bab 4 perancangan dan pengujian desain sinkronisasi...
TRANSCRIPT
47
Bab 4 Perancangan dan Pengujian Desain Sinkronisasi
Waktu dan Frekuensi
Pada bagian ini, penulis akan merancang sinkronisasi waktu dan frekuensi pada
penerima DVB-T dengan menggunakan metoda-metoda yang telah dibahas pada
bagian sebelumnya. Proses perancangan meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Implementasi algoritma yang ada ke penerima DVB-T dengan menggunakan
software Matlab
2. Analisis kinerja rancangan berdasarkan efektivitas algoritma. Ada dua faktor
menentukan hal ini, yaitu kompleksitas dan performa algoritma.
3. Perancangan blok sinkronisasi yang akan digunakan berdasarkan analisis no.2
4. Pengujian kinerja sistem integrasi pengirim-penerima DVB-T dengan
menggunakan blok sinkronisasi yang telah dirancang.
4.1 Analisis Metoda Coarse Symbol Timing Synchronization
Ada 2 metoda yang akan penulis analisa kinerjanya untuk digunakan di Coarse
Symbol Timing Synchronization, yaitu SML (Simplified Maximum Likelihood)[7]
dan ML(Maximum Likelihood)[6]. Dari segi kompleksitas algoritma, SML memiliki
algoritma yang jauh lebih sederhana karena tidak perlu melakukan perhitungan
untuk bagian energy, yaitu ( )kΦ . Metoda SML dan ML sebenarnya dirancang
untuk bekerja optimal di kanal AWGN[6]. Oleh karena itu untuk meningkatkan
akurasi dari estimasi Coarse Symbol Timing, penulis melakukan proses averaging.
Selanjutnya, penulis membandingkan performa metoda SML dan ML yang
diakuisisi di tiga model kanal DVB, yaitu AWGN,Rician, dan Rayleigh. Penulis
akan membandingkan performa algoritma dengan membandingkan hasil estimasi
awal simbol yang dikerjakan 2 metoda tersebut di atas pada titik-titik SNR yang
sama. Dalam setiap simulasi akan digunakan 1020 simbol DVB OFDM. Gambar
4.1, 4.2, 4.3 menunjukkan hasil simulasi:
48
Gambar 4.1 Kesalahan Estimasi Coarse Symbol Timing di kanal AWGN
Gambar 4.2 Kesalahan Estimasi Coarse Symbol Timing di kanal Rician
49
Gambar 4.3 Kesalahan Estimasi Coarse Symbol Timing di kanal Rayleigh
Dari ketiga grafik di atas, dapat dilihat bahwa SML dan ML memiliki performa yang
hampir sama. Perbedaan yang paling signifikan terjadi di kanal Rayleigh. Walaupun
setelah akuisisi yang lama, kesalahan estimasi dari kedua metoda sama-sama
menunjukkan angka +7, akan tetapi terjadi perbedaan dalam periode pencapaian
estimasi yang konvergen di angka +7. Dengan metoda SML, dibutuhkan waktu
akuisisi yang lebih lama untuk mencapai estimasi yang konvergen.
Dari ketiga grafik di atas, kita juga bisa menilai performa metoda estimasi Coarse
Symbol Timing dengan kedua metoda tersebut. SML dan ML bisa melakukan
estimasi dengan baik dengan kesalahan sebesar +1 sampel pada kanal AWGN dan
Rician. Sedangkan pada kanal Rayleigh, kesalahan mencapai +7 sampel. Pada
dasarnya, kedua metoda ini tidak dirancang untuk beroperasi di kanal dispersive
(multipath fading). Kedua metoda estimasi ini akan bekerja optimal di kanal
AWGN, di mana sinyal yang dilewatkan di kanal AWGN akan memiliki struktur
pairwise correlation yang sederhana, seperti ditunjukkan pada persamaan (4.).
