bab 3 metode penelitian - repository.uksw.edu...metode penelitian . bab ini membicarakan metode...
TRANSCRIPT
19
BAB 3
METODE PENELITIAN
Bab ini membicarakan metode penelitian yang digunakan, juga
pemilihan wilayah atau lokasi penelitian. Pada bagian ini, penulis
menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif kemudian
menggunakan pendekatan fenomenologi, dan memakai teknik
etnografi dalam memahami budaya di Hatunuru meskipun penelitian
ini sendiri bukanlah suatu penelitian etnografi.
Hatunuru Dipilih Sebagai Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di negri Hatunuru, Kecamatan Taniwel
Timur. Mengingat kondisi fisik serta finansial, juga durasi penelitian
yang terbatas pada penulis, penulis berpendapat bahwa memilih
Hatunuru akan membuat penelitian ini menjadi lebih fokus dan
mencakup ciri komunitas yang sama. Selain itu, akan memudahkan
penulis dari segi waktu yang tersedia bagi pengumpulan data.
Sebagai langkah awal penelitian, penulis melakukan komunikasi
dengan pihak GPM Klassis Taniwel. Penulis menggunakan GPM
karena status penulis sebagai sarjana Teologi UKIM. Hal tersebut
merupakan akses utama bagi penulis dalam meminta jaminan
perlindungan selama penelitian oleh para Pendeta setempat. Alasan
berikut, karena ketakutan akan penolakan penelitian apabila penulis
melalui jalur Pemerintah Kabupaten SBB, mengingat penulis hendak
meneliti resistensi di Taniwel Timur.
Penulis mengenal Hatunuru sebagai negri yang memiliki
kekhasan melalui informasi yang diterima dari Pendeta Zeth Sahertian
sebagai Ketua GPM Klassis Taniwel. Selain itu juga, kedekatan penulis
dengan Pendeta Roland Latuputty sebagai Ketua Majelis Jemaat
IDENTITAS TERITORIAL Studi Tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru
20
Hatunuru-Matapa menjadi alasan utama Hatunuru dipilih sebagai
lokasi penelitian. Ketika penelitian ini dilakukan, Ketua Majelis Jemaat
Hatunuru-Matapa kemudian memberi informasi di gedung gereja
Imanuel di Hatunuru kepada masyarakat Hatunuru bahwa penulis akan
melakukan penelitian sekaligus meminta kesediaan masyarakat
Hatunuru untuk menerima penulis. Antusiasme masyarakat Hatunuru
dalam menerima penulis baik dalam pemberian data maupun pergaulan
sosial patut diberi apresiasi melalui rancangan pembangunan sejalan
dengan identitas teritorial di Hatunuru melalui hasil penelitian ini.
Keunikan masyarakat Hatunuru sendiri terbentuk melalui kehidupan
secara komunal melalui konteks kedaerahan dalam hal kosmologi yang
mempengaruhi kebiasaan mereka. Tipikalitas masyarakat Hatunuru
adalah petani hutan yang hidup di wilayah pesisir dan menganggap
hutan sebagai “dapur”.
Penelitian ini pernah mengalami tantangan yang datang dalam
tubuh pemerintah lokal melalui pihak Kecamatan Taniwel Timur.
Camat Taniwel Timur hendak memberhentikan penelitian ini, karena
penelitian ini dinilainya melalui jalur GPM dan itu dikatakannya salah.
Namun, Ketua Klassis GPM di Taniwel memberi dukungan bagi penulis
untuk tetap melanjutkan penelitian ini, dan pihak GPM Klassis Taniwel
yang akan bertanggung jawab sepenuhnya atas permasalahan ini.
Penggunaan Metode Penelitian Kualitatif
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, karena
akan meneliti fenomena-fenomena di Hatunuru. Penelitian sendiri
secara esensial merupakan proses yang sistematis, teroganisir,
berdasarkan data, dilakukan secara kritis, objektif, dan ilmiah, untuk
mendapat jawaban yang lebih mendalam terkait suatu masalah
(Sekaran, 2003). Sementara penelitian kualitaif sendiri merupakan
siklus yang bertahap, dimulai dengan identifikasi masalah atau isu yang
hendak diteliti. Setelah masalah diidentifikasi, kemudian melakukan
review pada bacaan atau kepusatakaan. Sesudah itu, memperjelas dan
menentukan tujuan penelitian. Selanjutnya, pengumpulan data dan
analisis data, kemudian menafsirkan data yang diperoleh. Pada
akhirnya, pelaporan hasil penelitian dilakukan (Creswell, 2008).
