bab 4 analisis keterkaitan antar · pdf filedata-data yang diperoleh baik dari primer maupun...
TRANSCRIPT
41
BAB 4
ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI
Bab ini merupakan inti dari studi dimana akan dilakukan analisis terhadap
data-data yang diperoleh baik dari primer maupun sekunder menggunakan
kerangka analisis yang sesuai agar dapat mencapai sasaran-sasaran penelitian
yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini akan mempermudah dalam menarik
kesimpulan mengenai sektor industri apa saja yang memiliki keterkaitan, besaran
keterkaitan yang terjadi, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keterkaitan
antar industri, serta dukungan dan potensi dukungan yang dimiliki Kota Batam
yang dapat mendorong terbentuknya keterkaitan antar industri asing dan industri
lokal di wilayah studi.
4.1 Identifikasi Keterkaitan Antar Industri
Subsektor industri yang memiliki keterkaitan antara industri asing dan
industri lokal di Kota Batam dapat diidentifikasi menggunakan tiga indikator yang
menyatakan terjadinya keterkaitan, yakni (1) penggunaan barang produk industri
lokal sebagai bahan baku industri asing, (2) penggunaan tenaga kerja lokal oleh
industri lokal, dan (3) masuknya investasi baru dalam bentuk industri lokal baru
sebagai reaksi terhadap permintaan bahan baku dari industri asing. Keberadaan
keterkaitan subsektor industri pada tiap indikator akan mempengaruhi besaran
keterkaitan yang terjadi pada subsektor industri terkait. Setelahnya akan dilakukan
analisis mengenai faktor yang mempengaruhi perbedaan besaran keterkaitan.
Indikator pertama dalam menyatakan keberadaan keterkaitan antar industri
yakni penggunaan barang produksi dari industri lokal sebagai bahan baku bagi
industri asing menunjukkan keberadaan keterkaitan pada tiga dari enam subsektor
industri, yakni pada subsektor industri kertas, mesin, dan elektronika. Subsektor
industri yang memiliki keterkaitan terbesar adalah subektor industri mesin dengan
keterkaitan mencapai 100 persen, disusul oleh subsektor industri elektronika (82,5
persen), dan subsektor industri kertas (70,6 persen). Subektor industri besi baja
42
hanya memiliki keterkaitan rendah (40 persen) dan masih terbatas pada salah satu
dari dua jenis bahan baku yang dibutuhkan oleh industri asing, sementara
subsektor industri logam dan subsektor industri kendaraan dikatakan tidak
memiliki keterkaitan dikarenakan adanya perbedaan yang terjadi antara jenis
barang produksi yang dihasilkan oleh industri lokal dengan jenis bahan baku yang
dibutuhkan oleh industri asing.
TABEL IV-1
JENIS DAN VOLUME BAHAN BAKU INDUSTRI ASING SERTA
JENIS DAN VOLUME BARANG PRODUK INDUSTRI LOKAL
Subsektor
Industri
Industri asing Industri Lokal Besaran
Keterkaitan Jenis Bahan
Baku Volume
Jenis
Produk Volume
Kertas Carton board 17.000 ton Carton
board 12.000 ton 70,6%
Logam Alumunium
galvanis
750.000
m2
Alumunium
coating 200.00 m
2 -
Stainless
steel
coating
200.00 m2 -
Besi baja
Pipa baja 3.000 unit Pipa baja 1.200 unit 40%
Plat baja
40.000
unit Pipa
alumunium 1.200 unit
-
Mesin Komponen 7.300 unit Komponen 15.000
unit 100%
Elektronika Komponen 80.000
unit Komponen
66.000
unit 82,5%
Kendaraan Fibreglass 8.100 unit Komponen
logam
10.000
unit -
Sumber: Pengolahan data, 2009
Subektor industri besi baja sebenarnya memiliki peluang keterkaitan yang
baik apabila industri lokal dapat menghasilkan barang produksi sesuai dengan
kedua bahan baku yang dibutuhkan oleh industri asing asing pada subsektor
tersebut, dan dengan syarat bahwa industri lokal dapat meningkatkan volume
produksinya sehingga dapat memenuhi volume kebutuhan bahan baku industri
asing.
43
TABEL IV-2
STRUKTUR TENAGA KERJA INDUSTRI LOKAL
Sektor
Industri
Asal Tenaga Kerja Besaran
Keterkaitan Lokal Luar Batam Asing
Kertas 220 - - 100%
Logam 15 - - 100%
Besi baja 8 34 - 19%
Mesin 23 - - 100%
Elektronika 52 - - 100%
Kendaraan - 28 - 0%
Sumber: Pengolahan data, 2009
Indikator kedua dalam menyatakan keberadaan keterkaitan antar industri
yakni penggunaan tenaga kerja lokal oleh industri lokal menunjukkan keberadaan
keterkaitan pada empat dari enam subsektor industri, yakni pada subsektor
industri kertas, logam, mesin, dan elektronika dimana masing-masing subsektor
memiliki keterkaitan sebesar 100 persen. Subsektor industri besi baja hanya
memiliki keterkaitan kecil yakni 19 persen sementara subsektor industri
kendaraan tidak memiliki keterkaitan sama sekali (lihat tabel IV-2).