Ketika sinyal dilewatkan melalui kanal dispersive, maka akan memiliki struktur
50
korelasi yang lebih kompleks. Hal ini bisa dibuktikan dari ketiga gambar di atas,
bahwa pada kanal AWGN, dicapai nilai kesalahan estimasi yang paling kecil, yaitu
+1. Akan tetapi, ternyata pada kanal Rician, didapatkan estimasi dengan besar
kesalahan yang sama dengan kanal AWGN (+1 sampel) berhasil dicapai. Hal ini
membuktikan bahwa pada kondisi kanal Rician yang Dispersive, metoda ini tetap
menunjukkan hasil yang memuaskan Sedangkan pada kanal Rayleigh, justru dengan
didapatkan kesalahan estimasi yang lebih besar, yaitu +7. Hal ini disebabkan karena
tidak adanya komponen LOS dalam kanal Rayleigh, sehingga pada hasil korelasi
dengan nilai yang paling tinggi tidak didapatkan di awal simbol. Berikut parameter
yang digunakan dalam simulasi Coarse Symbol Timing:
Tabel 4-1 Parameter Simulasi Coarse Symbol Timing
Parameter
Mode transmisi 2K
Bandwidth 8MHz
Modulasi QAM-16
Modulasi Hirarki/Non-Hirarki Modulasi Non-Hirarki
Guard Interval ¼
Time Offset 100 sampel
Frequency Offset 0 Hz
SNR 20 dB
4.2 Analisis Metoda FFT Window Selection Method
Untuk menguji performa dari FFT Window Selection Method, penulis akan
membangun simulasi untuk membandingkan kinerja antara sistem yang dibangun
dengan atau tanpa metoda ini. Penulis akan membangun dua sistem sinkronisasi
seperti ditunjukkan gambar 4.4:
51
Gambar 4.4 (a)tanpa FFT Window Selection Method (b) dengan FFT Window Selection Method
Parameter yang diamati untuk mengamati performa dari metoda, yaitu parameter
BER. Jadi, penulis akan membandingkan performa BER dari kedua system
sinkronisasi waktu tersebut. Berikut kurva perbandingan BER antara kedua metoda
di atas:
Gambar 4.5 BER vs SNR perbanding kinerja dengan dan tanpa FFT Window Selection
52
Penggunaan FFT Window Selection Method tidak banyak berpengaruh pada
performa di kanal AWGN dan Rician. Hal ini disebabkan estimasi Coarse Symbol
Timing pada kanal AWGN dan Rician yang hanya memiliki error +1 sehingga tanpa
digunakan FFT window Selection Method, performa sinkronisasi waktu system
sudah sangat baik. Penggunaan FFT Window Selection Method sangat berpengaruh
pada performa system di kanal Rayleigh. Hal ini dikarenakan estimasi Coarse
Symbol Timing pada kanal Rayleigh menghasilkan error senilai + 7 sehingga tanpa
digunakan FFT Window Selection Method, performa sinkronisasi waktu menjadi
buruk. Akan tetapi, karena penulis akan merancang system sinkronisasi yang handal
untuk penerima DVB-T sehingga system harus handal baik di kondisi kanal
AWGN,Rician, maupun Rayleigh. Oleh karena itu, penggunaan FFT Window
Selection Method akan sangat berguna untuk diterapkan sebagai bagian dari
sinkronisasi waktu di penerima. Berikut parameter yang digunakan ketika simulasi
FFT Window Selection Method:
Tabel 4-2 Parameter Simulasi FFT Window Selection
Parameter
Mode transmisi 2K
Bandwidth 8MHz
Modulasi QAM-16
Modulasi Hirarki/Non-Hirarki Modulasi Non-Hirarki
Guard Interval ¼
Time Offset 100 sampel
Frequency Offset 0 Hz
53
4.3 Analisis Metoda Fine Symbol Timing
Penulis akan menguji Metoda Fine Symbol Timing dengan cara yang sama ketika
