bab 4 hasil pembahasan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/asli/bab4/2008-1-00225-mn bab...
TRANSCRIPT
74
BAB 4
HASIL PEMBAHASAN
4.1 Profile Responden
4.1.1 Sejarah Perusahaan
Indonesia Synthetic Textile Mills (ISTEM) merupakan perusahaan tekstil
terpadu yang didirikan perusahaan swasta nasional Indonesia dengan perusahaan
Jepang (TORAY group) yang secara resmi didirikan pada tanggal 12 Agustus 1970,
berdasarkan surat keputusan presiden No.B/42/Pres/3/70, tanggal 17 Maret dan
Surat Keputusan Menteri Perindustrian No.261/M/SK/1970 dan disahkan dalam
Lembaga Negara No.300 tanggal 12 Agustus 1970.
Perusahaan yang mulai beroperasi secara komersial, setelah diresmikan oleh
Menteri Perdagangan dan Gubernur Jawa Barat pada tanggal 22 Maret 1972 ini
memiliki kantor pusat di New Summitmas II Lt.3 Jl. Jend. Sudirman Kav 61-62.
Sedangkan area pabrik yang memiliki luas tanah 224.372 m², dengan areal yang
digunakan untuk bangunan pabrik adalah seluas 49.503 m2, berlokasi di Jl. Moch
Toha Km 1 Pasar Baru Tangerang.
Perusahaan saat ini dikepalai oleh H. Okawara yang merangkap jadi presiden
direktur dan Manajer pabrik, memiliki 6 orang staf yang berkewarganegaraan
Jepang dan 579 karyawan. Para pemegang saham merupakan perusahaan yang
telah puluhan tahun bergerak di industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), yang
telah dikenal dan diakui oleh dunia. TORAY group memiliki banyak anak
perusahaan yang bergerak di berbagai industri TPT mulai dari bahan baku tekstil,
tekstil, hingga produk tekstil. Diantara perusahaan itu adalah:
75
• PT. ISTEM
• PT. ITS
• PT Actem
• PT. PNR
• Dan PT. OST
Kegiatan produksi PT.ISTEM secara umum dapat dilihat pada gambar berikut
Bahan Baku Benang Kapas
Gambar 4.1 Proses kegiatan Produksi Sumber: PT. ISTEM, Di pabrik PT.ISTEM mempunya 3 Departemen yang saling mendukung dan
berkesinambungan dalam proses pembuatan kain. Yang diolah dari bahan baku
yaitu kapas, menjadi bahan setengah jadi, lalu menjadi bahan jadi.
1. Departmen Spinning (Departemen Pemintalan) yang dilengkapi dengan
32.20 spindel. Departemen ini memproduksi benang dengan berbagai
macam jenis dan spesifikasi, yang berasal dari berbagai jenis kapas.
2. Departmen Weaving (Departemen Pertenunan) dengan jumlah perlengkapan
AJL sebanyak 193 buah yang mampu menghasilkan kain 2.100.000 m/bulan.
Departmen ini mengolah bahan baku benang menjadi kain mentah.
3. Departmen Dyeing (Departemen Pencelupan/Pewarnaan) memiliki 29
Tubess (CDS) dengan kapasitas total 1.800.000 /bulan. Departemen ini
DepartemenDyeing
Departemen Spinning
Departemen Weaving
Kain Jadi
76
mengolah dan memberi warna kain mentah dari departmen pertenunan
menjadi kain jadi.
PT.ISTEM memproduksi jenis dan jumlah produk sesuai dengan pesanan
pelanggan atau made to order. Pasar untuk produk PT.ISTEM lebih memfokuskan
usahanya pada pangsa pasar kelas menengah kebawah, dengan pertimbangan
jumlah pasarnya lebih banyak dibandingkan dengan pasar kelas menengah keatas,
dan biaya produksi yang lebih murah. Manajemen mutu yang dijalankan PT.ISTEM
telah berhasil memperoleh sertifikat ISO 9001:2000.
Pendirian perusahaan ini mempunyai latar belakang antara lain karena ingin
meningkatkan ekspor nasional, serta untuk meningkatkan devisa Negara dan
menampung tenaga kerja di sekitar lokasi perusahaan. Produksi kain PT.ISTEM
yang berupa kain, 20% dipasarkan secara domestik dan 80% antara lain Negara
Hongkong, Jepang, mexico, Bangladesh, Amerika, Arab, Quwait, Afganistan,
Afrika, Colombo, Dominica, Singapura dan Canada. Sebagian besar kain-kain yang
dipesan, digunakan sebagai bahan seragam baik seragam karyawan, polisi dan
sebagainya.
4.1.2 Visi, Misi dan Filosofi Perusahaan
Visi perusahaan:
Visi perusahaan adalah menjadikan Group perusahaan yang sadar pada
tanggung jawab sosial, dan memberikan kontribusi kepada masyarakat serta
menjadi Group perusahaan dengan new corporate culture yang beretika tinggi.
77
Misi yang dijalankan oleh PT.ISTEM ditujukan untuk:
a. Pelanggan
Menghasilkan standar terbaik dari nilai, kualitas dan pelayanan produk.
b. Karyawan
Menyediakan sesuatu yang berharga, imbalan dan keselamatan kerja
dalam suatu lingkungan dimana setiap karyawan memiliki kesempatan
yang sama untuk mencapai keberhasilan.
c. Pemegang Saham
Bekerja untuk mendapatkan hasil yang jujur atas dasar prinsip
keseimbangan dalam bentuk deviden.
d. Masyarakat Lingkungan
Bekerja keras untuk menjalin kelangsungan hubungan kerja sama
yang saling menguntungkan dengan masyarakat lingkungan sekitar
perusahaan.
Filosofi perusahaan
Filosofi PT.ISTEM adalah berkeinginan dalam memberikan sumbangan kepada
masyarakat melalui gerakan-gerakan yang membangun, teknologi dan produk.
78
4.1.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi PT. Indonesia Synthetic Textile Mills sangat kompleks karena
terdiri dari struktur yang ada di kantor pusat Jakarta dan struktur yang ada di area
pabrik Kota Tangerang. Berikut ini merupakan sturktur organisasi PT. ISTEM:
Presiden direktur
Direktur produksi
Wakil presiden direkturWakil presiden direktur
Direktur penjualanDirektur keuangan
Direktur administrasi
MR
Departemen pertenunan
Departemen pewarnaan
Departemen pemintalan Departemen mesinDepartemen
administrasi
Departemen keamanan dan
lingkungan
Departemen akutansi
Departemen kontrol produksiCIM
produksi Pusat teknikKontrol produksi pengemasanKontrol kualitas
Gambar 4.2 Struktur organisasi Sumber:HRD PT.ISTEM, 2007
Setiap jabatan memiliki fungsi, tugas masing-masing, dibawah ini digambarkan
beberapa tugas utama dari tiap jabatan.:
♦ Presiden Direktur
1. Menetapkan pokok-pokok kebijakan dalam melaksanakan kegiatan
perusahaan.
2. Menerima dan memeriksa kebenaran laporan dari kegiatan perusahaan.
3. Memiliki tanggung jawab terakhir untuk memonitor ketaatan karyawan
tehadap kebijakan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
4. Bertanggung jawab atas perkembangan dan kemajuan perusahaan.
79
5. Merencanakan, mengatur, mengkoordinir dan mengawasi semua kegiatan
yang berjalan di perusahaan.
♦ Direktur Penjualan
1. Mengadakan perencanaan mengenai kebutuhan barang yang akan diterima
tiap-tiap bagian.
2. Melakukan pengawasan dan pengendalian uang terpadu terhadap karyawan
3. Bertanggung jawab terhadap jumlah pesanan yang diterima dan dikirim.
4. Memberikan laporan kepada presiden direktur dan kepala wakil presiden
direktur atas hasil penjualan, pembelian, dan perkembangan pasar.
♦ Direktur keuangan
1. Memeriksa laporan-laporan yang diterima dari bagian akuntasi dan bagian
keuangan serta menganalisisnya.
2. Mengawasi aliran kas dan metode pembelanjaan perusahaan baik dalam
jangka panjang maupun jangka pendek.
3. Mengkoordinasi setiap kegiatan perusahaan sesuai dengan kebutuhan
perusahaan.
♦ Direktur Umum
1. Menangani masalah personalia perusahaan termasuk pabrik, sekretariat,
humas dan hubungan sosial yang terjadi.
2. Memberikan saran atau tindakan lanjut atas kewajiban perusahan dalam
memenuhi kewajiban perusahaan dan kewajiban sosial para karyawan dan
masyarakat.
3. Menyiapkan dan melampirkan registrasi karyawan serta menetapkan standar
mutu karyawan.
80
4. Bertangggung jawab atas ketertiban dan kelancaran pelaksanaan fungsi
pelayanan, perlengkapan dan keamanan kegiatan perusahaan.
♦ Direktur Produksi dan Kepala Pabrik
1. Memanfaatkan secara efektif dan efisien seluruh sumber daya di pabrik
2. Mengusahakan pengembangan proses produksi, peningkatan jumlah produk
dan mutu hasil produksi.
3. Memimpin dan mengawasi tenaga kerja di pabrik.
4. Mengawasi dan mengkoordinir semua kegiatan produksi.
5. Merencanakan dan melaporkan kegiatan produksi dan hasil produksi .
♦ Manajer Departemen Administrasi
1. Mengontrol Sumber daya Manusia.
2. Mengontrol masalah-masalah umum.
3. Mengadakan kegiatan-kegiatan pendidikan karyawan.
4. Pengawasan terhadap pengendalian dan pembelian.
♦ Manajer Departmen Spinning
1. Kontrol dan pemeliharaan mesin.
2. Melakukan penyesuaian penjadwalan produksi dari weaving
3. Mengawasi dan memeriksa kegiatan kontrol produksi, mutu dan mesin.
4. Kontrol terhadap sumberdaya manusia dalam departemen yang
bersangkutan.
♦ Manajer Departemen Weaving
1. Pemeliharaan mesin
2. Melakukan penyesuaian penjadwalan terhadap produksi dari dyeing.
3. Mengawasi dan memeriksa kegiatan kontrol produksi, mutu dan mesin.
4. Kontrol terhadap sumber daya manusia di departemen yang bersangkutan
81
♦ Manajer Departemen Dyeing
1. Kontrol produksi dan pemeliharaan mesin.
2. Melakukan penjadwalan produksi yang disesuaikan dengan departemen
penjualan.
3. Mengawasi dan memeriksa kegiatan kontrol produksi, mutu dan mesin.
4. Kontrol terhadap sumber daya manusia di departemen yang bersangkutan.
♦ Manajer Departemen Engineering
1. Melakukan perbaikan terhadap kerusakan yang tidak dapat ditangani oleh
masing-masing departemen produksi.
2. Melakukan kontrol terhadap listrik, air, gas, angin, generator, kompresor.
3. Bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah produksi.
4. Kontrol terhadap karyawan dalam departemen tersebut.
♦ Manajer Departemen Lingkungan dan Keselamatan Kerja
1. Mengawasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja ditiap-tiap
departemen.
2. Kontrol terhadap lingkungan.
3. Mengadakan pengembangan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Menyetujui pembentukan safety commitee dan environment commitee.
♦ Manajer Departemen Kontrol Produksi
1. Mengkoordinasi target produksi dengan kemampuan sumber daya penuh
2. Menjamin kelancaran proses produksi dan seluruh fungsi yang terhubung
untuk mencapai mutu produk yang standar dengan spesifikasi dan standar
kualitas.
3. Menentukan kebijakan-kebijakan produksi
4.