Alasan yang dikemukakan oleh industri lokal mempekerjakan tenaga kerja
lokal yang telah tersedia di Kota Batam adalah kemudahan dalam mendapatkan
tenaga kerja dibandingkan jika harus mendatangkan dari luar Kota Batam. Selain
itu, industri lokal menganggap bahwa tenaga kerja lokal telah memiliki
keterampilan yang cukup baik dan sesuai dengan kriteria kebutuhan tenaga kerja
yang diperlukan. Berdasarkan hasil wawancara, industri lokal pada subsektor
kendaraan memilih untuk mendatangkan tenaga kerja dari luar Kota Batam
dengan alasan tenaga kerja lokal dianggap masih kurang memiliki keterampilan
khusus serta ketelitian yang dibutuhkan pada industri terkait. Subektor industri
besi baja juga memberikan alasan kurangnya keterampilan tenaga kerja lokal pada
bidang industri ini, namun setidaknya subsektor industri besi baja tetap
menggunakan tenaga kerja lokal pada posisi pekerjaan yang tidak membutuhkan
44
keterampilan khusus, misalnya sekretaris, resepsionis, operator telefon, dan lain
sebagainya.
Indikator ketiga dalam menyatakan keberadaan keterkaitan antar industri
yakni masuknya investasi baru dalam bentuk industri lokal baru sebagai reaksi
terhadap permintaan bahan baku dari industri asing menunjukkan keberadaan
keterkaitan pada keenam subsektor industri yang diamati (tabel IV-3). Dilihat dari
banyaknya jumlah industri lokal yang berhasil ditumbuhkan, keterkaitan terbesar
terjadi pada subsektor industri kertas dan industri elektronika (dimana satu
industri asing dapat menstimulasi tumbuhnya tujuh industri lokal). Sedangkan bila
dilihat dari perbandingan nilai investasi antara industri asing dan industri lokal,
keterkaitan terbesar terjadi pada subsektor industri besi baja, industri mesin, dan
industri logam. Bila dilihat secara kasar, dapat dikatakan ada indikasi terjadinya
multiplier effect antara indutri asing dan industri lokal.
TABEL IV-3
PERTUMBUHAN INDUSTRI ASING DAN INDUSTRI LOKAL BARU
Sektor
Industri
Pertumbuhan Industri Asing Industri Lokal
Tahun Jumlah Investasi
(US$ 000)
Tahun Jumlah Investasi
(US$ 000)
Kertas 1998 1 9.400 2004 -
2007 7 338.975
Logam 2003 -
2007 6 28.055
2003 -
2008 7 4.442.700
Besi baja 2007 1 10.000 2007 -
2008 5 6.222.425
Mesin 2004 -
2008 4 3.525
2005 -
2008 11 2.069.530
Elektronika 2005 1 400.000 2005 -
2007 7 378.522
Kendaraan 2005 -
2007 3 40.200 2007 1 513.600
Sumber: Pengolahan data, 2009
Setelah keberadaan keterkaitan pada masing-masing subsektor industri
telah teridentifikasi maka dapat dilakukan klasifikasi besaran keterkaitan yang
ditentukan berdasarkan keberadaan keterkaitan masing-masing subsektor industri
pada seluruh indikator yang digunakan. Subsektor industri yang memiliki
45
keterkaitan pada ketiga indikator tergolong memiliki keterkaitan tinggi, tergolong
keterkaitan sedang jika memiliki keterkaitan pada dua indikator, dan tergolong
keterkaitan rendah apabila hanya memiliki keterkaitan pada salah satu indikator.
TABEL IV-4
BESARAN KETERKAITAN TIAP SUBSEKTOR INDUSTRI
Sektor
Industri
Keberadaan Keterkaitan Besaran
Keterkaitan Indikator
Pertama
Indikator
Kedua
Indikator
Ketiga
Kertas Ada Ada Ada Besar
Logam Tidak Ada Ada Ada Sedang
Besi baja Tidak Ada Tidak Ada Ada Kecil
Mesin Ada Ada Ada Besar
Elektronika Ada Ada Ada Besar
Kendaraan Tidak Ada Tidak Ada Ada Kecil Sumber: Pengolahan data, 2009
Berdasarkan penggolongan besaran keterkaitan tiap subsektor industri,
subsektor industri kertas, industri mesin, dan industri elektronika mampu
memenuhi ketiga indikator yang digunakan untuk menyatakan keberadaan
keterkaitan, oleh karenanya ketiga subsektor industri tersebut dinyatakan memiliki
keterkaitan yang besar. Subsektor industri logam dinyatakan memiliki keterkaitan
sedang karena hanya memenuhi dua dari tiga indikator keterkaitan yang
digunakan, sedangkan subsektor industri besi baja dan industri kendaran
dinyatakan memiliki keterkaitan rendah dikarenakan masing-masing subsektor
industri ini hanya memenuhi salah satu dari ketiga indikator keterkaitan yang
digunakan.