menguji Coarse Symbol Timing, yaitu dengan melakukan proses averaging untuk
hasil estimasi di setiap simbol. Untuk melakukan pengujian terhadap metoda Fine
Symbol Timing, penulis membuat skema sinkronisasi sebagai berikut:
Gambar 4.6 Skema Sinkronisasi Waktu untuk Simulasi Fine Symbol Timing
Pada skema ini, estimasi Fine Symbol Timing akan mengkompensasi kesalahan
estimasi awal simbol yang dilakukan oleh Coarse Symbol Timing. Gambar 4.7
menunjukkan hasil estimasi Fine Timing di kanal AWGN, Rician, dan Rayleigh:
Gambar 4.7 Mean Error estimasi Fine Symbol Timing di kanal AWGN, Rician, Rayleigh
54
Dari hasil simulasi, didapatkan hasil bahwa estimasi Fine Symbol Timing dengan
metoda ini tidak memberikan hasil yang memuaskan untuk estimasi di kanal
AWGN, Rician, dan Rayleigh. Untuk estimasi di kanal AWGN ada kesalahan
sebesar -1 sampel, di kanal Rician sebesar -1,7 sampel, dan di kanal Rayleigh
sebesar -11 sampel. Oleh karena itu, bisa disimpulkan penggunaaan estimasi Fine
Symbol Timing tidak efektif untuk digunakan karena masih ada kesalahan estimasi
sehingga tidak memberikan peningkatan performa. Berikut parameter yang
digunakan dalam estimasi Fine Symbol Timing:
Tabel 4-3 Parameter estimasi Fine Timing
Parameter
Mode transmisi 2K
Bandwidth 8MHz
Modulasi QAM-16
Modulasi Hirarki/Non-Hirarki Modulasi Non-Hirarki
Guard Interval ¼
Time Offset 100 sampel
Frequency Offset 0 Hz
SNR 20 dB
4.4 Analisis Metoda Estimasi Coarse Fractional CFO
Dalam tesis ini, penulis menggunakan metoda Joint Estimation Time and
Frequency[6-7]. Oleh karena itu estimasi Coarse Fractional CFO akan dilakukan
secara simultan dengan estimasi Coarse Symbol Timing. Dalam pengujian kinerja
estimasi Coarse Fractional CFO, penulis akan membandingkan Mean Squared
55
Error (MSE) dari estimasi Coarse Fractional CFO,2
F FE ε ε∧ −
, dengan kedua
metoda tersebut. Perhitungan MSE Coarse Fractional CFO dinyatakan dengan
persamaan berikut:
2 2
1
1 1 ( ) ( )S
F F F Fks
E k kf S
ε ε ε ε∧ ∧
=
− = − ∑ (4.1)
Di mana sf adalah frequency spacing (pada mode 2k, fs=4,464 KHz) dan S adalah
jumlah iterasi Monte Carlo. Penulis melakukan simulasi dengan jumlah iterasi 100
kali untuk setiap nilai SNR. Untuk menghilangkan efek dari kesalahan estimasi
Coarse Symbol Timing, penulis memodelkan pergeseran waktu sebesar 0 sampel
sehingga estimasi awal simbol akan dilakukan dengan menghitung besar fasa dari
hasil korelasi di sampel pertama di setiap simbol. Gambar 4.8 menunjukkan kurva
MSE estimasi Coarse Fractional CFO di kanal AWGN, Rician, dan Rayleigh
Gambar 4.8 MSE estimasi Coarse Fractional CFO di kanal AWGN
56
Gambar 4.9 MSE dari estimasi Coarse Fractional CFO di kanal Rician
Gambar 4.10 MSE Estimasi Coarse Fractional CFO di kanal Rayleigh
Dari kurva MSE di atas, dapat dilihat bahwa nilai MSE yang diperoleh dengan
kedua metoda selalu 410−< . Ini artinya, nilai kesalahan estimasi Coarse Fractional
CFO kurang dari 1%, sehingga penurunan performa akibat kesalahan estimasi
57
Coarse Fractional CFO kurang dari 0.1 dB[8]. Dapat dilihat juga dari kurva di atas,
bahwa nilai MSE cenderung semakin kecil seiring bertambahnya nilai SNR.