Metode Penelitian
21
Penelitian kualitatif dipahami sebagai penelusuran yang
ekspoloratif agar memahami satu masalah sentral. Gejala sentral
dipahami dengan melakukan wawancara, dan data hasil wawancara
kemudian dianalisis, kemudian hasil analisis dapat berupa deskripsi
maupun tema-tema. Setelah melakukan perangkaian interpretasi oleh
peneliti sehingga memahami makna mendalam, maka peneliti
sedapatnya membuat self-reflection (Creswell, 2008). Penelitian
kualitatif juga disebut sebagai field research, maksudnya penelitian ini
bertujuan agar peneliti turun ke lapangan dan terlibat dengan
masyarakat, dan juga turut mersakan apa yang masyarakat rasakan. Hal
ini dilakukan agar peneliti mampu memberi gambaran yang
komprehensif terkait situasi di lapangan (Raco, 2010).
Kelenturan penelitian kualitatif sendiri menjadi alasan penulis
untuk digunakan dalam melakukan penelitian. Penelitian kualitatif
oleh penulis dianggap mampu melakukan eksplorasi tentang fenomena
di Hatunuru untuk menemukan masalah mendasar dan gambaran
umum. Penelitian kualitatif digunakan dalam tujuannya untuk
merasakan kehidupan di Hatunuru baik sebagai petani hutan, dan
memahami identitas teritorial di Hatunuru berdasar pada pengalaman
langsung penulis di Hatunuru. Dengan demikian, penulis dapat
memberi gambaran kehidupan di Hatunuru, sehingga ada alasan bagi
mereka melakukan resistensi berdasar pada perasaan penulis sebagai
peneliti yang hidup di sana meskipun hanya beberapa bulan.
Rancangan Penelitian
Rancangan atau desain penelitian dalam penelitian ini
mempergunakan rancangan penelitian kualitatif secara umum yaitu,
substansi dan metodologi. Substansi penelitian sedapat mungkin
berangkat pada teori tertentu dan berada dalam satu lingkup ilmu
pengetahuan, sementara metodologi ialah bagaimana substansi
penelitian itu diharapkan memenuhi syarat yang lebih sistematis,
terkendali, kritis, dan analitis. Berdasar pada dua komponen tersebut,
desain penelitian kemudian dibagi menjadi dua yaitu, konseptualisasi
dan operasionalisasi (Gulo, 2002). Konseptualisasi berkenan menyoroti
latar belakang penelitian maupun kerangka konseptual.
IDENTITAS TERITORIAL Studi Tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru
22
Operasionalisasi lebih kepada kerangka penelitian yang lebih praksis
dalam hal penarikan sampel, metode pengumpulan data, dan analisa
data.
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Konseptualisasi Operasionalisasi
Latar belakang penelitian : Resistensi dan Identitas Teritorial
Memilih petani hutan sebagai partisipan
Rumusan Masalah: Kebijakan pembangunan berbasis identitas teritorial tanpa harus melakukan
resistensi
Melakukan penjabaran pertanyaan payung melalui pertanyaan yang lebih
fokus
Tujuan Penelitian : Memberi deskripsi dan analisis terhadap identitas teritorial
sebagai basis resistensi, dan juga sebagai program pembangunan
Memaknai kehidupan di Hatunuru melalui pergaulan sosial, dan
keterlibatan dalam sumber nafkah di Hatunuru
Kerangka Konseptual : Identitas teritorial dan resistensi sebagai
sumbangsih dalam pembangunan
Pengumpulan data bukan saja di Hatunuru, tetapi juga masyarakat luar
Hatunuru yang terlibat resistensi
Kerangka konseptualisasi lebih kepada gagasan penulis sebagai
peniliti untuk membangun kerangka operasionalisasi yang lebih
bersifat praksis. Dalam kerangka konseptualisasi, penulis berfokus pada
empat hal yaitu, latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, dan kerangka konseptual. Setelah itu menetukan
konseptualisasi, maka penulis memulai operasionalisasi yang lebih
kepada pengembangan konseptualisasi melalui pemilihan partisipan,
menjabarkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih fokus, kemudian hidup
dalam pergaulan sosial agar dapat mengumpulkan data.
