang mengarah keatas menunjukkan pendirian
yang kuat dan tidak goyah menembus jagat raya. Bentuknya yang menyerupai
alat kelamin pria (phallus) menunjukkan bahwa Lord of Yoga menjadi sthānụ
atau dalam wujudnya sebagai lingga. Berdirinya sthānụ menggambarkan
Rudraśiva (seorang yoga) yang bentuk tidak bergeraknya adalah Śiwa. sthānụ
merupakan Śiwa sang yogi, kehadirannya tidak dapat tergoyahkan, tonggak
dari dunia. Sthānụ tidak hanya sebagai simbol kekuatan seks, melainkan
sebagai kekekalannya sebagai kekuatan itu sendiri dan sebagai lahirnya
kehidupan. Sedangkan Yoga adalah metode penyatuan kembali dengan
56
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
disiplin petapa pada tubuh, pikiran dan indra, melalui konsentrasi dan meditasi
menuju samādhi, kondisi pelepasan, mokṣa dari pemikirannya tentang alam
dunia. Yogi adalah pelaku yoga. Samādhi adalah tahap akhir dalam praktik
yoga, pada yogin dalam meditasi yang dalam, menjadi satu dengan objek
meditasinya dan mencapai mokṣa (pelepasan, pembebasan total dari seluruh
pikiran dan hal-hal duniawi) (Kramrisch,1981:478-486).
** Kalpadruma diartikan oleh Kern sebagai pohon ajaib. Sedangkan arti
sebenarnya di dalam kamus Sansekerta adalah pohon pengharapan yang
terkenal (faboulus wishing tree). Nama lainnya adalah kalpavṛksa dan
kalpataru. Menurut mitos, pohon ini adalah salah satu dari lima pohon suci di
surga dewa Indra (Pitono 1961:28). Kelima pohon suci itu disebut
Pancawṛkṣa yaitu Mandāra, Pārijāta, Saṃtāna, Kalpawṛkṣa, dan
Haricandana (Zoetmulder 1982:778). Sebagai pohon pengharapan (the
wishing tree) kalpataru juga disebut kamadugha, yaitu sebagai pemberi segala
hasrat dan mengabulkan segala keinginan manusia. Jadi sebagai manusia yang
bernaung di bawah pohon pengharapan, apapun yang diharapkan akan
menjadi kenyataan. Kekayaan, wanita muda, dan segala bentuk kesenangan
lainnya akan ke luar dari cabang-cabang pohon itu (Bosch.1960:291).
Disamping memberi kesenangan duniawi, pohon ini juga menolong manusia
dalam mencapai kebahagiaan akhir, yaitu moksa. Konsep kepercayaan
tersebut terlihat dalam hubungannya dengan suatu pengertian dalam yoga.
Sistem agama Hindu dan Budha mengenal apa yang disebut cakra (pusat
nadi). Disamping tiga nadi utama, yaitu suṣumṇā, ida dan pingalā, dikenal
enam pusat-pusat nadi, yaitu mūladara cakra, svadhiṣṭhāna cakra , maṇipura
cakra, anāhaṭa cakra, viśuddha cakra dan ājña cakra. Dalam Hindu masih
dikenal sebuah lagi yaitu sahasrāra cakra, yang dilambangkan dengan seribu
helai bunga padma (teratai) (Pott.1966:7-8; Rawson.1973:166). Menurut Pott,
disamping keenam cakra masih terdapat cakra dibawah hati, disebut
ānandakandapadma cakra, yaitu cakra tempat iṣṭadevatā.
Ānandakandapadma digambarkan sebagai bunga teratai berdaun delapan dan
dibayangkan sebagai sebuah pulau yang terapung di tengah-tengah air amṛta
(Pott.1966:14). Pulau tersebut terdiri dari permata yang dilingkari oleh pantai
57
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
berpasir emas, ditumbuhi dengan pohon-pohon permata, teratai emas, bunga-
bunga, dan kicauan burung. Di tengah-tengah pulau terdapat sebuah pohon
hayat (kalpataru) yang menaungi tempat duduk iṣṭadevatā, dewa pilihan yang
dianggap menolong manusia untuk mencapai moksa (Rawson.1973:172).
Demikianlah, maka kalpataru atau kalpavrksa atau kalpadruma merupakan
pohon yang dapat mengabulkan keinginan manusia mencapai tujuan hidup
yaitu moksa. Hal ini memperkuat pendapat bahwa raja Airlaṅga memang
memeluk agama Śiwa yogin, Śiwa sang petapa dalam wujudnya berupa sthānụ
yang dijelaskan pula dalam bait ini.
4. kīrtyākhaṇḍitayādhiyākaruṇayāyasstrīparatvandadhaccāpākarṣaṇataśca
yaḥpraṇihitantībraṅkalaṅkaṅkareyaścāsaccariteparāṅmukhatayāśūrorat
hebhīrutāmsvajardoṣānbhajateguṇaissajayatāderlańganāmānṛpaḥ
kīrtyā khaṇḍita yā dhiyā karuṇ[ā]yā yas strīparatva[m] dadhac ca āp[a] karṣaṇataś
ca yaḥ praṇihitantībraṅkalaṅkaṅkare yaś ca asac carite parāṅmukhat[ā]yā śūro
rathe bhīrutām svaja[i]rdoṣān bhajate guṇais sa jayatāderlaṅganāmānṛpaḥ
kīrtyā : kīrti- (f) = kemahsyuran (famous)
Intrumentalis Singularis = dengan kemahsyuran
khaṇḍita : √khaṇḍ- ajektif verbal = yang telah dipotong, dipecah, dibelah,
yang telah dipegang erat-erat, memutuskan, menghentikan,
menahan, menghancurkan
yā : bentuk feminin prononema dari ya- = yang (who, that, which,
what)
dhiyā : dhī- (f) = pemahaman
Instrumentalis Singularis = dengan pemahaman
58
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
karuṇ[ā]yā : karuṇā- (f) = belas kasih, sayang (pitiable)
Instrumentalis Singularis = dengan belas kasih, keharuan, sayang
yas : prononema = ya-
Nominatif Pluralis = yang (who, which)
strī* : strī- (f) = wanita, istri
paratva[m]** : paratva- (n) = yang berikut atau yang kemudian, keunggulan
(posteriority, superiority)
Akusatif Singularis
[a]dadh[ā]c***: √dhā- (partisip aktif Parasmaipadam) Imperfektum 3 Singularis
(Whitney.1950:249, Soebadio.1983:52 )
adadhāt = dia telah menempatkan (placing)
Mendapat hukum sandhi t- dimuka –c menjadi -c-
ca : kata penghubung = dan, juga (and, so)
ap[a]karṣaṇa****
: apakarṣaṇa- (n) = pemindahan, pembersihan, penghapusan
(removal)
taś : prononema ta- untuk orang ke-3 = dia
Nominatif singularis = tas bentuk pertengahannya taḥ
Dikenai sandhi -ḥ dimuka c- menjadi ś
ca :kata penghubung = dan
yaḥ : prononema = ya-, bentuk pertengahan dari yas-
Nominatif Singularis = yang (who, which)
59
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
praṇihitan : √dhā- ajektif verbal + pra + ṇi = yang telah mengirimkan,
mengirim keluar, bersungguh-sungguh, dipusatkan pada, diketahui
dengan pasti/dipastikan (delivered to, sent out, intent on,
concentrade, ascertained)
Diberi akhiran kasus Akusatif Singularis = praṇihitam
Dikenai sandhi m dimuka konsonan menjadi ṃ
tībraṅ*****
: tībra = tīvra (kt.sifat) = tajam, kekerasan/kehebatan,
hebat/kuat,berat, besar, buruk, (sharp, violent, intense, severe,
great, bad)
Akusatif Singularis = tībram
Dikenai sandhi akhiran m- dimuka konsonan bersuara menjadi ṃ
(anusvara) atau bentuk awal ṃ adalah ṅ (Whitney.1950:26).
Dalam kasus ini digunakan ṅ
kalaṅkaṅ : kalaṅka- (m) = noda, cacat, cela (spot, blemish,stain)
Akusatif Singularis = kalaṅkam
Dikenai sandhi akhiran m- dimuka konsonan bersuara menjadi ṃ
(anusvara) atau bentuk awal ṃ adalah ṅ (Whitney.1950:26).