Selain itu, dapat kita lihat pula bahwa performa metoda Simplified ML dan ML sama
di semua kondisi kanal. Oleh karena keduanya memiliki performa yang sama, untuk
perancangan sinkronisasi, penulis akan memilih metoda dengan algoritma yang
lebih sederhana yaitu, Simplified ML. Parameter yang digunakan dalam simulasi ini,
antara lain:
Tabel 4-4 Parameter Estimasi Coarse CFO
Parameter
Mode Transmisi 2K
Bandwidth 8 MHz
Modulasi QAM-16
Modulasi Hirarki/Non-Hirarki Modulasi Non-Hirarki
Guard Interval ¼
Time Offset 0 sampel
Frequency Offset 1500 Hz
4.5 Analisis Metoda Estimasi Integer CFO
Untuk menguji kinerja dari metoda estimasi Integer CFO, penulis akan menghitung
MSE dari estimasi Integer CFO. Penulis akan memberikan pemodelan kesalahan
Integer CFO (>4,464KHz untuk mode 2K), yang akan diestimasi oleh metode ini.
Penghitungan MSE dari Integer CFO,2
I IE ε ε∧ −
,dinyatakan oleh persamaan
berikut:
58
( ) ( )2 2
1
1 1 S
I I I Iks
E k kf S
ε ε ε ε∧ ∧
=
− = − ∑ (4.2)
Di mana S adalah jumlah iterasi penghitungan yang dilakukan dan sf adalah nilai
frequency spacing. Penulis akan menghitung MSE dari estimasi Integer CFO dari
SNR 0 s.d. 30 dB dengan jumlah iterasi= 100 kali. Untuk menghilangkan efek dari
kesalahan estimasi Coarse Symbol Timing, penulis memodelkan pergeseran waktu
sebesar 0 sampel. Gambar 4.11 menunjukkan MSE Integer CFO:
Gambar 4.11 MSE integer CFO
Dari gambar di atas, dapat kita lihat bahwa tingkat keberhasilan estimasi Integer
CFO mencapai 100% baik di kondisi kanal AWGN, Rician, maupun Rayleigh. Jadi,
metoda ini akan sangat handal untuk diterapkan di sistem sinkronisasi frekuensi
untuk mengatasi nilai pergeseran frekuensi >0.5 subcarrier spacing. Berikut
parameter yang digunakan dalam simulasi:
59
Tabel 4-5 Parameter Simulasi Integer CFO
Parameter
Mode transmisi 2K
Bandwidth 8MHz
Modulasi QAM-16
Hierarchical/Non Hierarchical Modulation Modulasi Non-Hirarki
Guard Interval ¼
Time Offset 0 sampel
Frequency Offset 9000 Hz (K=2)
4.6 Analisis Metoda Estimasi Fine Fractional CFO
Tujuan dari implementasi Fine Fractional CFO Recovery adalah untuk menambah
akurasi dari sinkronisasi frekuensi yang sebelumnya terdiri dari sinkronisasi Coarse
Fractional CFO dan Integer CFO. Oleh karena itu, penulis akan melakukan
pengujian yang bertujuan untuk memeriksa apakah penambahan Fine Fractional
CFO Recovery memberikan hasil yang signifikan atau tidak. Penulis akan menguji
performa dari sistem sinkronisasi frekuensi yang dilengkapi estimasi Fine
Fractional CFO dengan menghitung nilai MSE estimasi. Nilai MSE tersebut
dihitung berdasarkan persamaan berikut:
( ) ( )2 2
1
1 1 S
ks
E k kf S
ε ε ε ε∧ ∧
=
− = − ∑ (4.3)
Di mana fs adalah nilai frequency spacing dan S adalah jumlah iterasi Monte Carlo.