4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keterkaitan
Berdasarkan hasil wawancara terhadap pelaku industri asing dan industri
lokal, perbedaan pada besaran keterkaitan subsektor industri terjadi dikarenakan
pengaruh dari empat faktor utama, meliputi:
1. Siklus permintaan bahan baku industri asing yang terkait dengan siklus
produksi barang jadi industri lokal;
46
2. Asal bahan baku industri asing terkait dengan target pemasaran barang
produksi industri lokal;
3. Prioritas pemilihan bahan baku industri asing terkait dengan prioritas
produksi barang jadi industri lokal; dan
4. Prioritas pemilihan tenaga kerja industri lokal.
Faktor pertama yang mempengaruhi besaran keterkaitan yang terbentuk
adalah siklus permintaan bahan baku industri asing yang terkait dengan siklus
produksi barang jadi industri lokal. Siklus yang paling sering digunakan oleh
industri dalam memasok bahan baku maupun dalam memproduksi barang jadi
adalah siklus harian, bulanan, tahunan, dan tak tentu. Kesamaan yang terjadi
antara siklus pasokan bahan baku industri asing terkait dengan siklus produksi
barang jadi industri lokal diindikasikan mendorong terjadinya keterkaitan yang
berfokus pada siklus tahunan (lihat tabel IV-5). Empat dari enam subsektor
industri lokal yang diamati ternyata menggunakan siklus tahunan dalam
menghasilkan barang jadi, sedangkan disisi lain lima dari enam subsektor industri
asing juga menggunakan siklus tahunan dalam memasok bahan baku. Hal ini
berarti siklus tahunan yang digunakan oleh industri asing memberikan peluang
keterkaitan yang dimanfaatkan oleh industri lokal dalam menghasilkan barang
produksi yang sesuai dengan jenis bahan baku yang dibutuhkan oleh industri
asing.
Perbedaan kondisi yang terjadi pada subsektor industri logam
menyebabkan subsektor industri ini menggunakan siklus harian untuk
menciptakan keterkaitan antara industri asing dan industri lokal. Hal ini
disebabkan tidak menentunya permintaan produksi yang diterima oleh industri
lokal maupun industri asing, sehingga kegiatan industri baru terjadi apabila
masing-masing industri telah menerima permintaan produksi. Kondisi ini
sebenarnya tidak ideal dan dapat menyebabkan terjadinya penumpukan
permintaan pada waktu peak season dan sebaliknya dapat menyebabkan sepinya
permintaan pada waktu lainnya.
47
TABEL IV-5
KARAKTERISTIK BARANG PRODUK INDUSTRI LOKAL
DAN BAHAN BAKU INDUSTRI ASING
Subsektor
Industri
Barang Produk
Industri Lokal
Bahan Baku
Industri Asing
Siklus
Produksi
Target
Pemasaran
Siklus
Bahan Baku
Asal
Bahan Baku
Kertas Tahunan Batam Tahunan Batam
Logam Tak Tentu Batam Tak Tentu Batam
Besi baja Tahunan Batam Tahunan Batam
Mesin Harian Luar Batam Tahunan Batam
Elektronika Tahunan Batam Tahunan Batam
Kendaraan Tahunan Batam
Tahunan Luar Batam
Sumber: Pengolahan data, 2009
Subsektor industri mesin tidak menunjukkan adanya potensi keterkaitan
yang disebabkan karena industri lokal yang melakukan proses produksi dengan
siklus harian tidak sesuai dengan siklus pasokan bahan baku industri asing yang
menggunakan siklus tahunan. Kondisi ini dapat dianggap sebagai sebuah anomali
mengingat subsektor industri mesin merupakan salah satu sektor industri yang
memiliki besaran keterkaitan tinggi. Namun demikian, menurut industri lokal
yang diwawancarai kondisi ini ternyata terjadi dikarenakan adanya kontrak
produksi yang diterima untuk memenuhi permintaan dari industri asing yang
berada di Singapura. Sedangkan industri asing pada sektor yang sama (industri
mesin) mengatakan bahwa pasokan bahan baku yang didatangkan dari luar Kota
Batam juga didasarkan pada kondisi kontrak kerja yang serupa dengan yang
dimiliki oleh industri lokal. Berdasarkan pernyataan yang diberikan oleh industri
asing dan industri lokal tersebut, dapat diberikan pengecualian pada subsektor
industri mesin dimana besaran keterkaitan tinggi yang dimiliki subsektor ini
kurang dipengaruhi oleh siklus permintaan bahan baku maupun siklus produksi
barang jadi.
Faktor kedua yang mempengaruhi besaran keterkaitan adalah asal bahan
baku industri asing terkait dengan target pemasaran barang produksi industri
lokal. Dari enam subsektor industri yang diamati, lima subsektor industri baik
48
industri asing dan industri lokal berfokus pada pasar lokal yakni Kota Batam.
Kondisi ini menunjukkan bahwa penyediaan bahan baku industri asing dan target
pemasaran barang produksi industri lokal diutamakan kepada pasar lokal, yang
dimaksudkan untuk menekan biaya transportasi sehingga harga jual barang jadi
maupun harga beli bahan baku dapat ditekan seminimum mungkin. Minimnya
biaya transportasi berpengaruh terhadap peningkatan peluang pasar yang
dihasilkan dikarenakan harga barang yang lebih kompetitif jika dibandingkan
harus melakukan impor maupun ekspor barang dari dan menuju keluar Kota
Batam.