82
4.1.4 Kondisi Bisnis Perusahaan
Ancaman masuknya pendatang baru Kekuatan Kekuatan Tawar Menawar Tawar Menawar
Pemasok Pembeli
Gambar 4.3 Analisis Porter
Menurut analisis Porter yang dilakukan, kondisi bisnis perusahaan didasarkan pada
lima kekuatan yaitu:
1. Pesaing Industri yang Sejenis
Ancaman yang dihadapi PT.ISTEM datang dari pesaing-pesaing utamanya yang
menjadi kompetitor yang cukup berpengalaman di dalam industri tekstil, seperti:
PT. Tifico, PT. Argo Pantes, PT. Centex dan PT. Eastertex yang memproduksi
produk sejenis dengan kualitas bersaing dan pangsa pasar yang sama. Intensitas
Persaingan Dalam Industri - PT. Tifico - PT. Argo Pantes - PT. Centex - PT. Eastertex - PT. Tri Sulastex
Persaingan industri yang sudah ada
Kekuatan Tawar Menawar Pembeli
- Distributor
- Agen - Trading
house
Kekuatan Tawar
Menawar Pemasok
- PT. ITS - PT. Sulifadin - PT. Lautan Luas - PT. Texfiber - PT. Indo Barat
Subsitusi
- Kain wol dan sutera
- Kain Yang bercorak
- Kain jeans
Ancaman pendatang baru
- Produk tekstil dari Cina
83
persaingan diantara perusahaan sejenis yang bersaing cenderung meningkat
karena jumlah pesaing yang semakin bertambah, karena pesaing semakin seragam
dalam hal ukuran dan kemampuan, dan karena permintaan untuk produk industri
semakin menurun
2. Pendatang Baru
Selain ancaman dari pesaing industri PT.ISTEM juga mendapat ancaman dari
pendatang baru yaitu, barang impor tekstil buatan Cina yang harganya jauh lebih
murah dari harga standar yang ditetapkan. Dalam industri tekstil di Indonesia,
tidak ada pendatang baru yang sebanding dengan PT.ISTEM dikarenakan industri
tekstil pada periode 1997 hingga 2003, kinerja espor tekstil nasional mengalami
penurunan secara fluktuatif. Dan itu terus berlanjut hingga sekarang. Penurunan
itu terjadi karena adanya berbagai kendala yang dihadapi industri tekstil. Sehingga
para investor lebih memilih bergerak dalam industri yang lain.
3. Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok
Pemasok merupakan penyuplai bahan yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam
proses produksinya. Dalam hal ini perusahaan harus dapat bekerja sama dengan
pemasok yang memiliki bahan yang berualitas tinggi ,dalam hal ini PT.ISTEM telah
memiliki beberapa pemasok seperti, PT. ITS, PT. Sulifadin, PT. Lautan Luas.
Dimana para pemasok ini adalah sesama anak perusahaan TORAY Inc, sehingga
pendistribusian bahan baku lebih efisien. Supplier utama untuk bahan baku
pembuatan benang adalah PT. ITS dan PT. Indo Barat Rayon, sedangkan
beberapa benang dibeli dari luar untuk mengurangi ketidakefisiensi yaitu benang
polyster rayon dari PT. Texfiber dan Polyster dari PT. Sulfadin.
84
4. Kekuatan Tawar-menawar Pembeli
Konsumen atau pembeli kain PT.ISTEM terdiri dari pembeli pertama adalah
distributor dan agen, yang dibagi menjadi dua, yaitu dalam dan luar negeri.
PT.ISTEM tidak diperbolehkan menjual hasil produksi langsung kepada end user
(konsumen), sedangkan untuk pasar di luar negeri PT.ISTEM melalui trading house
yang tersebar di beberapa negara Asia, Eropa, Amerika dan Timur Tengah.
Pembeli dalam pangsa pasar internasional sebesar 80% dan dalam negeri sebesar
20%.
5. Barang Subsitusi
Ancaman barang pengganti yang dihadapi oleh PT.ISTEM adalah kain yang
menggunakan bahan wol, bahan sutera dan bahan jeans. Dalam industri garmen
dan kain yang bercorak. Dimana bahan-bahan ini dapat menggantikan fungsi kain
tekstil yang di produksi oleh PT. ISTEM dan bahan kain yang bermotif dan
bergambar yang lebih disukai oleh pembeli.
4.2 Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan dalam skripsi ini adalah pada Departemen Dyeing, yaitu
departmen terakhir dari PT.ISTEM yang memproses kain pada tahap finishing. Pengumpulan
data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer ini bertujuan untuk
membuktikan adanya masalah, data untuk mengukur kinerja saat ini (saat pengamatan ini
dilakukan) didapat dari hasil wawancara atau diskusi dengan kepala bagian produksi
Departemen Dyeing, sementara data sekunder seperti sejarah perusahaan, kondisi industri
dan lain-lain yang di dapat dari sumber-sumber lain di luar perusahaan seperti berasal dari
internet atau dari majalah dan koran.
85
A. Data Primer
Data jumlah produksi dan jumlah cacat yang dihasilkan dalam proses
produksi kain, selama tiga bulan yaitu September, Oktober, November tahun
2007 diperoleh langsung dari departement dyeing PT. ISTEM.
Data-data karakateristik kualitas (CTQ) yang didapat dari hasil wawancara
dan diskusi dengan bagian produksi Departemen Dyeing.
B. Data Sekunder
Data tentang industri tekstil yang diperoleh dari literatur buku, internet.
4.2.1 Departemen Dyeing
Departemen Dyeing (pewarnaan) adalah departmen ketiga dari proses
produksi kain di PT.ISTEM. Departemen ini mengolah dan memberi warna kain mentah
dari departemen pertenunan menjadi kain jadi. Departemen Dyeing terbagi kedalam
lima bagian yaitu, bagian PPC (planing production control), bagian teknikal atau
laboratory, bagian quality control, bagian dyeing, bagian finishing, bagian packing dan
gudang.
1. Bagian PPC (planing production control)
Mengkordinasi seluruh kegiatan dengan membuat rencana produksi/delivery
dan menerima order dari departemen penjualan (kantor pusat).
2. Bagian teknikal atau laboratory
Bagian ini yang menentukan proses produksi sebelum kain siap diproses
pencelupan, juga menentukan resep-resep baru terhadap warna baru sesuai
dengan permintaan, juga mengadakan tes dyestuff, agent dan chemical
serta pengembangan produksi sebelum dicoba diproses produksi.
86
3. Bagian Quality Control
Bagian yang mencocokan warna sesuai dengan standard dan memutuskan
grade dari kain sesuai dengan qualitasnya, juga mengadakan tes fisik, yaitu :
pilling test, colour fasness dan lain-lain.
4. Bagian Dyeing
Mengerjakan proses persiapaan dari kain gray atau kain produksi sampai
dengan memberikan warna sesuai dengan permintaan dan pengerjaan
dengan bermacam-macam metode pencelupan pada mesin circular dyeing.
5. Bagian Finishing
Proses penyempurnaan terutama dalam proses menentukan rasa kain yang
diminta, juga proses peningkataan mutu fisik seperti : tahan gesek, tahan
luntur, tahan cuci, tahan kusut, tahan sinar matahari dan lain-lain.
6. Bagian packing dan gudang
Pada bagian ini mengerjakan make up terhadap kain serta pembungkusan
sesuai dengan permintaan secara rapid dan dikirim ke gudang sebelum
dikirim ke konsumen.
Data yang kami peroleh dalam penelitian ini adalah data tingkat produksi perbulan
dan data jumlah cacat perbulan pada proses produksi kain pada departemen dyeing dari
periode 01 september – 30 november 2007
Tabel 4.1 Data jumlah produksi dan jumlah cacat Bulan September-November 2007 Tanggal Total Produksi
(meter) Total Cacat
(meter) 01-Sep 35.687 8.147 03-Sep 44.737 3.093 04-Sep 41.384 8.024 05-Sep 33.113 5.387 06-Sep 30.037 2.905
Sumber: Departemen Dyeing PT.ISTEM
87
Tabel 4.1 Data jumlah produksi dan jumlah cacat Bulan September-November 2007(lanjutan) Tanggal Total Produksi (meter) Total Cacat
(meter) 07-Sep 42.975 1.528 08-Sep 56.598 2.418 10-Sep 54.199 742 11-Sep 54.580 2.666 12-Sep 53.986 1.573 13-Sep 41.231 1.591 14-Sep 47.099 1.256 15-Sep 45.913 1.394 16-Sep 24.346 1.815 17-Sep 75.717 1.363 18-Sep 50.574 2.173 19-Sep 61.272 1.796 20-Sep 60.552 2.377 21-Sep 63.009 2.801 22-Sep 44.786 2.320 23-Sep 29.534 5.813 24-Sep 47.201 2.081 25-Sep 71.184 2.647 26-Sep 51.001 2.403 27-Sep 63.176 2.162 28-Sep 54.811 1.191 29-Sep 52.217 3.330 01-Okt 29.948 775 02-Okt 42.469 7330 03-Okt 61.155 9612 04-Okt 57.275 7486 05-Okt 51.811 4678 06-Okt 55.527 4165 07-Okt 29.460 467 08-Okt 46.980 2150 09-Okt 52.378 2287 10-Okt 68.871 1796 11-Okt 51.770 639 12-Okt Tidak produksi Tidak produksi 13-Okt Tidak produksi Tidak produksi 14-Okt Tidak produksi Tidak produksi 15-Okt Tidak produksi Tidak produksi 16-Okt Tidak produksi Tidak produksi 17-Okt 37.800 1292 18-Okt 37.780 14143 19-Okt 62.374 4616 20-Okt 52.626 912 21-Okt 38.193 711 22-Okt 41.998 1091
Sumber: Departemen Dyeing PT.ISTEM
88
Tabel 4.1 Data jumlah produksi dan jumlah cacat Bulan September-November 2007 (lanjutan)
Tanggal Total Produksi (meter)
Total Cacat (meter)
23-Okt 56.352 2347 24-Okt 70243 8953 25-Okt 58.392 3524 26-Okt 72.721 2687 27-Okt 44.459 1623 28-Okt Tidak produksi Tidak produksi 29-Okt 54.404 11117 30-Okt 57.729 3118 31-Okt 49.549 7538 1 Nov 34.184 2720 2 Nov 46.960 6853 3 Nov 47.607 2144 4 Nov 37.175 3117 5 Nov 48.589 10442 6 Nov 39.192 5275 7 nov 39.392 8035 8 nov 43.778 4619 9 nov 47.552 2958 10 nov 37.211 1320 11 nov Tidak produksi Tidak produksi 12 nov 42.281 1274 13 nov 46.990 1969 14 nov 56.377 1348 15 nov 66.167 4171 16 nov 47.047 8620 17 nov 48.564 4586 18 nov 43.611 1538 19 nov 51.132 3020 20 nov 49.654 1977 21 nov 35.424 1982 22 nov 29.650 1038 23 nov 45.242 2363 24 nov 47.512 3504 25 nov 39.996 2552 26 nov 72.028 1803 27 nov 53.823 4160 28 nov 64.205 2576 29 nov 60.909 1297 30 nov 3817 3817
Sumber: Departemen Dyeing PT.ISTEM
89
4.3 Pengolahan Data
Dalam pengolahan data terdapat lima tahapan yang akan dilakukan sesuai dengan strategi
penerapan Six sigma, yaitu Define – Measure – Analyze- Improve – Control (DMAIC).
Tahapan-tahapan ini merupakan tahapan yang berulang atau membentuk siklus peningkatan
kualitas dengan Six sigma.
4.3.1 Tahap Define
Tahap ini merupakan tahap pertama dalam model DMAIC menuju peningkatan
secara terus menerus menuju target Six sigma. Proses produksi merupakan suatu
kegiatan utama dalam suatu industri. Pada tahap ini akan didefinisikan keseluruhan
proses produksi yang terkait di PT.ISTEM. Alat-alat yang digunakan pada tahapan ini
adalah diagram alir. Dari tahapan ini akan diketahui bagaimana aliran proses yang ada,
sehingga akan menghasilkan output-output produksi yang sesuai dengan yang
diharapkan perusahaan.
4.3.1.1 Diagram Alir (Flow Chart)
Diagram alir sering disebut sebagai peta proses karena diagram ini
menggambarkan urutan-urutan kerja yang berlangsung dalam sebuah proses. Dalam
pembuatan diagram alir ini diharapkan pemahaman terhadap sebuah proses akan
lebih baik sehingga memudahkan perusahaan untuk melakukan perbaikan-perbaikan.
90
Secara rinci diagram alir proses ini dapat dilihat dari gambar dibawah ini:
Gambar 4.4 Diagram alir Departmen Dyeing
Sumber : Departemen Dyeing PT.ISTEM, 2007
Setelah mengetahui aliran proses dari Departemen Dyeing ini, akan dijelaskan
secara singkat definisi dari proses-proses tersebut. Berikut ini adalah penjelasan
singkat dari proses pewarnaan kain berdasarkan aliran proses diatas:
91
Table 4.2 Penjelasan proses pewarnaan kain Nama Proses Deskripsi Proses
Desizing
Scouring
Proses menghilangkan kotoran berupa debu,potongan benang dan kotoran lainnya
yang menempel pada permukaan kain grey secara kimiawi dan mekanis.
Heat Setting Untuk pemantapan lebar kain grey yang di lakukan setelah proses desizing/scouring
dan untuk membuka pori-pori serta pada kain agar penyerapan zat warna dalam serat
menjadi lebih baik.
Circular
Proses pencelupan dengan menggunakan sistem pencelupan temperatur tinggi. Bahan
yang dicelup berputar atau sirkulasi bersama-sama larutan zat warna melalui nozle
dengan kecepatan putar bervariasi untuk masing masing type mesinnya.