Dengan demikian, rancangan penelitian merupakan langkah awal
untuk mengumpulkan data. Setelah itu, penulis memilih harus memilih
pendekatan penelitian yang akan dilakukan sesuai dengan konteks dan
kehidupan masyarakat Hatunuru. Oleh karena itu, penulis
menggunakan pendekatan fenomenologi dan teknik etnografi.
Pendekatan Fenomenologi
Pendekatan fenomenologi digunakan sebagai kerangka
operasionalisasi penelitian di Hatunuru. Berangkat pada pengalaman
Metode Penelitian
23
penelitian berdasar pada fenomenologi ini, penulis melibatkan diri
dalam pergaulan sosial, kehidupan pertanian di Hatunuru, dan
melakukan aktivitas sebagaimana masyarakat Hatunuru dalam rutinitas
mereka yaitu, beribadah dan lainnya.
Berbicara mengenai pendekatan fenomenologi, Creswell (2008)
menyebutnya sebagai penelitian yang berakhir pada pemaknaan.
Fenemenologi disebut juga sebagai metode verstehen, adalah untuk
menggambarkan kesadaran yang berjalan dengan sendirinya. Dalam
melakukan verstehen maka sangat penting menangkap atau sedapat
mungkin masuk dalam pikiran informan. Dengan demikian, penting
untuk melakukan penelitian kualitatif fenomenologi ini melalui
wawancara yang lebih intensif, dan melakukan analisis pada kelompok
kecil untuk memahami keadaan sosial. Peneliti harus melakukan
praktik sejalan dengan kebiasaan sehari-hari informan, agar mampu
mengetahui ruitinitas informan (dalam Orleans, 2000).
Teknik Etnografi
Kendati penelitian ini bukanlah penelitian etnografi, penulis
memasukannya sebagai teknik dalam pengumpulan data. Dalam
penelitian yang menggunakan teknik etnografi ini, penulis hanya ingin
mengetahui kosmologi di Hatunuru, juga pemaknaan simbolik
Hatunuru secara etimologi. Selain itu, penulis juga ingin mengungkap
budaya pertanian di Hatunuru sebagai warisan leluhur.
Etnografi sebagai teknik dilakukan untuk melihat kehidupan
yang sejalan dengan tatanan sosial, antropologis, simbolik, dan berlatar
belakang budaya (Bergmann, 2004). Esensi etnografi adalah tentang
budaya dan kekhasan, apa yang menjadi kekhasan dan apa yang
membedakan mereka dari kelompok lain?(Daymon dan Holloway,
2002).Teknik etnografi yang dilakukan oleh penulis di Hatunuru
agaknya mengikuti pandangan Sarantakos (1998) dan Thomas (1993)
yaitu, konvensional dan kritis. Konvensional lebih berkenan pada
gambaran umum, sementara kritis berkapabilitas dalam menghasilkan
perubahan dari latar yang diteliti.
IDENTITAS TERITORIAL Studi Tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru
24
Partisipan
Partisipan yang dipilih oleh penulis berdasar pada kebutuhan
penelitian ini. Jumlah partisipan di Hatunuru sendiri berjumlah 23
orang. Partisipan yang berjumlah 23 orang ini memiliki keberagaman
strukur sosial. Struktur ini di antaranya, petani hutan, pegawai negeri
sipil (PNS), tokoh masyarakat (adat), dewan guru, juga majelis jemaat,
dan pemerintah Hatunuru (caretaker Raja Hatunuru)5.Pemilihan
informan bukan hanya dipilih penulis dalam kalangan masyarakat
Hatunuru saja melainkan juga beberapa masyarakat luar seperti Matapa,
GPM Klassis Taniwel, dan NGO. Setelah menentukan partisipan,
penulis kemudian memilih partisipan yang cocok dengan topik-topik
penelitian berdasar pada rumusan masalah sebagai pertanyaan payung.
Topik-topik yang penulis angkat terdiri atas tiga topik sebagaimana,
resistensi, identitas teritorial, dan tanggapan tentang pembangunan.
