bab 6 akhlak sosial islam

11
AKHLAK SOSIAL ISLAM Manusia sejak lahir membutuhkan orang lain. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah makhluk politik (zoon poloticon). Artinya, manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa adanya bantuan atau kerja sama dengan orang lain. Hidup sosial bermasyarakat seringkali menjadikan kita harus lebih waspada dan mawas diri, karena hidup dengan sejumlah orang tentunya juga punya karakter, sifat, dan watak serta perilaku yang berbeda-beda. Karena itu, harus ada sikap saling pengertian yang dibangun di atas landasan saling percaya dan menjaga kepercayaan tersebut. Terkait dengan hidup sosial bersama orang lain, Rasulullah saw telah bersabda melalui riwayat Ibnu Umar ra. Artinya, "Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan sabar atas rintangan mereka, lebih baik daripada orang yang tidak bergaul dengan masyarakat (menyendiri) serta tidak sabar atas rintangan mereka." Berikut ini adalah beberapa akhlak sosial islam yang bisa dijadikan landasan hidup bermasyarakat. 1. Berlaku Adil Berbuat adil atau keadilan adalah tindakan yang paling mendekati takwa. Allah swt berfirman, Artinya, "Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat pada takwa" (QS. al-Ma'idah [5]: 8). Ayat ini dikaitkan dengan peringatan Allah swt bahwa dalam menegakkan keadilan, kita jangan sampai terpengaruh 1

Upload: farhan-yuzevan

Post on 17-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

czscsczs

TRANSCRIPT

AKHLAK SOSIAL ISLAM

AKHLAK SOSIAL ISLAM

Manusia sejak lahir membutuhkan orang lain. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah makhluk politik (zoon poloticon). Artinya, manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa adanya bantuan atau kerja sama dengan orang lain. Hidup sosial bermasyarakat seringkali menjadikan kita harus lebih waspada dan mawas diri, karena hidup dengan sejumlah orang tentunya juga punya karakter, sifat, dan watak serta perilaku yang berbeda-beda. Karena itu, harus ada sikap saling pengertian yang dibangun di atas landasan saling percaya dan menjaga kepercayaan tersebut.

Terkait dengan hidup sosial bersama orang lain, Rasulullah saw telah bersabda melalui riwayat Ibnu Umar ra.

Artinya, "Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan sabar atas rintangan mereka, lebih baik daripada orang yang tidak bergaul dengan masyarakat (menyendiri) serta tidak sabar atas rintangan mereka."Berikut ini adalah beberapa akhlak sosial islam yang bisa dijadikan landasan hidup bermasyarakat.

1. Berlaku Adil Berbuat adil atau keadilan adalah tindakan yang paling mendekati takwa. Allah swt berfirman,

Artinya, "Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat pada takwa" (QS. al-Ma'idah [5]: 8).

Ayat ini dikaitkan dengan peringatan Allah swt bahwa dalam menegakkan keadilan, kita jangan sampai terpengaruh oleh hubungan suka atau tidak suka kepada seseorang. Walaupun kita sedang diliputi kebencian, keadilan harus tetap dilaksanakan. Demikian juga ketika kita diliputi oleh suasana senang dan sukacita. Allah swt berfirman,

Artinya, "Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil" (QS. al-Ma'idah [5]: 8).

Dalam ilmu-ilmu sosial dijelaskan bahwa tindakan manusia yang paling mungkin melanggar keadilan ialah tindakan menggunakan kekuasaan. Oleh karena itu, kekuasaan dalam agama kita harus dipandang sebagai amanat Allah swt. Dan amanat itu harus kita tunaikan dengan sebaik-baik dan seadil-adilnya. Allah swt berfirman,

Artinya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (QS. an-Nisa' [4]: 58).

Ayat di atas menyebutkan kata jamak "amanat-amanat". Artinya, banyak sekali amanat yang kita terima. Semua kelebihan yang ada pada kita adalah amanat. Harta yang ada pada kita adalah amanat Allah. Begitu juga pengetahuan kita dan apa saja yang membuat hidup kita ini menjadi lebih baik. Semua hak istimewa kita adalah amanat. Firman Allah tadi dilanjutkan dengan ayat yang secara khusus menyebut pemerintahan sebagai sesuatu yang harus dijalankan dengan adil dalam kaitannya dengan amanat. Allah swt berfirman,

Artinya, "Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil" (QS. an-Nisa' [4]: 58).

Harta adalah juga amanat Allah swt. Bahkan, Al-Quran juga menyebutkan bahwa harta adalah sesuatu di mana kita ditunjuk untuk menguasainya. Makna penunaian amanat harta kepada yang berhak ialah melaksanakan fungsi sosial harta. Yaitu, selain dimanfaatkan untuk keperluan kita dan keluarga, juga disalurkan sebagian kepada masyarakat yang memerlukan. Allah swt berfirman,

Artinya, "Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya" (QS. al-Hadid [57]: 7).

Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Karena itu, tidaklah boleh kikir dan boros.

Dalam agama kita, pemilikan harta bersifat suci. Hak kita untuk memiliki harta tak boleh diganggu. Ada sebuah hadis yang mengatakan bahwa kalau seseorang meninggal dalam rangka membela hartanya yang halal dan sah, maka dia mati syahid. Nabi bersabda,

Artinya, "Barang siapa mati membela hartanya yang sah, maka dia itu adalah mati syahid."

Hadis ini memberi gambaran sangat kuat bahwa harta sebagai milik yang sah adalah suci. Namun, kepemilikan harta dalam Islam bukan kepemilikan mutlak, melainkan hanya bersifat titipan. Ini berbeda dengan kapitalisme yang memandang pemilikan harta bersifat mutlak sehingga seorang pemilik harta boleh melakukan apa saja terhadap hartanya. Mau dibuang ke laut, dibakar, atau diwasiatkan kepada binatang juga boleh.

Kalau kita baca koran, tidak jarang kita temukan berita bagaimana seorang kaya meninggalkan wasiat agar kalau dia mati hartanya diberikan kepada anjingnya. Sementara keluarganya sendiri tidak mendapat apa-apa. Menurut hukum di Amerika, wasiat itu harus dilaksanakan. Dalam Islam tidak demikian. Pembelanjaan harta dalam Islam harus dilakukan sesuai petunjuk Allah, bahwa pertama-tama harta dibelanjakan untuk keluarga, kemudian untuk masyarakat. Dalam hukum waris pun kita tidak boleh meninggalkan wasiat supaya harta kita diberikan kepada suatu badan sosial lebih dari sepertiga. Karena, tentu kita mempunyai tanggung jawab kepada keluarga kita. Allah swt berfirman,

Artinya, "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar" (QS. an-Nisa' [4]: 9).

Kendati demikian, harta tetaplah amanat. Kita bisa bandingkan harta dengan kekuasaan. Bahkan, kekuasaan adalah amanat yang lebih penting untuk diawasi. Karena, di antara semua fasilitas dan kemudahan dalam hidup ini, yang paling mudah disalahgunakan ialah kekuasaan. Dalam bahasa asing ada istilah-istilah yang sering memperingatkan kita tentang bahaya kekuasaan, seperti power tends to corrupt, kekuasaan itu cenderung untuk curang. Absolut power corrupt absolutely, kekuasaan yang mutlak akan menjadi curang secara mutlak.

Maka dari itu, dalam agama kita tidak diizinkan adanya kekuasaan yang mutlak. Dalam bahasa Arab disebut sebagai thagut, yang sering diterjemahkan sebagai tiran. Dan contoh thagut yang paling banyak disebutkan Al-Quran adalah Fir'aun. Seperti firman Allah kepada Musa as.

Artinya, "Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas" (QS. Taha [20]: 24).

Perjuangan Musa as adalah perjuangan dari seorang pembebas melawan seorang penindas. Exsodus besar-besaran bangsa Israel dari Mesir ke Palestina adalah lambang dari pembebasan manusia dari perbudakan dan penindasan. Al-Quran berkali-kali menceritakan exsodus ini. Ini semua mengandung pelajaran moral mengenai perjuangan abadi manusia melawan tiran semenjak manusia mengenal kekuasaan, yang secara historis itu dimulai oleh bangsa Sumeria, dilembah sungai Effrat dan Tigrisorang Yunani menyebutnya sebagai Mesopotamia, artinya lembah antara dua sungaisekitar 60.000 tahun lalu. Sejak itu manusia menjalani penyalahgunaan kekuasaan.

Tentang berlaku adil dalam kehidupan sosial, Rasulullah saw juga pernah bersabda, Artinya, "Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda, 'Ada tujuh (macam) manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan Allah, yaitu: 1) imam/pemimpin yang adil, 2) pemuda yang tumbuh dewasa dan rajin beribadah kepada Allah, 3) orang yang hatinya selalu gandrung ke masjid (untuk beribadah), 4) dua orang yang saling mengasihi karena Allah, keduanya berkumpul atau berpisah karena Allah, 5) seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh wanita yang berkedudukan lagi cantik tetapi dia menolak sambil berkata, 'Saya takut kepada Allah,' 6) orang yang bersedekah secara diam-diam sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan 7) orang yang selalu ingat kepada Allah di kala berkhalwat hingga ia mencucurkan air matanya'" (HR. Muttafaq 'Alaih).Hadis ini menjelaskan tentang orang-orang yang akan mendapatkan perlindungan Allah swt di hari Kiamat. Dari tujuh macam orang yang akan mendapat perlindungan Allah di hari Kiamat kelak, satu di antaranya pemimpin yang adil. Sebab, hanya dengan pemimpin yang adillah suatu ketenteraman bisa terwujud, sedangkan hanya dengan ketenteraman itu setiap orang dapat mengerjakan apa pun dengan sebaik-baiknya. 2. Akhlak Saling Menyayangi