Opener /
Scatcher
Proses ini merupakan proses perubahan bentuk dari bentuk “rope” kedalam bentuk
“opener” , untuk memudahkan proses selanjutnya di mesin dryer. Membuka gulungan
kain hasil dari mesin circular.
Decatizer
Salah satu dari proses finishing yang bertujuan agar kain tersebut mempunyai
pegangan (handling) lebih full atau penuh Kain peganganya lebih halus dan licin.
Dryer Tahap mengeringkan kain setelah proses pencelupan dilakukan.
Dyeing PT. ISTEM mempunyai dua buah mesin dryer m/c – C – 12 dan C-21. C-12
untuk mengeringkan kain berwarna tua, sedangkan mc C-21 digunakan untuk
mengeringkan kain yang berwarna muda.
Singeing Proses pembakar bulu atau serat kain yang berguna menghilangkan bulu kain yang
keluar dari permukaan kain dengan tujuan untuk mendapatkan rasa tertentu serta
meningkatkan ketahanan kain terhadap gesekan (pilling).
Resin finishing
Adalah salah satu tahap penyempurnaan yang memberikan sifat kain yang diinginkan
seperti tahan air, tahan luntur, tahan terhadap oli, tahan api dengan cara kimia yaitu
menggunakan berbagai jenis zat kimia tertentu.
Calender
Proses penyempurnaan secara mekanik yang berfungsi pemberi rasa halus, licin serta
berkilau sehingga kain yang diproses sesuai dengan standard atau sesuai dengan
permintaan konsumen dengan kata lain fungsi calender sebagai kontrol handling.
Hand Stampling
Pada mesin ini membuat merk (cap) kain pada sisi dengan jalan manual (setrika
tangan). Hasil jarak stampling pada kain tergantung pada permintaan.
Folding Proses menggulung dan melipat kain pada shin-ita.
Sumber: Departemen Dyeing PT.ISTEM
92
4.3.2 Tahap Measure
Dalam program peningkatan kualitas Six sigma penggunaan model DMAIC
terhadap tahapan Measure, yang bertujuan untuk melakukan pengukuran terhadap
fakta-fakta yang akan menghasilkan data, dan akan berguna sebagai pengetahuan bagi
pihak manajemen untuk meningkatkan kualitas.
Hal-hal yang harus dilakukan dalam tahapan Measure meliputi penentuan
karakateristik kualitas (CTQ), deffect per million opprtunities (DPMO) dan Control chart
(peta kendali).
4.3.2.1 Penentuan Karakterisrik Critical To Quality (CTQ)
Dengan ditetapkannya Departemen Dyeing (pewarnaan) sebagai objek atau
proyek dalam peningkatan dan pengendalian kualitas maka, selanjutnya di
kumpulkan beberapa critical to quality yang sering terjadi dan berpotensi
mempengaruhi kualitas pewarnaan pada kain tekstil yang dihasilkan. Dalam hal ini
Critical to Quality (CTQ) diangkat berdasarkan elemen-elemen kepuasan pelanggan
terhadap kualitas jahitan yang terdapat pada kain tekstil.
Adapun beberapa critical to quality (CTQ) yang di temukan dan sering terjadi
atau menjadi modus terjadinya cacat jahitan pada kain tekstil pada adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.3 CTQ Departmen Dyeing No Nama
Defect Pengertian
1. SOME MURA Hasil pencelupan yang tidak rata atau belang ada warna tua, ada
warna muda
2. IROTIGAI Warna tidak sama dengan standar warna yang sudah ditetapkan
3. PINHAZURE Pinggir kain yang tidak rata atau bergelombang, karena tepi kain
ada yang tidak terkena jarum tenter
Sumber: QC PT. ISTEM
93
Tabel 4.3 CTQ Departmen Dyeing (lanjutan) No Nama
Defect Pengertian
4. TENTER KIZU Bagian pinggir kain sobek atau berlubang karena jarum tenter SST
atau Head setter
5. KAKOSIWA Kain ada bekas lipatan dan warnanya menjadi berbeda
6. KAKO ATARI Permukaan kain terdapat luka bergaris atau bekas gesekan benda
tajam
7. KAKO
YOGURE
Kain kotor pada waktu proses (Bila terjadi pada semua kain)
8. ABURA
YOGORE
Kain kotor karena minyak, oli/grase
9. IRO YOGURE Kain kotor atau cacat karena ada bubuk dyestuff, sehingga pada
kain terlihat seperti ada bintik zat warna
10. SABI
YOGORE
Kain kotor karena kena karat besi
11. ANA YOBURE Kain berlubang besar atau panjang
12. MIMI SAKE Pinggir kain sobek, karena tarikan dari jarum tenter
13. SURE ATARI Warna kain tidak rata, belang dan memutih seperti kusut
14. FRICTION
MARK
Kain ada gesekan, sehingga warnanya berbeda atau berbulu,
kadang-kadang sampai sobek
15. BAR ATARI Ada garis warna jelas, teratur dan rata, pada jarak kira-kira 30cm
berulang-ulang
16. SOMESHIWA Bekas lipatan yang terjadi pada kain
17. DECA ATARI Luka bergaris bekas gesekan pada mesin Decatizer
18. DEAD STOCK Kain yang ordernya sudah selesai
19. OVER
PRODUCTION
Produksi yang melebihi dari order kuantiti
20. SHORT PIECE Potongan kain yang kurang dari 10 meter
21. ATARAZU Cacat lipatan kain yang terjadi di mesin calendar
22. ABURA
YOGORE
Kain kotor terkena minyak atau oli
Sumber: QC PT. ISTEM
94
4.3.2.2 Penentuan Kapabilitas sigma dan Level Sigma (DPMO)
Perhitungan DPMO ini akan menunjukan level sigma suatu perusahaan. Tahap-
tahap perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Unit (U)
Unit adalah total banyaknya produk yang diproduksi selama kurun waktu 01
september – 30 november 2007 sebanyak 3.999.939 meter.
2. Opportunities (OP)
Karakteristik cacat yang kritis terhadap kualitas produk (critical to Quality),
sebanyak 22 karakteristik
3. Defect (D)
Defect atau jumlah cacat yang terjadi selama proses produksi kain pada kurun
waktu 01 September - 30 November sebanyak 281.836 meter defect
4. Defect per unit (DPU)
DPU = UD
DPU = meter
meter939.999.3
836.281
= 0,070460074 meter
Artinya dalam 1 meter kain terdapat kemungkinan cacat sebesar 7,04 %
5. Total Opportunities (TOP)
TOP= U x OP
TOP = 3999939 meter x 22 CTQ = 87.998.658 meter
Artinya dalam proses pewarnaan terdapat kemungkinan terjadinya defect
sebesar 87.998.658 meter
95
6. Defect Per Opportunities (DPO)
DPO = TOP
D
DPO = meter
meter658.998.87
836.281
= 0,00320273066 meter
7. Defect Per Million Opportunities
DPMO = DPO x 1.000.000
DPMO = 0.00320273066 meter x 1000000
= 3202,73 DPMO
Perhitungan level sigma dapat dilakukan dengan menggunakan kalkulator six
sigma yang dinamakan SPC Wizard’s Sigma Calculator, seperti yang terlihat pada
Gambar 4.5 SPC Wizard’s Calculator
Sumber: Http://id.spcwizard.com
96
Perhitungan menunjukan bahwa level sigma berada pada tingkat 4,2 sigma dengan
DPMO sebesar 3203. Apabila dilihat dari pencapaian level sigma tersebut, maka hasil yang
diperoleh oleh PT.ISTEM dalam memproduksi kain sudah ”cukup baik”. Tetapi untuk
perusahaan yang lebih kompetitif dan untuk menjadikan produk kain tersebut lebih
berkualitas maka angka level diatas masih harus ditingkatkan hingga mendekati level
kesempurnaan 6 sigma. Untuk meningkatkan kualitas ini perusahaan dapat menerapkan Six
Sigma, agar perusahaan dapat menghadapi persaingan bisnis dan mempertahankan
eksistensinya.
Tabel 4.4 Penghitungan DPMO Tanggal Banyaknya Produk
yang Diperiksa (meter)
Banyak Produk cacat
(meter)
Banyaknya CTQ
Penyebab Kecacatan
DPMO Sigma
01-Sep 35.687 8.147 22 10376,84 3,8103-Sep 44.737 3.093 22 3142,61 4,2304-Sep 41.384 8.024 22 8813,24 3,8705-Sep 33.113 5.387 22 7394,79 3,9406-Sep 30.037 2.905 22 4396,09 4,1207-Sep 42.975 1.528 22 1616,16 4,4408-Sep 56.598 2.418 22 1941,93 4,3909-Sep 23.760 742 22 1419,50 4,4810-Sep 54.199 2.666 22 2235,87 4,3411-Sep 54.580 1.573 22 1310,00 4,5112-Sep 53.986 1.591 22 1339,57 4,5013-Sep 41.231 1.256 22 1384,66 4,4914-Sep 47.099 1.394 22 1345,33 4,5015-Sep 45.913 1.815 22 1796,88 4,4116-Sep 24.346 1.363 22 2544,75 4,3017-Sep 75.717 2.173 22 1304,50 4,5118-Sep 50.574 1.796 22 1614,20 4,4519-Sep 61.272 2.377 22 1763,37 4,4220-Sep 60.552 2.801 22 2102,63 4,3621-Sep 63.009 2.320 22 1673,64 4,4322-Sep 44.786 5.813 22 5899,77 4,0223-Sep 29.534 705 22 1085,04 4,5724-Sep 47.201 2.081 22 2004,00 4,3825-Sep 71.184 2.647 22 1690,24 4,4326-Sep 51.001 2.403 22 2141,67 4,3627-Sep 63.176 2.162 22 1555,54 4,46
Sumber: Departemen Dyeing PT.ISTEM
97
Tabel 4.4 Penghitungan DPMO (lanjutan) Tanggal Banyaknya
Produk yang Diperiksa (meter)
Banyak Produk cacat (meter)
Banyaknya CTQ
DPMO Sigma
28-Sep 54.811 1.191 22 987,69 4,5929-Sep 52.217 3.330 22 2898,74 4,2601-Okt 29.948 775 22 1176,28 4,5402-Okt 42.469 7330 22 7845,29 3,9203-Okt 61.155 9612 22 7144,29 3,9504-Okt 57.275 7486 22 5941,03 4,0205-Okt 51.811 4678 22 4104,08 4,1406-Okt 55.527 4165 22 3409,48 4,2107-Okt 29.460 467 22 720,53 4,6908-Okt 46.980 2150 22 2080,19 4,3709-Okt 52.378 2287 22 1984,70 4,3810-Okt 68.871 1796 22 1185,35 4,5411-Okt 51.770 639 22 561,05 4,7612-Okt Tidak produksi Tidak produksi 0 Tidak produksi Tidak produksi 13-Okt Tidak produksi Tidak produksi 0 Tidak produksi Tidak produksi 14-Okt Tidak produksi Tidak produksi 0 Tidak produksi Tidak produksi 15-Okt Tidak produksi Tidak produksi 0 Tidak produksi Tidak produksi 16-Okt Tidak produksi Tidak produksi 0 Tidak produksi Tidak produksi 17-Okt 37.800 1292 22 1553,63 4,4618-Okt 37.780 14143 22 17015,98 3,6219-Okt 62.374 4616 22 3363,87 4,2120-Okt 52.626 912 22 787,72 4,6621-Okt 38.193 711 22 846,18 4,6422-Okt 41.998 1091 22 1180,79 4,5423-Okt 56.352 2347 22 1893,13 4,4024-Okt 70.243 8953 22 5793,52 4,0225-Okt 58.392 3524 22 2743,22 4,2826-Okt 72.721 2687 22 1679,52 4,4327-Okt 44.459 1623 22 1659,34 4,4428-Okt Tidak produksi Tidak produksi 0 Tidak produksi Tidak produksi 29-Okt 54.404 11117 22 9288,25 3,8530-Okt 57.729 3118 22 2455,04 4,3131-Okt 49.549 7538 22 6915,10 3,961 Nov 34.184 2720 22 3616,79 4,192 Nov 46.960 6853 22 6633,30 3,983 Nov 47.607 2144 22 2047,06 4,374 Nov 37.175 3117 22 3811,21 4,175 Nov 48.589 10442 22 9768,39 3,846 Nov 39.192 5275 22 6117,90 4,017 nov 39.392 8035 22 9271,61 3,858 nov 43.778 4619 22 4795,89 4,09
Sumber: Departemen Dyeing PT.ISTEM
98
Tabel 4.4 Penghitungan DPMO (lanjutan) Tanggal Banyaknya
Produk yang Diperiksa (meter)
Banyak Produk cacat
(meter)
Banyaknya CTQ
DPMO Sigma
9 nov 47.552 2958 22 2827,53 4,2710 nov 37.211 1320 22 1612,43 4,4511 nov Tidak produksi Tidak produksi 0 Tidak produksi Tidak produksi 12 nov 42.281 1274 22 1369,62 4,5013 nov 46.990 1969 22 1904,66 4,3914 nov 56.377 1348 22 1086,84 4,5715 nov 66.167 4171 22 2865,34 4,2616 nov 47.047 8620 22 8328,23 3,8917 nov 48.564 4586 22 4292,37 4,1318 nov 43.611 1538 22 1603,02 4,4519 nov 51.132 3020 22 2684,67 4,2820 nov 49.654 1977 22 1809,80 4,4123 nov 45.242 2363 22 2374,10 4,3224 nov 47.512 3504 22 3352,26 4,2125 nov 39.996 2552 22 2900,29 4,2626 nov 72.028 1803 22 1137,82 4,5527 nov 53.823 4160 22 3513,20 4,2028 nov 64.205 2576 22 1823,70 4,4129 nov 60.909 1297 22 967,91 4,6030 nov 40.744 3817 22 4258,30 4,13
TOTAL 3.999.939 281836 22 3202,73 4,23Sumber: Departemen Dyeing PT.ISTEM
4.3.2.3 COPQ (Cost of Poor Quality)
Tahap selanjutnya adalah mengukur besarnya biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan karena menjual produk dibawah harga patokannya, karena produk yang
dihasilkannya cacat (price-downgrading cost). Kerugian ini termasuk dalam biaya
kegagalan internal (internai failure cost) karena produk belum sampai ke tangan
konsumen.