Tabel 3.2 Klasifikasi Informan Berdasar Pada Topik Penelitian
Topik Penelitian Informan
Studi kasus resistensi Seluruh resistor
Identitas Teritorial (Sumber Nafkah dan Kosmologi)
Petani Hatunuru
Tanggapan tentang pembangunan Masyarakat Hatunuru
Topik-topik di atas kemudian disesuaikan dengan informan. Pada
topik pertama, penulis memilih informan bukan hanya berasal dari
masyarakat Hatunuru, tetapi juga masyarakat luar Hatunuru yang saat
itu bertindak sebagai resistor. Sementara topik kedua dikhususkan pada
petani hutan di Hatunuru. Pada topik ketiga, penulis memilih
masyarakat Hatunuru baik sebagai petani hutan maupun non-petani
hutan. Tujuan pemilihan topik ini, karena informan lebih memaknai
teritorial mereka berdasar pada modal teritorial, sehingga resistensi
terjadi adalah sebagai upaya kecaman masyarakat Hatunuru terhadap
pembangunan yang tidak sejalan kebijakan dan kebiasaan di Hatunuru.
5Hatunuru sekarang dipimpin oleh sekertaris Hatunuru. Hal ini terjadi adalah karena
raja sebelumnya sudah tutup usia.
Metode Penelitian
25
Pengumpulan Data
Pada awalnya, teknik pengumpulan data yang hendak penulis
gunakan lebih berkenan pada pengumpulan data berbasis sukarela
(voluntary). Partisipan tidak harus dituntut untuk memberi data
melalui informasi maupun interpretasi atas dasar keharusan, tetapi
lebih kepada kesediaan masyarakat Hatunuru untuk mau melibatkan
diri dalam pengumpulan data. Penulis sempat ragu untuk
mengumpulkan data, karena masalah ini sempat menimbulkan konflik
dalam tubuh masyarakat Hatunuru antara pemerintah negri dan
masyarakat. Untuk itu, ada ketakutan tersendiri dalam diri penulis
bahwa akan terjadi konflik lanjutan melalui penelitian ini.
Namun, setelah melakukan observasi kurang lebih dua minggu,
maka penulis memberanikan diri untuk melakukan wawancara
mendalam (in-depth interview). Pengumpulan data yang dilakukan
penulis sebagaimana lazim dilakukan pada penelitian kualitatif yaitu,
wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, dan studi pustaka, juga
data-data sekunder sebagaimana surat kabar maupun media online tentang masalah ini turut penulis gunakan.
Observasi
Sebelum melakukan wawancara, penulis melakukan observasi di
Hatunuru. Observasi yang dilakukan penulis berangkat pada pandangan
Flick et al (2004) yaitu, observasi terlibat dan tidak terlibat. Observasi
terlibat dilakukan melalui keterlibatan dalam pergaulan sosial,
bertindak sebagai petani, dan terlibat rutinitas masyarakat Hatunuru.
Ketidak-terlibatan penulis dalam resistensi saat itu, mengharuskan
penulis untuk melakukan observasi tidak terlibat. 6
Tabel 3.3. Observasi Terlibat dan Tidak Terlibat
Observasi Terlibat Observasi Tidak Terlibat
Pergaulan Sosial, Keterlibatan Sebagai Petani Hutan, Mengikuti Prosesi Adat,
dan Mengikuti Ibadah-Ibadah.
Resistensi Masyarakat Hatunuru
6 Alasannya karena penulis saat itu berada di Kota Salatiga untuk mengikuti proses
studi
IDENTITAS TERITORIAL Studi Tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru
26
Observasi tidak terlibat memberi tantangan baru bagi penulis
sebagai peneliti karena hal ini dianggap baru, sekaligus memberi
pelajaran berharga bagi penulis dalam memilih strategi. Strategi yang
dilakukan penulis ketika tidak melakukan observasi secara langsung
pada saat resistensi terjadi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Gambar 3.1 Skema Observasi Tidak Terlibat
Sebagai penjelasan penulis terkait observasi terlibat, berikut
adalah beberapa strategi yang penulis gunakan, penulis merangkumnya
dalam beberapa kotak di bawah ini.