Dalam kasus ini digunakan ṅ
kare : kara- (m) = tangan
Lokatif Singularis = di tangan
yaḥ : prononema = ya-
Nominatif Singularis = yang (who, which)
Dikenai hukum sandhi, semua -ḥ dimuka c- menjadi ś
ca : kata penghubung = dan, juga, tapi, jika
asac : asat- (n) = kebohongan, kejahatan/keburukan (lie, evil)
Dikenai sandhi –t dimuka c- menjadi c-
60
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
carite : carita- (n) = perilaku, pergi, jalan, memimpin, melakukan
(behaviour, going,way, conduct, doing)
Lokatif Singularis = di perilaku
parāṅmukhat[ā]yā: seharusnya parāṅmukhatā- (f) = berpaling
(aversion of the face)
Instrumentalis Singularis menjadi parāṅmukhatāyā
= dengan berpaling
śūro : śūraḥ- (m) = pahlawan
Mendapatkan hukum sandhi -ah bertemu konsonan bersuara
menjadi – o
Nominatif Singularis = pahlawan
rathe : ratha- (m) = kendaraan perang, ksatriya (war chariot, warrior)
Lokatif Singularis = di kendaraan perang (in the war chariot)
bhīrutāṃ : bhīrutā - (f) = rasa takut
Akusatif Singularis = rasa takut
Dikenai sandhi akhiran –m dimuka konsonan selalu berubah
menjadi -ṃ
svaja[i]rdoṣān******
: doṣa- (m) =dosa, kejahatan , kesalahan
Akusatif Pluralis = dosa-dosa
svaja (kt.sifat) = kepunyaannya sendiri (own, akin)
Diberikan kasus instrumentalis pluralis untuk menjelaskan doṣa
= dengan dosa-dosanya sendiri
61
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
bhajate : √bhaj presens 3 singularis = dia memuja, dia diberkati dengan
guṇais : guṇa- (m) = guṇa
Instrumentalis Pluralis= dengan segala guṇa
sa :prononema (m) = itu, dia
jayatād : jaya- (m) = kemenangan
jaya+tāt = menanglah
Imperatif dengan penambahan akhiran tāt.
Digunakan sebagai akhiran pada imperatif biasanya bernilai orang
ke-2 singularis (Whitney.1950:213)
Dikenai sandhi t- dimuka vokal dan konsonan bersuara menjadi d-
erlaṅga : Erlaṅga
nāmā : (kt.keterangan) = yang bernama
nṛpaḥ : nṛpa- (m) = raja
Nominatif Singularis = raja
Kompositum Bahuvrīhi = erlaṅga.nāmā.nṛpaḥ= raja yang bernama Erlaṅga
Terjemahan:
Menanglah dia raja yang bernama Erlaṅga, seorang pahlawan yang telah
menghancurkan diatas kereta perang dengan kemasyhuran ketika berperang. Dia
telah menempatkan keunggulan wanita dengan pemahaman belas kasih, ketika
memimpin ia berpaling membelakangi keburukan dan bersungguh-sungguh
menghapus noda buruk di tangan, dia diberkati dengan segala guņa karena rasa
takut oleh dosa-dosanya sendiri.
62
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
Catatan:
* Kata strī- (f) = wanita, istri (women, wife) haruslah diartikan singularis
yaitu wanita, dan bukan para wanita seperti yang diterjemahkan oleh Kern,
sebab kata strī- (tidak berkasus) yang membutuhkan penjelasan dari kata
paratvan, dari kata paratva (n) “keunggulan” dengan kasus akusatif
singularis. Sehingga artinya adalah pada keunggulan wanita.
** Kata paratvan kemungkinan besar berbentuk paratvam, akusatif singularis
dari paratva-. Karena kata paratvan tidak sesuai dengan kaidah tata
bahasa
Sansekerta.
*** Pada √dhā seharusnya dapat berubah menjadi beberapa jenis dengan
menambahkan awalan maupun akhiran. Pada buku Haryati Soebadio,
dijelaskan bahwa dadhat merupakan sebuah partisip aktif Parasmaipadam
yang harus ditambahkan akhiran maupun awalan (lihat tanda garis sesudah
t yang menandakan harus diberikan akhiran) (1983:52). Pada abklats pun
jelas tertulis dadhat. Namun, dalam buku Whitney kata dadhat tidak
mencantumkan akhiran (tidak terdapat garis yang menunjukkan perlunya
akhiran) (1950:249). Dalam kasus ini kata dadhat bila menambahkan
akhiran maka akan merusak hubungan sandhi dengan –c, sehingga
kemungkinan besar hanya bisa ditambahkan awalan saja. Dalam hal ini
kata yang sesuai adalah adadhāt yang merupakan sebuah imperfektum 3
singularis dari √dhā.
**** Kata apākarṣaṇa kemungkinan besar citralekha salah menuliskan ā
dengan sehingga kata tersebut adalah apakarṣaṇa- (n) = pemindahan,
pembersihan, penghapusan
***** Kata tībra setelah dicari di kamus Sansekerta memang tidak ditemukan.
Namun terdapat kata tīvra yang kemungkinan besar adalah kata tībra. Hal
tersebut ditegaskan oleh Whitney, bahwa dari periode awal sejarah bahasa,
namun semakin sering digunakan kemudian, b dan v saling tukar
pemakaiannya bahkan dalam naskah tradisi tersebut sudah biasa. Pada
naskah Bengal , v digunakan lebih sering dari aksara aslinya, b (1950:18).
Kata tīvra dalam kamus Sansekerta merupakan kata sifat yang berarti
63
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
“keras, besar, tajam”. Sedangkan ata tībra ditemukan dalam Kamus Jawa
Kuna karangan Zoetmulder berarti “keras, kuat, garang, hebat, dahsyat”.
Hal tersebut memperjelas bahwa gaya bahasa Jawa Kuna memang
terpengaruh oleh gaya bahasa India.
******Kata tersebut sebelumnya pernah dibaca oleh Kern dan Damais masing-
masing sebagai svairdoṣān dan svairteṣān. Namun ketika pembacaan
ulang dilakukan, kata tersebut berbunyi sva ja r_ṣā n. Memang bukan
dibaca svair, karena tidak ada vokalisasi ai- disitu, tanda tanda layarpun
berada pada huruf setelahnya dan bukan pada ja, yang mengakibatkan
dibaca svair. Namun kemungkinan adalah svajar yang seharusnya ditulis
svajair. Karena kata svajar tidak sesuai kaidah bahasa Sansekerta,
kemungkinan kata tersebut adalah svajair yang merupakan kasus
instrumentalis pluralis dari kata svaja (kt.sifat) yang berarti “miliknya”
untuk menjelaskan kata selanjutnya. Aksara yang digaris bawah dengan
cetak tebal tersebut oleh Kern dibaca do-, namun bila itu do- nampak jelas
ada garis penutupnya seperti ha-. Pembacaan Damais adalah te-, namun
jelas bentuk huruf ta- bila dilihat pada huruf ta- lainnya di abklats
tersebut. Huruf tersebut lebih menyerupai ha- dengan vokalisasi -o atau -
au, menjadi ho- atau hau. Namun bila aksara itu ho- maupun hau- maka
kata hauṣān pun tidak ada dalam kata Sansekerta. Bila melihat pada
pembacaan Kern yaitu svairdoṣān, kemungkinan kata tersebut adalah
doṣa- (m) = kesalahan, dosa, kejahatan yang diberi kasus Akusatif Pluralis
menjadi doṣān = dosa-dosa. Karena kata tersebut lebih masuk kedalam
konteks kalimat. Kemungkinan pada saat abklats tersebut dibuat maupun
pada saat ini aksara telah aus, sedangkan pada saat pembacaan Kern aksara
masih terlihat jelas, maka pembacaan Kern dapat diterima. Kemudian kata
svajar yang seharusnya svajair kemungkinan besar adalah kesalahan tulis
citralekha. Sehingga kata tersebut dapat dirangkai menjadi svajairdoṣān
yang berarti oleh dosa-dosa (miliknya).