Perkiraan kerugian perusahaan dikarenakan penurunan grade dalam penjualan
sebesar Rp 5.000/m (kain). Perkiraan penurunan harga akibat penurunan grade
karena cacat sebesar kurang lebih 50% dari harga jual normal.
99
COPQ = Total defect x biaya kegagalan
= 281.836 m x Rp. 5.000 = Rp. 1.409.180.000
Keterangan: Total defect diperoleh dari jumlah defect selama bulan
September, Oktober dan November 2007.
Total COPQ periode September sampai November 2007 adalah sebesar Rp
1.409.180.000,-
Apabila PT.ISTEM dapat berproduksi dalam level sigma 6 maka akan dapat
melakukan penghematan sebesar + Rp 1.409.180.000,- / 3 bulan masa produksi
4.3.2.4. Peta Kendali
Tabel 4.5 Perhitungan UCL dan LCL Tanggal Ukuran
Inspeksi(n)
Total cacat (C)
Banyaknya Ketidak sesuaian per Unit ( ū = C/N)
Su UCL LCL
01-Sep 35.687 8147 0,2283 0,00141 0,074717 0,066283 03-Sep 44.737 3093 0,0691 0,00126 0,074266 0,066734 04-Sep 41.384 8024 0,1939 0,00131 0,074416 0,066584 05-Sep 33.113 5387 0,1627 0,00146 0,074877 0,066123 06-Sep 30.037 2905 0,0967 0,00153 0,075096 0,065904 07-Sep 42.975 1528 0,0356 0,00128 0,074342 0,066658 08-Sep 56.598 2418 0,0427 0,00116 0,07398 0,06702 09-Sep 23.760 742 0,0312 0,00172 0,075668 0,065333 10-Sep 54.199 2666 0,0492 0,00114 0,073922 0,067079 11-Sep 54.580 1573 0,0288 0,00114 0,07391 0,067091 12-Sep 53.986 1591 0,0295 0,00114 0,073928 0,067072 13-Sep 41.231 1256 0,0305 0,00131 0,074423 0,066577 14-Sep 47.099 1394 0,0296 0,00122 0,07417 0,06683 15-Sep 45.913 1815 0,0395 0,00124 0,074217 0,066783 16-Sep 24.346 1363 0,0560 0,00538 0,086644 0,054356 17-Sep 75.717 2173 0,0287 0,00096 0,073395 0,067605 18-Sep 50.574 1796 0,0355 0,00118 0,074042 0,066958 19-Sep 61.272 2377 0,0388 0,00107 0,073718 0,067282 20-Sep 60.552 2801 0,0463 0,00108 0,073737 0,067263 21-Sep 63.009 2320 0,0368 0,00106 0,073673 0,067327 22-Sep 44.786 5813 0,1298 0,00125 0,074264 0,066736
Sumber: Data yang Diolah
100
Tabel 4.5 Perhitungan UCL dan LCL (lanjutan) Tanggal Ukuran
Inspeksi (n)
Total cacat (C)
Banyaknya Ketidak sesuaian per Unit ( ū = C/N)
Su UCL LCL
23-Sep 29.534 705 0,0239 0,00155 0,075135 0,065865 24-Sep 47.201 2081 0,0441 0,00122 0,074167 0,066833 25-Sep 71.184 2647 0,0372 0,00100 0,073486 0,067514 26-Sep 51.001 2403 0,0471 0,00118 0,074025 0,066975 27-Sep 63.176 2162 0,0342 0,00106 0,073669 0,067331 28-Sep 54.811 1191 0,0217 0,00113 0,073902 0,067098 29-Sep 52.217 3330 0,0638 0,00367 0,081522 0,059478 01-Okt 29.948 775 0,0259 0,00153 0,075103 0,065897 02-Okt 42.469 7330 0,1726 0,00129 0,074364 0,066636 03-Okt 61.155 9612 0,1572 0,00107 0,07371 0,06729 04-Okt 57.275 7486 0,1307 0,00111 0,073827 0,067173 05-Okt 51.811 4678 0,0903 0,00116 0,073992 0,067008 06-Okt 55.527 4165 0,0750 0,00113 0,073878 0,067122 07-Okt 29.460 467 0,0159 0,00155 0,075138 0,065862 08-Okt 46.980 2150 0,0458 0,00122 0,074172 0,066828 09-Okt 52.378 2287 0,0437 0,00116 0,07398 0,06702 10-Okt 68.871 1796 0,0261 0,00101 0,073533 0,067467 11-Okt 51.770 639 0,0123 0,00117 0,073998 0,067002
12-Okt Tidak
produksi Tidak produksi
Tidak produksi Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
13-Okt Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
14-Okt Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
15-Okt Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
16-Okt Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
17-Okt 37.800 1292 0,0342 0,00137 0,074595 0,066405 18-Okt 37.780 14143 0,3744 0,00137 0,074598 0,066402 19-Okt 62.374 4616 0,0740 0,00106 0,073689 0,067311 20-Okt 52.626 912 0,0173 0,00116 0,073971 0,067029 21-Okt 38.193 711 0,0186 0,00136 0,074574 0,066426 22-Okt 41.998 1091 0,0260 0,00130 0,074385 0,066615 23-Okt 56.352 2347 0,0416 0,00112 0,073854 0,067146 24-Okt 70.243 8953 0,1275 0,00101 0,07353 0,06747 25-Okt 58.392 3524 0,0604 0,00110 0,073794 0,067206 26-Okt 72.721 2687 0,0369 0,00098 0,073452 0,067548 27-Okt 44.459 1623 0,0365 0,00126 0,074277 0,066723
28-Okt Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
Sumber: Data yang Diolah
101
Tabel 4.5 Perhitungan UCL dan LCL (lanjutan) Tanggal Ukuran
Inspeksi (n)
Total cacat (C)
Banyaknya Ketidak sesuaian per Unit ( ū = C/N)
Su UCL LCL
29-Okt 54.404 11117 0,2043 0,00114 0,073914 0,067086 30-Okt 57.729 3118 0,0540 0,00111 0,073815 0,067185 31-Okt 49.549 7538 0,1521 0,00119 0,074076 0,066924
1 - nov 34.184 2720 0,0796 0,00144 0,074808 0,066192 2 - nov 46.960 6853 0,1459 0,00123 0,074175 0,066825 3 - nov 47.607 2144 0,0450 0,00122 0,074148 0,066852 4 - nov 37.175 3117 0,0838 0,00138 0,074631 0,066369 5 - nov 48.589 10442 0,2149 0,00120 0,074112 0,066888 6 - nov 39.192 5275 0,1346 0,00134 0,074523 0,066477 7 - nov 39.392 8035 0,2040 0,00134 0,074511 0,066489 8 - nov 43.778 4619 0,1055 0,00127 0,074307 0,066693 9 - nov 47.552 2958 0,0622 0,00122 0,074151 0,066849 10 - nov 37.211 1320 0,0355 0,00138 0,074628 0,066372
11 - nov Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
12 - nov 42.281 1274 0,0301 0,00129 0,074373 0,066627 13 - nov 46.990 1969 0,0419 0,00122 0,074172 0,066828 14 - nov 56.377 1348 0,0239 0,00112 0,073854 0,067146 15 - nov 66.167 4171 0,0630 0,00103 0,073596 0,067404 16 - nov 47.047 8620 0,1832 0,00122 0,074172 0,066828 17 - nov 48.564 4586 0,0944 0,00120 0,074112 0,066888 18 - nov 43.611 1538 0,0353 0,00127 0,074313 0,066687 19 - nov 51.132 3020 0,0591 0,00117 0,074022 0,066978 20 - nov 49.654 1977 0,0398 0,00119 0,074073 0,066927 21 - nov 35.424 1982 0,0560 0,00141 0,07473 0,06627 22 - nov 29.650 1038 0,0350 0,00154 0,075123 0,065877 23 - nov 45.242 2363 0,0522 0,00125 0,074244 0,066756 24 - nov 47.512 3504 0,0737 0,00122 0,074154 0,066846 25 - nov 39.996 2552 0,0638 0,00132 0,07446 0,06654 26 - nov 72.028 1803 0,0250 0,00099 0,073468 0,067532 27 - nov 53.823 4160 0,0773 0,00114 0,073932 0,067068 28 - nov 64.205 2576 0,0401 0,00105 0,073641 0,067359 29 - nov 60.909 1297 0,0213 0,00108 0,073727 0,067273 30 - nov 40.744 3817 0,0937 0,00132 0,074445 0,066555
31 - nov Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
Tidak produksi
total 3.999.939 281836 0,0705 0,00001 0,07054 0,07046 Sumber: Data yang Diolah
102
S a m p le
Sam
ple
Cou
nt P
er
Uni
t
8 17 36 55 74 94 13 32 51 791
0 ,4
0 ,3
0 ,2
0 ,1
0 ,0
_U = 0 ,0 7 0 5U C L= 0 ,0 7 4 4LC L= 0 ,0 6 6 5
1
11
1
1
11
11
11
1
1
1
1
11
11
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
11
1
1
1111
1
1
1
11
11
1
11
1
11
1
1
11
111
1
1
11111
11
1111
11
11
1
1
1
1
U C h a r t o f d e f e c t
T e s ts p e r fo r m e d w ith u ne q ua l s a m p le s iz e s
Perhitungan peta kendali Ū
CL = Ū
Su = nU /
UCL = Ū + 3 Su
LCL = Ū – 3 Su
CL = Ū = 3999939281836
= 0,0705
Su = (Ū/n1) = 35687 / 0,0705 = 0,0041
UCL = Ū +3 Su1 = 0,0705 + (3*0,0041) = 0,074717
LCL = Ū +3 Su1 = 0,0705 - (3*0,0041) = 0,066283
Keterangan: CL = Central Line (garis tengah) Ū = Data banyaknya ketidaksesuaian (titik spesifik) yang ditemukan per
item atau data banyaknya ketidaksesuaian dibagi dengan banyaknya unit item yang dipreiksa
UCL = Upper Control Limit LCL = Limit Control Limit Su = Simpangan Baku N = ukuran sample
Gambar 4.6 Peta kendali U
103
Dapat diketahui dari peta kendali U diatas bahwa proses produksi kain pada PT.ISTEM
data yang berada pada batas kendali yaitu pada data ke 2 dan pada data ke 76. hal ini
menunjukan ada permasalahan dalam proses produksi kain pada PT.ISTEM. Karena hanya
ada 2 pengamatan yang berada dalam kendali. Maka perlu dilakukan perbaikan, dengan
menggunakan diagram sebab akibat (fishbone). Agar semua titik berada dalam batas
kendali.
4.3.3 Tahap Analyze
Setelah melakukan tahap Define serta Measure, tahap selanjutnya adalah tahap
Analyze. Tahap ini merupakan langkah untuk menentukan faktor-faktor utama penyebab
variasi yang terjadi dalam bulan September, Oktober, November 2007 dan mencari akar
penyebab masalah, sehingga dapat meningkatkan tahapan proses yang sedang
berlangsung.