Observasi pertama, adalah proses saling kenal antara penulis dan
masyarakat Hatunuru. Namun, perkenalan ini hanya melibatkan
beberapa masyarakat Hatunuru yang berada di dekat pastori. Memang
penulis akui, penulis adalah pribadi yang mampu beradaptasi dan
mampu membuka diri dalam pergaulan sosial. Observasi ini dilakukan
melalui kunjungan penulis ke kios-kios untuk membeli kebutuhan
Observasi Tidak Terlibat
Resistensi Masyarakat Hatunuru
Data diperoleh melalui wawancara,
dan sumber data sekunder antara lain; facebook, youtube,
change.org, savemaluku.net,
harian kompas, BPS online, dan forum-
forum diskusi online lainnya.
Kotak 3.1. Memperkenalkan diri
Penulis diperkenalkan kepada masyarakat, pada awalnya di beberapa rumah dekat pastori. Karena pada saat itu penulis tinggal di pastori. Observasi dilakukan dengan cara mengunjungi kios-kios untuk sekedar membeli beberapa kebutuhan, sekaligus untuk mengenali masyarakat. Selang beberapa hari, penulis diperkenalkan oleh Ketua Majelis Jemaat setempat dalam ibadah Minggu. Setelah itu, penulis mulai memperkenalkan diri ke rumah-rumah masyarakat Hatunuru untuk sekedar bercerita kisah-kisah hidup mereka, dan tidak melakukan wawancara secara terencana.
Metode Penelitian
27
sekaligus memperkenalkan diri kepada beberapa masyarakat. Berikut
pula, perkenalan antara penulis dan masyarakat terjadi di gedung gereja
Imanuel, akan tetapi kecanggungan masih menghampiri penulis untuk
sekedar saling terbuka melalui perbincangan singkat dengan
masyarakat Hatunuru yang bukan tinggal dekat pastori.
Hal utama yang penulis lakukan dalam observasi ini adalah
dengan mengunjungi beberapa rumah secara berkesinambungan untuk
sekedar berbincang, guna memupuk kedekatan penulis dengan
masyarakat Hatunuru. Alasannya, agar masyarakat Hatunuru di sekitar
pastori dapat memperkenalkan penulis kepada masyarakat Hatunuru
lainnya secara tidak langsung (tanpa kehadiran penulis/promosi).
Observasi kedua ini, adalah penting bagi penulis untuk
melibatkan diri dalam pergaulan sosial. Penulis juga memilih rekan
dalam rangka menuntun penulis ketika melakukan pengumpulan data
di Hatunuru. Penulis kemudian memilih Karisty Limehuwey sebagai
rekan yang notabene adalah seorang anak SMA. Alasannya, agar ada
keterbukaan ketika wawancara dilakukan, mengingat seluruh gerak-
gerik penulis diperhatikan sebagai masyarakat luar Hatunuru. Ketika
masyarakat Hatunuru melihat Karisty yang biasanya sering bersama
penulis maka tidak ada keraguan di kalangan masyarakat Hatunuru
untuk memberi informasi maupun interpretasi, karena Karisty tidak
terlibat dalam resistensi, ia hanya seorang anak yang sering membantu
masyarakat Hatunuru.
Kotak 3.2. Terlibat Pergaulan Sosial
Pergaulan sosial termanifestasikan dalam observasi kedua. Penulis terlibat kegiatan sore hari seperti bermain sepak bola khas Maluku (gawang mini), terlibat dalam kegiatan malam yaitu, berkunjung ke rumah-rumah untuk sekedar bercerita sambil meneguk pahitnya sopi, tetapi ada kesan manis melalui kebersamaan. Dalam observasi ini, penulis mencari rekan agar mampu menjelaskan keadaan di Hatunuru kepada penulis. Rekan yang dipilih oleh penulis adalah salah seorang siswa SMA yaitu, Karisty Limehuwey. Dia merupakan pribadi yang gemar membantu masyarakat Hatunuru, lagipula seluruh masyarakat Hatunuru dekat dengannya.
IDENTITAS TERITORIAL Studi Tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru
28
Pada kegiatan berkunjung ke rumah-rumah masyarakat, penulis
disuguhkan dengan minuman tradisional khas Maluku yaitu, sopi. Sopi
memang minuman yang mengandung kadar alkohol, dan penulis hanya
menggunakan sopi sebagai strategi untuk membangun kedekatan.
Ketika sopi disuguhkan, penulis tidak sedang melakukan wawancara
atau informan tidak dalam keadaan siap untuk diwawancarai.