Dalam simulasi ini, penulis melakukan simulasi dengan jumlah iterasi = 50. Nilai
MSE ini akan dibandingkan dengan MSE estimasi ketika sistem tidak dilengkapi
Fine Fractional CFO Recovery (hanya terdiri dari Coarse Fractional CFO dan
Integer CFO).
60
Gambar 4.12 MSE dari Estimasi dengan dan tanpa Fine Fractional CFO Recovery di kanal AWGN
Gambar 4.13 MSE dari Estimasi dengan dan tanpa Fine Fractional CFO Recovery di kanal Rician
61
Gambar 4.14 MSE dari Estimasi dengan dan tanpa Fine Fractional CFO Recovery di kanal Rayleigh
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa pada umumnya performa sinkronisasi
frekuensi dengan dan tanpa Fine Fractional CFO Recovery tidak jauh berbeda. Pada
kanal AWGN, dua skema sinkronisasi frekuensi tersebut menunjukkan performa
yang sama. Akan tetapi, skema dengan Fine Fractional CFO Recovery
menunjukkan performa yang lebih baik di kanal Rician dan Rayleigh, khususnya
untuk nilai SNR > 15 dB. Akan tetapi, tanpa Fine Fractional CFO Recovery pun,
nilai MSE yang didapat pun sudah 410−≤ . Berarti nilai error estimasi frekuensi
sudah memenuhi persyaratan, yaitu 1%< [8]. Berdasarkan pengamatan performa
kedua skema tersebut, penulis memutuskan untuk tidak menggunakan Fine
Fractional CFO Recovery karena tanpa Fine Fractional CFO Recovery pun sudah
didapatkan hasil yang memenuhi syarat[8]. Berikut parameter yang digunakan
dalam estimasi Residual Fractional CFO:
62
Tabel 4-6 Parameter Simulasi Fine Fractional CFO Recovery
Parameter
Mode transmisi 2K
Bandwidth 8MHz
Modulasi QAM-16
Hierarchical/Non Hierarchical
Modulation
Non Hierarchical Modulation
Guard Interval ¼
Time Offset 0 sampel
Frequency Offset 9000 Hz (K=2)
4.7 Perancangan Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi di Penerima
DVB-T
Berdasarkan pengujian dan analisa dari setiap metoda yang telah dilakukan, penulis
mencoba merancang sistem lengkap dari sinkronisasi Waktu dan Penerima sebagai
berikut:
Gambar 4.15 Sistem lengkap Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi
63
Sistem sinkronisasi yang dirancang penulis terdiri dari dua bagian. Bagian pertama
dilakukan di domain waktu dan bagian kedua dilakukan di domain frekuensi. Proses
sinkronisasi akan dimulai dengan proses korelasi dari estimasi secara simultan
Coarse Symbol Timing dan Coarse CFO. Untuk bagian ini, penulis akan
menggunakan metoda Simplified ML dengan mengacu pada pengujian yang sudah
dilakukan di bagian sebelumnya. Setelah diestimasi, akan dilanjutkan dengan
kompensasi Coarse CFO dan Coarse Symbol Timing. Selanjutnya sinyal akan
memasuki proses pembuangan CP, di mana dalam proses tersebut dilakukan FFT
Window Selection Method. Setelah dilewatkan di FFT, akan dilakukan estimasi
Integer CFO untuk mengantisipasi nilai 0.5ε > subcarrier spacing. Kompensasi
Integer CFO dilakukan di domain waktu. Berdasarkan hasil pengujian yang
dilakukan, penulis menyisihkan Fine Symbol Timing dan Fine Fractional CFO
Recovery. Penulis tidak menggunakan Fine Symbol Timing karena hasil estimasi
dari metoda ini masih meleset jauh terutama untuk kanal Rayleigh. Sedangkan,
penulis tidak menggunakan Fine Fractional CFO Recovery karena tanpa metoda
tersebut pun, sudah diperoleh hasil yang memenuhi syarat[8].