64
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
5 āsīnnirjitabhūribhūdharagaṇobhūpālacūḍāmaṇiḥprakhyātobhuvana
trayepimahatāśauryyeṇasiṃhopamaḥyenorvīsucirandhṛtāmitaphalā
lakṣmīścanogatvarīsaśrīkīrtivalānvitoyavapatiśśrīśānatuṅgāhvayaḥ
āsīn nirjitabhūribhūdharagaṇo bhūpālacūḍāmaṇiḥ prakhyāto bhuvanatraye pi
mahatā śauryyeṇa siṃhopamaḥ yeno rvīsucira[m]dhṛtāmitaphalālakṣmīś cano
gatvarī sa śrī kīrt[ī] valānvito yavapatiś śrīśānatuṅgāh vayaḥ
āsīn : √as- = berada
āsīt = Imperfektum 3 Singularis= (dahulu kala) adalah ia
Mendapatkan hukum sandhi akhiran -t dimuka n- menjadi –n
nirjita : nirjita- (m) = penaklukan (conquest)
bhūri : bhūri (kt.keterangan) = yang berlimpah, yang maha agung,
secara terus menerus (abudanly, greatly, frequently)
bhūdhara : bhūdhara- (m) = gunung
gaṇo : gaṇa- (m)
Nominatif singularis = pengikut, pasukan, rombongan
Dikenai hukum sandhi aḥ- dimuka konsonan bersuara menjadi o-
bhūpāla : bhūpāla- (m) = pelindung bumi
cūḍāmaṇiḥ : cūḍāmaṇi - (m)
Nominatif singularis = perhiasan kepala, puncak perhiasan (crest-
jewel, jewel)
“nirjita.bhūri.bhūdhara.gano.bhūpāla.cūḍāmaṇi” merupakan kompositum
campuran yang terdiri atas:
65
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
Kompositum Bahuvrīhi= nirjita.(bhūri.bhūdhara).gano= menaklukan pasukan
yang berlimpah bagaikan gunung
Kompositum Karmadhāraya = pasukan yang berlimpah
Kompositum Tatpurusạ = bhū.pāla = pelindung bumi
Kompositum Tatpuruṣa = bhūpāla.cūḍāmaṇi = perhiasan kepala (milik) raja
prakhyāto : √khyā- ajektif verbal +pra = yang sangat dikenal
Diberikan akhiran Nominatif Singularis
bhuvanatraye : bhuvanatraya- (n) = tiga dunia-surga, udara, bumi- (three
worlds-heaven-air-earth)
Lokatif singularis = di tiga dunia
Menurut beberapa ahli –e dimuka a- tetap, tapi a- hilang dan
diganti dengan [„] apostropi (Whitney.1950:47, Soebadio.1983:7)
atau istilah Sansekertanya adalah avagrāha. Namun karena pada
abklats tidak tercantum tanda tersebut, maka hal itu akan
digunakan sebagai catatan saja.
[„]pi : pi = api- = (kt.keterangan) = juga, dan
mahatā : mahatā- (f) = kebesaran, kejayaan
śauryyeṇa* : śaurya - (n) = kepahlawanan, keberanian (heroism, valour)
Instrumentalis singularis = oleh keberanian, oleh tindakan
kepahlawanan
“bhuvanatraye.mahatā.śauryyeṇa” merupakan kompositum campuran yang terdiri
atas:
Kompositum Karmadhāraya = bhuvana.traya = di tiga dunia
Kompositum Tatpurusạ = mahatā.śaurya= kejayaan oleh tindakan kepahlawanan
66
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
simhopamaḥ : siṃha - (n) = singa
Dikenai sandhi –a dimuka u- menjadi –o-
upama (kt.sifat) = yang seperti
Diberikan kasus Nominatif Singularis untuk menjelaskan siṃha
Kompositum Karmadhāraya = siṃhopamaḥ = orang yang seperti singa
yenorvī : yena+urvī
yena kt.keterangan = bahwa, karena, sejak, dimana
Dikenai sandhi -a dimuka u- menjadi -o-
urvī- (f) = bumi
Nominatif Singularis
sucira[m] : (kt.keterangan) = dahulu kala, pada waktu yang lama
dhṛta : √dhr-̣ ajektif verbal = setelah (telah) memiliki
amita : a (awalan negatif) + √mā ajektif verbal = tidak terukur, tidak
terhitung (inmeasurable, innumerable)
phalā : phalā- (n) = hasil, hadiah
lakṣmīś : lakṣmīḥ bentuk pertengahan dari lakṣmīs
lakṣmī-(f) = kesejahteraan
Akusatif pluralis = berbagai kesejahteraan
Dikenai sandhi akhiran -ḥ bertemu c- menjadi – ś –
Kompositum Tatpuruṣa = phalā.lakṣmīś = hasil (hadiah) kesejahteraan
67
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
can[as]** : canas (n) = kesenangan
gatvarī :gatvara (kt.sifat) = pergi ke, menuju
Diberikan jenis Feminin (f) untuk menerangkan śrī, kīrti
sa : pronomen penunjuk = dia
śrī*** : śrī- (f) = paduka yang mulia (majesty)
kīrt[ī]**** : kīrtī- (f) = sebutan, kemasyhuran
valānvito : valā+anu+ita
√val- = vala = berbalik, kembali
√i- ajektif verbal +anu = yang memiliki (possessing)
anvito : dikenai sandhi -u dimuka vokal menjadi v-
Diberikan kasus Nominatif Singularis
untuk menjelaskan vala.
Sehingga bermakna = yang berbalik memiliki
yava : nama tempat = Jawa
patiḥ : pati -(m) = raja
Nominatif singularis = raja
Kompositum Tatpurusạ = yava.pati= raja Jawa
68
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
Śrīśānatuṅg[a]ḥ***** : śrī+īśānatuṅgaḥ
Dikenai hukum sandhi ī- bertemu i- menjadi -ī-
śrīśānatuṅgaḥ: śrīśānatuṅga- (m) = raja Śrī īśānatuṅga
Nominatif singularis
Kompositum Karmadhāraya = śrī. īśānatuṅga= paduka raja Śrī Īśānatuṅga
vayaḥ : bentuk pertengahan dari vayas (n) = kekuatan, panjang usia
(strenght,youth:time of life)
Nominatif singularis
Terjemahan:
Adalah ia, bagaikan puncak perhiasan milik pelindung dunia yang sangat terkenal
ditiga dunia, menaklukan pasukan yang berlimpah bagaikan gunung, kejayaan
oleh tindakan kepahlawanan yang seperti singa. Sejak dahulu kala berbagai
macam kesejahteraan berupa hadiah yang tak terhitung telah dimiliki bumi
menuju pada kesenangan, dialah Śrī Īśānatuṅga, paduka yang mulia yang
memiliki kembali kemasyhuran raja Jawa******
Catatan:
* Pada kata śauryyeṇa, seharusnya –y- cukup ditulis satu saja. Di dalam
kamus Sansekerta ditulis, śaurya (m).
** Kata cano berasal dari kata canas- (n) yang seharusnya tetap ditulis
canas. Karena pada kata tersebut tetap sebagai kata dasar tanpa diberi
akhiran. Jadi pada kata canas, as bukanlah sebagai akhiran dari kasus
Nominatif Singularis, melainkan berasal dari kata tersebut, yaitu canas.
*** Kata śrī bisa juga berarti perwujudan sebagai dewa keindahan dan
khususnya kemakmuran, yaitu Brahma (personofied as goddess of
beauty and especially of prosperity, Brahma), bisa juga digunakan untuk
menyebut nama seseorang (diawal nama), bisa juga ungkapan
penghormatan atau keterkenalan pada suatu dewa, tokoh, tempat, dan
buku suci (Macdonell.1983:321)
69
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
**** Kata kīrtti (f) seharusnya ditulis kīrttī, karena berdasar atas jenis katanya
yaitu feminin. Umumnya kata-kata berjenis feminin berakhiran panjang,
seperti i menjadi ī dan a menjadi ā. Hal ini tampaknya merupakan
kesalahan tulis sang citralekha, karena setelah di teliti pada abklats
memang tertulis i.
***** Pada abklats tertulis Śrī Īśānatuṅgāh, begitupula dengan hasil pembacaan
dari para ahli. Namun jika kita cermati, Śrī Īśānatuṅgāh berkasus
Nominatif pluralis yang artinya menjadi “dinasti Śrī Īśānatuṅga”.
Namun, jika kita melihat penggunaan kata Śrī yang juga bisa bermakna
sebutan pada tokoh, bisa saja berarti gelar penghormatan raja Īśānatuṅga
oleh karena kesalahan tulis citralekha. Dalam hal ini, kata tersebut
kemungkinan mempunyai arti raja Śrī Īśānatuṅga atau seorang raja
dinasti Śrī Īśānatuṅgā.
****** “Dialah, Śrī Īśānatuṅga paduka yang mulia yang kembali memiliki
kemasyhuran raja Jawa”. Kalimat dalam bait ini mengingatkan pada
kedudukannya sebagai raja kerajaan Mataram di Jawa bagian Timur
yang telah berhasil membangun kembali kehancuran kerajaan Mataram
di Jawa bagian Tengah yang mengalami pralaya. Pembahasan akan
dijelaskan pada bab selanjutnya.