Observasi ini memberi makna mendalam bagi penulis. Makna
mendalam ini hadir melalui sikap masyarakat Hatunuru yang
menganggap penulis sebagai keluarga. Penulis mampu memahami
masyarakat Hatunuru sebagai petani yang hidup dalam solidaritas dan
sangat menghargai hutan. Banyak sekali pelajaran yang dapat penulis
ambil ketika hidup di Hatunuru.
Wawancara
Dalam melakukan wawancara, penulis dibekali secara material
maupun konseptual. Secara material, ayah penulis membekali dengan
perekam suara/recorder digital. Secara konseptual, penulis dibekali
dengan gagsan dalam melakukan penjabaran pertanyaan secara fokus
dan sistematis oleh pembimbing. Basis wawancara sendiri, adalah
dengan menggunakan pendekatan fenomenologi dan teknik etnografi.
Dalam melakukan wawancara fenomenologi, penulis harus masuk ke
dalam gaya hidup dan menilai pemaknaan kehidupan pertanian
masyarakat Hatunuru, kemudian dilakukan perumusan pertanyaan-
Kotak 3.3. Keluarga Baru
Observasi selanjutnya, adalah dengan mengikuti kegiatan pertanian yang berada di area Danau Tapala. Penulis juga sering dipanggil untuk menyantap hidangan seadanya di rumah-rumah masyarakat Hatunuru. Penulis sering mengunjungi pasar kaget milik masyarakat Hatunuru, sempat menggantikan peran masyarakat sebagai penjual di kios, dan lain sebagainya. Mereka (masyarakat Hatunuru) sudah menganggap penulis sebagai keluarga. Sempat timbul wacana dalam masyarakat Hatunuru untuk meminta kepada GPM agar penulis dijadikan sebagai vikaris di GPM Jemaat Hatunuru-Matapa. Memang hal ini bersifat candaan, tetapi bagi penulis punya arti mendalam. Penulis mengunjungi Tapala, hutan kayu putih, dan hutan sagu sambil melihat eloknya alam Hatunuru, dan solidaritas petani yang terbangun di hutan.
Metode Penelitian
29
pertanyaan penelitian. Sementara dalam teknik etnografi, penulis
hanya ingin menggali budaya di Hatunuru berdasar pada kosmologi,
presepsi masyarakat Hatunuru tentang teritorial, dan sejarah yang
melatar belakangi terbentuk Hatunuru, tetapi bukan sebagai penelitian
etnografi.
Strategi wawancara yang dilakukan bukan lalu menggunakan
Focus Group Discussion (FGD), namun lebih bersifat privasi.
Wawancara dilakukan di rumah-rumah masyarakat Hatunuru sambil
menghisap beberapa batang rokok, meneguk hangatnya teh juga kopi,
dan juga mencicipi aneka cemilan khas masyarakat Hatunuru yang
telah disiapkan tuan rumah yang notabene adalah partisipan. Selain itu,
wawancara tidak terencana dilakukan dalam aktivitas pertanian sambil
mengolah sagu. Wawancara tidak terencana sendiri dilakukan untuk
menemukan informasi yang lebih terbuka dan apa adanya. Ketika
wawancara tidak terencana dilakukan, para petani tidak menutup diri
dalam pemberian informasi maupun interpretasi.
Wawancara juga dilakukan terhadap beberapa masyarakat di luar
Hatunuru, sebagaimana NGO, para pendeta di Taniwel Timur, dan
beberapa masyarakat negri lainnya. Tujuannya, adalah untuk
memahami pandangan masyarakat lain terhadap identitas masyarakat
Hatunuru yang pada dasarnya memilik kekuasaan sejak zaman dahulu
di Taniwel Timur. Beberapa strategi dilakukan ketika mewawancarai
informan yang berasal dari NGO yaitu, melalui Facebook Messenger ketika melakukan wawancara dengan Pendeta Elifas Maspaitella.