Alat-alat yang digunakan adalah diagram pareto untuk mengetahui sebab cacat
dominan yang terjadi serta diagram Fishbone guna mengetahui sebab-sebab dan akibat
terjadinya variasi.
4.3.3.1 Pembuatan Diagram Pareto
Analisis mengenai perbaikan untuk kapabilitas proses dimulai dengan
membuat suatu Diagram Pareto yang berguna untuk mengetahui CTQ mana yang
paling besar atau paling tinggi menimbulkan ketidaksesuaian sehingga kita
mendapatkan prioritas utama penyebab ketidaksesuaian dalam produksi kain.
Langkah-langkah dalam pembuatan Diagram Pareto ialah:
1.) Kumpulkan semua data berdasarkan tidak sesuainya, banyaknya ketidaksesuaian
dan total ketidaksesuaiannya.
104
Tabel 4.6 Data Jumlah Cacat Per Jenis Cacat (September – November 2007) Jenis Cacat
(CTQ) SEPTEMBER OKTOBER
NOVEMBER TOTAL
DEFECT SOME MURA 4.792 6022 6.830 17.644 SOME SHIWA 1.166 551 7.643 9.360 SURE ATARI 853 739 2.137 3.728 KAKO ATARI 8.606 9.154 13.314 31.073 KAKO SHIWA 2.104 231 1.114 3.450 TENTER KIZU 1.328 703 1.403 3.434
FRICTION MARK 973 1.147 1.865 3.985 KAKO YOGORE 6.969 6.040 5.611 18.620 IRO YOGORE 5.109 4.544 6.494 16.146
ABURA YOGORE 1.623 1.713 1.952 5.287 SABI YOGORE 791 547 544 1.882 DECA ATARI 750 1.365 1.501 3.616
SIMI YOGORE 1.815 1.645 2.561 6.021 BAR ATARI 3.336 2.430 2.741 8.507 IROYORI 1.809 686 1.337 3.831
MIMI SAKE 824 281 465 1.570 PIN HAZURE 312 123 180 616 ANA YABURE 761 664 1.069 2.494 DEAD STOCK 27.426 55.532 11.335 94.293 IROCHIGAI 1.199 8.795 29.178 39.173
OVER PRODUCTION 0 0 0 0 SHORT PIECE 3.155 2.147 1.806 7.108
TOTAL 281.838 Sumber: Daily Non-Pass analyze Dyeing Dept, 2007
105
2.) Urutkan data terbesar dari yang frekuensi banyaknya ketidaksesuaian terbesar
dan hitung dalam presentasenya.
Tabel 4.7 Presentase dan kumulatif Defect Jenis Cacat (CTQ) TOTAL Presentase (%) % Kumulatif
DEAD STOCK 94.293 33,46 33,46 IROCHIGAI 39.173 13,90 47,36
KAKO ATARI 31.073 11,03 58,39
KAKO YOGORE 18.620 6,61 65,00 SOME MURA 17.644 6,26 71,26 IRO YOGORE 16.146 5,73 76,99 SOME SHIWA 9.360 3,32 80,31 BAR ATARI 8.507 3,02 83,33
SHORT PIECE 7.108 2,52 85,85 SIMI YOGORE 6.021 2,14 87,99
ABURA YOGORE 5.287 1,88 89,87 FRICTION MARK 3.985 1,41 91,28
IROYORI 3.831 1,36 92,64 SURE ATARI 3.728 1,32 93,96 DECA ATARI 3.616 1,28 95,24 KAKO SHIWA 3.450 1,22 96,46 TENTER KIZU 3.434 1,22 97,68 ANA YABURE 2.494 0,88 98,56 SABI YOGORE 1.882 0,67 99,23
MIMI SAKE 1.570 0,56 99,79 PIN HAZURE 616 0,22 100,00
OVER PRODUCTION 0 0,00 100,00 Sumber: Departemen Dyeing PT.ISTEM
106
3.) Buat Diagram Pareto berdasarkan data di atas.
Gambar 4.7: Diagram Pareto (September-November 2007) Sumber: Data yang diolah
4.) Mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama dari masalah pada proses
pembuatan kain dengan cara mengetahui terlebih dahulu akar penyebab dari
suatu masalah tersebut, maka digunakan Diagram Sebab Akibat atau Diagram
Tulang Ikan (Fisbone Diagram).
Berdasarkan persentase kumulatif dan gambar Diagram Pareto diatas, jenis
cacat yang akan jadi prioritas dalam penanganan masalah adalah jenis cacat yang
diakibatkan oleh: (1) DEAD STOCK, (2) IROCHIGAI, (3) KAKO ATARI, (4) KAKO
YOGORE, (5) SOME MURA, (6) IRO YOGORE karena prosentase kumulatif dari
keenam jenis mencapai 76,99 %. Agar sumber-sumber penyebab terjadinya ke
enam cacat tersebut diketahui, maka akan digunakan diagram fishbone.
107
4.3.3.2 Pembuatan Diagram Fishbone
Setelah kita mengetahui prioritas sebab utama dari timbulnya ketidaksesuaian
dalam proses produksi kain yang digambarkan dalam Diagram Pareto maka langkah
selanjutnya adalah menganalisanya dalam bentuk Diagram Sebab Akibat yang
bertujuan untuk mengetahui penyebab-penyebab timbulnya akibat ketidaksesuaian
tersebut selama bulan September–November 2007. dari Tabel 4.6 dapat dilihat
bahwa presentase terbesar timbulnya kesalahan yaitu:
1.) DEAD STOCK (33,46 %)
2.) IROCHIGAI (13,90%)
3.) KAKO ATARI (11,03%)
4.) KAKO YOGORE (6,61%)
5.) SOME MURA (6,26%)
(6) IRO YOGORE (5,73%)
108
109
Berdasarkan dari gambar 4.8 diatas, dapat diketahui faktor-faktor penyebab
terjadinya Defect Dead Stock adalah:
1. Manusia
Ditinjau dari segi manusia, yang menyebabkan timbulnya defect Dead Stock
adalah operator yang tidak disiplin dan berkonsentrasi, sehingga pada saat
mencatat pemesanan dari pelanggan operator melakukan kesalahan dalam
menginput data dan salah dalam membaca permintaan spesifikasi pelanggan.
Selain itu, pada saat melakukan pengukuran panjang kain, operator tidak teliti
sehingga terjadi kesalahan Dead Stock (kain yang prosesnya sudah selesai,
tetapi masih menumpuk di gudang karena kesalahan pemesanan).
2. Metode Kerja
Dai segi metode kerja, terjadi kurang komunikasi antar departemen pemasaran
yang mengurusi pesanan dari pelanggan atau agen, dengan departemen
produksi yang bertugas untuk memproduksi kain yang diproduksi sesuai dengan
pesanan yang ada. Selain itu para operator tidak memperhatikan jumlah
pesanan yang ada, sehingga terjadi kelebihan produksi kain.
110
111
Gambar 4.9 menunjukan sebab-sebab yang diakibatkan terjadinya defect IROTIGAI
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Manusia
Kesalahan yang terjadi selama proses produksi kain untuk defect IROTIGAI
disebabkan oleh adanya operator baru yang belum terbiasa akan proses kerja
yang ada dan belum memahami akan standar operasional yang berlaku,
sehingga dalam menjalankan proses kerja masih belum menguasai dan kurang
ahli. Selain itu operator yang kurang hati-hati dan tidak peduli pada saat
pencampuran warna dapat menyebabkan pencampuran warna hasil warna pada
kain tidak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.
2. Material
Perubahan Ph air, Ph zat pembantu warna kain dan Ph celup adalah beberapa
penyebab defect IROTIGAI . Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan standar
warna pada kain tidak sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu, penggantian lot
dan pengantian tipe material atau bahan pada kain serta staple yang tidak
sesuai dengan yang telah ditetapkan dapat menyebabkan warna yang tidak
sama dengan pesanan.
3. Mesin
Didalam proses produksi kain mesin sangat berperan penting karena dalam
mengeluarkan output atau hasil produk. Kesalahan yang terjadi pada operator
yang mengoperasikan mesin karena tidak memperhatikan kadar air yang sesuai
dengan standar dan value nozzle sehingga dapat mempengaruhi hasil dari kain.
Oleh karena itu dibutuhkan keahlian dan kedisiplinan operator dalam pengaturan
mesin dan kadar air yang sesuai.
112
4. Metode
Dari segi metode kerja, defect Irotigai disebabkan oleh tata cara sistem pemasok
departemen Dyeing yang kurang mensosialisasikan dan memberikan informasi
mengenai bubuk dyestuff dan chemical yang terkandung pada warna kain. Selain
itu disebabkan juga oleh standar wana yang berbeda dan resep baru dan
standar warna baru yang ada, tetapi tidak disosialisasikan kepada operator pada
data room.
5. Lingkungan
Faktor lingkungan kerja berpengaruh terhadap pekerja dan hasil kerja
perusahaan. Salah satunya adalah kondisi udara pada saat melakukan proses
pewarnaan tidak sesuai dengan kondisi yang seharusnya sehingga
mengakibatkan terjadinya kesalahan-kesalahan penyetingan atau pemeriksaan
mesin pada proses pembuatan kain.
113
114
Gambar 4.10 menunjukan sebab-sebab yang diakibatkan terjadinya defect KAKO ATARI
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Manusia
Masalah yang ditimbulkan oleh pekerja adalah karena disiplin pekerja yang rendah,
dalam melakukan pekerjaannya kurang hati-hati dan tidak peduli. Faktor lain yaitu
kurangnya kemampuan dan pengalaman pekerja yang baru dalam mengoperasikan
mesin. Penyebab yang terakhir adalah karena manusia akan sangat sulit
berkonsentrasi jika kondisi ruang pabrik panas. Ketiga penyebab cacat tersebut
sehingga menyeabkan luka bergaris pada kain akibat gesekan benda tajam.
2. Mesin
Faktor mesin berpengaruh terhadap proses produksi kain, sehingga dalam
penyetingannya perlu diperhatikan. Pada Defect Kako Atari disebabkan oleh mesin
Expander bearing Guide Roll hot flue rusak, sehingga mengakibatkan expander rool
soaper tidak normal. Selain itu press mangel tidak berfungsi sehingga tention roll hot
flue macet dan longgar dan mesin Shaft guide rol yang rusak.
3. Metode
Permasalahan pada Metode adalah posisi kain pada saat masuk mesin calender kurang
pas sehingga menyebabkan luka bergaris pada kain. Selain itu para operator yang
tidak mengikuti metode standar operasional yang telah ditetapkan perusahaan
mengakibatkan banyak kesalahan yang terjadi pada produksi kain.
4. Lingkungan
Penerangan yang kurang pabrik dapat disebabkan dari lampu penerangan yang rusak
dan jumlah jendela yang kurang memadai sehingga cahaya dari luar pabrik sulit
masuk. Penerangan yang kurang pabrik dapat menyebabkan terjadinya defect pada
saat proses produksi kain.
115
116
Gambar 4.11 menunjukan sebab-sebab yang diakibatkan terjadinya defect KAKO YOGORE penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Manusia
Cacat yang terjadi akibat dari kesalahan manusia terutama terjadi karena keterbatasan
dari fisik manusia yang mudah kehilangan konsentrasi, kehilangan konsentarsi tersebut
dapat diakibatkan dari kondisi pabrik yang panas serta mempunyai tingkat kebisingan
yang tinggi sehingga operator akan sulit berkonsentrasi pada pekerjaanya. Selain itu
operator juga cepat mengalami kelelahan karena kegiatan di pabrik yang padat dan
kondisi lingkungan pabrik yang panas. Operator yang tidak disiplin, tidak peduli dan
kurang berhati-hati dalam bekerja sehingga mereka melakukannya secara
sembarangan dan dapat menjadi faktor penyebab dari kecacatan pada kain.
Kesalahan dapat disebabkan karena operator baru yang bekerja di pabrik, sehingga
kurang terlatih dalam melakukan pekerjaanya.
2. Metode
Permasalahan pada metode ini dikarenakan oleh appretan effect yang disebabkan
menggunakan resin baru pada mesin. Selain itu banyak busa dari mesin softener yang
mengakibatkan permasalahan pada mesin resin finish, wrong cleaner dan tidak
membersihkan mesin roll. Hal ini dikarenakan kesalahan menjalankan metode kerja
yang sudah ditetapkan dapat berakibat timbulnya kecacatan pada kain.