6 tasyātmajākaluşamānasavāsaramyāhaṃsīyathāsugatapakşasadābhava
ddhārājahaṃsamudamevavivarddhayantīśrīśānatuńgavijayetirarājarā
jñī
tasya atmajā akaluṣamānasavāsaramyā haṃsī yathā sugatapakṣa sadābhavad dhā
rājahaṃsamud[ā]m eva vivarddhayantī śrī īśānatuṅgavijayeti rarāja rājñī
tasya : tad- (n) pronomen penunjuk = dia, itu
Genitif Singularis = miliknya
ātmajā : ātmajā- (f) = anak perempuan
Nominatif Singularis
70
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
akaluṣa* :a+ kaluṣa
a- (preposisi negatif) : tidak
kaluṣa (kt.sifat) : tidak suci
akaluṣa (kt.sifat) : yang suci
mānasa : mānasa- (n) = hati, nama sebuah telaga suci (heart, name of
sacred lake)
vāsa : vāsa- (m) = tempat kediaman (abode)
ramyā : (kt.sifat) = yang disenangi, yang dicintai
Kompositum Karmadhāraya= mānasa.vāsa.ramyā = telaga Manasa tempat
kediaman yang dicintai
haṃsī : haṃsa- (m) yang menjadi feminin dengan menggantinya dengan
akhiran i-, haṃsī- (f)
Nominatif Singularis
yathā : korelatif = seperti, sehingga
sugata : sugata- (m) = Buddha
pakṣa** : pakṣa- (m) = pengikut, bergabung, pendukung kuat terhadap,
pengikut
sadā** * : sadā (kt.keterangan) = selalu
abhavat : √bhū- Imperfektum = telah berada
Dikenai sandhi t- dimuka vokal dan konsonan bersuara
menjadi d-
71
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
dhā : (kt.sifat) untuk menjelaskan abhavat = menempati, memberi
= yang memberi
rāja : rāja- (m) = raja
haṃsa : haṃsa- (m) = angsa, jiwa
mud[ā]m**** : mudā- (f) = keharuman, wangi, semerbak
Akusatif singularis = keharuman
Merupakan sebuah kompositum yang terdiri atas
Kompositum Bahuvrīhi = (akaluṣa.mānasa).vāsa.ramyā = tempat kediaman yang
disenangi (yaitu ) telaga Manasa yang suci
Kompositum Tatpurusạ = sugata.pakṣa= pengikut Buddha
Kompositum Karmadhāraya = rāja.haṃsa= raja yang seperti angsa
Kompositum Bahuvrīhi = rāja.haṃsa mud[ā]m = keharuman pada raja yang
seperti angsa
eva : kata penghubung = demikian
vivarddhaya : √vṛdh kausal + vi = menjadi makmur (prosper)
śrīśānatuṅgavijayā: Śrī Īśānatuṅgavijayā (f) = Śrī Īśānatuṅgawijaya
Kompositum Karmadhāraya= śrī.īśānatuṅgavijaya= paduka raja Īśānatuṅgawijaya
iti : penegas kata
72
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
rarāja : √rāj- Perfektum Singularis orang ke-3
= dia memerintah
rājñī***** : bentuk feminin dari rājan- (m) =raja
rājñī- (f) = raja perempuan, ratu (queen)
Terjemahan:
Anak perempuannya pengikut Buddha, ibarat angsa betina yang berada pada
telaga Manasa yang suci sebuah tempat kediaman yang disenangi, yang selalu
memberikan keharuman pada raja yang bagaikan angsa (jantan). Demikian,
menjadi makmurlah ratu Śrī Īśānatuṅgawijaya, dia memerintah sebagai ratu.
Catatan:
* Kern menerjemahkan dua kali pada kalimat akaluṣamānasavāsaramyā
dengan kata “jelita karena kesucian tabiatnya” dan mengulangi kata
mānasa dengan “telaga Manasa yang suci”.
** Mungkin sebaiknya pada kata pakṣa dalam kalimat sugata pakṣa harus
diberikan akhiran kasus Nominatif maupun Akusatif Singularis untuk
memberikan ikatan pada kedua kata tersebut. Berdasarkan artinya yaitu
“pengikut Buddha” dengan kasus Nominatif Singularis, kemungkinan
besar dapat digabungkan dengan “anak perempuannya” dan menjadi
kalimat pokok. Sebelumnya Kern berpendapat bahwa kata tersebut adalah
sugatapakṣasahā. Namun setelah diteliti kata tersebut berbunyi
sugatapakṣasadā, karena pada abklats jelas sekali tertulis dā- bukan hā-.
Pada sugatapakṣa sudah berarti “pengikut Buddha”. Jadi, kata sadā
dipisahkan dari kata sugatapakṣa karena berfungsi sebagai kata keterangan
untuk kalimat selanjutnya yaitu sadābhavaddhā dan untuk menjelaskan
pula akalusamānasa “yang selalu berada menempati telaga Manasa yang
suci”.
*** Kata sadā oleh Kern ditulis sahā dan disatukan dengan kalimat
sugatapakṣa.
73
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
**** Kata mudam seharusnya ditulis mudām, yaitu dari kata mudā (f) yang
berkasus Akusatif Singularis. Karena kata muda sendiri tidak ada dalam
bahasa Sansekerta.
***** Kata rājñī bisa juga diartikan rājñi dari kata rājan dengan kasus lokatif
singularis yang berarti “di kerajaan”. Bisa juga sebagai feminim dari rājan
(raja) yaitu rājñī (ratu).
7 mandākinīmivatadātmasamāṃsamṛddhyākṣīrārṇavaḥprathitaśuddhi
guṇāntarātmātāñcākarotpraṇayinīnnayanābhinandīśrīlokapālanṛpa
tirnaranāthanāgaḥ
mandākinīm iva tadā atmasam[a]ṃ samṛddhyā kṣīrārṇavaḥ
prathitaśuddhiguṇāntarātmā tāñ cākarot praṇayinīn nayanābhinandī
śrīlokapālanṛpatiḥ naranāthanāgaḥ
mandākinīm : mandākinī- (f) = Mandakini,nama cabang sungai Gangga yang
suci
Akusatif singularis = Mandakini
iva : kata keterangan = seperti
tad : tad- (n) =dia
Nominatif Singularis =dia
ātmasam[a]ṃ*: ātmasama- (kt.sifat) = seperti dirinya sendiri
Akusatif Singularis
Dikenai sandhi –m dimuka semua konsonan selalu berubah
menjadi -ṃ
74
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
samṛddhyā :sam :preposisi = bersama
ṛddhi- (f) = kesejahteraan, kemakmuran
Instrumentalis Singularis = bersama dengan kemakmuran
kṣīra : kṣīra- (n) = susu
arṇavaḥ : arṇava- (n) = lautan
Nominatif Singularis
prathita : √prath- ajektif verbal = yang dikenal
śuddhi : śuddhi- (f) = kesucian
guṇa : guṇa- (m) = kebajikan
antar :antar (kt.keterangan)= di dalam
ātmā :ātman- (m) = jiwa, hati, diri
Nominatif Singularis
“kṣīrārnạva prathita śuddhiguṇa antarātman” merupakan suatu kompositum
campuran yang terdiri atas:
Kompositum Tatpuruṣa = kṣīra.arṇava = lautan susu
Kompositum Dvandva = śuddhi.guṇa = kesucian dan kebajikan
Kompositum Karmadhāraya = prathita.śuddhi.guṇa.antar.ātman = kesucian dan
kebajikan di dalam hati
tāñ = tān dari tad- = dia, ini, itu
Akusatif Pluralis = itulah
Dikenai sandhi –n dimuka c- menjadi ñ
75
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
ca : kata penghubung = dan
akarot : √kṛ- singularis Parasmaipadam orang ke-3 = dia telah
membuat
praṇayinīn** : praṇayinī- (f) = istri
Akusatif Singualris
Dikenai sandhi m- dimuka konsonan luluh menjadi konsonan
tersebut = praṇayinīm = praṇayinīn
nayana : nayana- (n) = kemimpinan
abhinandī : abhi (preposisi) = menuju ke-
nandī (f) = kesenangan
= menuju ke kesenangan
Diberikan kasus Nominatif Singularis
śrīlokapāla :śrī lokapāla- (m) = paduka yang mulia Lokapāla atau Śrī
Lokapāla
nṛpatiḥ : nṛpati- (m) = raja, pemimpin
Nominatif Singularis
Dikenai hukum sandhi -iḥ bertemu vokal atau konsonan bersuara
menjadi -ir)
Kompositum Karmadharaya = śrīlokapāla.nṛpati= raja Śrī Lokapāla
nara : nara- (m) = manusia
nātha : nātha- (m) = pemimpin
76
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
nāgaḥ : nāga- (m) = ular berbisa (serpent), naga (dragon)
` Nominatif Singularis
“nayanābhinandī śrīlokapālanṛpatiḥ naranāthanāgaḥ” merupakan suatu
kompositum yang terdiri atas:
Kompositum Karmadhāraya = nayana.abhinandī = kemimpinan menuju ke
kesenangan
Kompositum Karmadhāraya= Śrī.lokapāla.nṛpati = raja Śrī Lokapāla
Kompositum Karmadhāraya =nara.nātha.nāga = manusia yang bagaikan
pemimpin naga
Terjemahan:
Dia, raja Śrī Lokapāla (adalah) manusia (yang bagaikan) pemimpin naga,
kesucian dan kebajikan di dalam jiwanya bagaikan lautan susu Mandakini yang
dikenal seperti dirinya dan dia telah membuat kepemimpinan bersama istri
menuju pada kesenangan
Catatan:
* Kata tersebut kemungkinan besar adalah ātmasam[a]ṃ dengan kesalahan
perpanjangan a, yang berasal dari kata ātmasama- (kt.sifat) = seperti dirinya
sendiri (as him self) (Akusatif Singularis = ātmasamam). Bila kata tersebut
ātmasamān, maka tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa Sansekerta. Kasus
lain yang hampir mendekati dengan kata tersebut adalah ātmasamān, namun
kata berkasus tersebut tidak sesuai pada konteks kalimat dan pada abklats
jelas tertulis m.