4.8 Pengujian Performa Rancangan Sinkronisasi Waktu dan
Frekuensi di Penerima DVB-T
Penulis akan menguji performa dari sistem sinkronisasi yang dirancang dengan tiga
varian, yaitu tipe modulasi, nilai GI, dan tipe kanal. Tipe modulasi ada jenis, yaitu
QPSK,QAM-16, QAM-64. Nilai GI ada empat, yaitu ¼, 1/8, 1/16, 1/32. Dan jenis
kanal ada tiga, yaitu kanal AWGN, kanal Rician, dan kanal Rayleigh. Nilai-nilai dari
varian ini disesuaikan dengan standar DVB-T[1]. Penulis akan membandingkan
performa BER system dalam kondisi sinkronisasi sempurna dengan ketika sistem
sinkronisasi yang dirancang diterapkan. Yang dimaksud kondisi sinkronisasi
sempurna adalah kondisi di mana tidak terdapat kesalahan estimasi awal simbol dan
pergeseran frekuensi. Berikut kurva BER hasil pengujian system sinkronisasi yang
dirancang penulis:
64
Gambar 4.16 Kinerja sistem integrasi di kanal AWGN
Gambar 4.17 Kinerja Sistem Integrasi di Kanal Rician
65
Gambar 4.18 Kinerja Sistem Sinkronisasi di Kanal Rayleigh
Dari ketiga gambar di atas, dapat dilihat bahwa performa sistem sinkronisasi yang
dirancang oleh penulis mendekati kondisi ketika sinkronisasi ideal di ketiga kanal.
Pada kanal AWGN, performa BER sistem yang menggunakan skema sinkronisasi
waktu dan frekuensi rancangan penulis sama dengan performa BER system ketika
kondisi sinkronisasi ideal. Sedikit perbedaan nilai BER, ditunjukkan di kondisi kanal
Rician dan Rayleigh. Sehingga bisa disimpulkan system sinkronisasi yang dirancang
menunjukkan performa yang sangat baik untuk setiap tipe modulasi ketika
diintegrasikan ke system integrasi DVB-T
Gambar 4.19 Kinerja Sistem Integrasi DVB-T di kanal AWGN untuk berbagai nilai CP
66
Gambar 4.20 Kinerja Sistem Integrasi DVB-T di kanal Rician untuk berbagai nilai CP
Gambar 4.21 Kinerja Sistem Integrasi DVB-T di kanal Rayleigh untuk berbagai nilai CP
Pada ketiga kondisi kanal dapat kita lihat bahwa semakin besar nilai CP, performa
system integrasi semakin baik. Hal ini dapat dimaklumi, karena pada metoda Joint
Time and Frequency Simplified Maximum Likelihood, semakin besar range nilai
yang dikorelasikan, maka hasil estimasi waktu dan frekuensi akan semakin akurat
67
Selain itu, bila kita bandingkan untuk masing-masing nilai CP antara kondisi
sinkronisasi sempurna dan ketika diterapkan sistem sinkronisasi yang dirancang.
Dapat dilihat bahwa untuk nilai CP =1/4, 1/8, 1/16 menunjukkan nilai BER yang
tidak jauh berbeda untuk kedua kasus di atas. Akan tetapi untuk nilai CP = 1/32
menunjukkan nilai BER yang jauh lebih berbeda antara kedua kondisi tersebut. Dan
perbedaan itu semakin signifikan, ketika kondisi kanal semakin rusak. Oleh karena
itu, bisa disimpulkan bahwa rancangan sinkronisasi waktu dan frekuensi ini paling
efektif ketika digunakan nilai CP =1/4, 1/8, 1/16.