3. Mesin
Faktor mesin sangat berpengaruh terhadap proses pembuatan kain, yang dimana ada
berbagai penyebab yakni, mesin guide roll yang kotor, wip spunpolly terlalu tinggi dan
net dryer problem sehingga kesalahan pada mesin tersebut mengakibatkan hasil kain
kotor pada seluruh permukaan.
117
118
Gambar 4.12 menunjukan sebab-sebab yang diakibatkan terjadinya defect
SOMEMURA penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Manusia
Cacat yang terjadi akibat dari kesalahan manusia terjadi karena kurangnya
keterampilan yang dimiliki oleh para operator yang baru bekerja di pabrik,
sehingga belum menguasai pekerjaan mereka. Selain itu permasalahannya
adalah kurangnya konsentrasi operator pada saat bekerja karena ruang kerja
yang terlalu bising, panas dan kelelahan. Selain itu, faktor kurangnya disiplin,
tidak peduli dan kurang hati-hati pada saat pencelupan warna kain, sehingga
warna kain menjadi belang atau tidak sama.
2. Mesin
Permasalahan yang terjadi pada mesin yang dpat menimbulkan perbedaan
warna pada kain adalah dari mesin Desizing-Scouring yang kadar airnya dibawah
dari standar yang telah ditetapkan. Selain itu aliran dari bahan warna kimiawi
yang kurang lancar dan mesin L-box yang betemperatur tidak sesuai ketentuan.
Ukuran lubang nozzle pada mesin dyeing sekarang ini belum terstandarisasi
dengan baik dan beragam pada setiap nozzle yang ada.
3. Lingkungan
Penerangan yang kurang pabrik dapat disebabkan dari lampu penerangan yang
rusak dan jumlah jendela yang kurang memadai sehingga cahaya dar luar pabrik
sulit masuk. Penerangan yang kurang pabrik dapat menyebabkan terjadinya
warna kain belang dan tidak rata.
119
4. Metode
Faktor-faktor metode dalam proses pencelupan yang dapat menyebabkan
terjadinya defect SOMEMURA adalah sirkulasi pengaturan kain pada saat masuk
ke mesin tidak lancar, karena kelebihan dan kekurangan kadar air yang
diperlukan.
120
121
Gambar 4.13 menunjukan sebab-sebab yang diakibatkan terjadinya defect IRO
YOGORE penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Manusia
Cacat yang terjadi akibat dari kesalahan manusia terutama terjadi karena
keterbatasan dari fisik manusia yang mudah kehilangan konsentrasi, kehilangan
konsentrasi tersebut dapat diakibatkan dari kondisi pabrik yang panas serta
mempunyai tingkat kebisingan yang tinggi sehingga operator akan sulit
berkonsentrasi pada pekerjaanya. Selain itu operator juga cepat mengalami
kelelahan karena kegiatan di pabrik yang padat dan kondisi lingkungan pabrik yang
panas. Operator yang tidak disiplin, tidak peduli dan kurang berhati-hati dalam
bekerja sehingga mereka melakukannya secara sembarangan dan dapat menjadi
faktor penyebab dari kecacatan pada kain. Kesalahan juga dapat disebabkan karena
operator baru yang bekerja di pabrik, sehingga kurang terlatih dalam melakukan
pekerjaanya.
2. Mesin
Permasalahan yang diakibatkan oleh mesin dikarenakan mesin pada pabrik tidak
dibersihkan secara berkala dan pembersihan pada mesin Heat setter hanya dilakukan
satu kali dalam 40 kali proses pewarnaan. Selain itu mesin penyaringan warna tidak
berfungsi dengan baik dan mesin schutcher yang kotor. Sehingga pengaruh mesin
pada proses pewarnaan sangat berpengaruh terhadap hasil jadi kain yang dihasilkan.
3. Metode
Faktor-faktor metode yang dapat menyebabkan terjadinya defect pada kain
disebabkan oleh operator yang bekerja tidak memakai kain pengantar warna sebagai
referensi dalam proses pewarnaan kain. Selain itu dikarenakan pada proses
122
pewarnaan, kain terkena kotoran dari material lain seperti oli, minyak, dan
sebagainya. Dan faktor terakhir adalah kesalahan metode dalam tidak
mencampurkan bahan pewarna sebelum dimasukkan kedalam mesin penghancur.
4. Material
Kesalahan material berupa bubuk dyestuff (pewarna) yang buruk dari supplier yang
mengirimkan barang tidak sesuai dengan spesifikasi pesanan. Seharusnya bagian
Eaboratorium memeriksa dyestuff baru, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
pemilihan material pewarnaan.
4.3.4 Tahap (Improve) Improve merupakan langkah operasional keempat dalam program peningkatan
kualitas Six sigma. Tahap ini akan membantu untuk memperbaiki atau meningkatkan
proses produksi. Yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah menentukan faktor-faktor
utama penyebab masalah yang dilakukan dengan pembuatan Failure Mode and effect
Analysis (FMEA). FMEA merupakan seperangkat pedoman, proses, dan format untuk
mengidentifikasikan dan memprioritaskan masalah penting (kegagalan).
4.3.4.1 Pembuatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
1.) Pembuatan FMEA untuk Dead Stock
Berdasarkan Diagram Sebab Akibat yang telah dibuat sebelumnya maka dapat dibuat
Cause Failure Mode and Effect (CFME) seperti pada tabel dibawah ini.
144
Tabel 4.8 Penentuan Cause Failure Mode and Effect (CFME) untuk Dead Stock Modus kegagalan potensial Efek kegagalan potensial Penyebab Potensial
Salah dalam membaca spesifikasi
pesanan
Kesalahan proses kerja kurang teliti dalam membaca
spesifikasi pesanan sehingga
terjadi produksi kain yang
diluar order
Kesalahan dalam pengukuran
panjang kain
Operator kurang training Operator yang tidak teliti
Kesalahan input data Operator tergesa-gesa Operator yang tidak teliti
Kurangnya Komunikasi antar
departemen pemasaran dengan
departemen produksi dalam hal
order
Kesalahan proses kerja Operator tidak mengikuti
proses kerja
Operator tidak memperhatikan
jumlah pesanan
Kesalahan proses kerja Operator tidak mengikuti
proses kerja
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
2.) Hasil pembuatan CFME yang merupakan akar penyebab masalah–modus-kegagalan– efek
dirangkum oleh tabel FMEA berikut:
Tabel 4.9 FMEA untuk Dead Stock Nilai Efek kegagalan
potensial Modus
kegagalan potensial
Penyebab potensial O S D
RPN Rekomendasi
Salah dalam
membaca
spesifikasi pesanan
Kesalahan
proses
kerja
kurang teliti
dalam
membaca
spesifikasi
pesanan
sehingga
terjadi produksi
kain yang
diluar order
10 1 2 20 Memberikan
Pengarahan kepada
operator tentang
pentingnya mengikuti
standar kerja yang
telah ditetapkan.
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
145
Tabel 4.9 FMEA untuk Dead Stock (lanjutan) Nilai Efek kegagalan
potensial
Modus kegagalan potensial
Penyebab potensial
O S D
RPN Rekomendasi
Kesalahan dalam
pengukuran
panjang kain
Operator
kurang
training
Operator yang
tidak teliti
10 1 4 40 Memperketat pengawas
oleh Supervisor
Kesalahan input
data
Operator
tergesa-
gesa
Operator yang
tidak teliti
8 1 3 24 Menggalakan SOP
kepada seluruh
operator
Kurang Komunikasi
antar departemen
pemasaran dengan
departemen
produksi dalam hal
order
Kesalahan
proses
kerja
Operator tidak
mengikuti
proses kerja
5 1 1 5 Mengadakan
pertemuan antar
departemen agar dapat
meningkatkan
kerjasama antar
departemen
Operator tidak
memperhatikan
jumlah pesanan
Kesalahan
proses
kerja
Operator tidak
mengikuti
proses kerja
9 1 1 9 Memberikan motivasi
kepada operator agar
dalam melaksanakan
kerja mengikuti proses
kerja yang sudah
ditetapkan
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
Dari pengukuran dan penghitungan FMEA diatas, diketahui bahwa kegagalan potensial
yang paling besar yang terjadi pada defect Dead Stock dikarenakan kesalahan dalam
pengukuran panjang kain, dengan RPN sebesar 40. Kesalahan ini diakibatkan oleh operator
yang kurang training dan operator yang tidak teliti dalam bekerja. Hasil brainstorming
dengan kepala pabrik Departemen Dyeing untuk mengatasi dan mencegah kesalahan
penguluran kain adalah dengan memperketat pengawasan operator oleh supervisor.
146
2.) Pembuatan FMEA untuk IROTIGAI
Tabel 4.10 Penentuan Cause Failure Mode and Effect (CFME) untuk IROTIGAI Modus kegagalan potensial Efek kegagalan potensial Penyebab Potensial
Pengetahuan yang minim
Operator baru Kurangnya training yang
diberikan dalam perekrutan
karyawan
Tidak peduli Tidak disiplin Tidak mengikuti SOP
Resep pencampuran warna tidak
sesuai (unstandard)
Operator yang tidak disiplin Tidak mengikuti SOP
Kualitas dari bubuk dyestuff dan chemical
Kesalahan dalam memilih
bubuk warna
Tidak mengikuti SOP
Mesin Nozzle condition rusak
Tidak melakukan perawatan Umur mesin yang tua
Berat kain dikurangi
Operator yang tidak Disiplin Kurangnya pengawasan dari
Supervisor
Penyesuaian warna baru
Bubuk warna baru tidak
melewati tes
Tidak mengikuti SOP
Warna kain yang sama
Bubuk warna untuk
pengulangan warna tidak
sesuai dengan kain bawaan
Tidak mengikuti SOP
Lingkungan kerja yang kotor Kurangnya kesadaran dari
karyawan
Sarana kerja yang tidak
mendukung
Kondisi RH yang tidak sesuai Tidak mengikuti SOP Kondisi kerja yang tidak
mendukung
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
147
Tabel 4.11 FMEA untuk IROTIGAI Nilai Modus kegagalan
potensial Efek
kegagalan potensial
Penyebab Potensial O S D
RPN Rekomendasi
Skill yang rendah
Operator
baru
Kurangnya training
yang diberikan
dalam perekrutan
karyawan
5 7 5 165 Diberikan training
secara terus
menerus
Kurang peduli
Tidak disiplin Tidak mengikuti
SOP
5 5 5 125 Memperketat
pengawasan oleh
supervisor
Pencampuran bubuk warna yang tidak sesuai standar.
Operator
yang tidak
disiplin
Tidak mengikuti
SOP
5 8 5 200 Memperketat
pengawasan oleh
supervisor
Kualitas bubuk
warna dan bahan
kimia yang rendah
Kesalahan
dalam
memilih
bubuk warna
Tidak mengikuti
SOP
7 8 5 280 Memperketat
pengawasan oleh
supervisor
Kondisi nozzle yang jelek ( 2 tahun tidak maintenance )
Tidak
melakukan
perawatan
Umur mesin yang
tua
8 8 7 448 Perusahaan harus
memperbaiki
atau mengganti
mesin yang
sudah tidak
produktif
Pengurangan berat Bubuk warna
(dyestuff)
Operator
yang tidak
Disiplin
Kurangnya
pengawasan dari
Supervisor
7 7 2 84 Memperketat
pengawasan oleh
supervisor
Warna baru yang tidak sesuai
Bubuk warna
baru tidak
melewati tes
Tidak mengikuti
SOP
6 7 3 126 Operator
diberikan training
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
148
Tabel 4.11 FMEA untuk IROTIGAI (lanjutan) Nilai Modus kegagalan
potensial
Efek kegagalan
potensial
Penyebab
Potensial O S D
RPN Rekomendasi
Pengulangan warna yang salah
Bubuk warna
untuk
pengulangan
warna tidak
sesuai dengan
kain bawaan
Tidak
mengikuti SOP
7 7 4 154 Operator harus
memperhatikan
warna dari kain
bawaan
Lingkungan kerja yang kotor
Kurangnya
kesadaran dari
karyawan
Sarana kerja
yang tidak
mendukung
1 1 2 2 Melakukan
perawatan
terhadap sarana
gedung
Kondisi RH yang
tidak sesuai
Tidak mengikuti
SOP
Kondisi kerja
yang tidak
mendukung
2 1 3 6 Operator
menjaga kondisi
RH kerja
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
Dari pengukuran dan penghitungan FMEA diatas, diketahui bahwa kegagalaN potensial
yang paling besar yang terjadi pada defect IROTIGAI dikarenakan Nozzle condition yang
rusak, dengan RPN sebesar 448. Kesalahan ini diakibatkan oleh Tidak melakukan perawatan
terhadap mesin. Hasil brainstorming dengan kepala pabrik Departemen Dyeing untuk
mengatasi dan mencegah kesalahan akibat umur mesin adalah dengan memperbaiki mesin
atau mengganti dengan mesin yang baru.