** Kern mengartikan praṇayinīn sebagai kekasih. Sandhi m-,liat bait 1***
8 tasmātprādurabhutprabhāvavibhavobhubhūṣaṇodbhūtayebhūtānāmbh
avabhāvanodyatadhiyāmbhāmbhāvayanbhūtibhiḥabhiścāpratimaprab
hābhirabhayobhāsvānivābhyudyataśśatrūṇāmibhakumbhakumbhadala
neputraḥprabhurbhūbhujām
77
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
tasmāt prādur abh[ū]t prabhāvavibhavo bhubhūṣaṇodbhūtaye bhūtānām bhava
bhāvanodyata dhiyām bhām bhāvaya[m] bhūtibhiḥ abhiś ca apratima prabhābhir
abhayo bhāsvān iva abhy udyataś śatrūṇām ibhakumbhakumbhadalane putraḥ
prabhur bhūbhujām
tasmāt : tad- = ia
Ablatif Singularis = dari ia
prādur : prādur- (kt.keterangan) = tampil
abh[ū]t* : √bhū aoristus 3 Singularis = ia telah menjadi
prabhāva : prabhāva- (m) = kekuatan ,berkilau (supernatural power,
splendor)
vibhavo : vibhava- (kt.sifat) = yang besar, yang mewah
Diberikan kasus Nominatif Singularis untuk menjelaskan
prabhāva.
Dikenai sandhi -aḥ dimuka konsonan bersuara menjadi –o-
Kompositum Karmadharaya = prabhāva.vibhava = kekuatan yang besar
bhu : bhu = bhū = kt.sifat = menjadi, muncul
(Macdonell.1954:206)
bhūṣaṇa : bhūṣaṇa- (n) = perhiasan
Pada kata bhūṣaṇodbhūtaye (bhūṣaṇa+udbhūtaye)
Diberikan sandhi –a bertemu u- menjadi –o-
78
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
udbhūtaye : ud- (preposisi) = keluar, naik, muncul
bhūti- (f) = kesejahteraan, kekuasaan
Datif Singularis = untuk kesejahteraan, kekuasaan
.
bhūtānām : bhūta (m) = makhluk hidup
Genitif Pluralis = milik makhluk hidup
bhava : bhava- (m) = kehidupan
bhāvana : bhāvana- (kt.sifat) = menghasilkan
Pada kata bhāvanodyata ( bhāvana+udyata) diberikan sandhi
–a bertemu u- menjadi –o-
udyata : √yam- ajektif verbal + ud = telah dipersiapkan
dhiyām : dhi- (f) = pikiran
Genitif Pluralis = pikirannya
bhām : bentuk dialetik dari bhram = berkelana, mengembara,
menjelajahi (wander about roam)
bhāvaya[m] : √bhū kausal = menyebabkan, keberadaan, peduli
untuk , menghadirkan pikiran (cause to be, , existance, care for,
represent the mind)
Diberikan kasus Akusatif Singularis untuk menjelaskan
bhūtibhiḥ : bhūti- : (f) = kehebatan, kemampuan, kekuatan, kesejahteraan,
keberuntungan (vigorous being, ability, power, wealth)
Instrumentalis Pluralis = dengan kekuatan
79
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
abhiś : abhi- (kt.keterangan) yang diberikan kasus Nominatif Singularis
manjadi abhiḥ = dekat
Dikenai sandhi semua ḥ- dimuka c- menjadi -ś-
ca : kata penghubung = dan, juga
apratima : a-pratima (kt.sifat) =yang tak dapat dibandingkan
(incomparable)
prabhābhir : prabhā- (f) = berkilau
Intrumentalis Pluralis = dengan kilauan
Mendapat hukum sandhi akhiran -iḥ bertemu vokal atau konsonan
bersuara menjadi –ir)
abhayo :a- (preposisi negatif) = tidak, tanpa
bhaya- (n) = takut
Nominatif Singularis = tanpa takut
bhāsvān : bhāsvat- (m) = matahari
Nominatif Singularis
iva : kt. keterangan = seperti, ibarat
abhy : abhi : kt.keterangan = dekat, sampai
Dikenai sandhi i- dimuka vokal lain menjadi y-
udyataś** : √yam ajektif verbal + ud = keluar dengan tenang (restrained)
Diberikan kasus Nominatif Singularis
śatruṇām = śatru- (m) = musuh
Genitif Pluralis = musuh-musuhnya
80
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
ibha : ibha- (m) = keluarga, gajah
kumbhakumbha*** : kumbha- (m) = periuk, jambangan besar (pot, jar, urn)
dalane : dalana- (n)= menghancurkan, memecahkan
Lokatif Absolut = ketika menghancurkan
putraḥ : putra- (m) = anak laki-laki
Nominatif Singularis = anak laki-laki
prabhur : prabhu- (kt.sifat) = yang unggul (superior)
Diberikan kasus Nominatif Singularis untuk menjelaskan putra
bhū : bhū- (f) = bumi
bhujām**** : bhuj- (kt.sifat) = yang memerintah (dengan kata yang berarti
“bumi”)
Diberikan kasus Genitif Pluralis untuk menjelaskan bhū
“ibhakumbhakumbhadalane putraḥ pra bhur bhūbhujām” merupakan sebuah
kompositum yang terdiri atas:
Kompositum Dvandva = kumbhakumbha= periuk-periuk
Kompositum Bahuvrīhi = ibha.kumbhakumbha.dalana=ketika menghancurkan
gajah, (seperti menghancurkan) jambangan-jambangan besar
Kompositum Karmadhāraya = putra.prabhu= anak laki-laki yang unggul
Kompositum Karmadhāraya = bhū.bhujām =yang memerintah bumi
Terjemahan:
Darinya, tampil anak laki-laki unggul yang menjadi perhiasan besar yang
berkilau. Memerintah bumi untuk kesejahteraan makhluk hidup. Muncul pada
pikiran-pikirannya yang telah dipersiapkan dengan segala kemampuan yang tak
81
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
dapat dibandingkan, menghasilkan kehidupan. Dan bagaikan matahari dengan
kemilaunya, keluar dengan tenang ketika melawan gajah para musuhnya ibarat
periuk-periuk yang dihancurkan tanpa takut.
Catatan:
* Kata abhut dalam kalimat pradurabhut seharusnya abhūt. Kata tersebut tidak
memiliki makna jika ditulis sebagai abhut, namun memiliki makna “ia telah
menjadi” jika kata tersebut ditulis abhūt.
** Pada kata yataś ada dua kemungkinan kata yang bisa digunakan, yaitu yata
(ajektif verbal) = dengan tenang dan yatas (kt.keterangan) = takut akan.