Bersikap kasih sayang adalah bagian dari akhlak karimah yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Kasih sayang terhadap siapa pun akan mengantarkan seseorang senantiasa melakukan kebajikan. Seseorang yang kehilangan sikap kasih sayang, tidak akan pernah dikasihsayangi oleh orang lain. Karena itu, setiap muslim harus selalu berupaya untuk memiliki sikap kasih sayang yang mendalam, sehingga dapat memperoleh kedudukan yang tinggi di sisi Allah dan senantiasa dijadikan teladan oleh sesama manusia. Perihal sikap kasih sayang, banyak diterangkan dalam Al-Quran. Di antaranya adalah:

Artinya, "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, 'Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil'" (QS. al-Isra' [17]: 24);

"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar" (QS. al-Fath [48]: 29);

"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik" (QS. al-A'raf [7]: 56).

Rasulullah saw, lewat hadis-hadisnya juga menganjurkan kepada umatnya agar senantiasa bersikap kasih sayang terhadap siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Sebab, orang yang memiliki kasih sayang akan selalu disayang oleh Allah swt. Di antara sabda-sabda Rasulullah saw yang menerangkan tentang anjuran untuk memiliki sikap kasih sayang adalah sebagai berikut.

Artinya, "Barang siapa tidak memiliki kasih sayang terhadap sesama manusia, maka tidak akan pernah dikasih sayangi oleh Allah" (HR. Bukhari Muslim).

Seseorang yang senantiasa menyayangi sesama manusia, berarti dia telah menjadi kekasih Allah. Sebab, Allah akan senantaiasa menyayangi orang-orang yang bersikap kasih terhadap sesama manusia maupun terhadapmakhluk lain.

Rasulullah saw bersabda,

Artinya, "Allah berfirman, 'Kasih sayang-Ku telah mendahului kemurkaan-Ku'" (HR. Muslim).

Dalam sebuah hadis qudsi Allah telah menegaskan bahwa kasih sayang Allah dapat mengalahkan kemurkaan-Nya. Misalnya, ada seorang hamba berlaku maksiat, tetapi dia masih memiliki kepedulian dan kasih sayang terhadap sesama, maka Allah masih tetap akan mengasihsayangi dirinya. Artinya, Allah tetap bersedia memberikan ampunan atas dosa-dosa yang terlanjur dilakukannya lantaran dia mengasihsayangi sesama.

Berikut ini adalah teladan kasih sayang yang dilakukan Rasulullah saw.

1. Kasih sayang terhadap sesama muslim

2. Kasih sayang terhadap orang musyrik

3. Kasih sayang terhadap anak-anak

4. Kasih sayang terhadap alam

3. Mencintai Sesama

Mencintai sesama manusia adalah bagian dari akhlak karimah yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Sebab, seseorang belum bisa dikatakan beriman sempurna sebelum dia mampu mencintai orang lain seperti mencintai dirinya sendiri. Bahkan, orang yang saling mencintai terhadap sesama akan mendapatkan jaminan surga. Perihal rasa cinta banyak diterangkan dalam Al-Quran, di antaranya adalah:

Artinya, "Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus" (QS. al-Hujurat [49]: 7);

"Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh" (QS. as-Saf [61]: 4);

"Yusuf berkata, 'Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh'" (QS. Yusuf [12]: 33);

"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)" (QS. al-Baqarah [2]: 165).

Dalam ayat yang lain banyak diterangkan tentang kecintaan Allah terhadap umat manusia. Di antaranya diterangkan tentang kecintaan Allah terhadap orang-orang yang bersabar, orang-orang yang senantiasa berbuat kebajikan, orang-orang yang adil, dan orang-orang yang senantiasa bersih dari hadas.

Diterangkan pula tentang kebencian Allah terhadap orang-orang yang sombong dan membanggakan diri, orang-orang yang zalim, orang-orang yang membuat kerusakan, orang-orang yang melampaui batas, yang berkhianat lagi mengingkari nikmat dan orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.

Rasulullah saw bersabda,

Artinya, "Tiga hal yang barang siapa memiliki ketiga-tiganya berarti dia telah mendapatkan manisnya keimanan: Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada keduanya, mencintai seseorang semata-mata hanyalah karena Allah, dan merasa benci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan Allah dari padanya sebagaimana ia merasa benci untuk dilemparkan ke dalam neraka" (HR. Bukhari Muslim).

Mencintai sesama adalah tanda kesempurnaan iman. Sebab, seseorang belum bisa dikatakan beriman sebelum saling mencintai. Kunci untuk menjalin kasih sayang dan saling mencintai adalah membiasakan diri menyampaikan ucapan salam antar-sesama mereka. Sebab, dengan salam itulah akan tumbuh di antara mereka rasa rindu untuk saling bertemu.

Wallahualam.

PAGE 10