149
3.) Pembuatan FMEA untuk KAKO ATARI
Tabel 4.12 Penentuan Cause Failure Mode and Effect (CFME) untuk KAKO ATARI
Modus kegagalan potensial Efek kegagalan potensial Penyebab Potensial
Mesin tention bermasalah Tention rool hot flue kendor
dan bearing motor tention roll
soaper macet
Tidak melakukan perawatan
mesin secara rutin
Mesin Expander bermasalah Expander roll soaper tidak
normal, roll washer tidak
bagus, roll soaper tidak bagus
Tidak melakukan perawatan
mesin secara rutin
Pres mangle tidak berfungsi Tidak dilakukan pengawasan
rutin terhadap mesin
Tidak melakukan perawatan
mesin secara rutin
Bearing guide roll hot flu rusak Tidak melakukan perawatan Tidak mengikuti SOP
Shaft guide roll hot flue rusak Tidak melakukan perawatan Tidak mengikuti SOP
Paper calender roll rusak Tidak melakukan perawatan Tidak mengikuti SOP
Posisi peletakan kain kurang pas Skill yang rendah Tidak mengikuti SOP
Disiplin Kurang hati-hati, kurang
komunikasi, tidak peduli
Tidak mengikuti SOP
Skill yang rendah Pegawai baru, salah
menyeting mesin
Salah menyeting mesin
Konsentrasi rendah Lingkungan kerja Panas Sarana gedung yang sirkulasi
udaranya jelek.
Pencahayaan kurang Lampu penerangan rusak,
ventilasi kurang maksimal
Sarana gedung yang jarang
dirawat
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
150
Tabel 4.13 Tabel FMEA untuk KAKO ATARI Nilai Modus kegagalan
potensial Efek kegagalan
potensial Penyebab Potensial O S D
RPN Rekomendasi
Mesin tention
bermasalah
Tention rool hot
flue kendor dan
bearing motor
tention roll soaper
macet
Tidak
melakukan
perawatan
mesin secara
rutin
9 8 9 648 - Menseting ulang mesin dengan standard kecepatan 150-180 - memperbaiki mesin yang dilakukan oleh bagian mekanik
Mesin Expander
bermasalah
Expander roll
soaper tidak
normal, roll washer
tidak bagus, roll
soaper tidak bagus
Tidak
melakukan
perawatan
mesin secara
rutin
8 7 7 392 - Mengganti mesin expander dengan mesin yang baru
Pres mangle tidak
berfungsi
Tidak dilakukan
pengawasan rutin
terhadap mesin
Tidak
melakukan
perawatan
mesin secara
rutin
4 7 7 343 - Bagian mesin pres mangel diperbaiki oleh engineer
Bearing guide roll
hot flu rusak
Tidak melakukan
perawatan
Tidak
mengikuti
SOP
6 7 7 294 - memperbaiki mesin bearing guide roll hot flu oleh engineer
Shaft guide roll hot
flue rusak
Tidak melakukan
perawatan
Tidak
mengikuti
SOP
6 7 6 252 -Memperbaiki mesin shaft guide roll hot flue oleh engineer
Paper calender roll
rusak
Tidak melakukan
perawatan
Tidak
mengikuti
SOP
6 7 7 252 - Mengganti suku cadang mesin dengan ex.grinding.
Posisi peletakan
kain kurang pas
Skill yang rendah Tidak
mengikuti
SOP
6 8 6 288 Memberikan
terus pelatihan
(training)
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
151
Tabel 4.13 Tabel FMEA untuk KAKO ATARI (lanjutan) Modus
kegagalan
potensial
Efek kegagalan
potensial
Penyebab
Potensial
O S D RPN Rekomendasi
Disiplin Kurang hati-hati,
kurang komunikasi,
tidak peduli
Tidak mengikuti
SOP
4 6 4 144 Memberikan
pengawasan
Skill yang
rendah
Pegawai baru, salah
menyeting mesin
Salah menyeting
mesin
4 5 3 80 Seleksi yang lebih
ketat terhadap
karyawan yang
baru
Konsentrasi
rendah
Panas Sarana gedung
yang sirkulasi
udaranya jelek.
4 7 2 56 Memperbaiki
sarana prasarana
agar dapat
meningkatkan
kinerja
Pencahayaan
kurang
Lampu penerangan
rusak, ventilasi
kurang maksimal
Sarana gedung
yang jarang
dirawat
4 7 2 56 Menambah lampu
penerangan , atau
memaksimalkan
fungsi penerangan
yang sudah ada
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
Dari pengukuran dan penghitungan FMEA diatas, diketahui bahwa kegagalan potensial
yang paling besar yang terjadi pada defect KAKO ATARI dikarenakan mesin tention
bermasalah dengan RPN berjumlah 648, tention rool hot flue longgar dan bearing motor
tention roll soaper macet. Kesalahan ini diakibatkan oleh operator yang tidak melakukan
perawatan mesin secara rutin, sehingga pada permukaan kain terdapat luka bergaris seperti
terkena gesekan benda tajam. Hasil brainstorming dengan kepala pabrik Departemen Dyeing
untuk mengatasi dan mencegah kesalahan mesin tention adalah dengan mensetting ulang
dan memperbaiki mesin tention sesuai dengan standar operasional.
152
4.) Pembuatan FMEA untuk KAKO YOGORE
Tabel 4.14 Penentuan Cause Failure Mode and Effect (CFME) untuk KAKO YOGORE Modus kegagalan
potensial
Efek kegagalan potensial Penyebab Potensial
Mesin net Dryer bermasalah
karena kotor dan banyak
debu pada gulungan
Tidak membersihkan roll Kurangnya kesadaran dari
operator terhadap pentingnya
kebersihan
Guide roll kotor Tidak membersihkan roll Kurangnya kesadaran dari
operator terhadap pentingnya
kebersihan
WIP Spun poly terlalu tinggi Operator tidak disiplin Tidak mengikuti SOP
Masalah pada mesin opener Salah setting mesin Tidak mengikuti SOP
Salah dalam pemilihan resin
(appretan effect)
Salah dalam pemilihan bahan Tidak melakukan tes terlebih
dahulu terhadap bahan baru
yang akan digunakan
Resin finish bermasalah Banyak busa dari softener tidak melakukan tes terlebih
dahulu terhadap bahan baru
yang akan digunakan
Salah menggunakan
pembersih
Tidak menggunakan cleaner
yang seharusnya digunakan
Tidak mengikuti SOP
Skill yang rendah Operator baru Tidak memahami SOP
Kurang konsentrasi Lelah, suasana kerja yang
panas,
Sarana gedung yang sirkulasi
udaranya jelek.
Disiplin Kurang hati-hati, tidak peduli,
kurang komunikasi
Tidak mengikuti SOP
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
153
Tabel 4.15 tabel FMEA untuk KAKO YOGORE Nilai Modus kegagalan
potensial Efek
kegagalan potensial
Penyebab Potensial O S D RPN Rekomendasi
Mesin net Dryer
bermasalah karena
kotor dan banyak
debu pada
gulungan
Tidak
membersih
kan roll
Kurangnya
kesadaran dari
operator terhadap
pentingnya
kebersihan
8 8 7 448 - Mesin Net dryer seharusnya hanya untuk warna terang saja
Mesin Guide roll
kotor
Tidak
membersih
kan roll
Kurangnya
kesadaran dari
operator terhadap
pentingnya
kebersihan
7 8 7 392 - Pakai teflon sheet (Test)
WIP Spun poly
terlalu tinggi
Operator
tidak
disiplin
Tidak mengikuti
Standar operasional
kerja (SOP)
5 8 7 280 - Turunkan WIP Spun poly
Mesin Opener
bermasalah
Salah
setting
mesin
Tidak mengikuti
SOP
6 8 6 288 - mengencangkan baut yang longgar
Salah dalam
pemilihan resin
(appretan effect)
Salah
dalam
pemilihan
bahan
Tidak melakukan
tes terlebih dahulu
terhadap bahan
baru yang akan
digunakan
10 8 5 400 - Modify receipe resin (use kasesol) & Re-use dust colector c-26
Resin finish
bermasalah
Banyak
busa dari
softener
tidak melakukan
tes terlebih dahulu
terhadap bahan
baru yang akan
digunakan
9 8 6 432 - Stop pemakaian Velcosoft
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
154
Tabel 4.15 Tabel FMEA untuk KAKO YOGORE (lanjutan) Modus
kegagalan
potensial
Efek
kegagalan
potensial
Penyebab
Potensial
O S D RPN Rekomendasi
Salah
menggunakan
pembersih
Tidak
menggunakan
cleaner yang
seharusnya
digunakan
(menggunakan
air)
Tidak mengikuti
SOP
7 8 6 336 - Menggunakan vacum cleaner & sweeper
Skill yang
rendah
Operator baru Tidak memahami
SOP
3 8 4 72 Memberikan
pelatihan
Kurang
konsentrasi
Lelah, suasana
kerja yang
panas,
Sarana gedung
yang sirkulasi
udaranya jelek.
3 8 2 48 Memperbaiki
prasarana kerja
Disiplin Kurang hati-
hati, tidak
peduli, kurang
komunikasi
Tidak mengikuti
SOP
3 8 3 72 Memberikan
pengawasan
terhadap kerja
karyawan
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
Dari pengukuran dan penghitungan FMEA diatas, diketahui bahwa kegagalan potensial
yang paling besar yang terjadi pada defect KAKO YOGORE dikarenakan mesin dryer kotor
dengan jumlah RPN 448. Kesalahan ini diakibatkan oleh kurangnya kesadaran dari operator
terhadap pentingnya kebersihan setelah melakukan proses pengeringan kain, sehingga pada
permukaan kain kotor pada proses pengeringan (bila terjadi pada semua kain). Hasil
brainstorming dengan kepala pabrik Departmen Dyeing untuk mengatasi dan mencegah
kesalahan mesin Dryer adalah dengan menggunakan mesin Dryer yang berbeda dalam
pengeringan antara warna kain yang gelap dengan warna kain yang cerah.
155
5.) Pembuatan FMEA untuk SOMEMURA
Tabel 4.16 Penentuan Cause Failure Mode and Effect (CFME) untuk SOMEMURA
Modus kegagalan
potensial
Efek kegagalan potensial Penyebab Potensial
Mesin Desizing-scouring
bermasalah
Aliran bahan kimia tidak lancar,
temperatur L-box tidak sesuai
standart, tingkat air panas dibawah
standart.
Tidak mengikuti SOP
Mesin Circular bermasalah Sewing undouble, mechanic shell
damage, M/C when rinsing always
strap
Tidak mengikuti SOP
Pengurangan berat dari
mesin flow meter tidak
normal
Flow meter yang rusak Salah dalam penggunaan
mesin
Kondisi nozzle yang jelek Tidak melakukan perawatan Tidak mengikuti SOP
Skill yang rendah Operator baru Tidak memahami SOP
Kurang konsentrasi Lelah, suasana kerja yang panas, Sarana gedung yang
sirkulasi udaranya jelek.
Disiplin Kurang hati-hati, tidak peduli,
kurang komunikasi
Tidak mengikuti SOP
Daya serap kain kurang Kesalahan pada operator bagian
penimbangan dyestuff
Tidak mengikuti SOP
Sirkulasi kain tidak lancar Kelebihan atau kekurangan kadar
air.
Tidak mengikuti SOP
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
156
Tabel 4.17 Tabel FMEA untuk SOMEMURA Modus
kegagalan potensial
Efek kegagalan potensial
Penyebab Potensial
O S D RPN Rekomendasi
Mesin
Desizing-
scouring
bermasalah
Aliran bahan
kimia tidak
lancar,
temperatut L-box
tidak sesuai
standart, tingkat
air panas
dibawah
standart.
Tidak
mengikuti SOP
9 7 1 441 - Mesin cc/meter
Diperiksai setiap hari
by chief head.
- untuk air anas
boiling water
dilakukan Check
setiap saat.
Mesin
Circular
bermasalah
Sewing undouble,
mechanic shell
damage, M/C
when rinsing
always strap
Tidak
mengikuti SOP
9 7 7 441 - Sewing must
double.
- bertindak cepat&
menghubungi teknisi
mesin.