Sebelum kata tersebut ada awalan kata, ud- = naik, keluar. Bila menggunakan
kata yatas yang berarti takut, maka sudah ada kata yang bermakna sama yaitu
abhaya. Tidak mungkin jika digunakan dua kali ke dalam teks yang sama
karena sama-sama mengacu pada “menghancurkan gajah para musuh”. Oleh
karena itu, digunakan kata yata yang berarti dengan tenang, sehingga kalimat
tersebut berbunyi “yang keluar dengan tenang dan menghancurkan gajah-
gajah para musuh tanpa takut”.
***Terjemahan Kern mengenai kata “kumbha” hampir sama yaitu
“...menghancurkan kumbha, yakni gajah-gajah para musuh tanpa rasa takut,
raja dari para raja”. Kata kumbhakumbha merupakan suatu kompositum
dvandva sebagai pengulangan, yaitu “kendi-kendi”. Menurut Whitney dalam
beberapa kasus ditemukan dua kali pengulangan dengan kata terakhir tidak
diberikan kasus. (1952:488)
9 śrīmakuṭavaṅśavarddhanaitipratītonṛṇāmanupamendraḥśrīśānavaṅśata
panastatāpaśubhrampratāpena
śrī makuṭavaṅśavarddhana iti pratīto nṛṇām anupamendraḥśrīśānavaṅśa tapanas
tatāpa śubhram pratāpena
82
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
śrīmakuṭavaṅśavarddhana : (m) = śrīmakuṭawaṅśawarddhana
Kompositum Karmadharaya = śrī.makuṭavaṅśavarddhana= paduka raja
Makuṭawaṅśawarddhana
iti :iti (kt.keterangan) = demikianlah
pratīto : √i- ajektif verbal + pra = yang dikenal
Diberikan kasus Nominatif Singularis
Dikenai sandhi -aḥ dimuka konsonan bersuara menjadi –o-
nṛṇām : nṛ (m) = manusia
Genitif Pluralis = milik para manusia
anupamendraḥ: - anupama (kt.sifat) = tak dapat dibandingkan
indra- (m) = pemimpin, pangeran dari
Nominatif Singularis
= pemimpin yang tak dapat dibandingkan
Pada kata anumapendraḥ (anumapa+indraḥ) dikenai sandhi –a
dimuka i- menjadi -e
Dikenai hukum samdi –a bertemu i- menjadi -e-
Kompositum Karmadhāraya = anupama.indra = pemimpin yang tak dapat
dibandingkan
śrīśānavaṅśa : śrī Īśāna vaṃśa (m) = dinasti Sri Iśāna
śrīśāna- (m)= śri iśāna
Dikenai sandhi –ī dimuka ī- menjadi ī
vaṃśa- (m) = dinasti
83
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
Kompositum Tatpurusa = śrī. Īśāna.vaṅśa= dinasti Śri Īśāna
tapanas : tapana- (m) = matahari
Nominatif Singularis = matahari
tatāpa :ta+ tāpa perfektum reduplikasi dari tapa (kt.sifat) = yang telah
menghangatkan, membakar, bersinar
śubhram* : śubhra- (kt.sifat) = berseri-seri, tampan, indah, bersih
Diberikan kasus Akusatif Singularis untuk menjelaskan pratāpa
= yang indah
pratāpena : pratāpa- (m)
Instrumentalis Singularis = dengan kilauan, berkuasa
Kompositum Karmadhāraya = śubhra.pratāpa = dengan kilauan yang indah
Terjemahan:
Śrī Makuṭawaṅsawarddhana, demikianlah pemimpin para manusia yang tak dapat
dibandingkan, yang dikenal bagai matahari dinasti Īśāna yang membakar dengan
kilauan yang indah.
Catatan:
* Pada pembahasan di alih aksara sudah disebutkan bahwa Kern membaca śu,
Damais berpendapat huruf tersebut śa. Memang apabila dilihat tidak jelas
tampak adanya vokalisasi u-, hanya saja dibawah huruf tersebut terdapat
bayangan garis. Begitupula dengan pembacaan huruf n- yang oleh Kern
dibaca m- (lihat pembahasan alih aksara). Bila berdasarkan kata, arti śabhra
memang tidak ada artinya maupun karena sandhi (pada huruf ś- dari huruf
sebelumnya), namun bila kata śubhra di dapatkan arti (kt.sifat) = berseri-
seri, indah, tampan, bersih. Huruf n- merupakan akhiran kasus, dalam hal ini
kata tersebut mempunyai jenis kata sifat, maka bila diberikan kasus, maka
84
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
harus menerangkan kata yang disifatinya, yaitu pratāpa. Dan bila
dipasangkan dengan akhiran n-, maka tidak ada yang cocok dalam kasus,
bilapun ada, maka a- dari kata śubhra- harus panjang, menjadi śubhrān-
(Akusatif Pluralis) = keindahan, ketampanan. Jadi pembacaan Kern atas
śubhram lebih tepat.
10 tasyādhipasyaduhitātimanojñarūpāmūrtevarājaguṇatoyavarājalaḳsmiḥ
dvīpantarepisubhagenababhūvapitrānāmnākṛtākhaluguṇapriyadharm
mapatnī
tasya adhipasya duhitā atimanojñarūpāmūrta iva rājaguṇato yavarājalaḳsmiḥ
dvīpantare pi subhagena babhūva pitrā nāmnā kṛt[a] khalu
guṇapriyadharmmapatnī
tasya : tad- (n) pronomen penunjuk
Genetif Singularis = milik dia
adhipasya : adhipa- (m) = lord
Genetif Singularis = milik raja
duhitā : duhitṛ- (f) = anak perempuan
Nominatif Singularis= anak perempuan
atimanojña : ati + manojña
ati = sangat
manojña (kt.sifat) = cantik, dicintai
atimanojña = sangat cantik, sangat dicintai
rūpa : rūpa- (n) = rupa (appearance)
85
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
amūrteva : amūrta+iva
Pada kata amūrteva (amūrta+iva) dikenai sandhi a- dimuka i-
menjadi –e
amūrta = (kt.sifat) = yang berkaitan tubuh/ kepribadian (bodiless)
Menerangkan rūpa
iva (kt. keterangan) = sebagaimana adanya
rāja* : rājan- (m) = raja
Nominatif Singularis rājā
guṇato** : guṇatas (kt.keterangan) = yang sesuai dengan kebajikan
Dikenai sandhi -aḥdimuka konsonan bersuara menjadi –o-
yava : yava- [nama tempat] = Jawa
rāja : rāja- (m) = raja
laḳsmiḥ : laḳsmī- (f) = tanda, keberuntungan, kesejahteraan, kemenangan,
kebaikan (good fortune, wealth, good, sign, victory, splendour)
Nominatif Singularis
dvīpa : dvīpa - (m) = pulau
antarepi : antara - (kt. sifat) = diluar
Diberikan kasus Lokatif Singularis untuk menjelaskan dvīpa = di
luar pulau
Dikenai sandhi e dimuka a- tetap, namun a- hilang dan diganti
dengan avagrāha („)
pi : (kt.keterangan) = juga
86
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
“atimanojñarūpāmūrtaivarājaguṇatoyavarājalaḳsmiḥ” merupakan suatu
kompositum yang terdiri atas:
Kompositum Karmadhāraya = ati.manojña.rūpāmūrta.iva = yang rupanya sangat
cantik sebagaimana adanya
Kompositum Tatpurusạ = rāja.guṇatā= milik kebajikan raja
Kompositum Tatpurusạ : yava.rāja.laḳsmī= kemenangan raja Jawa
Kompositum Karmadhāraya: dvīpa.antara = diluar pulau
subhagena : subhaga- (kt. sifat) = cocok untuk, bagus, indah (suitable for,
nice). Diberi kasus Instrumentalis Singularis = dengan indah
babhūva : √bhū- perfektum = telah berada
pitrā : pitṛ- (m) = ayah
Instrumentalis Singularis = oleh ayah
nāmnā : nāman- (n) = nama
Instrumentalis Singularis = dengan nama
kṛt[a]*** : √ kṛt- ajektif verbal = yang berhubungan dengan, yang
dibuatkan, yang dilengkapi
khalu :khalu (partikel) = yang pasti, kemudian
guṇapriyadharmmapatnī : nama putri (f) = guṇapriyadharmmapatnī
Terjemahan:
Anak perempuan raja itu, yang parasnya sangat cantik sebagai mana adanya,
kemudian dibuatkanlah oleh ayah dengan nama yang sesuai dengan kebajikan
yang sangat indah, juga sebagai tanda kemenangan raja di luar pulau Jawa
(dengan nama) Guṇapriyadharmmapatni.
87
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
Catatan:
* Kata rājan (m) sebagai kompositum akan menjadi rāja, karena kata-kata
yang akarnya berakhiran konsonan dan mempunyai tiga bentuk rāja,
mengambil bentuk tengah.