Industri mesin lokal yang menfokuskan pemasaran barang jadinya keluar
Kota Batam semata-mata dikarenakan kontrak produksi yang telah dijelaskan
sebelumnya. Sementara itu, industri asing yang bergerak pada subsektor
kendaraan masih mendatangkan bahan bakunya dari Singapura dikarenakan
mereka menilai bahwa barang produksi yang dihasilkan oleh industri kendaraan
lokal masih berada dibawah standar kualitas bahan baku yang mereka gunakan.
TABEL IV-6
PRIORITAS BAHAN BAKU INDUSTRI ASING
DAN PRIORITAS PRODUKSI INDUSTRI LOKAL
Kriteria Bahan Baku Industri Asing
Modus Median Prioritas
Kontinuitas 1 dan 2 2 1
Kualitas 2 2 2
Volume 3 3 3
Harga 4 3,5 4
Kriteria Barang Produk Industri Lokal
Modus Median Prioritas
Kualitas 1 1 1
Harga 2 2 2
Kontinuitas 3 3 3
Volume 4 3,5 4 Catatan: prioritas tertinggi memiliki nilai 1 sementara prioritas terendah memiliki nilai 4
Sumber: Pengolahan data, 2009
Faktor ketiga yang mempengaruhi besaran adalah prioritas pemilihan
bahan baku industri asing terkait dengan prioritas produksi barang jadi industri
49
lokal. Tabel IV-6 menunjukkan bahwa prioritas pemilihan bahan baku yang
digunakan oleh industri asing adalah kontinuitas penyediaan bahan baku, kualitas
bahan baku, dan volume penyediaan bahan baku. Industri asing menganggap
perlunya jaminan penyediaan bahan baku yang berkualitas di Kota Batam pada
sepanjang tahun untuk menjaga kontinuitas produksi, mengingat industri asing
lebih memfokuskan barang produksinya untuk dipasarkan keluar dari Kota Batam.
Industri asing kurang memprioritaskan kriteria harga bahan baku dikarenakan
harga bahan baku di Kota Batam dinilai masih lebih rendah dibandingkan harga
bahan baku di daerah lainnya maupun bila dibandingkan dengan harga bahan
baku impor.
Sementara itu, prioritas barang produksi yang dihasilkan oleh industri
lokal adalah kualitas dan harga barang produksi yang dihasilkan. Menurut industri
lokal hal ini terjadi karena ketatnya persaingan antar sesama industri lokal dalam
menghasilkan barang produksi, sehingga industri lokal yang ada berlomba-lomba
memproduksi barang dengan kualitas yang baik dan dengan harga yang kompetitif
agar dapat menarik permintaan pasar yang sebesar-besarnya. Apabila permintaan
pasar terhadap barang produksi industri lokal menjadi besar maka akan sendirinya
meningkatkan kontinuitas dan volume barang produksi yang diterima. Kondisi ini
menyebabkan faktor kontinuitas dan volume produksi menjadi prioritas yang
kurang penting bagi industri lokal.
TABEL IV-7
PRIORITAS KUALIFIKASI TENAGA KERJA INDUSTRI LOKAL
Kriteria Modus Median Prioritas
Keterampilan yang Dimiliki 1 1 1
Pendidikan Terakhir 2 2 2
Kesehatan Fisik dan Mental 3 3 3
Usia 4 3,5 4 Catatan: prioritas tertinggi memiliki nilai 1 sementara prioritas terendah memiliki nilai 4
Sumber: Pengolahan data, 2009
Faktor keempat yang mempengaruhi besaran keterkaitan adalah prioritas
pemilihan tenaga kerja oleh industri lokal. Kriteria yang dianggap penting bagi
50
pemilihan tenaga kerja lokal menurut industri lokal adalah kriteria keterampilan
yang dimiliki dan jenjang pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh tenaga kerja.
Kedua kriteria ini tergolong vital bagi industri lokal yang kebanyakan bersifat
industri teknik dan menggunakan mesin-mesin industri berteknologi sedang
sampai tinggi. Kesehatan fisik dan mental tenaga kerja juga penting bagi
pengoperasian mesin-mesin industri tersebut sehingga dapat mendorong
tercapainya kapasitas produksi yang optimum sekaligus menekan angka
kecelakaan kerja. Usia tenaga kerja dianggap kurang penting sepanjang masih
dalam golongan usia produktif sehingga memudahkan pembuatan kontrak kerja
dan pengurusan jaminan kesehatan pekerja.
Industri lokal yang masih mengeluhkan ketersediaan tenaga kerja yang
terampil dalam bidangnya adalah subsektor industri besi baja dan industri
kendaraan, sementara industri asing yang mengeluhkan hal yang sama terjadi
pada subsektor industri mesin dan industri elektronika. Kedua subsektor industri
asing ini sebenarnya pernah mencoba mendiskusikan permasalahan ini dengan
Pemerintah Kota Batam namun sampai sekarang belum menghasilkan solusi yang
memuaskan. Kondisi ini akhirnya memaksa subsektor industri yang kurang puas
terhadap kualitas tenaga kerja lokal yang tersedia untuk melakukan pelatihan awal
terhadap tenaga kerja lokal sebelum mereka siap dipekerjakan pada bidangnya,
atau alternatif lain adalah dengan mendatangkan tenaga kerja dari luar Kota
Batam yang siap pakai.