Pengurangan
berat dari
mesin flow
meter tidak
normal
Flow meter yang
rusak
Salah dalam
penggunaan
mesin
7 7 7 343 - Ganti type flow meter
Kondisi
nozzle yang
jelek
Tidak melakukan
maintenance
Tidak
mengikuti SOP
7 7 6 294 - membersihkan &mengganti posisi LT Nozzle
Skill yang
rendah
Operator baru Tidak
memahami SOP
3 2 3 18 Memberikan
pelatihan
Kurang
konsentrasi
Lelah, suasana
kerja yang panas,
Sarana gedung
yang sirkulasi
udaranya jelek.
3 2 2 12 Memperbaiki
prasarana kerja
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
157
4.17 Tabel FMEA untuk SOMEMURA (lanjutan)
Modus
kegagalan
potensial
Efek
kegagalan
potensial
Penyebab
Potensial
O S D RPN Rekomendasi
Disiplin Kurang hati-
hati, tidak
peduli,
kurang
komunikasi
Tidak
mengikuti SOP
3 2 3 18 Memberikan
pengawasan terhadap
kerja karyawan
Lack of
absorption
Kesalahan
operator
divisi
timbangan
Tidak
mengikuti SOP
7 7 2 98 - melibatkan operator
timbangan pada proses
pewarnaan
Sirkulasi kain
di dalam
mesin tidak
lancar
Kekurangan
atau
kelebihan
kadar air
Tidak
mengikuti SOP
8 7 9 504 - Mengontrol kadar air
- Mensetting ulang
mesin
- memeriksa mesin
secara berkala
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
Dari pengukuran dan penghitungan FMEA diatas, diketahui bahwa kegagalan
potensial yang paling besar yang terjadi pada defect SOMEMURA dikarenakan sirkulasi kain
yang tidak lancar (RPN 504). Kesalahan ini diakibatkan oleh tingkat air pada mesin circular
terlalu banyak atau terlalu sedikit dan kurangnya kesadaran dari operator terhadap standart
operasional kerja yang ada, sehingga hasil pencelupan kain tidak rata atau belang ada warna
tua dan warna muda. Hasil brainstorming dengan kepala pabrik Departemen Dyeing untuk
mengatasi dan mencegah sirkulasi kain tidak lancar selalu mengawasi kadar air pada mesin
circular.
158
6.) Pembuatan FMEA untuk IRO YOGORE
Tabel 4.18 Penentuan Cause Failure Mode and Effect (CFME) untuk IRO YOGORE
Modus kegagalan potensial Efek kegagalan potensial Penyebab Potensial Kondisi mesin sangat kotor tidak melakukan perawatan
mesin
Tidak mengikuti SOP
Mesin Heat Setter Melakukan pembersihan 1
kali dalam 40 kali pewarnaan
Operator tidak disipln
Permukaan mesin Plaitter down
belt kotor
Tidak melakukan perawatan
mesin
Operator tidak disiplin
Saluran penyaringan yang tidak
berfungsi
Tidak melakukan penggantian
filter secara berkala
Operator tidak mengikutii
proses kerja
Tidak mencampur bubuk warna tidak melakukan
pencampuran pewarna
sebelum dimasukan mesin
penghancur
Operator tidak mengikuti
proses kerja
Tidak memakai kain pengantar
warna
Kain pengantar tidak
digunakan sebagai refresensi
Operator tidak mengikuti
proses kerja
Terkena kotoran dari material yang
lain
Operator yang kurang hati-
hati
Operator yang tidak teliti
Bubuk warna (dyestuff) yang
buruk
Supplier pewarna yang
memberikan bubuk pewarna
dibawah standar
Kerjasama yang kurang antar
supplier dyestuff ke pabrik
Bubuk dyestuff baru Mencoba dyestuff baru yang
belum di tes dilaboratorium
Operator tidak mengikuti SOP
Keahlian dan keterampilan new operator Kurangnya pengalaman dan
keterampilan operator
Kurang konsentrasi Suasana kerja yang panas,
bising, dan kelelahan
Sarana kerja yang kurang
mendukung
Disiplin Operator tidak peduli, kurang
komunikasi, kurang hati-hati
Operator yang tidak disiplin
Sumber: brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
159
Tabel 4.19 Tabel FMEA untuk IRO YOGORE Nilai Modus kegagalan
potensial Efek kegagalan
potensial Penyebab Potensial O S D
RPN Rekomendasi
Kondisi mesin
sangat kotor
tidak melakukan
perawatan mesin
Tidak
mengikuti
SOP
8 7 5 280 Mesin dibersihkan
Mesin Heat Setter
kotor
Melakukan
pembersihan 1 kali
dalam 40 kali
pewarnaan
Operator
tidak disiplin
8 7 5 280 Dibersihkan
setiap 20 kali
pewarnaan
Permukaan mesin
Plaitter down belt
kotor
Tidak melakukan
perawatan mesin
Operator
tidak disiplin
8 7 5 280 Melakukan
pembersihan
mesin
Saluran
penyaringan tidak
berfungsi
Tidak melakukan
penggantian filter
secara berkala
Operator
tidak
mengikutii
proses kerja
8 7 5 280 Melakukan
penggantian filter
sesuai dengan
umur pakai filter
Tidak mencampur
bubuk dyestuff
tidak melakukan
pencampuran
pewarna sebelum
dimasukan mesin
penghancur
Operator
tidak
mengikuti
proses kerja
8 8 7 448 Pengawasan dari
supervisor
kepada operator
yang melakukan
pencampuran
dyestuff
Tidak memakai kain
pengantar warna
Kain pengantar
tidak digunakan
sebagai refresensi
Operator
tidak
mengikuti
proses kerja
7 7 6 294 Diberi peringatan
dan pengawasan
kerja yang
optimal
Terkena kotoran
dari material yang
lain
Operator yang
kurang hati-hati
Operator
yang tidak
teliti
7 7 2 98 Bagian Quality
control
memeriksa
Sumber brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
160
Tabel 4.19 Tabel FMEA untuk IRO YOGORE (lanjutan) Nilai Modus kegagalan
potensial Efek kegagalan
potensial Penyebab Potensial O S D
RPN Rekomendasi
Bubuk Dyestuff
yang buruk
Supplier pewarna
yang memberikan
bubuk pewarna
dibawah standar
Kerjasama
yang kurang
antar supplier
dyestuff ke
pabrik
3 8 3 72 Memastikan ke
pemasok, agar
sesuai pesanan
Bubuk dyestuff
baru
Mencoba dyestuff
baru yang belum di
tes dilaboratorium
Operator
tidak
mengikuti
SOP
4 6 4 144 Mengecek apakah
bubuk warna
sudah sesuai
Keahlian dan
keterampilan
Operator baru Kurangnya
pengalaman
dan
keterampilan
operator
4 5 3 80 Memberikan
taining yang
intensif pada
karyawan baru
Kurang konsentrasi Suasana kerja yang
panas, bising, dan
kelelahan
Sarana kerja
yang kurang
mendukung
5 8 7 280 Memperbaiki
prasarana kerja
Disiplin Operator tidak
peduli, kurang
komunikasi, kurang
hati-hati
Operator
yang tidak
disiplin
6 8 6 288 Memberikan
pelatihan
Sumber brainstorming Departemen Dyeing PT.ISTEM
Dari pengukuran dan penghitungan FMEA diatas, diketahui bahwa kegagalan potensial
yang paling besar dengan RPN 448 yang terjadi pada defect IRO YOGORE dikarenakan
kesalahan dengan tidak melakukan pencampuran warna sebelum dimasukkan ke dalam
mesin penghancur. Kesalahan ini diakibatkan oleh operator yang tidak mengikuti proses
kerja, sehingga pada permukaan kain seperti ada bintik-bintik zat warna. Hasil brainstorming
161
dengan kepala pabrik Departemen Dyeing untuk mengatasi dan mencegah kesalahan
penguluran kain adalah dengan memperketat pengawasan dari supervisor kepada operator
yang melakukan pencampuran dyestuff.
4.3.5 Tahap Control
Setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas teridentifikasi dari
pembuatan diagram pareto, diagram fishbone, dan FMEA, maka selanjutnya harus
dilakuan usulan-usulan untuk menangani masalah, terutama masalah yang menjadi
prioritas. Pada tahap kontrol, yang merupakan langkah operasional terakhir dalam
program peningkatan kualitas Six Sigma adalah bertujuan untuk menentukan cara
mengurangi atau cara menjaga variable-variabel yang ada, agar proses produksi tetap
konstan atau terkendali. Usulan perbaikan tersebut akan didokumentasikan dan dijadikan
pedoman standar kerja perusahaan. Sehingga target pendekatan Sigma yang
diharapkan, dapat terwujud secara bertahap.
Usulan perbaikan yang dibuat adalah berdasarkan faktor-faktor penyebab
kegagalan terbesar dari proses produksi kain dari diagram fishbone serta usulan-usulan
instruksi kerja untuk tahapan proses produksi kain:
♦ Memperketat pengawasan operator oleh supervisor untuk mencegah terjadinya
defect Dead Stock.
♦ Meperbaiki kondisi nozzle mesin agar perusahaan untuk mencegah terjadinya
defect IROTIGAI
♦ Mensetting ulang dan memperbaiki mesin tention sesuai dengan standar
operasional agar tidak terjadi defect KAKO ATARI.
162
♦ Menggunakan mesin Dryer yang berbeda dalam pengeringan antara warna kain
yang gelap dengan warna kain yang cerah, Sehingga defect KAKO YOGORE
dapat diatasi.
♦ Memperketat pengawasan dari supervisor kepada operator yang melakukan
pencampuran dyestuff, sehingga kain kotor terkena bubuk Dyestuff (IRO
YOGORE)
♦ Mengawasi kadar air pada mesin circular, agar tingkat air tidak kurang dan tidak
lebih pada mesin circular yang bertujuan untuk mencegah Defect SOMEMURA
4.4 Implikasi Solusi Terpilih Setelah mendapatkan usulan-usulan yang bisa dijadikan perbaikan maka hal-hal
yang harus dilakukan dalam meningkatkan kualitas produksi kain adalah :
Pertama : Membentuk tim yang dilatih untuk dapat mengimplementasikan metode six sigma
dalam proses operasional perusahaan. Tim ini bisa diambil dari staff bagian quality
control yang ditraining di tempat pelatihan menjadi tim six sigma.
Kedua : Mengganti mesin yang rusak, yang sering menyebabkan seringnya terjadi defect.
Apabila perbaikan mesin sudah tidak dapat dilakukan lagi. Tetapi perusahaan harus
terlebih dahulu memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan bila merencanakan
akan melakukan pergantian mesin atau memperbaiki mesin, menguntungkan atau
sebaliknya merugikan perusahan.
Ketiga : Memberikan training kepada seluruh operator mesin tentang penggunaan mesin dan
standar kerja yang benar secara terus menerus dan juga staff QC mengawasi proses
produksi ini, akan berguna untuk mengurangi defect yang terjadi karena kesalahan
yang disebabkan faktor manusia.
163
Apabila langkah-langkah diatas dapat dijalankan dengan benar maka jumlah secara
langsung defect yang terjadi dapat berkurang. Ini tentu memberikan keuntungan bagi
perusahaan karena dapat mengurangi biaya yang terbuang akibat kegagalan. Skema
keuntungan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 4..20 Perhitungan Cost of Poor Quality No Level
sigma Total produksi
( 01 september 2007 – 30 november
2007)
Defect Kerugian (COPQ) COPQ = defect x (Rp.5000)
1 4.23 3.999.939 meter 281836 meter Rp. 1.409.180.000
2 4.7 3.999.939 meter 60467 meter Rp. 302.335.000
3 5.2 3.999.939 meter 9486 meter Rp. 47.430.000
4 5.7 3.999.939 meter 1086 meter Rp. 5.430.000
5. 6 3.999.939 meter 264 meter Rp. 1.320.000
Dari tabel diatas terlihat dalam setiap peningkatan level sigma yang diperoleh oleh
PT. Istem dengan asumsi total produksi selama periode bulan 01 september – 30 november
yaitu sebesar 3.999.939 meter dan level sigma yang dicapai 4.23 maka perusahan rugi
sebesar Rp. 1.409.180.000. Apabila perusahaan dapat secara bertahap mengurangi cacat
yang terjadi maka peningkatan level sigma sebesar 0.5 menjadi 4.7 memberikan perusahaan
keuntungan sebesar Rp. 1.106.845.000. Sedangkan apabila perusahaan dapat mencapai
level sigma 6 maka penghematan yang bisa dilakukan adalah sebesar Rp. 1.407.860.000.
tetapi perhitungan penghematan diatas belum termasuk apabila perusahaan melakukan
penggantian mesin, pemberian training kepada karyawan dalam usaha perbaikan kualitas
yang dilakukan perusahaan.