** Kata tersebut seharusnya tetap guṇatā- (f) = milik kebajikan (possession of
virtues) karena berkasus Nominatif Singularis. Pada kasus ini kata guṇatā
pada kasus tersebut bukan berbentuk guṇataḥ yang kemudian bila bertemu
konsonan bersuara akan menjadi –o-
*** Kata kṛtā seharusnya ditulis kṛṭa dari √kṛt- (membuat) yang diberi kasus
ajektif verbal. Bila ā- pada kata kṛtā adalah gabungan vokal dari (misal)
a.khalu, maka konteks ke dalam kalimat akan hilang. (a.khalu = tidak pasti).
11 āsīdasāvapiviśiṣṭaviśuddhajanmārājānvayādudayaṇaḥprathitātprajāta
ḥtāṃśrīmatīvvidhivadevamahendradattāvvyaktāhvayonṛpasutāmupaya
cchatesma
āsīd asāu api viśiṣṭa viśuddha janmā rājān vayād udayaṇaḥ prathitāt prajātaḥ tāṃ
śrīmatī vvidhivad eva mahendradattāv vyaktāh vayo nṛpasutām upayacchatesma
āsīt : √as Imperfektum Singularis orang ke-3 = dahulu adalah ia
asau : asau- (m) = itu
Nominatif Singularis = itu, dia
api : (kt.keterangan) = juga
viśiṣṭa : √sish ajektif verbal + vi = yang diunggulkan
viśuddha : √sudh ajektif verbal + vi = yang disucikan
88
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
janmā : janman- (n) = kelahiran, hidup (birth, life)
Nominatif Singularis
rājān : bentuk panjang dari rājan- (m) = raja
vayā[s]* : vayā- (f) = keturunan (branch)
Diberikan kasus Akusatif Pluralis = keturunan (branch)
udayaṇaḥ : udayaṇa = udayaṇa
Nominatif Singularis = udayaṇa
prathitāt : √i- ajektif verbal + pra = yang dikenal
Diberi kasus Ablatif Singularis = dari yang dikenal
prajātaḥ : √jan- ajektif verbal + pra= telah dilahirkan, telah menghasilkan,
muncul/berdiri, bangun (be born, be produce, arise, procreate)
Nominatif Singularis
tāṃ :tām dari tad-(f) = itu, dia
Akusatif Singularis = pada dia
Dikenai sandhi m- dimuka konsonan selalu berubah menjadi -ṃ
śrīmatī : feminin dari śrīmat- (pembentukan feminin dilakukan dengan
memberi akhiran -i) = paduka yang mulia
Nominatif Singularis
vidhivad : vidhivat (kt.keterangan) = yang berhubungan dengan
memerintah, sebagaimana (according to rule, duly)
Dikenai sandhi –t dimuka vokal menjadi –d
eva : (kt.keterangan) = kemudian, pastinya
89
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
mahendradattāv**: mahendradattā- (f) = mahendradattā
Akusatif singularis = mahendradattām
Dikenai sandhi -m (bukan akar) luluh menjadi konsonan yang
mengikutinya, apapun jenisnya
(Whitney.1950:40, d), (Macdonell.1959:19)
vyaktāh : vyaktā- (f) = perwujudan
Nominatif Pluralis
vayo : vayas- (n) = usia yang panjang, diberkahi
Pada akhiran aḥ- dimuka semua konsonan bersuara menjadi –o-
nṛpasutām : nṛpasutā- (f) = putri
Akusatif Singularis
Kompositum Tatpurusạ = nṛpa.sutā=anak perempuan raja
upayacchate : √yam- presens 3 Singularis + upa = dia pergi menuju
sma : (mengubah presen ke dalam bentuk past tense), yaitu kata
upayacchate = dia telah pergi menuju
Terjemahan:
Dahulu kala, lahirlah seorang anak dari keturunan diunggulkan juga dimurnikan,
itulah seorang raja yang dikenal (dengan nama) Udayana. Mahendradatta, paduka
yang mulia yang memerintah seorang putri (dari) keturunan yang telah disucikan,
kemudian dia telah pergi menuju pada ia (Udayana)**.
Catatan:
* Pada kata vayād memang seharusnya vayās dari kata vayā (f) = keturunan
(branch) dengan kasus ablatif = dari keturunan (branch). Kemungkinan
citralekha salah menuliskan dengan mengambil jenis (m) ataupun (n). Apabila
90
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
kasusnya ablatif (m) atau (n) maka akan menjadi vayat- yang dikenai sandhi
menjadi vayad-. Karena bila kata vayat- secara kasus tidak ada, kemudian dari
katanya pun (vayat atau vayad ) tidak ada artinya, sandhi mungkin terjadi dari
t- menjadi d- namun, jika jenisnya (m) atau (n).
**Pada kata mahendradattāvvyaktāh terdiri dari kata mahendradattā- (f) dan
vyaktā- (f). Pada kata pertama mendapatkan kasus akusatif singularis sehingga
menjadi mahendradattām. Kasus ini serupa dengan bait ke-1 yang
memperlihatkan sandhi –m dimuka konsonan akan luluh menjadi konsonan
tersebut. Kasus ini ada pada beberapa bait dalam prasasti ini.
***Pada bait ini dijelaskan bahwa sang putri, Mahendradatta yang merupakan
keturunan yang jelas/nyata/suci yang berarti ia keturunan yang sah
memerintah kerajaan tersebut. Keturunan dari raja Īśāna, raja Jawa Timur
dahulu. Ia memerintah di Jawa setelah Makutạwangsawarddhana dan akhirnya
menikah dengan Udayanạ . Terlihat dalam kalimat “dia telah pergi padanya” ,
kemungkinan besar kata “padanya” adalah ikut bersama Udayanạ ke
kerajaannya di Bali. Hal tersebut dibuktikan dengan temuan beberapa buah
prasasti Bali yang mencantumkan nama Mahendradatta dan sebuah candi yang
diduga merupakan candi yang dibuat untuknya. Pembahasan lengkap ada pada
bab selanjutnya.
12 śreṣṭhaḥprajāsusakalāsukalābhirāmorāmoyathādaśarathātsvaguṇairga
rīyānsambhāvitonnatagatirmahasāmunīndrairerlaṅgadevaitidivyasutas
tatobhūt
śreṣṭhaḥ prajāsu sakalāsukalābhirāmorāmo yathā daśarathāt svaguṇair garīyān
sambhāvito nnatagatir mahasā munīndrair erlaṅgadeva iti divya sutas tataḥ abhūt
śreṣṭhaḥ : superlatif (śri-) = yang terbaik, yang unggul
Diberikan kasus Nominatif Sigularis
prajāsu : prajā- (f) = kelahiran, keluarga, keturunan, makhluk
Lokatif Pluralis = di segala mahkluk
91
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
sakala : sakala- (n) = segala hal, memiliki seluruh bagian
asukalā :a. su.kala
a = tidak, bukan
su = baik, bagus
kalā- (f) = sebagian kecil (small part)
asukalā = bukan sebagian kecil kebaikan
Nominatif Singularis
Kompositum Karmadhāraya = sakala.a.su.kalā= memiliki seluruh bagian bukan
sebagian kecil kebaikan
ābhirāmo : ābhirāma (kt.sifat) = sangat menarik/mempesonakan, baik budi
(charming, lovely) . Diberikan kasus Nominatif Singularis untuk
menjelaskan Rāma
Dikenai sandhi aḥ dimuka konsonan bersuara menjadi –o-
rāmaḥ : rāma- (m) = Rāma
Nominatif Singularis = Rāma
Dikenai sandhi -aḥ dimuka konsonan bersuara menjadi –o-
yathā : (prononema) = kemudian, daripada, seperti
daśarathāt : daśaratha- (m) = Daśaratha
Ablatif Singularis = dari Daśaratha
svaguṇair : svaguṇa- (m) = tepat, pantas (one‟s own merits)
Instrumentalis Singularis = dengan tepat (with appropriate)
92
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
garīyān : komparatif (guru-) garīyas- (m) = yang lebih berat (more
heavier)
Nominatif Singularis
sambhāvitaḥ : √bhū- ajektif verbal + sam = yang dihormati
Diberikan kasus Nominatif Singularis
Dikenai sandhi -aḥ dimuka konsonan bersuara menjadi –o-
nnata* : √nam- ajektif verbal = ikatan, lekukan, yang telah menunduk
pada (bend, curved, sunken, bowing to)
gatir : gatiḥ- (f) = keberhasilan
Nominatif Singularis
Dikenai hukum sandhi -iḥ didepan konsonan bersuara menjadi -ir
mahasā : mahas- (n) = kebesaran, kejayaan, perayaan
Instrumentalis Singularis = dengan kejayaan, kebesaran
munīndrair :muni_indra- (m) = petapa agung (chief of ascetics,great sage)
Instrumentalis Singularis = dengan para petapa agung
Kompositum Karmadhāraya = muni.indra = petapa agung
erlaṅgadeva**: erlaṅgadeva = erlaṅgadewa
iti : penegas kata sebelumnya
divya : divya- (kt.sifat) = hebat (divine)
sutas : suta- (m) = anak laki-laki
Nominatif Singularis = anak laki-laki
93
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
Kompositum Karmadhāraya = divya.suta= anak laki-laki yang hebat
tatobhūt : tatas + abhūt
tatas= tataḥ (kt. sifat) = demikianlah, kemudian
Pada kata tatas atau tataḥ, -aḥ dimuka a- menjadi –o-, lalu a-
hilang dan diganti dengan ‟
abhūt= √bhū- menjadi „bhūt: aoristus = telah terjadi
Terjemahan:
Erlaṅgadewa, anak laki-laki yang unggul di seluruh makhluk, memiliki seluruh
bagian bukan sebagian kecil kebaikan daripada Rama yang memesona dari
Daśaratha, keberhasilan yang lebih pantas dihormati bersama-sama dengan
kebesaran para petapa .