4.3 Dukungan dan Potensi Dukungan Kota Batam Terhadap Keterkaitan
Antar Industri
Setelah keberadaan keterkaitan pada industri asing dan industri lokal telah
teridentifikasi, maka tahapan analisis selanjutnya adalah melakukan penilaian
terhadap kondisi Kota Batam dan rencana pengembangan Kota Batam. Hal ini
penting untuk melihat apakah Kota Batam telah memiliki kondisi yang sesuai
dalam mendukung tumbuhnya industri baru pada subsektor-subsektor industri
yang memiliki keterkaitan antar industri. Dukungan dan potensi dukungan yang
dapat diberikan oleh Kota Batam di masa kini maupun pada masa depan dinilai
51
berdasarkan empat faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi dalam pendirian
industri di Kota Batam, yakni (1) faktor ketenagakerjaan, (2) faktor bahan baku
dan energi, (3) faktor sarana prasarana, serta (4) faktor kebijaksanaan pemerintah.
Dukungan dan potensi dukungan ketenagakerjaan di Kota Batam akan
dinilai berdasarkan kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan subsektor
industri tersebut. Kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh subsektor industri
menurut hasil analisis adalah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan terakhir
SMA ataupun akademi. Kualitas tenaga kerja ini dibutuhkan karena industri yang
ada menggunakan mesin-mesin industri yang berteknologi sedang sampai tinggi
sehingga membutuhkan tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan yang
cukup tinggi untuk mengoperasikannya.
TABEL IV-8
DUKUNGAN KUALITAS TENAGA KERJA KOTA BATAM
Pendidikan
Terakhir
2006 Agustus 2007
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
SD 203 0,5 % 131 0,6 %
SMP 1.453 3,7 % 1.134 5,0 %
SMA 33.394 83,4 % 18.841 83,6 %
Akademi 4.983 12,4 % 2.443 10,8 %
Jumlah 40.033 100 % 22.549 100 % Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, 2008
Berdasarkan tabel diatas, kualitas tenaga kerja yang tercatat di Kota Batam
telah memenuhi kebutuhan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan. Sebanyak 95,8
persen dari total tenaga kerja yang tersedia di tahun 2006 memiliki tingkat
pendidikan terakhir SMA ataupun akademi sesuai kualitas yang dibutuhkan oleh
subsektor industri, sementara pada tahun 2007 terjadi sedikit penurunan menjadi
94,4 persen. Hal ini dikarenakan keterbatasan jangka waktu pencatatan tenaga
kerja di tahun 2007 yang hanya sampai bulan Agustus.
Kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri di Kota Batam terkait
dengan aturan yang dikeluarkan Disperindag RI mengenai Pedoman Kawasan
Industri yang mensyaratkan standar kebutuhan minimal tenaga kerja 100 jiwa per
satu hektar lahan industri. Pada tahun 2006, tenaga kerja yang tersedia di Kota
52
Batam belum dapat memenuhi kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan, namun
proyeksi Disnaker Kota Batam terhadap jumlah tenaga kerja yang tersedia pada
tahun 2014 memperlihatkan kondisi ini telah dapat diperbaiki dan jumlah tenaga
kerja yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja sektor industri.
TABEL IV-9
DUKUNGAN KUANTITAS TENAGA KERJA KOTA BATAM
Tolok Ukur Tahun Ketersediaan
Tenaga Kerja
Kebutuhan
Minimum
Dukungan
100 orang/Ha 2006 590.927 jiwa 675.457 jiwa Tidak
2014 967.739 jiwa 584.374 jiwa Ya Catatan: luas lahan industri tahun 2006 = 6.754,57Ha dan proyeksi tahun 2014 = 5.843,74 Ha
Sumber: Pengolahan data, 2009
Dukungan dan potensi dukungan ketenagakerjaan di Kota Batam dapat
dikatakan baik. Hal ini terlihat dari tersedianya tenaga kerja yang dibutuhkan
sektor industri dengan kuantitas maupun kualitas yang memadai. Kondisi ini
menunjukkan keseriusan Kota Batam dalam mendukung perkembangan sektor
industri dari sisi ketenagakerjaan.
TABEL IV-10
DUKUNGAN KETERSEDIAAN BAHAN BAKU
Sektor
Industri
Bahan Baku Industri Asing Bahan Baku Industri Lokal
Jenis Bahan
Baku
Asal Bahan
baku
Jenis Bahan
Baku
Asal Bahan
Baku
Kertas Carton board Batam Bubur Kertas Luar Batam
Logam Alumunium
galvanis Batam
Plat alumunium Batam
Plat stainless steel
Besi baja Pipa baja
Batam Plat Baja Batam
Plat baja Plat Alumunium
Mesin Komponen Batam Komponen Batam
Elektronika Komponen Batam Komponen Batam
Kendaraan Fibreglass Luar Batam Plat Baja Batam
Sumber: Pengolahan data, 2009
Kota Batam memberikan dukungan yang besar dalam menyediakan bahan
baku dan energi yang dibutuhkan oleh sektor industri, kondisi ini terlihat dari
53
terpenuhinya kebutuhan bahan baku pada sepuluh dari duabelas industri asing dan
industri lokal yang diamati. Jenis bahan baku yang paling banyak dibutuhkan oleh
industri-industri tersebut adalah bahan baku logam (meliputi plat alumunium, plat
baja, dan plat stainless steel) dan bahan baku komponen (mesin dan elektronika).