Berikut pula, wawancara tidak terencana dilakukan juga kepada Elthon
Ahiyate di Rumah Sakit Umum (RSU) dr. Halussy, Ambon. Saat itu
penulis sedang membesuk anak dari salah seorang informan kunci di
Hatunuru yang tengah berada di RSU tersebut. Sementara wawancara
dengan masyarakat Matapa dilakukan karena negri Matapa berbatasan
langsung dengan negri Hatunuru dan merupakan anggota jemaat yang
sama dalam wilayah pelayanan GPM. Berikut pula pemilihan beberapa
pendeta di Taniwel Timur, adalah karena mereka terlibat dalam
resistensi. Untuk membangun kedekatan sesama almamater UKIM,
hanya perlu menyapa para pendeta dengan sebutan bu (kakak laki-laki)
dan usi (kakak perempuan). Sapaan familiar di UKIM tersebut
merupakan akses dalam pemberian data, karena dari sapaan itu
IDENTITAS TERITORIAL Studi Tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru
30
memberi kesan bagi informan bahwa penulis adalah adiknya atau
dianggap sebagai adik.
Data Sekunder
Penelitian ini juga menggunakan data sekunder sebagaimana
dokumentasi, studi pustaka, dan data yang diperoleh melalui internet.
Dokumentasi berupa foto dalam tulisan ini agaknya sedikit,
dikarenakan kebanyakan waktu dihabiskan penulis dalam melakukan
aktivitas pertanian. Penulis hanya mendapat beberapa gambar melalui
kamera milik adik bungsu penulis. Sementara dokumen lainnya melalui
Rencana Strategis (RENSTRA) Jemaat Hatunuru-Matapa, kemudian
digunakan penulis sebagai pegangan penting dalam memperkaya data
lapangan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mengangkat teori-teori
identitas teritorial, dan juga resistensi. Sementara data-data terkait
resistensi diperoleh melalui internet yakni, surat kabar online, dan
media-media online (Youtube, Facebook, SaveMaluku, dan Change).
Analisis Data
Pertama-tama penting memperhatikan validitas dan reliabilitas
data sebelum analisis dilakukan. Validitas adalah sejauh mana data-data
yang diperoleh akurat, sementara reliabilitas berkenan melihat tingkat
konsistensi hasil melalui penggunaan cara pengumpulan data (Patton,
2007). Berkenan pada pengujian validitas dan reliabilitas data maka
sangat penting menggunakan triangulasi sebagaimana sumber, metode,
dan teori (Patton, 2007). Triangulasi sumber dilakukan penulis melalui
observasi terlibat maupun wawancara, agar data dapat dipertahankan
kebenarannya. Bagi penulis, wawancara saja tidak cukup dalam
penelitian fenomenologi ini. Sangatlah efektiv apabila disertai observasi
terlibat yang dilakukan sejalan dengan pola hidup kontekstual sebagai
petani hutan dan lain sebagainya. Hal ini adalah untuk memaknai
perilaku dan kebiasaan masyarakat Hatunuru yang berjalan secara
intensif dan dalam kesadaran mereka. Triangulasi metode dilakukan
dalam keterkaitaanya dengan keterlibatan penulis secara langsung agar
mampu masuk dalam alam pikiran dan alam perasaan melalui
kesadaran masyarakat Hatunuru, Dengan demikian, adalah sangat
Metode Penelitian
31
efektif apabila penulis juga terlibat dalam kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat Hatunuru. Pada triangulasi teori, identitas teritorial
kemudian dijadikan atau digunakan sebagai pisau dalam melakukan
analisis berdasar pada interpretasi data dan pengalaman hidup penulis
di Hatunuru.
Setelah melakukan triangulasi maka analisis data pun dilakukan
sebagai kerangka penulisan laporan. Teknik analisa data interaktif
kemudian dirasakan tepat dalam melakukan analisa data. Teknik
tersebut sendiri berkenan pada reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992 dalam Pawito,
2007). Berikut tahap analisa data yang penulis lakukan, dapat dilihat
pada tabel skema di bawah ini.
Gambar 3.2. Analisa Data Interaktif
Penarikan Kesimpulan
Berdasar pada hasil penelitian, maka penelitian ini menggunakan kajian identitas teritorial. Identitas teritorial mengangkat tema kosmologi, sumber nafkah, dan resistensi sebagai usaha
dalam melakukan pembangunan yang relevan di Hatunuru
Penyajian Data
Penulisan laporan sebagai hasil penelitian di Hatunuru sejalan dengan rumusan masalah
Reduksi Data
Mengambil data diperlukan, sejalan dengan rumusan masalah sebagai pertanyaan payung
Data yang lainnya tidak dibuang, tetapi disimpan untuk keperluan lain, atau belum
saatnya digunakan