Catatan:
* Kata nnata seharusnya cukup ditulis nata.
** Erlaṅgadewa merupakan nama dari raja Airlaṅga. Kemungkinan besar
karena pengaruh diftong Jawa Kuna yang sering menyebut ai- menjadi e-.
Banyak contoh kasus seperti nama jabatan Air Haji menjadi Erhaji, Rakai
menjadi Rake, dan sebagainya. Hal tersebut tampaknya juga terpengaruh
dari kakawin yang ada pada zamannya, yaitu kakawin Arjunawiwāha yang
kemungkinan berasal dari abad X Masehi, sezaman dengan prasasti
Pucangan. Dalam kakawin pada pupuh terakhir disebutlah nama raja
Airlaṅga sebagai Erlanggha.
13 śrīdharmmavaṃśaitipūrvayavādhipenasambandhināguṇagaṇaśravaṇot
sukenāhūyasādaramasausvasutāvivāhandrākpurvatāprathitakīrttirabh
ūnmahātmā
94
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
śrī dharmmavaṃśa iti pūrvayavādhipena sambandhina aguṇagaṇaśravaṇotsukena
ahūya sādaram asau svasutā vivāh[ā]n drāk purvatā prathita kīrttiḥ abhūn
mahātmā
śrī dharmmavamśa* : śrī dharmmavamśa- (m) nama raja = śrī dharmmavamśa
iti :(kt.keterangan)= kemudian (so,thus) atau [penegas kata
sebelumnya]. Berfungsi sebagai tanda koma, yaitu pemisah kalimat
pūrva** : pūrva (kt.sifat) = bagian timur, sebelumnya
yava : yava (nama tempat ) = Jawa
adhipena : adhipa- (m) = raja
Instrumentalis Singularis = oleh raja
Kompositum Karmadhāraya = pūrva.yava.adhipa= oleh raja Jawa sebelumnya
sambandhinā***: sambandhin- (m) = hubungan, pertalian/saudara sepupu
Instrumentalis Singularis = dengan saudara sepupu
guṇagaṇa : guṇagaṇa-(m)=segala macam sifat baik(multitude of excellence)
śravaṇa : śravaṇa- (n) = reputasi
Dikenai sandhi a- dimuka e- menjadi –o-
utsukena : utsuka (kt.sifat) = ingin sekali, hasrat (agitated, eager)
Diberikan kasus Instrumentalis Singularis = oleh keinginan
“guṇagaṇaśravaṇotsukena” merupakan suatu kompositum campuran yang terdiri
atas:
Kompositum Karmadhāraya = guṇa.gaṇa= segala macam sifat baik
95
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
Kompositum Bahuvrīhi = guṇagaṇa.śravaṇa.utsuka= oleh keinginan mendengar
segala macam kecakapan saudara sepupu
āhūya : hū- = panggilan
(kt.sifat)= memanggil
Absolutif : ā+hū+ya = setelah memanggil (mengundang)
sādaram :sādaram (kt.keterangan) = dengan hormat (respectfully)
asau : prononema (m) =itu, dia
sva : sva (kt.sifat) = milik mereka
sutā : sutā- (f) = anak perempuan
Nominatif Singularis
vivāh[ā]n****: vivāha- (m) = acara pernikahan
Akusatif Pluralis = acara pernikahan
drāk : drāk (kt.sifat) = menjelang , secara langsung (towards,instantly)
purvatā : purvatā- (f) = yang disertai oleh (condition of being
accompanied by)
Nominatif Singularis
“sva.sutā.vivāha.drāk.purvatā” merupakan kompositum campuran yang terdiri
atas :
Kompositum Karmadhāraya = sva.sutā = anak perempuan mereka
Kompositum Bahuvrīhi = vivāha.drāk.purvatā= yang secara langsung disertai oleh
acara pernikahan
96
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
prathita : √prath- ajektif verbal + pra = menyebar (dimana-mana),
terkenal
kīrttir : kīrti- (f) = disebutkan, terkenal
Nominatif Singularis
Dikenai sandhi -iḥ dimuka vokal menjadi -ir
abhūn : √ bhu- aoristus = ada, berada , keberadaan
Pada kata abhūt dikenai sandhi, t- dimuka m- menjadi n-
mahātmā : mahātman- (m) = ilmuwan, yang agung, jiwa yang besar
Nominatif Singularis
Terjemahan:
Śrī Dharmmawangśa, setelah memanggil dengan hormat yang ingin sekali
(mendengar) segala macam sifat baik dia, kemudian secara langsung disertai oleh
acara pernikahan anak perempuan mereka dengan dia, saudara sepupu raja Jawa
sebelumnya, terkenalah keberadaan jiwa yang besar dimana-mana
Catatan:
* Nama Śri Dharmmawangśa pernah diidentifikasikan oleh Kern dengan
Dharmmawangsa Teguh (Kern VG,VII:93). Pendapat ini telah dibantah oleh
C.C.Berg yang mengatakan bahwa dharmmawangśa iti pada permulaan bait
itu, berdasarkan tatabahasa, tidak mungkin merupakan nama dari
purvvayavaadhipa, tetapi nama dari orang yang dipanggil (asau), yaitu
Dharmmawangśa Airlaṅga (Berg, “De Arjunawiwāha Er-langga‟s
levensloop en bruiloftslied? BKI,97,1938:52-53; Sumadio.1993:171).
Memang benar bahwa sebutan purvvayavādhip(ena) mungkin merupakan
sebutan untuk raja Airlaṅga, namun juga ada raja yang bernama
Dharmmawangsa, bukan Dharmmawangsa Airlaṅga. Purvayavādhipena
merujuk pada Dharmmawangsa, karena kata itu merupakan kompositum
Bahuvrīhi yang kata terakhirnya berkasus instrumentalis singularis, sehingga
97
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
-
Universitas Indonesia
bermakna “oleh raja Jawa sebelumnya”. Jadi, bukan “Śrī Dharmmawangśa
raja Jawa Timur” (Oost-Java Dharmmawangśa) (Kern,VG,VII.1913:93).
Selain itu, partikel iti, selain berfungsi sebagai tanda kutip juga sebagai kata
keterangan “demikianlah”, “yang bernama”, atau juga berfungsi sebagai
tanda “koma” (,) (Macdonell.1954:45). Hal ini membantah pendapat Berg
yang mengatakan bahwa Dharmmawangsa adalah sebutan raja Airlaṅga.
Jadi, kalimat tersebut seharusnya berbunyi “ia, śrī dharmmawangśa,
memanggil dengan hormat.....”
** Lihat untuk terjemahan Kern pada kata pūrvayava diartikan sebagai Jawa
Timur. Sedangkan pembagian wilayah Jawa dibentuk baru pada masa
pemerintahan Belanda. Maka dalam hal ini terjemahan menggunakan istilah
“raja Jawa sebelumnya”.
*** Pada kata sambandhinā yang berarti saudara sepupu (hubungan yang terjadi
karena pernikahan), jelas menunjukkan raja Airlaṅga adalah anak dari
Mahendradatta saudaranya. Hal tersebut memperjelas hubungan
kekeraba