Sedangkan jenis bahan baku yang belum dapat disediakan oleh Kota Batam
adalah bahan baku fibreglass yang dibutuhkan industri kendaraan asing dan bahan
baku bubur kertas yang dibutuhkan industri kertas lokal.
Ketidakmampuan Kota Batam dalam menyediakan bahan baku bubur
kertas lebih dikarenakan tidak terdapatnya industri pengolahan kayu pada wilayah
studi yang disebabkan karena industri jenis ini tergolong dalam Negative List
industri yang tidak berpotensi untuk dikembangkan di Kota Batam, sedangkan
bahan baku fibreglass yang dibutuhkan oleh industri kendaraan asing sebenarnya
telah mampu diproduksi di Kota Batam hanya saja kualitasnya masih belum
memenuhi prasyarat bahan baku dari industri kendaraan asing tersebut.
Dukungan dan potensi dukungan energi yang dapat disediakan oleh Kota
Batam dalam mendukung perkembangan sektor industri dapat dinilai dari dua
jenis energi yang paling dibutuhkan oleh sektor perindustrian, yakni ketersediaan
energi air dan energi listrik. Tolok ukur yang digunakan dalam menilai dukungan
dan potensi dukungan energi yang dapat disediakan oleh Kota Batam adalah
Standar Teknis Industri yang mensyaratkan kebutuhan energi minimum bagi
sektor industri adalah tersedianya pasokan listrik sebesar 0,1 Megawatt per satu
hektar lahan industri serta tersedianya pasokan air sebesar 1 sampai 12 liter/detik
per satu hektar lahan industri.
TABEL IV-11
DUKUNGAN KETERSEDIAAN ENERGI AIR DAN LISTRIK
Tolok Ukur Tahun Ketersediaan
Energi
Kebutuhan
Minimum
Dukungan
Energi Air
1-12 l/det/Ha
2006 2.280 l/det 6.754,57 l/det Tidak
2014 11.220 l/det 5.843,74 l/det Ya
Energi Listrik
0,1 Mw/Ha
2006 973,6 Mw 675,5 Mw Ya
2014 1.368,6 Mw 584.374 Ya Catatan: luas lahan industri tahun 2006 = 6.754,57Ha dan proyeksi tahun 2014 = 5.843,74 Ha
Sumber: Pengolahan data, 2009
54
Berdasarkan tabel IV-11, kebutuhan energi listrik bagi industri di Kota
Batam di tahun 2006 telah dapat dipenuhi dengan baik, dan pada tahun 2014
diperkirakan ketersediaan energi listrik masih jauh melampaui kebutuhan dari
sektor industri tersebut. Kondisi ini dipengaruhi oleh rencana penambahan
kapasitas empat pembangkit listrik yang ada serta ditambah dengan rencana
pembangunan enam pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) baru untuk
meningkatkan kapasitas tenaga listrik yang dapat dibangkitkan PT. PLN Kota
Batam. Berbeda dengan kondisi ketersediaan energi listrik, kondisi ketersediaan
energi air di tahun 2006 masih jauh berada dibawah kebutuhan sektor industri
(hanya tersedia sepertiga dari kebutuhan minimum), sehingga pada masa yang
akan datang PT. ATB Kota Batam berencana untuk meningkatkan kapasitas
pengolahan air bersih yang ada sehingga kebutuhan energi air sektor industri di
Kota Batam dapat terpenuhi.
TABEL IV-12
DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA
TRANSPORTASI DARAT DAN LAUT
Tolok Ukur Tahun
Ketersediaan
Sarana
Prasarana
Kebutuhan
Minimum Dukungan
Persentasi jalan
arteri primer
2006 23,9% 5-10%
Ya
2014 Belum diketahui -
Persentase jalan
kondisi rusak
2006 12,26 <10%
Tidak
2014 Belum diketahui -
Kapasitas
sandar
pelabuhan laut
2006
Pel. Kabil
35.000 DWT
50.000 DWT
Tidak Pel. Batu Ampar
35.000 DWT
Pel. Sekupang
10.000 DWT
2014
Pel. Kabil
150.000 DWT Ya
Pel. Sekupang
15.000 DWT Tidak
Sumber: Pengolahan data, 2009
55
Dukungan dan potensi dukungan sarana dan prasarana Kota Batam
terhadap sektor perindustrian akan terkait dengan lalu lintas transportasi sektor
industri terutama dengan kegiatan pemasokan bahan baku oleh industri asing dan
kegiatan distribusi barang produksi industri lokal. Sarana dan prasarana moda
transportasi yang dimaksudkan disini adalah moda transportasi darat dan laut,
sedangkan moda transportasi udara tidak diperhitungkan lebih lanjut dikarenakan
biaya transportasi udara yang lebih tinggi dibandingkan kedua moda transportasi
lain sehingga kurang efisien bagi kegiatan transportasi perindustrian. Tolok ukur
yang digunakan dalam menilai dukungan dan potensi dukungan sarana dan
prasarana transportasi adalah Standar Teknis Industri yang ditetapkan oleh
Depperindag RI.
Keberadaan jalan arteri primer di Kota Batam tahun 2006 telah mencapai
23,9 persen dari total panjang jalan yang ada. Kondisi ini melebihi Standar Teknis
Industri yang mensyaratkan kebutuhan minimum jalan arteri primer sektor
perindustrian yang mensyaratkan keberadaan jalan arteri primer sebanyak 5-10
persen dari total jalan yang ada. Hal ini tentunya akan mempermudah sektor
industri di Kota Batam untuk melakukan kegiatan transportasi industri, namun
sayangnya keberadaan jalan arteri yang memadai ini masih terhambat oleh
keberadaan jalan dalam kondisi rusak yang mencapai 12,26 persen dari total jalan
yang ada. Padahal, menurut Standar Industri, keberadaan jalan dalam kondisi
rusak hendaknya tidak melebihi 10 persen dari total panjang jalan yang ada.
Standar Industri mengenai keberadaan jalan arteri primer dan keberadaan jalan
dalam kondisi rusak ini dimaksudkan agar transportasi industri dapat berjalan
dengan lancar sehingga mengurangi waktu tempuh dan biaya transportasi bahan
baku maupun barang jadi. Cukup tingginya persentase jalan dalam kondisi rusak
ini menurut Dinas Kimpraswil Kota Batam biasanya diakibatkan oleh pelanggaran
kendaraan yang mengangkut beban berlebihan pada kelas jalan yang tidak sesuai
serta dipengaruhi pula oleh kejadian alam yang dapat mempercepat rusaknya
struktur jaringan jalan seperti pergeseran lempeng tanah, longsor, dan banjir.
Panjang jalan yang mengalami kerusakan terus bertambah dari tahun 2002
sepanjang 51,16 km dan mencapai puncaknya pada tahun 2005 yakni sepanjang
56
143,9 km. Pada tahun 2007 panjang jalan yang berada dalam kondisi rusak dapat
ditekan hingga 107,12 km, namun keberadaan jalan yang rusak ini masih belum
sesuai dengan kebutuhan sarana dan prasarana transportasi sektor industri,
sehingga diharapkan pada masa depan dapat dilakukan perbaikan jalan untuk
memperbaiki jalan-jalan yang berada dalam kondisi rusak tersebut.
Dukungan sarana dan prasarana transportasi laut pada sektor industri dapat
dilihat dari kapasitas sandar kapal kargo yang mampu ditampung oleh pelabuhan
barang di Kota Batam. Standar Teknis Industri mensyaratkan keberadaan
pelabuhan kargo dengan kapasitas sandar kapal kargo minimum 50.000 DWT
(Dead Weight Ton/Bobot Mati Kapal) yang bertujuan agar kapal kargo
berkapasitas angkut tinggi dapat berlabuh sehingga kegiatan transportasi bahan
baku dan barang produk sektor industri dapat berjalan dengan lancar. Pada tahun
2006 ketiga pelabuhan kargo yang ada di Kota Batam belum mampu memenuhi
kebutuhan sandar minimum kapal barang yang ditetapkan oleh sektor industri.
Hal ini berpotensi memperlambat transportasi laut bagi sektor industri dan akan
menciptakan peningkatan biaya transportasi laut yang harus ditanggung
pengusaha. Oleh karena itu direncanakan pengembangan pelabuhan kargo Batu
Ampar sehingga diharapkan dapat menlancarkan transportasi laut di masa depan.
Berdasarkan peta lokasi industri dapat dilihat bahwa pelayanan jalan arteri
primer telah dapat menjangkau hampir keseluruhan lokasi industri di Kota Batam.
Hal ini akan mempermudah trnasportasi darat bagi sektor industri. Pada sisi lain,
letak ketiga pelabuhan kargo di Kota Batam masih strategis. Hal ini terlihat dari
lokasi industri yang berada di pusat Kota Batam maupun yang berada di Barat
Daya Kota Batam masih berjarak cukup jauh dari pelabuhan kargo yang ada. Hal
ini akan menyulitkan bagi industri-industri yang berada di lokasi tersebut untuk
mengakses pelabuhan kargo yang ada.
57
58
Kondisi dan rencana pengembangan sarana dan prasarana transportasi laut
dan darat di Kota Batam memperlihatkan masih kurangnya dukungan dan potensi
dukungan yang dapat mendukung perkembangan sektor industri. Kondisi ini
terlihat dari masih terdapatnya jalan dalam kondisi rusak serta ketiadaan
pelabuhan kargo yang dapat menampung kapal kargo berkapasitas tinggi. Oleh
karenanya dibutuhkan perbaikan sarana dan prasarana transportasi pada masa
depan sehingga dapat mendukung perkembangan sektor perindustrian.
TABEL IV-13
BIAYA SEWA GUNA LAHAN INDUSTRI DI KOTA BATAM
Cara
Pembayaran
Biaya Sewa Lokasi Industri (Rupiah/m2)
Batam Centre Sei Panas Muka Kuning Sekupang
Lunas 30 thn 32.250 49.500 22.500 22.500
Cicilan 12 bln 37.087 56.925 25.875 25.875
Cicilan 24 bln 41.925 64.350 29.250 29.250
Cicilan 36 bln 46.762 71.775 32.625 32.625
Cara
Pembayaran
Biaya Sewa Lokasi Industri (Rupiah/m2)
Sagulung Nongsa Kabil Tj. Piayu
Lunas 30 thn 22.500 32.250 32.250 22.500
Cicilan 12 bln 25.875 37.087 37.087 25.875
Cicilan 24 bln 29.250 41.925 41.925 29.250
Cicilan 36 bln 32.625 46.762 46.762 32.625 Sumber: Pemerintah Kota Batam, 2009
Dukungan dan potensi dukungan kebijakan Kota Batam terhadap sektor
industri terlihat dari visi dan misi Kota Batam dalam mengembangkan sektor
industri, serta ditambah dengan berbagai peraturan dan kebijakan yang berpihak
pada sektor industri. Kebijakan yang dianggap paling signifikan dalam
mendukung perkembangan sektor industri adalah penetapan keseluruhan wilayah
Kota Batam sebagai wilayah usaha kawasan berikat (bonded warehouse).
Kebijakan ini akan memudahkan kegiatan impor ekspor bahan baku maupun
barang produk industri dari dan keluar Pulau Batam. Selain itu kebijakan lainnya
yang menarik untuk dilihat adalah biaya sewa lahan yang ditetapkan khusus bagi
guna lahan industri (lihat tabel IV-13).
Pemerintah Kota B
guna lahan industri dengan cara
tahun), serta memberikan
pelunasan biaya sewa selama tigapuluh tahun secara tun
bertujuan untuk memberikan insentif bagi industri yang berencana untuk
melakukan kegiatan produksi di Kota Batam dalam jangka waktu yang lama.
PERBANDINGAN BIAYA SEWA GUNA LAHAN
Sumber: Pemerintah Kota Batam, 2009
Bentuk dukungan lainnya yang diberikan Pemerintah Kota Batam terhadap
perkembangan sektor industri adalah penetapan biaya sewa guna lahan yang
cukup murah bila dibandingkan dengan harga sewa bagi guna lahan lainnya yang
juga diatur oleh Pemerintah Kota Bat
menempati urutan keempat dalam biaya sewa guna lahan dan masih berada
dibawah biaya sewa guna lahan komersial, perumahan, dan pariwisata. Perbedaan
biaya sewa guna lahan industri pada berbagai wilayah di Kota Ba
dimaksudkan untuk memberikan insentif bagi industri yang berminat untuk
mengembangkan usahanya di daerah yang belum padat seperti Muka Kuning,
0
10000
20000
30000
40000
50000
Sosial
Pemerintahan
Perumahan Murah
Pariwisata
Pemerintah Kota Batam memberikan kemudahan cara pembayaran sewa
dengan cara pembayaran tunai maupun cicilan (maksimal tiga
memberikan keringanan harga sewa bagi industri yang melakukan
pelunasan biaya sewa selama tigapuluh tahun secara tunai. Kebijakan ini
bertujuan untuk memberikan insentif bagi industri yang berencana untuk
melakukan kegiatan produksi di Kota Batam dalam jangka waktu yang lama.
GAMBAR 4.2
PERBANDINGAN BIAYA SEWA GUNA LAHAN INDUSTRI
Sumber: Pemerintah Kota Batam, 2009
Bentuk dukungan lainnya yang diberikan Pemerintah Kota Batam terhadap
perkembangan sektor industri adalah penetapan biaya sewa guna lahan yang
dibandingkan dengan harga sewa bagi guna lahan lainnya yang
atur oleh Pemerintah Kota Batam. Rata-rata biaya sewa guna lahan industri
menempati urutan keempat dalam biaya sewa guna lahan dan masih berada
dibawah biaya sewa guna lahan komersial, perumahan, dan pariwisata. Perbedaan
biaya sewa guna lahan industri pada berbagai wilayah di Kota Ba
dimaksudkan untuk memberikan insentif bagi industri yang berminat untuk
mengembangkan usahanya di daerah yang belum padat seperti Muka Kuning,
Biaya Sewa Lahan
Apartemen Murah Lahan Siap Bangun
Pemerintahan Perikanan Pertanian
Perumahan Murah Fasilitas Olahraga Industri
Perumahan Komersial
59
atam memberikan kemudahan cara pembayaran sewa
maksimal tiga
harga sewa bagi industri yang melakukan
Kebijakan ini
bertujuan untuk memberikan insentif bagi industri yang berencana untuk
melakukan kegiatan produksi di Kota Batam dalam jangka waktu yang lama.
INDUSTRI
Bentuk dukungan lainnya yang diberikan Pemerintah Kota Batam terhadap
perkembangan sektor industri adalah penetapan biaya sewa guna lahan yang
dibandingkan dengan harga sewa bagi guna lahan lainnya yang
rata biaya sewa guna lahan industri
menempati urutan keempat dalam biaya sewa guna lahan dan masih berada
dibawah biaya sewa guna lahan komersial, perumahan, dan pariwisata. Perbedaan
biaya sewa guna lahan industri pada berbagai wilayah di Kota Batam
dimaksudkan untuk memberikan insentif bagi industri yang berminat untuk
mengembangkan usahanya di daerah yang belum padat seperti Muka Kuning,
60
Sekupang, dan Tanjung Piayu sekaligus bermaksud untuk membatasi
pertumbuhan industri pada daerah yang dianggap sudah jenuh industri seperti Sei.
Panas dan Batam Centre. Kondisi ini menunjukkan besarnya dukungan kebijakan
Kota Batam bagi pertumbuhan sektor perindustrian.